Anda di halaman 1dari 288

PERENCANAAN PENDIDIKAN

Model Perencanaan Pendidikan


1. Comprehensive planning model. Model ini digunakan untuk menganalisis
perubahan dalam sistem pendidikan secara keseluruhandan untuk
mengarahkan /membimbing perencanaan pendidikan menuju pencapaian
tujuan sosial dan ekonomi, pada dasarnya model ini merupakan seperangkat
tujuan bagi sistem pendidikan.
2. Target setting model. model ini menekankan pada perlunya perencana
menentukan model dan metode untuk melakukan proyeksi target-target
perencanaan guna memperkirakan perkembangan sistem ekonomi dan sosial,
model ini mencakup :
a. Model analisis demografis dan proyeksi penduduk
b. Model dan metode proyeksi pendaftaran sekolah
c. Model dan metode proyeksi persyaratan tenaga kerja.
3. Model for administration and organiational analisys. Model ini
dimaksudkan untuk melihat bagaimana kondisi administrasi dan organisasi
dalam perencanaan pendidikan. Dalam model ini mencakup jenis model dan
metode yang dapat dipergunakan yaitu :
a. Model untuk menggambarkan struktur sistem pendidikan dan
hirarki organisasi
b. Model keputusan dan metode analisis keputusan.
c. Model dan metode penjadwalan
4. Costing models and cost effectiveness models (model pembiayaan dan
model keefektivan biaya). Dalam model ini perencanaan pendidikan
didasarkan pada analisis biaya dan keefektivan penggunaan biaya.
5. Model for studying eduational effects. Dalam model ini perencanaan
pendidikan mengacu pada pengaruh atau dampak pendidikan dalam konteks
pembangunan secara keseluruhan
Sementara itu menurut Karl A. Fox dalam bukunya economic analisys for
educational planning (1972) model perencanaan pendidikan dapat
dikelompokan/diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 1


a. Algorithms model. Model terstruktur dengan solusi yang dapat
dikalkulasikan
b. Heuristic model. Model yang bersifat terbuka
Pendapat Douglas M. Windham
Teknik/pendekatan perencanaan pendidikan seperti Permintaan
masyarakat, tingkat balikan, dan perencanaan SDM tak akan pernah responsif
atas motivasi individu pelajar serta insentif ekonomi. Dalam perencanaan
pendidikan terdapat dua jenis rencana:
 Perencanaan Struktural. Yaitu perencanaan yang terjadi di pusat sistem
pendidikan.
 Perencanaan Individu. Yaitu perencanaan yang terjadi pada unit
keluarga dalam bentuk pembuatan keputusan.
Dalam kenyataannya sering terjadi perbedaan antara perencana pendidikan
di pusat dengan keputusan individu. Perencanaan pusat melihat masalah secara
agregat seperti pengeluaran per siswa, rata-rata ratio guru murid, kualifikasi guru,
buku teks per siswa dsb, sementara pada tataran individu dihadapkan pada realitas
kuantitatif sekolah tertentu, guru tertentu, dan jumlah serta kualitas material
tertentu. Perbedaan ini menunjukan perlunya pendidikan mempertimbangkan
aspek mikro dalam kajian perencanaan pada semua tingkat dan bentuk. Hal ini
disebabkan seluruh outcome pendidikan, tak peduli suksesnya secara makro
dalam sistem pendidikan, mutlak ditentukan oleh individu guru, murid, dan
keluarga yang merasakan sistem tersebut. Murid lebih dipengaruhi oleh orang tua
dan guru ketimbang oleh administrator lokal, dan lebih dipengaruhi oleh
administrator lokal ketimbang oleh birokrat perencanaan pusat.
Kurangnya integrasi perencanaan pendidikan pemerintah dengan
perencanaan umum sosial ekonomi mempertajam perbedaan dengan perencanaan
individu. Secara individu, orang tua harus menghubungkan pendidikan anaknya
dengan pekerjaan dan efeknya di masa datang termasuk kemungkinan upahnya.
Oleh karena itu perencanaan pendidikan perlu mengambil alternatif lain dan
bukan tersentralisasi,dengan maksud mengurangi dilemma yang dialami
perencana pendidikan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 2


