Anda di halaman 1dari 8

KONDISI PATOLOGIS KEHAMILAN

A. EARLY PREGNANCY HEMORRHAGE


- Perdarahan pada awal kehamilan atau di trimester pertama (sampai minggu ke-12
kehamilan) dapat dibagi menjadi kondisi kehamilan normal (implantation bleed),
abortus, kehamilan ektopik, dan kehamilan mola (mola hidatidosa).
1. Implantation Bleed

- Kejadian ini terjadi pada 1:3 kehamilan


- Karena kejadian ini terjadi di awal kehamilan maka sering disalah artikan sebagai
menstruasi.
- Penyebab terseringnya adalah karena implantasi ovum yang terfertilisasi ke
endometrium dan menyebabkan sedikit perdarahan.
- Pasien akan mengalami sedikit perdarahan dengan durasi 1-2 hari, warna darah
cenderung kecoklatan, dan pasien tidak akan mengalami nyeri.
2. Abortus
- Aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan secara spontan atau diinduksi
sebelum viabilitas janin (Williams).
- Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin <500 gram.
- Dibagi menjadi abortus spontan (tanpa tindakan) dan abortus provokatus (sengaja
dilakukan/dengan tindakan).
- Abortus provokatus dibagi menjadi abortus provokatus medisinalis (didasarkan
dengan pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu  minimal 3 dokter yaitu
spesialis kebidanan dan kandungan, penyakit dalam, dan spesialis jiwa), dan
abortus provokatus kriminalis (tindakan pengguguran kehamilan tanpa alasan
medis dan dilarang oleh hukum serta dilakukan oleh orang yang tidak berwenang
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan).
- Etiologi:
a. Faktor genetik  Sebagian besar abortus spontan disebabkan karena
kelainan kariotipe (ukuran, bentuk, dan jumlah kromosom) embrio.
Separuhnya karena adanya trisomy autosom. Trisomi timbul akibat dari
nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip.
Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan
penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada
trisomi kromosom 1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20 - 25 %
kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down
(trisomi 21) bisa bertahan.
b. Anatomik  Adanya defek anatomi uterus atau malformasi uterus.
c. Autoimun  Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan
penyakit autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE)
dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik
yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di
antara pasien SLE sekitar 10 %, dibanding populasi umum
d. Infeksi  Terdapat beberapa jenis organisme tertentu yang diduga berdampak
pada kejadian abortus:

e. Lingkungan  Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari paparan


obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus.
- Klasifikasi abortus:
a. Abortus iminens  Merupakan ancaman terjadinya abortus yang ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan janin masih hidup.
Merupakan suatu ancaman karena dapat mengakibatkan kematian janin.
Diagnosis ditandai dengan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan <20
minggu.
b. Abortus insipiens  Abortus yang sedang mengancam dan ditandai dengan
serviks telah mendatar, ostium uteri telah membuka, namun janin masih di
cavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas
karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai
pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Bayi akan meninggal.
c. Abortus kompletus  Seluruh hasil konsepsi (pembuahan) keluar dari
kavum uteri pada kehamilan <20 minggu. Semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga
perdarahan sedikit.
d. Abortus inkompletus  Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri dan masih ada yang tertinggal.
e. Missed abortion  Ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan dan hasil konsepsi seluruhnya tertahan dalam kandungan.
Asimtomatik, tidak ada perdarahan, merasakan tidak ada pertumbuhan
kehamilan.
f. Abortus habitualis  Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut. Umumnya penyebabnya karena faktor anatomis ibu.
g. Abortus infekiosus dan septik  Karena adanya infeksi pada genitalia dan
penyebaran infeksi pada peredaran darah.
- Tata laksana: Evacuation of Retained Products of Conception (ERPC)  Untuk
mengambil sisa konsepsi pada rahim menggunakan suction.

