Anda di halaman 1dari 176

TIM STUDI KASUS RUMAH SAKIT

PROGRAM PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIABUDI SURAKARTA
TA 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb,

salam sejahtera untuk kita semua,

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan kebaikan-Nya
sehingga buku panduan ini dapat diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya.
Pendidikan profesi apoteker merupakan salah satu tahapan yang harus
dilaksanakan oleh sarjana farmasi untuk memperoleh gelar profesi apoteker.
Kurikulum pendidikan yang baik dan dinamis tentu diharapkan dapat menghantar
para apoteker muda ini menjadi apoteker yang kompeten dan siap memasuki dunia
kerja. Salah satu mata kuliah yang menunjang kompetensi lulusan tersebut adalah
Praktikum Farmasi Rumah Sakit dan Klinik yang dilaksanakan dalam bentuk studi
kasus.
Studi kasus farmasi Rumah Sakit dan klinis berupaya memadukan teori dan
praktik pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, baik aspek managerial pengelolaan
obat maupun farmasi klinik dengan mengutamakan pemahaman dan edukasi terhadap
falsafah pharmaceutical care process, dengan harapan setelah selesai menempuh
studi kasus, mahasiswa memiliki gambaran pekerjaan dan kompetensi apoteker di
Rumah Sakit, mempunyai bekal Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah
Sakit, maupun bekal untuk Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI), sebagai
salah satu penentu kelulusan. Studi kasus yang digunakan dalam praktikum ini adalah
simulasi dan contoh-contoh kasus yang dipaparkan oleh akademisi dan praktisi dari
Rumah Sakit.
Buku ini merupakan edisi ketiga pada kurikulum baru PSPA tahun 2020, dan
masih terus akan disempurnakan untuk terciptanya petunjuk praktik yang baik dan
dapat membantu mahasiswa maupun dosen dalam pelaksanaan praktikum, karena itu
kritik, saran, masukan yang membangun adalah hal berharga dan kami harapkan.
Demikian pengantar ini disampaikan, selamat berdinamika dalam kelompok studi
kasus. TERIMAKASIH.

Wassalamualaikum wr.wb

Surakarta, Agustus 2021

Tim Dosen

ii
Tim Dosen Penanggung Jawab Praktikum (Studi Kasus) Farmasi RS dan Klinik
Semester Genap Tahun Ajaran 2021/2022

Penanggung Jawab Mata Kuliah


Dr. apt. Lucia Vita Inandha Dewi, M.Sc

Penanggung Jawab Jadwal


apt. Meta Kartika Untari, S.Farm., M.Sc.

Penanggung Jawab Modul/Panduan


apt. Avianti Eka Dewi Aditya P., S.Farm., M.Sc.
apt. Santi Dwi Astuti, S.Farm., M.Sc.

Penanggung Jawab Nilai


Dr. apt. Ika Purwidyaningrum, M.Sc.
Dr. apt. Opstaria Saptarini, M.Si.

Penanggung Jawab Ujian


Dr. apt. Rina Herowati, M.Si
Dr.apt. Tri Wijayanti, M.PH

iii
DAFTAR ISI

iv
PEMBAGIAN DOSEN PENGAMPU BERDASAR TOPIK PEMBELAJARAN

ASPEK MANAGERIAL, PENGELOLAAN DAN PERBEKALAN FARMASI


RUMAH SAKIT

no Nama dosen Topik


1. Dr. apt. Samuel Budi Harsono,M.Si 1. Pemilihan
(MODUL 1) 2. Perencanaan
3. Pengadaan
2. Dr.apt.Tri Wijayanti, M.PH 1. Penerimaan
(MODUL 2) 2. Penyimpanan
3. Distribusi
Dr.apt. Ika Purwidyaningrum,M.Sc 1. Pemusnahan
(MODUL 3) 2. Pengendalian
3. Administrasi (Pelaporan,
Dokumentasi)
3 apt. Heru Dwi Purnomo,M.Sc Tugas Managerial Farmasi di
apt. Wellyan M., M.Sc. Rumah Sakit

ASPEK PELAYANAN FARMASI KLINIK

No Dosen Topik Farmakoterapi


1. Dr.apt.Rina Herowati,M.Si Evaluasi Gangguan Kardiovaskuler
(MODUL 4) Penggunaan Obat
2. Dr. apt. Gunawan Pamudji,M.Si Evaluasi Gangguan Syaraf -
(MODUL 5) Penggunaan Obat Endokrin
3. Dr.apt. Lucia Vita Inandha.D,M.Sc Pemantauan Terapi Infeksi 1
(MODUL 6) Obat
4. apt. Meta Kartika Untari, M.Sc Pemantauan Terapi Infeksi 2
(MODUL 7) Obat
5. Dr.apt. Opstaria Saptarini,M.Si Penelusuran Sal Nafas, Gawat Darurat
( MODUL 8) Riwayat
Penggunaan Obat
dan Rekonsiliasi
6. Dr.apt. Wiwin Herdwiani, M.Sc Pelayanan Kanker, Menstruation
(MODUL 9) Informasi Obat dishorder
7. apt. Dwi Ningsih, M.Pharm Pengkajian dan Saluran Cerna, Kulit
(MODUL 10) Pelayanan Resep
(Skrining Resep)

v
Rawat Jalan dan
Inap
8. Dr.apt.Jason Merari P, MM,M.Si Monitoring Efek Hematologi, Mata, THT
(MODUL 11) Samping Obat
9. apt.Yane Dila Keswara,M.Sc Dispensing sediaan Manutrisi, Gangguan
(MODUL 12) steril, Total Nutrisi
parenteral nutrition
10. apt. Avianti Eka Dewi A.P., S.Farm., M.Sc. Konseling Pasien Gangguan Renal, Tulang
apt. Santi Dwi Astuti, S.Farm., M.Sc. Rawat Jalan dan dan Sendi, nyeri.
(MODUL 13) Rawat Inap
11. Apt. Budi Rahardjo, Sp.FRS PH care & kapita ACS,GGK,Kardiovaskuler,
selekta dan Complicated
farmakoterapi Gangguan Keseimbangan
cairan dan elektrolit,
gangguan hematologik,
interaksi obat dan hasil
laboratorium

vi
PEMBAGIAN KELOMPOK, ALOKASI WAKTU STUDI KASUS, DAN
PENILAIAN

PEMBAGIAN KELOMPOK
1. 1 kelas teori dibagi menjadi 4 kelompok besar (masing-masing 10 mahasiswa) →
a. Teori A dibagi menjadi A1, A2, A3, A4
b. Teori B dibagi menjadi B1, B2, B3, B4
c. Teori C dibagi menjadi C1, C2, C3, C4
2. 1 kelompok besar dibagi menjadi 5 kelompok kecil/tugas (masing-masing 2
mahasiwa)

ALOKASI WAKTU STUDI KASUS


07.00 – 07.15 Persiapan (Presensi, Literature, Peralatan, Stabil Koneksi)
07.15 – 07.45 Pretest
07.45 – 11.30 Praktek dan Diskusi Kasus
11.30 – 12.30 Posttest (OSCE)
12.30 – 13.00 Penutup (Toleransi waktu Sinyal tidak stabil)

PENILAIAN

Nilai terdiri dari Nilai Harian (60%) dan Ujian (40%)


a. Nilai Harian (60%) terdiri dari:
Pretest = 10%
Diskusi (Keaktifan, Sikap, dll) = 30%
Makalah = 10%
Posttest (OSCE) = 10%
b. Nilai Ujian Akhir = 40%

vii
TATA TERTIB PRAKTIKUM (STUDI KASUS)

1. Pelaksanaan studi kasus adalah secara online menggunakan aplikasi Google


Classroom dan Google meet, dapat berubah menjadi offline (tatap muka) berdasar
perkembangan situasi pandemik dan mengikuti kebijakan fakultas maupun
universitas.
2. Mahasiswa maupun dosen wajib menyediakan kuota internet yang memadai demi
kelancaran studi kasus.
3. Bagi mahasiswa yang tidak dapat menghadiri studi kasus tidak diperkenankan
mengikuti kelompok lain kecuali bila sakit dibuktikan dengan surat keterangan
sakit dari dokter, atau apabila terjadi musibah, atau kehilangan salah satu anggota
keluarga kandung sehingga pada saat tersebut sangat tidak mungkin mengikuti
kegiatan perkuliahan.
4. Sebelum studi kasus, dosen pengampu memberikan materi/soal yang harus
dikerjakan terlebih dahulu kepada mahasiswa di rumah.
5. Mahasiswa diharuskan belajar dan mengerjakan tugas terlebih dahulu, dan
mempresentasikan, mendiskusikan setiap tugas/topik pada saat studi kasus
berlangsung.
6. Pada saat menggunakan aplikasi google meet, mahasiswa maupun dosen
diharuskan berpenampilan dan berpakaian sopan, tidak makan dan minum pada
saat camera on, tidak membuat gaduh maupun melakukan hal-hal yang dapat
mengganggu jalannya proses pembelajaran.
7. Mahasiswa diharapkan mengikuti pembelajaran secara aktif, berdiskusi dan
berdinamika dalam kelompok dengan baik.
8. Pada akhir sesi diskusi akan diadakan post test dengan model soal OSCE, wajib
diikuti semua peserta, dengan jumlah soal sebanyak 5 station, dengan
menggunakan google classroom ataupun google form sesuai arahan dosen
pengampu, masing-masing station dikerjakan dalam waktu 10 menit, apabila
submited jawaban melebihi due date (10 menit) + toleransi 5 menit, maka
dianggap tidak mengerjakan soal.

viii
TINJAUAN TEORI MANAGERIAL FARMASI RUMAH SAKIT

Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran


yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga
tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di rumah sakit. Pengendalian
persediaan obat terdiri dari:
1. Pengendalian ketersediaan;
2. Pengendalian penggunaan;
3. Penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, dan kedaluwarsa.

Dokumen yang harus dipersiapkan dalam rangka pengendalian persediaan:


a. Kebijakan Dokumen kebijakan yang dibutuhkan antara lain:
1. Formularium Nasional
2. Formularium Rumah Sakit
3. Perjanjian kerja sama dengan pemasok obat.
4. Mekanisme penyediaan untuk mengantisipasi kekosongan stok, misalnya kerjasama
dengan pihak ketiga dan prosedur pemberian saran substitusi ke dokter penulis resep.
5. Sistem pengawasan, penggunaan dan pengamanan obat.

Pedoman yang dipersiapkan antara lain:


1. Pedoman pelayanan kefarmasian
2. Pedoman pengadaan obat

b. Standar Prosedur Operasional SPO yang perlu dipersiapkan antara lain:


1. SPO penanganan ketidaktersediaan stok obat
2. SPO monitoring obat baru dan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang tidak diantisipasi
3. SPO sistem pengamanan atau perlindungan terhadap kehilangan atau pencurian
4. SPO proses untuk mendapatkan obat pada saat farmasi tutup/di luar jam kerja
5. SPO untuk mengatasi kondisi kekosongan obat
6. SPO untuk pemenuhan obat yang tidak pernah tersedia

Kegiatan pengendalian mencakup:


a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini
disebut stok kerja.
b. Menentukan :
1. Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak
mengalami kekurangan/kekosongan. Stok pengaman adalah jumlah stok yang
disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya karena
keterlambatan pengiriman.
2. Menentukan waktu tunggu ( leadtime ) adalah waktu yang diperlukan dari mulai
pemesanan sampai obat diterima.
3. Menentukan waktu kekosongan obat

Cara menghitung stok optimum :


Keterangan :
SO = Stok Optimum
SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan)
SWK = Stok Waktu Kosong (jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat)

1
SWT = Stok Waktu Tunggu (jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu ( lead time )
Buffer stok = Stok pengaman
Saat Stock Opname dilakukan pendataan sediaan yang masa kedaluwarsanya minimal 6
bulan, kemudian dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Diberi penandaan khusus dan disimpan sesuai FEFO
2. Untuk sediaan yang sudah ED disimpan ditempat terpisah dan diberi keterangan “sudah
kedaluwarsa” Dikembalikan ke distributor atau dimusnahkan sesuai ketentuan
3. Waktu kedaluwarsa: saat sediaan tidak dapat digunakan lagi sampai akhir bulan tersebut.
Contoh: ED 01-2016 berarti sediaan tersebut dapat digunakan sampai dengan 31 Januari
2016
IFRS harus membuat prosedur terdokumentasi untuk mendeteksi kerusakan dan
kedaluwarsa sediaan farmasi dan BMHP serta penanganannya.
SO = SK + SWK + SWT + Buffer stock

IFRS harus diberi tahu setiap ada produk sediaan farmasi dan BMHP yang rusak, yang
ditemukan oleh perawat dan staf medik. Pencatatan : Pencatatan merupakan suatu
kegiatan yang bertujuan untuk memonitor keluar dan masuknya (mutasi) obat di IFRS.
Pencatatan dapat dilakukan dalam bentuk digital atau manual. Pencatatan dalam bentuk
manual biasa menggunakan kartu stok.
Fungsi kartu stok obat:
Mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran obat termasuk kondisi fisik, nomor batch
dan tanggal kedaluwarsa obat
Satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat mutasi satu jenis obat dari satu sumber
anggaran
Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan dan rencana kebutuhan obat
periode berikutnya
Hal yang harus diperhatikan:
1. Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan dengan obat yang bersangkutan. Pencatatan
harus dilakukan setiap kali ada mutasi (keluar/masuk obat atau jika ada obat hilang,
rusak dan kedaluwarsa)
2. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap akhir periode.
3. Pengeluaran satu jenis obat dari anggaran yang berbeda dijumlahkan dan dianggap
sebagai jumlah kebutuhan obat tersebut dalam satu periode.
4. Penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, obat yang ditarik oleh pemerintah dan
kedaluwarsa.
5. Pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan
cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.

Selain itu, dalam rangka pengendalian perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Formulir pemberian obat Formulir pemberian obat adalah formulir yang digunakan
perawat untuk pemberian obat. Pada formulir ini perawat mencatat pemberian obat (lihat
Lampiran 7). Pada saat melakukan rekonsiliasi obat, apoteker membandingkan formulir
ini dengan sumber data lain, misalnya daftar riwayat penggunaan obat pasien,
resep/instruksi pengobatan (lihat bab pembahasan tentang Rekonsiliasi Obat)

2
2. Pengembalian obat yang tidak digunakan Hanya sediaan farmasi dan BMHP dalam
kemasan tersegel yang dapat dikembalikan ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Sediaan
farmasi dan BMHP yang dikembalikan pasien rawat jalan tidak boleh digunakan
kembali. Rumah sakit harus membuat prosedur tentang pengembalian sediaan farmasi
dan BMHP.
3. Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang pemulihan. Sistem pengendalian obat
rumah sakit harus sampai ke bagian bedah, apoteker harus memastikan bahwa semua
obat yang digunakan dalam bagian ini tepat order, disimpan, disiapkan dan
dipertanggung jawabkan.

Indikator Penilaian Managemen Pelayanan Kefarmasian


Tahapan No Indikator Standar
pengelolaan nilai
obat
Penyimpanan 1 Perbandingan antara jumlah stok obat dalam 100%
kartu stok dengan jumlah fisik obat
2 Turn Over Ratio 8-12x
3 Persentase penyimpanan obat dengan tempat 100%
yang tepat
4 Persentase obat yang rusak dan expired 0%
Distribusi 1 Persentase penggunaan obat generik >80%
2 Persentase komplain dari pasien 0%
3 Persentase komplain dari dokter 0%
4 Waktu penyerahan resep >30 menit
5 Persentase pelayanan resep yang terlayani 0%
6 Persentase obat non formularium 0%
Calculation
Indicators Unit Calculation

Randomly select 10 medicine items, check the order of purchase,


Percentage of medicines check the placement of the medicines. The first in (or the first
%
placed in shelf properly expired) must be in the front rows. Calculate the number of items
placed incorrectly, divide by 10, x 100%

Percentage of damaged Calculate the value of damaged and expired medicine s (Rp), divided
%
and expired medicine by the total value (Rp) of medicines in stock, x 100 %

Percentage of generic Calculate the number of R/ in generic in the last 1 month, divided by
%
medicine use the total R/ in the respective month, x 100%

Percentage of outpatient Interview 30 out-patient exits, calculate the percentage of patients


%
complaints who are not satisfied with the pharmaceutical services

Percentage of doctors Interview 10 doctors on the day of visit, calculate the percentage of
%
complaints doctors who are not satisfied with the pharmaceutical services

minu Randomly select 20 out patients in the pharmacy service area,


Time to fill prescription
tes calculate the average time spent to get the prescription ready

Percentage of Calculate the number of prescription filled during the last 10 days,
prescription which are % divided by the total number of prescriptions written during the same
not filled period, x 100%
Observe all prescription during the last 10 days, calculate the number
Percentage of non-
% of R/ which is not from the hospital formulary, divided by the total R/
formulary medicines
of the same period, x 100%

3
TINJAUAN TEORI FARMASI KLINIK

A. EVALUASI PENGGUNAAN OBAT


1. Pengertian
EPO adalah proses sistematis dan berkesinambungan dalam menilai kerasionalan
terapi obat melalui evaluasi data penggunaan obat pada suatu sistem pelayanan dengan
mengacu pada kriteria dan standar yang telah ditetapkan (ASHP).
Jenis-jenis Evaluasi Penggunaan Obat:
1. Evaluasi Penggunaan Obat Kuantitatif, contoh: pola peresepan obat, pola penggunaan
obat
2. Evaluasi Penggunaan Obat Kualitatif, contoh: kerasionalan penggunaan (indikasi, dosis,
rute pemberian, hasil terapi) farmakoekonomi, contoh: analisis Analisis Minimalisasi
Biaya, Analisis Efektifitas Biaya, Analisis Manfaat Biaya, Analisis Utilitas Biaya
2. Tujuan
1. mendorong penggunaan obat yang rasional
2. meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
3. menurunkan pembiayaan yang tidak perlu
3. Manfaat
Perbaikan pola penggunaan obat secara berkelanjutan berdasarkan bukti
4. Pelaksana
Evaluasi penggunaan obat dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk oleh KFT/TFT
5. Tahapan kegiatan EPO
1. Menetapkan ruang lingkup
2. Menetapkan kriteria dan standar
3. Mendapatkan persetujuan dari pimpinan
4. Sosialisasi kegiatan di depan klinisi
5. Mengumpulkan data
6. Mengevaluasi data
7. Melakukan tindakan koreksi/perbaikan
8. Melakukan evaluasi kembali
9. Merevisi kriteria/standar (jika diperlukan)
6. Persiapan
1. Analisis masalah obat berdasarkan kriteria yang ditetapkan sebagai prioritas
a. Biaya obat tinggi
b. Obat dengan pemakaian tinggi
c. Frekuensi ADR tinggi
d. Kurang jelas efektifitasnya
e. antibiotik
f. injeksi
g. Obat baru
h. Kurang dalam penggunaan
2. program EPO tahunan
3. pemilihan penelitian/guidelines/standar sebagai standar pembanding
7. Kertas Kerja/Formulir
Tergantung berdasarkan standar pembanding untuk diturunkan sebagai kertas kerja.

4
8. Pelaksanaan
8.1. Mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif
Dapat digunakan berdasarkan langkah sistematis sebagai berikut:
a. Identifikasi target EPO berdasarkan: Lingkup Potensial masalah:
(1) Biaya obat tinggi
(2) Obat dengan pemakaian tinggi
(3) Frekuensi ADR tinggi
(4) Kurang jelas efektifitasnya
(5) Antibiotik
(6) Injeksi
(7) Obat baru
(8) Kurang dalam penggunaan (contoh: ACEIs untuk CCF).
Menentukan dan menetapkan prioritas yang akan dilakukan EPO, misalnya: evaluasi
penggunaan Meropenem pasien ICU dengan lingkup masalah: biaya obat tinggi,
pemakaian tinggi atau antibiotic.
b. Mencari referensi ilmiah
Evaluasi penggunaan obat harus berbasis pada bukti ilmiah terbaru
(1) original research papers,
(2) review articles,
(3) evidence-based guidelines
Kadang memerlukan bantuan PIO untuk mendapatkan artikel yg memenuhi syarat
melalui critical appraisal.
c. Tentukan kriteria EPO
Tentukan kriteria berdasar hasil evaluasi literatur
(1) Indikator proses
(a) Tentukan dengan seksama indikasi penggunaan, dosis, rute, durasi, kadar obat
(b) contoh indikasi ondansetron: mual atau muntah yang tidak mampu dikendalikan oleh
antiemetika konvensional
(2) indikator “outcome”
Contoh target tekanan darah untuk obat antihipertensi
d. Desain
Menetapkan pengambilan data secara:
(1) Retrospective atau concurrent/prospective
(2) Retrospective
(a) Keuntungan: Lebih cepat, lebih sedikit sumber daya, didapat data dalam periode panjang
(contoh bulan-tahun)
(b) Kerugian: Kemungkinan kesulitan dalam interpretasi atau mencari data yang tidak
lengkap karena keterbatasan dokumentasi
(3) Concurrent/prospective review
(a) Keuntungan: Kelengkapan data lebih baik karena mudah mencari yang tidak
terdokumentasi
(b) Kerugian: Memerlukan waktu dan sumberdaya, proses audit
memungkinkan dipengaruhi oleh data bias
8.2. Desain Formulir pengambilan data
a. Pertimbangkan data yang diperlukan untuk evaluasi
(1) Pastikan formulir mengakomodasi semua data yang diperlukan oleh satu pasien
(2) Hindari pengambilan data yang tidak akan digunakan Analisa
b. Ciptakan formulir sesederhana mungkin

5
Untuk memastikan pengambilan data cepat dan akurat
c. Lakukan uji coba untuk beberapa pasien sebagai uji formulir dan melakukan perubahan
formulir jika diperlukan
8.3. Pengumpulan data
Sumber data:
a) Data resep and klinik
(1) Grafik pengobatan/resep
(2) Catatan pelayanan farmasi
(3) Catatan medik, sejarah pasien, catatan kemajuan pasien
(4) Catatan penyakit pasien
(5) Grafik pemantauan (TD, suhu, nadi, pulse, etc)
(6) Dokter, apoteker, perawat, pasien (prospektif)
b) Data Administratif
(1) Pembelian farmasi
(2) Pengeluaran Gudang
8.4. Evaluasi data
a) Tabulasi data
Gunakan kertas kerja atau data base
b) Analisa data
(1) Bandingkan realita dan standar kriteria
(2) Identifikasi variabilitas praktis
(3) Evaluasi alasan timbulanya variasi: Beda populasi pasien, Lemahnya pengetahuan
penulis resep, Pemasaran pabrik farmasi/salah informasi, Kesulitan akses “guidelines”,
Kekurangan sumberdaya (e.g. tes laborat),
8.5. Umpan Balik Hasil
a) Penulis resep
b) Apoteker
c) Pimpinan
d) KFT/TFT
Umpan balik dapat disajikan bervariasi
a) Laporan tertulis
b) Presentasi
8.6. Tindak Lanjut
Tipe tindakan
a) Umpan balik ke penulis resep
Bandingkan antara realita dan ‘best practice’
b) Kampanye Pendidikan
(1) Presentasi
(2) Poster
(3) Bulletin
c) Mengembangkan pedoman peresepan lokal
(1) evidence and consensus-based
(2) opinion-leaders
d) Pengaturan formularium
Pembatasan ketersediaan obat yang tidak jelas
9. Evaluasi
Pelaksanaan DUE minimal sekali dalam setahun. (Kemenkes RI, 2019)

6
B. PEMANTAUAN TERAPI OBAT
1. Definisi PTO
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu kegiatan pelayanan farmasi klinik
yang dilakukan di bangsal perawatan pasien, tujuan dari PTO adalah meningkatkan
aspek keamanan maupun efektifitas pengobatan pasien, dan menemukan permasalahan
terkait obat sehingga kejadian yang memberatkan pasien dan menurunkan kualitas hidup
bisa dicegah atau diminimalkan. Pekerjaan PTO memerlukan kejelian, ketelitian, dan
berpikir cepat, responsibilitas dan komitmen tinggi dari praktisi apoteker di bangsal.
Permenkes no 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
secara jelas menyebutkan bahwa tugas PTO menjadi bagian tak terpisahkan dari
pelayanan farmasi klinik, dan dalam petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian
dapat kita sarikan beberapa teori terkait dengan PTO tersebut.
2. Tujuan
Meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD), meminimalkan biaya pengobatan dan menghormati pilihan
pasien.
3. Manfaat
Terhindarnya risiko klinik
Efisiensi biaya
4. Pelaksana
Apoteker
5. Persiapan
a. Seleksi Pasien
Seleksi pasien bertujuan untuk menentukan prioritas pasien yang akan dipantau
mengingat keterbatasan jumlah apoteker. Seleksi dapat dilakukan berdasarkan:
1. Kondisi Pasien:
(1) Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga menerima
polifarmasi.
(2) Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
(3) Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
(4) Pasien geriatri dan pediatri.
(5) Pasien hamil dan menyusui.
(6) Pasien dengan perawatan intensif.
2. Obat
Jenis obat dengan risiko tinggi seperti :
(1) obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoksin, fenitoin),
(2) obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan hepatotoksik (contoh:
OAT),
(3) sitostatika (contoh: metotreksat),
(4) antikoagulan (contoh: warfarin, heparin),
(5) obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid, AINS),
(6) obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).
3. Kompleksitas regimen :
(1) Polifarmasi
(2) Variasi rute pemberian
(3) Variasi aturan pakai
(4) Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)

7
b. Pelajari rekam medis
Mempelajari status patologi dan status pengobatan
c. Pelajari Profil Pengobatan
Diperoleh dari catatan obat di rekam medis, catatan farmasi maupun dari
pasien/keluarga
d. Pelajari Referensi berbasis
Referensi mengenai patofisiologi, farmakoterapi dan obat
e. Persiapkan Kalkulator untuk menghitung dosis obat dan keperluan lain
Kertas Kerja/Formulir
1) Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
2) Formulir Pemberian Obat Pasien
3) Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien
4) Formulir MESO (Lihat modul tentang MESO)
Pelaksanaan
Sebelum melaksanakan monitoring dan PTO apoteker perlu memastikan kebenaran
identitas pasien dengan meminta pasien menyebutkan nama dan identitas lain yang
ditetapkan rumah sakit (jika pasien sadar penuh) untuk dicocokkan dengan rekam medis
pasien. Jika pasien tidak sadar penuh, maka bisa dilihat dari identitas gelang dan rekam
medis.
Pengumpulan data pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO. Data tersebut dapat
diperoleh dari :
1. rekam medik,
2. profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat,
3. wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga Kesehatan lain.
Semua data yang sudah diterima, dikumpulkan dan kemudian dikaji. Data yang
berhubungan dengan PTO diringkas dan diorganisasikan ke dalam suatu format yang
sesuai.
Sering kali data yang diperoleh dari rekam medis dan profil pengobatan pasien
belum cukup untuk melakukan PTO, oleh karena itu perlu dilengkapi dengan data yang
diperoleh dari wawancara pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain. Kegiatan
yang dilakukan pada saat PTO adalah

A. Identifikasi masalah terkait obat


Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah
terkait obat. Jika ditemukan masalah terkait obat, dikomunikasikan dengan tertulis atau
lisan dengan bahasa yang baik dan tidak menghakimi klinisi
Cara melakukan asesmen antara lain dengan:
1. Mencocokkan problem medis dengan terapi obat menggunakan dasar panduan terapi,
PPK, EBM atau kaidah farmakoterapi. Bila ada obat yang tidak ditemukan pasangannya,
maka berarti obat tersebut tidak diperlukan, begitu sebaliknya.
2. Menilai ketepatan terapi obat
Masalah Terkait Obat (MTO) adalah suatu kejadian atau keadaan dalam terapi obat yang
mengganggu atau berpotensi mengganggu outcome kesehatan yang diinginkan. Masalah
terkait Obat menurut Hepler dan Strand dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Ada indikasi tetapi tidak diterapi

8
2. Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi
tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik harus
diterapi dengan obat.
3. Pemberian obat tanpa indikasi
4. Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan
5. Pemilihan obat yang tidak tepat
6. Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan
merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective, kontraindikasi)
7. Dosis terlalu tinggi
8. Dosis terlalu rendah
9. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
10. Interaksi Obat
Apoteker perlu membuat prioritas masalah yang perlu penyelesaian segera sesuai
dengan kondisi pasien, dan menentukan masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi
akan terjadi.
Dilanjutkan dengan menyusun rencana asuhan (plan)
Rencana asuhan disusun sebagai solusi dari ROTD yang ditemukan diatas.
Rencana asuhan meliputi:
1. Rekomendasi
2. Rekomendasi yang diajukan dapat berupa saran obat dihentikan, memulai terapi obat,
mengganti obat, menambahkan obat, meningkatkan dosis atau menurunkan dosis.
3. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
4. Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi pada tenaga Kesehatan dan pasien
5. Monitoring
6. Monitoring meliputi pemantauan terhadap kondisi klinis dan data laboratorium terkait
obat yang digunakan.

Apoteker dalam membuat rencana pemantauan perlu menetapkan Langkah-langkah:


(1) Menetapkan parameter farmakoterapi
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter pemantauan, antara lain:
Karakteristik obat (contoh: sifat nefrotoksik dari allopurinol, aminoglikosida). Obat
dengan indeks terapi sempit yang harus diukur kadarnya dalam darah (contoh: digoksin)
Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen
Perubahan fisiologik pasien (contoh: penurunan fungsi ginjal pada pasien geriatri
mencapai 40%)
Efisiensi pemeriksaan laboratorium
(2) Menetapkan sasaran terapi (end point)
Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran normal atau yang disesuaikan
dengan pedoman terapi. Beberapa hal sebagai pertimbangan antara lain:
1. Faktor khusus pasien seperti umur dan penyakit yang bersamaan diderita pasien (contoh:
perbedaan kadar teofilin pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis/PPOK dan asma)
2. Karakteristik obat, bentuk sediaan, rute pemberian, dan cara pemberian akan
mempengaruhi sasaran terapi yang diinginkan (contoh: perbedaan penurunan kadar gula
darah pada pemberian insulin dan obat anti diabetes oral).
3. Efikasi dan toksisitas obat
Ketiga hal diatas tidak harus selalu dilakukan, tergantung ROTD yang ditemukan.
(3) Tindak lanjut/follow up

9
Sebagai langkah lanjutan adalah dilakukan evaluasi dan pemantauan secara keseluruhan
terhadap:
1. apakah prencana pemantauan sudah tepat
2. apakah muncul problem medis baru
3. apakah muncul DRP baru
Dalam hal ini, apoteker tetap harus melakukan pemantauan terapi obat sampai pasien
keluar rumah sakit. Frekuensi pemantauan tergantung pada tingkat keparahan penyakit
dan risiko yang berkaitan dengan terapi obat. Berbagai faktor yang mempengaruhi
frekuensi pemantauan antara lain:
1. Kebutuhan khusus dari pasien misalnya penggunaan obat nefrotoksik pada pasien
gangguan fungsi ginjal memerlukan pemantauan lebih sering dibandingkan dengan
penggunaan antibiotik yang tidak mempengaruhi fungsi ginjal.
2. Karakteristik obat pasien contih, pasien yang menerima warfarin dengan banyaknya
potensial interaksi dengan obat lain memerlukan pemantauan lebih sering
3. Permintaan tenaga kesehatan lain
(4) menilai keberhasilan atau kegagalan mencapai sasaran terapi.
Keberhasilan dicapai ketika hasil pengukuran parameter klinis sesuai dengan sasaran
terapi yang telah ditetapkan. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka dapat dikatakan
mengalami kegagalan mencapai sasaran terapi. Penyebab kegagalan tersebut antara lain:
kegagalan menerima terapi, perubahan fisiologis/kondisi pasien, perubahan terapi
pasien
B. Dokumentasi
Pemantauan Terapi Obat (PTO) yang dilakukan harus dikomunikasikan dengan dokter,
perawat dengan metode komunikasi SOAP (Subjective Objective Assessment Plan)
sebagai dokumen tertulis dan dapat dilakukan metode SBAR (Situation Background
Assessment Recommendation) jika dilakukan komunikasi verbal.
Penulisan SOAP harus menyatakan kesinambungan dan keterkaitan antara data
subyektif dengan data obyektif. Selanjutnya data yang ditulis sebaiknya mencerminkan
hal-hal yang akan dianalisa dalam asesmen. Asesmen mencantumkan Drug Related
Problem (DRP) yang ditemukan dari analisis.
Plan ditulis berurutan sesuai dengan hasil asesmen (bila DRP lebih dari satu). SOAP
ditulis secara berkesinambungan dengan SOAP sebelumnya. Penulisan SOAP harus
mencantumkan tanggal dan waktu penulisan serta diakhiri dengan paraf apoteker
disertai nama berikut gelar.

Pharmacist Patient Care Process


Pharmacist Patient Care Process merupakan pendekatan sistematis profesi untuk
penyediaan perawatan oleh apoteker, terlepas dari jenis layanan atau pengaturan praktik
farmasi. Inti dari PPCP adalah pembentukan hubungan pasien-apoteker, dan perawatan
diberikan dengan menggunakan pendekatan yang berpusat pada pasien. Sepanjang
proses, apoteker terus berkolaborasi dengan pasien, keluarga, perawat, dan penyedia
layanan kesehatan lainnya, berkomunikasi secara efektif, dan mendokumentasikan
perawatan yang diberikan.
Ilmu yang memberikan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) kepada pasien
bertujuan meningkatkan outcome pengobatan. Proses asuhan kefarmasian terhadap
pasien perlu dilakukan apoteker dalam sebuah tim perawatan kesehatan secara langsung.
Patient Pharmacist Care Process merupakan bentuk implementasi apoteker
yang bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam mengumpulkan, menilai,

10
merencanakan, melaksanakan,dan memonitoring terutama dalam penggunaan obat.
Tahap-tahap yang dikerjakan dalam PH care process
a. Mengumpulkan,
Apoteker menjamin pengumpulan informasi subjektif dan objektif yang diperlukan
tentang pasien untuk memahami medis sejarah yang relevan / obat-obatan dan status
klinis pasien
b. Menilai,
Apoteker menilai informasi yang dikumpulkan dan analisis efek klinis terapi pasien
dalam konteks tujuan kesehatan pasien secara keseluruhan untuk mengidentifikasi dan
memprioritaskan masalah dan mencapai perawatan yang optimal.
c. Merencanakan,
Apoteker mengembangkan rencana perawatan individual berpusat pada pasien, bekerja
sama dengan profesional perawatan kesehatan lainnya dan pasien atau pengasuh yang
berbasis bukti-dan hemat biaya.
d. Melaksanakan/Menerapkan,
Apoteker mengimplementasikan rencana perawatan dalam kolaborasi dengan
profesional kesehatan lainnya dan pasien atau pengasuh.
e. Menindaklanjuti: Memantau dan Mengevaluasi.
Monitor apoteker dan mengevaluasi efektivitas rencana perawatan dan modifikasi
rencana bekerjasama dengan perofesional perawatan kesehatan lainnya dan pasien atau
pengasuh yang diperlukan
Setiap langkah PPCP berisi daftar faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan,
berdasarkan kebutuhan individu pasien. Tingkat intensitas setiap langkah dapat
bervariasi tergantung pada layanan perawatan pasien yang disampaikan, tetapi proses
perawatan tidak boleh bervariasi.