Peran Pembuatan Keputusan individual
Sistem pendidikan suatu bangsa saling terkait dengan sistem ekonomi dan
sosial yang lebih luas. Dalam hubungan ini perencanaan dan penelitian pendidikan
yang didasarkan pemahaman mendalam tentang mekanisme pembuatan keputusan
individu dalam pendidikan dapat membantu merasionalkan sistem pendidikan,
sehingga pembuat keputusan/kebijakan dan peneliti mudah memahami sebab dan
akibat ketidak efisienan dan ketidak merataan yang terjadi dalam suatu sistem
pendidikan. Untuk itu diperlukan informasi yang akurat melalui upaya
memperbaiki arus informasi pada konsumen pendidikan, memperbaiki arus
informasi tentang efek insentif/kebijakan yang dilakukan pemerintah, dan
menciptakan pola insentif baru secara menyeluruh dengan merubah kebijakan
pendidikan yang ada.
Perencana perlu memahami kondisi lapangan agar dalam pembuatan
keputusan informasi yang digunakan relevan dan akurat, fakta menunjukan bahwa
perencana kurang memahami kondisi lapangan berkaitan dengan mekanisme
individu membuat keputusan, sehingga hasil suatu kebijakan tidak mencapai hasil
yang diharapkan.
Dengan uraian di atas, diharapkan perencana dan peneliti pendidikan akan
berkonsentrasi lebih banyak pada variasi dalam pendidikan ketimbang pada
kesatuan, terutama di negara berkembang paska penjajahan yang sering
dihadapkan pada masalah serius dalam kekuarangan sumberdaya pendidikan.
Faktor demografi dan pendidikan
Demografi merupakan studi tentang struktur dan komposisi
kependudukan. Pendidikan sangat banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh
kondidi penduduk, sehingga dalam melakukan suatu perencanaan pendidikan
aspek kependudukan tidak dapat diabaikan, demikian juga dalam hal pelayanan
pendidikan yang pada dasarnya diarahkan untuk kepentingan penduduk (dalam
suatu bangsa/daerah). Beberapa aspek demografi yang penting adalah :
 Laju pertumbuhan penduduk
 Tingkat kelahiran
 Tingkat kematian

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 3


 Migrasi
 Struktur penduduk menurut sosial ekonomi
 Penyebaran penduduk secara geografis
 Komposisi penduduk menurut usia
 Komposisi penduduk menurut jenis kelamin
 Komposisi penduduk desa kota
Faktor-faktor di atas jelas akan mempengaruhi pada perencanaan dan
penyelenggaraan pendidikan dalam hal-hal sebagai berikut :
 Pemerataaan pendidikan
 Keadilan pendidikan
 Prasarana pendidikan
 Anggaran pendidikan
 Kualitas pendidikan
 Komposisi pendidikan umum dan kejuruan
EKONOMI PENDIDIKAN
Sejak negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaan, masalah yang
dihadapi dalam upaya memperbaiki kehidupan rakyat sangat kompleks, hampir
seluruh bidang kehidupan perlu ditata kembali, hal ini tak lain karena pada masa
penjajahan kehidupan masyarakat diarahkan demi kepentingan penjajah. Kondisi
kehidupan negara/bangsa yang baru merdeka secara ekonomi sering
dikonseptualisasikan sebagai negara terbelakang (backward country) atau
underdeveloped country (negeri dengan pembangunan rendah). Kemudian dalam
perkembangannya istilah tersebut diperhalus dengan menggunakan istilah negara
berkembang atau negara yang sedang membangun (developing country). Meski
demikian esensi masalah yang dihadapi sebenarnya sama yakni situasi masalah
yang komplek yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Diantara masalah besar
yang dihadapi oleh negara baru merdeka adalah masalah kualitas sumberdaya
manusia yang rendah, jumlah manusia terdidik sangat sedikit akibat kebijakan
penjajah yang diskriminatif dan yang memperoleh pendidikan kebanyakan hanya
menempuh jenjang rendah. Kondisi ini jelas berakibat pada sulitnya untuk
membangun, karena pembangunan, termasuk bidang ekonomi memerlukan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 4


