Abstrak
Pembuktian memiliki peran yang sangat besar serta untuk menentukan dkabulkan atau
tidaknya suatu tuntutan. Alat bukti juga telah ditetapkan dalam undang-undang yaitu
salah satunya adalah bukti berupa sumpah. Sumpah merupakan salah satu alat bukti
yang dibagi menjadi tiga macam yaitu sumpah suppletoir, sumpah decissoir serta
sumpah aestimatoir. Sumpah decissoir atau yang sering disebut sebagai sumpah
pemutus dalam undang-undang diperintahkan oleh salah satu pihak kepada pihak
lainnya yang menjadi lawan dalam setiap perkara, selanjutnya jika tidak ada upaya lain
yang dapat digunakan menjadi bukti terhadap tuntutan yang dilakukan maka
diperintahkan dalam penyumpahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kajian
pustaka, yaitu menggunakan berbagai referensi yaitu berupa jurnal yang relevan dalam
menyusun pembahasan. Sehingga sangat jelas adanya kekuatan pembuktian yang
dilakukan dengan mengangkat sumpah sesuai dengan yang telah diberikan oleh undang-
undang, hla ini dkarenakan sumpah merupakan salah satu yang didasarkan atas
kepercayaan adanya tuhan. Sehingga barang siapa yang telah memberikan suatu
keterangan dimana keterangan tersebut sifatnya tidak benar terlebih berada diatas
sumpah, maka mereka yang telah melakukan sumpah tentunya akan menerima azab dari
tuhan. Hal ini sangat terbukti karena siapapun yang melakukan sumpah biasanya
memiliki kewajiban untuk berseru terhadap tuhan. Apabila seseorang yang telah
dbebani sumpah merupakan orang-orang yang memiliki kepercayaan terhadap tuhan
serta memiliki landasan iman yang kuat maka tentunya ia akan merasa takut terhadap
tuhan apabila mereka melakukan suatu hal yang tidak benar.
Kata kunci: Sumpah, pembuktian, Hukum
Abtract
Proof has a very big role and to determine whether or not a claim is granted. Evidence
has also been stipulated in the law, one of which is evidence in the form of an oath.
Oath is one of the evidences which is divided into 3 types, namely suppletoir oath,
decissoir oath and aestimatoir oath. The decissoir oath or what is often referred to as
the severing oath in the law is ordered by one party to the other party who is the
opponent in every case, then if there is no other effort that can be used as evidence
against the demands made, it is ordered in the oath. This study uses a literature review
method, which uses various references in the form of relevant journals in compiling the
discussion. So it is very clear that there is power of proof that is carried out by taking
an oath in accordance with what has been given by law, this is because the oath is one
that is based on the belief in the existence of God. So that whoever has given a
statement where the information is not true, especially on an oath, then those who have
taken an oath will certainly receive punishment from God. This is very evident because
anyone who takes an oath usually has an obligation to cry out against God. If someone
who has been burdened with an oath is a person who has faith in God and has a strong
foundation of faith, then of course he will feel afraid of God if they do something that is
not right.
PENDAHULUAN
2
mengesampingkannya. Sehingga pada akhirnya yang menjadi tergugat dapat berada
pada pihak yang dinyatakan sebagai pihak yang kalah pada suatu perkara. Alat bukti
juga telah ditetapkan dalam undang-undang yaitu salah satunya adalah bukti berupa
sumpah. Sumpah merupakan salah satu alat bukti yang dibagi menjadi 3 macam yaitu
sumpah suppletoir, sumpah decissoir serta sumpah aestimatoir.
Sumpah decissoir atau yang sering disebut sebagai sumpah pemutus dalam
undang-undang diperintahkan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya yang menjadi
lawan dalam setiap perkara, selanjutnya jika tidak ada upaya lain yang dapat digunakan
menjadi bukti terhadap tuntutan yang dilakukan maka diperintahkan dalam
penyumpahan tersebut. Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat ditetapkan
jika sumpah decissoir atau sumpah pemutus bisa diperintahkan pada setiap tingkatan
perkara yang terjadi. Kemudian akan muncul pertanyaan tentang apakah sumpah ini
nantinya masih bisa diperintahkan sampai pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Namun, apabila salah satu pihak mengajukan bukti tetapi dalam bukti tersebut
belum memiliki kekuatan yang sempurna maka undang-undamg dapat memberikan
kewenangannya kepada para hakim agar dapat memerintahkan kepada pihak yang
melakukan sumpah agar dapat melengkapi atau menyempurnakan bukti yang
sebelumnya telah mereka ajukan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Sumpah
Sumpah berasal dari kata “alyamin yang memiliki makna yaitu tangan kanan dan
kekuatan. Sehingga sumpah didefinisikan sebagai suatu bentuk ucapan ataupun
keterangan yang disebut dengan memnggunakan nama tuhan yang sesuai dengan
keyakinan orang-orang yang melakukan sumpah tersebut (Putri, 2015).
