Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

DOSEN PEMBIMBING:
Fitri Romadonika, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Di Susun Oleh: Kelompok 1

1. Dea Wulandari (010 STYC20)


2. Amalia Ridho Rahmani (002 STYC20)
3. Hida Royanti (020 STYC20)
4. Lalu Syahrul Azkian (025 STYC20)
5. Nadila Safitri (030 STYC20)
6. Wiwin Hendryani (052 STYC20)
7. Kasfiatul Izzati (058 STYC20)
8. Vikratus Tsaqova (049 STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha


Pemurah dan Lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan
Rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah
asuhan keperawatan. Keperawatan Anak I dengan judul “Asuhan
Keperawatan Berat Bayi Lahir Rendah” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah asuhan keperawatan sudah kami lakukan
semaksimal mungkin dengan dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa
memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa
mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang sudah membantu kami
dalam rangka menyelesaikan makalah asuhan keperawatan ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa
dalam makalah asuhan keperawatan ini masih terdapat banyak kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu,
dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca
yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan
makalah asuhan keperawatan ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah asuhan
keperawatan yang sederhana ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan
kami bisa menginspirasi para pembaca untuk mengangkat berbagai
permasalah lainnya yang masih berhubungan pada makalah-makalah asuhan
keperawatan berikutnya.

Mataram, 09 Juni 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Berat Bayi Lahir Rendah ......................................................5
2.1.1 Definisi Berat Bayi Lahir Rendah ....................................................5
2.1.2 Etiologi .............................................................................................5
2.1.3 Klasifikasi .........................................................................................7
2.1.4 Komplikasi .......................................................................................8
2.1.5 Manifestasi Klinis ...............................................................................9
2.1.6 Patofisiologi ....................................................................................11
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................11
2.1.9 Pathway ..........................................................................................13
2.1.10 Penatalaksanaan ..............................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................17
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Berat Bayi Lahir Rendah ..................17
3.1.1 Pengkajian ......................................................................................17
3.1.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................24
3.1.3 Intervensi ........................................................................................24
3.1.4 Implementasi ..................................................................................32
3.1.5 Evaluasi ..........................................................................................32
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................34
4.1 Kesimpulan.................................................................................................34
4.2 Saran ...........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan pada masa Neonatus sangat rawan hal ini disebabkan
masa transisi adaptasi kehidupan (Mulyati & Djamilus, 2017). Menurut
(Kemenkes 2015) Berat Bayi Lahir Rendah ( BBLR ) merupakan Bayi yang
lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram. Ada dua
macam kelahiran dapat lahir dengan prematur (usia kandungan kurang dari
37 minggu) dan lahir dengan KMK (Kecil Masa Kehamilan) bayi yang lahir
cukup bulan dengan berat badan kurang dari normal.
Pada BBLR sangat menentukan kondisi kesehatan di masa dewasa
bayi yang dilahirkan dengan Berat badan kurang dari 2500 gram berkorelasi
erat dengan penyakit degeneratif di usia dewasa (Rosmala Nur, Adhar
Arifuddin, 2016). hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama . Tingginya angka kejadian dapat mempengaruhi
kualitas sumber daya manusia di masa depan, karena bayi yang lahir dengan
Berat badan lahir randah juga dapat menyebabkan peningkatan risiko
kecacatan permanen, gangguan kognitif dan masalah kesehatan kronis
lainnya dikemudian hari (Sari et al., 2018).
Berat Bayi Lahir Rendah sangat erat kaitannya dengan kematian
neonatal dan morbiditas, terhambatnya pertumbuhan, perkembangan
kognitif, dan timbulnya penyakit kronis di kemudian hari. BBLR juga dapat
berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang karena dapat
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga
berpengaruh terhadap penurunan kecerdasan (Setyo & Paramita, 2015)

1
Menurut WHO 2018 prevalensi bayi dengan BBLR di
dunia yaitu 15,5 persen atau sekitar 20 juta yang lahir setiap tahun, sekitar
96,5 persen diantaranya terjadi di negara berkembang . Upaya pengurangan
BBLR hingga 30 persenpada tahun 2025. Hal tersebut menunjukkan sebesar
2,9 persen setiap tahunnya antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2025 dan
terjadi pengurangan yaitu dari 20 juta menjadi 14 juta bayi BBLR (WHO,
2018).
Berat Badan Lahir Rendah sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang utama, diperkirakan 15-20% dari semua
kelahiran di seluruh dunia adalah BBLR mewakili lebih dari 20 juta
kelahiran per tahun. Meskipun ada variasi dalam prevalensi BBLR di setiap
negara, namun hampir 95,6% dari mereka berada di negara berkembang
atau negara dengan sosial ekonomi rendah (Di et al., 2020).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
bahwa penyebab terjadinya kematian bayi di Indonesia adalah asfiksia yaitu
37 persen, BBLR yaitu 34 persen dan infeksi/sepsis yaitu 12 persen. Angka
kelahiran bayi dengan BBLR di Indonesia mencapai 350.000 setiap tahun.
Angka prevalensi BBLR di Indonesia yaitu 6,2. Provinsi dengan prevalensi
terendah adalah Jambi yaitu 2,6 sedangkan prevalensi tertinggi yaitu di
Sulawesi Tengah yaitu 8,9 (Riskesdas, 2018).
BBLR dipengaruhi banyak faktor dapat dicegah dan dideteksi secara
dini melalui kunjungan antenatal care (ANC) yang lengkap dari segi
kuantitas dan pelayanan yang berkualitas (Fatimah et al., 2018). Antenatal
care (ANC) adalah pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan
umum ibu, menegakkan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan,
menegakkan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan risiko
kehamilan (Fatkhiyah & Izzatul, 2019).