manusia-manusia yang berkualitas, dan kualitas manusia ini hanya bisa dibentuk
dengan pendidikan.
Para pakar ekonomi klasik seperti Malthus, Ricardo dan Mill
mengemukakan pandangan yang optimistik bahwa pembangunan infrastruktur
pendidikan dan pertumbuhan ekonomi terdapat hubungan yang bersifat resiprokal
(reciprocal relationship) atau saling mempengaruhi satu sama lain (Sudarwan
Danim, 2003 : 61). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pembangunan
ekonomi mempunyai hubungan yang interaktif, pendidikan bisa dipandang
sebagai faktor yang mempengaruhi pembangunan ekonomi, sebaliknya
pembangunan ekonomi dapat meningkatkan pembangunan pendidikan. Dari
penjelasan di atas, dapatlah dipahami bahwa pendidikan dan ekonomi mempunyai
hubungan yang saling mempengaruhi, yang apabila digambarkan akan nampak
sebagai berikut

PENDIDIKAN EKONOMI

Gambar Hubungan Pendidikan dan Ekonomi


Hubungan tersebut menunjukkan suatu keterkaitan atau kesaling terkaitan
antara pendidikan dengan ekonomi, sehingga yang satu memerlukan yang lain.
Pendidikan memerlukan ekonomi dan ekonomi juga memerlukan pendidikan.
Agar ekonomi masyarakat meningkat diperlukan kualitas sumberdaya
manusia yang mampu mendorong peningkatan kehidupan ekonomi. Kualitas
sumberdaya manusia atau human capital dapat meningkat bila pendidikan
berkembang, dan perkembangan pendidikan ini tidak terlepas dari investasi yang
dikeluarkan, baik investasi individu maupun investasi publik yang dianggarkan
oleh pemerintah,
Kehidupan ekonomi masyarakat merupakan cerminan dari para pelaku
ekonominya baik dalam produksi, konsumsi, maupun distribusi. Tingkat kondisi
ekonomi ini jelas akan berbeda-beda sesuai dengan bagaimana pelaku ekonomi
melakukan aktivitas ekonominya, sebaliknya tingkat dan kualitas pendidikan pada
suatu masyarakat akan ditentukan oleh berapa besar pengorbanan yang diberikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 5


