Anda di halaman 1dari 13

TUGAS INDIVIDU ETNOMEDIKA 1

REBUSAN DAUN SIRIH


SEBAGAI PENGOBATAN TRADISIONAL
UNTUK MENGATASI KEPUTIHAN PADA WANITA
DI DAERAH JAWA BARAT

Dosen Pengampu :
Putri Azzahroh, S.SiT., M.Kes
Dr. Triana Indrayani, S.ST., M.Kes

Disusun oleh : Halida Inayah (215401446103)

UNIVERSITAS NASONAL JAKARTA FAKULTAS ILMU KSEHATAN


PRODI DIV KEBIDANAN
TA 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam selalu tercurah
limpahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan Rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Etnomedika. Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan
yang penulis hadapi. Namun penyusunan menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang
terdekat, kerabat sehingga kendala kendala yang penulis hadapi teratasi. Makalah
ini disusun sagar pembaca dapat memeperluas ilmu tentang “Pengobatan
Traditional berbagai suku daerah. Perawatan dan pengobatan traditional etnis pada
remaja, wanita dewasa dan lanjut usia dan Perawatan dan pengobatan pada
kehamilan dan persalinan dalam adat istiadat Sunda”, yang saya sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita.
Makalah ini disusun dengan berbagai macam rintangan, adanya covid-19
menjadikan pencarian referensi berupa buku buku fisik jadi terhambat, namun
banyak nya jurnal yang ada di internet cukup membantu proses penyusunan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memeberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen mata
kuliah saya minta masukannya untuk perbaikan pembuatan makalah ini.

Garut, 5 Oktober 2021

Halida Inayah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………….. i


DAFTAR ISI ………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….. 1
Latar Belakang ………………………………………….. 1
Tujuan ………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………….. 2
a. Sejarah Pengobatan Tradisional ………………………………………….. 2
b. Definisi Obat Tradisisonal ………………………………………….. 2
c. Keputihan ………………………………………….. 3
d. Daun Sirih ………………………………………….. 5
10. e. Daun Sirih dan Pengobatan
Keputihan ………………………………………….. 5

11. f. Perebusan Daun Sirih ………………………………………….. 7


12. BAB III KESIMPULAN DAN
SARAN ………………………………………….. 8
13. a. Kesimpulan ………………………………………….. 8
14. b. Saran ………………………………………….. 8
15. BAB IV DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….. 9

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengobatan tradisional sering dianggap kurang baik, meski masyarakat
tetap mempraktikkannya karena dianggap sudah tradisi. Masyarakat desa
cenderung menggunakan pengobatan tradisional sebagai pengobatan pertama.
Salah satunya di daerah saya yang masih banyak menggunakan obat obatan
tradisional sebagai pengobatan.
Makalah ini mencoba mengidentifikikasi tentang perawatan dan pengobatan
traditional etnis pada remaja, Wanita dewasa dan lanjut usia juga Perawatan dan
pengobatan pada keputihan dalam adat istiadat.

B. Tujuan
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi tentang perawatan dan
pengobatan traditional etnis pada remaja, Wanita dewasa, lanjut usia juga
perawatan dan pengobatan pada keputihan dalam adat istiadat.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pengobatan Tradisional


Teknik pengobatan atau yang saat ini dikenal sabagai ilmu Kedokteran
muncul tidak dengan begitu saja, tentunya terlebih dahulu dicari, dikaji, dan
dikembangkan selama ribuan tahun. Awalnya ilmu kedokteran atau teknik
pengobatan masih menggunakan tumbuhan herbal serta hewan dalam melakukan
praktek penyembuhan. kegiatan ini telah perkembang pada masyarakat di setiap
belahan dunia. Teknik pengobatan dahulu erat kaitannya dengan berbagai
kepercayaan setempat, sebab duhulu masih banyak masyarakat yang menganut
kepercayaan seperti aminisme serta dinamisme. Pada perkembangan selanjutnya
teknik penggobatan atau ilmu kedokteran semakin membaik pada sistemnya,
teknik pengobatan ini juga beragam pada setiap tempat.