2
Mayanda mengatakan Status gizi ibu sebelum dan selama hamil
dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status
gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar
akan melahirkan bayi sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Untuk
mengetahui status gizi ibu hamil dapat diketahui dengan parameter Berat
Badan, Hemoglobin (Hb), dan Lingkar Lengan Atas (LILA). Salah satu cara
untuk mengetahui apakah ibu hamil menderita KEK atau tidak bila ukuran
Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm maka ibu hamil tersebut
dikatakan KEK atau kurang gizi dan berisiko melahirkan bayi dengan
BBLR (Mayanda, 2017).
Merawat dan memenuhi kebutuhan bayi BBLR membutuhkan
perhatian yang lebih dibanding dengan merawat bayi dengan berat lahir
normal karena Berat bayi lahir rendah memiliki kerentanan resiko lebih
tinggi terinfeksi penyakit, gagal tumbuh organ dan resiko kematian
dibanding bayi lahir dengan berat normal. (Rita Setyani Hadi Sukirno,
2019).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah asuhan keperawatan ini
terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah asuhan keperawatan ini yaitu
untuk mengetahui dan memahami tentang konsep berat bayi lahir rendah
dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan berat badan lahir
rendah.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep berat bayi lahir
rendah yang meliputi definisi berat bayi lahir rendah, etiologi,
klasifikasi, komplikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, pencegahan,
pathway dan penatalaksanaan.

3
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan berat bayi lahir rendah yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, dan evaluasi keperawatan.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Berat Bayi Lahir Rendah


2.1.1 Definisi Berat Bayi Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah adalah keadaan ketika bayi dilahirkan
memiliki berat badannya kurang dari 2500 gram. Keadaan BBLR ini
akan berdampak buruk untuk tumbuh kembang bayi ke depannya
(Kementerian Kesehatan RI, 2015). Ada 2 keadaan BBLR yaitu :
1. Prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni :
BBLR karena prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni
adalah bayi yang dilahirkan kurang bulang (preterm) mempunyai
organ yang belum berfungsi seperti bayi aterm sehingga bayi
tersebut mengalami kesulitan untuk hidup di luar rahim. Makin
pendek masa kehamilan makin kurang sempurna fungsi alat-alat
tubuhnya, akibatnya makin mudah terjadi komplikasi, seperti :
sindroma gangguan pernafasan, hipotermia, aspirasi, infeksi, dan
pendarahan intrakanial.
2. BBLR (KMK) :
Bayi Berat Badan Lahir Rendah karena Bayi Kecil untuk
Masa Kehamilan (KMK) adalah bayi kecil untuk masa kehamilan
(KMK) pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan bayi preterm dengan berat badan yang sama.
2.1.2 Etiologi
Menurut Nur, Arifuddin & Vovilia (2016), Susilowati, Wilar
& Salendu (2016) serta Gebregzabiherher, Haftu, Weldemariam &
Gebrehiwet (2017) ada beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan masalah BBLR yaitu:

5
1. Faktor ibu
a. Usia
Berdasarkan penelitian menunjukkan persentase kejadian
BBLR lebih tinggi terjadi pada ibu yang berumur 35 tahun
(30,0%) dibandingkan dengan yang tidak BBLR (14,2%). Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan WHO yaitu usia yang paling
aman adalah 20 – 35 tahun pada saat usia reproduksi, hamil
dan melahirkan.
b. Parietas
Berdasarkan penelitian ibu grandemultipara (melahirkan anak
empat atau lebih) 2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak
9 BBLR, itu dikarenakan setiap proses kehamilan dan
persalinan meyebabkan trauma fisik dan psikis, semakin
banyak trauma yang ditinggalkan akan menyebabkan penyulit
untuk kehamilan dan persalinan berikutnya.
c. Gizi
Kurang saat hamil Ibu yang mengalami gizi kurang saat hamil
menyebabkan persalinan sulit/lama, persalinan sebelum
waktunya (prematur), serta perdarahan setelah persalinan. Ibu
yang memiliki gizi kurang saat hamil juga lebih berisiko
mengalami keguguran, bayi lahir cacat dan bayi lahir dengan
berat badan yang kurang.
d. Jarak kehamilan
Berdasarkan penelitian ibu yang memiliki jarak kelahiran < 2
tahun berisiko 3,231 kali lebih besar melahirkan anak BBLR di
bandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran > 2
tahun, itu dikarenakan pola hidup, belum menggunakan alat
kontrasepsi dan ibu tidak melakukan pemeriksaan dengan
rutin.