untuk menyelenggarakankegiatan pendidikan tersebut, baik dalam bentuk tenaga
maupun dana, baik secara individual maupun masyarakat/negara, dan besarnya
alokasa dana yang diberikan untuk pendidikan akan mencerminkan kemampuan
ekonomi individu dan ekonomi masyarakat/negara.
dengan demikian antara ekonomi dengan pendidikan terdapat suatu
keterkaitan dimana peningkatan dalam salah satunya akan mendorong
peningkatan yang lainnya. Dalam hasil penelitian dan tulisan tentang ekonomi
pendidikan masalah hubungan antara pendidikan dengan ekonomi menjadi
perhatian penting, Menurut Lascelles Anderson dan Duglas M. Windham (1982 :
xi) dalam titeratur awal tentang ekonomi pendidikan dan Human capital
cenderung menjadikan pendidikan sebagai instrumen yang dapat dipergunakan
untuk mencapai tingkat pembangunan ekonomi yang tinggi (tended to make
education into an instrument capable of being manipulated to achieve higher level
of economic developement), ini berarti bahwa pendidikan merupakan faktor yang
tidak bisa diabaikan dalam statu kegiatan pembangunan, artinya akan sangat sulit
bila pendidikan dan ekonmi dibangun sendiri-sendiri dalam urutan waktu, Namun
keduanya mesti dibangun secara bersamaan, sudah tentu dengan memperhatikan
bidang-bidang kehidupan lainnya.
pendidikan dan ekonomi
Pendidikan dan ekonomi merupakan suatu hal yang berbeda, pendidikan
merupakan usaha memberikan bimbingan dan latihan guna meningkatkan
kompetensi-kompetensi yang dimiliki manusia, sedangkan ekonomi merupakan
bidang kehidupan yang berkaitan dengan upaya manusia memenuhi kebutuhan
hidupnya, namun demikian keduanya punya keterkaitan dan hubungan timbal
balik. Pendidikan memerlukan kondisi ekonomi yang menopangnya dan ekonomi
memerlukan pendidikan guna meningkatkan dan membangunnya.
Oleh karena itu keterkaitan antara pendidikan dan ekonomi merupakan
sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan lagi, mengingat keduanya saling
membutuhkan. Pendidikan bisa dilihat sebagai variabel bebas (yang
mempengaruhi) juga sebagai variabel terikat (yang dipengaruhi, demikian juga
halnya dengan ekonomi, seperti dikemukakan oleh Gary S. Field (Lascelles

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 6


Anderson dan Duglas M. Windham .1982: 49) bahwa “ educational growth causes
economic growth and economic growth permits educational growth”. meskipun
demikian, dalam tataran praktis faktor mana yang paling berpengaruh sulit
dipisahkan/diurai dengan jelas, namun dalam tataran teori pembedaan/penguraian
tersebut diperlukan untuk kepentingan analisis. Dalam hubungan ini penulis akan
mencoba untuk mengkaji masing-masing sudut pandang, dengan maksud untuk
melihat masalah keterkaitan antara pendidikan dan ekonomi secara komprehensif.
Pengaruh Pendidikan Terhadap Ekonomi
Diakui oleh para ahli bahwa pendidikan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kehidupan ekonomi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
negara-negara yang secara ekonomi maju, masyarakatnya mempunyai tingkat
pendidikan yang tinggi/lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang
ekonominya belum maju.
Dengan mengingat hal tersebut, para ahli berpendapat bahwa tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat akan mampu mendorong kehidupan
ekonomi lebih maju. Pendidikan menjadikan manusia terdidik dan trampil
sehingga partisipasinya dalam kehidupan ekonomi atau pembangunan ekonomi
akan makin produktif, dan produktivitas yang tinggi akan menjadikan
pembangunan ekonomi meningkat.
Menurut Todaro (1983 : 433) “Hampir semua para ahli ekonomi
barangkali akan sependapat bahwa bagi suatu bangsa, sumberdaya manusia yang
pada akhirnya menentukan karakter dan langkah pembangunan ekonomi dan
sosialnya, bukan modal dan bukan pula sumber-sumber materialnya”. Dari
pendapat tersebut nampak bahwa SDM adalah faktor yang
menentukan/mempengaruhi pembangunan/kehidupan ekonomi, dan peningkatan
kualitas SDM, yang hanya bisa dilakukan melalui pendidikan, akan dapat
meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu bangsa.
Don Adam dan Robert M. BJork (1982 : 29) menyatakan bahwa beberapa
ahli menggunakan pendidikan sebagai standar keberhasilan pembangunan, yang
mereka maksudkan, pendidikan yang mempunyai korelasi tinggi dengan
penigkatan GNP per kapita dan sebagai standar kecenderungan untuk mengukur