Pada lingkungan peradilan baik perkara maupun perdata, istilah sumpah dikenal
sebagai alat bukti yang berlaku dalam lingkungan peradilan. Alat bukti yang ada di
dalam lingkungan peradilan yaitu berupa saksi, surat, pengakuan serta sumpah. Sumpah
merupakan alat bukti terakhir yang digunakan dalam peradilan ketika akan membuat
suatu keputusan dan biasanya digunakan oleh orang yang berprakara serta atas adanya
perintah dari hakim ataupun perintah dari pihak lainnya.
METODOLOGI PENELITIAN
PEMBAHASAN
4
yaitu barang siapa disuruh bersumpah, tetapi tidak mau bersumpah sendiri atau menolak
sumpah itu kepada lawannya, ataupun barang siapa yang menyuruh bersumpah tetapi
sumpah itu dikembalikan kepadanya dan ia menolak sumpah tersebut maka tentunya
dialah yang dianggap kalah.
Sesuai dengan pasal 183 ayat 3 HIR yaitu sebesar apapun nilai kekuatan
terhadap pembuktian dari sumpah, yaitu apabila salah satu pihak ada yang telah
melakukan sumpah maka pihak lawan dinyatakan kalah dalam suatu perkara yang
dilakukan. Namun, apabila pihak tersebut telah melakukan sumpah, pihak lainnya juga
masih dapat melakukan pembuktian apakah sumpah tersebut benar ataukah palsu.
Sehingga dengan kata lain yaitu tidak memungkinkan untuk dapat dilakukan
pembuktian adanya perlawanan sehingga apabila pengadilan belum menjatuhkan suatu
keputusan terhadap suatu perkara, apabila salah satu pihak telah melakukan sumpah
maka keputusan yang berasal dari pengadilan terhadap perkara tersebut hanya
merupakan suatu formalitas saja hal ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi proses
acara karena sebelum adanya keputusan dari pengadilan kedua belah pihak telah
mengetahui siapa yang akan menang serta siapa yang akan kalah di dalam suatu perkara
tersebut.
6
Sebagaimana yang dketahui jika kebohongan merupakan salah satu bagian dari
kehidupan yang sebagian tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Terutama
bagi orang-orang yang tidak percaya akan adanya tuhan sehingga mereka selalu
mengira jika kebohohan merupakan hal yang sudah biasa dilakukan dalam kehidupan.
Sehingga tentunya berdasarkan teori serta praktik, sumpah belum sepenuhnya dapat
menjamin seseorang melakukan kebohongan atau kebenaran dan tentunya sumpah juga
belum dapat menjamin sebagai alat bukti.
2. Macam-macam Sumpah
Sumpah dibagi menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut:
a) Sumpah Pelengkap
Berdasarkan pasal 155 HIR sumpah pelengkap biasanya disebut juga sebagai
sumpah tambahan. Dalam pasal tersebut juga dijelaskan pihak yang mengankat sumpah
terlebih dahulu harus dperintahkan oleh hakim serta harus memiliki bukti permulaan hal
ini dilakukan agar ketika sumpah akan dilaksanakan maka bukti permulaan tersebut
dapat menjadi lengkap dan sempurna. Ketika akan melakukan sumpah hakim memiliki
kewenangan serta hakim tidak memiliki kewajiban untuk membebankan suatu
kelengkapan tersebut. Apabila salah satu pihak telah melaksanakan sumpah tambahan
yang berprakara maka pihak yang diperiksa tersebut akan selesai.
Agar hakim dapat memerintahkan salah satu pihak untuk melakukan sumpah
maka tentunya harus ada bukti permulaan terlebih dahulu, sehingga sumpah akan
dilakukan sebagai bukti pelengkapnya agar bukti dapat lebih sempurna. Dalam hal ini
haim memiliki kewenangan namun bukan kewajiban untuk memberikan beban suatu
bukti pelengkap agar dapat memenuhi sumpah tersebut (Yudistira, 2018).