6
e. Pola hidup
Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering
mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan hipoksia pada
janin dan menurunkan aliran darah umbilikal sehingga
pertumbuhan janin akan mengalami gangguan dan
menyebabkan anak lahir dengan BBLR.
2. Faktor kehamilan
a. Eklampsia / Pre-eklampsia.
b. Ketuban pecah dini.
c. Perdarahan Antepartum.
d. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
e. Faktor janin
f. Cacat bawaan (kelainan kongenital).
g. Infeksi dalam rahim.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Cutland, Lackritz, Mallett-Moore, Bardají, Chandrasekaran,
Lahariya, Nisar, Tapia, Pathirana, Kochhar & Muñoz (2017) dalam
mengelompokkan bayi BBLR ada beberapa cara yaitu:
1. Berdasarkan harapan hidupnya:
a. Bayi dengan berat lahir 2500 – 1500 gram adalah bayi berat
lahir rendah (BBLR).
b. Bayi dengan berat lahir 1500 – 1000 gram adalah bayi berat
lahir sangat rendah (BBLSR). 3) Bayi dengan berat lahir <
1000 gram adalah bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLR).
2. Berdasarkan masa gestasinya:
a. Prematuritas Murni Bayi dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu atau biasa disebut neonatus dengan berat normal ketika
lahir. Dapat disebut BBLR jika berat lahirnya antara 1500 –
2500 gram.
b. Dismaturitas Bayi dengan berat badan lahir tidak normal atau
kecil ketika dalam masa kehamilan.

7
2.1.4 Komplikasi
1. Hipotermi
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan
suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang.adapun ciri-ciri
mengalami hipotermi adalah suhu tubuh < 32 0 C, mengantuk dan
sukar dibangunkan, menangis sangat lemah, seluruh tubuh dingin,
pernafasan tidak teratur.
2. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makaan otak dan membawa oksigen
ke otak. Jika asupan glukosa ini kurang mempenagruhi
kecerdasan otak.
3. Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya
kadar Ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum
sangup membentuk anti bodi dan daya fagositisis serta reaksi
terhadap infeksi belum baik, karena sistem kekebalan bayi belum
matang.
4. Sindroma Gangguan Pernafasan
Sindroma Gangguan Pernafasan pada BBLR adalah
perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuat
jumlah surfaktan pada paru-paru Gangguan nafas yang sering
terjadi pada BBLR (masa gestasi pendek) adalah penyakit
membran hialin, dimana angka kematian ini menurun dengan
meningkatnya umur kehamilan.
5. Masalah Eliminasi
Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur
pembuangan sisa metabolisme dan air belum sempurna. Ginjal
yang imatur baik secara anatomis dan fungsinya.

8
6. Gangguan Pencernaan
Saluran pencernaan pada BBLR belum berfungsi sempurna
sehingga penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik.
Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna sehingga waktu
pengosongan lambung bertambah.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai
berikut :
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm
3. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
6. Tulang tengkorak lunak atau mudah bergerak
7. menangis lemah
8. Kepala bayi lebih besar dari badan , kepala tidak mampu tegak,
rambut kepala tipis dan halus, elastisitas daun telinga
9. Integumen : kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak,
jaringan subkutan sedikit.
10. Otot hipotonik lemah
11. Dada : dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk,
pernafasan tidak teratur, dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50
kali/menit
12. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang
terjadi oedem, garis telapak kaki sedikit, telapak kaki halus,
tumit mengkilat
13. Genetalia : pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak
teraba (belum turun), dan pada bayi perempuan klitoris
menonjol serta labia mayora belum menutupi labia minora atau
labia mayora hampir tidak ada (Nuratif, 2015)

9
BBLR menunjukan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan
keadaannya yang lemah , yaitu sebagai berikut :
1. Tanda – tanda bayi kurang bulan (KB)
a. Kulit tipis dan mengkilap
b. Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk
dengan sempurna
c. Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan
terutama pada punggung
d. Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik
e. Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia
minora
f. Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis
kadang belum turun
g. Rajah telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum
terbentuk
h. Kadang disertai dengan pernafasan yang tidak teratur
i. Aktivitas dan tangisnya lemah
j. Reflek menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah
2. Tanda-tanda bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK)
a. Gerakannya cukup aktif, tangis cukup kuat
b. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis
c. Bila kurang bulan jaringan payudara kecil, putting kecil. Bila
cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan
d. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia
minora
e. Bayi laki-laki testis mungkin telah turun
f. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian
g. Menghisap cukup kuat (Proverawati, 2010)

