Anda di halaman 1dari 6

Khutbah I

ُ !‫ات َو ْال َب َر َك‬


‫ َو ِب َت ْو ِف ْي ِق! ِه‬،‫!ات‬ !ُ ‫ َو ِب َفضْ لِ ِه َت َت َن َّز ُل ْال َخي َْر‬،‫ات‬ُ ‫ْال َحمْ ُد هّٰلِل ِ الَّ ِذيْ ِب ِنعْ َم ِت ِه َت ِت ُّم الصَّال َِح‬
‫ك َل! ُه َوَأ ْش! َه ُد َأنْ م َُح َّم ًدا‬ َ ‫ َأ ْش َه ُد َأنْ اَل ِإ ٰل َه ِإاَّل هللاُ َوحْ! َدهُ اَل َش! ِر ْي‬.‫ات‬ ُ ‫َت َت َح َّق ُق ْال َم َقاصِ ُد َو ْال َغا َي‬
‫!!اركْ َع َلى َس!! ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى ٰالِ ! ِه‬ ِ ‫ص!! ِّل َو َس!!لِّ ْم َو َب‬ َ ‫ ال ٰلّ ُه َّم‬.ُ‫َع ْب! ُدهُ َو َر ُس!! ْولُ ُه اَل َن ِبيَّ َبعْ!! دَ ه‬
ِ ‫َّاي ِب َت ْق َوى‬
‫هللا‬ َ ‫ َف َيا َأ ُّي َها ْال َحاضِ ر ُْو َن ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َوِإي‬،‫ َأمَّا َبعْ ُد‬.‫الطاه ِِري َْن‬ َّ ‫صحْ ِب ِه ْالم َُجا ِه ِدي َْن‬ َ ‫َو‬
‫ِين ٰا َم ُن!!وا ا َّتقُ!!وا هّٰللا َ َح! َّق ُت َقا ِت! ِه َواَل َت ُم!!و ُتنَّ ِإاَّل َوَأ ْن ُت ْم‬ َ ‫ َيا َأ ُّي َها الَّذ‬.‫!و َن‬ َ ‫َو َط‬
ْ !‫اع ِت! ِه َل َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح‬
َ ‫مُسْ لِم‬
‫ُون‬
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Pada kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia ini, saya berwasiat kepada
pribadi saya sendiri dan juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita senantiasa
meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu
berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhkan diri dari
larangan-larangan-Nya. Semoga usaha takwa kita akan selalu terbawa sepanjang
hayat sehingga kelak usaha tersebut dapat menghantarkan kita saat dipanggil Allah
subhanahu wa ta’ala dalam keadaan mati husnul khatimah, aamiiin ya Rabbal
‘Alamiin

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Layaknya orang tua yang memanjakan anaknya, Allah pun kerap memanjakan
hamba-Nya, inilah yang dinamakan istidraj. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy
dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur (2000), jilid 5, menerangkan bahwa istidraj
adalah pemanjaan agar sesorang lebih terjerumus kepada kehinaan.

Mereka mengira, dengan mendapatkan berbagai kenikmatanyang mereka terima,


Allah sedang memberikan kemuliaan kepada mereka. Padahal sesungguhnya Allah
sedang menghinakan mereka secara perlahan-lahan dan bahkan membinasakan.
Mereka selalu berbuat maksiat dan tidak beribadah namun Allah berikan
kemewahan dunia. Allah memberikan harta yang berlimpah padahal mereka tidak
pernah bersedekah. Allah karuniakan rezeki berlipat-lipat padahal jarang shalat,
tidak senang pada nasihat ulama, dan terus berbuat maksiat. Hidup dikagumi,
dihormati, padahal akhlaknya bejat, diikuti, diteladani dan diidolakan, padahal
bangga mengumbar aurat dalam berpakaian. Sangat jarang diuji sakit padahal
dosa-dosa menggunung; tidak pernah diberikan musibah padahal gaya hidupnya
jumawa, meremehkan sesama, angkuh, dan bedebah. Allah berikan anak-anak
sehat dan cerdas padahal ia memberi makan dari harta hasil yang haram (riba,
menipu, korupsi). Hidup bahagia penuh canda tawa padahal banyak orang
karenanya terzalimi; kariernya terus menanjak padahal banyak hak orang yang
diinjak-injak. Semakin tua semakin makmur padahal berkubang dosa sepanjang
umur.