B. Definisi Obat Tradisional


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari atau galenik atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Wasito, 2011:1)
. Tanaman obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan alam yang
berasal dari tumbuhan yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman pengobat tradisional yang biasa
memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan obat biasanya merupakan dukun dengan
basis keterampilan khusus seperti dukun patah tulang, dukun melahirkan, dukun
urut. Keterampilan sebagai dukun atau pengobat diperoleh secara turun temurun.
Mereka sudah mengenal pengobatan farmasi bahkan sebagai dukun bayi sudah
bekerjasama dengan bidan desa untuk membantu ibu melahirkan. Mereka berusia
lanjut dan tinggal di rumah sederhana. Sebagai penghasilan utama umumnya
mereka hidup dari bertani atau beternak. Menjadi pengobat umumnya sebagai

2
pekerjaan samping, penghidupan utama umumnya sebagai petani atau pekebun.
Tumbuhan yang digunakan masyarakat etnis Sunda untuk ramuan obat tradisional
ada banyak salah satunya daun sirih.

C. Keputihan
Angka kejadian keputihan mencapai 75% pada perempuan Indonesia
(Elistiawaty, 2006). Jika dibandingkan dengan Eropa angka ini sangat berbeda, di
Eropa perempuan yang menderita keputihan hanya 25%. Perbedaan prevalensi ini
disebabkan oleh keadaan iklim yang berbeda. Keadaan iklim yang lembab di
Indonesia mengakibatkan lebih mudah terinfeksi jamur Candida albicans dan
Trichomonas vaginalis sebagai penyebab keputihan, sedangkan iklim di Eropa
yang bersifat kering menyebabkan kemungkinan terinfeksi jamur ini lebih kecil
(Elistiawaty, 2006). Selain faktor iklim, sanitasi lingkungan yang ada di Indonesia
juga berpengaruh terhadap angka kejadian keputihan. Lingkungan merupakan
faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit. Faktor lainnya yaitu faktor
agen dan penjamu. Ketiga faktor ini dikenal sebagai Trias penyebab penyakit.
Proses interaksi ketiga faktor ini disebabkan oleh “agen” penyebab penyakit
kontak dengan manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan
lingkungan (Budiarto & Anggraeni, 2003). Kondisi sanitasi lingkungan yang
kurang baik akan membuat lingkungan menjadi tidak sehat. Lingkungan tidak
sehat adalah lingkungan yang kotor dimana telah terjadi pencemaran air, udara
dan tanah. Tindakan pencemaran lingkungan seperti membuang sampah ke sungai
atau ke selokan dapat mengakibatkan aliran air terhambat, jika hujan tiba dapat
menimbulkan banjir, dan sulit untuk mendapatkan air bersih. Lingkungan yang
tidak sehat ditandai oleh air yang kotor dengan ciri-ciri air berwarna, berbau, dan
berasa. Sungai yang airnya kotor sangat berbahaya jika dikonsumsi, digunakan
untuk mandi, mencuci pakaian, dan mencuci alat masak karena dapat
mengganggu kesehatan seperti diare, muntaber, dan penyakit kulit lainnya
(Budiarto & Anggraeni, 2003). Berdasarkan laporan Alhadi dari Metro Riau
Pekanbaru (31 Mei 2010), empat sungai besar di Provinsi Riau dinyatakan