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 7


tingkat pertumbuhan ekonomi sejajar dengan kemajuan pendidikan. Sementara itu
Harbison dan Myer (Don Adam : 1982 : 30) berpendapat bahwa pendidikan
berarti sejajar dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara keduanya tidak
ditentukan mana yang jadi penyebab, dan barangkali kemajuan ekonomi
membawa pendidikan ke orang yang lebih formal.
Kemajuan suatu kehidupan ekonomi masyarakat dipengaruhi oleh banyak
faktor, meskipun secara esensial semua itu tergantung pada bagaimana
manusianya dalam menjalankan kehidupan ekonominya. Kualitas manusia dengan
demikian menjadi faktor penentu maju mundurnya kehidupan ekonomi
masyarakat. Namun demikian bagaimana mengukur kontribusi atau pengaruh
pendidikan pada kehidupan ekonomi, merupakan hal yang sulit. Dalam hubungan
ini para ahli telah berusaha mencari cara untuk melihat pengaruh pendidikan pada
ekonomi.
Dalam upaya pencarian tersebut paling tidak ada tiga pendekatan (Oteng
Sutisna 1980 : 49) untuk melihat sumbangan kongkret dari pendidikan kepada
pertumbuhan ekonomi yaitu :
1. Pendekatan residual; yaitu pendekatan dengan cara menghitung
sumbangan-sumbangan modal, input, tenaga kerja dan sumber-sumber
fisik kepada pertumbuhan produksi dan apapun yang tertinggal
(residu) dianggap berasal dari faktor manusia (Pendidikan)
2. Pendekatan Korelasi; yaitu pendekatan yang menggunakan
perbandingan antar negara dengan mengaitkan antara tingkat
pendidikan masyarakat dengan tingkat kehidupan ekonomi.
3. Pendekatan perolehan pendidikan yang melihat kontribusi pendidikan
melalui penghasilan orang yang terdidik.
Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya melihat pendidikan sebagai
variabel atau faktor yang mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat, kecuali
pendekatan korelasional, dimana keduanya beposisi setara..
Disamping itu pengaruh pendidikan terhadap ekonomi juga dapat dilihat
dari sudut pendidikan sebagai sebuah industri. Elchanan Cohn (1979 : 2)
menyatakan Education is a gigantic Industry in the united states. Pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 8


mempekerjakan banyak orang dari mulai guru, siswa, dan pekerja lainnya yang
mendapat penghasilan dari sektor pendidikan. Dengan demikian sektor
pendidikan banyak menyerap tenaga kerja, dan ini berarti dapat membantu
meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat.
Baik secara individu maupun sosial tingkat pendidikan akan
mempengaruhi kehidupan ekonomi. Untuk tingkatan individu, pendidikan akan
dapat meningkatkan pendapatan seseorang, dalam hal ini terdapat beberapa
pendekatan yang mencoba menghubungkan antara pendidikan dengan kehidupan
ekonomi individu yang tercermin dari pendapatan yang diperoleh. Hal ini berarti
bahwa perubahan dan perbedaan dalam tingkat pendidikan akan berpengaruh
terhadap distribusi pendapatan masyarakat (pendapatan yang diperoleh oleh
masing-masing orang).
1. Teori Human Capital. Premis dasar dari pendekatan human capital
adalah “… that variation in labor income are due to difference in
labor quality (Elchanan Cohn. 1979 : 28), dan perbedaan kualitas
pekerja itu salah satu penyebabnya adalah pendidikan, oleh karena itu
Elchanan Cohn (1979 : 29) menggambarkan hubungan pendidikan
dengan penghasilan/pendapatan sebagai berikut

INVESTMENT HIGHER HIGHER


IN PRODUCTIVIT EARNING

Ganbar hubungan investasi pendidikan dengan pendapatan


Dari gambar di atas dapat difahami bahwa investasi yang dikeluarkan
untuk pendidikan akan dapat meningkatkan kualitas pekerja dengan
meningkatnya produktivitas, dan dengan produktivitas yang
meningkat, maka pendapatan /penghasilan pekerja tersebut akan
meningkat pula. Hal ini juga berarti bahwa semakin besar investasi
pendidikan semakin besar pula pendapatan yang akan diperoleh, dan
apabila seseorang mencapai pendidikan tinggi itu berarti investasiyang
dikeluarkan untuk pendidikan semakin besar.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 9


