Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadiran Tuhan yang maha ESA, karena atas inayah dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tugas ini saya susun dalam rangka mendalami mata
kuliah “Sistem Pendukung Keputusan”.
Kami mengucapkan banyak terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Tutut
Wurijanto, M.Kom. kami sadar bahwa sepenuhnya tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan
amat jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami bersedia menerimasaran dan kritik yang
membangun demi perbaikan untuk tulisan kami kedepannya. Kami berharap tugas ini dapat
di mengerti dan membantu dalam memahami, bagi orang yang membacanya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
KRITERIA.................................................................................................................................2
AHP: Model dan Pengembangan Expert Choice.......................................................................3
MEMBANGUN MODEL..........................................................................................................6
HASIL........................................................................................................................................6
KESIMPULAN..........................................................................................................................6
PERTANYAAN KASUS...........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................9
iii
APLIKASI KASUS 2.3
PENDAHULUAN
Di dalam industri gambar hidup, para pekerja menilai grip sebagai “otot cerdas”. Grip
bertanggung jawab mengatur cahaya, kamera dan materi lain pada set. Bagaimanapun, tidak
hanya otot yang diperlukan. Grip harus mampu membuat keputusan seperti bagaimana
melakukan setup yang paling baik, yang dapat sangat kompleks. Sesungguhnya, banyak grip
memiliki gelar B.A atau M.A di bidang teater. Key Grip bertanggung jawab untuk semua grip
pada set, dan pada dasarnya terhadap manajer mereka, juga pada hubungan antara grip lain dan
perusahaan produksi. Perhatian utama Key Grip adalah keselamatan set.
Charles N. Seabrook, dari Charlestoa, Carolina Selatan, adalah Key Grip, sebuah
pekerjaan penting dalam industri pembuatan film. Charles berkecimpung di bisnis ini selama
hampir 20 tahun dan memiliki reputasi terkenal. Dia salah satu Key Grip terbaik.
Konsekuensinya, ia sering mempunyai masalah untuk memutuskan tawaran pekerjaan yang
mana (film) yang ia terima. Bahkan ketika tidak ada penawaran bersaing, ia kadang-kadang
harus memutuskan ya atau tidak mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
Analitical Hierarchy Process (AHP) (Forman dan Selly, 2001; Saaty, 1999) adalah
suatu metode yang unggul untuk memilihi aktivitas yang bersaing dengan menggunakan
kriteria khusus. Kriteria dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, dan bahkan kriteria kuantitatif
ditangani dengan struktur kesukaan pengambil keputusan dari pada berdasarkan angka. Untuk
mengembangkan sebuah DSS yang digunakan untuk memecahkan masalah (institusional)
Seabrook yang terjadi berulang-ulang, kami mengembangkan sebuah model AHP dalam
Expert Choice (Expert Choice, Inc; demo yang dapat di download tersedia di
expertchoice.com). Pendekatan pengambilan keputusan memenuhi model empat fase dari
Simon. Kami memutuskan untuk menggunakan Ratings Module dari Expert Choice untuk
merumuskan sebuah model untuk membantu Seabrook mengambil keputusan.
1
KRITERIA
Langkah pertama kami adalah mewawancarai Seabrook berkenaan dengan aspek-aspek
umum kehidupan profesinya dan bagaimana ia mengambil keputusan. Kemudian kami
mewawancarainya untuk menetapkan kriteria penting untuk pemilihan kerja. Pada awalnya ia
menyatakan delapan kriteria potensial berikut ini:
2
Setelah diskusi lebih lanjut, kriteria berkurang menjadi lima kriteria yang dapat
dikelola, dimana klaifikasi definisi untuk masing-masing kriteria tersebut kemudian
dikembangkan. Lima kriteria tersebut antara lain adalah:
- Lokasi pembuatan film.
Mengimplikasikan bahwa ini akan menjadi waktu dimana ia jauh dari keluarga,
karena jarak dari rumah menentukan lama waktu ia jauh dari keluarga.
- Honor.
- Kondisi kerja.