3
tercemar dan tidak layak konsumsi diantaranya Sungai Siak, Sungai Kampar,
Sungai Rokan dan Sungai Indragiri. Tingkat pencemaran sungai yang cukup parah
terjadi di Sungai Siak Pekanbaru, dimana dari hasil kajian Badan Lingkungan
Hidup (BLH), aliran Sungai Siak di sepanjang wilayah Pekanbaru tidak layak lagi
untuk dikonsumsi dan untuk mandi. Walaupun demikian masyarakat yang tinggal
disekitar pinggiran Sungai Siak ini masih menggunakan air sungai untuk Mandi
Cuci Kakus (MCK). Masyarakat yang tinggal di tepi Sungai Siak Kecamatan
Rumbai mengatakan bahwa mereka terpaksa karena sumur umum yang ada di
tempat mereka tinggal tidak dapat mencukupi kebutuhan warga yang tinggal
disana. Sedangkan untuk membuat sumur pribadi mereka tidak memiliki biaya.
Penggunaan air yang sudah Jurnal Ners Indonesia, Vol. 2, No. 1, September 2011
81 tercemar merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya keputihan,
seperti penggunaan air yang tidak bersih yaitu air yang tidak jernih, berbau, dan
sudah tercemar oleh jamur Candida albicans (Metro Riau Pekanbaru, 2010).
Keputihan yang sering dialami membuat para wanita melakukan berbagai upaya
untuk mengurangi keputihan, baik secara farmakologis maupun non-
farmakologis. Para wanita cenderung mengurangi keputihan secara farmakologis
karena perubahan dapat cepat dirasakan, mudah didapat, dan harganya terjangkau
(Asri, 2007). Cara pengobatan secara farmakologis yang sering digunakan yaitu
Tetrasiklin, Penisilin, Thiamfenikol, Doksisiklin, Eritromisin adalah obat yang
sering dikonsumsi untuk membunuh kuman penyebab keputihan. Biasanya para
wanita mengkonsumsi obat-obatan ini jika mereka telah memeriksakan masalah
keputihannya ke pelayanan kesehatan karena keputihan yang dialami sudah tidak
bisa diatasi dengan obatobatan yang dijual bebas (Taslim, 2008). Cara
mengurangi keputihan yang sering digunakan yaitu penggunaan sabun antiseptik
namun metode farmakologi ini selain membunuh bakteri atau jamur yang ada di
vagina, juga dapat membunuh flora normal yang ada di dalam vagina, sedangkan
flora normal berfungsi untuk menjaga kestabilan pH (keasaman: 3,5-4,5) vagina.
Ketidakstabilan pH vagina ini mengakibatkan vagina mudah terinfeksi oleh jamur
dan kumankuman lain, yang akhirnya menyebabkan keputihan, berbau, gatal, dan
menimbulkan rasa yang tidak nyaman (Kasdu, 2003). Melihat fenomena ini,

4
pengobatan nonfarmakologis merupakan pilihan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi keputihan. Salah satu terapi non-farmakologis yang dapat diberikan
pada wanita yang mengalami keputihan yaitu membasuh organ intim dengan
cairan antiseptik. Contohnya menggunakan rebusan daun sirih untuk
membersihkan organ intim setelah BAB, BAK, dan setelah bersenggama
(Moeljanto, 2003).

D. Daun Sirih
Sirih merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan
untuk pengobatan. Daun sirih sering sekali dikaitkan dengan pengobatan masalah
kewanitaan. Dari zaman nenek moyang sampai dengan sekarang daun sirih masih
dipercayai untuk pengobatan penyakit seperti keputihan. Pada saat menjelang
haid, wanita lebih sering timbul keputihan. Hal ini disebabkan oleh kadar estrogen
yang rendah sehingga menyebabkan peningkatan produksi sebum dan
memudahkan timbulnya keputihan. Beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa ekstrak daun sirih memiliki manfaat sebagai antibakteri karena didalamnya
terdapat kandungan fenol dan turunannya, terutama tanin, flavonoid, dan saponin
yang diketahui sebagai antibakteri.
Bagian dari sirih yang sering digunakan untuk dijadikan obat yaitu bagian
daun. Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol,
seskuiterpen, hidrosikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol
(Moeljanto, 2003). Berdasarkan penelitian Eykman (1885, dalam Isti 2010),
sepertiga dari minyak atsiri tersebut terdiri dari phenol dan sebagian besar adalah
kavikol.

E. Daun Sirih dan Pengobatan Keputihan


Daun sirih dapat digunakan untuk obat keputihan yang khasiat penyembuhannya
pernah diuji secara klinis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syarif
(2009), yaitu daun sirih punya khasiat yang lebih bermakna dibandingkan dengan
plasebo. Pengujian melibatkan 40 pasien penderita keputihan yang tidak sedang

5
hamil, menderita diabetes melitus, ataupun penyakit hati, dan ginjal. Dua puluh
diantaranya mendapatkan daun sirih, sedang sisanya diberi plasebo. Baik daun
sirih maupun plasebo itu iberikan pada vagina sebelum pasien tidur selamatujuh
hari. Dari 40 pasien tersebut, 22 orang mendapat pemeriksaan ulang, masing-
masing 11 plasebo dan daun sirih. Hasil pengujian ini membuktikan sekitar 90,9%
pasien yang mendapat daun sirih dinyatakan sembuh, sedangkan pada kelompok
yang diberi plaseboanya 54,5% (Devid, 2009).
Kavikol memberikan bau khas daun sirih dan memiliki daya bunuh bakteri lima
kali lipat dari phenol biasa. Selain itu, daun sirih juga dapat menghilangkan rasa
gatal, sementara eugenol dapat membunuh jamur penyebab keputihan dan bersifat
analgesik, tannin (daun) berfungsi sebagai astrigen yaitu mengurangi sekresi
cairan pada vagina (Isti, 2010).
Walaupun daun sirih merupakan salah satu terapi non-farmakologis yang
efektif dan murah, namun hingga kini belum banyak yang tahu bagaimana cara
perebusan yang benar agar kandungan daun sirih terutama minyak atsiri tidak
hilang.