10
2.1.6 Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan
semakin tinggi resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan
efek pada masalah gizi.
1. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di
dalam tubuh sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral
seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng di deposit selama 8
minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm
mempunyai potensi terhadap peningkatan hipoglikemia, anemia
dan lain-lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang terutama
pada bayi BBLR Prematur.
2. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm
mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang
diperlukan untuk mencerna dan mengabsorpsi lemak
dibandingkan dengan bayi aterm.
3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan,
koordinasi antara refleks hisap dan menelan belum berkembang
dengan baik sampai kehamilan 32-34 minggu, padahal bayi
BBLR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena target pencapaian
BB nya lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
4. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan
kebutuhan kalori yang meningkat. Potensial untuk kehilangan
panas akibat luas permukaan tubuh tidak sebanding dengan BB
dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit. Kehilangan
panas ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi (2015)
pemeriksaan penunjang bayi BLLR antara lain :
1. Periksa jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat
sampai 23.000 – 24.000/mm3, hari pertama setelah lahir

11
(menurun bila ada sepsis).
2. Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polisetmia, penurunan kadar menunjukkan anemia
atau hemoragic perinatal.
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl kadar lebih rendah berhubungan
dengan anemia atau hemolisis berlebih ).
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2
hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah
kelahiran rata – rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada
hari ketiga
6. Pemeriksaan analisa gas darah.

12
2.1.9 Pathway

13
2.1.10 Penatalaksanaan
1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Bayi premature akan cepatmengalami kehilangan panas badan
dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan
belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan
permukaan badan relative luas. Oleh karena itu bayi premature
harus dirawat di dalam incubator, sehingga panas badannya
mendekati rahim. Bila belum memiliki incubator, bayi premature
dapat dibungkus dengan kain dan di sampingnya di taruh botol
yang berisi air panas atau menggunakan metode kanguru yaitu
perawatan bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung
ibunya (Proverawati, 2010).
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian
yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu )
merupakan pilihan pertama jika bayi mampu menghisap.
Permulaan pemberian cairan yang diberikan sekitar 200
cc/kg/BB/hari. Cara pemberian makanan BBLR harus diikuti
tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya
regurgitasi dan masuknya udara dalam usus (Proverawati.dkk,
2010).
3. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuk bibit penyakit atau kuman dalam keadaan
tubuh khususnya mikroba. BBLR sangat mudah mendapatkan
infeksi. Rentan terhadap infeksi dikarenakan oleh kadar
immunoglobulin serum pada BBLR masih rendah. BBLR tidak
boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun.
Fungsi perawatan disini adalah memberikan perlindungan
terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu bayi
BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk

14
apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan
bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit,
tindakan aseptis dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi
pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal,
mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama,
mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat
(Sudarti, 2012).
4. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi
bayi oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan
dengan ketat.
5. Pemberian Oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi
diberikan sekitar 30%-35% dengan mengunakan head box.
Konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan
menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan.
6. Kenaikan berat badan pada bayi
Bayi BBLR dengan berat badan <1500 gram akan mengalami
kehilangan berat badan 15% selama 7-10 hari pertama. Berat lahir
biasanya tercapai kembali, kenaikan berat badan selama 3 bulan.
Kenaikan berat badan bayi BBLR dengan berat badan <1500
gram adalah 150-200 gram seminggu (misalnya 20-30 gram/hari)
(Sudarti, 2012).
7. Pengawasan jalan nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakea,
bronkeolus, bronchioles respiratorius, dan duktus alveoleris ke
alveoli. Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia,
hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran

15
sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR
beresiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini
diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir ( aspirasi
lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernafasan
dengan menepuk atau menjetik tumit. Bila tindakan ini gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan
pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah
terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dicegah
sekaligusmengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi
BBLR ( Verawati, 2010).

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Berat Bayi Lahir Rendah


3.1.1 Pengkajian
Merupakan data dasar klien yang komprehensif mencakup riwayat

kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostik dan

laboratorium serta informasi dari tim kesehatan serta keluarga klien

yang meliputi :

1. Identitas : Usia ibu saat hamil, usia kehamilan, kehamilan dengan


penyakit penyerta
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : PB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm.
Kesadaran apatis, daya hisap lemah atau bayi tak mau minum,
hipotonia letargi, dan mungkin terjadi kelumpuhan otot
ekstravaskuler.
b. Riwayat penyakit sekarang
Bayi dengan ukuran fisik : UK < 37 minggu, BB < 2500 gram,
panjang badan < 45 cm. Gambaran fisik : kepala lebih besar dari
badan, kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak
subkutan tipis, daya hisap lemah atau bayi tak mau minum,
tangis yang melengking.
c. Riwayat penyakit dahulu
Bayi beresiko mengalami BBLR, jika ibu mempunyai riwayat
penyakit seperti hipertensi, plasenta pervia, kehamilan kembar,
malnutrisi, kebiasaan ibu merokok, minum alkohol, ibu yang
memderita penyakit malaria, dll.