Visite
Visite merupakan salah satu kegiatan dalam rangka melakukan PTO, kegiatan ini berupa
kunjungan kepada pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau
bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung,
dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
a. Tujuan Visite :
1) meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan
kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif; 

2) memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk 
sediaan
obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien, 

3) memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal

pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi; 

4) memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat 
akibat
keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya 

c. Manfaat visite :
1) Untuk meningkatkan komunikasi apoteker, perawat, dokter, dan tenaga kesehatan
lain.
2) Pasien mendapatkan obat sesuai indikasi dan rejimen (bentuk sediaan, dosis, rute,
frekuensi, waktu dan durasi). 

3) Pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dengan risiko minimal (efek samping,

11
kesalahan obat dan biaya). 

d. Pelaksana
Apoteker
e. Persiapan
Sebelum memulai praktik visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri
dengan berbagai pengetahuan, minimal: patofisiologi, terminologi medis,
farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi, farmakoepidemiologi,
serta pengobatan berbasis bukti. Selain itu diperlukan kemampuan interpretasi data
laboratorium dan data penunjang diagnostik lain, serta kemampuan berkomunikasi
secara efektif dengan pasien dan tenaga kesehatan lain.
Yang perlu disiapkan adalah :
1) Formulir catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) 

2) Formulir Pemantauan Terapi Obat 

3) Referensi dapat berupa cetakan atau elektronik, misalnya: Formularium 
Rumah
Sakit, Pedoman Penggunaan Antibiotika, Pedoman Praktik Klinis, British National
Formulary (BNF), Drug Information Handbook (DIH), American Hospital Formulary
Services (AHFS): Drug Information, Pedoman Terapi, dan lain-lain. 

f. Pelaksanaan
Visite dapat dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan tim kolaboratif dengan
tenaga medis dan tenaga kesehatan lain. Saat menentukan rencana visite, perlu
dipertimbangkan kelebihan dan kekurangan visite dengan tim atau visite mandiri.
1. Visite mandiri:
Kelebihan:
a. waktu pelaksanaan visite lebih fleksibel 

b. memberikan edukasi, monitoring respons pasien terhadap 
pengobatan 

c. dapat dijadikan persiapan untuk pelaksanaan visite bersama tim 

Kekurangan:
a. Rekomendasi yang dibuat terkait dengan peresepan tidak dapat 
segera
diimplementasikan sebelum bertemu dengan penulis resep 

b. Pemahaman tentang patofisiologi penyakit pasien terbatas
2. Visite Tim:
Kelebihan:
a. Dapat memperoleh informasi terkini yang komprehensif 

b. Sebagai fasilitas pembelajaran 

c. Dapatlangsungmengkomunikasikanrekomendasimengenaimasalah 
terkait obat 

Kekurangan: 

Waktu pelaksanaan visite terbatas sehingga diskusi dan penyampaian informasinya
kurang lengkap 

Pelaksanaan visite sebagai berikut:
1. Melakukan persiapan :
a. Melakukan seleksi pasien berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Walaupun
idealnya seluruh pasien mendapatkan layanan visite, mengingat keterbatasan jumlah
apoteker maka visite diprioritaskan untuk diberikan kepada pasien dengan kriteria:
(1) Pasien baru dalam 24 jam pertama;

(2) Pasien dalam perawatan intensif;

(3) Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat;

(4)Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama hati
dan ginjal.


12
(5)Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai
kritis (critical value), misalnya ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar
albumin

(6)Pasien yang mendapatkan obat yang memiliki indeks terapi
sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal.
Contoh: pasien yang menerima terapi obat digoksin, karbamazepin, teofilin, sitostatika.
b. Mengumpulkan informasi
Informasi yang perlu dikumpulkan sebelum visite adalah : penggunaan obat dari catatan
penggunaan obat, monitoring pengobatan dan wawancara dengan pasien/keluarga
Informasi penggunaan obat pasien dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara
dengan pasien/keluarga, catatan pemberian obat. Informasi tersebut meliputi:
1) Data pasien: nama, no rekam medis, umur, jenis kelamin, berat badan (BB), tinggi badan
(TB), ruang rawat, nomor tempat tidur, sumber pembiayaan 

2) Keluhan utama: keluhan/kondisi pasien yang menjadi alasan untuk dirawat 

3) Riwayat penyakit saat ini (history of present illness) merupakan riwayat
keluhan/keadaan pasien berkenaan dengan penyakit yang dideritanya saat ini 

4) Riwayat sosial: kondisi sosial (gaya hidup) dan ekonomi pasien yang berhubungan
dengan penyakitnya. Contoh: pola makan, merokok, minuman keras, perilaku seks
bebas, pengguna narkoba, tingkat pendidikan, penghasilan 

5) Riwayat penyakit terdahulu: riwayat singkat penyakit yang pernah diderita pasien,
tindakan dan perawatan yang pernah diterimanya yang berhubungan dengan penyakit
pasien saat ini 

6) Riwayat penyakit keluarga: adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama atau
berhubungan dengan penyakit yang sedang dialami pasien. Contoh: hipertensi, diabetes,
jantung, kelainan darah, kanker 

7) Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pernah digunakan pasien sebelum dirawat
(termasuk obat bebas, obat tradisional/herbal medicine) dan lama penggunaan obat 

8) Riwayat alergi/ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan reaksi alergi atau ROTD.

2. Mengumpulkan data
Data yang dikumpulkan pada saat visite adalah data subyektif dan obyektif berupa
keluhan pasien, hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, penilaian dokter
melalui rekam medik dan catatan pengobatan di ruang rawat yang terdiri dari
a. Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah, nadi, kecepatan
pernapasan), kajian sistem organ (kardiovaskuler, ginjal, hati)

b. Pemeriksaan laboratorium: Data hasil pemeriksaan laboratorium
data ini diperlukan diperlukan dengan tujuan:
1) menilai apakah diperlukan terapi obat,
2) penyesuaian dosis
3) menilai efek terapeutik obat,
4) menilai adanya ROTD,
5) mencegah terjadinya kesalahan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan
laboratorium, misalnya: akibat sampel sudah rusak, kuantitas sampel tidak cukup,
sampel diambil pada waktu yang tidak tepat, prosedur tidak benar, reagensia yang
digunakan tidak tepat, kesalahan teknis oleh petugas, interaksi dengan makanan/obat.
Apoteker harus dapat menilai hasil pemeriksaan pasien dan membandingkannya dengan
nilai normal.
c. Pemeriksaan diagnostik: foto rontgen, USG, CT Scan. Data hasil pemeriksaan diagnostik

13
diperlukan dengan tujuan:
1) menunjang penegakan diagnosis,
2) menilai hasil terapeutik pengobatan,
3) menilai adanya risiko pengobatan. 

d. Masalah medis meliputi gejala dan tanda klinis, diagnosis utama dan penyerta. 

e. Catatan penggunaan obat saat ini, yaitu daftar obat yang sedang digunakan oleh pasien.

f. Catatan perkembangan pasien, yaitu kondisi klinis pasien yang diamati dari hari ke
hari. 

3. Mengkaji penggunaan obat
Proses pengkajian obat (asesmen) meliputi ketepatan indikasi, dosis, rute, interaksi, efek
samping obat dan biaya.
Pasien yang mendapatkan obat memiliki risiko mengalami
masalah terkait penggunaan obat baik yang bersifat 14ctual (yang nyata terjadi) maupun
potensial (yang mungkin terjadi). Masalah terkait penggunaan obat antara lain:
efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya
4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan merekapitulasi data masalah terkait penggunaan obat dan
memformulasikannya serta mengkomunikasikannya dengan pihak yang
berkepentingan.
Evaluasi merupakan proses penjaminan kualitas pelayanan dalam hal
ini visite apoteker ruang rawat berdasarkan indikator yang ditetapkan. Indikator dapat
dikembangkan sesuai dengan program mutu rumah sakit masing-masing. Secara garis
besar evaluasi dapat dilakukan pada tahap input, proses maupun output.
Lingkup materi terhadap kinerja apoteker antara lain dalam hal ini:
a. Pengkajian rencana pengobatan pasien 

b. Pengkajian dokumentasi pemberian obat 

c. Frekuensi diskusi masalah klinis terkait pasien termasuk rencana apoteker 
untuk
mengatasi masalah tersebut 

d. Rekomendasi apoteker dalam perubahan rejimen obat (clinical pharmacy

intervention). 


14
C. REKONSILIASI
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ditetapkan antara lain dalam
upaya melindungi keselamatan pasien (patient safety) dari penggunaan obat yang tidak
rasional. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dilakukan oleh apoteker meliputi
kegiatan pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik
merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping obat,
salah satunya adalah kegiatan rekonsiliasi obat.
Ruang Lingkup Pelayanan Farmasi Klinik antara lain adalah :
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di rumah sakit meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep;
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat;
3. Rekonsiliasi obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. Konseling;
6. Visite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. Dispensing sediaan steril; dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD); dan
12. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Care)

1. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
a. Pengertian
Kegiatan mendapatkan informasi yang akurat mengenai seluruh obat dan sediaan
farmasi lain, baik resep maupun non resep yang pernah atau sedang digunakan pasien.
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mewawancarai pasien, keluarga/pelaku rawat (care
giver) dan dikonfirmasi dengan sumber data lain, contoh: daftar obat di rekam medis
pada admisi sebelumnya, data pengambilan obat dari Instalasi Farmasi, obat yang
dibawa pasien
b. Tujuan
1. Mendeteksi terjadinya diskrepansi (perbedaan) sehingga dapat mencegah duplikasi obat
ataupun dosis yang tidak diberikan (omission)
2. Mendeteksi riwayat alergi obat
3. Mencegah terjadinya interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan/herbal/food
supplement
4. Mengidentifikasi ketidakpatuhan pasien terhadap rejimen terapi obat
5. Mengidentifikasi adanya medication error, contoh: penyimpanan obat yang tidak benar,
salah minum jenis obat, dosis obat.
c. Pelaksana
Apoteker
d. Persiapan
1. Apoteker memahami SPO Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

15
2. Memahami riwayat obat di rekam medis pasien
3. Mempelajari obat pasien yang digunakan saat ini
4. Mempelajari Obat yang dibawa pasien
e. Dokumen yang diperlukan
1. Rekam medis
2. Salinan resep yang dibawa pasien (jika ada)
3. Resep pasien
4. Formulir/lembar catatan farmasi klinik (sesuai kebijakan di rumah sakit)
5. Formulir Rekonsiliasi Obat
f. Pelaksanaan
1. Memberi senyum, salam dan sapa kepada pasien/keluarga/care giver
2. Menanyakan kepada pasien/keluarga/care giver hal-hal sebagai berikut:
a. Jika rawat jalan: apakah pasien kunjungan sekarang adalah waktu kontrol setelah rawat
inap atau sedang periksa lebih dari satu dokter atau melanjutkan resep obat yang baru
diambil sebagian
b. Jika rawat inap: apakah pasien dirujuk dari pelayanan kesehatan lain atau pasien kronis
dari rumah yang mengalami home care atau pindahan ruang rawat inap lain atau pasca
operasi
3. Menanyakan kepada pasien/keluarga/care giver: obat yang sedang diminum, obat yang
bila perlu digunakan, nama obatnya, kekuatannya, cara menggunakan, frekuensi
menggunakan dalam sehari, untuk keluhan apa.
4. Menanyakan adakah keluhan setelah minum obat dan tindakan apa yang dilakukan
5. Melakukan identifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
mungkin digunakan oleh pasien dengan menanyakan kebiasaan minum jamu atau herbal
atau food supplement
6. membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik/pencatatan
penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat;
7. melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan
lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan;
8. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
9. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat;
10. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat dengan
menayakan kapan tidak minum obat dan alasannya
11. melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan;
12. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan;
13. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
14. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat dengan meminta pasien
memperagakan teknik penggunaanya
15. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan minum obat
(concordance aids);
16. mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter.
g. Dokumentasi
Dokumentasi menggunakan formulir rekonsiliasi obat/lembar catatan farmasi klinik
(sesuai kebijakan di rumah sakit).
h. Evaluasi
Jumlah pasien yang dilakukan penelusuran riwayat penggunaan obat

16
2. Rekonsiliasi Obat
a. Pengertian
Proses mendapatkan dan memelihara daftar semua obat (resep dan nonresep) yang
sedang pasien gunakan secara akurat dan rinci, termasuk dosis dan frekuensi, sebelum
masuk RS dan membandingkannya dengan resep/instruksi pengobatan ketika admisi,
transfer dan discharge, mengidentifikasi adanya diskrepansi dan mencatat setiap
perubahan, sehingga dihasilkan daftar yang lengkap dan akurat. (The Institute for
Healthcare Improvement, 2005)
b. Tujuan
1) memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien
2) mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter
3) mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter
4) Mencegah kesalahan penggunaan obat (omission, duplikasi, salah obat, salah dosis,
interaksi obat)
5) Menjamin penggunaan obat yang aman dan efektif
c. Manfaat
Pasien terhindar dari kesalahan penggunaan obat
d. Pelaksana
1) Apoteker
2) Dokter
e. Persiapan
1) SPO Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
2) SPO rekonsiliasi obat
f. Kertas kerja atau formulir
1) Formulir Rekonsiliasi Obat
2) Resep/instruksi pengobatan
3) rekam medis/catatan profil obat pasien
g. Pelaksanaan
1) Rekonsiliasi obat saat admisi
a) Melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat. (Lihat kegiatan “Penelusuran
Riwayat Penggunaan Obat”)
b) Melakukan konfirmasi akurasi riwayat penggunaan obat dengan cara memverifikasi
beberapa sumber data (rekam medis admisi sebelumnya, catatan pengambilan obat di
apotek, obat yang dibawa pasien)
c) Membandingkan data Obat yang pernah/sedang digunakan pasien sebelum admisi
dengan resep pertama dokter saat admisi. Apakah terdapat diskrepansi (perbedaan). Jika
ditemukan perbedaan, maka apoteker menghubungi dokter penulis resep
d) Melakukan klarifikasi dengan dokter penulis resep apakah:
a. Obat dilanjutkan dengan rejimen tetap
b. Obat dilanjutkan dengan rejimen berubah
c. Obat dihentikan
e) Mencatat hasil klarifikasi di Formulir Rekonsiliasi Obat Saat Admisi
f) Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai
perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat
yang diberikan

17
Berikut contoh petunjuk teknis rekonsiliasi:
a) Rekonsiliasi obat saat admisi ditulis dalam tabel rekonsiliasi obat di halaman terakhir
formulir Rekonsiliasi (Lampiran 11)
b) Rekonsiliasi obat diisi oleh dokter/apoteker yang menerima pasien, paling lambat 1x24
jam setelah pasien dinyatakan dirawat inap
c) Penggunaan obat sebelum admisi diisi dengan memilih tidak atau ya dengan
memberikan tanda “√”. Jika pasien menggunakan obat sebelum admisi maka pengisian
dilanjutkan ke kolom rekonsiliasi obat saat admisi.
d) Rekonsiliasi obat saat admisi/transfer ruangan meliputi obat resep dan non resep, herbal
maupun food supplement yang digunakan sebulan terakhir dan masih dipakai saat masuk
rumah sakit.
e) Kolom rekonsiliasi obat saat admisi meliputi:
(1) Kolom Nama Obat
Kolom nama obat diisi dengan nama dan bentuk sediaan obat yang digunakan oleh
pasien sebelum admisi. Obat yang tidak diketahui namanya saat admisi tetap harus
ditulis sesuai keterangan pasien/keluarga pasien. Kolom nama obat TIDAK ditujukan
untuk obat-obat di luar sediaan obat yang digunakan pasien sebelum admisi.
(2) Kolom Dosis
Kolom dosis diisi dengan dosis obat yang akan diberikan diikuti dengan satuan berat
atau unit yang sesuai dengan daftar singkatan. Misalnya: 500 mg, 250 mg, 10 unit.
(3) Kolom Frekuensi
Kolom frekuensi diisi dengan berapa kali dan jumlah obat yang diberikan dalam 24 jam
(contoh: 2x½, 3x1).
(4) Kolom Cara Pemberian
Kolom cara pemberian diisi dengan PO (per oral), IV (intravena), IM (Intramuskular)
atau Subkutan.
(5) Waktu Pemberian Terakhir
Waktu pemberian terakhir diis i dengan tanggal terakhir obat diberikan.
(6) Kolom tindak lanjut diisi dengan memilih salah satu yang sesuai dengan memberikan
tanda “√” :
I. Lanjut aturan pakai sama, pilih ini jika aturan pakai saat dirawat sama dengan saat
sebelum admisi.
II. Lanjut aturan pakai berubah, pilih ini jika aturan pakai saat dirawat berbeda dengan
saat sebelum admisi.
III. Stop, pilih ini jika obat dihentikan penggunaan saat dirawat.
(7) Kolom Perubahan Aturan Pakai
Kolom perubahan aturan pakai diisi jika aturan pakai obat berubah saat admisi
f) Instruksi obat baru meliputi obat substitusi sebelum admisi dan obat baru yang
digunakan saat perawatan dituliskan pada formular instruksi pengobatan.
g) Lakukan review rekonsiliasi obat saat admisi ketika pasien akan pulang.
2) Rekonsiliasi Obat Saat Transfer
Kegiatan yang dilakukan apoteker pada rekonsiliasi obat saat transfer antar ruang
rawat adalah membandingkan terapi obat pada formular instruksi pengobatan di ruang
sebelumnya dengan resep/instruksi pengobatan di ruang rawat saat ini dan daftar obat
yang pasien gunakan sebelum admisi. Jika terjadi diskrepansi, maka apoteker
menghubungi dokter penulis resep di ruang rawat saat ini. Hasil klarifikasi dicatat di
Formulir Rekonsiliasi Obat Saat Transfer.

18
3) Rekonsiliasi Obat Saat Pasien Akan Dipulangkan (Discharge)
Kegiatan rekonsiliasi obat saat pasien akan dipulangkan adalah membandingkan
daftar obat yang digunakan pasien sebelum admisi dengan obat yang digunakan 24 jam
terakhir dan resep obat pulang. Jika terjadi diskrepansi, maka apoteker menghubungi
dokter penulis resep obat pulang. Hasil klarifikasi dicatat di Formulir Rekonsiliasi Obat
Saat Discharge.
h. Evaluasi
Persentase rekonsiliasi obat yang dilakukan
i. Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien,
meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan
dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi.
Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat
keparahan.
Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat
pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang
dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.Semua Obat yang digunakan
oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses
rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula
terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada
penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat
bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak
disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat
menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam.
Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1. menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja;
2. mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti; dan
3. memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap
informasi Obat yang diberikan.
Data pada proses rekonsiliasi obat dicatat pada formulir rekonsiliasi obat.
Kesimpulan rekonsiliasi obat yaitu: pengobatan tidak dilanjutkan, pengobatan
dilanjutkan pada saat pasien masuk RS dengan perubahan regimen; dan diskrepansi
pengobatan antara profil pasien sebelum rawat inap dan hasil wawancara pasien. Proses
rekosiliasi obat merupakan tanggung jawab apoteker rumah sakit agar pengobatan
pasien rawat inap dilakukan secara rasional. Namun demikian karena keterbatasan
jumlah apoteker, maka rekonsiliasi obat juga dibantu oleh perawat dan dokter

19
Contoh form/lembar rekonsiliasi

20
21
22
23
D. PELAYANAN INFORMASI OBAT

Critical Appraisal
1. Definisi
Critical Appraisal adalah kajian kritis terhadap makalah/artikel ilmiah untuk
mengkaji/mengevaluasi artikel penelitian guna menetapkan apakah artikel penelitian
tersebut layak rujuk/ layak dijadikan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan
klinis atau tidak.
2. Latar Belakang
• Evidence-based medicin adalah suatu pendekatan pengambilan keputusan klinik,
dimana klinisi menggunakan bukti ilmiah terbaik (best evidence) yang ada, dengan
konsultasi ke pasien, memutuskan pilihan terbaik bagi pasien.
• Oleh karenanya untuk menentukan bukti “terbaik” maka diperlukan kemampuan
critical appraisal.
• Dengan critical appraisal juga akan membantu memahami metode dan hasil sebuah
penelitian.
• Serta mampu menganalisis kualitas sebuah penelitian.
3. Kelebihan & Kekurangan Critical Appraisial
Kelebihan Critical Appraisal adalah sbb :
a. Merupakan metode yang sistematis utk menilai hasil, validitas, dan kegunaan dari
publikasi artikel ilmiah.
b. Jalan untuk mengurangi jurang antara riset dengan praktis.
c. Mendorong penilaian objektif tentang kegunaan sebuah informasi ilmiah.
d. Critical appraisal merupakan keterampilan yang tidak sulit dikuasai dan dikembangkan.
Kekurangan Critical Appraisal adalah sbb :
a. Membutuhkan banyak waktu, terutama pada awal.
b. Tidak selalu memberikan jawaban yang mudah.
c. Mengurangi semangat, terutama bila akses terhadap hasil penelitian yang baik pada
bidang tertentu sangat terbatas.
4. Apa yang dinilai dalam Critical Appraisal?
a. Deskripsi umum.
b. Validitas interna, hubungan non-kausal.
c. Validitas interna, hubungan kausal.
d. Validitas eksterna.
Didalam Deskripsi Umum, berisi diantaranya Desain, Populasi target, terjangkau,
sampel, Cara pemilihan sampel, Variabel bebas dan Variabel tergantung.
Sedangkan Validitas Interna, Hubungan Kausal
a. Bias
b. Chance
c. Confounding
A. Validitas Interna, Hubungan Non-Kausal
a. Bias
b. Chance
c. Confounding
B. Validitas Eksterna
• Hasil dapat diterapkan pada subjek terpilih.
• Hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau.
• Hasil dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas.

24
C. Spread the Message!
• Randomized Controlled Trial.
• Cohort Study
• Case-control Study
• Diagnostic Test
D. Aspek Khusus Critical Appraisal Pada Beberapa Desain Penelitian
E. Randomized Controlled Trial (RCT)
a. Apakah tujuan penelitian fokus dan jelas
b. Apakah benar RCT dan apakah tepat
c. Apakah pembagian subjek pada grup kontrol dan intervensi telah dilakukan dengan tepat
d. Apakah dilakukan “blinding”
e. Apakah semua subjek telah dimasukkan dalam perhitungan ?
f. Apakah follow-up dan pengambilan data dilakukan dengan cara yg sama?
g. Apakah jumlah subjek cukup ?
h. Apakah hasil utama riset, dan bagaimana hasil itu ditampilkan ?Seberapa teliti hasil
tersebut ?
i. Apakah semua faktor telah diperhitungkan sehingga hasil dapat diterapkan ?
F. Cohort Study
a. Apakah pertanyaan penelitian fokus dan jelas ?
b. Apakah peneliti menggunakan metode yg tepat utk menjawab pertanyaan tsb ?
c. Apakah cohort direkrut dengan cara yang tepat ?
d. Apakah semua paparan telah diukur secara akurat utk mengurangi bias ?
e. Apakah semua hasil telah diukur scr akurat utk meminimalisasi bias ?
f. Apakah semua confounding telah diidentifikasi ?
g. Apakah confounding sudah dimasukkan ke dalam desain, atau analisis ?
h. Apakah follow up dilakukan secara lengkap
i. Apakah follow up cukup panjang ?
j. Apakah hasil utama penelitian ?
k. Seberapa teliti hasil penelitian ?
l. Apakah hasil bisa dipercaya ?
m. Apakah hasil bisa diterapkan secara lokal ?
n. Apakah ada kesesuaian dengan hasil-hasil sebelumnya ?
G. Case-control Study
a. Apakah isu yang dibahas fokus dan jelas ?
b. Apakah metode yang digunakan sdh tepat utk menjawab pertanyaan penelitian ?
c. Apakah kasus direkrut secara tepat ?
d. Apakah kontrol direkrut secara cepat ?
e. Apakah paparan telah diukur secara tepat, utk meminimalisasi bias ?
f. Apakah confounding telah diperhitungkan ?
g. Bagaimana confounding diperhitungkan dalam desain dan analisis penelitian ?
h. Apakah hasil dari penelitian ?
i. Seberapa teliti hasil penelitian ?
j. Apakah hasil bisa dipercaya ?
k. Apakah hasil bisa diterapkan dalam konteks lokal ?
l. Apakah hasil sesuai dengan bukti ilmiah yang terdahulu ?
m. Apakah pertanyaan penelitian fokus dan jelas ?
n. Apakah ada perbandingan dengan rujukan standar ?
o. Apakah semua subjek mendapatkan perlakuan rujukan standar dan tes ?

25
p. Apakah hasil tes dipengaruhi rujukan standar ?
q. Apakah status penyakit populasi yang diuji dijelaskan secara detil ?
r. Apakah metode utk melakukan tes dilakukan secara detil ?
s. Apakah hasilnya ?
t. Seberapa yakin kita dengan hasilnya ?
u. Apakah hasil bisa diterapkan dalam pasien / populasi yg berbeda ? • Apakah tes tepat
utk diterapkan dalam populasi yang berbeda ?
v. Apakah semua hasil penting yang berkaitan dengan subjek telah dipertimbangkan
w. Apakah dampaknya menerapkan tes ini dalam pasien / populasi Anda ?

H. Menyusun Alat critical appraisal


Lembar kerja penilaian penting untuk membantu Anda menilai keandalan, kepentingan,
dan penerapan bukti klinis.
Penilaian kritis adalah evaluasi sistematis makalah penelitian klinis untuk menetapkan:
a. Apakah penelitian ini menjawab pertanyaan yang jelas/terfokus?
b. Apakah penelitian menggunakan metode yang valid untuk menjawab pertanyaan ini?
c. Apakah hasil valid dari penelitian ini penting?
d. Apakah hasil valid ini bisa diaplikasikan untuk pasien atau populasi saya?
Jika jawaban untuk salah satu pertanyaan ini adalah "tidak", maka anda tidak perlu
melanjutkan untuk membaca Makalah Penelitian Klinis tsb.
Dan Berikut adalah contoh Lembar Kerja berdasar desain penelitian

Searching literatur
1. Pendahuluan
Informasi Obat Dikhususkan terhadap pengelolaan /managemen informasi obat.
Pengeloaan informasi obat ini bisa dalam bentuk : Jawaban secara verbal terhadap
pertanyaan pasien. Atau dalam bentuk monograf rinci yang dipergunakan oleh Komite
Farmasi dan Terapi menyususun Formularium.

Sebagai seorang farmasis kita harus siap akan jawaban yang efektif dan efisien, terhadap
permsalahan tentang obat yang disampaikan oleh pasien/profesional kesehatan lain.
Mengetahui dimana musti mendapatkan informasi obat yang tepat.
Dan mampu mengelola informasi obat sehingga dapat disajikan dengan tepat dalam
bentuk oral/tulisan.
2. Tahapan yang harus dilakukan dalam menyusun Informasi Obat :
1. Data demografi penanya informasi obat.
Dengan mengetahui siapa yang mengiginkan data, kita bisa memetakan jenis informasi
yang akan kita berikan. - Jawaban terhadap pasien awam tentunya berbeda dengan
jawaban yang kita berikan kepada tenaga kesehatan lain.
Penting juga untuk mengetahui Nama penanya, alamat (HP, Fax, Email dll) dan intitusi
asal. Sebab ada beberapa insitusi dan tempat kerja memiliki kebijaksaan khusus dan
prosedur utuk menangani permohonan informasi.
2. Informasi latar belakang pertanyaan.
Memahami apakah pertanyaan khusus tentang pasien ataukan pengetahuan tentang obat
yang umum. patient-specific questions. patient’s age, medication profile, disease state
profile, past medication history, social history, current laboratory data, and overall
health. Informasi lain adalah dimana penanya berasal

26
3. Mengelompokkan/mengkategorikan pertanyaan inti.
Yang paling penting dalam membangun strategi pencarian yang baik. Menempatkan
potongan informasi bersama untuk membentuk pertanyaan inti. Pertanyaan inti sebagai
iterasi akhir dari pertanyaan. Pertanyaan inti sebenarnya lebih dari satu pertanyaan yang
berbeda. Berikut adalah contoh dari berbagai kategori informasi obat : Efek samping,
Ketersediaan hayati obat, Efek farmakologi, Toksisitas obat, Cara pemberian, Profil
farmakokinetika, Interaksi obat, Penggunaan pada Ibu Hamil dll.
4. Mengembangkan strategi pencarian informasi obat yang tepat
Mengembangkan algoritma untuk mencari pertanyaan. Sebuah algoritma khas memiliki
tiga komponen penting, yang terdiri dari literatur tersier, sekunder, dan primer.

Literatur primer mengacu pada studi yang sebenarnya, kasus laporan, atau seri kasus.
Kunci untuk jenis literatur ini adalah bahwa hal itu mengacu pada subyek sebenarnya
baik dalam percobaan klinis atau sebagai laporan kasus. Literatur primer dianggap
laporan hasil penelitian asli. Dalam obat menjawab permintaan informasi, idenya adalah
untuk dapat mengidentifikasi, mengevaluasi, dan laporan pada literatur primer bila
memungkinkan. Contoh literatur primer Annals of Pharmacotherapy, Pharmacotherapy,
American Journal of Health-System Pharmacists, Journal of the American Pharmacists
Association, Journal of the American Medical Association, New England Journal of
Medicine dan Annals of Internal Medicine
Literatur sekunder mengacu pada pengindeksan atau layanan abstrak. Sumber-sumber
sekunder adalah alat yang sangat baik dalam memperoleh literatur primer. Sumber
sekunder termasuk seperti database sangat umum IOWA system, International
Pharmaceutical Abstracts (IPA), Medline, Lexis-Nexis, Reactions, and InPharma.
Beberapa sumber sekunder akan memberikan abstrak literatur primer, dan lain-lain akan
menyediakan versi teks lengkap artikel. Diperlukan kata kunci pencarian yang tepat.
Literatur tersier mengacu pada kompilasi atau review dari literatur primer dilakukan oleh
penulis yang menempatkan studi yang sebenarnya dengan kata-kata mereka sendiri.
Buku teks adalah contoh umum literatur tersier yang melibatkan review materi.
Kekurangan literatur tersier :
1. Tidak up to date (minimal 2 tahun dari tanggal pada saat itu diterbitkan)
2. Pembaca tergantung pada interpretasi dan akurasi penulis yang melakukan meninjau,
dan interpretasi ini mungkin berbeda dari apa yang orang lain mungkin telah dianggap
sesuai.
3. Literatur tersier juga dapat berisi informasi yang salah diambil di luar konteks atau
data yang ditransformasikan berbeda dari primary studi. Kadang-kadang ini
menyebabkan kesalahan dalam dosis atau administrasi. Beberapa spesialis informasi
obat akan selalu merujuk minimal dua tersier.
Berikut adalah contoh litertur tersier AHFS Drug Information, DRUGDEX, Drug Facts
and Comparisons, Drug Information Handbook, USPDI Volume 1
Dalam merancang sebuah algoritma, memulai penelitian dengan literatur tersier.
Kemudian melanjutkan ke sumber-sumber sekunder, yang membantu untuk
mengidentifikasi utama yang diperlukan literatur. Mengetahui apa referensi tersier dan
sekunder berguna untuk kategori pertanyaan memfasilitasi desain algoritma

27
5. Melakukan evaluasi analisa dan sintesa.
Informasi tsb dievaluasi, dinalisa dan disusun menjadi jawaban yang tepat. Evaluasi
penting sebagai kunci menyusun jawaban yang tepat. Kepedulian untuk
mengidentifikasi data yang buruk, atau bahkan data yang kontroversial, di mana studi
berbeda pada hasil. Oleh karena itu, keterampilan evaluasi literatur obat menjadi penting
untuk membedakan data yang baik dari data yang buruk.
6. Menyusun dan memberikan respon
Tidak ada satu penelitian yang sempurna, dan masing-masing studi akan memiliki
beberapa keterbatasan. Farmasis yang profesional mampu mengembangkan
keterampilan untuk menafsirkan manfaat dari studi meskipun terdapat keterbatasan.
Beberapa penelitian mungkin tidak sempurna sehingga tidak dapat diaplikasikan secara
klinis.
7. Memberikan follow up yang sesuai dan mendokumentasikan
Tahap ini termasuk diantaranya adalah memastikan ulang pertanyaannya kepada si
penaya, dan mencoba menjawab dengan efisien dan jawaban yang lengkap.
Dokumentasikan semua literatur dan tahapan utk menyusun jawaban tersebut. Kerangka
jawaban bisa dimulai dari

Pendahuluan
Pendahuluan berisi informasi yang komprehensif terhadap review singkat akan
penyakit, obat, atau situasi yang diusulkan dalam pertanyaan.
Isi
Jawaban Isi harus review literatur terkait permasalahan. Literatur primer harus ditinjau
dan dibahas dalam bagian ini.
Kontroversi atau perdebatan antara penelitian harus
diatasi. Studi harus tepat dikutip dalam bagian referensi.
Diskusi keterbatasan studi yang didirikan oleh salah satu penulis penelitian atau dengan
evaluasi literatur obat Anda juga tepat dalam bagian ini.
Kesimpulan
Terakhir Bagian adalah kesimpulan. Bagian ini harus memberikan sinopsis singkat dari
informasi disediakan dan biasanya harus mencakup pendapat profesional berdasarkan
literatur dikutip.
Daftar Pustaka
Referensi standar yang digunakan untuk menjawab pertanyaan informasi obat.
Referensi tersier dapat ditemukan di berbagai
Format termasuk hard copy, berbasis Web, CD-ROM, dan PDA.