Dalam Al-Qur’an Allah mengingatkan:


ُ ‫الَّ ِذي َْن َك َّذب ُْوا ِب ٰا ٰي ِت َنا َس َنسْ َت ْد ِر ُج ُه ْم مِّنْ َحي‬
ٌ‫ َواُمْ لِيْ َل ُه ۗ ْم اِنَّ َك ْي ِديْ َم ِتيْن‬،‫ْث اَل َيعْ َلم ُْو َن‬
Artinya: “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami biarkan
mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka
ketahui.Dan Aku akan memberikan tenggang waktu kepada mereka. Sungguh,

rencana-Ku sangat teguh” (QS Al-‘Araf [7]: 182-183).

Istidraj itu berasal dari ‫ إستدراجا‬-‫ يستدرج‬-‫إستدرج‬ yang berakar kata dari ‫درج‬
yang secara bahasa berarti tangga, meningkat, sedikit demi sedikit, tahap demi
tahap, ataupun perlahan-lahan. Sedangkan secara istilah berarti kenikmatan
materi yang diberikan kepada seseorang yang secara lahir semakin bertambah,
tetapi kenikmatan yang bersifat imaterial semakin dikurangi atau dicabut,
sementara ia tidak menyadarinya. Secara lahiriah kemewahan duniawi Allah
berikan, namun secara batiniah perintah ketakwaan (ittaqullah) ia abaikan. Uraian
tersebut diperkuat oleh Rasulullah saw melalui hadits yang berbunyi:

‫ْت هّٰللا َ يُعْ طِ ى ْال َع ْب! َد‬


َ ‫ ِإ َذا َرَأي‬:‫ْن َعام ٍِر َع ِن ال َّن ِبىِّ ص!!لى هللا عليه و س!!لم َق!!ا َل‬ ِ ‫َعنْ ُع ْق َب َة ب‬
‫ ُث َّم َتاَل َر ُس!و ُل هّٰللا ِ ص!!لى هللا عليه‬.‫اس!ت ِْد َرا ٌج‬ ْ ‫م َِن ال ُّد ْن َيا َع َلى مَعَاصِ ي ِه َما ُيحِبُّ َفِإ َّن َما ه َُو‬
‫اب ُك ِّل َش!ىْ ٍء َح َّتى ِإ َذا َف ِر ُح!!وا ِب َما ُأو ُت!!وا‬ َ ‫وسلم ( َف َلمَّا َنسُوا َما ُذ ِّكرُوا ِب ِه َف َتحْ َنا َع َلي ِْه ْم َأب َْو‬
َ ‫َأ َخ ْذ َنا ُه ْم َب ْغ َت ًة َفِإ َذا ُه ْم ُم ْبلِس‬ 
‫ُون‬
Artinya: “Dari Uqbah ibn Amir dari Nabi saw, beliau bersabda: ‘Jika kamu melihat
Allah memberikan kemewahan dunia kepada hamba-Nya yang suka melanggar
perintah-Nya, maka itulah yang disebut istidraj.” Kemudian beliau membaca firman
Allah surat al-An`am ayat 44:

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka,
Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga
apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami
siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka

terdiam berputus asa.” (HR. Ahmad).


Buya Hamka, dalam tafsir al-Azhar jilid 3, menjelaskan bahwa istidraj menurut QS
Al-An’am ayat 44 bermakna dikeluarkan dari garis lurus kebenaran tanpa disadari.
Allah swt memperlakukan apa yang dia kehendaki, dibukakan segala pintu
kesenangan, hingga orang tersebut lupa diri. Bila dianalogikan, ibaratnya tidak
ingat bahwa sesudah panas, pasti ada hujan; sesudah lautan tenang, gelombang
pasti datang. Mereka dibiarkan berbuat maksiat dengan hawa nafsunya hingga
tersesat jauh. Lalu, siksaan Allah datang sekonyong-konyong. Allah melakukan
pembiaran atas maksiat yang mereka lakukan. Memberikan kesenangan terus-
menerus yang melalaikan. Hingga pada saatnya Allah akan mencabut semua
kesenangan sampai mereka termangu dalam penyesalan yang terlambat.

Hal ini juga terjadi pada zaman dahulu, istidraj menimpa pada diri Fir’aun dan
Qarun. Fir’aun diberikan kekuasaan tetapi tetap jumawa. Akhirnya Allah
tenggelamkan ia karena kepongahannya. Ia menjadi manusia yang sombong dan
menentang bahkan mengaku sebagai Tuhan. Akhirnya ia mati ditenggelamkan di
dalam laut bersama pasukannya ketika mengejar Nabi Musa dan Bani Israil. Qarun
adalah salah satu orang yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Awalnya ia adalah
orang miskin yang tidak punya apa-apa. Kemudian diajarkan kepadanya oleh Nabi
Musa tentang cara mengelola emas. Dalam waktu singkat, ia pun menjadi kaya
raya dengan mempunyai banyak emas dan harta melimpah. Akan tetapi, lambat
laun ia mulai lupa kepada Allah. Qarun dengan kelalaiannya pun dibinasakan
dengan ditelan bersama harta-hartanya. Makanya, kalau hari ini ada yang
menemukan harta tertimbun dalam tanah, orang-orang akan menyebutnya
sebagai harta karun, dengan dinisbatkan kepada harta Qarun yang ditelan bumi.