2. Screening (Credentials), dalam pendekatan ini investasi pendidikan
mempengaruhi pendapatan tidak melalui produktivitas melainkan
melalui diperolehnya credential/ijazah yang dapat menjadi dasar dalam
screening, atau dalam penentuan seleksi pegawai yang akan diterima
bekerja. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut :

INVESTMENT HIGHER HIGHER


IN CREDENTIALS EARNING

Ganbar hubungan investasi pendidikan dengan pendapatan


Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa pendidikan
akan menghasilkan pekerja yang lebih trampil, makin produktif dan punya
credential/berijazah tinggi, akibatnya mereka akan memperoleh penghasilan/
pendapatan yang yang tinggi/lebih tinggi.
Pendidikan dan Human Capital
Pendidikan jelas mempunyai pengaruh yang signifikan pada modalm
manusia (human capital), kualitas penyelenggaraan pendidikan akan menentukan
kualitas Sumberdaya manusia dan kualitas SDM yang bagus merupakan human
capital yang sangat penting dalam menunjang kehidupan ekonomi. Untuk itu guna
lebih memahami hubungan antara pendidikan dan modal manusia,maka
diperlukan pemahaman dua konsep tersebut, sehingga dapat tergambar jelas
bagaimana kaitannya.
Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memeiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara . dari pengertian tersebut dapatlah dimengerti
bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk
manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial,
emosional maupun spiritual, trampil serta berkepribadian dan dapat berprilaku
dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 10


dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dan mampu mengisi
kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.
Sementara itu human capital menurut para akhli dapat diberi pengertian.
Menurut Mark L. Leengnick Hall (2003:45-46) yang mengutip beberapa
pengertian, human capital diartikan sbb:
 Human capital is “the knowledge, skills, and capabilities of individual
that have economic value to an organization (Bohlander, Snell, &
Sherman, 2001)
 Human capital is “the collective value of an organization’s know-how.
Human capital refers to the value, usually not reflected in accounting
system, which results from the investment an organization must make
to recreate the knowledge in its employees (Cortada & Woods, 1999)
 Human capital is ”all individual capabilities, the knowledge, skills, and
experience of the company’s employees and managers” (Edvinsson &
Malone, 1997)
Dari tiga pengertian di atas nampak sekali adanya kesamaan esensi yang
menunjukan bahwa modal manusia itu merupakan sesuatu yang melekat dalam
diri individu, dan hal inipun tidak berbeda dengan pengertian yang dikemukakan
oleh Jac Fitz-entz. Disamping itu hal yang cukup menonjol dari definisi di atas
adalah dimensi ekonomi yang menjadi acuan kebermanfaatannya.
Dengan memahami dua konsep tersebut yaitu pendidikan dan human
capital dapatlah difahami bahwa kemampuan-kemampuan yang ada pada manusia
(human capital) pada dasarnya adalah merupakan hasil dari suatu proses
pendidikan, pendidikan merupakan upaya untuk membentuk human capital yang
berkualitas.
Pendidikan Dan Pembangunan Ekonomi
Dimensi lain dari peranan dan pengaruh pendidikan terhadap kehidupan
ekonomi adalah dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan
ekonomi merupakan upaya terencana untuk meningkatkan kehidupan ekonomi
dalam bentuk meningkatnya Pendapatan Nasional perkapita, penyerapan tenaga
kerja serta bentuk-bentuk lain yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 11