3. Kehamilan Ektopik
- Kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah difertilisasi tidak menempel
pada dinding endometrium kavum uteri.
- >95% berada di tuba falopii
- Etiologi:
a. Faktor tuba  Adanya inflamasi atau infeksi pada tuba dapat menyebabkan
tuba menyempit, selain itu saluran tuba yang berkelok-kelok juga dapat
menyebabkan tersendatnya zigot.
b. Faktor abnormalitas zigot  Jika zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh
dengan ukuran besar maka akan tersendat saat melalui tuba dan terhenti lalu
tumbuh di tuba.
c. Faktor hormonal  Pil KB yang mengandung progesterone dapat
menyebabkan gerakan tuba melambat.
d. Faktor lain  Sering dikaitkan dengan faktor usia tua dan perokok.
- Patologi  Kehamilan ektopik harus dijaga kestabilannya, namun pada kehamilan
ektopik rawan terjadi kondisi patologis yaitu:
a. Abortus ke dalam lumen tuba  Perdarahan yang terjadi karena pembukaan
pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis.
b. Ruptur dinding tuba  Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi
pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda.
- Klasifikasi berdasarkan lokasi:
a. Kehamilan tuba (>95%)  Terdiri atas pars ampularis (55 %), pars ismika
(25%),pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%)
b. Kehamilan ektopik lain (<5%)  Serviks, ovarium, atau abdominal.
c. Kehamilan intraligamenter  Kehamilan diantara lipatan ligamentum latum,
setelah rupturnya kehamilan tuba melalui dasar dari tuba fallopi.
d. Kehamilan heterotopic  Kehamilan ganda di mana satu janin ada di cavum
uteri, dan satunya adalah kehamilan ektopik.
e. Kehamilan ektopik bilateral  Kehamilan ganda ektopik. Jarang terjadi
namun kasusnya pernah ada.
- Diagnosis:
a. Anamnesis: Kehamilan muda yang disertai perdarahan dan nyeri perut bagian
bawah
b. Pemeriksaan fisik: Kelainan letak janin
c. Pemeriksaan penunjang: USG  Menunjukkan tidak adanya kantung
kehamilan di cavum uterus dan terdapat adanya cairan di cavum douglas. Pada
kehamilan normal, struktur kantong gestasi intrauterine dapat dideteksi mulai
kehamilan 5 minggu dimana diameternya sudah 5-10 mm.
4. Kehamilan Mola
- Disebut juga sebagai hamil anggur
- Definisi: Suatu kehamilan yang berkembang tidak waiar di mana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik.
- Vili korialis berbentuk gelembung-gelembung seperti anggur.
- Faktor risiko:
a. Usia ibu (<16 tahun dan >45 tahun)
b. Riwayat abortus sebelumnya
c. Riwayat mola sebelumnya
- Gejala klinis: Terdapat gejala kehamilan (mual, muntah, pusing dan lain-lain)
namun derajatnya lebih parah, perkembangan terjadi lebih pesat sehingga besar
uterus lebih besar dari umur kehamilan, perdarahan (sedikit ataupun banyak,
merupakan gejala utama mola hidatidosa)
- Diagnosis:
a. Kadar hCG: Terjadi peningkatan kadar hCG yang tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
b. USG: Terdapat gambaran khas seperti badai salju (snow flake pattern) atau
gambaran seperti sarang lebah (honey comb)

- Tata Laksana:
B. ANTE PARTUM HEMORRHAGE (APH)
1. Plasenta Previa
a. Definisi
Merupakan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
b. Etiologi
Belum diketahui secara pasti. Terdapat teori yang menyatakan kemungkinan
blastokista (embrio yang berusia empat hingga sembilan hari) yang menimpa
desidua (mukosa rahim) di daerah segmen bawah Rahim, teori lain
mengemukakan adanya vaskularisasi desidua yang tidak memadai.
c. Klasifikasi
1. Plasenta previa totalis  Plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
2. Plasenta pervia parsialis  Plasenta menutupi Sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta pervia marginalis  Plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum
4. Plasenta letak rendah  Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
Rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak kurang
lebih 2cm dari ostium uteri internum. Normalnya jarak plasenta >2cm.
2. Solusio Plasenta
a. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan mukosa
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
b. Etiologi
Tidak diketahui namun terdapat factor risiko berupa usia ibu dan paritas
(jumlah anak yang hidup) yang lebih tinggi
c. Klasifikasi
 Marginalis  Terlepas di bagian pinggir saja
 Parsialis  Terlepas sebagian saja
 Totalis  Seluruh permukaannya terlepas