Sebagaimana firman Allah SWT:

ٌ‫ِين َك َفرُوا َأ َّن َما ُنمْ لِي َل ُه ْم َخ ْي ٌر َأِل ْنفُسِ ِه ْم ِإ َّن َما ُنمْ لِي َل ُه ْم لِ َي ْزدَا ُدوا ِإ ْثمًا َو َل ُه ْم َع َذاب‬
َ ‫َواَل َيحْ َس َبنَّ الَّذ‬
ٌ‫م ُِهين‬
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian
tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami
memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa
mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan” (QS Ali-Imran: 178).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Istidraj bisa terjadi kepada siapa saja, baik orang awam maupun ahli ibadah.
Orang mukmin akan merasa takut dengan istidraj, yakni kenikmatan semu yang
sejatinya murka Allah SWT. Namun sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman
akan beranggapan bahwa kesenangan yang mereka peroleh merupakan sesuatu
yang layak didapatkan.

Biasanya, istidraj diberikan kepada orang-orang yang mati hatinya. Mereka adalah
orang yang tidak merasa bersedih atas ketaatan yang ditinggalkan dan tidak
menyesal atas kemaksiatan yang terus dilakukan. Secara psikologis, orang yang
tertimpa istidraj, prilakunya sangat terlena dengan semua yang ia punya, sehingga
lupa bahwa semuanya hanyalah titipan sementara. Dia lupa bersyukur atas nikmat
yang diberikan, begitu juga ia gemar melakukan kemaksiatan tanpa merasa
berdosa. Dan menganggap nikmat yang Allah Swt berikan merupakan sebuah
kebaikan untuknya. Ketika hal ini terjadi, maka akan berakibat nantinya
mendapatkan siksaan dari arah yang tidak disangka-sangka. Maka dari itu, kita
perlu meminta pertolongan kepada Allah swt dan juga mengasah keimanan agar
terus meningkat sehingga menyadari hakikat nikmat dan siksaan.

Cara termudah untuk membedakan kesenangan yang datangnya dari kemurahan


Allah dengan istidraj adalah ketakwaan. Jika orang tersebut taat dalam beribadah,
bisa jadi nikmat yang diterima adalah kemurahan Allah. Begitupun sebaliknya,
apabila orang tersebut lalai dalam ibadah bisa jadi itu merupakan istidraj. Bagi
siapa saja yang saat ini sedang diliputi kebahagiaan, sedang merasakan rezeki yang
lancar, kenaikan jabatan atau pun kebahagiaan lainnya, perlu waspada. Bisa jadi
saat ini ia sedang teridentifikasi mengalami istidraj.

Bagaimana cara mengenalinya? Berikut ini adalah ciri-ciri istidraj yakni: (1) nikmat
dunia yang semakin bertambah, namun keimanan kita semakin menurun, (2)
mendapat kemudahan hidup meski terus menerus bermaksiat, (3) rezeki selalu
bertambah, meski terus lalai dalam ibadah, (4) semakin kaya, namun semakin
menjadi kikir, (5) jarang sakit, namun kerap berlaku sombong. Hal ini selaras
dengan apa yang dikatakan oleh Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam al-Hikam,
yakni:

َ ِ‫ِك َم َع ُه َأنْ َي ُك ْو َن َذل‬


‫ك اسْ ت ِْد َراجا ً َس َنسْ َت ْد ِر ُجهُم‬ َ ‫ف ِمنْ وُ ج ُْو ِد ِإحْ َسا ِن ِه ِإ َل ْي‬
َ ‫ك َودَ َو ِام ِإ َسا َءت‬ ْ ‫ِخ‬
َ ‫ْث اَل َيعْ َلم‬
‫ُون‬ ُ ‫مِّنْ َحي‬
“Takutlah pada perlakuan baik Allah kepadamu di tengah durhakamu yang terus-
menerus terhadap-Nya. Karena, itu bisa jadi sebuah istidrâj, seperti firman-Nya,
‘Kami meng-istidraj-kan mereka dari jalan yang mereka tak ketahui’.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,