Faktor ini melibatkan berapa besar anggaran dan berapa banyak hari oer minggu
dan jam per hari yang diperlukan. Karena hal ini juga menentukan berapa banyak
lembur yang diperlukan, maka ini sangat erat kaitannya dengan honor.
- Keterlibatan kelompok.
- Reputasi perusahaan produksi.
Perhatikan bahwa dalam mengembangkan kriteria, kami tidak mendiskusikan
pilihan alternatif spesifik.
3
Jika masalah berulang atau ada banyak alternatif untuk dipilih, maka model rating
dapat digunakan. Titik daun di bawah setiap kriteria menunjukkan skala untuk setiap kriteria.
Sebagai contoh, kondisi kerja boleh jadi ditandai sempurna, baik, sedang/cukup, atau buruk.
Pengambil keputusan membandingkan skala tersebut seperti membandingkan pilihan. Skala
sempurna berarti pilihan tersebut lebih disukai—baik; skala baik berarti sedang / cukup; dan
skala sedang berarti pilihan tersebut buruk. Bobot karakterisasi nantinya menetapkan sebuah
skala untuk sebuah proyek film khusus.
Setelah semua kriteria mempunyai skala masing-masing dan diperbandingkan secara
berpasangan. Kemudian, beralih ke model rating, dimana masing-masing pilihan diwakili oleh
baris suatu kerangka seperti spreedsheet dan suatu kolom mewakili masing-masing kriteria.
Pengambil keputusan kemudian mengklik pada rating yang sesuai untuk masing-masing
kriteria pada masing-masing film. Setelah semua rating kriteria dipilih, maka kemudian nilai
untuk alternatif dihitung.
Pengambil keputusan dapat memutuskan untuk menerima film hanya jika nilai-nilainya
melebihi tingkat minimum, atau menyortir pilihan dan memilih rating paling tinggi. Tidak
peduli metode mana yang digunakan, AHP, sebagaimana diimplementasikan ke dalam Expert
Choice pada dasarnya, mengekstraksi fungsi utilitas dari pengambil keputusan melalui
preferensi-preferensi mereka.
4
5
MEMBANGUN MODEL
Tujuan dan 5 kriteria dimasukkan ke dalam model Expert Choice dan ditentukanlah
sebuah skala rating untuk setiap kriteria. Seabrook Screenshot pada gambar 2.2 menunjukkan
tujuan (film mana yang dipilih?) , lima kriteria dan skala untuk masing-masing kriteria.
Berikutnya dilakukan analisis perbandingan pasangan dan kemudian menentukan
prioritas. Pada titik ini, konferensi lain dengan Seabrook mengijinkan kami menyesuaikan
prioritas. Hasil ditunjukkan di dalam screenshot pada gambar 2.3 dan juga pada bobot dalam
titik kriteria pada gambar 2.4. Perhatikan rasio inkonsistensi keseluruhan sebesar 0.07. Usaha
untuk mengurangi jumlah ini mendorong kepada prioritas yang menurut Seabrook tidak
memenuhi referensinya. Karena itu kami kembali kepada nilai-nilai sebelumnya. Umumnya,
jika rasio kurang dari 0.1, maka perbandingan dapat dianggap konsisten.
Berikutnya kami membandingkan pasangan skala rating di bawah masing-masing
kriteria. Akhirnya kami beralih ke Ratings Module dan kembali menghubungi Seabrook untuk
mendapatkan satu set data riil mengenai film yang pernah ia pertimbangkan untuk memvalidasi
model. Kami menyiapkan sebuah bentuk survei untuk Seabrook untuk menilai empat
pekerjaan terakhir yang telah ditawarkan kepadanya. Survei ini merupakan survei respon
lingkaran – koreksi yang cukup sederhana. Data dimasukkan ke dalam model dengan hasil
rating ditunjukkan pada gambar 2.4
HASIL
Judul film dihilangkan untuk kerahasiaan, tetapi hasil sesuai dengan keputusan
Seabrook. Film 1, dengan bobot maksimal hanya 0.279, ditolak oleh kedua model dan
Seabrook. Seabrook menerima ketiga film lainnya dan sebagai hasilnya merasa bahwa bobot
maksimum yang ideal harus mulai dari 0.4 karena rating terendah dari film yang diterima
hanya selisih 0.001 dari nilai tersebut. Tingkat ini dapat berubah ketika Seabrook mengadopsi
model karena akan dapat mempengaruhi model ketika prioritasnya berubah. Satu bulan setelah
mengikuti pengembangan sistem dan model awal, kami menginstal Expert Choice ke dalam
komputer Seabrook dan memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa ia bisa menggunakan
model sampai pada potensi tertingginya. Ia sangat menyukai sistem tersebut dan telah
menggabungkannya ke dalam proses pengambilan keputusan.