PIO PASIF
Komunikasi dan Konseling Berinteraksi dengan dokter

1. Pendahuluan
Sebagai seorang farmasis akan sering bagi kita akan berkomunikasi dengan dokter dan
tenaga medis yang lain. Berikut adalah hal-hal yang harus kita perhatikan di dalam
berkomunikasi dengan dokter :
a. Membangun hubungan
b. Alasan menelepon
c. Persiapan sebelum menelepon

28
d. Pertimbangan komunikasi
e. Kontigensi
f. Melibatkan pasien
g. Menyatukan semuanya
h. Ringkasan
2. Berinteraksi dengan dokter
a. Alasan utama apoteker memanggil dokter adalah bahwa ada sesuatu yang salah atau
perlu masalah diselesaikan.
b. Karena panggilan ini sering kali dimulai dengan masalah, mereka dapat memulai dengan
cara yang negatif atau bermusuhan dan memicu sikap defensif pada dokter.
c. Tetapi apoteker yang terampil dapat mengubah hal-hal negatif ini menjadi nilai positif.
d. Penyediaan perawatan farmasi membutuhkan hubungan kolaboratif dengan dokter
e. hubungan di mana ego dikesampingkan dan fokusnya adalah mencegah dan
memecahkan masalah terkait obat dengan niat dalam memberikan perawatan terbaik
untuk sabar.
3. Membangun hubungan dengan dokter
a. Anda dapat membangun hubungan baik dengan dokter sebelumnya Anda perlu
menghubungi mereka tentang obat pasien-masalah terkait.
b. Jika Anda melihat diri Anda sebagai penyedia layanan Kesehatan dengan latihan,
kemudian bertemu dengan dokter setempat merupakan langkah penting dalam
membangun hubungan baik dan memungkinkan Anda menjadi lebih efektif dalam terapi
obat pembuatan decusion.
c. Beri tahu mereka tentang penawaran layanan baru dan keinginan Anda bekerja sama
untuk memberi manfaat bagi pasien.
d. Mendorong dokter untuk mendiskusikan layanan apa yang akan diberikan membantu
mereka dalam latihan mereka
e. Diskusikan perubahan yang sedang terjadi di apotek di umum yang dapat mengarah pada
perawatan yang lebih baik bagi pasien
f. Perbarui perkembangan obat baru di dalamnya area khusus atau secara umum. Memberi
dokter informasi yang tidak bias tentang produk baru bisa sangat berguna baik dari segi
efektivitas dan biaya juga dapat meningkatkan status Anda sebagai apoteker dan itu
profesi.
4. Apoteker bisa bertemu dengan dokter untuk:
Alasan Kita menemui Dokter
 Kondisi tidak terukur
 Pemilihan obat yang tidak tepat
 Dosis terlalu tinggi
 Dosis subterapeutik
 Merugikan reaksi obat dan efek samping itu tidak dapat ditoleransi atau tidak akan
pergi
 Interaksi obat
 Terapi obat yang tidak perlu
 Masalah kepatuhan
 Ketidakmampuan membaca atau menafsirkan pesanan resep
 Permintaan untuk mengganti obat dan saran untuk alternatif terapeutik karena produk
keluar dari stok, merek tertentu diperlukan, atau pasien tidak dapat mempengaruhi,
alergi, atau belum membantu masa lalu oleh obat yang telah dijelaskan sebelumnya

29
 Otorisasi isi ulang
 Meminta informasi tambahan tentang sabar untuk database Anda
 Dokter merinci atau melawan data memperkenalkan produk baru yang penting atau
baru
layanan di apotek Anda
5. Persiapan sebelum menemui dokter
 Siapkan fakta yang diperlukan, termasuk rekomendasi dan alasan
 Siapkan kutipan literatur, jika memungkinkan
 Ketahui apa yang Anda bicarakan (identifikasi diri Anda,pasien, terlibat, masalah
Anda
Rekomendasi)
 Dapatkan informasi yang memadai dari sabar
 Bersiaplah untuk menggunakan SOAP (Subyektif dan Informasi Objektif, Penilaian,
dan Rencana)
 Selalu punya alternatif rekomendasi siap jika inisial Anda rekomendasi tidak diterima.
6. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam komunikasi
 Fokus harus pada mengatasi masalah atau isu. Pertahankan fokus percakapan pada
pemecahan masalah pasien, bukan menunjukkan bahwa terapi obat yang diresepkan
sesuai.
 Pastikan batasan profesional dihormati. Jangan mencoba menjadi dokter, dan jangan
menebak-nebak dokter. Ajukan pertanyaan dan tunjukkan minat pasien, tidak benar.
 Persiapkan mental dan emosional konsekuensi yang berbeda. Apa yang akan kamu
katakan
jika Anda bertemu dengan perlawanan, kemarahan, berperang, upaya intimidasi, atau
penolakan? Sampai sejauh mana Anda bersedia bertahan dan tidak mundur?
 Gunakan kombinasi pertukaran informasi, ketegasan dan mendengarkan secara
efektif.
 Untuk komunikasi telepon, bersiaplah berbicara dengan perawat atau anggota staf
kantor.
 Gunakan komunikasi 4F: Saya tahu perasaan Anda. Saya pun bisa merasakan
juga. Tapi saya temukan di literatur, bahwa… ”, dan tetap fokus pada masalah.
7. Memberikan pedoman untuk menghubungi dokter secara langsung dan melalui
telepon
 Sebutkan siapa Anda dan tujuan dari panggilan (menyenangkan)
 Nyatakan masalahnya dan apa yag direkomendasikan
8. Kontigensi/Penolakan
 Ketika seorang dokter menolak rekomendasi anda untuk mengubah pesanan, jangan
terus berdebat. Cukup beri tahu apa yang terjadi.
 Identifikasi alternatif/jalan keluarnya, jika memungkinkan
9. Melibatkan Pasien
 Seorang pasien meresepkan obat penekan nafsu makan, dokter yang tidak tahu
pasiennya memiliki tekanan darah tinggi.
 Penting untuk memberi tahu pasien bahwa Anda perlu memanggil dokter yang
merawat tekanan darah tingginya untuk membahas pengobatan baru ini dan alasan
panggilan itu.

30
 Jika pasien meminta Anda untuk tidak menelepon dokter, penting untuk tidak
memberikan obat apa pun yang dapat membahayakan dia dan untuk memasukkan secara
tertulis apa itu masalah dan solusi apa yang Anda usulkan.
 Buat salinan untuk pasien dan salinannya file Anda. Salinan sdh dlm bentuk yg benar
dan lengkap.
10. Membuatkan kesimpulan bersama
 Dialog apoteker-dokter menunjukkan bagaimana persiapan, fokus, dan keterampilan
antarpribadi bisa menghasilkan banyak hal perbedaan
11. Ringkasan
 Tidak nyaman bagi apoteker untuk menelepon dokter, karena biasanya kita
menghubungi dokter krn ada suatu masalah.
 Apoteker yang dipersiapkan dengan baik dan terampil fokus pada masalah pasien
daripada pada masalah resep dapat mengubah panggilan ini menjadi peluang bagi para
professional untuk berkolaborasi dan kerja sama, lebih tepatnya daripada memunculkan
konflik.

PIO Aktif
Membuat Brosur/Menyusun PIO di Surat Kabar

1. Definisi
Apa itu brosur? Brosur adalah dokumen kertas informatif yang sering digunakan untuk
berbagi materi promosi. Brosur sering juga disebut sebagai flyer, pamflet, atau
selebaran/leaflet.
Brosur dapat menjelaskan tujuan dan layanan berbagai Informasi Obat. Melakukan
presentasi ke pasien, tenaga kesehatan yang lain? Hampir semua situasi di mana Anda
perlu memberikan Informasi Obat kepada seseorang maka brosur dapat berguna.Brosur
bisa berisi berbagai informasi obat dan juga penyakit terkait

2. Berikut adalah tahapan didalam membuat brosur


2.1. Tahap I
1) All Programs from Start menu
2) Microsoft Office
3) Microsoft Publisher, lebih detail dapat dilihat pada gambar sbb :

31
2.2. Tahap II
Pilihlah Brosur

2.3. Tahap III


Silahkan dipilih desain dan type brosur

2.4. Tahap IV
Pilihlah warna dan ukuran dan type huruf serta ukuran kertas

32
2.5. Tahap V
Simpan pekerjaan anda. Setelah menyimpan publikasi, Anda masih bisa mengubah opsi
publikasi termasuk warna, ukuran font, dan jumlah panel dengan mengikuti langkah-
langkah sebelumnya dan menyimpan kembali pekerjaan Anda.
Simpan pekerjaan Anda sering menggunakan fungsi "Simpan Sebagai" di "File"!!!
2.6. Tahap VI
Mengganti Teks Pada kotak teks. Klik teks tempat penampung (kotak teks) yang sudah
ada dan ketik informasi Anda. Untuk mengubah ukuran teks: - Sorot teks yang ingin
Anda ubah dan pilih ukuran font lain dari toolbar. Sebagai berikut

Anda dapat membuat kotak teks Anda sendiri menggunakan opsi cat di sisi kiri layar.
Jangan mengetik melewati garis biru yang menunjukkan lipatan kertas Anda.
Anda juga dapat menambahkan gambar, bagan, seni kata, grafik, dan bentuk
menggunakan fungsi cat.

2.7 Tahap VII


Mengganti Gambar Placeholder. Klik kanan gambar tempat penampung, klik "Ubah
Gambar" lalu klik sumber gambar baru. Jika Anda memilih "Clip Art" panel tugas Clip
Art akan terbuka. Temukan gambar yang ingin Anda sisipkan ke dalam publikasi (Anda
mungkin menggunakan gambar yang sudah ada dari file) lalu klik ganda gambar.
Publisher secara otomatis membuat ukuran gambar agar pas. Seperti gambar berikut

33
Menghapus Gambar
Klik kanan gambar tempat penampung dan tekan "backspace" pada keyboard komputer.
Anda dapat menyalin dan menempelkan gambar Anda sendiri atau gambar yang telah
Anda temukan dari situs bebas hak cipta ke brosur Anda.

34
Perhatikan bahwa anda bekerja di dua halaman

Hal 5 Hal 6 (Bagian belakang) Hal 1 (Bagian depan)

2 3 4

35
Perlu diingat Anda memiliki 6 panel pada 2 halaman untuk diisi dengan informasi dan
gambar jika Anda merancang brosur tiga panel. Lihatlah diagram untuk melihat
bagaimana halaman akan terlihat di brosur saat dilipat.

Sumber informasi dan gambar Anda harus ditemukan di brosur Anda di bagian bawah
panel akhir.

Berikan Nama/Identitas pada brosur yg sudah anda buat

36
Untuk membuat brosur yang mengalir dengan baik dari halaman ke halaman, jaga
ukuran teks, judul, font, warna, dan gambar Anda tetap seragam.

Lengkapi brosur anda


Mencetak Brosur
Sebelum mencetak, selesaikan "pratinjau cetak" dari ikon "File" untuk memastikan
bahwa semua teks dan gambar belum dipotong. Anda mungkin perlu kembali dan
mengubah ukuran.
Ingatlah bahwa brosur Anda memiliki dua halaman sehingga harus dicetak secara back-
to-back. Silakan minta bantuan sebelum mencetak brosur Anda. Mencetak brosur
warna biaya akan sedikit lebih tinggi

37
E. SKRINING

Salah satu sarana pekerjaan kefarmasian di instalasi farmasi rumah sakit yaitu
berupa pelayanan sediaan farmasi kepada pasien untuk menerapkan asuhan kefarmasian.
Hal ini bertujuan untuk menerapkan pengobatan yang rasional pada pasien dimana
pasien diberikan pemahaman mengenai penggunaan obat dengan benar dan mengetahui
sediaan farmasi yang diterimanya serta sistem monitoring pada pasien. Asuhan
kefarmasian merupakan bentuk pelayanan kepada pasien, dimana dari pelayanan yang
diberikan maka pasien akan merasa lebih diperhatikan penyembuhan penyakitnya dari
pada sekedar membeli obat yang telah diresepkan oleh dokter. Pelaksanaan asuhan
kefarmasian pada pasien berupa wawancara, mengamati adanya DRP yaitu meliputi ada
indikasi tapi tidak menerima obat, menerima obat yang tidak ada indikasi yang sesuai,
ada interaksi obat, dosis kurang, dosis lebih, gagal menerima terapi yang diberikan,
mengalami adversedrug reaction(ADR), non-compliance, kemudian dilanjutkan
monitoring, dan konseling.
Tujuan asuhan kefarmasian adalah agar apoteker mampu memahami konsep DRP yaitu
mampu mencegah timbulnya problem terapi dan memecahkan permasalahan terapi obat
bila sudah terjadi.Peran utama apoteker dalam asuhan kefarmasian adalah
mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan obat
(DRP) yang dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan.
Resep
1.1. Pengertian Resep
Resep adalah permintaaan tertulis dari seorang Dokter, Dokter gigi, Dokter
Hewan yang diberi Izin berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku
kepada Apoteker pengelola Apotik untuk menyiapkan dan atau pasien. Resep asli tidak
boleh diberikan kembali setelah obatnya diambil oleh pasien, hanya dapat diberikan
copy resep atau salinan resepnya (Syamsuni, 2006).
Menurut Syamsuni (2006) resep asli harus disimpan selama 3 tahun di apotik dan
tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali yang berhak, antara lain:
a. Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya.
b. Pasien atau keluarga keluarga pasien yang bersangkutan.
c. Pegawai (kepolisian, Kehakiman, Kesehatan) yang ditugaskan
untuk memeriksa.
d. Apoteker yang mengelola ruangan pelayanan farmasi.
e. Yayasan dan lembaga lain yang menanggung biaya pasien.
Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe = ambillah. Dibelakang
tanda ini biasanya baru tertera nama,jmlah obat dan signatura. Umumnya resep ditulis
dalam bahasa latin. Jika tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker/tenaga kefarmasian
harus menanyakan kepada dokter penulis resep tersebut.
1.2. Kertas Resep
Resep ditulis diatas kertas resep,ukuran kertas resep yang ideal umumnya
berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal adalah lebar 10-12 dan panjang 15-18
cm (Jas 2009).Untuk arsip dokter mengenai terapi yang diberikan kepada pasien
sebaiknya ditulis rangkap dua. Menurut Kode Etik kedokteran Indonesia resep memiliki
ukuran maksimum ⁄ folio (10,5 cm 16 cm) dengan mencantumkan nama gelar yang
sah, SIP, alamat praktek, nomor telepon dan waktu praktek.

38
1.3. Jenis-Jenis Resep
Menurut Jas (2009) Jenis resep dibagi menjadi empat bagian:
a. Tipe Officinalis, yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan di tuangkan ke
dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku
standar (resep standar).
b. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu komposisi resep yang ditulis sendiri oleh
dokter berdasarkan pengalamannya dan tidak ditemukan dalam buku standar yang
diperuntukkan untuk saat penderita
c. Resep Medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun
generik, dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan, buku referensi: ISO, IIMSS,
DOI, IONI, Informasi akurat, dll
d. Resep Obat Generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik atau nama resmi
dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu, dalam pelayanannya bisa atau tidak
mengalami peracikan.
1.4. Penulisan Resep
Penulisan resep adalah “tindakan terakhir” dari dokter untuk penderitanya, yaitu
setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang akan
diberikan. Resep diajukan secara tertulis kepada apoteker/tenaga kefarmasian agar obat
diberikan sesuai dengan yang tertulis. Pihak apotek berkewajiaban melayani secara
cermat, memberikan informasi terutama yang menyangkut dengan penggunaan dan
mengkoreksinya bila terjadi kesalahan dalam penulisan.Dengan demikian pemberian
obat lebih rasional, artinya tepat, aman, efektif dan ekonomis (Jas 2009).Individu yang
boleh menuliskan resep adalah dokter umum, dokter gigi dan dokter hewan.(Anief,
1997).
1.5. Tujuan Penulisan Resep
Menurut Jas (2009) Penulisan resep bertujuan untuk:
a. Memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan dibidang farmasi.
b. Meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat.
c. Meningkatkan peran dan tanggung jawab dalam pengawasan distribusi obat kepada
masyarakat, tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada masyarakat secara
bebas.
d. Pemberian obat lebih rasional, dokter bebas memili obat secara tepat, ilmiah dan selektif.
e. Sebagai medical record yang dapat dipertanggung jawabkan, sifatnya rahasia .
1.6. Kerahasian dalam Penulisan Resep
Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian,
oleh karena itu tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak
berhak.Rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita, dimana
penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu kerahasiaannya dijaga,
kode etik dan tata cara penulisan resep diperlukan untuk menjaga hubungan dan
komunikasi antara medical care, pharmaceutical care, dan nursing care agar tetap
harmonis. (Jas 2009)
1.7. Skrining Resep
Skrining resep atau biasa dikenal pengkajian resep merupakan kegiatan apoteker
dalam mengkaji sebuah resep yang melipui pengkajian administrasi, farmasetik dan
klinis sebelum resep diracik. (Rifqi 2016). Berdasarkan PMK No.74 Tahun 2016
Kegiatan pengkajian/skrining resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan.

39
Persyaratan administrasi meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, berat badan
pasien, nama dokter, paraf dokter, tanggal resep, dan ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat,
stabilitas dan ketersediaan, aturan dan cara penggunaan, serta Inkompatibilitas
(ketidakcampuran Obat). Persyaratan klinis meliputi ketepatan indikasi, dosis dan waktu
penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi interaksi, efek samping obat, kontra
indikasi dan efek adiktif.
Berdasaran Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 4 Tahun 2018
tentang Pengawasan, Pengelolaan Obat, Bahan Obat dan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, menyatakan bahwa resep yang
diterima dalam rangka penyerahan Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi
wajib dilakukan Skrining.
Resep harus memuat Nama, surat Izin Praktek (SIP), tanggal penulisan resep,
nama, potensi dosis dan jumlah obat, Aturan pemakaian yang jelas, nama, alamat, umur,
jenis kelamin, dan berat badan pasien, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
Resep yang dilayani harus asli, ditulis dengan jelas dan lengkap, tidak dibenarkan dalam
bentuk faksimili dan fotokopi, termasuk fotokopi blanko resep, dan resep narkotika
harus disimpan terpisah dari resep dan/atau surat permintaan tertulis lainnya. (Peraturan
BPOM No. 4 Tahun 2018)
Kajian administratif meliputi:
1. informasi pasien (nama pasien, umur, jenis kelamin, berat badan, alamat)
2. informasi dokter penulis resep (nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat,
nomor telepon dan paraf)
3. tanggal penulisan resep
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan
2. stabilitas
3. kompatibilitas (ketercampuran obat)
Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis obat
2. aturan, cara dan lama penggunaan obat
3. duplikasi dan/atau polifarmasi
4. reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain)
5. kontra indikasi
6. interaksi
1.8. Salinan Resep (Copy Resep)
Berdasarkan Peraturan BPOM No 4 Tahun 2018 Salinan resep adalah salinan
yang dibuat dan ditandatangani oleh apoteker menggunakan blanko salinan resep dan
bukan berupa fotokopi dari resep asli. Salinan resep selain memuat semua keterangan
yang terdapat dalam resep asli, harus memuat pula:
a. Nama , alamat, dan nomor surat izin sarana.
b. Nama dan nomor Surat Izin Praktek Apoteker
c. Tanda det atau detur untuk obat yang sudah diserahkan, tanda nedet atau ne
deteur untuk obat yang belum diserahkan.
d. Nomor resep dan tanggal pembuatan.
e. Stempel sarana.

40
1.9. Pengelolaan Resep yang telah dikerjakan
Berdasarkan Peraturan BPOM No 4 Tahun 2018 Resep yang telah dibuat,
disimpan sekurang kurangnya selama 5 (lima) tahun berdasarkan urutan tanggal dan
nomor urutan penerimaan resep dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan
dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang sesuai oleh Apoteker penanggung jawab
dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya seorang petugas Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian. Pada pemusnahan resep dibuat berita acara pemusnahan dilaporkan
dengan melampirkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan tembusan
Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.
1.10. Kaidah Penulisan Resep
Menurut Jas (2009) kaidah penulisan resep adalah sebagai berikut:
a. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep resmi dan penulisan diawali
dengan R/ (Recipe, Ambilah, Berikanlah)
b. Satu lembar rese berlaku untuk satu pasien.
c. Resep ditulis sesuai dengan format dan pola sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku.
d. Resep bersifat informatif, rahasia dan rasional.
e. Penulisan obat dalam bentuk sediaan, dosis dn jumah tertentu.
f. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis dalam satuan
mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk sediaan (m.f = mische fac,
artinya campurlah, buatlah).
g. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang saja dan
jumlah sesuai dengan kemasannya.
h. Menulis jumlah wadah atau numeru (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu
setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. No. II atau FIs. II saja. Jumlah obat
dengan angka roawi, tidak ada pecahan.
i. Signatura ditulis jelas dalam singkatan latin dengan cara pakai, interval waktu dan
takaran yang jelas ditulisa angka dengan angka romawi bila genap, tetapi bila angka
pecahan ditulis latin, mis: Cth. I atau Cth ⁄ , Cth 1 ⁄ .
Kemudian diparaf atau ditandatangani.
j. Setelah signatura harus di paraf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan,
menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut tersjamin.
k. Peruntukan, nama pasien dan umur harus dicantumkan jelas, mis; Tn. Amir, Ny. Supiah,
Ana (5 th).
l. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan
dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak bleh iter (diulang) tanpa resep dokter.
m. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (untuk kalangan
sendiri), menghindari material oriented.f
n. Tulisan harus jelas, hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan
resep. Setiap item resep diparaf dan ditutup, sebagai legalitas.
o. Resep merupakan medical record dokter dalam praktek dan bukti pemberian obat
kepada pasien yang diketahui oleh farmasis diapotek, kerahasiaan nya dijaga. Jadi
didaam penulisan dan pelayanan resep diperhatikan kelengkapan resep, dan menjadi
catatan penyerahan obat di apotek, harus dismpan baik.

41
1.11. Format Penulisan Resep
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk
dibuatkan obatnya di apotik. Menurut Syamsuni (2006), resep yang lengkap terdiri dari:
a. Inscriptio:
Nama dokter, No.SIP, alamat/No.telepon/kota/tempat/tanggal penulisan resep. Sebagai
identitas dokter penulis resep.format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit
berbeda dengan resep pada praktek pribadi.
b. Invocation:
Permintaan tertulis dokter dengan singkatan latin “R/= recipe” artinya ambillah atau
berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek.
c. Prescriptio/Ordonatio:
Nama obat dan jumlah obat serta bentuk sediaan yang diinginkan.
d. Signatura:
yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian
harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.
e. Pro (Peruntukan):
Dicantumkan nama dan umur pasien, teristimewanya untuk obat narkotika.

Gambar 2.1 Pola Penulisan Resep


1.12. Tanda-tanda pada Resep
Menurut Syamsuni (2006) tanda-tanda penulisan resep dapat dibagi menjadi lima
bagian yaitu:
a. Tanda Segera yaitu:
Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau peringatan dapat
ditulis sebelah kanan atas blanko resep, yaitu:
Cito : Segera
Urgent : Penting Statim : Penting sekali
PIM : Berbahaya bila ditunda

42
b. Tanda resep dapat diulang.
Bila dokter menginginan agar resepnya dapat diuang, dapat ditulis dalam resep sebalah
kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang.Misalnya tertulis
Iter 3x artinya resep dapat dilayanisebanyak 1+3 kali
= 4 kali.
c. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang
Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak diulang, maa tanda ne iteratie ditulis
sebelah atas blanko resep,.Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang
mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik, dan obat keras yang ditetapkan oleh
pemerintah /Menkes RI.
d. Tanda dosis sengaja dilampaui
Jika dokter sengaja memberikan obat dosis maksimum dilampaui, maka dibelakang
nama obatnya diberi tanda seru (!).
e. Resep yang mengandung narkotik
Resep yang mengandung narkotik tidak boleh ada iterasi yang artinya dapat diulang,
tidak boleh ada m.i (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri, atau
u.c (usus cognitus) yang berarti pemakaian diketahui .resep-resep yang mengandung
narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat lainnya (Syamsuni, 2006).
1.13. Aspek Legalitas Resep
Aspek legal dalam menangani resep dan obat yang diberikan dalam resep
tercantum dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Pada menjalankan praktek
profesi bagi para dokter maupun para apoteker dalam melaksanakan kesehatan bagi
masyarakat maupun individu-individu (Joenoes, 2007).Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No.74 Tahun 2016 menyebutkan bahwa pada resep harus dicantumkan :
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
b. Nama, dan paraf dokter, Tanggal resep.
c. Ruangan/unit asal resep.
d. Bentuk, dan kekuatan sediaan.
e. Dosis, dan jumlah obat.
f. Stabilitas dan ketersediaan.
g. Aturan dan cara penggunaan.
h. Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat)
i. Ketepatan Indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat,
j. Duplikasi pengobatan.
k. Alergi, Interaksi dan efek samping obat.
l. Kontra indikasi dan efek adiktif.

43
1.14. Kesalahan Medis (Medication Error)
Peraturan Menteri Kesehatan No.74 tahun 2016 disebutkan bahwa Pengendalian
mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah
terkait obat atau mencegah kesalahan pengobatan/medikasi (Medication Error), yang
bertujuan untuk keselamatan pasien (Patient Safety)
Menurut The National Coordinating Council for Medication errors Reporting and
Prevention (NCC MREP), medication error merupakan kejadian yang dapat menyebabkan
atau berakibat pada pelayananan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien ketika
obat tidak berada dalam pengawasan tenaga Kesehatan atau pasien.
Aronson (2009) menyebutkan salah satu penyebab terjadinya Medication Error
adalah kegagalan dalam proses perawatan yang mengarah pada, atau berpotensi
menyebabkan, membahayakan pasien. Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam
menentukan rejimen obat dan dosis mana yang akan digunakan (kesalahan resep - resep
yang tidak rasional, tidak sesuai, dan tidak efektif, resep kurang, resep berlebihan), menulis
resep (kesalahan resep), mengeluarkan formulasi (obat yang salah, formulasi yang salah,
label yang salah), pemberian atau minum obat (dosis salah, rute salah, frekuensi salah,
durasi salah), terapi pemantauan (gagal mengubah terapi bila diperlukan, perubahan yang
salah). Faktor terjadinya Medication Error dapat terjadi dalam Kesalahan proses
Prescribing, Transcribing, Dispensing, Administration.
Kesalahan dalam proses Prescribing merupakan kesalahan yang terjadi dalam penulisan
resep obat oleh dokter, khususnya yang perlu diperhatikan adalah pada penulisan resep
menggunakan tulisan tangan. Kesalahan dalam proses Transcribing merupakan kesalahan
yang terjadi dalam menerjemahkan resep obat di apotek. Resep yang keliru
dibaca/diterjemahkan akan menyebabkan kesalahan pemberian obat kepada pasien.
Kesalahan dalam proses Dispensing merupakan kesalahan yang terjadi dalam peracikan
atau pengambilan obat di apotek, seperti kesalahan pengambilan obat karena adanya
kemiripan nama atau kemasan. Misalnya obat yang seharusnya adalah prednisolon, tetapi
obat yang diambil adalah propanolol. Kesalahan dapat pula terjadi akibat kesalahan dalam
pemberian label obat sehingga aturan pemakaian obat atau cara pemakaian obat menjadi
tidak sesuai lagi.
Kesalahan dalam proses Administration berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
administrasi pada saat obat diberikan atau diserahkan kepada pasien. Kesalahan tersebut
diantaranya adalah kekeliruan dalam membaca nama pasien atau tidak teliti dalam
memeriksa identitas pasien sehingga obat yang diberikan/ diserahkan juga menjadi salah.
Contoh lainnya adalah kesalahan dalam menuliskan instruksi pemakaian obat kepada
pasien, kesalahan dalam penyiapan obat yang tidak sesuai dengan prosedur (misal kesalahan
rekonstitusi injeksi) atau kesalahan memberikan penjelasan secara lisan kepada pasien.
(Anonim, 2015)
1.15. Pelayanan obat cito
Berikut salah satu contoh SPO pelayanan obat cito di RS :
1. Perawat membawa resep obat cito ke instalasi farmasi
2. Petugas farmasi mendahulukan pekerjaan resep tersebut untuk selanjutnya reseptersebut
direkapitulasi dan segera diberikan obatnya.
3. Petugas menyediakan obat dan langsung diserahkan kepada perawat
Perawat mengambil obat tersebut dan langsung diserahkan kepada pasien

44
F. MONITORING EFEK SAMPING OBAT

A. Pendahuluan
Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran dilakukan
untuk mengetahui efektivitas dan keamanan penggunaan obat pada kondisi kehidupan nyata
atau praktik klinik yang sebenarnya. Banyak bukti menunjukkan bahwa sebenarnya efek
samping obat (ESO) dapat dicegah, dengan pengetahuan yang bertambah, yang diperoleh
dari kegiatan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran (atau yang sekarang lebih
dikenal dengan istilah Farmakovigilans). Sehingga, kegiatan ini menjadi salah satu
komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat
secara umum. Pengawalan atau pemantauan aspek keamanan suatu obat harus secara terus
menerus dilakukan untuk mengevaluasi konsistensi profil keamanannya atau risk- benefit
ratio-nya. Di mana kita harus mempertimbangkan benefit harus lebih besar dari risiko,
untuk mendukung jaminan keamanan obat beredar. Pengawalan aspek keamanan obat
senantiasa dilakukan dengan pendekatan risk management di setiap tahap perjalanan atau
siklus obat.
Obat pada dasarnya merupakan bahan yang hanya dengan takaran tertentu dan
dengan penggunaan yang tepat dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah
penyakit, menyembuhkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena itu sebelum
menggunakan obat, harus diketahui sifat dan cara penggunaannya agar tepat, aman dan
rasional. Informasi tentang obat, dapat diperoleh dari etiket atau brosur yang menyertai obat
tersebut. Apabila isi informasi dalam etiket atau brosur obat kurang dipahami, dianjurkan
untuk menanyakan pada tenaga kesehatan. Pada saat dilakukan pengobatan dengan
menggunakan dosis yang normal, sering timbul efek samping yang tidak diinginkan. Efek
samping ini terjadi setelah beberapa saat minum obat.
Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan akibat penggunaan obat
dengan dosis atau takaran normal. Beberapa hal yang perlu diketahui tentang efek samping
obat, adalah sbb:
1. Biasanya efek samping obat terjadi setelah beberapa saat minum obat.
2. Perhatikan kondisi pasien, misalnya ibu hamil, ibu menyusui, lansia, anak-anak, penderita
gagal ginjal, jantung dan sebagainya. Pada penderita tersebut harus lebih berhati-hati dalam
memberikan obat.
3. Informasi tentang kemungkinan terjadinya efek samping obat, biasanya terdapat pada brosur
kemasan obat, oleh karena itu bacalah dengan saksama kemasan atau brosur obat, agar efek
samping yang mungkin timbul sudah diketahui sebelumnya, sehingga dapat dilakukan
rencana penanggulangannya.

45
Kejadian keamanan pengobatan dapat dimulai dengan:
1. Kejadian pengobatan (MI = Medication Incident) adalah semua kejadian yang terjadi
berkaitan dengan pengobatan.
2. Kesalahan pengobatan (ME = Medication Error) adalah kejadian yang terjadi akibat proses
penggunaan obat yang tidak tepat, sehingga dapat membahayakan keselamatan pasien.
3. Kejadian obat yang merugikan (ADE = Adverse Drug Event) adalah kejadian yang dapat
membahayakan pasien atau masyarakat mencakup bahaya yang dihasilkan dari sifat
intrinsik obat (ADR) serta bahaya yang dihasilkan dari kesalahan pengobatan atau
kegagalan sistem yang terkait dengan manufaktur dan distribusi penggunaan obat.
4. Reaksi obat merugikan (ADR = Adverse Drug Reaction) adalah respons terhadap obat yang
berbahaya dan tidak diinginkan serta terjadi pada dosis yang biasanya digunakan pada
manusia untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit, atau untuk modifikasi fungsi
fisiologis, misalnya reaksi alergi terhadap suatu obat pada dosis yang normal atau efek
samping yang terjadi yang sudah diketahui sebelumnya pada dosis normal.
5. Efek samping obat adalah efek yang tidak diinginkan dari obat yang sebelumnya sudah
diramalkan sebelumnya dan dalam batas dosis normal.
Sebenarnya, kesalahan pengobatan dapat dicegah karena penggunaan obat dapat
dikontrol oleh profesional pelayanan kesehatan, pasien, atau konsumen. Peristiwa itu dapat
terkait dengan praktik profesional, prosedur, dan sistem peresepan: komunikasi,
administrasi, edukasi, monitoring, dan penggunaan.
Keselamatan pasien didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya
penggunaan obat yang terjadi pada pasien. Meskipun mempunyai definisi yang sangat
sederhana, tetapi upaya untuk menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangat
kompleks dan banyak hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan secara
menyeluruh dan terpadu. Ada beberapa strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien
antara lain:
1. Menggunakan obat dan peralatan yang aman.
2. Melakukan praktik klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman.
3. Melaksanakan manajemen risiko, contoh: pengendalian infeksi.
4. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang berorientasi kepada
pasien.
5. Meningkatkan keselamatan pasien dengan mencegah terjadinya kejadian yang tidak
diharapkan (adverse event), membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event, serta
mengurangi efek akibat adverse event.
B. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih
bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO
berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning. Monitoring tersebut dilakukan
terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.
Aktivitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai
healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare).
Suatu format formulir monitoring efek samping obat (MESO) yang berwarna kuning
digunakan sebagai formulir resmi untuk pelaporan efek samping obat.
1. Siapa yang melaporkan efek samping yang terjadi?