‫‪Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa ketika seseorang‬‬
‫‪mendapatkan kenikmatan, baik nikmat materi maupun non materi, hendaklah ia‬‬
‫‪bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh zat pemberi nikmat, dan bukannya lupa‬‬
‫‪kepada-Nya. Dan segera bersyukur kepadaNya, baik secara lisan, perbuatan‬‬
‫‪maupun keyakinan dalam hati. Realisasi syukur itu bisa berupa semakin rajin‬‬
‫‪beribadah, bersedekah maupun perilaku-perilaku yang bermanfaat bagi orang lain.‬‬
‫‪Begitu bahayanya istidraj, sampai-sampai Umar bin Khattab pernah berdoa, “Ya‬‬
‫‪Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu menjadi mustadraj (orang yang‬‬
‫‪ditarik dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan).” (Al-Umm, Imam Sayfi'i,‬‬
‫‪IV/157). ‬‬

‫لعظِ ي ِْم‪َ ،‬و َن َف َعنِي َوِإيَّا ُك ْم ِب َما ِف ْي! ِه ِمنْ آ َي! ِة َوذ ِْك! ِر ْال َح ِكي ِْم‬
‫آن ْا َ‬ ‫ك هللا لِي َو َل ُك ْم فِى ْالقُ!!رْ ِ‬ ‫!ار َ‬ ‫َب! َ‬
‫أس ! َت ْغ ِف ُر َ‬
‫هللا‬ ‫العلِ ْي ُم‪َ ،‬وَأقُ! ْ!و ُل َق! ْ!ولِي َه! َذا َف ْ‬ ‫َو َت َق َّب َل هللاُ ِم َّنا َو ِم ْن ُك ْم ِتالَ َو َت! ُه َوِإ َّن ُه ُه! َ!و َّ‬
‫الس ! ِم ْي ُع َ‬
‫الغفُ ْو ُر الرَّ ِحيْم‬‫ال َعظِ ْي َم ِإ َّن ُه ه َُو َ‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫هّٰلِل‬
‫لى َت ْو ِف ْي ِق ِه َو ِامْ ِت َنا ِن ِه‪َ .‬وَأ ْش َه ُد َأنْ الَ اِلٰ َه ِإالَّ هللاُ َوهللاُ‬ ‫اَ ْل َحمْ ُد ِ َع َ‬
‫لى ِإحْ َسا ِن ِه َوال ُّش ْك ُر َل ُه َع َ‬
‫ض ! َوا ِن ِه‪ .‬اَل ٰلّ ُه َّم‬
‫إلى ِر ْ‬ ‫ك َل ُه َوَأ ْش َه ُد أنَّ َسيِّدَ َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ! ْولُ ُه ال ! َّداعِ ى َ‬ ‫َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي َ‬
‫ص ِّل َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد ِو َع َلى ٰالِ ِه َوَأصْ َح ِاب ِه َو َسلِّ ْم َتسْ لِ ْيمًا ِك!!ثيْرً ا َأمَّا َبعْ! ُد َفي!ا َ اَ ُّي َها ال َّناسُ‬‫َ‬
‫هللا َأ َم َر ُك ْم ِبَأمْ ٍر َب!!دَ َأ ِف ْي! ِه ِب َن ْف ِس! ِه َو َثـ َنى‬
‫هللا ِف ْي َما َأ َم َر َوا ْن َته ُْوا َعمَّا َن َهى َواعْ َلم ُْوا َأنَّ َ‬ ‫ِا َّتقُوا َ‬
‫لى ال َّن ِبى يآ اَ ُّي َها الَّ ِذي َْن آ َم ُن! ْ!وا‬
‫ُص!لُّ ْو َن َع َ‬ ‫هللا َومَآلِئ َك َت! ُه ي َ‬ ‫ِب َمآل ِئ َك ِت ِه ِبقُ ْدسِ ِه َو َق!!ا َل َتع!ا َ َلى ِإنَّ َ‬
‫ص!لَّى هللاُ َع َليْ! ِه َو َس!لِّ ْم َو َع َلى‬ ‫ص ِّل َع َلى َس! ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َ‬‫صلُّ ْوا َع َل ْي ِه َو َسلِّم ُْوا َتسْ لِ ْيمًا‪ .‬الل ُه َّم َ‬ ‫َ‬