17
d. Riwayat kehamilan dan melahirkan
Adanya riwayat melahirkan sebelumnya,dan pada saat partus
siapakah yang berperan dalam proses pertolongan partus
tersebut. Riwayat pemberian ANC terpadu termasuk
didalamnya.
e. Riwayat imunisasi
Pemberian vaksin tetanus diberikan 2 kali pada ibu hamil, yaitu
TT (tetanus) I diberikan setelah bulan ke-3 dan TT II diberikan
dengan interval minimal 1 bulan, serta tidak boleh < 1 bulan
sebelum persalinan agar kadar anti tetanus serum bayi mencapai
kadar optimal. Bila ibu hamil belum mendapatkan polio, berikan
vaksin polio yang aman untuk ibu hamil.
f. Riwayat nutrisi
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran
tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah,
lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Bayi dengan
BBLR sering mendapatkan pemberian ASI dalam jumlah yang
lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan kehamilan lebih
dari 35 minggu dan berat lahir lebih dari 2000 gram umumnya
bisa langsung menetek (Proverawati.dkk, 2010).
3. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang,
daya absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi
terganggu
b. Pola Personal hygiene : Perawat dan keluarga pasien harus
menjaga kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat
BAB dan BAK harus diganti popok khusus bayi BBLR yang
kering dan halus.
c. Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemah
d. Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah
mekonium, produksi urin rendah, frekuensi BAB normal pada

18
neonatus adalah lebih dari 4x dalam sehari sedangkan frekuensi
BAK normal lebih 6x dalam sehari, volume urin normal berkisar
antara 1-2 ml/kg berat badan per jam, jadi bila berat badan bayi
2,5 -5 kg urin yang dihasilkan berkisar 60- 240 ml dalam sehari.
e. Pola Tidur : Bayi cenderung lebih banyak tidur.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Pada umumnya pasien dengan BBLR dalam keadaan lemah,
bayi terlihat kecil, pergerakan masih kurang dan lemah, BB
<2500 gram, dan tangisan masih lemah.
2) Nadi : 180 kali per menit, kemudian menurun sampai 120-
140x/menit
3) RR : 80 kali per menit, kemudian menurun sampai 40x/menit
4) Suhu : kurang dari 36,5 C
b. Pemeriksaan ABCD
1) Antropometri pada bayi dengan BBLR terutama berat badan
terbagi menjadi 3 yaitu : BBLR berat antara 1500- 2500
gram, BBLSR berat antara 1000-1500 gram, dan
2) BBLER berat kurang dari 1000 gram, lingkar dada < 33 cm
(Proverawati,2010)
3) Biokimia, pada bayi BBLR sering dijumpai adanya
peningkatan kadar hemogloblin, eritrosit karena imaturitas
dari sel dan belum sempurnanya enzim.
4) Clinical, pada BBLR berat badan bayi belum memenuhi
standar yakni 2500 gram dan pada kasus ini biasanya juga
terjadi kelemahan reflek atau fungsi menghisap.
5) Diet Makanan atau nutrisi yang diberikan biasanya hanya
ASI dan susu formula khusu BBLR jika disarankan oleh
dokter.
c. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala

19
Inspeksi : biasanya pada BBLR kepala lebih besar dari badan,
kulit tipis, ubun ubun besar dan kecil belum
menutup.
Palpasi : pada BBLR rambut tipis dan halus, lingkar kepala
<33 cm (Sukarni & Sudarti, 2014, p. 112).
2) Mata
Inspeksi : mata simetris, pupil isokor, terdapat banyak lanugo
pada area pelipis, konjungtiva anemis (Manggiasih
& Jaya, 2016, p. 359). Reflek
3) Hidung
Inspeksi : terdapat pernafasan cuping hidung akibat gangguan
pola nafas, terpasang selang oksigen 1-2 liter/menit
Palpasi : pada BBLR tulang hidung masih lunak, karena
tulang rawan belum sempurna (Pantiawati, 2010, p.
48).
4) Mulut
Inspeksi : pucat, sianosis, mukosa bibir kering, terpasang
selang OGT (Sudarti & Fauziah, 2013, p. 5).
5) Telinga
Inspeksi : pada BBLR terlihat banyak lanugo, daun telinga
imatur
Palpasi : daun telinga pada BBLR lunak (Maryanti &
Sujianti, 2011, p. 168).
6) Wajah
Inspeksi : warna kulit merah karena hipertermia, bentuk
simetris, lanugo banyak, kriput seperti orang
tua (Manggiasih & Jaya, 2016, p. 359).
7) Leher
Inspeksi : pada BBLR mudah terjadi gangguan pernafasan
akibat dari inadekuat jumlah surfaktan, jika hal
ini terjadi biasanya didapatkan retraksi