46
Tenaga kesehatan, dapat meliputi: Dokter, Dokter spesialis, Dokter gigi, Apoteker, Bidan,
Perawat, dan Tenaga kesehatan lain.
2. Apa yang perlu dilaporkan?
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu dilaporkan, baik efek
samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD) maupun yang sudah pasti
merupakan suatu ESO (ADR).
3. Bagaimana cara melapor dan informasi apa saja yang harus dilaporkan?
Informasi KTD atau ESO yang hendak dilaporkan diisikan ke dalam formulir pelaporan
ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan pelaporan KTD atau ESO, sejawat
tenaga kesehatan dapat menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien. Untuk
melengkapi informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan
medis pasien. Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO dengan
menggunakan formulir kuning.
4. Karakteristik laporan efek samping obat yang baik
Karakteristik suatu pelaporan spontan (Spontaneous reporting) yang baik, meliputi
beberapa elemen penting berikut:
a. Deskripsi efek samping yang terjadi atau dialami oleh pasien, termasuk waktu mula gejala
efek samping (time to onset of signs/symptoms).
b. Informasi detail produk terapetik atau obat yang dicurigai, antara lain: dosis, tanggal,
frekuensi dan lama pemberian, lot number, termasuk juga obat bebas, suplemen makanan
dan pengobatan lain yang sebelumnya telah dihentikan yang digunakan dalam waktu yang
berdekatan dengan awal mula kejadian efek samping.
c. Karakteristik pasien, termasuk informasi demografik (seperti usia, suku dan jenis kelamin),
diagnosa awal sebelum menggunakan obat yang dicurigai, penggunaan obat lainnya pada
waktu yang bersamaan, kondisi ko-morbiditas, riwayat penyakit keluarga yang relevan dan
adanya faktor risiko lainnya.
d. Diagnosa efek samping, termasuk juga metode yang digunakan untuk
membuat/menegakkan diagnosis.
e. Informasi pelapor meliputi nama, alamat dan nomor telepon.
f. Terapi atau tindakan medis yang diberikan kepada pasien untuk menangani efek samping
tersebut dan kesudahan efek samping (sembuh, sembuh dengan gejala sisa, perawatan
rumah sakit atau meninggal).
g. Data pemeriksaan atau uji laboratorium yang relevan.
h. Informasi dechallenge atau rechallenge (jika ada).
i. Informasi lain yang relevan.
5. Kapan melaporkan?
Tenaga kesehatan sangat dihimbau untuk dapat melaporkan kejadian efek samping obat
yang terjadi segera setelah muncul kasus diduga ESO atau segera setelah adanya kasus ESO
yang teridentifikasi dari laporan keluhan pasien yang sedang dirawatnya.
6. Analisis Kausalitas
Analisis kausalitas merupakan proses evaluasi yang dilakukan untuk menentukan atau
menegakkan hubungan kausal antara kejadian efek samping yang terjadi atau teramati
dengan penggunaan obat oleh pasien. Badan POM akan melakukan analisis kausalitas
laporan KTD/ESO. Sejawat tenaga kesehatan dapat juga melakukan analisis kausalitas
perindividual pasien, namun bukan merupakan suatu keharusan untuk dilakukan. Namun

47
demikian, analisis kausalitas ini bermanfaat bagi sejawat tenaga kesehatan dalam
melakukan evaluasi secara individual pasien untuk dapat memberikan perawatan yang
terbaik bagi pasien. Tersedia beberapa algoritma atau tool untuk melakukan analisis
kausalitas terkait KTD/ESO. Pendekatan yang dilakukan pada umumnya adalah kualitatif
sebagaimana Kategori Kausalitas yang dikembangkan oleh WHO, dan juga gabungan
kualitatif dan kuantitatif seperti Algoritma Naranjo. Di dalam formulir pelaporan ESO atau
formulir kuning, tercantum tabel Algoritma Naranjo, yang dapat sejawat tenaga kesehatan
manfaatkan untuk melakukan analisis kausalitas per individu pasien

48
G. TPN IV ADMIXTURE

A. DISPENSING SEDIAAN STERIL


Dispensing sediaan steril adalah penyiapan sediaan farmasi steril untuk memenuhi
kebutuhan individu pasien dengan cara melakukan pelarutan, pengenceran dan
pencampuran produk steril dengan teknik aseptic untuk menjaga sterilitas sediaan sampai
diberikan kepada pasien.
Ruang lingkup dispensing sediaan steril meliputi:
(1) Pencampuran Obat Suntik non sitostatika (IV admixture).
Kegiatan meliputi: a) pencampuran sediaan intravena ke dalam cairan infus; b) pengenceran
sediaan intravena c) rekonstitusi sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai.
(2) Penyiapan Nutrisi Parenteral. Merupakan kegiatan pencampuran komponen nutrisi:
karbohidrat, protein, lipid, vitamin dan mineral untuk kebutuhan individu pasien yang
diberikan melalui intravena.
(3) Pencampuran Sediaan Sitostatik. Merupakan kegiatan pencampuran sediaan obat kanker
untuk kebutuhan individu pasien dan melindungi petugas dan lingkungan dari paparan zat
berbahaya.
(4) Dispensing Sediaan Tetes Mata. Merupakan kegiatan pencampuran sediaan tetes mata
untuk kebutuhan individu pasien.
Dispensing sediaan steril harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan
tujuan : Menjamin sterilitas sediaan, Meminimalkan kesalahan pengobatan, Menjamin
kompatibilitas dan stabilitas, Menghindari pemaparan zat berbahaya, Menghindari
pencemaran lingkungan, Meringankan beban kerja perawat, dan Penghematan biaya
penggunaan obat. Terjaminnya sterilitas obat, meminimalkan kesalahan pengobatan,
melindungi petugas terhadap paparan bahan-bahan berbahaya, meringankan beban kerja
perawat, menghemat biaya pengobatan pasien.
Pelaksana : Apoteker & Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
Persyaratan Ruangan dan Peralatan
Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan ruangan dan peralatan
khusus untuk menjaga sterilitas produk yang dihasilkan dan menjamin keselamatan petugas
dan lingkungannya.

49
A. Ruangan
1. Tata letak ruang

Gambar 1. Tata letak ruang

2. Jenis ruangan
Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan terkontrol. Bagian-
bagian ruangan pada area pelayanan Dispensing Sediaan Steril terdiri dari :
(1) Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan
bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan volume cairan).
(2) Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian (kelas 100.000)
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja
dan memakai alat pelindung diri (APD).
(3) Ruang antara (Ante room) (kelas 100.000)
Petugas yang akan masuk ke ruang bersih melalui suatu ruang antara
(4) Ruang bersih (Clean room) kelas 10.000
Ruang bersih (clean room) yang didesain sedemikian sehingga memenuhi
persyaratan dalam pengendalian jumlah partikel, suhu ruangan, kelembaban dan perbedaan
tekanan.
Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :
(1) Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
(2) Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
(3) Suhu 18 – 22°C
(4) Kelembaban 35 – 50%
(5) Dilengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
(6) Tekanan udara di dalam ruang pencampuran obat non sitostatik harus lebih positif
dibandingkan tekanan udara di sekitarnya. Sedangkan untuk tekanan udara di dalam
pencampuran obat sitostatik harus lebih negatif dibandingkan tekanan udara di sekitarnya.
(7) Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat sebelum
dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara ruang persiapan dan
ruang pencampuran. Pass box harus memiliki system interlock yaitu jika satu pintu terbuka,
maka pintu lainnya tidak dapat dibuka.

50
B. Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi :
1. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran sediaan steril meliputi :
a. Baju Pelindung
Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang impermeable (tidak tembus cairan),
tidak melepaskan serat kain, dengan lengan panjang, bermanset dan tertutup di bagian
depan.
b. Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal sehingga dapat
memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup panjang untuk menutup pergelangan
tangan. Sarung tangan terbuat dari latex dan tidak berbedak (powder free). Khusus untuk
penanganan sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis.
c. Kacamata pelindung
Hanya digunakan pada saat penanganan sediaan sitostatika
d. Masker disposable

2. Laminar Air flow (LAF)


Mempunyai sistem penyaringan ganda yang memiliki efisiensi tingkat tinggi, sehingga
dapat berfungsi sebagai:
ƒ Penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen di udara.
ƒ Menjaga aliran udara yang konstan diluar lingkungan.
ƒ Mencegah masuknya kontaminan ke dalam LAF.
Terdapat dua tipe LAF yang digunakan pada pencampuran sediaan steril :
a. Aliran Udara Horizontal (Horizontal Air Flow). Aliran udara langsung menuju ke depan,
sehingga petugas tidak terlindungi dari partikel ataupun uap yang berasal dari ampul atau
vial. Alat ini digunakan untuk pencampuran obat steril non sitostatika.
b. Aliran Udara Vertikal (Vertical Air Flow). Aliran udara langsung mengalir kebawah dan
jauh dari petugas sehingga memberikan lingkungan kerja yang lebih aman. Untuk

51
penanganan sediaan sitostatika menggunakan LAF vertikal Biological Safety Cabinet
(BSC) kelas II dengan syarat tekanan udara di dalam BSC harus lebih negatif dari pada
tekanan udara di ruangan.
Penyimpanan
Penyimpanan sediaan steril non sitostatika setelah dilakukan pencampuran
tergantung pada stabilitas masing masing obat. Kondisi khusus penyimpanan:
A. Terlindung dari cahaya langsung, dengan menggunakan kertas karbon/kantong plastik
warna hitam atau aluminium foil.
B. Suhu penyimpanan 2 – 8°C disimpan di dalam lemari pendingin (bukan freezer).
Distribusi
Proses distribusi dilakukan sesuai SOP PROSEDUR TETAP DISTRIBUSI: 1)
Ambil wadah yang telah berisi obat hasil rekonstitusi dari pass box. 2) Periksa kembali isi
dan mencocokan formulir permintaan yang telah dibuat dengan prinsip 5 BENAR dan
kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah, nomer batch, tgl kadaluarsa setelah
obat direkonstitusi). 3) Beri label luar pada wadah. 4) Kirim obat-obat tersebut ke ruang
perawatan dengan menggunakan troli tertutup dan tidak boleh melewati jalur yang banyak
kontaminan (seperti: lift barang, dll) untuk mengurangi kontaminasi. 5) Lakukan serah
terima dengan pasien atau petugas perawat.
Pengiriman sedíaan steril yang telah dilakukan pencampuran harus terjamin
sterilitas dan stabilitasnya dengan persyaratan :
A. Wadah (1). Tertutup rapat dan terlindung cahaya. (2). Untuk obat yang harus
dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu, ditempatkan dalam wadah yang mampu
menjaga konsistensi suhunya.
B. Waktu Pengiriman. Prioritas pengiriman untuk obat obat yang waktu stabilitasnya
pendek.
C. Rute pengiriman. Pengiriman sediaan sitostatika sebaiknya tidak melalui jalur
umum/ramai untuk menghindari terjadinya tumpahan obat yang akan membahayakan
petugas dan lingkungannya.
DAFTAR REFERENSI (Wajib punya)
1. Pedoman obat suntik dan sitostatika
2. Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di RS
3. Handbook on injectable drugs
4. DIH/AHFS/BNF

B. TOTAL NUTRISI PARENTERAL


Nutrisi parenteral didefinisikan sebagai pemberian nutrisi yang langsung masuk ke
sirkulasi vena (vena perifer atau vena sentral). Istilah total parenteral nutrition (TPN)
digunakan ketika satu-satunya sumber suplai makanan hanya melalui rute parenteral. TPN
bertujuan untuk memberi suplai semua elemen nutrisi inorganik dan organik yang
dibutuhkan untuk mempertahankan komposisi tubuh yang optimal. Formula Nutrisi
Parenteral harus disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi pasien dan mengandung
cairan,makronutrien (protein, karbohidrat, lemak) dan mikronutrient (elektrolit,mineral dan
vitamin) dalam jumlah yang tepat. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi
secepat mungkin sebelum diberikan nutrisi parenteral. Komplikasi pemberian makanan
secara parenteral meliputi infeksi lewat kateter, trombosis vena, atau emboli akibat

52
masuknya gelembung udara ke dalam pembuluh vena setelah pembedahan, ekstravasasi
akibat penempatan ujung kateter yang kurang tepat. Efek samping pemberian nutrisi terlalu
banyak/ lama dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan hati
Nutrisi parenteral diindikasikan untuk pasien yang tidak mampu menelan atau mencerna
nutrien atau mengabsorbsinya dari traktus gastrointestinal. Nutrisi parenteral menggunakan
cairan isotonik yang diberikan melalui vena perifer dapat diterima ketika pasien
membutuhkan kurang dari 2000 kalori setiap harinya dan perkiraan kebutuhan bantuan
nutrisi hanya dalam waktu singkat. Vena perifer tidak mentoleransi infus cairan dengan
osmolaritas yang melebihi 750 mOsm/L (setara dengan 12,5% glukosa) sehingga
membatasi jumlah kalori yang dapat diberikan. Ketika kebutuhan gizi lebih dari 2000 kalori
per hari atau diperlukan bantuan nutrisi untuk jangka panjang, kateter dipasang pada sistem
vena sentral untuk memungkinkan infus cairan nutrisi hipertonik (1900 mOsm/L).
1) Tujuan TPN
a) Menjaga atau memperbaiki nutrisi dalam keadaan sakit
b) Mencegah komplikasi
c) Memperbaiki kualitas hidup
d) Menjaga fungsi organ tubuh
e) Meningkatkan proses pemulihan
2) Peran Farmasis
a. Menilai stabilitas dan ketercampuran larutan nutrisi parenteral
b. Membantu dokter dalam membuat formula, penyiapan dan monitoring nutrisi parenteral
pada pasien
c. Memberikan program pendidikan tentang nutrisi parenteral
d. Berkoordinasi dalam pengaturan pemberian home therapy nutrisi parenteral
3) Indikasi TPN
1) Pasien yang menerima TPN pra operasi
2) Pasienprosedur bedah utama dan yang tidak menerima gizi pra operasi
3) Pasien yang menderita malnutrisi berat sebelum melakukan yang untuk alasan apapun
pasca operasi dengan atau tidak dengan komplikasi, dimana berat badan tidak kembali
normal setelah 7 hari
4) Pasien yang memiliki komplikasi pasca operasi yang parah, seperti infeksi, pernapasan akut
atau gagal ginjal, fistula, atau pankreatitis akut.
5) Berat badan turun > 10% dari berat badan normal
6) Saluran pencernaan tidak berfungsi sama sekali
7) Tidak ada asupan oral makanan selama 3-5 hari dengan status gizi buruk
4) Prinsip Penyiapan Nutrisi Parenteral: Aseptic Dispensing dan No touch technic.
• Tipe pemberian: One in one, two in one, three in one
• Sistem pemberian: botol/kantung terpisah, formula individual, formula standard.
• Persiapan pemberian:
- Catat BB pasien, tentukan status nutrisinya
- Menilai akses vena
- Periksa hasil laboratorium
- Hitung kebutuhan elektrolit
- Hitung kebutuhan cairan perhari

53
- Hitung cairan yang tersedia untuk Nutrisi Parenteral
5) Pengisian larutan TPN
• Proses penyiapan: volume kecil dengan syringe dan volume besar dengan kantong/bag
• Metode penyiapan: manual dan otomatis
• Ketercampuran nutrisi parenteral: harus memahami sifat zat/obat yang akan dilarutkan, pH
larutan obat, Konsentrasi, Suhu, dan Wadah obat.
6) Pengemasan: Plastik EVA ( Ethyl Vinyl Acetate ), Botol kaca
Label: Luar dan dalam
- Nama Pasien
- Ruang perawatan pasien
- Komposisi produk
- No Batch
- Tanggal pembuatan
- Tanggal kadaluwarsa
- Cara penyimpanan
- Perhatian khusus
7) Penyimpanan
- Suhu 2-6 derajat celcius
- Jangan disimpan pada T kamar lebih dari 24 jam
- Ambil 4-6 jam dari lemari es sebelum pemberian TPN dan biarkan di suhu kamar
- Line TPN ditandai untuk membedakan dengan line obat
8) Metode Pemberian
Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral di bagi atas :
a) Nutrisi Parenteral Sentral (Untuk Nutrisi Parenteral Total)
- Ujung kateter tetap berada dalam vena sentral
- Digunakan untuk jangka panjang
- Larutan dengan osmolaritas > 900 mOsm/L
- Konsentrasi Dekstrosa maks 30%
b) Nutrisi Parenteral Perifer (Untuk Nutrisi Parenteral Parsial)
- Ujung kateter tetap berada dalam vena prifer
- Digunakan untuk penggunaan jangka pendek (maks 2 minggu)
- Larutan kurang dari 900 mOsm/L
- Konsentrasi Dextrosa maks 12,5%
9) Monitoring
Infeksi, Dapat menginduksi terjadinya kolestasis, Thrombosis, Hiperglikemia /
hipoglikemia, Gangguan pernafasan, Kejang, Demam / menggigil, Berat badan bertambah,
Mual, Rasa haus, Perubahan denyut jantung.
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SELAMA PEMBERIAN
Pemberian nutrisi parenteral umumnya dimulai pada hari ke-III pasca bedah/trauma.
Jika keadaan membutuhkan koreksi nutrisi cepat, maka pemberian paling cepat 24 jam
pasca trauma-bedah. Jika keadaan ragu-ragu dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula. Jika
kadar gula darah < 200 mg/dl pada penderita non-diabetik, nutrisi parenteral dapat dimulai.
PENGHENTIAN NUTRIS PARENTERAL
1) TPN tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba karena akan terjadi hipoglikemia secara cepat

54
2) Kecepatan infus harus diperlambat menjadi setengahnya paling sedikit 12 jam sebelum
dihentikan
3) Jika TPN terpaksa harus dihentikan tiba-tiba karena komplikasi maka infus Dekstrosa 10%
harus segera diberikan
4) Cek kadar glukosa darah 4 kali sehari setelah TPN dihentikan
EFEK SAMPING TPN
Efek samping TPN antara lain komplikasi infeksi, mekanik, dan metabolik. Diantara
komplikasi infeksius, sepsis berhubungan dengan kateter adalah salah satu yang paling
umum dan dihubungkan dengan morbiditas yang signifikan. Komplikasi mekanik seperti
pneumothorax dan thrombosis jika kateter dibiarkan dalam periode yng lama, adalah
komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan jalur sentral dan sering ditemui oleh ahli
anastesi. Ada beberapa komplikasi metabolik yang sering ditemui pada nutrisi parenteral
dibanding nutrisi enteral.
KOMPONEN NUTRISI PARENTERAL
a) Makronutrient
 Protein ( asam amino )
 Karbohidrat ( dekstrosa )
 Lemak
b) Mikronutrient
 Elektrolit
 Vitamin
 Mineral
DAFTAR REFERENSI (Wajib punya)
1. Pedoman obat suntik dan sitostatika
2. Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di RS
3. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach 9 ed atau 10 ed
4. A.S.P.E.N. Board of Directors and The Clinical Guidelines Task Force

55
H. KONSELING
Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusi antara orang yang
membutuhkan (klien) dan orang yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan
sedemikian rupa sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam
pemecahan masalah (Depkes RI, 2006). Menurut KepMenKes
No.1027/MENKES/SK/IX/2004 konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah
yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan
masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan
konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya (Depkes RI, 2004).
Konseling pasien merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian, karena apoteker
sekarang tidak hanya berorientasi pada obat (drug oriented), tetapi juga harus berorientasi
pada pasien (patient oriented) sehingga terwujud konsep pharmaceutical care. Tujuan dari
konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati
pilihan pasien dalam menjalankan terapi (Depkes RI, 2006). Prinsip dasar konseling
adalah menjalin hubungan atau korelasi antara apoteker dengan pasien sehingga terjadi
perubahan perilaku pasien secara sukarela dalam rangka meningkatkan keberhasilan
terapi. Pendekatan apoteker dalam memberikan konseling kapada pasien berubah dari
medical model menjadi helping model, yaitu:

Konseling dapat diberikan langsung kepada pasien atau melalui perantara yaitu
keluarga pasien, pendamping pasien, perawat pasien atau yang bertanggung jawab dalam
perawatan pasien. Pemberian konseling melalui perantara dilakukan jika pasien tidak
dapat mengenali obat dan terapi seperti pasien pediatrik dan pasien geriatrik (Depkes RI,
2006).
Konseling dapat dilakukan kepada semua pasien, akan tetapi karena keterbatasan
waktu pelaksanaan konseling dilakukan pada pasien dengan keadaan khusus sebagai
berikut :
a. Pasien dengan penyakit kronik seperti : diabetes, TB, dan asma.
b. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan.
c. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan
pemantauan.

56
d. Pasien dengan multirejimen obat.
e. Pasien lansia.
f. Pasien pediatrik melalui orang tua atau pengasuhnya.
g. Pasien yang mengalami masalah berkaitan dengan obat atau Drug Related Problems
(DRP) (Monita, 2009).
Infrastruktur konseling meliputi:
a. Sumber daya manusia
Konseling dilakukan oleh tenaga profesi apoteker yang mempunyai kompetensi
dalam pemberian konseling obat. Apoteker yang melakukan kegiatan konseling
harus memahami aspek farmakoterapi maupun teknik berkomunikasi dengan
pasien agar komunikasi yang terjadi lebih efektif dan intensif (Depkes RI, 2006).
b. Sarana penunjang
Sarana penunjang terdiri dari ruang atau tempat konseling dan alat bantu koseling
(Depkes RI, 2006). Konseling hendaknya dilakukan di ruangan tersendiri yang
dapat terhindar dari macam interupsi (Rantucci, 2009).
Kegiatan konseling memerlukan beberapa tahapan yang meliputi:
a. Pembukaan, hubungan yang baik antara apoteker dan pasien akan menimbulkan
pembicaraan yang menyenangkan. Apoteker memulai dengan memperkenalkan
diri dan mengetahui identitas pasien. Apoteker juga harus menjelaskan kepada
pasien tentang tujuan dan lama konseling.
b. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah tentang
masalah yang potensial terjadi saat pengobatan.
c. Diskusi untuk mencegah dan memecahkan masalah, sebaiknya pasien
dilibatkan untuk mempelajari keadaan yang dapat menimbulkan masalah
potensial dalam pengobatan, sehingga masalah dapat diminimalisasi.
d. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh. Bertujuan juga
untuk mengoreksi kesalahan penerimaan informasi.
e. Menutup diskusi, sebelum ditutup sebaiknya apoteker bertanya kepada pasien
hal-hal yang masih ingin ditanyakan, mengulang pertanyaan dan
mempertegasnya.
f. Follow up diskusi bertujuan untuk memantau keberhasilan terapi, sehingga
diperlukan dokumentasi kegiatan konseling agar perkembangan pasien dapat
dipantau (Depkes RI, 2006).
Aspek konseling yang harus disampaikan kepada pasien menurut Omnibus Budget
Reconciliatiaon Act of 1990 (OBRA ’90), hal yang harus didiskusikan dalam
melaksanakan konseling antara lain: nama dan deskripsi obat, cara pemakaian, dosis,
bentuk sediaan dan durasi pemakaian obat. Selain itu OBRA ’90 juga mengamanatkan
kepada apoteker untuk mendiskusikan tindakan khusus dan pencegahan untuk penyiapan,
administrasi dan penggunaan obat oleh pasien, mendiskusikan efek samping atau efek
samping yang parah atau interaksi dan kontraindikasi yang mungkin terjadi termasuk
pantangan dan tindakan yang harus dilakukan jika terjadi, teknik pemantauan terapi obat
mandiri, penyimpanan, informasi pengobatan kembali dan tindakan jika terjadi salah
dosis (OBRA, 1990).
Berdasarkan Pedoman Konseling Pelayanan dan Kefarmasian di Sarana Kesehatan
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI tahun 2006, aspek yang harus disampaikan dalam
melaksanakan konseling antara lain:

57
a. Deskripsi dan kekuatan obat, apoteker harus memberikan informasi kepada
pasien mengenai bentuk sediaan dan cara pemakaian, nama dan zat aktif obat,
kekuatan obat.
b. Jadwal dan cara penggunaan, penekanan dilakukan untuk obat denga instruksi
khusus seperti waktu minum sebelum atau sesudah makan, pantangan obat
dengan makanan.
c. Mekanisme kerja obat, banyaknya obat yang multi indikasi mengharuskan
apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus dijelaskan sesuai dengan
indikasi obat dan penyakit/gejala yang sedang diobati.
d. Dampak gaya hidup, apoteker harus menanamkan kepercayaan pada pasien
mengenai perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
e. Penyimpanan, cara penyimpanan obat harus diberitahukan kepada pasien
terutama obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya
dan lainnya.
f. Efek potensial yang tidak diinginkan, apoteker sebaiknya menjelaskan
mekanisme atau alasan terjadinya efek samping sederhana. Penjelasan
dilakukan terutama untuk obat yang menyebabkan perubahan warna urin,
kekeringan mukosa mulut dan lainnya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda
dan gejala keracunan (Depkes RI, 2006).

CHECK LIST KONSELING


1. Apoteker memperkenalkan diri (memberi batasan ttg konseling yg akan diberikan)
2. Identifikasi : apakah yang datang pasien sendiri atau bukan
3. Menanyakan kepasien apakah dia mempunyai waktu untuk diberi penjelasan dan
menjelaskan kegunaan konseling
4. Verifikasi nama pasien dan dokter yang memberikan resep
5. Menanyakan kepada pasien apakah dokter telah menjelaskan tentang obat yang
diberikan (Indikasi obat, cara pemakaian obat, dan harapan setelah menggunakan
obat) : Three Prime Question
6. Dengarkan semua keterangan pasien dengan baik dan empati.
7. Menanyakan ada atau tidaknya riwayat alergi
8. Jelaskan tujuan dan harapan pengobatan
9. Menunjukkan kemasan atau membuka kemasan, menunjukkan obat kepada
pasien
10. Jelaskan kepada pasien nama obat, indikasi, cara pemakaian
11. Jelaskan kepada pasien tentang dosis, frekuensi dan lama penggunaan obat
12. Buat jadwal minum obat yang disesuaikan dengan kegiatan harian pasien, dan
tanyakan apakah pasien kesulitan mengikuti jadwal tersebut
13. Menjelaskan tindakan yang perlu jika lupa minum obat
14. Menjelaskan hal-hal yang perlu dihindari selama minum obat
15. Menjelaskan kemungkinan interaksi obat-obat, atau obat-makanan dan cara
mengatasinya
16. Menjelaskan efek samping dan cara menanggulangi efek samping
17. Menjelaskan cara penyimpanan yang benar
18. Menjelaskan jika obat dapat diulang dan kapan harus diulang
19. Menjelaskan terapi non farmakologi
20. Memastikan pasien memahami semua informasi yang diberikan dengan meminta
pasien mengulang kembali

58
21. Menanyakan apakah pasien ada pertanyaan lagi (open ended questions)
22. Menutup pembicaraan dengan baik
23. Memberikan motivasi kepada pasien mengenai kesembuhannya bergantung pada
diri sendiri dan Allah SWT
24. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien
25. Mendokumentasikan semua informasi penting.

59
60
MANAGERIAL
(PEMILIHAN, PERENCANAAN, DAN PEGADAAN)

61
MANAGERIAL
(PENERIMAAN, PENYIMPANAN, DAN DISTRIBUSI)

KASUS 1
Distribusi Obat adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan meliputi pengadaan,
pembelian, penyimpanan, penyaluran, importasi, eksportasi obat dan atau bahan obat.
Berdasarkan penelitian ini, sistem distribusi obat ke pasien rawat inap yang digunakan di
RS X adalah unit dose dispensing (UDD). Penggunaan sistem distribusi UDD di instalasi
rawat inap banyak memberikan keuntungan terutama bagi pasien sebagai konsumen dan
sistem ini dapat berjalan baik dengan dukungan manajemen yang baik dan terpadu
dimana dalam hal ini di RS X telah berjalan dengan baik. Dari data penelitian terjadi
peningkatan pemenuhan kebutuhan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RS X
berdasarkan penurunan nilai persentase pengembalian/retur obat pada bulan Agustus
sebesar 2,23% menjadi 1,70% pada bulan September tahun 2015. Penurunan nilai
persentase pengembalian/retur obat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
yaitu kepastian diagnosa saat pemberian obat ke pasien, terlihat dari persentase peresepan
yang tidak diretur pada bulan Agustus yaitu sebesar 97,77% dan naik di bulan September
dengan persentase peresepan sebesar 98,30% pada tahun 2015. Sehingga sistem distribusi
UDD di RS X berjalan dengan baik karena nilai presentase pengembalian/retur obat sudah
sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) instalasi farmasi yaitu kurang dari
10% tiap bulannya.

Permasalahan :
1. Jelaskan sistem distribusi yang digunakan di RS X
2. Sebutkan syarat penggunaan sistem distribusi tersebut? Dan Sebutkan kelebihan
dan kekurangan sistem distribusi yang ada di RS X?
3. Berdasarkan data diatas sebutkan permasalahan yang dihadapi oleh RS X.
Bandingkan dengan indikator pengelolaan obat dan berikan penyelesaiannya?
4. Sebagai apoteker, berikan masukan bagi rumah sakit X dalam proses distribusi.
5. Jelaskan alur distribusi dan proses penyiapan obat sitotoksik?

KASUS 2
Proses distribusi obat tidak terlepas dari peran organisasi, anggaran, SDM, dan sistem
informasi yang tersedia di rumah sakit. Rumah sakit X memerlukan sistem
pendistribusian yang baik demi peningkatan pelayanan kesehatan kepada pasien. Dengan
sarana dan prasarana yang dimiliki saat ini sistem distribusi obat belum banyak
menimbulkan permasalahan. Sejalan dengan berkembangnya persaingan di bidang
pelayanan kesehatan di sektor swasta, RS X harus meningkatkan mutu pelayanan kepada
pasien. Hasil penelitian yang dilakukan : IFRS berada di bawah wakil direktur pelayanan
medik, Anggaran belanja obat ditetapkan dalam RKAP tahunan. Jumlah SDM telah
mencukupi baik dari segi kualitas dan kuantitas. RS X menggunakan SIMRS berbasis
komputer. Sistem distribusi yang digunakan yaitu Sistem Unit Dose Dispensing,
floorstock dan individual prescription. Tingkat ketersediaan obat mengikuti kebutuhan
obat dirumah sakit , Jadwal pendistribusian obat untuk setiap instalasi telah ditentukan.
Persentase penyimpangan jumlah obat sebesar 29,75%, persentase obat kadaluarsa

62
sebanyak 0,02%, rata-rata waktu kekosongan obat 22,15 hari selama setahun, rata-rata
waktu pelayanan resep adalah 14 menit 55 detik dan persentase obat yang terlayani adalah
100%. Indikator pelayanan resep menunjukan rata-rata item obat di rawat jalan 2,96 dan
di rawat inap 2,61. Persentase obat generik rawat jalan 12,8% dan rawat inap 12,2%.
Persentase peresepan antibiotik rawat jalan 37,16% dan rawat inap 36,6%. Persentase
penggunaan injeksi rawat jalan 8,3% dan rawat inap 44%.
Pertanyaan
1. Jelaskan sistem distribusi yang digunakan di RS X
2. Sebutkan syarat penggunaan sistem distribusi tersebut? Dan Sebutkan kelebihan
dan kekurangan sistem distribusi yang ada di RS X?
3. Berdasarkan data diatas sebutkan permasalahan yang dihadapi oleh RS X.
Bandingkan dengan indikator pengelolaan obat dan berikan penyelesaiannya?
4. Sebagai apoteker, berikan masukan bagi rumah sakit X dalam proses distribusi.
5. Jelaskan alur distribusi dan pencatatan untuk obat obatan Obat Gol Narkotika,
Psikotropika, OOT dan Prekursor?

KASUS 3
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah satu-satunya unit di Rumah Sakit yang
dapat melakukan kegiatan pengelolaan obat. Penyimpanan dan Pendistribusian
merupakan tahapan yang sangat penting dalam kegiatan pengelolaan obat. Penyimpanan
yang baik bisa menjamin mutu dan kualitas obat tetap terjaga, sehingga bisa mengurangi
kerugian dari Rumah Sakit yang diakibatkan dari obat-obatan yang rusak. Sistem
Pendistribusian yang tepat bisa mempermudah pelayanan kepada pasien yang di rawat di
Rumah Sakit. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyimpanan obat di gudang instalasi
Farmasi Rumah Sakit X sebagian besar sudah sesuai dengan standar pelayanan farmasi
Rumah Sakit berdasarkan permenkes nomor 72 Tahun (2016), tetapi untuk sarana dan
prasarana masih perlu untuk dilengkapi lagi, seperti perlengkapan dispensing untuk
sediaan steril maupun non steril yang masih belum tersedia di ruang Instalasi Farmasi.
Pendistribusian obat di gudang instalasi Farmasi Rumah Sakit sebagian besar juga sudah
sesuai dengan standar pelayanan farmasi Rumah Sakit berdasarkan permenkes nomor 72
Tahun (2016), tetapi untuk sistem pelayanan distribusi masih ada yang perlu dilengkapi,
seperti instalasi Farmasi Rumah X belum menerapkan sistem pendistribusian floor stock.
Pertanyaan
1. Jelaskan sistem distribusi yang digunakan di RS X
2. Sebutkan syarat penggunaan sistem distribusi tersebut dan Sebutkan kelebihan
dan kekurangan sistem distribusi yang ada di RS X?
3. Berdasarkan data diatas sebutkan permasalahan yang dihadapi oleh RS X.
Bandingkan dengan indikator pengelolaan obat dan berikan penyelesaiannya?
4. Sebagai apoteker, berikan masukan bagi rumah sakit X dalam proses distribusi.
5. Jelaskan alur distribusi dan proses penyiapan untuk penggunaan obat dengan suhu
tertentu?

63
KASUS 4
Rumah Sakit X telah melaksanakan sistem satu pintu dalam hal distribusi sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan menggunakan sistem Unit Dose
Dispensing (UDD) pada pelayanan distribusi rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan
untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rawat Inap
Rumah Sakit X periode bulan Januari – Februari 2020 yaitu sebesar 88,4% berdasarkan
nilai persentase pengembalian / retur obat sebesar 11,6%. Perolehan dari hasil persentase
retur tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem distribusi sediaan farmasi alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai dengan sistem Unit Dose Dispensing (UDD) yang berjalan
di Instalasi Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit X Periode Januari – Februari 2020 belum
mencapai standar Pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam Surakarta yaitu nilai
angka persentase retur obat kurang dari 10% tiap bulannya.
Pertanyaan
1. Jelaskan sistem distribusi yang digunakan di RS X
2. Sebutkan syarat penggunaan sistem distribusi tersebut dan Sebutkan kelebihan
dan kekurangan sistem distribusi yang ada di RS X?
3. Berdasarkan data diatas sebutkan permasalahan yang dihadapi oleh RS X.
Bandingkan dengan indikator pengelolaan obat dan berikan penyelesaiannya?
4. Sebagai apoteker, berikan masukan bagi rumah sakit X dalam proses distribusi.
5. Jelaskan alur distribusi yang digunakan untuk obat obatan LASA dan HAM?
Sebutkan obat yang termasuk dalam LASA dan HAM?

KASUS 5
Penyimpanan obat merupakan salah satu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan
yang diterima. Peyimpanan obat di IFRS menjadi bagian keutuhan dan kelayakan obat
sebelum diberikan ke pasien, karena kesalahan dalam penyimpanan obat dapat membuat
turunnya kadar atau potensi obat yang akan menyebabkan kerugian RS. Hasil penelitian
didapatkan, rata-rata kesesuaian dengan PMK no 72 tahun 2016 yaitu sebesar 81%, rata-
rata tersebut didapat dari persyaratan penyimpanan sebesar 60%, komponen
penyimpanan 100%, sistem penyimpanan 75%, metode penyimpanan 80%, peralatan
penyimpanan 90%. Hasils rata-rata keseuaian BINFAR yaitu 80,53%. Berdasarkan
indikatopr penyimpanan didapatka kesesuaian penataan gudang yang dilakukan secara
FOFP FEFO namun ada indikator yang belum tercapai seperti TOR sebesar
4,46x/periode, persentase nilai obat kadaluarsa atau rusak 2,3%, stok kosong 5,2% dan
stok mati 1,6%.
Pertanyaan
1. Jelaskan sistem Penyimpanan obat yang digunakan di RS X, Sebutkan syarat
penggunaan sistem penyimpanan tersebut dan sebutkan kelebihan dan kekurangan
sistem penyimpanan yang ada di RS X?
2. Berdasarkan data diatas sebutkan permasalahan yang dihadapi oleh RS X.
Bandingkan dengan indikator pengelolaan obat dan berikan penyelesaiannya?
3. Sebagai apoteker, berikan masukan bagi rumah sakit X dalam proses
penyimpanan.
4. Jelaskan penyimpanan untuk obat obatan LASA, HAM, Obat dengan suhu
tertentu, Obat Gol Narkotika, Psikotropika, OOT dan Prekursor?