‫ض ال ٰلّ ُه َّم َع ِن ْال ُخ َل َف!!ا ِء‬‫ُس !ل َِك َومَآلِئ َك! ِة ْال ُم َق!!رَّ ِبي َْن َوارْ َ‬ ‫ك َور ُ‬ ‫آل َس ! ِّيدِنا َ م َُح َّم ٍد َو َع َلى اَ ْن ِبيآِئ َ‬ ‫ِ‬
‫!!!ابعِي‬ ‫اش!!! ِدي َْن َأ ِبى َب ْك!!! ٍر َو ُع َمر َوع ُْث َم!!!ان َو َعلِى َو َعنْ َب ِق َّي ِة َّ‬
‫الص!!! َحا َب ِة َوال َّت ِاب ِعي َْن َو َت ِ‬ ‫الرَّ ِ‬
‫ك َيا َأرْ َح َم ال!!رَّ ا ِح ِمي َْن اَلل ُه َّم‬ ‫ض َع َّنا َم َع ُه ْم ِب َرحْ َم ِت! َ‬ ‫ْن َوارْ َ‬ ‫ان ِا َلى َي ْو ِم ال! ِّدي ِ‬ ‫ال َّت ِاب ِعي َْن َل ُه ْم ِب ِاحْ َس ٍ‬
‫ت ال ٰلّ ُه َّم َأعِ! َّز‬
‫ت اَالَحْ ي!!آ ُء ِم ْن ُه ْم َو ْاالَمْ! َوا ِ‬ ‫ت َو ْالمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َما ِ‬ ‫اغ ِفرْ ل ِْلمُْؤ ِم ِني َْن َو ْالمُْؤ ِم َنا ِ‬ ‫ْ‬
‫ص!رْ َمنْ‬‫!ادَك ْالم َُوحِّ ِد َّي َة َوا ْن ُ‬
‫ص!رْ عِ َب! َ‬ ‫ك َو ْالم ُْش! ِر ِكي َْن َوا ْن ُ‬ ‫الش!رْ َ‬ ‫ْاِإلسْ الَ َم َو ْالم ُْس!لِ ِمي َْن َوَأ ِذ َّل ِّ‬
‫ك ِإ َلى َي! ْ!و َم‬ ‫ْن َواعْ! ِل َكلِ َما ِت! َ‬ ‫اخ! ُذ ْل َمنْ َخ! َذ َل ْالم ُْس!لِ ِمي َْن َو دَ مِّرْ َأعْ! دَا َء ال! ِّدي ِ‬ ‫ص َر ال ِّدي َْن َو ْ‬ ‫َن َ‬
‫!ر‬ ‫الزالَ ِز َل َو ْالم َِح َن َو ُس! ْو َء ْال ِف ْت َن! ِة َو ْالم َِح َن َما َظ َه! َ‬ ‫ْن‪ .‬الل ُه َّم ْاد َفعْ َع َّنا ْال َبالَ َء َو ْا َلو َبا َء َو َّ‬ ‫ال ِّدي ِ‬
‫َان ْالم ُْس!!لِ ِمي َْن عآم ًَّة َيا َربَّ‬ ‫اِئر ْالب ُْل!!د ِ‬ ‫خآص!! ًة َو َس!! ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِم ْن َها َو َما َب َط َن َعنْ َب َل!! ِد َنا ِا ْن ُدو ِني ِْس!!يَّا‬
‫ار‪َ .‬ر َّب َنا َظ َل ْم َنا‬ ‫!ر ِة َح َس ! َن ًة َو ِق َنا َع! َذ َ‬
‫اب ال َّن ِ‬ ‫لعا َل ِمي َْن‪َ .‬ر َّب َنا آتِنا َ فِى ال ! ُّد ْن َيا َح َس ! َن ًة َوفِى ْاآل ِخ! َ‬
‫ْا َ‬
‫هللا َي!! ْأ ُم ُر‪ِ  ‬باْل َع! ْد ِل‬
‫هللا! ِإنَّ َ‬ ‫لخاسِ ِري َْن‪ .‬عِ َبادَ ِ‬ ‫اَ ْنفُ َس َنا َواإنْ َل ْم َت ْغ ِفرْ َل َنا َو َترْ َح ْم َنا َل َن ُك ْو َننَّ م َِن ْا َ‬
‫بى َو َي ْن َهى َع ِن ْال َفحْ ش!!!آ ِء َو ْال ُم ْن َك!!!ر َو ْال َب ْغي َيع ُ‬
‫ِظ ُك ْم َل َعلَّ ُك ْم‬ ‫ان َوِإيْت!!!آ ِء ذِي ْالقُ!!!رْ َ‬ ‫َو ْاِإلحْ َس!!! ِ‬
‫ِ‬
‫هللا َأ ْك َب ُر‬ ‫هللا ْال َعظِ ْي َم َي ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكر ُْوهُ َع َ‬
‫لى ن َِع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم َو َل ِذ ْك ُر ِ‬ ‫َت َذ َّكر ُْو َن َو ْاذ ُكرُوا َ‬

Anda mungkin juga menyukai