KESIMPULAN
Charles Seabrook sekarang dapat menggunakan sebuah aplikasi DSS Khusus yang
menyediakan bantuan dalam proses pengambilan keputusan rasionalnya, untuk menentukan
tawaran pekerjaan yang mana yang perlu diterima atau ditolak. Hingga sekarang, ia
menggunakan kriteria yang sama seperti di dalam model tersebut. Tetapi, ia menggunakan
sebuah model mental di mana sangat sulit untuk mempertimbangkan semua kriteria sementara
menimbang pentingnya masing-masing kriteria. Menggunakan AHP melalui Expert Choice
untuk memindahkan preferensi dan pengetahuannya ke dalam suatu model pengambilan
keputusan formal, memimpin kepada pengambil keputusan yang lebih konsisten dan lebih
berkualitas. Sebelumnya, Seabrook biasanya membuat keputusan berdasarkan atau faktor yang
sangat baik atau sangat jelek. Sekarang ia bisa membobot nilai penting dari semua faktor
dalam sebuah cara yang masuk akal.
6
PERTANYAAN KASUS
1. Menurut Anda apakah Seabrook benar–benar menggunakan semua kriteria (8 kriteria)
dalam pengambilan keputusannya sebelum DSS ini dikembangkan? Mengapa YA atau
mengapa TIDAK? Berapa banyak informasi yang diperlukan jika ia sedang memilih di
antara 12 film dan menggunakan semua kriteria tersebut? Apakah ini cara yang cukup
baik untuk bekerja dengan informasi? Mengapa YA atau mengapa TIDAK?
Jawab: Menurut saya iya, Seabrook menggunakan 8 kriteria ini saat memutuskan film
mana yang akan dibuat, namun kedelapan kriteria tersebut tidak wajib, mungkin
terkadang ada hal-hal yang menambah nilai atau pertimbangan yang membuat
Seabrook sulit untuk menolak tawaran film tertentu.
Informasi yang diperlukan untuk memilih di antara 12 film adalah hingga 72 informasi.
Baik atau tidaknya metode ini tergantung pada bagaimana Seabrook memilih. Dari 72
informasi tentang 12 film, Anda harus mengidentifikasi dan membandingkan setiap
opsi sehingga setiap opsi dibandingkan hingga 792 kali. Cara ini cukup panjang,
menurut saya cara ini cukup baik karena pilihan yang diambil akan mempengaruhi
karir Seabrook.
2. Jelaskan bagaimana model dan proses cocok dengan model pengambilan keputusan
empat fase dari Simon!
Jawab:
Fase intelligence
Tim pengembang melakukan wawancara terhadap Seabrook berkenaan dengan
aspekaspek umum kehidupan profesinya dan bagaimana ia mengambil keputusan.
Kemudian mereka mewawancarai Seabrook untuk menetapkan kriteria penting untuk
pemilihan kerja.
Fase design
Menentukan cara untuk memilih film yang akan dikerjakan oleh Seabrook. Ada 2 cara
untuk membangun model, jika masalah adalah khusus (terjadi satu kali) dan disana ada
sedikit alternatif (katakanlah 7 atau 5). Kemudian pengambil keputusan memasukkan
titik pilihan (alternatif) di bawah ukuran yang pertama dan mereplikasikannya untuk
semua kelompok (kriteria lain). Kemudian pengambil keputusan membandingkan
pilihan-pilihan di bawah kriteria pertama, kriteria kedua, dan seterusnya sampai semua
dibandingkan.