64
MANAGERIAL
(PEMUSNAHAN, PENGENDALIAN, ADMINISTRASI)
KASUS 1
Jika diketahui data penggunaan obat sebagai berikut
bulan ke Bulan ke Bulan ke harga
Nama Obat Satuan 1 2 3 satuan
PANTOPRAZOLE 40 MG INJ VIAL 57 81 85 38500
DOCETAXEL 20 MG INJ VIAL 116 206 193 400000
LANTUS INSULIN VIAL 172 158 162 85000
LEVEMIR FLEXPEN FLEXPEN 88 89 120 85000
LEVOFLOXACIN 500MG INFUS BOTOL 371 537 697 27500
METHYLPREDNISOLON 125MG
VIAL 571 584 725 16000
INJ
METRONIDAZOL 500 MG
FLES 1436 1632 1344 9900
INFUS
NOVOMIX FLEXPEN PEN 485 517 556 110000
NOVORAPID FLEXPEN PEN 343 332 359 87000
PACLITAXEL 30 MG/5 ML INJ VIAL 340 239 125 130000
1. Sediaan farmasi, alkes dan bahan medis habis pakai yang bagaimanakah yang
perlu dimusnahkan, menurut PMK no. 8 tahun
2. Tuliskan tahapan pemusnahan obat menurut PMK NO.8 tahun 2014
3. Lakukan pemusanahan obat tersebut obat di atas (asumsikan ED semua), jelaskan
detail sesuai tahapan PKM No.8, tahun 2014
4. Tuliskan tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan
bahan medis habis pakai!
5. Apakah yang di maksud dengan Safety stok, EOQ, ROP serta EOI serta
cantumkan Rumunya cantumkan rumusnya dan keterangannya.
6. Hitunglah Safety stok, EOQ, ROP dan EOI Jika diketahui biaya sekali pemesanan
sebesar Rp 10.000,- serta biaya penyimpanan sebesar 20 %

KASUS 2:
Data penggunaan obat di rumah sakit
Bulan Bulan Bulan Harga
Nama Obat Satuan
Ke 1 Ke 2 Ke 3 Satuan
ALBUMINAR 25% 100
FLES 2 1 2 2,035,000
ML
SYRIN
APIDRA INSULIN 30 45 27 87,000
GE
SYRIN
ARIXTRA 2,5 MG INJ 8 16 10 342,499
GE
TABL
CANDERIN 16 MG TAB 249 329 282 9,350
ET
CATAFLAM D 50 MG TABL
711 582 615 5,108
TAB ET
CELEBREX 200 MG TABL
360 231 108 12,874
CAP ET

65
TABL
CONCOR 1.25 MG TAB 1,211 1,957 2,763 1,750
ET
DIAMICRON MR 60 MG TABL
1,173 837 1,071 2,992
TAB ET
TABL
EPERISONE 50MG TAB 2,797 2,971 2,812 990
ET
TABL
FLUDARA 10 MG TAB 15 30 11 220,000
ET
HERBESSER 50 MG AMPU
39 12 15 188,100
INJEKSI L
HERBESSER CD 200 TABL
808 540 627 4,650
CAP ET
KETOROLAC 10 MG TABL
1,981 2,254 1,425 1,879
TA ET
LAPIBAL 500 MG AMPU
193 105 93 24,200
INJEKSI L
LEVOFLOXACIN BOTO
108 125 155 27,500
500MG INFUS L
AMPU
NTG 10MG INJ 44 79 107 41,113
L
PANTOPRAZOLE 40
VIAL 57 81 85 38,499
MG INJ
SANDIMUN NEORAL KAPS
250 233 352 11,801
25 MG CAP UL
SPORACID 100 MG TABL
164 189 113 19,503
CAP ET
TRICHODAZOL 500 MG BOTO
35 28 25 91,025
INFUS L
AMPU
VENOFER 100 MG INJ 8 13 20 202,400
L
VENTOLIN 2.5 MG AMPU
509 734 831 4,000
NEBULES L
1. Dari cata diatas buatlah Analisis ABC kemudian buatlah prioritas pengadaan
dengan kom binasi antara analisis ABC dan VEN
Kelompokan yang termasik obat hight alert dan obat NORUM serta bagai mana
cara penyimpanan dan penataannya.
2. Hitunglah Safety stok, EOQ, ROP dan EOI Jika diketahui biaya sekali pemesanan
sebesar Rp 10.000,- serta biaya penyimpanan sebesar 20 %
3. Lakukan pemusanahan obat tersebut obat di atas (asumsikan ED semua), jelaskan
detail sesuai tahapan PKM No.8, tahun 2014

66
KASUS 3:
Data penggunaan obat di rumah sakit
Sedia Bulan Bulan Bulan Harga
Nama Obat
an ke 1 ke 2 ke 3 Satuan
ABU INJ VIAL 11 3 0 361,897
ACETYLCYSTEINE 200 CAPS
3,585 3,357 4,384 426
MG CAPS UL
AMOXSAN 125MG/5ML BOTO
65 79 50 22,781
SYR L
AMOXSAN FORTE BOTO
47 39 51 32,489
250MG/5ML SYR L
KAPS
CEFIXIME 200MG CAP 496 528 543 2,299
UL
TABL
CLONEX 500 TAB 1,470 2,082 2,249 825
ET
DIAMICRON MR 60 MG TABL
404 240 151 5,925
TAB ET
AMP
GRANON 1 ML INJ 27 25 23 57,200
UL
IMUNOS SYRUP FLES 24 21 24 63,250
KAPL
IMUNOS TAB 158 240 231 7,150
ET
ISOPRENOSINE 500 MG TABL
107 159 131 12,084
TAB ET
LANTUS INSULIN PEN 8 6 10 179,632
TABL
LAZ 30MG CAP 78 110 166 13,860
ET
TABL
MERTIGO 6MG TAB 381 375 367 3,245
ET
METFORMIN 500 MG TABL
16,723 16,663 16,946 100
TAB ET
TABL
NARFOZ 4 MG TAB 82 111 95 15,125
ET
CAPS
NEXIUM 40 MG CAP 76 54 136 18,149
UL
NOVALGIN 50 MG/ML 60 BOTO
37 18 41 43,835
ML SYR L
ONDANSETRON 8 MG TABL
1,434 1,570 1,635 886
TAB * ET
TABL
OSSORAL 800 MG TAB 516 400 220 4,290
ET
TABL
PARIET 10 MG TAB 64 91 84 18,561
ET
TABL
PHARDEX TAB 379 215 378 4,400
ET
KAPS
PUMPITOR 20 MG CAPS 105 94 73 13,816
UL

67
TRIAMCINOLONE 4 MG TABL
2,373 2,557 2,393 591
TAB* ET
TRIMETAZIDINE 35 MG TABL
723 999 824 1,617
TAB ET
CAPS
VECTRINE 300 MG CAP 223 215 572 4,400
U
AMP
VIT C 200MG INJ * 170 222 264 5,772
UL
VOMETA 10 MG FLASH TABL
279 446 422 3,960
TABLET ET
1. Kelompokan obat yang ter masuk hight alert serta bagaimana cara penyimpanan
dan penataan obat tersebut
2. Kelompokan obat yang termasuk NORUM serta bagaimana cara penyimpanan
dan penataan obat tersebut
3. Hitunglah Safety stok, EOQ, ROP dan EOI Jika diketahui biaya sekali pemesanan
sebesar Rp 10.000,- serta biaya penyimpanan sebesar 20 %
4. Lakukan pemusanahan obat tersebut obat di atas (asumsikan ED semua), jelaskan
detail sesuai tahapan PKM No.8, tahun 2014

68
KASUS 4:
4A. Jika Diketahui data pemakaian obat selama bulan Januari – Mei 2021 di suatu
rumah sakit sebagai berikut :
Sisa Harga
Jumlah pemakaian (Januari-
Nama Obat Satuan Oba Satua
Mei)
t n
TABLE 400 650
CEFADROXIL 500 MG CAP 17500
T
TABLE 100 4600
CO AMOXYCLAVE TAB 2500
T
TABLE 350 1300
CLINDAMYCINE 300 MG CAP 8000
T
TABLE 2000 300
SPIRONOLACTONE 25 TAB 32500
T
KAPSU 10 34000
FLUKONAZOL 150 MG KAPSUL 350
L
TABLE 3500 100
METFORMIN 500 MG TAB 82500
T
ACETYLCYSTEINE 200 MG CAPSU 250 450
17500
CAPS L
TABLE 80 12000
ISOPRENOSINE 500 MG TAB 650
T
ASAM TRANEXSAMAT 500 TABLE 550 850
8500
TAB T
KAPLE 200 7200
IMUNOS TAB 1000
T
TABLE 650 600
TRIAMCINOLONE 4 MG TAB 11500
T
KAPSU 90 2300
CEFIXIME 200MG CAP 2500
L
Hitung kebutuhan Obat selama 1 tahun jika diperkirakan waktu tunggu pengadaan
selama 2 bulan, serta hitung biaya pengadaan untuk semua obat diatas. Jika dari
obat-obat di atas terdapat obat NORUM jelaskan dan berilah ilustrasi bagaimana
cara penataannya.

69
4B. Diketahui data penggunaan obat di rumah sakit sebagai berikut :
Bulan Bulan Bulan Harga
Nama Obat Satuan
ke 1 Ke 2 ke 3 Satuan
TABLE
ALPRAZOLAM 0,5 MG TAB 415 450 395 84
T
TABLE
ALPRAZOLAM 1 MG TAB 749 1,191 1,222 149
T
TABLE
CLOBAZAM 10 TAB 2,469 2,208 2,237 941
T
AMPU
CLOPEDIN 2 ML INJEKSI 69 94 60 27,830
L
TABLE
CODEIN 10 MG TAB 1,336 1,203 1,494 605
T
TABLE
CODEIN 20 MG TAB 572 1,164 899 1,331
T
TABLE
DIAZEPAM 2 MG 1,578 1,184 1,532 99
T
LEMB
DUROGESIC 12.5 PATCH 19 34 14 97,725
AR
KAPLE
INTUNAL TAB 171 167 237 454
T
METHYLERGOMETRINE 0,125 TABLE
4,123 4,624 4,627 271
MG TAB T
METHYLERGOMETRINE 200 AMPU
574 659 581 3,325
MCG NJ L
AMPU
MIDAZOLAM 5 MG INJ 188 234 157 13,200
L
TABLE
NALGESTAN TAB 228 285 263 1,225
T
TABLE
PHENOBARBITAL 30 MG TAB 1,809 1,477 1,174 165
T
TABLE
RHINOFED TAB 520 478 528 1,694
T
KAPSU
RHINOS SR CAP 892 1,067 690 4,950
L
TABLE
SANMAG TAB 845 505 718 836
T
1. Buatlah analisis ABC untuk data penggunaan obat diatas !
2. Golongkan obat-obat tersebut ke dalam golongan narkotik, psikotropik dan
prekursor menurut undang-undang yang berlaku.
3. Bagaimana pengelolaan obat-obat tersebut serta buatlah surat pesanan dengan
jumlah pesanan adalah penggunaan rata-rata setiap bulan.
(tuliskan undang-undang yang digunakan)
4. Hitunglah Safety stok, EOQ, ROP dan EOI Jika diketahui biaya sekali
pemesanan sebesar Rp 10.000,- serta biaya penyimpanan sebesar 20 %
5. Lakukan pemusanahan obat tersebut obat di atas (asumsikan ED semua),
jelaskan detail sesuai tahapan PKM No.8, tahun 2014

70
KASUS 5:
5A. Jika di suatu rumah sakit memiliki clinical pathway untuk pasien operasi
appendiksitis akut sebagai berikut :
Anak
Injeksi:
Cefotaxim 100 mg/kg/BB/Hari, Paracetamol 15 mg/kg/BB/hari, Ranitidin 2
mg/kg/BB/kali, / 12 jam, RL 10 tpm (hari pertama sampai hari ke tiga)
Oral :
Amoxicilin 50 mg/kg/BB/kali, 3x sehari, Paracetamol 10 mg/kg/BB/kali, 3x
sehari (untuk obat pulang selama 5 hari)

Dewasa
Injeksi :
Parasetamol 15 mg /KgBB/hari, Ketorolac 1amp/12 jam, Ceftriaxone 1gr/12 jam,
Infus RL 20 tpm (hari pertama sampai hari ke tiga)
Oral :
Cefadroxil 3x500mg, Asam mefenamat 3x500mg (untuk obat pulang selama 5
hari)

Jumlah pasien pada bulan lalu untuk operasi appendiksitis anak sebanyak 30
pasien dengan berat badan 10 kg dan dewasa sebanyak 20 pasien dengan berat
badan 60 kg. Dengan data tersebut buatlah perhitungan kebutuhan obat selama 6
bulan jika waktu tunggu pengadaan selama 20 hari dengan adanya penambahan
stok pengaman sebanyak 10% untuk mengantisipasi kejadian luar biasa.

Nama obat Sisa obat


Cefotaxim inj 50
Paracetamol infus 20
Ranitidine inj 40
Amoxicillin tab 200
Paracetamol tab 200
Ketorolac inj 40
Ceftriaxon inj 60
RL 80
Cefadroxil cap 100
Asam Mefenamat tab 100

5B. Jika di suatu rumah sakit memiliki standar terapi untuk pasien demam typhoid
sebagai berikut :
seftriakson 4 gram dalam dekstrosa 100 ml selama 30 menit 1x sehari selama 5
hari RL 20tpm. Untuk obat pulang diberikan Tiamfenicol 4 x 500 mg serta
Paracetamol 3 x 500mg selama 7 hari
tingkat kejadian pasien demam tipoid selama bulan September hingga desember
2016 sebanyak 240 pasien, hitung kebutuhan obat selama 1 tahun jika diketahui
waktu tunggu pengadaan 30 hari. Sisa stok per 31 desember 2016 untuk
seftriakson 1 g inj 300 vial, dekstrosa 100 ml 100 botol, RL 200 botol,
Thiamfenicol 150 kapsul, paracetamol 100 tablet.

71
Nama Obat Harga satuan (Rp)
Seftriakson 20000
Dekstrose 13000
RL 10000
Thiamfenicol 500
Paracetamol 200
Hitung besar biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan obat tersebut selama 1
tahun
Dan jika ditehaui besarnya biaya pemesanan sebesar Rp 5000 dan biaya
penyimpanan sbesar 20%, hitunglah jumlah pengadaan yang paling ekonomis
serta interval pengadaan yang paling ekonomis untuk masing-masing obat.

72
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
(GANGGUAN SYARAF ENDOKRIN)

Kasus 1
Kasus Kecemasan (Generalized anxiety disorder –GAD)
Seorang ibu bernama Tia berusia 47 tahun, bercerai dari suaminya, memiliki dua anak,
ia bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta. Dari hasil pengukuran skala
kecemasan lewat Hamilton Anxiety Rating Scale diperoleh data bahwa Bu Sani
mengalami kecemasan ringan dengan skor HAM-A sebesar 16 sejak berpisah dengan
suaminya. Dokter telah memberikan terapi lewat psikoterapi rutin. Kondisi tidak
membaik hingga saat ini.
Pemeriksaan saat ini:
Bu Tia merasa selalu khawatir dan cemas hampir sepanjang waktu, mencemaskan
segala hal. Kekhawatiran nya terus memburuk dalam beberapa bulan terakhir ini. Saat
kecemasan muncul ia merasa ada ketegangan di punggung, leher, pundak, perasaan
tidak nyaman di perut (menduga dirinya terkena penyakit maag), degup jantung
meningkat, kadang merasa kesulitan bernafas. Sejak kejadian itu ia kesulitan tidur. Saat
dilakukan pemeriksaan kembali diperoleh skor HAM-A sebesar 28.
Data klinik pasien :
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis (sadar sepenuhnya)
TD : 140/90 mmHg
RR : 25x/menit
HR : 96x/menit
Suhu : 36,60C

Hasil diagnosa dokter ibu Tia dinyatakan menderita penyakit kecemasan umum (GAD)
derajat sedang-berat.
TUGAS :
1. Bagaimana algoritma terapi untuk pasien anxietas?
2. Bagaimana terapi untuk pasien anxietas derajat ringan? Cukupkah hanya dengan
psikoterapi?
3. Bagaimana terapi untuk pasien anxietas derajat sedang atau sedang-berat?
4. Apakah obat pilihan yang sesuai untuk kondisi pasien tsb?
5. Bagaimana memonitor perkembangan kondisi pasien?
6. Bila dilakukan terapi dengan golongan SSRI, apa saja yang perlu dimonitor ?
7. Bila sudah dilakukan terapi dengan golongan benzodiazepin, apa saja yang perlu
dimonitor dan dikendalikan?
8. Carilah data biaya terapi kecemasan dengan obat golongan benzodiazepin dan
SSRI, dan cari berapa lama kesembuhan rata2 pasien. Hitung dan bandingkan
antara kedua obat tsb, mana yg lebih tinggi nilai cost effective. (bila tdk
ditemukan data antar gol obat bs dicari data obat2 dlm 1 golongan)

Kasus 2
Epilepsi :
Pasien 1 : Pasien berjenis kelamin perempuan sejak usia 12 tahun sudah mengalami
sering mengalami seizure namun orang tuanya yang tidak paham kondisi anaknya
sehingga tidak segera melakukan pengobatan utk anaknya. Baru ketika anaknya berusia

73
14 tahun dibawa ke dokter dan didiagnosis jenis epilepsy tonik klonik. Oleh keadaan
orang tuanya yang tidak terlalu memahami kesehatan anaknya, seringkali tidak
memantau pemberian obat ke anaknya, jarang sekali membawa anaknya kontrol ke
dokter kecuali saat terjadi kekambuhan yang agak berat. Pasien hingga saat ini dalam
usia 27 tahun (BB 55 kg) masih menggunakan OAE Asam Valproat dengan dosis
perawatan 30 mg/kg BB per hari. Pada saat pemakaian di dosis perawatan, pasien
kadang merasa pusing, sempat dicek lab ditemukan adanya peningkatan AST dan ALT.
Pemakaian berlanjut hingga pasien dewasa. Saat dewasa pasien sudah lebih
memperhatikan kondisinya sehingga kekejangan sudah tidak terjadi lagi. Pasien saat ini
sudah menikah, namun masih membatasi kehamilan dengan kontrasepsi oral Pil KB
Andalan yang mengandung etinilestradiol 0,03 mg dan levonorgestrel 0,15 mg.
Pasien 2 : Pasien berjenis kelamin perempuan saat usia 9 tahun mengalami seizure
pertama kali di rumah sehingga orang tuanya segera melakukan pengobatan utk
anaknya. Dokter mendiagnosis jenis epilepsy tonik klonik. Pasien menjalani terapi
OAE asam valproat dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hari, kemudian dosis dinaikkan ke
20 mg/kg BB/hari. Saat dosis optimal sempat naik ke dosis 40 mg/kg BB/hari, namun
kemudian karena keadaan sudah membaik, pasien sudah stabil maka dosis perawatan
diberikan 30 mg/kg BB/hari. Kontrol dijalankan secara rutin. OAE digunakan secara
teratur, orang tuanya juga sangat memperhatikan kondisi keseharian, menerapkan pola
hidup sehat, mengatur agar anaknya tidak stres akibat kegiatan sekolahnya. Pada tahun
kedua perawatan pasien sudah stabil tak pernah mengalami kejang sama sekali,
sehingga dokter menurunkan dosis OAE tsb dan pada bulan ke 4 pasien sudah lepas dari
pengobatan. Selama lepas obat pasien sudah tidak mengalami serangan lagi.
Riwayat pengobatan:
Kedua pasien pada awal terapi mendapat asam valproat dosis 10 mg/kg BB/hari. Karena
masih terjadi kejang, sehingga dosis dinaikkan 20 mg/kg BB/hari sempat naik ke
40mg/kg BB/hari. Saat pasien masih menjalani terapi perawatan (maintenance) dengan
obat yang sama pada dosis perawatan 30 mg/kg BB/hari.
Pemeriksaan fisik : pasien 1 : BB 55 kg, TD 110/80 mmHg, suhu : 36,30C, Hb : 9
pasien 2 : BB 65 kg, TD 120/80 mmHg, suhu : 36,70C, Hb : 11
Tugas :
1. Lakukan analisis SOAP utk kedua pasien
2. Mengapa dipilih asam valproat utk terapi kedua pasien?
3. Mengapa pasien 1 hingga dewasa tetap memakai OAE, sementara pasien 2
sudah lepas obat?
4. Apa monitor yang harus dilakukan untuk pasien selama terapi OAE asam
valproat?
5. Pada pasien 1 apa resiko DRP ketika pasien mulai memakai pil KB nya?
6. Apa yang harus dilakukan bila ditemukan resiko DRP?
7. Bilamana pasien berencana hamil apa yang harus dilakukan? Beri saran untuk
pasien.
8. Carilah data biaya terapi epilepsi dengan obat golongan valproat atau OAE lain,
dan cari berapa lama kesembuhan rata2 pasien dengan obat tsb. Hitung dan
bandingkan antara obat2 tsb, mana yg lebih tinggi nilai cost effective. (bila tdk
ditemukan data antar gol obat bs dicari data obat2 dlm 1 golongan). Asumsi
sembuh : pasien sudah lepas dari OAE dan tdk terjadi serangan lagi.

74
Kasus 3
Depresi
Pasien 1 : Pasien perempuan berusia 28 tahun, karyawan bank, mengalami perasaan
(mood) yang memburuk dalam 2 bulan terakhir ini, tidak ingin makan, kadang di malam
hari tiba-tiba sedih, sulit untuk tidur, malas beraktivitas dan bekerja, saat kerja sulit untuk
fokus pada pekerjaan dan tiba-tiba seperti tidak mampu lagi melakukan pekerjaannya
dulu, sehingga ia merasa stress.

Hasil diagnosis dokter : pasien dinyatakan mengalami depresi mayor dengan skor
Hamilton depression scale sebesar 18 (kategori keparahan sedang), disarankan
menjalankan psikoterapi dan memulai terapi dengan antidepresan sertralin dosis awal 50
mg/hari pada minggu ke 2 naik menjadi 100 mg/1x sehari. Dosis ini yang dipakai hingga
saat ini 150 mg/hari.

Pasien menjalani psikoterapi secara rutin. Pada 6 bulan perawatan dengan antidepresan
tsb pasien mulai stabil, semangat hidupnya mulai pulih. Skor HDS turun menjadi 10,
sehingga dokter berencana menurunkan dosis.

Hasil pemeriksaan : Tekanan darah 120/80 mmHg


RR 26 x/menit
BB 48 kg/TB 150 cm

Pasien 2 : Pasien perempuan berusia 21 tahun, masih kuliah sedang menyelesaikan tugas
akhirnya. Ia mengalami perasaan (mood) yang memburuk dalam 6 bulan terakhir ini,
tidak ingin makan, malas mengerjakan tugas akhirnya, merasa stress, enggan keluar
bersama teman-temannya.

Hasil diagnosis dokter : pasien dinyatakan mengalami depresi mayor dengan skor
Hamilton depression scale sebesar 12 (kategori keparahan ringan), disarankan
menjalankan psikoterapi saja. Kondisi pasien yang jauh dari orang tua membuat
keadaannya tidak ada yang mengontrol sehingga hampir tidak pernah menjalani
psikoterapi. Akhirnya keadaan memburuk dan muncul keparahan gejala. Saat dicek skor
HDS menjadi 18, sehingga dokter memulai terapi dengan antidepresan sertralin dosis
awal 50 mg/hari pada minggu ke 2 naik menjadi 100 mg/1x sehari. Dosis ini dipakai
hingga saat ini. Selama menjalani terapi pasien sempat mencoba bunuh diri namun sempat
diselamatkan teman kosnya. Dokter masih mencoba mencari pengganti antidepresan
untuk pasien tsb.

Hasil pemeriksaan : Tekanan darah 120/80 mmHg


RR 23 x/menit
BB 38 kg/TB 165 cm

Tugas :
1. Lakukan analisis SOAP
2. Apa yang membuat pasien 1 membaik dan sebaliknya pasien 2 memburuk?
3. Apa yang anda sarankan ke dokter untuk terapi pada pasien 2? Jelaskan
pertimbangan anda dalam memilih obat tsb!
4. Bagaimana pemantauan terapi untuk pasien tsb?

75
5. Apa yang perlu dilakukan pada pasien 2 bila sudah dilakukan penggantian obat
namun keadaan terus memburuk?
6. Informasi apa yang bisa anda sampaikan kepada pasien, terkait pemberian
masing2 obat dan efek sampingnya?
7. Bilamana pasien dapat dihentikan pengobatan antidepresinya ?
8. Carilah data biaya terapi depresi dengan obat golongan SSRI (setralin atau SSRI
yg lain) dan gol TCA, dan cari berapa lama kesembuhan rata2 pasien dengan
obat2 tsb. Hitung dan bandingkan antara obat2 utk terapi kondisi depresi ringan
dan bandingkan utk depresi sedang-berat, mana yg lebih tinggi nilai cost
effectivenya.

Kasus 4
Kasus DM tipe 2
Data pasien :
Nama : Bpk. R
Usia : 56 tahun
Alamat : Jln Sancaka 24
Pekerjaan : swasta
BB/TB : 45 kg/ 170 cm
Tanggal masuk RS : 3 Mei 2021

RIWAYAT MASUK RS
Pasien dibawa ke IGD oleh keluarga, dengan keluhan : mual dan muntah hebat,
asidosis metabolic diduga akibat DM nya yang tidak terkontrol dengan baik, pasien juga
mengalami rasa gatal di kaki dan sudah timbul ganggren pada kaki kanan. RR =29
x/menit (nilai RR normal 12-20x/menit), TD 80/60 mmHg, suhu 38.5 C.
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
Pasien pernah menjalani pengobatan dengan metformin-glibenklamide sejak 5 tahun
yll, namun sejak 1 tahun belakangan ini pasien tidak lagi rutin mengkonsumsi obat, pola
diet dan olah raga saat ini sudah tidak dihiraukan lagi. Berat badanya belakangan ini
terus menurun secara drastis.
Diagnose :
DM tipe 2
Pemeriksaan Lab
Hb = 12 mg/dL
GDS = 300 mg/dL
GDP = 270 mg/dL
Pasien tidak melakukan pengukuran HbA1c tetapi diketahui data kesetaraan HbA1c
terhadap kadar glukosa darah adalah sbb :
• 7%, setara dengan gula darah 152 mg/dL
• 8%, setara dengan gula darah 183 mg/dL
• 9%, setara dengan gula darah 212 mg/dL
• 10%, setara dengan gula darah 240 mg/dL
• 11%, setara dengan gula darah 269 mg/dL
• 12%, setara dengan gula darah 298 mg/dL

Nilai HbA1c normal : 5,6%


Riwayat Pengobatan saat ini :

76
1. Ranitidine injeksi 2x1 iv
2. Glargin sebagai basal insulin 10 IU, malam sebelum tidur
3. Metformin 2 x 500 mg dan glibenklamid 2 x 5 mg
4. Infus RL 20 tpm
5. Injeksi iv seftriakson 2 x 1 g dan metronidazole 3 x 500 mg

Perkembangan penyakit :

3 /5/20 sesak nafas, mual dan muntah, TD 80/60 mmHg, suhu


35.9 C, GDS= 300 mg/dL, GDP = 270 mg/dL, luka
ganggren basah bernanah
4/5/20 sesak nafas, mual dan muntah, RR =30 x/menit, TD
80/60 mmHg, suhu 36,5 C, GDP=270 luka ganggren
basah bernanah
6/5/20 RR 27/menit, TD 90/60 mmHg, suhu 36,5 C, GDP =
260 luka ganggren basah dan nanah mulai berkurang

Tugas :
1. Lakukan analisis SOAP
2. Apakah terapi yang diberikan sudah tepat?
3. Apakah terdapat DRP pada terapi tsb? jelaskan
4. Bagaimana pemantauan terapi untuk pasien tsb?
5. Berikan PIO yang tepat kepada pasien
6. Bila selama perjalanan terapi ditemukan penurunan/kerusakan fungsi ginjal
apa yang perlu dilakukan?
7. Carilah data biaya terapi DM tipe 2 dengan obat golongan sulfonilurea,
biguanida dan insulin, dan cari berapa lama kesembuhan rata2 pasien dengan
obat2 tsb. Hitung dan bandingkan antara obat2 tsb nilai cost effectivenya

Kasus 5
Hipertiroid
Seorang anak perempuan berusia 14 th mengalami gejala hipertiroid seperti keringat
berlebih yang terasa panas di badan, nafsu makan meningkat tetapi berat badan malah
menurun, pola menstruasi berubah, takhikardi. Diamati ada pembesaran pada kelenjar
gondoknya.
Hasil pemeriksaan fungsi kelenjar tiroid yang meliputi T4, T3, TSH, antibodi anti-TSH
reseptor adalah sbb :
T4 bebas (FT4) 2.87 ng/dL (nilai normal pd perempuan pubertas/dewasa : 0.73-1.84)
T3 total 374.00 ng/dL (nilai normal :123-211)
TSH <0.018 mU/L (nilai normal : 0,5-5 mU/L)
T4 18.2 ug/dL (nilai normal : 5.0-12.0 ug/dL)
Antibodi antitiroglobulin >3000 IU/ml (hasil Ab negatif <60 IU/mL, equivocal 60-
100 IU/mL, positif >100 IU/mL)

Dari data laboratorium tsb ditemukan bahwa pasien positif mengalami penyakit
hipertiroid Grave.
Riwayat pengobatan :

77
Pasien pada awalnya diterapi dengan metimazol namun setelah 2 minggu terapi pasien
mengalami gangguan sendi sehingga metimazol dihentikan.
Kondisi pembesaran kelenjar gondok dalam perjalanan terapi masih terus muncul.
Tugas :
1. Apa saran anda terkait pilihan terapi untuk pasien tsb?
2. Apa pula saran terapi untuk mengatasi simptom?
3. Kapan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang utk cek fungsi tiroid?
4. Bila kondisi pembesaran kelenjar terus berlangsung terapi apa yang sebaiknya
disarankan?
5. Bila digunakan terapi yang akan meniadakan fungsi kelenjar tiroid pasien akan
mengalami kondisi hipotiroid setelah terapi tsb, apa yang perlu disarankan utk
pasien dg kondisi barunya itu?
6. Carilah data biaya terapi pada pasien hipertiroid, bandingkan obat-obat antitiroid
(misal antara PTU dengan metimazol atau obat antitiroid lain).

Ctt : lakukan pengisian form PTO pd setiap kasus

78
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
(GANGGUAN KARDIOVASKULER)

79
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
(INFEKSI 1)

80
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
(INFEKSI 2)

81
REKONSILIASI
(NAFAS DAN DARURAT)

82
PELAYANAN INFORMASI OBAT
(KANKER, MENSTRUASI DISHORDER)

83
SKRINING
(SALURAN CERNA DAN KULIT)

84
MONITORING EFEK SAMPING OBAT
(HEMATOLOGI, MATA, THT)

85
TPN IV ADMIXTURE
(GANGGUAN NUTRISI)

86
KONSELING
(GANGGUAN RENAL, SENDI, DAN NYERI)

87
88
MANAGERIAL
(PEMILIHAN, PERENCANAAN, DAN PEGADAAN)

89
MANAGERIAL
(PENERIMAAN, PENYIMPANAN, DAN DISTRIBUSI)

90
MANAGERIAL
(PEMUSNAHAN, PENGENDALIAN, ADMINISTRASI)

91
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
(GANGGUAN SYARAF ENDOKRIN)

92
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
(GANGGUAN KARDIOVASKULER)

KASUS 1. HIPERTENSI
Tn. S (62 tahun) datang ke klinik untuk kontrol rutin. Tidak ada keluhan selain kadang-
kadang sakit kepala dan pusing di pagi hari setelah minum obat, sedikit batuk dan sesak
nafas bila berjalan agak jauh.

Riwayat penyakit:
Hipertensi 15 tahun
DM tipe 1
PPOK (tingkat sedang)
Benign prostatic hyperplasia
Chronic kidney disease

Obat-obatan:
HCT 25 mg pagi hari
Insulin 70/30, 24 unit pagi, 12 units sore
Doxazosin 2 mg pagi
Albuterol inhaler 2 semprot tiap 4-6 jam jika nafas pendek
Tiotropium 1 kali sehari satu kapsul untuk inhalasi
Salbutamol inhaler 100 mcg 1 semprot 2 kali sehari
Acetaminophen 5000 mg tiap 6 jam jika sakit kepala

Pasien tidak mengalami masalah saluran cerna, tapi sedikit sulit buang air kecil, tapi
sembuh sejak mendapatkan doxazosin.

Tekanan darah 168/92 mmHg


Heart rate 76 bpm (regular), Respiratory rate 16/menit, suhu 37°C; BB 95 kg, TB 172
cm.

Laboratorium:
Na 142 mEq/L Ca 9,7 mg/dL Fasting Lipid Spiromteri:
K 4,8 mEq/L Mg 2,3 mEq/L Total Chol 169 mg/dL FVC 2,38 L
Cl 101 mEq/L HbA1C 6,2% LDL 99 mg/dL FEV1 1,21 L
CO2 27 mEq/L Alb 3,5 g/dL HDL 40 mg/dL (54% pred)
BUN 22 mg/dL Hgb 13 g/dL TG 151 mg/dL FEV1/FVC
51%
SCr 1,6 mg/dL Hct 40% (38% pred)
Glucose 136 mg/dL
WBC 9,0 × 103/mm3
Plts 189 × 103/mm3

Urinalisis:
Kuning, jernih, pH 5.5, (+) protein, (–) glukosa, (–), keton, (–) bilirubin, (–) darah, (–)
nitrit, RBC 0/lapang pandang, WBC 1–2/lapang pandang, (-) bakteri, 1–5 sel epitel.

Tugas:

93
Lakukan kajian Evaluasi Penggunaan Obat terhadap obat-obatan yang digunakan
pasien dengan indikator rasionalitas penggunaan obat!

KASUS 2: SINDROM KORONER AKUT


Tn. A, 75 tahun, dengan riwayat ACS, hipertensi, DM tipe 2, dan gagal ginjal. Terapi DM
selama ini meggunakan metformin dan acarbose. Pasien dirawat di ICCU tanggal 4 Maret
2021 karena sindrom koroner akut. Pasien menjalani angiografi koroner dan dokter
memutuskan untuk melakukan percutaneous coronary intervention (PCI). Pasien masuk
ke bangsal dengan kondisi HbA1c 11.8% dan fasting blood glucose (FBG) 19.4-11.4
mmol/L sejak 4-6 Maret.