F. Perebusan Daun Sirih


Perebusan merupakan proses pemasakan suatu bahan hingga mendidih.
Tanaman herbal dapat pula direbus dalam mengolahannya. Hal ini dikarenakan
kandungan senyawa aktif dan minyak atsiri dalam daun sirih yang terkandung di
dalamnya akan keluar dan larut dalam air (Erliza, Ersa, Muhammad, 2006: 91).
Dalam perebusan tanaman herbal umumnya menggunakan wadah dari bahan anti
karat, tanah liat, kaca atau email. Perebusan ini dilakukan untuk proses terjadinya
pemindahan senyawa-senyawa aktif dari simplisia ke dalam air rebusan
(Purwanto, 2013).
Adapun cara perebusan daun sirih yang telah diterapkan oleh peneliti adalah
sebagai berikut :
1. Alat dan Bahan
a. Daun sirih segar sebanyak 20 gram (± 12 lembar)
b. Air 600 cc untuk merebus daun sirih

6
c. Periuk yang terbuat dari tanah liat
d. Gelas takar
e. Timbangan
f. Air bersih seperlunya untuk mencuci daun sirih
g. Saringan

2. Cara Pengolahan
a. Daun sirih yang telah dipilih, ditimbang dan dicuci terlebih dahulu dengan
air sampai bersih.
b. Daun sirih yang telah dicuci bersih dipotong-potong hingga ukurannya
menjadi lebih kecil.
c. Daun sirih yang telah dipotong kemudian dimasukan ke dalam periuk lalu
tambahkan air 600 cc yang telah disediakan.
d. Rebus daun sirih dengan api sedang hingga ± 30 menit (air berkurang ¾ dari
keadaan semula).

7
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan
Telah banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui efek dari daun siri
terhadap keputihan dengan hasil yang membuktikan khasiat dan keuntungan yang
baik dari rebusan daun sirih terhadap keluhan keputihan.
Pengolahan terhadap daun siri yang baik dan benar harus dilakukan untuk
mendapatkan khasiat/efek yang optimal.
Bagi masyarakat di pedesaan yang masih kuat konsep holistik dan
kosmologi Jawa terkait dengan penyakit keputihan yang biasa terjadi pada Wanita
mulai masa remaja, dewasa, kehamilan sampai dengan masa klimakterium
dianggap cocok diatasi dengan menggunakan daun sirih. Pengobatan tradisional
dianggap murah, mudah dan manjur, sehingga mampu menurunkan health care
cost bagi masyarakat.
Bagi masyarakat Indonesia yang beragam budaya maupun tingkat sosial
ekonomi dan pengetahuannnya pengobatan tradisional dirasa perlu sehingga
medis tradisional ini perlu diakui pemerintah dan disejajarkan kedudukannya
dengan medis modern. Pengobatan tradisional juga bersifat rasional sehingga
perlu terus digalakkan riset-riset budaya yang mendalam sehingga marginalisasi
maupun stigma tidak muncul lagi. Pengawasan maupun pembinaan pengobatan
tradisional perlu dilakukan sepanjang hal itu bersifat menguntungkan bagi
mereka.

2. Saran
Diperlukan penelitian yang lebih jelas, agar penggunaan obat obat
tradisional dalam layanan kebidanan khususnya tidak membahayakan dan
merugikan penggunaannya.

8
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Arif. (1999). Keputihan. Diperoleh pada tanggal 7 Oktober 2021,


darihttp://www.geocities.com/klinikfamilia/keputihan.html

https://jni.ejournal.unri.ac.id/index.php/JNI/article/view/6951/6157

Soemiati, A & Elya, B. (2002). Uji pendahuluan efek kombinasi antijamur infus
daun sirih (piper betle l.), kulit buah delima (punica granatum l.), dan rimpang
kunyit (curcuma domestica val.) terhadap jamur candida albicans. Diperoleh dari
http://journal.ui.ac.id

Anda mungkin juga menyukai