20
suprasternal (Proverawati & Ismawati, 2010, pp.
12-13).
8) Paru-paru
I : biasanya pada BBLR pernafasan tidak teratur, otot bantu
pernafasan, lingkar dada <30 cm, retraksi dada ringan
P : dinding dada elastis, puting susu belum terbentuk
(Ridha, 2014).
P : terdapat suara sonor
A : jika bayi mengalami gangguan pernafasan biasanya bayi
mendengkur, jika terjadi aspirasi meconium maka
terdapat suara ronchi (Proverawati & Ismawati, 2010).
9) Jantung
I : biasanya ictus cordis Nampak di ICS mid klavikula
P : ictus cordis teraba ICS 4 mid klavikula sinistra
P : area jantung redup (Ridha, 2014).
A : S1 S2 tunggal, normalnya heat rate 120-160 kali/menit
(Pantiawati, 2010, p. 29).
10) Abdomen
Biasanya pada BBLR tidak terjadi distensi abdomen, kulit
perut tipis, pembuluh darah terlihat (Sukarni & Sudarti,
2014, p. 112).
11) Punggung
Inspeksi : keadaan punggung simestris, terdapat lanugo
(Proverawati & Ismawati, 2010, p. 3).
12) Genetalia
Pada bayi BBLR perempuan, labia minora belum tertutup
oleh labia mayora, klitoris menonjol. Pada bayi laki-laki
testis belum turun dan rague pada skrotum kurang
(Maryanti & Sujianti, 2011, p. 168).
13) Ekstremitas
Pada BBLR garis plantar sedikit, kadang terjadi oedem,

21
pergerakan otot terlihat lemah, terdapat lanugo pada lengan,
akral teraba dingin (Pantiawati, 2010, p. 9).
14) Anus
Biasanya pada BBLR anus bisa berlubang atau tidak
(Proverawati & Ismawati, 2010, p. 19).
d. Neurology atau reflek
1) Reflek Morrow
Reflek morrow adalah timbul oleh rangsangan mendadak /
mengejutkan. Bayi akan mengembangkan tangannya ke
samping dan melebarkan jari-jari kemudian tangannya ditarik
kembali dengan cepat. Reflek ini akan mereda 1 atau 2
minggu dan hilang setelah 6 bulan.
2) Reflek Rooting (reflek mencari)
Kepala bayi akan berpaling memutar kea rah asupan dan
mencari puttng susu dengan bibirnya. Reflek ini berlanjut
sementara bayi masih menyusu dan menghilang setelah 3- 4
bulan.
3) Reflek Menghisap ( Sucking )
Ditimbulkan oleh rangsangan pada daerah mulut atau pipi
bayi dengan puting/jari tangan. Bibir bayi akan maju ke
depan dan lidah melingkar kedalam untuk menyedot.
Menghilang saat bayi berusia 2-3 bulan.
4) Reflek Menggenggam
Timbul bila kita menggoreskan jari melalui bagian dalam
atau meletakkan jari kita pada telapak tangan bayi. Jari- jari
bayi akan melingkar ke dalam seolah memegangi suatu benda
dengan kuat. Reflek ini menghilang umur 3-4 bulan.
5) Tonic Neck Reflek
Tonic neck reflek merupakan reflek mempertahankan posisi
leher/kepala. Timbul bila kita membaringkan bayi secara
terlentang. Kepala bayi akan berpaling ke salah satu sisi

22
sementara ia berbaring terlentang. Lengan pada sisi kemana
kepalanya berpaling akan terlentang lurus keluar, sedangkan
tangan lainnya dilipat. Reflek ini sangat nyata pada 2-3 bulan
dan hilang sekitar 4 bulan.
6) Reflek Gallant
Reflek gallant ditimbulkan dengan menggosok satu sisi
punggung sepanjang garis paravertebratal 2-3 cm dari garis
tengah mulai dari bahu hingga bokong. Reflek ini secara
normal akan hilang setelah 2-3 bulan.
7) Stepping Reflek
Stepping reflek akan timbul ketika kita memegangi bayi pada
posisi berdiri dan sedikit menekan. Bayi akan mengangkat
kakinya secara bergantian seakan-akan berjalan. Reflek ini
terlihat setelah 1 minggu dan akan menghilang setelah 2
bulan.
8) Swallowing Reflek
Swallowing reflek adalah reflek gerakan menelan benda-
benda yang didekatkan ke mulut, memungkinkan bayi
memasukkan makanan ada secara permainan tapi berubah
sesuai pengalaman. Terjadi mulai : usia 0-3 bulan, penyebab :
ada benda yang masuk ke mulutnya, maka akan segera dia
hisap, lalu dia telan. Reflek ini tidak akan hilang, namun leat
usia 3 bulan bayi sudah menghisap secara sadar. Waspada
jika tidak ada reflek, kemungkinan ada kelainan pada susunan
ketika kita memasukkan puting susu atau dot dan bayi mulai
menghisap kemudian menelan.