Obat:
Obat Tanggal (Maret)
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Metformin 500mg
3.d.d
Akarbose 50mg 50mg 50mg
3.d.d 3.d.d 3.d.d
Insulin 24U 12U 8U 6U 6U 10U 10U 10U 10U
Atorvastatin 20mg
malam
Pravastatin 10mg 10mg 10mg 10mg 10mg 10mg 10mg 10mg
malam malam malam malam malam malam malam malam
Fenofibrat 200mg 200mg 200mg 200mg 200mg 200mg 200mg 200mg
siang siang siang siang siang siang siang siang
Aspirin 100mg 100mg 100mg 100mg 100mg 100mg 100mg 100mg 100mg
1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d
Klopidogrel 75mg 75mg 75mg 75mg 75mg 75mg 75mg 75mg 75mg
1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d 1.d.d
Furosemida 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg
pagi pagi pagi pagi pagi
Spironolakton 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg
pagi pagi pagi pagi pagi pagi pagi pagi pagi
Pantoprazol 40mg 40mg 40mg 40mg 40mg 40mg 40mg 40mg 40mg
siang siang siang siang siang siang siang siang siang
Metoprolol 12,5mg 12,5mg 12,5mg 12,5mg 12,5mg 12,5mg 12,5mg 12,5mg 12,5mg
pagi pagi pagi pagi pagi pagi pagi pagi pagi
Kaptopril 2,5mg 2,5mg
pagi pagi

Hasil Laboratorium
Parameter Tanggal (Maret)
4 5 6 7 8 9 10 11 12
9
WBC (10 /L) 14,92 - 9,9 10,7 - - 9,0 - -
RBC (1012/L) 4,56 - 4,26 4,67 - - 4,71 - -
Limfosit (%) 5,4 - 15,2 11,3 - - 13,8 - -
Monosit (%) 13,5 - 8,7 9,3 - - 9,3 - -
Eosinofil (%) 0,4 - 1,9 1,0 - - 2,3 - -
Basofil (%) 0,3 - 0,4 0,2 - - 0,3 - -
Kolesterol 7,13 - 6,39 - - - 6,13 - -
total
(mmol/L)

94
TTG 11,32 - 7,44 - - - 3,7 - -
(mmol/L)
LDL 1,74 - 2,09 - - - 3,7 - -
(mmol/L)
HDL 0,79 - 0,81 - - - 0,86 - -
(mmol/L)
Kreatinin 192 - 241 242 - - 240 - -
(μmol/L)
Urea nitrogen 12,8 - 18,5 20,2 - - 27,7 - -
(μmol/L)
Asam urat 578 - 690 707 - - 658 - -
(μmol/L)
GFR 30 - 23 23 - - - - -
Albumin 49,7 - - 48,7 - - - - -
darah (g/L)
AST (U/L) 46 - - 24 - - - - -
ALT (U/L) 165 - - 23 - - - - -
Bilirubin 11,4 - - 12,8 - - - - -
(μmol/L)
Troponin 102 - 9,21 - - - 0,87 - -
(ng/mL)

Tugas:
Lakukan kajian Evaluasi Penggunaan Obat terhadap obat-obatan yang digunakan
pasien dengan indikator rasionalitas penggunaan obat!

KASUS 3: DISLIPIDEMIA

Ny. I, 56 tahun datang ke klinik untuk kontrol rutin. Pasien menyatakan tidak ada keluhan
apapun.
Riwayat kesehatan:
Obesitas (BMI 35,6 kg/m2)
Hipertensi 24 tahun
Osteoarthritis di kedua lutut

Riwayat pengobatan:
Enalapril 10 mg po BID
Ibuprofen 200 mg, 4 tablet/hari jika nyeri lutut.
Tanda vital:
TD 147/92, P 83, RR 16, suhu 37.2°C; BB 97 kg, TB 155 cm

Laboratorium:
Na 142 mEq/L Ca 8,6 mg/dL WBC 5,3 × 103/mm3 Lipid Profile:
K 4,9 mEq/L Mg 2,1 mEq/L Hemoglobin 11,5 g/dL TC 259
mg/dL
Cl 104 mEq/L AST 34 U/L Hematocrit 34,6% HDL 37
mg/dL

95
CO2 24 mEq/L ALT 31 U/L Platelets 151 × 103/mm3 LDL 197
mg/dL
BUN 21 mg/dL T, bili 0,5 mg/dL TG 280
mg/dL
SCr 1,3 mg/dL T, prot 7,1 g/dL
Glucose 121 mg/dL

Tugas:
Lakukan kajian Evaluasi Penggunaan Obat terhadap obat-obatan yang digunakan
pasien dengan indikator rasionalitas penggunaan obat!

KASUS 4: PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK

Tn L, 67 tahun dengan riwayat penyakit arteri coroner (2x operasi bypass). Pasien sering
masuk RS karena serangan angina. Ia sering mengalami nyeri dada saat beraktivitas
ringan, nyeri hilang bila ia beristirahat.

Riwayat kesehatan:
Infark miokardiak (2x dalam 20 tahun).
Dislipidemia

Pengobatan:
Carvedilol 6,25 mg 2.d.d
Lisinopril 5 mg 1.d.d.
Furosemide 40 mg 1.d.d.
Aspirin 325 mg 1.d.d.
Atorvastatin 20 mg 1.d.d.
ISDN 5 mg sublingual PRN

TD 105/68, P 50, RR 22, suhu 36.4°C; BB 90 kg, lingkar pinggang 105 cm, TB 170 cm.

Laboratorium:
Na 137 mEq/L Hgb 11,8 g/dL Fasting Lipid Profile
K 4,8 mEq/L Hct 35,1% Chol 202 mg/dL
Cl 103 mEq/L Plt 187 × 103/mm3 LDL 225 mg/dL
CO2 21 mEq/L WBC 7,9 × 103/mm3 HDL 28 mg/dL
BUN 24 mg/dL MCV 77 μm3 Trig 215 mg/dL
SCr 1,2 mg/dL MCHC 29 g/dL
Glu 98 mg/dL

Dokter akan menambahkan obat antidislipidemia untuk membantu kontrol kadar lipid.
Farmasis perlu melakukan studi farmakoekonomi untuk merekomendasikan apakah
kombinasi antidislipidemia lebih cost-effective, serta kombinasi apa yang
direkomendasikan.

96
Tugas:
1. Lakukan kajian Evaluasi Penggunaan Obat terhadap obat-obatan yang
digunakan pasien dengan indikator rasionalitas penggunaan obat dan
identifikasi golongan obat tertentu apa yang diperlukan bagi pasien agar
outcome terapi penyakit jantung iskemik tercapai!
2. Lakukan pertimbangan farmakoekonomi melalui kajian pustaka dan
rekomendasikan obat yang lebih cost-effective dari golongan tersebut!

KASUS 5: INFARK MIOKARDIAK

Tn. J, 67 tahun, datang ke instalasi gawat darurat pukul 7.45 pagi karena tiba-tiba lemah
lengan kanannya. Ia bangun pukul 6.15 dan pergi ke kamar mandi, namun kemudian
merasakan lemah dan segera dibawa ke RS. Saat masuk IGD wajahnya sudah tidak
simetris, namun ia tidak mengalami sakit kepala, pusing dan mual.

Riwayat penyakit:
Hipertensi sejak 10 tahun yll
Hiperlipidemia
Dua kali serangan angina.

Riwayat pengobatan:
Ramipril 5 mg 1.d.d
Atorvastatin 10 mg 1.d.d.
Atenolol 50 mg 1.d.d.
Aspirin 81 mg 1.d.d.

TD 172/92, P 92, RR 21, saturasi O2 94, BB Wt 90 kg, TB 165 cm.

Laboratorium:
Na 138 mEq/L WBC 6.2 × 103/mm3 Total Cholesterol
K 3.8 mEq/L Hgb 16.9 g/dL Triglycerides 207 mg/dL
Cl 103 mEq/L Hct 51.3% LDL-C 114 mg/dL
CO2 29 mEq/L Plt 242 × 103/mm3
BUN 18 mg/dL aPTT 26.3 sec 179 mg/dL
SCr 0.9 mg/dL HDL-C 45 mg/dL
Glu 109 mg/dL

CT scan kepala: tidak ada perdarahan, ada infark di arteri serebral tengah sebelah kiri.

Pasien segera diberikan aspirin, oksigen, heparin tak terfraksi IV, nitrogliserin IV,
metoprolol IV. Kardiolog memutuskan pasien harus menjalani kateterisasi jantung dan
ditemukan stenosis proksimal 60% di arteri koroner, disertai thrombus. Setelah dilakukan
pemasangan stent, pasien mendapatkan infus eptifibatide, dan dimulai terapi dengan
klopidogrel dan aspirin.

Dokter juga akan memberikan antikoagulan oral. Farmasis perlu melakukan studi
farmakoekonomi untuk merekomendasikan antikoagulan oral yang paling cost-effective.

97
Tugas:
1. Lakukan kajian Evaluasi Penggunaan Obat terhadap obat-obatan yang
digunakan pasien dengan indikator rasionalitas penggunaan obat!
2. Lakukan pertimbangan farmakoekonomi melalui kajian pustaka dan
rekomendasikan antikoagulan oral yang paling cost-effective!

D. REFERENSI

1. Kemenkes RI, 2019, Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah


Sakit.
2. Kemenkes RI, 2013, Pedoman penerapan kajian Farmakoekonomi.
3. WHO, 2007, Drug Use Evaluation in “Drug and Therapeutics Committee Training
Course”
4. Joseph T. DiPiro, Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells,
L. Michael Posey-Pharmacotherapy_ A Pathophysiologic Approach-McGraw-Hill
(2016)

98
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
(INFEKSI 1)

KASUS 1 TUBERKULOSIS
Seorang pasien berusia 31 tahun, status kawin, , pendidikan terakhir SD, tidak bekerja,
alamat di jalan daun nomer 2 kabupaten X, Pasien dirawat sejak tanggal 1 Mei 2020
dengan alasan masuk sesak nafas, diagnosa medis TB paru DO. No. MR: 97xxx.
Penanggung jawab: Tn.U

RMRS (Riwayat Masuk RS)


Pasien masuk melalui IGD RSUP X kabupaten X, Rujukan dari RS W pada hari selasa
tanggal 1 Mei 2020 pukul 00.20 WIB, dengan kesadaran kompos mentis kooperatif,
keadaan umum lemah, disertai dengan keluhan utama pasien sesak nafas sejak 3 hari yang
lalu, demam tinggi sejak seminggu yang lalu, nyeri pada dada, TD: 114/70 mmHg, HR:
110x/menit, RR: 28x/menit, Suhu: 38,7 C.

RPS (Riwayat Penyakit Sebelumnya )


pernah dirawat di RSUD W tahun 2018 selama 1 minggu dengan keluhan sesak nafas
serta nyeri pada dada dan punggung. Riwayat OAT tahun 2018 selama 2 bulan dan
dihentikan sendiri oleh pasien dengan alasan pasien mengeluh pusing setelah meminum
OAT, pasien memiliki kebiasaan merokok. Hipertensi (-), DM (+), epilepsy (+), hepatitis
(+)

Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang tinggal serumah yang pernah
menderita penyakit TB paru, dan penyakit keturunan lainnya.

Hasil Pemeriksaan Fisik :


Dari hasil pemeriksaan di dapatkan keadaan umum lemah, kesadaran CMC, TD: 100/70
mmHg, HR: 68x/menit, RR: 28x/menit, suhu: 36,50C. Kepala: tampak simetris, kepala
bersih, hematom(-), pembengkakan(-). Wajah:wajah tampak pucat, wajah tampak
simetris. Mata: tampak simetris, konjungtiva anemis(+), sklera ikterik (+). Hidung:
hidung simetris, tampak bersih, pernapasan cuping hidung(-), lesi (-). Mulut: kering, tidak
pucat, tidak terdapat lesi. Leher: pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening(-).
Dada: penggunaan otot bantu(+), pergerakan dinding dada kiri dan kanan sama, fremitus
kiri dan kanan sama, perkusi sonor dan auskultasi bronkovasikuler, ronkhi positif. Pada
pemeriksaan kardiovaskuler di dapatkan ictus cordis tidak terlihat, serta irama teratur.
Abdomen: pemeriksaan sistem pencernaan asites(-), bising usus 15x/menit, hepar teraba
(-), nyeri tekan hepar(-), perkusi timpani, pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening(-). Ekstremitas: Pada ekstermitas kiri atas terpasang IVFD NaCl, ekstremitas atas
bawah teraba dingin, sianosis(-), CRT

Diagnosa : TB

99
Tanggal Catatan Perkembangan Instruksi
2 Mei 2021 07.00
Sesak nafas, pusing
Batuk. R/ Nacl 8jam/kolf,
T = 38,7 Ceftriaxon 1x2gr,
RR = 28 x/menit Levoflolaxin 1x750,
TD = 130/80 mmHg Ranitidin 2x1,
Dexametason 3x2,
13.00 Vit B6 1x1,
T = 36,9 Combivent 3x1,
RR = 25 x / menit Drip vascon 2,1cc/jam,
TD = 120/80 mmHg
Terapi OAT R/H/Z/E=
19.00 450/300/1000/750mg/d l
T = 37,7
RR = 24 x / menit
TD = 125/80

Keluhan : mual, pusing, sesak nafas

Hasil pemeriksaan lab :


pH= 7.28, pCO2= 53 mmHg, pO2=
81mmHg, HCO3= 21.6 mmol/L, gula darah
sewaktu= 280 mg/dl, Albumin= 3.09 g/dl,
Globulin= 3.7g/dl, Hb= 13.6 g/dl, Leukosit=
14.090 g/dl.
3 Mei 2021 07.00 R/ Nacl 8jam/kolf,
Sesak nafas, pusing Ceftriaxon 1x2gr,
Batuk. Levoflolaxin 1x750,
T = 37,9 Ranitidin 2x1,
RR = 28 x/menit Dexametason 3x2,
TD = 135/80 mmHg Vit B6 1x1,
Combivent 3x1,
Drip vascon 2,1cc/jam,
13.00
T = 37 terapi OAT
RR = 25 x / menit R/H/Z/E=450/300/1000/750mg/d l
TD = 110/80 mmHg
Mual , sesak nafas
GDS = 400 mg/dL

19.00
T = 37,2
RR = 25 x / menit
TD = 120/80

Keluhan : mual, pusing, sesak nafas

pH= 7,33, pCO2= 40 mmHg, pO2= 110


mmHg, HCO3= 24.3 mmol/L, total protein=
5,6 g/dl, albumin= 3,1 g/dl, globulin= 2,5 g/dl
Tanggal 18 Mei 2017 Hb= 12.7 g/dl,
Trombosit= 455.000 g/dl, Hematokrit= 40%,
Ureum darah= 278 mg/dl, Kreatinin Darah=
3,5 mg/dl, Total protein= 5,9 g/dl, Albumin=
3.1 g/dl, Globulin = 2.5 g/dl Tanggal 25 Mei
2017 pH= 7.40, pCO2= 50 mmHg, pO2= 27
mmHg, HCO3= 31 mmol/L Pada

100
pemeriksaan radiologi paru didapatkan hasil
bahwa terdapat fibro infiltrat pada kedua paru
Pada pemeriksaan radiologi paru didapatkan
hasil bahwa terdapat fibro infiltrat pada kedua
paru, kesan : TB Paru
Kultur kuman : uji sensitivitas kuman
menunjukkan bakteri sensitive terhadap
isoniazid, Rifampisin, Etambutol,
prazinamid, streptomisin.

KASUS 2 TBC + HIV


Seorang pasien laki-laki berusia 50 tahun, status kawin, , pendidikan terakhir PT, bekerja
di perusahaan swasta, alamat di jalan daun nomer 2 kabupaten X, Pasien dirawat sejak
tanggal 1 Mei 2020 dengan alasan masuk sesak nafas, diagnosa medis TB paru DO. No.
MR: 98xxx.

RMRS (Riwayat Masuk RS)


1 mei 2020
Pasien masuk ke RS diantar oleh keluarga, dengan keluhan tidak nafsu makan selama 1
bulan, perut kembung, mual muntah, demam intermitten, diare 14x sehari sejak 3 hari ini
lemah, sariawan di seluruh mukosa mulut.

RPS (Riwayat Penyakit Sebelumnya )


Tuberkulosis paru dan telah pengobatan selama 2 bulan menggunakan OAT kategori 1
2RHZE/4H3R3.

Hasil Pemeriksaan Fisik :


Dari hasil pemeriksaan di dapatkan keadaan umum lemah, kesadaran CMC, TD: 100/70
mmHg, HR: 68x/menit, RR: 28x/menit, suhu: 38C. Kepala: tampak simetris, kepala
bersih, hematom(-), pembengkakan(-). Wajah:wajah tampak pucat, wajah tampak
simetris. Mata: tampak simetris, konjungtiva anemis(+), sklera ikterik (+). Hidung:
hidung simetris, tampak bersih, pernapasan cuping hidung(-), lesi (-). Mulut: terdapat lesi
keputihan di seluruh mukosa mulut. Leher: pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening(+).

Diagnosa dokter : TB HIV

101
Terapi yang didapatkan :
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN SELAMA RAWAT INAP
TANGGAL RIWAYAT PERKEMBANGAN PEMERIKSAAN TERAPI
PENYAKIT LABORATORIUM
1/8 Mual, muntah, sesak nafas Parasetamol 1000 mg
T = 38 CD 4 = 150 iv, 2x1
Ikterik, diare 14x AL = 5000 /mikroliter OAT kategori 2
lidah ada bercak keputihan, HB = 9 g/dL Kotrimoksazole 400
konjunctiva anemis mg 1x1
nyeri kepala
sesak nafas
PITC rappid test HIV +

SGPT = 150 u/L


2/8 Mual, muntah, sesak nafas SGOT = 200 u/L Parasetamol 1000 mg
T = 38 C Scr = 3,4 mg/dL iv, 2x1
Ikterik, diare 14x OAT kategori 2
lidah ada bercak keputihan, pH= 7.28, pCO2= 53 Kotrimoksazole 400
konjunctiva anemis mmHg, pO2= 90 mg 1x1
nyeri kepala mmHg, HCO3= 21.6
sesak nafas mmol/L, gula darah
batuk sewaktu= 140 mg/dl,
Albumin= 3.09 g/dl,
Globulin= 3.7g/dl, Hb=
8 g/dl, Leukosit= 5000
g/dl.

KASUS 3. PENYAKIT SEKSUAL MENULAR


Data pasien :
Nama : Bpk. W
Usia : 33 tahun
Alamat : Jln bundar 24
Pekerjaan : swasta
BB/TB : 45 kg/ 154 cm
Tanggal masuk RS : 1 Agustus 2013

Riwayat Masuk RS :
Seorang pasien wanita berusia 30 tahun mengalami nyeri pelvis, demam 4 hari dengan
suhu 38-39 C, mual dan muntah 5x sehari dan pusing, kesakitan bila BAK, Anuria, keluar
lendir dan nanah dari alat kelamin, pasien juga mengalami lesi-lesi pada mukosa kulit
pada alat kelamin. Pada pemeriksaan serologi assay terdeteksi adanya HSV 1 dan HSV
2, pada uji secret vagna didapati + N gonorrhea. Pada saat ini telah dilakukan PICT HIV
namun hasil belum keluar.

Riwayat Penyakit Terdahulu : saat ini pasien sedang menyusui bayi berusia 1 tahun.

102
Diagnosa :
STD (Sexual Transmitted Disease)-urethritis ghonorhe
Herpes Genitalis
Kultur sekret

Jenis AB Kuman N gonorhe M genitalis


Ciprofloxacin S S
Penisilin S R
Amoksilin S S
Cefotaxim S S
Ceftriazon R S
Doksisiklin S S
ofloksasin S S
gatifloksasin R S
azitromisin S R

Riwayat Pengobatan :
Nama obat 1/8/13 2/8/13 3/8/13
Infus RL 20 tpm √ √ √
Sistenol tab 3x1 √ √ √
Acyclovir tablet 200 √ √ √
mg 3x1
Cefotaxim inj 1 gram √ √ √
3x1
Azihtromisin 500 mg √ √ √
1x1
Ranitidine inj 2x1 √ √ √
HP pro kaps √ √ √
Parolit ad lib √ √ √

Perkembangan penyakit
Tanggal Perkembangan penyakit
1/8/13 Suhu : 38 C
Anuria ++
Nanah/lendir ++
Nyeri BAK +++
Nyeri pelvis +++
Mual/muntah 6x sehari
Pusing ++
TD 100/80
2/8/13 Suhu : 39 C
Anuria ++
Nanah/lendir ++
Nyeri BAK +++
Nyeri pelvis +++
Mual/muntah 5x sehari
Pusing ++

103
TD 110/80
3/8/13 Suhu : 38 C
Anuria ++
Nanah/lendir +
Nyeri BAK ++
Nyeri pelvis ++
Mual/muntah 5x sehari
Pusing ++
TD 80/60

KASUS 4. HEPATITIS
Seorang pasien wanita berusia 40 tahun kondisi kesadaran menurun, dirawat di RS (MRS
4 April 2013) dengan diagnosa Hepatitis kronis, Keluarga pasien mengatakan bahwa
pasien mengeluhkan perut membesar ± 1 bulan disertai sakit, mual, kadang-kadang sesak
nafas, Sudah 6 hari tidak bisa BAB, nafsu makan menurun. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien alergi terhadap Penisilin.
Riwayat penyakit terdahulu : asma dan hipertensi
Riwayat Pengobatan:
Berotec, Meptin inhaler, Aminofilin tab, Atrovent, Inflamid, Ventolin
Maintate (Bisoprolol), Nifedipin.

Data Monitoring
Parameter Tanggal
10/4 11/4 12/4 13/4 15/4 16/4 17/4 18/4
Udem +++ ++ ++ ++ + + + -
Sesak nafas +++ +++ ++ ++ + - - -
Jaundice +++ +++ ++ ++ + + + -
Vol urine (ml) 650 1350 1200 1100 640 1000 1000

Hasil laboratorium
Parameter Normal 3/4 4/4 9/4 11/4 12/4
Creatinin 0,5 – 1,5mg/dL 0,79 0,95
Platelet 150 - 400 x 85 ↓ 80 ↓ 31 ↓
103/UL
Hb 11,0 - 16,0 g/dL 10 ↓ 9↓ 10,4 ↓
SGOT 0 – 37 100 ↑
SGPT 0 – 40 96 ↑
Albumin 3,5 – 5 2,6 ↓ 2,6 ↓ 2,8 ↓
Globulin 2,2 – 3,5 4,5 3,9 4
BUN 7,3 4
Glukosa 76 – 110mg/dL 178 ↑

104
Tanda Vital
Parameter Tanggal
4/4 5/4 6/4 7/4 8/4 9/4 10/4 11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4
TD 130/80 130/90 120/70 100/60 110/70 120/80 110/80 110/70 110/70 110/70 90/60 110/70 120/70 110/60 110/70
(mmHg)
Suhu (0 C) 36,9 36,5 36,4 36 37 36,4 36,2 36 36,5 36,6 36,5 36,2 36 36,2 36
Denyut 78 84 79 80 80 80 82 80 85 80 78 82 82 82 82
nadi
(/menit)
RR 23 20 22 20 20 20 20 20 20 22 23 22 22 22 22
(/menit)

Terapi pasien
Nama obat Regimen Tanggal
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Comafusin hepar: Futrolit √ √ √ √ √ √ √ √
(1:1)
Dexanta syr 3xC1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ranitidin tab 2x1 ac √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Spironolacton 100 mg 1x1 pc √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Furosemid tab 1x1 pc √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Methioson tab 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Curcuma tab 1-0-0 pc √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Albumin 100cc 1x1 √

105
KASUS 5. INFEKSI GASTROINTESTINAL

Ny 40 th, 50 kg, Mual, muntah 2x sehari sejak kemaren. Perut mulas sekali setiap akan
BAB. BAB 5x sehari, sedikit mencret, lendir (+), darah (+). Panas sejak 4 hari yang lalu.
Mata cekung, mulut lidah kering, suhu badan 39 C. Bagian bawah kanan terasa sakit bila
ditekan.
Diagnosa gastroenterocolitis akut
Suspect apendicitis

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU :


Hepatitis
Diabetes Mellitus
TD : 110/70 mmHg
HR : 60x permenit
T : 39 C
Na serum : 130 mEq/L
K serum : 3,0 mEq/L
Leukosit : 21,6 x 106 /mm3
Turgor kulit : Menurun
Extrimitas : Hangat
Pemeriksaan sampel feses : Shigella sp. (+)
: clostridium difficile (+)
Diagnosis : gastroenterocolitis akut, susp

Kultur kuman Shigella sp


Antibakteri S I R
meropenem S
Imipenem S
Ampicilin S
Amikasin S
Ampicilin S
Cefepime S
Cefoperazon+sulbactam S
Cefoxitin/ methicilin R
Ceftazidim S
Ceftriazon R
Chlorampenicol I
Ciprofloxacin I
Erytromicyn I
Gentamicyn S
Kanamicyn R
kotrimoksazole S

Pengobatan
- Cotrimoxazole 2x 1 tab
- Asam nalidiksilat 4x 500 mg
- Ranitidin tablet 2x1 tab
- Parasetamol 3x1 tab
- Antasida 2x1 tab

106
TUGAS :
1. BAGI kelompok kecil menjadi 5 kelompok kecil @ 2 mhsw
2. Masing-masing kelompok kecil mengerjakan satu kasus di atas dan tidak boleh
sama antar kelompok
3. Buatlah bagan SOAP dan CPPT
4. Buat makalah singkat yang berisi :
a. Farmakoterapi
b. Tabel S,O,A,P
c. Tabel CPPT
d. Pembahasan dan kesimpulan
e. Pustaka yang digunakan
5. Makalah tersebut dipresentasikan dan didiskusikan pada saat diskusi kelompok
studi kasus

Tabel S,O,A,P
Tanggal Subyektif Obyektif Asesmen Plan

Tabel CPPT
Tanggal SOAP terintegrasi Instruksi

107
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
(INFEKSI 2)
KASUS 1. Upper Respiratory Tractus Infections

Nama Pasien :Y Ruang :


Infeksi
Umur : 8 BULAN BB : 7 kg
Alamat : Solo TB : 65 cm
Sex : perempuan
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan
Riwayat :- Rumah Sakit :
Pasien Masuk

Pasien mengalami demam tinggi disertai batuk, tidak bisa tidur dan
menangis, tidak sesak nafas, muntah dua kali sehari. Sudah pernah periksa
ke dokter dan diberi Sanmol drop serta racikan obat yang diminum 3 kali 1
bungkus. Setelah diberi obat tersebut demam turun, tetapi beberapa jam
kemudian naik kembali sampai hari ketiga, mengalami kejang sebanyak 1 x
dengan
ANAMNESEdurasi 1 menit. Lalu segera dibawa ke puskesmas, diberi obat
Suhu : 39
melalui C
dubur, lalu oleh puskesmas dirujuk ke RS
HB : 10,8
HT : 33,2
Leukosit : 13.000 /µl

DIAGNOSA :

- Febris konvulsi
- Tonsilo faringitis akut

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU

Riwayat Kejang : disangkal oleh keluarga

Riwayat Alergi : -

Riwayat social : status ekonomi : Sulit


108
Nama Penanggung Jawab : dr. deni, Sp.A Tanggal
Masuk : 10 Mei 2021
Pembayaran Tanggal :………………………
………………………………………….
Diagnosa Masuk : Febris Konvulsi Bulan :…………………….. Lama Dirawat :
Tahun
11 Hari:……………………..
Jam :…………………….
Diagnosa Utama : Tonsilo faringitis akut
Tanggal
Akhir danKeluar
Kode :Komplikasi
21 Mei 2021
:………………….
Keluarga
PenyebabTerdekat :…………………..
Luar Cedera Tanggal :………………………
dan Keracunan/Morfologi Neoplasma
Bulan
Nama :……………………..
Operasi - Tindakan Gol. O Jenis Anesti Tanggal :……………
Bag/Spes Ruangan Kelas Tahun :……………………..
No. Kode :…………..
Jam :……………………..
Infeksi Nosokomial: Penyebab Infeksi : -
………………………………………….
………………………………………….

109
Obat Tanggal
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Paracetamol √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
inj 50 mg 4x1
Diazepam iv √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3,5 mg 4x1
Ibuprofen 70 √
mg 4x1
Stesolid supp √
5 mg prn
Ambroxol syr √ √ √ √ √ √
3x1
Cefotaxim 150 √ √ √ √ √ √
mg 3x1
Pedyalit 70 √ √ √ √ √ √
cc/menit
Amikacin √ √ √
2x50 mg
KAEN 3 B √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cefixime Obat pulang 5 mg/kg BB/ kali

110
Parameter Nilai normal Tanggal 10/5 21/5
Darah :
HB 13,5-18 10,8 7,6
HT 29-42 % 33,2 13,4
Leukosit 4-11 ribu/dL 13 ribu 11,7
Plt 150-400 ribu/dL 450 322
NaCl 696-760% 749
Cl 422 – 460% 544
Glu 50-80 68
Prot 40-120 180
Creatinin 0,5-1,5% 0,5-1,5 0,45

Buatlah pembahasan kasus diatas dengan format seperti laporan praktikum FRS
Pendahuluan (memuat patofisiologi singkat, farmakoterapi dan mekanisme kerja obat),
Form Database, uraian mengenai obat yang digunakan, Assessment (S,O, Terapi, DRP),
Care Plan dan Monitoring serta buatlah CPPT. Sertakan daftar pustaka.

KASUS 2. Lower Respiratory Tractus Infection - Pneumonia

NamaPasien : Ny. SM Tanggal masuk RS : 24 Mei


2021
Umur : 58 tahun BB/TB : 65 kg / 160 cm
Alamat : jln Candi
Sex : perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : kawin
Cara Masuk RS : diantar keluarga

Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit

Pasien masuk ke RS diantar oleh suaminya, mengeluhkan nyeri perut/ulu hati,


demam 4 hari, mual muntah. Memiliki riwayat hipertensi

ANAMNESE DOKTER

Sesak nafas +++, wheezing ++, ronchi ++, TD = 151/91 mmHg, nadi =
94x/menit, suhu 38,5oC, RR = 20x/menit
Laboratorium : Leukosit : 7,74 x 103 / ul Trombosit : 299 x 103 / ul
takipneu +, takikardi + nausea, vomiting ++, diare +
DIAGNOSA AWAL : BRONKOPNEUMONIA
DIAGNOSA AKHIR : BRONKOPNEUMONIA DAN THYPOID

111
Suspect Tb pada anak
CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT
Tanggal/jam Pengobatan dan Catatan Perkembangan
diet
24 mei 2021 Infus RL 24 tpm Menunggu hasil Suhu badan :
Inj. Omeprazole 1 kultur sputum Pagi 38
amp/12 jam Siang 36,0
Inj. Ondansetron 1 Malam 36,6
amp/12 jam Muntah 3x
Inj. Ceftriaxone 1 Sesak nafas ++
amp/12 jam Batuk ++
Pamol 3 x 1 tab Batuk darah –
Antalgin 2 x 1 tab TD 150/90, 155/90,
Sucralfat 2 x 1 cth 150/90
Candesartan 8 mg
1x1 tab
Amlodipin 10 mg
1x1 tab
25 mei 2021 Infus RL 24 tpm Suhu badan :
Inj. Omeprazole 1 Pagi 36
amp/12 jam Siang 36
Inj. Ondansetron 1 Malam 36
amp/12 jam Sesak nafas +
Inj. Ceftriaxone 1 Batuk ++
amp/12 jam Batuk darah –
Pamol 3 x 1 tab TD 145/89, 146/90
Antalgin 2 x 1 tab 145/90
Sucralfat 2 x 1 cth
Candesartan 8 mg
1x1 tab
Amlodipin 10 mg
1x1 tab

Hasil pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan Satuan 24 Mei
Hemoglobin g/dL 14,4
Leukosit 103 / ul 7,74
Trombosit 103 / ul 299
Hematokrit % 41,7
Eritrosit 106 / ul 4,65
MCV fL 89,7
MCH pg 31
MCHC g/dL 34,5
Eosinofil % 0,3
Basofil % 0,1
Neutrofil % 51,5

112
Limfosit % 41,6
Monosit % 6,5
S. Typhi O 1/160
S.Typhi H 1/640
S. Typhi AH Negatif

Pemeriksaan Foto Toraks :


Susp kardiomegali
Bercak perihiler kiri gambaran bronkopneumonia

Nama bakteri : S. Pneumoniae


Kultur : sputum
ANTIMIKROBA S I R
Cefotaxim +
Amoxicillin +
Penisilin G +
Ceftriaxon +
Vancomisin +
Klindamisin +
TMP-SMX +
amphotericin +
ciprofloxacin +

Buatlah pembahasan kasus diatas dengan format seperti laporan praktikum FRS
Pendahuluan (memuat patofisiologi singkat, farmakoterapi dan mekanisme kerja obat),
Form Database, uraian mengenai obat yang digunakan, Assessment (S,O, Terapi, DRP),
Care Plan dan Monitoring serta buatlah CPPT. Sertakan daftar pustaka.

KASUS 3. Urinary Tract Infection

NamaPasien : Ny. E Tanggal Masuk RS : 10 April 2021


Umur : 35 tahun BB/TB : 52 kg / 165 cm
Alamat : jln bukit
Sex : wanita
Pendidikan :-
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : kawin
Cara Masuk RS : diantar keluarga

Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit

Pasien masuk ke RS diantar oleh suaminya, dengan kondisi lemas, pucat,


suhu badan 38oC, sejak 3 hari mengeluh demam, mual, muntah dan nyeri
pinggang. Pasien tidak memiliki riwayat merokok maupun minum alcohol.

113
ANAMNESE DOKTER

Muntah 4x sehari,
DIAGNOSA AWAL nyeri ulu hati (skala 3), suhu 38oC
: gastritis
LaboratoriumAKHIR
DIAGNOSA : AL = 13.000 mg/dL
: gastritis dan ISK
Leukositosis+, nausea, vomiting ++
Tanda vital pasien
Tanda vital Nilai normal 10/4/20 11/4/21
TD (mmHg) 90/60-140/90 110/70 110/70
0
Suhu ( C) 36,8 ± 0,7 37,8 37,8
Nadi (x/menit) 60-100 80 93
Nafas (x/menit) 16-24 20 20

CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT


Tanggal/jam Pengobatan dan Catatan Perkembangan
diet
10 April 2021 Siprofloksazin Menunggu hasil Suhu badan :
2x200 mg iv kultur urin Pagi 38
Ranitidin 1 amp/8 Siang 36
jam iv Malam 36
Parasetamol 1 fl/6 Nyeri pinggang ++
jam Muntah +
Vometa FT 3x1 TD 110/70, 110/70,
Infus RL 24 tpm 110/70
11 April 2021 Siprofloksazin Hasil kultur urin Suhu badan :
2x200 mg iv sudah keluar Pagi 36
Ranitidin 1 amp/8 Siang 36
jam iv Malam 36
Parasetamol 1 fl/6 Nyeri pinggang ++
jam Muntah -
Vometa FT 3x1 TD 110/70, 110/70,
Infus RL 24 tpm 110/70

Hasil laboratorium:
Pemeriksaan Normal 10/4/21
Hb (g/dL) 13,2-17,3 13,6
Hematokrit (%) 40-54 37,3
Leukosit (ribu/mmk) 4,5-11,5 13
Eosinofil (%) 2-4 1,4
Basophil (%) 0-1 0,2
Neutrophil segmen 50-70 70,5
(%)
Limfosit (%) 18-42 22,5

114
Monosit (%) 2-8 5,4
Jumlah eritrosit 4,40-6,20 4,48
(juta/mmk)
MCV (fL) 80-94 83,3
MCH (pg) 26-32 30,4
MCHC (g/dL) 32-36 36,5
Trombosit 50-450 ribu 13,5
(ribu/mmk)
Ureum (mg/dL) 14-40 13,3
Bakteria urin +2
Ph 4,5-8 2,5

Pengobatan pasien:
No Nama obat Aturan Rute 10/4/21 11/4/21
pakai
1 Siprofloksazin 2x200 mg IV √ √
2 Ranitidin 1amp / 8 IV √ √
jam
3 Parasetamol 1 fl / 6 IV √ √
jam
4 Vometa FT 3x1 PO √ √
5 Sucralfat syr 3x1 PO √
6 Infus RL 24 tpm √ √

Hasil kultur bakteri : Escherichia coli


Amoksisilin R
Sulbenisilin I
Fosfomisin S
Karbenisilin S
Levofloksazin R
Seftriakson S
Gentamisin I
Kotrimoksazol I
Nitrofurantoin R
Siprofloksazin R
Klaritromisin I
Oksasilin I
Sefepim S
Buatlah pembahasan kasus diatas dengan format seperti laporan praktikum FRS
Pendahuluan (memuat patofisiologi singkat, farmakoterapi dan mekanisme kerja obat),
Form Database, uraian mengenai obat yang digunakan, Assessment (S,O, Terapi, DRP),
Care Plan dan Monitoring serta buatlah CPPT. Sertakan daftar pustaka.