Menurut Gary S. Fields (Lascelles Anderson dan Douglas M. Windham
1982 : 47) Pendidikan merupakan indikator penting kinerja suatu negara, baik
dalam jangka pendek mupun jangka panjang. Manfaat pendidikan harus
dimasukan dalam analisis tentang sumbangan pendidikan pada pembangunan.
Pendidikan punya nilai penting karena dapat meningkatkan kegiatan produktif di
masa depan,untuk itu analisis biaya-manfaat dapat membantu dalam menilai
potensi investasi pendidikan. Dengan demikian adalah tidak mungkin suatu
pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik apabila terjadi
kekurangan modal manusia sebagai hasil pendidikan, oleh karena itu pendidikan
menjadi faktor penting dalam pembangunan ekonomi, karena dapat meningkatkan
produktivitas bangsa, dimana peningkatan ini jelas akan mampu mempercepat
peningkatan pembangunan ekonomi
Manfaat pendidikan
Manfaat pendidikan adalah sesuatu yang dapat diberikan oleh pendidikan,
baik untuk manfaat ekonomi maupun manfaat social, manfaat ekonomi bias
bersifat individual maupun manfaat public. Menurut Roe L. Johns, et.al (1983 :
37) “The benefits of education may be broadly defined as including anything
which a. increase production through enhancement of capacity of the labor
force; b. increase efficiency by reducing cost, thus reserving or releasing
resources for other productive pursuits; and c. Increase the social consciousness
of community so that the standard of living is enhanced”. Jadi secara umum
pendidikan dapat memberikan manfaat besar bagi kemajuan hidup manusia
melalui peningkatan produksi, peningkatan efisiensi, serta peningkatan kesadaran
perlunya perbaikan standar kehidupan.
Sementara itu dalam kaitan dengan Pendidikan Tinggi, manfaat
pendidikannya juga besar, dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan cara
mengestimasi/memperkirakan manfaat yang akan diperoleh. Dalam mem-
perkirakan manfaat/hasil Pendidikan Tinggi, terdapat tiga cara yang dapat
dipergunakan sebagaimana diungkapkan oleh oleh Larry L. Leslie dan Paul T.
Brinkman dalam bukunya The Economic Value of Higher Education (1993 : 41)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 12


yang menyatakan bahwa There are Three major ways to estimate the monetary
yields of College Education:
1. Earning Differensials.
2. Net Present Value (NPV)
3. Private rate of Return
1. Earning Differensials (Perbedaan Penghasilan/Pendapatan)
Cara ini mencoba melihat hasil Pendidikan Tinggi secara moneter dengan
membandingkan antara rata-rata penghasilan yang diperoleh lulusan Pendidikan
Tinggi dengan rata-rata penghasilan yang diperoleh oleh mereka yang bukan
lulusan Pendidikan Tinggi. Asumsi cara ini adalah bahwa semakin tinggi
Pendidikan, semakin tinggi Penghasilan/pendapatan. Menurut Larry L. Leslie
dan Paul T. Brinkman cara ini mudah difahami karena kesederhanaannya
(kesederhanaan ini juga merupakan keterbatasannya).
Cara ini melihat adanya hubungan langsung antara tingkat pendidikan
dengan penghasilan, artinya variasi dalam tingkat pendidikan dapat dijadikan
dasar untuk menjelaskan variasi dalam penghasilan. Implikasi dari cara ini adalah
bahwa jika terjadi ketidak merataan dalam penghasilan, maka pendidikan bias
menjadi salahsatu cara untuk mengurangi ketidakmerataan dalam distribusi
pendapatan. Oleh karena itu, cara ini nampaknya bersesuaian dengan salah satu
teori distribusi pendapatan dengan pendapatan Human Capital.
Premis dasar dari pendekatan human capital adalah “… that variation in
labor income are due to difference in labor quality (Elchanan Cohn. 1979 : 28),
dan perbedaan kualitas pekerja itu salah satu penyebabnya adalah pendidikan,
oleh karena itu Elchanan Cohn (1979 : 29) menggambarkan hubungan pendidikan
dengan penghasilan/pendapatan sebagai berikut