23
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang biasanya muncul adalah :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat
pernafasan
b. Termoregulasi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur
c. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang.
3.1.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Pola napas Setelah dilakukan Observasi:
tidak efektif tindakan a. Monitor pola
keperawatan selama napas
3x24 jam, (Frekuensi,
diharapkan pola kedalaman,
napas tidak efektif usaha napas).
dapat teratasi dengan b. Monitor bunyi
kriteria hasil : napas tambahan
a Tekanan (mis. gurgling,
ekspirasi mengi,
meningkat wheezing,
b Tekanan Inspirasi ronkhi kering)
meningkat c. Monitor sputum
c Dispnea menurun (jumlah, warna,
d Penggunaan obat aroma)
bantu napas Terapeutik:
menurun a. Pertahankan

24
e Frekuensi napas kepatenan jalan
membaik napas dengan
f Kedalaman napas head-lift dan
membaik chin-lift
b. Lakukan
fisioterapi dada,
jika perlu
c. Lakukan
penghisapan
lender kurang
dari 15 detik
d. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi:
a. Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari, jika
tidak
kontraindikasi
Kolaborasi:
a. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
2 Termoregulasi Setelah dilakukan Observasi:
tindakan a. Monitor suhu
keperawatan selama bayi sampai
3x24 jam, stabil (36,5
diharapkan derajat celcius-

25
termoregulasi dapat 37,5 derajat
teratasi dengan celcius)
kriteria hasil : b. Monitor suhu
a Menggigil tubuh anak tiap
menurun 2 jam, jika perlu
b Kulit merah c. Monitor tekanan
menurun darah, frekuensi
c Hipoksia pernapasan dan
menurun nadi
d Suhu tubuh d. Monitor warna
membaik dan suhu kulit
e Suhu kulit Terapeutik:
membaik a. Pasang alat
f Tekanan darah pemantau suhu
anak membaik kontinu, jika
perlu
b. Bedong bayi
segera setelah
lahir untuk
mencegah
kehilanga panas
c. Masukkan bayi
BBLR kedalam
plastic segera
setelah lahir
(mis. Bahan
polyethylene,
polyurethane)
d. Tempatkan bayi
baru lahir
dibawah radiant

26
warmer
e. Pertahankan
kelembaban
incubator 50%
atau lebih untuk
mengurangi
kehilangan
panas karena
proses evaporasi
f. Atur suhu
incubator sesuai
kebutuhan
g. Hindari
meletakkan bayi
didekat jendala
terbuka atau
diarea aliran
pendingin
ruangan atau
kipas angin
Edukasi:
a. Jelaskan cara
pencegahan
hipetermi karena
terpapar udara
dingin
b. Demostrasikan
teknik perawatan
metode kanguru
(PMK) untuk
bayi BBLR

27
Kolaborasi:
a. Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika
perlu
3 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Observasi:
tindakan a. Identifikasi
keperawatan selama status nutrisi
3x24 jam, b. Identifikasi
diharapkan defisit alergi dan
nutrisi dapat teratasi intoleransi
dengan makanan
kriteria hasil : c. Identifikasi
a Berat badan maknaan yang
meningkat disukai
b Panjang badan d. Identifikasi
meningkat kebutuhan kalori
c Kulit kuning dan jenis
menurun nutrient
d Sklera kuning e. Monitor asupan
menurun makanan
e Prematuritas f. Monitor berat
menurun badan
f Pola makan Terapeutik:
membaik a. Lakukan oral
g Alergi makanan hygene sebelum
menurun makan, jika
perlu
b. Berikan
makanan tinggi
serat untuk

28
mencegah
konstipasi
c. Berikan
makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein
Edukasi:
a. Anjurkan posisi
duduk jika
mampu
Kolaborasi:
a. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu
4 Resiko Infeksi Setelah dilakukan Observasi:
tindakan a. Identifikasi
keperawatan selama riwayat
3x24 jam, kesehatan dan
diharapkan resiko riwayat alergi
infeksi dapat b. Identifikasi
meningkat dengan kontraindikasi
kriteria hasil : pemberian
a Kebersihan imunisasi (mis.
tangan meningkat Reaksi
b Kebersihan badan anafilaksis