Sesuai dengan pasal 1943 KUH perdata yaitu dikemukakan bahwa sumpah
pelengkap ini merupakan sumpah yang harus dipertimbangkan oleh hakim hal ini
dikarenakan jabatan hakim kepada salah satu pihak yang berprakara tersebut serta tidak
dibenarkan adanya pengembalian sumpah terhadap pihak lawan yang sebelumnya telah
diberikan sumpah. Tetapi kepada pihak yang telah ditunjuk oleh hakim untuk
melakukan sumpah pelengkap ini.
Namun, sumpah pelengkap ini juga dapat melakukan penolakan tetapi pihak
yang melakukan penolakan belum sepenuhnya dianggap kalah dalam prakara ini, karena
apabila terdapat pembuktian lain yang lengkap maka penggunaan sumpah tidak akan
diperlukan lagi, sehingga dapat disimpulkan bahwa sumpah pelengkap ini dapat
dilakukan apabila salah satu pihak sebelumnya telah memiliki bukti permulaan terlebih
dahulu dan bukti lainnya belum mencukupi.
b) Sumpah Pemutus
Pada pasal 1943 KUH Perdata sumpah diartikan sebagai suatu pelengkap
dimana perintahnya berasal dari hakim karena memiliki jabatan sebagai salah satu pihak
yang akan membuktikan suatu kebenaran kepada yang berprakara. Namun, bukan
sumpah yang menjadi suatu pemutus prakara tetapi pemutus prakara berasal dari
putusan hakim (Yudistira, 2018). Apabila sumpah pemutus telah diucapkan maka hakim
memiliki kewajiban untuk mengakhiri proses dari suatu prakara yang sedang
ditanganinya dan hakim juga harus mengikuti alternatif berikut ini:
8
contohnya ketika terjadi kasus pembunuhan dan ditempat terjadinya kasus tersebut
terdapat rekaman CCTV yang bisa menjadi barang bukti akurat. Hal ini disebabkan
CCTV merupakan salah satu alat bukti yang sah serta di dalamnya tidak terdapat adanya
penyadapan.
4. Pembuktian Penerapan Alat-alat Bukti Elektronik
Saat ini perkembangan teknologi menjadi semakin maju sehingga dengan
adanya kemajuan ini menjadi salah satu sarana yang dapat dilakukan untuk memberikan
suatu pembuktian kepada pengadilan. Adanya pembuktian menggunakan alat bukti
elektronik telah diatur dalam hukum yang berlaku di Indonesia saat ini. hal ini
dikarenakan pembuktian merupakan salah satu sarana yang dapat menentukan suatu
proses perkara selama masih dalam tahap persidangan. Sebagaimana yang dketahui jika
seluruh pihak yang akan melakukan pembuktian haruslah menggunakan alat-alat bukti
yang sah sesuai dengan yang telah diatur dalam perundang-undangan.
5. Kendala Pembuktian Alat-alat Bukti Elektronik
Pembuktian yang dilakukan menggunakan alat bukti elektronik tentunya di
dalamnya masih terdapat beberapa kendala dalam penerapannya yaitu: (a). alat bukti
elektronik saat ini masih belum diatur dalam hukum acara, (b).terdapat kendala pada
tata cara dalam memperlihatkan bukti-bukti elektronik. Sehingga saat ini sangat
diperlukan adanya hukum acara agar alat bukti elektronik dapat diterapkan secara tegas.
6. Replik
Replik merupakan salah satu bentuk jawaban dari tergugat terhadap suatu
perkara. Sehingga ketika perkara terjad maka replik haruslah sesuai dengan jawaban
daripada tergugat baik segi kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga ketika replik terjadi
bisa saja terjadi kemungkinan yaitu berupa adanya peluang yang terbuka untuk
penggugat agar mereka dapat mengajukan rereplik.
7. Duplik
Duplik merupakan salah satu bentuk jawaban dari penggugat karena adanya
replik yang diajukan oleh penggugat, dalam mengajukan duplik dapat dilakukan dengan
cara tertulis maupun secara lisan karena duplik dilakukan dengan tujuan agar dapat
membantu meneguhkan jawaban dimana terdapat penolakan di dalamnya terhadap suatu
gugatan yang berasal dari pihak penggugat tersebut.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Agung. (2021). Keabsahan Alat Bukti Elektronik dalam Sistem Peradilan Pidana di
Indonesia. Jurnal Hakim Militer Utama.
Sondakh. (2019). Kekuatan Bukti Sumpah dalam Praktek Peradilan Perdata. Lex
Privatum. 7(1): 83-89.
Yudistira. (2018). Kekuatan Surat Elektronik Sebagai Alat Bukti dalam Persidangan
Ditinjau dari Hukum Acara Pidana. Jurnal Hukum.
10