115
KASUS 4. Infeksi Parasit

NamaPasien : Ny. A Tanggal Masuk RS : 1 April 2021


Umur : 30 tahun BB/TB : 50 kg / 165 cm
Alamat : jln bukit
Sex : wanita
Pendidikan :-
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : kawin

Cara Masuk RS : diantar keluarga

Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit

Pasien mengeluh demam tinggi disertai menggigil dan muntah-muntah.

RPS: 2 minggu yang lalu pasien berlibur di Kupang, NTT kemudian pulang mengalami
demam, kadang menggigil dan berkeringat, sakit kepala. Nafsu makan menurun, sejak 4 hari
yang lalu pasien tidak dapat makan dan minum lagi. Perut terasa sakit. Apapun yang
dimakan dan yang diminum keluar lagi/dimuntahkan. BAB 1 kali sehari konsistensi lembek,
warna dbn. BAK dbn, warna seperti teh.Pasien sudah berobat ke bidan, diberikan obat (os
lupa nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan. Saat ini pasien sedang hamil 5 bulan

RPD: Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.


Riwayat Sosial : -

ANAMNESE DOKTER

Pasien sadar, Keadaan Umum lemah.


TD:100/60 mmHg, respirasi 32 kali/menit. Nadi : 98 kali/menit, lemah,teratur. Suhu : 38,5
derajat celsius.

Fisik Diagnostik :
- Konjungtiva pucat
- Splenomegali 2 jari di bawah arcus costa
- Lever tdk ada pembesaran
- Kaku kuduk (-)
- Peristaltik usus dbn
Pemeriksaan Laboratorium :
- Hb: 12,2
- RDT Malaria : positif 2
Pemeriksaan darah mengandung gametosit P.falciparum

116
\
Diagnosa Kerja : Malaria falciparum
Diagnosa Banding :
1. Demam tifoid
2. Demam dengue
3. ISPA

Pengobatan :
1. Infus RL 40 tetes/menit ( selang seling dgn dekstrose 5%)
2. Omeprazol inj 1x1
3. Artesunat intravena 1 amp/12 jam. Selanjutnya Artesunat dgn dosis yang sama
diberikan per 24 jam, sampai penderita mampu makan/minum. Selanjutnya kalau sudah
makan-minum diberikan regimen artesunat+amodiakuin+primakuin (sesuai dosis).
4. Parasetamol iv 4 x 1 fl .
5. B compleks 3x1.

Buatlah pembahasan kasus diatas dengan format seperti laporan praktikum FRS
Pendahuluan (memuat patofisiologi singkat, farmakoterapi dan mekanisme kerja obat),
Form Database, uraian mengenai obat yang digunakan, Assessment (S,O, Terapi, DRP),
Care Plan dan Monitoring serta buatlah CPPT. Sertakan daftar pustaka.

KASUS 5. Superficial Fungal Infection


NamaPasien : Ny. F Tanggal Masuk RS : 15 Mei 2021
Umur : 50 tahun BB/TB : 50 kg / 170 cm
Alamat : Mojosongo
Sex : wanita
Pendidikan :-
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status Perkawinan : kawin

Cara Masuk RS : diantar keluarga

Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit

Pasien dibawa ke IGD oleh keluarga, dengan keluhan: lemas, anggota gerak terasa lemah,
mengalami mual dan muntah dan keluhan gatal di vagina dengan rasa seperti terbakar dan
nyeri. Nyeri pada vagina juga dialami saat berkemih. Pasien menemukan cairan putih, kering
dan dadih dari vaginanya.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Pasien mengalami Diabetes Melitus Tipe 2.

Riwayat Sosial :
Pasien sudah menikah

117
ANAMNESE DOKTER

Pasien sadar, Keadaan Umum lemah.


Pemeriksaan tanda vital: TD = 130/80 mmHg, HR = 89x, RR = 20x, SpO2 = 93%
Pemeriksaan Laboratorium: HB = 12 mg/dL, HbA1c = 8,5%
Pemeriksaan Cairan Vagina : viskositas kental, berwarna putih, berbau tidak enak, pH 4.
Diagnosis : DM Tipe 2 dan vulvovaginal candidiasis
Riwayat Pengobatan saat ini:
1. Infus RL 20 tpm
2. Injeksi citicoline 2x500
3. Injeksi omeprazole 2x1
4. Injeksi ondansetron 2x1
5. Metformin tablet 3x1
6. Nistatin supp. 100.000 unit secara intravagina

Perkembangan penyakit:
Tanggal Pengobatan dan diet Perkembangan
15/5/2021 1. Infus RL 20 tpm Lemas, anggota gerak terasa
2. Injeksi citicoline 2x500 lemah, mual dan muntah. HR
3. Injeksi omeprazole 2x1 = 89x (normal), RR = 20x
4. Injeksi ondansetron 2x1 (normal), TD = 130/80 mmHg
5. Metformin tablet 3x1 (pre hipertensi), HbA1C =
6.Nistatin supp. 100.000 unit secara 8,5%.
intravagina Gatal di vagina ++

16/5/2021 1. Infus RL 20 tpm Masih lemas, anggota gerak


2. Injeksi citicoline 2x500 terasa lemah, mual dan
3. Injeksi omeprazole 2x1 muntah sudah membaik. HR =
4. Injeksi ondansetron 2x1 85x (normal), RR = 20x
5. Metformin tablet 3x1 (normal), TD = 130/80 mmHg
6. Nistatin supp. 100.000 unit secara (pre hipertensi), HbA1C =
intravagina 8,5%.
Gatal di vagina ++
17/5/2021 1. Infus RL 20 tpm TG = 313 mg/dL (tinggi),
2. Injeksi citicoline 2x500 kolesterol = 239 mg/dL
3. Injeksi omeprazole 2x1 (tinggi), asam urat = 3,7
4. Injeksi ondansetron 2x1 mg/dL (normal), HbA1C =
5. Metformin tablet 3x1 8,5% (tinggi)
6. Nistatin supp. 100.000 unit secara Gatal di vagina ++
intravagina

118
Buatlah pembahasan kasus diatas dengan format seperti laporan praktikum FRS
Pendahuluan (memuat patofisiologi singkat, farmakoterapi dan mekanisme kerja obat),
Form Database, uraian mengenai obat yang digunakan, Assessment (S,O, Terapi, DRP),
Care Plan dan Monitoring serta buatlah CPPT. Sertakan daftar pustaka.

119
REKONSILIASI
(NAFAS DAN DARURAT)

KASUS 1 STUDI KASUS ASMA DEWASA


Ny. intan usia 60 tahun datang ke RSUD OKU pada 25 juni 2019, datang dengan keluhan
utama sesak napas yang timbul sejak 1 hari yang lalu. Sesak memberat sejak pagi hari.
Sesak disertai dengan suara napas berbunyi ngik-ngik (mengi) jika sesak nafas berat.
Sesak dirasakan sering timbul saat pagi hari, setelah aktivitas yang berat dan merasa
kelelahan. Dalam 1 bulan ini pasien mengalami serangan asma sebanyak 4-5 kali dalam
1 bulan. Demam disangkal, nyeri dada disangkal pasien, nyeri perut disagkal, buang air
besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) tidak ada keluhan yang dirasakan. Pasien tidak
memiliki alergi makanan dan obat. Ia dengan rutin meminum jamu beras kencur dan kunir
asem dan ia memiliki kebiasaan mengemut permen Ketika sedang menjahit
Riwayat penyakit dan keluarga
- Pasien memiliki riwayat asma sejak 2 tahun yang lalu. Namun untuk bulan bulan
sebelumnya gejala sesak pada pasien jarang kambuh.
- Ayah pasien juga memiliki riwayat asma.
- Suami pasien merokok berat tapi Pasien tidak merokok.
- Pasien sering menjahit baju sehingga berhubungan dengan kain. Pasien seorang
penjahit yang terkadang bekerja dalam waktu yang cukup lama hingga lembur
- Dirumah pasien sekarang sedang dilakukan renovasi rumah dan banyak terdapat
debu.
- Pada malam hari pasien sering memakai kipas angin dan terkadang hingga pagi
hari.
Hasil pemeriksaan saat masuk rumah sakit:
Pada pemeriksaan Fisik :
- Penampilan normal, tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dengan nilai
GCS (Glasgow Coma Scale) 15.
- Berat badan 62 kg, dan tinggi badan 160 cm, dengan IMT 24,2 (overweight).
- Tekanan darah 150/95 mmHg
- GDS puasa 222 mg/dL
- nadi 84x/menit,
- frekuensi napas 32x/menit
- suhu tubuh 36,50C.
- Pada regio thorax didapati dinding dada simetris, retraksi dinding dada (+),
penggunaan otot bantu pernapasan (+), pada palpasi didapati ekspansi dada
simetris, nyeri tekan (-), fremitus taktil sama pada kedua lapang paru, hasil perkusi
didapati bunyi sonor pada kedua lapang paru, dan pada auskultasi didapati
wheezing pada kedua paru sepanjang ekspirasi.
- Cor: Batas Jantung normal, Bunyi Jantung 1 dan 2 normal, mumur (-), gallop (-)
- Pemeriksaan pada regio abdomen: cembung, BU 8x/menit, nyeri tekan (-),
organomegali (-), timpani. Pada ekstremitas didapati edem (-), akral hangat,
CRT<2
- SaO2 : 90%
- FEV1 : 84%
diagnosa:
Asma Eksaserbasi persisten

120
Pengobatan yang didapat di IGD
1. Nebulisasi combivent 1x selama 15 menit
2. Salbutamol 2 mg/ 8 jam (reliever)
3. Inhalasi glukokortikosteroid 200 mcg (controller)

Pengobatan di bangsal
Pengobatan yang diperoleh di bangsal

obat Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3


O2 2 L/m kanul ˅ ˅
Infus RL ˅ ˅
Aminophilin 1 ampul/500 ml RL ˅ ˅
Salbutamol 3 x 2 mg ˅ ˅
Dexamethasone 3 x 4 mg ˅ ˅
Captopril 3 x 12,5 mg ˅ ˅
Parasetamol 3 x 1 prn ˅ ˅
ranitidin 2 x 1 tab ˅ ˅
Cefixime inj 1 gram 2 x 1 ˅ ˅
Ambroksol 30 mg 1 x 1 tab ˅ ˅

Pertanyaan :
1. Kumpulkan data subjektif dan objektif pasien
2. Pada pengobatan yang diberikan pasien menjadi sering kencing dan lemah,
ternyata ia mengalami hipokalemia. Dokter akan mengganti obat yang diberikan..
beri saran anda sebagai apotekernya
3. Analisis DRP yang terjadi pada pasien, tulis pada form PTO
4. Apakah pasien mengalami rekonsiliasi obat?? Kapan??
5. Monitoring, Edukasi dan informasi apa yang dapat diberikan ke pasien?

KASUS 2 STUDI KASUS ASMA PADA ANAK


Seorang anak perempuan berusia 3 tahun 2 bulan dengan bernama putri diantar
kedua orang tuanya ke IGD rumah sakit umum daerah kota “X“ pada tanggal 2 mei
2017, dengan keluhan telah mengalami sesak napas selama 7 hari terakhir dimana
keluhannya semakin lama semakin berat. Keluhan ini semakain memberat jika putri
terpapar dengan udara dingin, banyak debu ataupun udara pengap. Ia juga mengalami
deman mulai 1 hari yang lalu, panasnya tidak terlalu tinggi sekitar 38,0 – 38,6˚C dan
sering hilang dan timbul. Tidak ada mual dan muntah tetapi ia telah mulai batuk kering
sejak kurang lebih 1 buln yang lalu. Ia merasa Lelah dan tidak aktif bermain.
Riwayat penyakit terdahulu
- Putri sudah mengalami gangguan asma sejak berumur 1 tahun
- Orang tua putri terutama ibu juga memiliki penyakit yang sama, tetapi ayah
menyangkal pernah memiliki asma
- Kakak lelaki putri dan adik ibunya juga memiliki gangguan asma
- Putri telah 2 kali mengalami rawat inap akibat gangguan yang sama
- Riwayat penyakit jantung disangkal oleh orang tuanya
- Alergi terhadap golongan sulfa dan tetrasiklin, derajat ringan berupa bentol
memerah pada kulit dan sekitar mulut

121
Riwayat pengobatan terdahulu
- Amoxicillin 250 mg syrup kering (forte)
- Ambroxol Syrup 3 x 1 sdm
- Salbutamol 2 mg/ 5 mL syrup
- Ventolin nebules 2,5 mg
Riwayat gangguan sekarang (Saat MRS)
- Jalan napas tidak efektif, terdapat secret pada saluran napas
- Batuk +
- Wheezing +
- Demam +
- HR : 110x/mnt
- Sianosis –
- RR : 35x/mnt, Sesak napas
- Suhu : 38,1°C
- Batuk memburuk dimalam hari
- TB/BB : 90 cm/ 9,8 kg
Pengobatan saat di IGD
- Ketotifen 2 x ½ sdm
- Salbutamol nebulizer
- Sefotaksim 2 x 500 mg
- Oksigen 2 l/mnt
- Infus NaCl 10 TPM

Setelah hampir 18 jam di IGD, putri mendapatkan kamar dan di pindah ke bangsal melati
Dengan mendapatkan obat sebagai berikut
- Erysanbe 2 x 200 mg
- Parasetamol 3 x 1/5 tablet
- Salbutamol nebulizer
- Sefotaksim 2 x 500 mg
- Oksigen 2 l/mnt
- Infus NaCl 10 TPM
- Vitamin B

Pertanyaan :
1. Kumpulkan informasi tentang penyakit asma putri?
2. Analisis terapi yg di peroleh apakah terdapat drp?
3. Sudah sesuaikah terapi yang diperoleh putri?
4. Isilah form penelusuran Riwayat penggunaan obat dan form rekonsiliasi
pada pasien dari rumah ke bangsal diatas….
5. Peragakan pada saat wawancara dengan keluarga pasien/ pasien saat
mengisi form/lembar penelusuran Riwayat pengobatan pasien dan
rekonsiliasi di RS

122
KASUS 3 STUDI KASUS PPOK
Seorang pasien bernama Tn. Baharudin, Laki-laki yang merupakan pensiunan
pegawai negeri sipil yang lahir pada 10 agustus 1945 saat ini di ruangan rawat inap paru
masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 12 desember 2017 pukul 03.11
WIB yang merupakan rujukan dari RSUD Pariaman dengan alasan masuk sesak nafas
dan batuk berdahak yang meningkat sejak 10 hari sebelum masuk RSUP Dr. M. Djamil.
Pasien mengatakan sesak bertambah seiring dengan adanya aktifitas ringan,
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 16 desember 2017 pukul 11.00 WIB
dengan hari rawatan ke-4 kondisi pasien tampak lemah dengan keluhan sesak nafas, batuk
yang disertai dahak yang sulit untuk di keluarkan berwarna kekuningan. Tn B tampak
menggunakan otot bantu pernafasan dan sesak bertambah dengan adanya aktifitas ringan.
Pasien menggunakan masker non rebreathing 10 L/i. Pasien terpasang kateter urin,
terpasang infus dengan cairan NaCl 0,9 % 20 tetes/menit dan terpasang syrimp pump
dengan cairan Norepinephrine 4cc + 46 cc NaCl 0,9 %. TTV pasien yaitu TD : 120/80
mmHg, nadi 102x/i, suhu 36,7 C dan pernafasan 24x/i. pasien mengatakan lebih nyaman
dengan posisi semi fowler.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan pernah dirawat di RSUD Pariaman kurang lebih 1 bulan.
Pasien merupakan seorang perokok berat selama kurang lebih 67 tahun. Biasanya pasien
menghabiskan sebanyak 1-2 bungkus rokok perhari. Pasien mengatakan sudah berhenti
merokok sejak 4 bulan yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan sebelumnya
dan ia memiliki Riwayat alergi pada susu sapi, debu dan daging kambing..
Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang pernah menderita
penyakit seperti yang dialaminya sekarang. Pasien juga mengatakan tidak ada anggota
keluarganya yang menderita penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, jantung, asma,
maupun hipertensi.
Riwayat penyakit
- Pasien mengatakan selama sakit merasa sulit tidur akibat nafas terasa sesak,
tetapi Ketika sehat ia dapat tidur selama 7 jam
- pasien mengatakan sulit untuk beraktifitas dan hanya berada di atas tempat tidur,
aktivitas sehari-harinya dibantu oleh perawat dan keluarga yang mendampingi.
- Ia pernah didiagnosis hipertensi, asam urat dan hiperkolesterolamia.

Data Penunjang
Hasil pemeriksaan hematologi tanggal 12 desember 2017
Gula darah sewaktu : 112 mg/dl (<200mg/dl)
Hemoglobin : 9,5 g/dl (14-18 g/dl)
Hematokrit : 29 % (40-48 %)
Trombosit : 403.000/mm3 (150.000-400.000/mm3)
Leukosit : 6.600/mm3 (5.000-10.000/mm3)
Kalsium : 8,4 mg/dl (8,1-10,4 mg/dl)
Natrium : 121 Mmol/L (136-145 Mmol/L)
Kalium : 4,1 Mmol/L (3,5-5,1Mmol/L)
Ureum darah : 22 mg/dl (10,0-50,0 mg/dl)
Kreatinin darah : 0,5 mg/dl (0,6-1,1 mg/dl)
Total Protein : 5,5 g/dl (6,6-8,7 g/dl)
Albumin : 2,7 g/dl (3,8-5,0 g/dl)

123
Globulin : 2,8 g/dl (1,3-2,7 /dl)
Bilirubin total : 0,5 mg/dl (0,3-1 mg/dl)
SGOT : 51 u/l (<38 u/l)
SGPT : 29 u/l (<41 u/l)

Hasil pemeriksaan analisa gas darah pada tanggal 13 desember 2017


pH : 7,47 (7,35-7,45)
PCO2 : 25 mmHg (35-45 mmHg)
PO2 : 117 mmHg ( 75-100 mmHg)
HCO3- : 18,2 mmol/L (22-26 mmol/L)

Hasil pemeriksaan analisa gas darah pada tanggal 14 desember 2017


pH : 7,40 (7,35-7,45)
PCO2 : 30 mmHg (35-45 mmHg)
PO2 : 61 mmHg ( 75-100 mmHg)
HCO3- : 18,6 mmol/L (22-26 mmol/L)

Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 15 desember 2017


Hemoglobin : 8,9 g/dl (14-18 g/dl)
Hematokrit : 28 % (40-48 %)
Trombosit : 350.000/mm3 (150.000-400.000/mm3)
Leukosit : 6.290/mm3 (5.000-10.000/mm3)
Natrium : 137 Mmol/L (136-145 Mmol/L)
Kalium : 4,1 Mmol/L (3,5-5,1Mmol/L)
Total Protein : 5,4 g/dl (6,6-8,7 g/dl)
Albumin : 2,2 g/dl (3,8-5,0 g/dl)
Globulin : 3,2 g/dl (1,3-2,7 /dl)
Ureum darah : 30 mg/dl (10,0-50,0 mg/dl)
Kreatinin darah : 0,7 mg/dl (0,6-1,1 mg/dl)
Hasil pemeriksaan analisa gas darah pada tanggal 15 desember 2017
pH : 7,36 (7,35-7,45)
PCO2 : 45 mmHg (35-45 mmHg)
PO2 : 48 mmHg ( 75-100 mmHg)
HCO3- : 25,4 mmol/L (22-26 mmol/L)

Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 16 desember 2017


Total Protein : 5,4 g/dl (6,6-8,7 g/dl)
Albumin : 2,9 g/dl (3,8-5,0 g/dl)
Globulin : 2,5 g/dl (1,3-2,7 /dl)
Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 16 mei 2017
Hemoglobin : 9.6 g/dl (14-18 g/dl)
Hematokrit : 30 % (40-48 %)
Trombosit : 326.000/mm3 (150.000-400.000/mm3)
Leukosit : 5.420/mm3 (5.000-10.000/mm3)

124
Pengobatan yang diberikan :
obat Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
IUFD NaCl 0,9 % 12 jam /kolf v v v v
Metilprednisolon 2x125 mg v v v v
Ceftriaxone injeksi 1x 2 gr v v v -
Levofloxacin 1x 750 gr - - - v
Cefixime 2x200 mg - - - -
Ranitidin 2x1 ampul v v v v
Combivent 3x1 v v v -
Nairet 3x 0,3 cc v v v v
Lasix 3mg/jam v v v v
Candesartan 1x4 mg v v v v
parasetamol v v v -

Pertanyaan:
1. Kumpulkan data subjektif dan objektif pasien
2. Sudah rasionalkah pengobatan ini menurut anda?
3. Pengobatan apa yang akan di berikan pada hari ke 5?
4. Analisis DRP yang terjadi pada pasien, tulis pada form PTO
5. Apakah pasien mengalami rekonsiliasi obat?? Kapan??
6. Monitoring, Edukasi dan informasi apa yang dapat diberikan ke pasien?

KASUS 4 COPD/PPOK

Deskripsi
Bapak handoyo, 71 tahun, suku batak, telah 2 hari masuk rawat inap rumah sakit akibat
batuk berdahak kehijauan dengan sputum yang purulent, demam tinggi dengan suhu tidak
stabil dan turun naik, batuk produktif dan sesak napas yang tidak mereda setelah diberikan
diberikan 2 puff beclometason inhalasi dan Ventolin inhaler.

Riwayat pernapasan: Riwayat rmeokok 70 bungkus per tahun, benar benar berhenti
merokok 1,5 tahun lalu. Dia telah mengalami batuk kering, batuk tidak produktif selama
enam bulan terakhir dan memburuk pada akhir akhir ini. Akhir-akhir ini, dia merasakan
nyeri dada, sesak napas dan batuk yang meningkat ketika bepergian atau setelah aktivitas
dan merasa sangat lelah.

Riwayat keluarga:
Kedua orang tuanya tidak memiliki penyakit yang sama, ibunya menderita asma, tetapi
pasien menyangkal jika pernah menderita asma. istrinya merokok Ketika masih muda
tapi telah berhenti setelah memiliki anak pertama. Ia memiliki 2 anak laki laki yang
keduanya juga merokok.tapi berhenti setelah ayahnya didiagnosa ppok tahun lalu. Ia
menderita alergi semenjak berusia 5 tahun terhadap kacang tanah dan kacang mete yang
pernah menyebabkannya mengalami shock anafilaktif. Tetapi ia tidak memiliki alergi
obat.

125
Sejarah penyakit:
COPD, hipertensi (dikontrol oleh diet), DM
Riwayat Gangguan pernapasan sebelumnya: Rawat inap selama enam hari bulan
desember lalu karena eksaserbasi akut PPOK dengan bakteri pneumonia yang
membutuhkan intubasi 24 jam dan ventilasi mekanis
.
Pengobatan dirumah
Obat Saat Ini: Prednisone 10 mg 2 x/hari. Parasetamol (perkiraan dia mengambil dua per
hari bila panas/demam), berotec® 3x 1-2 puff/hr, Ventolin inhaler, ia juga meminum
jamu diabeta (dari jamu jago ) untuk diabetesnya serta minum wine merah jika sulit tidur
1-2 sloki.

Psikis: pada sesi wawancara diketahui jika pasien merupakan seorang suami dan ayah
yang dikenal baik dan bertanggung jawab dalam keluarganya. Namun pasien agak merasa
kasihan kepada keluarganya karena harus merawatnya. Pasien terlihat agak cemas namun
masih dalam batas wajar. tetapi kadang bingung dan disorientasi

Pada tanggal 25 mei 2017 ia masuk kerumah sakit dan diletakkan pada bangsal cendana
pada pukul 14.00 siang hari. Dan telah dilakukan beberapa pemeriksaan terkait
keadaanya.

Hasil pemeriksaan

Pemeriksaan Tanggal 26 mei Tanggal 27 mei Tanggal 28 mei


TB/BB 180 cm/ 75 kg 180 cm/ 75 kg 180 cm/ 75 kg
N 110 108 105
T 38,5˚C 37,8 ˚C 36,5 ˚C
RR 30 x/mnt 27 x/mnt 26 x/mnt
TD 160/ 95 mmHg 152/ 95 mmHg 149/ 88 mmHg
FeV1 70 % 80% 85%
SaO2 75 % 80 % 85%
GDP 235 232 221

Kol total 280 mg/dl 270 mg/dl 255 mg/dl

HDL 30 mg/dl 39 mg/dl 41 mg/dl


Kultur bakteri + + +
Leukosit 23.500 22.120 19.204
Asam urat 8 7,3 7.5

Pengobatan yang diberikan dokter Di rumah sakit mulai awal masuk :


obat Hari Hari ke Hari Hari
ke 1 2 ke 3 ke 4
IVFD RL 25 tts/menit ˅ ˅ ˅ ˅
O2 2L / min ˅ ˅ ˅ ˅
Salbutamol sulfate 2.5 mg 3 x 1 ˅ ˅ ˅ ˅

126
Prednison 10 mg tiap 6 jam ˅ ˅ ˅ ˅
berotec® 3x 1-2 puff/hr ˅ ˅ ˅ ˅
Ipratoprium tab ˅ ˅ ˅ ˅
Injeksi amoksisilin IV ˅ ˅ ˅ ˅
Diazepam 2 mg x 1 - ˅ ˅ ˅
HCT 25 mg x 1 ˅ ˅ ˅ ˅
angioten® 50 mg x1 ˅ ˅ - -
Ranitidin 2x1 (amp) ˅ ˅ ˅ ˅
ambroksol tablet 1 x 1 ˅ ˅ ˅ ˅
Parasetamol 1g 2x 1 ˅ ˅ ˅ -

Pertanyaan :
1. Sebagai Farmasisnya Sudah tepatkah terapi yang diterima oleh bapak herman
selama di rumah sakit?
2. Kumpulkan seluruh data yang harus anda gunakan dalam PTO!
3. Isilah form penelusuran Riwayat penggunaan obat dan form rekonsiliasi pada
pasien dari rumah ke bangsal diatas….
4. Peragakan pada saat wawancara dengan keluarga pasien/ pasien saat mengisi
form/lembar penelusuran Riwayat pengobatan pasien dan rekonsiliasi di RS

KASUS 5 kegawatdaruratan ( keracunan cyanide)


Deskripsi
Seorang pria berusia 26 tahun yang sebelumnya sehat dibawa ke bangsal darurat dengan
dugaan riwayat konsumsi tablet natrium sianida. Dia adalah pekerja pembersih perhiasan
di industri elektroplating, yang melibatkan penggunaan tablet sodium sianida (dengan
kemurnian sangat tinggi - 98%) di samping asam klorida dan beberapa bahan kimia
lainnya.
Menurut rekan kerja, ia secara tidak sengaja menelan sedikit sodium sianida sekitar 1½
jam sebelum kedatangan di rumah sakit. Keterangan ini agak meragukan dan
kemungkinan menelan sangat mungkin disengaja. Pasien tersebut mengalami muntah tiga
kali dan mulai berperilaku agitasi dan mudah tersinggung.
Penanganan di UGD
Pada saat kedatangan di UGD, setelah pemeriksaan fisik yang cepat, tabung nasogastrik
dimasukkan untuk dilakukan bilas lambung untuk anaylsis aspirat untuk sianida. Suspensi
arang aktif diberikan dan perawatan suportif dalam bentuk cairan I / V dan aliran tinggi
O2 sebanyak 4L / min dimulai.
Sampel darah diambil untuk analisis gas darah arterial (ABG) dan konsultasi toksikologi
diminta. Bersamaan dengan itu pencarian penangkal sianida dimulai. Pemeriksaan fisik
menunjukkan keadaan bingung dengan skor GCS 12 (E3M5V4), P: 126 / menit, RR: 34
/ menit, SpO2 - 94% pada suhu kamar, BP: 104/66 mmHg.
Pupil mata berukuran normal dan bereaksi rata terhadap cahaya. Tidak ada bukti
perubahan warna merah ceri pada kulitnya pada warna kulitnya yang gelap, dan napasnya
juga tidak berbau harum aroma almond pahit khas.
Pemeriksaan sistemik tidak biasa. EKG normal, kecuali sinus takikardia. Hb-18,2 gm%,
PC 2,99 lakh, Na + 144, K + 3.9, Mg ++ 2,6 mg% (1,8-2,6), SGPT-54 IU / L (5-45) Creat-
1.8 Mg%. ABG mengungkapkan asidosis metabolik yang parah (Tabel-1).

127
Pertanyaan:
1. Pada soal diatas, penanganan apa saja yang dapat dilakukan? Bagai mana tata
laksana penanganannya? jelaskan…………….
2. ABG mengungkapkan asidosis metabolik yang parah, apa artinya? Apa yang
harus dilakukan untuk penanganannya?
3. Jika antidotum tidak dapat ditemukan, terapi supportif apa yang dilakukan?
4. Monitoring apa saja yang dilakukan selama pengobatan?
5. Bagaimana mekanisme keracunan cyanide?
6. Antidotum apa yang dapat diberikan pada penanganan keracunan cyanide?
7. Jelaskan mekanisme kerja antidotum dan penatalaksanaan pengobatannya.

128
PELAYANAN INFORMASI OBAT
(KANKER, MENSTRUASI DISHORDER)

129
SKRINING
(SALURAN CERNA DAN KULIT)

130
MONITORING EFEK SAMPING OBAT
(HEMATOLOGI, MATA, THT)

131
TPN IV ADMIXTURE
(GANGGUAN NUTRISI)

132
KONSELING
(GANGGUAN RENAL, SENDI, DAN NYERI)

133
134
MANAGERIAL
(PEMILIHAN, PERENCANAAN, DAN PEGADAAN)

135
MANAGERIAL
(PENERIMAAN, PENYIMPANAN, DAN DISTRIBUSI)

136
MANAGERIAL
(PEMUSNAHAN, PENGENDALIAN, ADMINISTRASI)

137
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
(GANGGUAN SYARAF ENDOKRIN)

138
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
(GANGGUAN KARDIOVASKULER)

139
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
(INFEKSI 1)

140
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
(INFEKSI 2)

141
REKONSILIASI
(NAFAS DAN DARURAT)

142
PELAYANAN INFORMASI OBAT
(KANKER, MENSTRUASI DISHORDER)

KASUS 1
Kasus Ca Cervics-1
Lakukan Analisa Problem Pengobatan menggunakan metode SOAP, FARM, Atau PAM
KASUS data RM
Nama Pasien : Ny JKN BB/TB : 59/157
Umur : 52 thn
Alamat : Jln Dd No D
Sex : Wanita
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawati
Status Perkawinan : Menikah

Cara Masuk RS :
1. Datang sendiri 4. Kasus polisi
2. Diantar keluarga √ 5. Cara lain
3. Diantar tetangga

Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit :

Ny JKN adalah pasien di RS X yang selama ini didiagnosa pasien menderita Ovarian cancer dan
mendapatkan terapi carboplatin dengan target terapi 6 AUC dan Taxol 500 mg . Pasien akhir-akhir ini
mngeluhkan mual muntah berlebihan, rambut rontok dan mulai menyerah terdap pengobatan yang
dijalani. Lakukan PIO /konseling pada pasien ini

ANAMNESE
TD = 120/80

PEMERIKSAAN FISIK :

a. Keadaan Umum : letih, pucat, nyeri dan demam


b. Kepala – Leher :dbn
c. Extremitas : Kaki tdk bs digerakkan
f. Status Neorologis :

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU :


Ca Cervics
RIWAYAT ALERGI : -

DIAGNOSA :
- Kanker Cervis suspect Metastase Paru

143
CATATAN PERAWAT/PARAMEDIS
Tanggal/jam Pengobatan dan diet Catatan Tanda tangan

Infus RL 20 tpm Pagi :


Carboplatin 9 AUC TD 120/80
Doxetaxel 500 mg Pasien merasa nyeri
Dexamethason 1 vial perut, mual demam dan
Ranitidin 1x1 lemas .
Sangobion 1 x 1
Asam Folat 1x1
Paracetamol 3x1

Infus RL 20 tpm TD 140


Carboplatin 9 AUC /100
Doxetaxel 500 mg Pasien merasa nyeri
Dexamethason 1 vial perut, mual demam dan
Ranitidin 1x1 lemas.
Sangobion 1 x 1
Asam Folat 1x1
Paracetamol 3x1

Suhu Hari 1 Hari 2


badan/
nadi
42/ 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2
140 2 8 4 2 8 4 2 8 4 2 8 4 2 8 4
41/12
0
40 /
100
39/90
38/80
37/70
36/60
35

Keterangan : Suhu badan dan nadi terus meningkat.