Fase choice
Tim pengembang memilih untuk menggunakan Ratings Module, lalu kembali
menghubungi Seabrook untuk mendapatkan satu set data riil mengenai film yang
pernah ia pertimbangkan untuk memvalidasi model. Tim pengembang kemudian
menyiapkan sebuah bentuk survei untuk Seabrook untuk menilai empat pekerjaan
terakhir yang telah ditawarkan kepadanya. Survei ini merupakan survei respon
lingkaran – koreksi yang cukup sederhana.
Fase implementation
Dalam fase ini, tim pengembang akhirnya menginstal aplikasi Expert Choice pada
komputer Seabrook. Seabrook kini Menggunakan AHP melalui Expert Choice untuk
memindahkan preferensi dan pengetahuannya ke dalam suatu model pengambilan
keputusan formal, memimpin kepada pengambil keputusan yang lebih konsisten dan
lebih berkualitas.
7
3. Jelaskan perbedaan antara model AHP “standar” dengan tujuan/kriteria/pilihan dan
model rating AHP dengan tujuan/skala rating/pilihan!
Jawab: Perbedaan model AHP “standar” dengan tujuan/kriteria/pilihan dan model
rating AHP dengan tujuan/skala rating/pilihan yaitu pada AHP “standar” dengan
tujuan/kriteria/pilihan hanya menunjukkan tujuan (film mana yang dipilih?) dengan
lima kriteria dan skala untuk masing-masing kriteria. Sedangkan pada model rating
AHP dengan tujuan/skala rating/pilihan, terdapat perbandingan untuk setiap rating dan
dihasilkan rasio yang akan dilihat konsistensinya, dari situ maka pilihan dapat
diputuskan film mana yang akan diambil apabila perbandingan rasionya konsisten.
4. Mengapa lebih sesuai untuk menggunakan pendekatan model rating dibadingkan
dengan model standar?
Jawab: Penggunaan model penskoran lebih tepat karena lebih mudah mengambil
keputusan ketika ada nilai untuk dibandingkan daripada harus dibandingkan secara
manual oleh pengambil keputusan. Perbandingan nilai untuk masing-masing kriteria ini
menghasilkan angka kunci (rasio) di mana pengambil keputusan lebih memilih opsi
dengan perbandingan yang konsisten.
5. Bagaimana model AHP Expert Choice membantu Seabrook dalam menyediakan suatu
kerangka kerja yang lebih masuk akal dalam pengambilan keputusan?
Jawab: Model AHP Expert Choice membantu Seabrook menyediakan kerangka kerja
yang lebih masuk akal untuk pengambilan keputusan dengan menyediakan data yang
jelas untuk setiap pilihan film yang ditawarkan. Kriteria penilaian film juga bervariasi
berdasarkan keinginan Seabrook. Selain itu, sistem membandingkan peringkat
berdasarkan kriteria yang sama, sehingga memudahkan Seabrook untuk memilih film
mana yang akan dikerjakan.
6. Apakah anda berpikir proyek ini akan sukses jika tim pengembangan tidak bekerja
sama dengan baik dengan pengambil keputusan? Mengapa YA atau mengapa TIDAK?
Jawab: Tidak, proyek ini tidak akan sukses tanpa kolaborasi antara tim pengembangan
dan pengambil keputusan, karena tim pengembangan membangun sistem pendukung
keputusan berdasarkan kebutuhan pembuat keputusan. Pengambil keputusan memiliki
persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembangan agar proyek berhasil. Selain
itu, tanpa kerja sama yang baik, tim pengembangan akan berjuang sebagai pengambil
keputusan membuat keputusan sebelum sistem ada dan akan mencoba memfasilitasi
pengambilan keputusan.
8
DAFTAR PUSTAKA
Turban, E., Aronson, J. E., & Liang, T.-P. (2007). Decision Support Systems and Intelligent
Systems SEVENTH EDITION. Delhi: Prentice-Hal! of India.