C. PRE-ECLAMPSIA DAN ECLAMPSIA


I. PRE-ECLAMPSIA
a. Definisi
- Merupakan komplikasi kehamilan yang dikarakteristikan dengan
hipertensi dan kerusakan pada system organ lain, yang paling
sering hepar dan ginjal.
- American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) 
Adanya hipertensi dan proteinuria yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu pada pasien yang sebelumnya normotensif.
b. Etiologi
Etiologinya tidak diketahui secara pasti namun diduga akibat adanya
abnormalitas pada pembentukan plasenta  penurunan aliran darah ke
fetus  stress pada plasenta  perilisan berbagai factor inflamasi yang
menyebabkan disfungsi endotel sehingga tekanan darah menjadi tinggi.
c. Gejala Klinis
- Gambaran klinisnya bervariasi dan sangat individual.
- Hipertensi, edema, proteinuria dimana gejala yang paling penting
adalah hipertensi dan proteinuria.
d. Klasifikasi
1. Preeklamsia Ringan
- Hipertensi: sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg
- Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥+1
2. Preeklamsia Berat
- Hipertensi: sistolik/diastolik ≥ 160/110 mmHg
- Proteinuria: > 5 g/24 jam
- Oligouria, produksi urin <500 cc/24 jam
- Peningkatan kreatinin plasma
- Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma (mata tidak dapat mendeteksi objek di sudut tertentu,
lapang pandang berkurang) dan pandangan kabur.
- Edema paru-paru.
- Sindroma HELLP (Hemolisis, Elevated liver enzymes, and Low
platelets)
e. Tata Laksana
- Obat Anti kejang  Magnesium sulfat
- Antihipertensi  Nifedipine 10 – 20 mg peroral diulangi setelah
30 mnt dg max 120 mg dalam 24 jam
f. Pencegahan
- Tirah baring
- Suplemen
- Minyak ikan kaya as lemak tidak jenuh misal omega 3 PUFA
- Antioksidan : vit C,E
- Elemen logam berat : zinc, magnesium, kalsium
II. ECLAMPSIA
a. Definisi
- Merupakan komplikasi akut dari pre-eklamsia yang disertai adanya
kejang dan koma.
b. Etiologi
- Etiologinya tidak diketahui secara pasti namun diduga karena
adanya peningkatan permeabilitas BBB saat pre-eklamsia yang
menyebabkan gangguan aliran darah otak.
D. HYPEREMESIS GRAVIDARUM
1. Definisi
Hiperemesis Gravidarum adalah mual muntah yang berat pada kehamilan yang
sukar dikendalikan. Kondisi ini menyebabkan komplikasi pada janin yaitu berat
badan lahir rendah, kelahiran prematur,dan abortus.
Hiperemesis gravidarum (HG) merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan mual dan muntah secara terus menerus yang dapat menyebabkan
penurunan berat badan lebih dari 5% dari berat badan sebelum hamil, dehidrasi,
asidosis metabolik akibat kelaparan, alkalosis akibat kehilangan asam klorida, dan
hipokalemia.
Sedikitnya 80% wanita hamil mengalami mual dan muntah selama kehamilan.
2. Faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya HG:
a. Faktor hormonal  hCG dapat menyebabkan HG baik secara langsung
maupun aktivitasnya terhadap reseptor TSH, namun mekanismenya masih
belum jelas. Mekanisme yang diduga adalah meliputi pengaktifan proses
sekresi pada saluran gastrointestinal (GI) bagian atas dan dengan menstimulasi
peningkatan produksi hormon tiroid.
b. Faktor riwayat asupan  Asupan karbohidrat yang tinggi, konsumsi protein
yang rendah, dan asupan tinggi lemak diduga berhubungan dengan kejadian
mual dan muntah pada ibu hamil.
c. Status gizi sebelum kehamilan  IMT yang rendah. Sebuah penelitian yang di
Swedia menunjukkan bahwa kejadian hiperemesis gravidarum lebih banyak
terjadi pada wanita yang memiliki berat badan kurang (underweight) sebelum
kehamilan dibandingkan dengan wanita yang memiliki berat badan ideal
sebelum hamil.
d. Usia ibu  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum
lebih banyak dialami oleh wanita hamil yang berusia <20 dan >35 tahun.
e. Merokok  Penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat menurunkan
risiko mual dan muntah pada ibu hamil serta hiperemesis gravidarum.
3. Gejala klinis: Mual, muntah, penurunan berat badan, ptyalism (air liur berlebih),
tanda-tanda dehidrasi.
4. Kuesioner PUQE
Selain dari gejala-gejala klinis tersebut, dapat juga ditentukan dengan kuesioner
PUQE.

5. Tata Laksana (yang pertama dilakukan adalah penatalaksanaan dehidrasi jika


pasien mengalami dehidrasi)

Anda mungkin juga menyukai