29
meningkat terhadap vaksin
c Nafsu makan sebelumnya dan
menigkat atau sakit parah
d Demam menurun dengan atau
e Kemerahan tanpa demam)
menurun c. Identifikasi
status imunisasi
setiap kunjungan
ke pelayanan
kesehatan
Terapeutik:
a. Berikan suntikan
pada bayi
dibagian paha
anteroleteral
b. Dokumentasikan
informasi
vaksinasi (mis.
Nama produsen,
tanggal
kedaluwarsa)
c. Jadwalkan
imunisasi pada
interval waktu
yang tepat
Edukasi:
a. Jelaskan tujuan,
manfaat, reaksi
yang terjadi,
jadwal dan efek
samping

30
b. Informasikan
imunisasi yang
di wajibkan
pemerintah (mis.
Hepatitis B,
BCG, difteri,
tetanus,
pertussis, H.
Influenza, polio,
campak,
measles, rubella)
c. Informasikan
imunisasi yang
melindungi
terhadap
penyakit namun
saat ini tidak
diwajibkan
pemerintah (mis.
Influenza,
pneumokokus)
d. Informasikan
vaksinasi untuk
kejadian khusus
(rabies, tetanus)
e. Informasikan
penundaan
pemberian
imunisasi tidak
berarti
mengulang

31
jadwal imunisasi
kembali.
f. Informasikan
penyedia
layanan pekan
imunisasi
nasional yang
menyediakan
vaksin gratis

3.1.4 Implementasi
Implementasi pada proses keperawatan adalah fase ketika
perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fase implementasi
memberikan tindakan keperawatan aktual dan respons klien yang
dikaji pada fase akhir, fase evaluasi (Kozier, 2010). Menurut PPNI
(2018), untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan maka
tindakan implementasi terdiri atas tindakan observasi, terapeutik,
edukasi dan kolaborasi.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam
mencapai tujuannya yaitu mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan
baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam
implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap ini perawat terus
melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan klien (Nursalam, 2011).
3.1.5 Evaluasi
Menurut Nursalam (2016), evaluasi keperawatan terdiri dari
dua jenis yaitu sebagai berikut :
1) Evaluasi formatif : Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan

32
dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. Pada
evaluasi formatif ini penulis menilai klien mengenai perubahan
volume cairan tubuh sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
untuk perawat defisit volume cairan tubuh klien.
2) Evaluasi somatif : Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP (subjektif, objektif, assessment,
perencanaan). Pada evaluasi somatif ini penulis menilai tujuan
akhir dari penerapan tindakan yang penulis lakukan yaitu ada atau
tidaknya perubahan volume cairan tubuh setelah dilakukan
tindakan keperawatan untuk menangani defisit volume cairan.
Tekhnik Pelaksanaan SOAP :
a) S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah tindakan diberikan.
b) O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh
perawat setelah tindakandilakukan.
c) A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective
danobjective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau
tidak teratasi.
d) P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.

33
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada BBLR sangat menentukan kondisi kesehatan di masa dewasa
bayi yang dilahirkan dengan Berat badan kurang dari 2500 gram berkorelasi
erat dengan penyakit degeneratif di usia dewasa (Rosmala Nur, Adhar
Arifuddin, 2016). hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama . Tingginya angka kejadian dapat mempengaruhi
kualitas sumber daya manusia di masa depan, karena bayi yang lahir dengan
Berat badan lahir randah juga dapat menyebabkan peningkatan risiko
kecacatan permanen, gangguan kognitif dan masalah kesehatan kronis
lainnya dikemudian hari (Sari et al., 2018).
4.2 Saran
Sebagai seorang pelayan kesehatan yang profesional hendaknya perawat
mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif guna membantu
memperbaiki kondisi pasien. Serta memberikan edukasi pada pasien agar pasien
koperatif dalam menjaga kesehatannya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Cutland, C.L., Lackritz, E.M., Mallett-Moore, T., Bardají, A.,


Chandrasekaran, R., Lahariya, C., Nisar, M.I., Tapia, M.D.,
Pathirana, J., Kochhar, S., & Muñoz, F.M. (2017). Low birth
weight: Case definition & guidelines for data collection, analysis,
and presentation of maternal immunization safety data. Vaccine 35,
6492-6500.
Fatkhiyah, N. & Izzatul, A. Keteraturan kunjungan Antenatal Care di
wilayah kerja Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal. Indones. J.
Kebidanan 3, 18–23 (2019)
Gebregzabiherher, Y., Haftu, A., Weldemariam, S., & Gebrehiwet H.
(2017). The Prevalence and Risk Factors for Low Birth Weight
among Term Newborns in Adwa General Hospital, Northern
Ethiopia. Obstetrics and Gynecology International, 1-7.
Mayanda, V., 2017. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil Dengan Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) RSIA Mutia Sari Kecamatan Mandau,
Menara Ilmu, 11(1): 229-236
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rak
orpop_20 18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Agustus
2018.
WHO (World Health Statistics). 2018. Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi. World Bank, 2018.
PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1 . Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

35

Anda mungkin juga menyukai