Pernapasan Normal Normal

Tekanan drh 120/80 120/90


BB/TB
Parenteral
Muntah ++
Defekasi ++
Berkemih ++
Catatan

Data Laboratorium
Parameter Nilai Tanggal Pemeriksaan
Normal 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10
Leukocytes 3500- 5550 8770
10000

144
Hb 11.0- 6,7 6
16.5 %
Hematocrite 35.0- 26 26,3
50.0 %
Thombocytes 150000- 201000 237.000
390000
Glucose 60-110 94
Random mg/dl
Ureum/BUN 10-50 77,70 86,7 108,3 91,5
mg/dl
Creatinine 0.7-1.5 3,18 3,68 3,68 3,88
mg/dl
SGOT 11-41 4
U/I
SGPT 10-41 6
U/I
Albumin 3.5-5.0 1,28 2,35
g/dl
Na 135-145 132
mmol/l
Potassium/K 3.5-5.0 3,64
mmol/l
Chlorida/Cl 98-106 106
mmol/l
p.H 7.35-7.45 7.46
p.CO2 35-45 32.0
p.O2 80-100 118.4
HCO3 21-28 22.9
O2 saturate >95% 98,9
Base excess (-)3-(+)3 (-)1

KASUS 2
Kasus Ca Paru-1
Lakukan Analisa Problem Pengobatan menggunakan metode SOAP, FARM, Atau PAM
KASUS data RM
Nama Pasien : Tn JNK BB/TB : 59/157
Umur : 52 thn
Alamat : Jln Dd No D
Sex : Pria
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan
Status Perkawinan : Menikah

Cara Masuk RS :
4. Datang sendiri 4. Kasus polisi
5. Diantar keluarga √ 5. Cara lain
6. Diantar tetangga

Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit :

Tn JNK adalah perokok aktif, yang akhir-akhir ini menderita batuk yang tidak kunjung reda, dan terkadang
disertai perdarahan, setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, Tn JNK didiagnosa dokter menderita kanker
paru mendapatkan terapi Cisplatin dengan pemberian 1.v dosis 75 mg/m2 sekali tiap 4 minggu. Lakukan
perhitungan dosis pemberian dan pengambilan sediaan obat pada pasien ini

145
ANAMNESE
TD = 120/80

CATATAN PERAWAT/PARAMEDIS
Tanggal/jam Pengobatan dan diet Catatan Tanda tangan
01/03/2017 Infus RL 20 tpm Pagi :
Carboplatin 9 AUC TD 120/80
Doxetaxel 500 mg Pasien merasa nyeri
Dexamethason 1 vial perut, mual demam dan
Ranitidin 1x1 lemas .
Sangobion 1 x 1
Asam Folat 1x1
Paracetamol 3x1

02/03/2017 Infus RL 20 tpm TD 140


Carboplatin 9 AUC /100
Doxetaxel 500 mg Pasien merasa nyeri
Dexamethason 1 vial perut, mual demam dan
Ranitidin 1x1 lemas.
Sangobion 1 x 1
Asam Folat 1x1
Paracetamol 3x1

Suhu Hari 1 Hari 2


badan/
nadi
42/ 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2
140 2 8 4 2 8 4 2 8 4 2 8 4 2 8 4
41/12
0
40 /
100
39/90
38/80
37/70
36/60
35

Keterangan : Suhu badan dan nadi terus meningkat.

Pernapasan Normal Normal

Tekanan drh 120/80 120/90


BB/TB
Parenteral
Muntah ++
Defekasi ++
Berkemih ++
Catatan

146
Data Laboratorium
Parameter Nilai Tanggal Pemeriksaan
Normal 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10
Leukocytes 3500- 5550 8770
10000
Hb 11.0- 6,7 6
16.5 %
Hematocrite 35.0- 26 26,3
50.0 %
Thombocytes 150000- 201000 237.000
390000
Glucose 60-110 94
Random mg/dl
Ureum/BUN 10-50 77,70 86,7 108,3 91,5
mg/dl
Creatinine 0.7-1.5 3,18 3,68 3,68 3,88
mg/dl
SGOT 11-41 4
U/I
SGPT 10-41 6
U/I
Albumin 3.5-5.0 1,28 2,35
g/dl
Na 135-145 132
mmol/l
Potassium/K 3.5-5.0 3,64
mmol/l
Chlorida/Cl 98-106 106
mmol/l
p.H 7.35-7.45 7.46
p.CO2 35-45 32.0
p.O2 80-100 118.4
HCO3 21-28 22.9
O2 saturate >95% 98,9
Base excess (-)3-(+)3 (-)1

KASUS 3
Kasus Ca Paru-1

Pertanyaan 1.
Lakukan Analisa Problem Pengobatan menggunakan metode SOAP, FARM, Atau PAM
KASUS data RM

Nama Pasien : Ny NOP BB/TB : 57/157


Umur : 62 thn
Alamat : Jln Dd No D
Sex : Wanita
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawati
Status Perkawinan : Menikah

Cara Masuk RS :
7. Datang sendiri 4. Kasus polisi
8. Diantar keluarga √ 5. Cara lain
9. Diantar tetangga

147
Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit :

Ny NOP adalah pasien di RS X yang selama ini didiagnosa pasien menderita Kanker Payudara dan
mendapatkan terapi Cyclosfosfamid 100mg/m2 Hari ke 1 sd 14, Methotrexate 50mg/m2 IV hari ke 1 dan 8,
serta 5 Fluorouracyl 500mg/m2 IV hari ke 1 dan 8. Pasien akhir-akhir ini mengeluhkan mengalami gangguan
jantung dan dokter spesialis Jantung akan memulai terapi Digoxin PO 0.5 to 0.75 mg dan ISSD sub lingual
2,5-5 mg. Lakukan analisa pengobatan pada pasien ini

CATATAN PERAWAT/PARAMEDIS
Tanggal/jam Pengobatan dan diet Catatan Tanda tangan

01/03/2017 Infus RL 20 tpm Pagi :


Carboplatin 9 AUC TD 120/80
Doxetaxel 500 mg Pasien merasa nyeri
Dexamethason 1 vial perut, mual demam dan
Ranitidin 1x1 lemas .
Sangobion 1 x 1
Asam Folat 1x1
Paracetamol 3x1

02/03/2017 Infus RL 20 tpm TD 140


Carboplatin 9 AUC /100
Doxetaxel 500 mg Pasien merasa nyeri
Dexamethason 1 vial perut, mual demam dan
Ranitidin 1x1 lemas.
Sangobion 1 x 1
Asam Folat 1x1
Paracetamol 3x1

Suhu Hari 1 Hari 2


badan/
nadi
42/ 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2 6 1 1 2
140 2 8 4 2 8 4 2 8 4 2 8 4 2 8 4
41/12
0
40 /
100
39/90
38/80
37/70
36/60
35

Keterangan : Suhu badan dan nadi terus meningkat.

148
Pernapasan Normal Normal

Tekanan drh 120/80 120/90


BB/TB
Parenteral
Muntah ++
Defekasi ++
Berkemih ++
Catatan

Data Laboratorium
Parameter Nilai Tanggal Pemeriksaan
Normal 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10
Leukocytes 3500- 5550 8770
10000
Hb 11.0- 6,7 6
16.5 %
Hematocrite 35.0- 26 26,3
50.0 %
Thombocytes 150000- 201000 237.000
390000
Glucose 60-110 94
Random mg/dl
Ureum/BUN 10-50 77,70 86,7 108,3 91,5
mg/dl
Creatinine 0.7-1.5 3,18 3,68 3,68 3,88
mg/dl
SGOT 11-41 4
U/I
SGPT 10-41 6
U/I
Albumin 3.5-5.0 1,28 2,35
g/dl
Na 135-145 132
mmol/l
Potassium/K 3.5-5.0 3,64
mmol/l
Chlorida/Cl 98-106 106
mmol/l
p.H 7.35-7.45 7.46
p.CO2 35-45 32.0
p.O2 80-100 118.4
HCO3 21-28 22.9
O2 saturate >95% 98,9
Base excess (-)3-(+)3 (-)1

149
KASUS 4
Menstruation Disorder-1

Pertanyaan
Lakukan Analisa Problem Pengobatan menggunakan metode SOAP, FARM, Atau PAM
KASUS data RM
Nama Pasien : Ny LMNO BB/TB : 58/155
Umur : 48 thn
Alamat : Jln Anggrek 58 Solo
Sex : Perempuan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah

Cara Masuk RS :
10. Datang sendiri 4. Kasus polisi
11. Diantar keluarga √ 5. Cara lain
12. Diantar tetangga

Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit :Ny LMNO adalah pasien RS Z didiagnosa dokter pasien mengalami
mennoraghia dan selama ini mendapatkan terapi Danazol. Pada hari ini pasien mendapat perawatan di RS,
untuk mendapatkan pengobatan Diabetes Mellitusnya dan dokter memberikan insulin. Lakukan analisa
pengobatan terhadap pasien ini.

ANAMNESE
TD = 160/140
Pemeriksaan Fisik ==== -

PEMERIKSAAN FISIK :

a. Keadaan Umum : letih, pucat, demam, kesadaran menurun dan nyeri


b. Kepala – Leher :
c. Extremitas :
f. Status Neorologis :

DIAGNOSA :
- Menoraghia

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU :


Perdarahan di jalan rahim
RIWAYAT ALERGI : -

150
KASUS 5
Menstruation Disorder-1
Pertanyaan
Lakukan Analisa Problem Pengobatan menggunakan metode SOAP, FARM, Atau PAM
KASUS data RM
Nama Pasien : Ny LMNO BB/TB : 58/155
Umur : 48 thn
Alamat : Jln Anggrek 58 Solo
Sex : Perempuan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah

Cara Masuk RS :
13. Datang sendiri 4. Kasus polisi
14. Diantar keluarga √ 5. Cara lain
15. Diantar tetangga

Riwayat Pasien Masuk Rumah Sakit :Ny LMNO adalah pasien RS Z didiagnosa dokter pasien mengalami
mennoraghia dan selama ini mendapatkan terapi Danazol. Pasien juga terkadang mengkonsumsi ibuprofen
saat nyeri yang berlebihan walau tidak selalu. Pada saat pemeriksaan laboratorium diketahui nilai SGPT dan
SGOT jauh dari normal, walau nilai Kreatinin masih dalam batas normal. Lakukan analisa pengobatan untuk
pasien ini

ANAMNESE
TD = 160/140
Pemeriksaan Fisik ==== -

PEMERIKSAAN FISIK :

a. Keadaan Umum : letih, pucat, demam, kesadaran menurun dan nyeri


b. Kepala – Leher :
c. Extremitas :
f. Status Neorologis :
DIAGNOSA :
- Menoraghia

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU :


Perdarahan di jalan rahim
RIWAYAT ALERGI : -

151
SKRINING
(SALURAN CERNA DAN KULIT)

KASUS 1: GERD
Identitas pasien
Nama : Ny. XY
Umur : 37 tahun
Alamat : Dsn Ringinanom Solo
Pekerjaan : Tidak Bekerja
No RM : 571279
Pasien masuk ke bangsal Dahlia RS kelas III, tanggal 8 Juni 2019
Keluhan Utama : Nyeri perut
− Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh nyeri ulu hati sudah dirasakan sejak kurang
lebih 1 minggu yang lalu. Nyeri perut terasa panas dan tembus
ke punggung, agak sedikit sesak bila nyeri ulu hati kambuh.
Pasien mengatakan bahwa nyeri yang di alami hilang timbul
dan pasien sulit tidur bila kambuh. Pasien mengeluh lemas dan
perut terasa tidak enak. Pasien mengatakan bahwa ada mual
tetapi tidak sampai muntah. Pasien mengeluh cepat merasa
kenyang bila makan dan mengeluh lidah terasa pahit dan
kadang kecut. Pasien mengeluh kadang terasa pusing. Pasien
mengatakan bisa BAB (buang air besar) tetapi kurang lancar,
kencing lancar tidak dirasakan nyeri dan warnanya kuning.
− Riwayat penyakit dahulu:
Pasien sudah pernah berobat di dokter sebelumnya dengan
keluhan yang sama dan kemudian di rujuk ke RS dengan
diagnosa Abdominal pain e.c susp GERD + Krisis Hipertensi.
Pasien memilki riwayat tekanan darah tinggi, riwayat jantung
dan menyangkal tidak memilki kencing manis.
− Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengatakan tidak memiliki sanak saudara yang
mengidap gejala serupa.
− Riwayat Sosial dan Kebiasaan:
Pasien mengatakan bahwa jika telat makan sakitnya akan
kambuh. Pasien menyukai makanan yang pedas dan asam.
− Riwayat Alergi:
Pasien menyangkal tidak ada riwayat alergi makanan atau obat.
Pemeriksaan fisik
− Keadaan Umum: Pasien tampak lemah
− Kesadaran umum: compos mentis
− Tanda-tanda vital
TD : 217/113 mmHg
Nadi : 136 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,9oC

152
Pemeriksaan penunjang
Tanggal/ Jam Laboratorium Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

8 Juni 2019 Darah lengkap Hemoglobin : 12,4 g/dl 12-16


Leukosit : 11.360/mm3 4.000-11.000
Pkl. 11.35 Trombosit : 171.000/mm3 150.000-450.000

Darah lengkap Leukosit : 8.890/mm3 4.000-11.000


Pkl. 13.56 Trombosit : 307.000/mm3 150.000-450.000
Fungsi ginjal BUN : 15,0 mg/dl 10-20
Kreatinin : 0,9 mg/dl 0,5-1,7

Elektrolit Natrium : 142,8 mmol/L 135-155


Kalium : 3,59 mmol/L 3,6-5,5
Calcium : 1,11 mmol/L 1,12-1,32
Clorida : 102,7 mmol/L 96,0-106,0

Dokter memberikan resep pada keluarga pasien yang harus ditebus ke instalasi
farmasi

Pemerintah Kota Surakarta


RUMAH SAKIT ENGGAL SENGGAL
Jl. Let.Jen. Sutoyo Mojosongo Surakarta

Dokter : Shafina Zalfa A Surakarta, 8 Juni 2019


Ruang rawat/Poloklinik : Dahlia 307

R. Infuse RL 2 fl
Simm 20 tpm inj.

R/ Ranitidin tab XII


s. 1 dd 1 pagi ac

R/ Omeprazol
s.2. dd tab 1

R/ Candesartan tab 10
12 mg – 0 - 0

R/ Gitas tab
S 2 dd 1

R/ Neurodex tab X
S 2 dd 1

Pro : Ny. XY Umur : 37 th


Alamat : dsn Ringinanom Surakarta

153
Tugas :
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisologi dan farmakoterapinya
2. Masukkan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif dan
obyektif)
3. Buatlah assessment termasuk melakukan skrining resep dokter
4. Buatlah rekomendasi terapi pada pasien, rute pemberian, regimentasi dosis, dan
karakteristik fisika– kimia obat.
5. Sampaikan kepada dokter penulis resep jika rese pada masalah (tulis bagaimana cara
menyampaikannya ke dokter).
6. Sarankan terapi non farmakologi untuk mendukung penyembuhan pasien
7. Lakukan Pemantauan Terapi Obat.

KASUS 2: SINDROM STEVEN JOHNSON


Identitas pasien
Nama : Ny. ZN
Umur : 38 tahun
Alamat : Dsn Ringinanom Solo
Pekerjaan : Tidak Bekerja
No RM : 571279
Keluhan utama : kulit melepuh
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang melalui UGD RS 10 hari yang lalu (25 Agustus 2019), dengan keluhan
kulit melepuh di muka, badan, tangan, kelamin dan paha. Keluhan disertai rasa perih,
nyeri tenggorokan dan sukar menelan sejak 2 minggu yang lalu. Sebulan yang lalu
pasien mengaku terkena penyakit cacar, pasien berobat ke mantri dan diberikan obat
minum. Keluarga pasien mengaku tidak mengetahui obat apa saja yang diberikan.
Beberapa hari setelah pengobatan cacar, bintik cacar pada pasien timbul semakin
banyak. keluarga psien merasa keadaan pasien tidak membaik sehingga pasien datang
kembali ke mantri dan pasien diberikan suntikan antibiotik. Keluarga pasien tidak
mengetahui antibiotik apa yang diberikan. Tiga hari setelah berobat ke mantri (12 hari
sebelum masuk rumah sakit), dikatakan pasien mengeluh perih dan merah pada mata
disertai kotoran mata dan bercak putih pada bagian mata,badan terasa panas, tulang-
tulang terasa nyeri, dan sesak napas. Segera pasien berobat ke dokter dan keluhan
masih tetap tidak berkurang. Keesokan hari pasien pun berobat kembali ke puskesmas
dan dirujuk ke RS.
Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak
sakit berat, tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 70x/m, pernapasan 25x/m.
Tampak eritema disertai multipel vesikel di ekstremitas superior dan inferior serta
regio genital. Tampak multipel bula di regio antebrachii sinistra dan metacarpal
sinistra. Tampak lesi hiperpigmentasi di regio abdomen dan regio thoraks anterior dan
posterior. Mukosa mulut mengalami erosi, ekskoriasi dan krusta. Tampak mukosa
mata bersekret mengalami peradangan. Belum tampak adanya epidermolysis
Diagnosa dokter :
Steven jonhnson syndrome
Riwayat pengobatan sekarang: pasien mendapatkan resep dokter sbb

154
Pemerintah Kota Surakarta
RUMAH SAKIT ENGGAL SENGGAL
Jl. Let.Jen. Sutoyo Mojosongo Surakarta

Dokter : Shifa Nur A Surakarta, 25 Agustus 2019


Ruang rawat/Poloklinik : Anggrek 807

R. Infuse dekstrosa 2 fl
Simm 18 tpm inj.

R/ Infus RL 2 fl
Simm 18 tpm inj.

R/ dexamethasone 3 ampul
Simm 1 ampul/8 jam

R/ Gentamisin inj
Simm 100 mg/12 jam iv

R/ antacid syr fl 1
S 2 dd 1 po

R/ Gentamisin krim 0,3% tub 2

R/ sulfadiazine perak krim


Sue

Pro : Ny. ZN Umur : 38 th


Alamat : dsn Ringinanom Surakarta

Tugas :
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisologi dan farmakoterapinya
2. Masukkan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif dan
obyektif)
3. Buatlah assessment termasuk melakukan skrining resep dokter
4. Buatlah rekomendasi terapi pada pasien, rute pemberian, regimentasi dosis, dan
karakteristik fisika– kimia obat.
5. Sampaikan kepada dokter penulis resep jika rese pada masalah (tulis bagaimana
cara menyampaikannya ke dokter).
6. Sarankan terapi non farmakologi untuk mendukung penyembuhan pasien
7. Lakukan Pemantauan Terapi Obat

KASUS 3: HEMATEMESIS MELENA


Identitas pasien
Nama : Ny. CN
Tanggal lahir : 08 Januari 1956

155
Umur : 62 tahun
Alamat : Jl. Dadapan 1 Surakarta
No. Rekam Medis : 02132001
Tanggal MRS : 30-08-2018
Tanggal Pemeriksaan : 01-09-2018
a. Keluhan Utama
- BAB berwarna kehitaman
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan buang air besar berwarna
kehitaman seperti petis dengan konsistensi lunak, 3-5x/hari kurang lebih
sebanyak 1 gelas aqua, dirasakan sejak 1 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga merasakan nyeri pada ulu hati seperti
ditusuk jarum dan tidak berkurang setelah makan, disertai rasa pusing
berputar, mual dan muntah 1x bewarna kehitaman yang bercampur dengan
makanan seperti kopi sebanyak kira-kira 20cc pada hari rabu (29/08/18).
Diketahui pasien memiliki riwayat penyakit dispepsia sejak usia 40 tahun
dan memiliki kebiasaan mengkonsumsi obat sakit kepala paramex dan
puyer bintang tujuh yang dibeli diwarung sejak 5 tahun yang lalu hingga
sekarang. 1 bulan terakhir pasien mengatakan hampir tiap hari rutin
mengkonsumsi jamu untuk mengurangi rasa pegel linu. Pada tahun 2016
pasien pernah masuk rumah sakit dan dirawat selama 7 hari di RSUD
dengan keluhan yang sama yaitu bab berwarna kehitaman disertai muntah
berwarna kehitaman dan nyeri pada ulu hati. Pasien mengatakan , tidak
ada keluhan sulit untuk menelan, tidak ada rasa panas seperti rasa terbakar
didada, tidak ada penurunan berat badan, tidak pernah sakit kuning, tidak
ada kencing bewarna seperti teh, tidak merrasa sesak dan batuk, tidak ada
penurunan kesadaran, tidak ada kelemahan atau kelumpuhan yang
dialami, tidak ada nyeri pada tulang, tidak pernah minum obat-obatan
untuk mengencerkan darah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien pernah sakit seperti ini 2 tahun yang lalu (2016).
- Riwayat Dyspepsia (+) sejak usia 40 th
- Riwayat penyakit diabetes disangkal
- Riwayat penyakit kuning disangkal
- Riwayat stroke disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi (+)
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga pasien tidak pernah sakit seperti ini
- Riwayat penyakit diabetes disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
e. Riwayat Pengobatan
- Minum obat dari dokter untuk keluhan nyeri ulu hati (Tidak dibawa)
- Riwayat Transfusi Darah tahun 2016.
f. Riwayat Kebiasaan
- Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi jamu dan obat-obatan seperti
paramex dan puyer bintang toedjoe

156
- Tidak minum-minuman beralkohol.
- Tidak merokok.

g. Tanda vital
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 72 x/menit/Reguler/Lemah
Suhu : 36,6 0C
Respiratory Rate : 19 x/ menit
h. Pemeriksaan penunjang

157
158
Hasil endoskopi

Pemeriksaan Penunjang :
1. Darah lengkap 30/08/18
- WBC : 21.32 /Ul
- RBC : 1.8 /Ul
- HGB : 4.9 g/dL
- HCT : 16 %
- PLT : 374 /Ul
- MCV : 87.9 fl
- MCH : 26.9 pg
- MCHC : 30.6 g/dL
2. Kimia Klinik 30/08/18
- Gula Darah Sewaktu : 143 mg/dL
- BUN : 49.7 mg/dL
- Kreatinin : 1.6 mg/dL
- SGOT : 42 U/L
- SGPT : 38 U/L

159
3. Elektrolit 30/08/18
- Natrium : 141 mmol
- Kalium : 4.0 mmol
- Khlorida : 95 mmol
4. Kimia Klinik 31/08/18
- BUN : 28 mg/dL
- Serum Kreatinin : 1.2 mg/dL
- Albumin : 3.1 g/dL
- SGOT : 62 U/L

Diagnosa dokter :
- Hematemesis Melena et causa Ulkus Peptikum
- Susp. Anemia Hipokromik Mikrositer et causa pendarahan akut
saluran cerna bagian atas
- Hipertensi Stage I

Riwayat pengobatan sekarang: pasien mendapatkan resep dokter sbb


-
Pemerintah Kota Surakarta
- Inf. RL 21 tpm
- Inj.RUMAH
SantagesicSAKIT ENGGAL
(Sodium SENGGAL
Metamizol) 3x500 mg
- Jl.Inj.Let.Jen.
ProsoganSutoyo Mojosongo
(Lansoprazole) 3 x30Surakarta
mg
- Inj. Kalnex (As. Tranexamat) 3 x 100 mg
- Inj. Vitamin K(Phytomenadione)
Dokter : Shifa Nur A
3 x10 mg
Surakarta, 25 Agustus 2019
- Peroral : Syr. Sucralfat 3
Ruang rawat/Poloklinik : Anggrek 807x cth 2

R. Infuse RL fl 3
Simm 21 tpm inj.

R/ Santagesic inj 9 amp


Simm 3x500 mg inj.

R/ Prosogan inj 9 amp


Simm 3x200 mg inj

R/ KAlnex inj. 9 amp


Simm 2x150 mg inj

R/ Sukralfat syr 1 fl
S 3 dd 1 C

Pro : Ny. CN Umur : 62 th


Alamat : Jl. Dadapan 1 Surakarta

160
Saat keluarga pasien menebus resep ke instalasi farmasi RS, ternyata stok prosogan habis.
Tugas :
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisologi dan farmakoterapinya
2. Masukkan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif dan
obyektif)
3. Buatlah assessment termasuk melakukan skrining resep dokter
4. Buatlah rekomendasi terapi pada pasien, rute pemberian, regimentasi dosis, dan
karakteristik fisika– kimia obat.
5. Sampaikan kepada dokter penulis resep jika resep pada masalah (tulis bagaimana
cara menyampaikannya ke dokter).
6. Bagaimana mengatasi masalah obat yang dibutuhkan pasien stoknya habis?
7. Sarankan terapi non farmakologi untuk mendukung penyembuhan pasien
8. Lakukan Pemantauan Terapi Obat

KASUS 4: ACNE VULGARIS


Seorang perempuan NN berusia 23 tahun datang ke poliklinik rawat jalan sebuah RS
dengan keluhan jerawat yang sering kambuh. Pasien berada dibawah tekanan (stress)
karena kecemasannya tentang pandemic covid-19, karena tetangga sebelah rumahnya
positif corona.
Riwayat penyakit :
jerawat pada wajah sejak usia 15 tahun.
Pasien memiliki siklus mens tidak teratur akibat sindrom ovarium polikistik yang
didiagnosis 3 tahun yang lalu, dan belum diperlukan perawatan medis. Namun,
mengakibatkan kondisi jerawat yang awalnya cukup ringan dan merespon dengan baik
untuk produk topikal non resep, dalam 2 tahun terakhir jumlah lesi wajah meningkat
meskipun telah memakai produk OTC, dan kemudian melakukan perawatan obat resep.
Terdapat beberapa jaringan parut dan kista dalam beberapa bulan terakhir. Wajahnya
dipenuhi flek hitam akibat jerawat yang diderita.
Selain keluhan disebutkan di atas, pasien memiliki periode menstruasi yang tidak teratur
dan hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan) ringan
Riwayat pengobatan :
Awalnya, diberikan Benzamycin Gel (erythromycin and benzoyl peroxide) menunjukan
hasil terapi yang baik, tetapi ini harus dihentikan karena pengeringan yang berlebihan.
Selanjutnya digunakan Differin, yang dapat mengontrol kondisinya selama sekitar 6
bulan, kemudian jerawatnya memburuk, sehingga ditambahkan antibiotik oral
klindamisin.
Satu bulan yang lalu telah pasien mendapatkan terapi minosiklin yang
dikombinasi dengan differin (adapalen). Setelah menyelesaikan siklus terapi, pasien
sembuh. Tetapi jerawatnya kembali muncul, dan pasien kembali
pergi ke dokter untuk melakukan treatmen.

Riwayat keluarga :
Orang tua pasien masih hidup dan sehat, ayah memiliki jerawat dengan sisa jaringan
parut.
Tanda vital :
BP 110/70, RR 15, T 37°C; Wt 45 kg, Ht 165 cm
Pemeriksaan fisik

161
Kulit : Komedo di dahi, hidung, dan dagu. Papula dan pustula pada hidung dan daerah
pipi. Beberapa kista di dagu. Bekas luka di daerah pipi. Peningkatan rambut wajah. Flek
hitam pada wajah.
Resep dokter yang diperoleh pasien :

Pemerintah Kota Surakarta


RUMAH SAKIT ENGGAL SENGGAL
Jl. Let.Jen. Sutoyo Mojosongo Surakarta

Dokter : Shafa Alyana R Surakarta, 25 Agustus 2019


Ruang rawat/Poloklinik : Poli spesialis kulit dan kelamin

R/doksisiklin 100 mg
Vit c 500 mg
Da in caps dtd No XVI
S 1 dd 1 caps

R/ Vitacid cream 5% tub 1


Clindamicyn cream tub 1
Benzoil peroxide cream 5% tub 1
Mf cream
sue

Pro : Ny. NN Umur : 23 th


Alamat : Jl. Padang 1 Surakarta

Tugas :
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisologi dan farmakoterapinya
2. Masukkan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif
dan obyektif)
3. Buatlah assessment termasuk melakukan skrining resep dokter
4. Buatlah rekomendasi terapi pada pasien, rute pemberian, regimentasi dosis,
dan karakteristik fisika– kimia obat.
5. Sampaikan kepada dokter penulis resep jika resep pada masalah (tulis
bagaimana cara menyampaikannya ke dokter).
6. Sarankan terapi non farmakologi untuk mendukung penyembuhan pasien
7. Lakukan Pemantauan Terapi Obat

162
KASUS 5: DIARE DENGAN SYOK HIPOVOLEMIK
Pasien Tn. R umur 41 tahun, jenis kelamin laki laki, status kawin, pendidikan SMA,
pekerjaan swasta, agama Islam, alamat Tulakan Polokarto. Diagnosa medis Diare
dengan dehidrasi dan syok hipovolemik grade 3 , dirawat sejak tanggal 29 Januari
2019, No register 184578.
Riwayat kesehatan pasien dengan keluhan utama mengatakan mual, muntah. Riwayat
penyakit sekarang pada tanggal 26 Januari 2019, pasien BAB cair 10-13 kali perhari,
warna kekuningan kemudian diperiksa ke dokter tetapi belum sembuh, dan pada
tanggal 29 Januari 2009 oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD dengan keluhan mual,
muntah, badan lemas, diare 10-13 kali perhari, konsistensi cair, warna kekuningan,
mual, pusing, linglung kemudian pasien mondok dan dirawat di bangsal Melati.
Riwayat penyakit dahulu : pasien mengatakan dahulu pernah sakit tifus pada bulan
Desember 2008 dan rirawat di RSUD Sragen selama 4 hari. Riwayat penyakit
keluarga : Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC,
Hepatitis, dan penyakit menurun seperti Hipertensi, DM dll.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran menurun, keadaan umum lemas,
Tanda-tanda vital:
Nadi 105 kali per menit, TD 90/60 mmHg, suhu 37 derajad celcius, respirasi 30 kali
per menit.
Terapi sbb
Diagnosis : diare disertai mual dengan dehidrasi berat dan syok hipovolemi
Pasien mendapatkan resep dokter yang harus segera ditebus di instalasi farmasi RS

Pemerintah Kota Surakarta


RUMAH SAKIT ENGGAL SENGGAL
Jl. Let.Jen. Sutoyo Mojosongo Surakarta

Dokter : Shafa Alyana R Surakarta, 29 Januari 2019


Ruang rawat/Poloklinik : Bangsal Rajawali 102

CITO
R/Noepinefrin inj. 1 vial
Simm 5 µg bolus iv

R/ Infus RL fl 3
Simm 21 tpm inj

R/ Infus RL fl 3
Simm 21 tpm inj

R/ metoklopramid tab 10
S3 dd 1 po

R/ Zink 20mg tab 10


S1dd1 tab po

Pro : Ny. NN Umur : 23 th


Alamat : Jl. Padang 1 Surakarta

163
Tugas :
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisologi dan farmakoterapinya
2. Masukkan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif
dan obyektif)
3. Buatlah assessment termasuk melakukan skrining resep dokter
4. Buatlah rekomendasi terapi pada pasien, rute pemberian, regimentasi dosis,
dan karakteristik fisika– kimia obat.
5. Sampaikan kepada dokter penulis resep jika resep pada masalah (tulis
bagaimana cara menyampaikannya ke dokter).
6. Bagaimana pelayanan resep obat cito di RS?
7. Sarankan terapi non farmakologi untuk mendukung penyembuhan pasien
8. Lakukan Pemantauan Terapi Obat

164
MONITORING EFEK SAMPING OBAT
(HEMATOLOGI, MATA, THT)

165
TPN IV ADMIXTURE
(GANGGUAN NUTRISI)

Kerjakanlah kasus berikut menggunakan daftar referensi sebagai acuan


1. Seorang Ibu berusia 82 tahun, berat badan 50 kg, perawatan di ICU selama 4 hari
dengan diagnosa post laparotomy explorasi dan perforasi lambung. Hasil
laboratorium:
Natrium : 138 mmol/L (Normal 136-145)
Kalium : 5.7 mmol/L (Normal 3.3-5.1)
Klorida : 112 mmol/L (Normal 98-106)
Kalsium total : 8.6 mg/dL (Normal 8.2-9.6)
Magnesium : 2.17 mg/dL (Normal 1.00-2.50)
Pertanyaan :
a. Hitunglah kebutuhan cairan Nutrisi Parenteral yang akan dibuat!
b. Hitunglah kebutuhan kalorinya Nutrisi Parenteral yang akan dibuat!
c. Buatlah komposisi TPN (makronutrien & mikronutrien) untuk pasien dengan
produk TPN yang ada dipasaran!
d. Apa saja monitoring TPN pada pasien ini?
2. Bayi laki-laki, usia 4 hari dengan kelahiran premature, BB = 1750 g, TB 45 cm. Pada
hari ke 4 pasien mengalami diare berdarah. Semua makanan oral distop. Dokter akan
merencanakan pemberian TPN.
a. Hitunglah kebutuhan cairan Nutrisi Parenteral yang akan dibuat!
b. Hitunglah kebutuhan kalorinya Nutrisi Parenteral yang akan dibuat!
c. Buatlah komposisi TPN untuk bayi tersebut dengan glukosa 15 % dan protein 1
g/kg/hari (diberikan aminosteril 6%).
d. Bagaimana cara pembuatannya? Dan berapa volume pengambilannya dari sediaan
yang ada?
3. Pasien bernama Ny. M dengan umur 55 tahun, tinggi badan 155 cm, berat badan 48
kg menderita kanker payudara. Oleh dokter Sp.PD-KHOM diberikan kemoterapi
paclitaxel-carboplatin rencana 6 siklus interval 21 hari.
Pertanyaan:
a. Hitunglah regimen dosis sitostatika tersebut!
b. Hitunglah konsentrasi obat sitostatika dalam pelarut! dan bagaimana cara
preparasinya?
c. Hitunglah kecepatan infus jika obat diberikan secara infus IV kontinyu!
4. Pasien bernama Ny. B dengan umur 54 tahun, tinggi badan 143 cm, berat badan 37
kg menderita kanker Non Hodgkin Limfoma. Oleh dokter Sp.PD.KHOM diberikan
kemoterapi CEOP (Cyclophosphamide, Epirubicin, Vincristin, Lameson) pada
tanggal 16 Mei 2013 siklus ke 3, rencana 6-8 siklus interval 21 hari dengan data lab
dua hari sebelum kemoterapi sebagai berikut :
Dokter Sp.PD.KHOM membuat protokol dengan dosis :
- Epirubicin 70 mg
- Vincristin 1,8 mg
- Cyclophosphamide 1000 mg
- Methyl Prednisolon 16 mg 3-2-0 selama 5 hari.
Pertanyaan:
a. Analisalah kesesuaian regimen dosis sitostatika tersebut!

166
b. Hitunglah konsentrasi obat sitostatika dalam pelarut! dan bagaimana cara
preparasinya?
c. Hitunglah kecepatan infus jika obat diberikan secara infus IV kontinyu!
5. Data Pasien
Nama : Ny. LW
Umur : 49 Tahun
BB/TB : 41 kg/ 149 cm
LPT : 1,3
Tanggal Kemoterapi : 19 Februari 2019
Siklus ke : III
Diagnosa : NSCLC, Adenocarcinoma paru mutasi EGFR-stadium IV
A
Scr : 0,5 mg/dL
Resep yang diberikan :
Nama Obat Dosis Rute Pemberian Pengulangan
Obat Sitostatika

Paclitaxel 200 mg IV 21 hari


Carboplatin 650 mg IV 21 hari
Nama Obat Dosis Rute Pemberian Pengulangan
Obat
Premedikasi
Infus NaCL 0,9% 100cc/ 30 lini IV
Dexametason inj 4 ampul IV
Inj Deladryl 1 cc I.M
Inj Ranitidin 1 ampul IV
Nama Obat Dosis Rute Pemberian Pengulangan
Di Rumah
Parasetamol 500 mg PO
Pertanyaan:
a. Tuliskan perhitungan sediaan injeksi pada pasien sesuai dengan dosis yang ada!
b. Carilah pelarut yang tepat untuk sediaan injeksi dan tuliskan cara pembuatannya
jika ada!
c. Carilah data stabilitas setelah pencampuran dari obat tersebut!
d. Apakah semua obat kemoterapi harus terlindung dari cahaya (terbungkus) pada
saat pencampuran, pengiriman dan pemberian obat? Bagaimana dengan obat
pasien tersebut?

167
KONSELING
(GANGGUAN RENAL, SENDI, DAN NYERI)

168

Anda mungkin juga menyukai