INVESTMENT HIGHER HIGHER


IN EDUCATION PRODUCTIVITY EARNING
Dari gambar di atas dapat difahami bahwa investasi yang dikeluarkan
untuk pendidikan akan dapat meningkatkan kualitas pekerja dengan meningkatnya
produktivitas, dan dengan produktivitas yang meningkat, maka pendapatan
/penghasilan pekerja tersebut akan meningkat pula. Hal ini juga berarti bahwa

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 13


semakin besar investasi pendidikan semakin besar pula pendapatan yang akan
diperoleh, dan apabila seseorang mencapai pendidikan tinggi itu berarti
investasiyang dikeluarkan untuk pendidikan semakin besar.
Disamping dengan pendekatan Human capital, cara ini juga sejalan dengan
pendekatan Screening (Credentials), perbedaannya adalah bahwa dalam
pendekatan ini investasi pendidikan mempengaruhi pendapatan tidak melalui
produktivitas melainkan melalui diperolehnya credential/ijazah yang dapat
menjadi dasar dalam screening, bila digambarkan akan nampak sebagai berikut :

INVESTMENT HIGHER HIGHER


IN EDUCATION CREDENTIALS EARNING

Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa pendidikan


tinggi akan menghasilkan pekerja yang lebih trampil, makin produktif dan punya
credential/berijazah tinggi, akibatnya mereka akan memperoleh penghasilan/
pendapatan yang yang tinggi/lebih tinggi.
Memang cara ini meiliki keterbatasan sebagai suatu alat estimasi, namun
ada upaya untuk mengoreksinya dengan cara menghitung nilai Alpha/faktor alpha,
dan hasilnya sebagaimana dikemukakan Larry L. Leslie dan Paul T. Brinkman
(1993 : 44) dari 17 studi yang dilakukan menunjukan bahwa nilai alpha meningkat
sejalan dengan tingkat pendidikan, oleh karena itu cara atau metode Earning
differentials meskipun ada keterbatasannya tetap dapat dipergunakan untuk
mengestimasi manfaat moneter dari pendidikan tinggi.
2. Net Present Value (Nilai bersih sekarang)
Cara Net Present Value dalam memperkirakan hasil pendidikan tinggi
merupakan cara estimasi hasil pendidikan secara moneter dengan memperhatikan
faktor biaya dan perubahan nila uang, karena sebagaimana dikemukakan Larry L.
Leslie dan Paul T. Brinkman (1993 : 45) bahwa “… a dollar spent to purchase
higher education is worth more, considering forgone interest, yhan one to be
earned at the same later date”, ini menunjukan bahwa faktor interest/bunga yang
hilang jika uang itu disimpan, harus dikurangkan dari manfaat(penghasilan) yang
diterima setelah lulus pendidikan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 14


Cara ini nampak lebih realistis disbanding cara earning differentials,
mengingat cara earning differentials tidak/kurang memperhatikan perubahan nilai
uang yang umumnya terjadi karena perubahan harga akibat inflasi. Untuk itu
Larry L. Leslie dan Paul T. Brinkman (1993 : 44) menyatakan “.. eventhough
earning differentials and alpha factor may be quite useful to potential students,
measure employed by professional analysts almost always have included
consideration of cost, too”, namun demikian cara inipun masing menyimpan
kesulitan terutama berkaitan dengan memilih tingkat bunga yang layak
Meskipun demikian, cara ini tetap penting untuk melihat hasil pendidikan
akibat pendidikan tinggi, hanya mungkin pendapatan yang diperoleh lulusan
perguruan tinggi lebih rendah disbanding dengan cara earning differentials yang
sama sekali tidak memperhitungkan nilai uang yang berubah/berbeda antara masa
sekarang dengan masa dating.
Untuk memberi gambaran berikut ini akan dikemukakan contoh
perhitungan Net Present Value. Sebagaimana diketahui bahwa cara/metode ini
memperhitungkan time value of maney dengan memperhatikan tingkat inflasi dan
tingkat suku bunga, sehingga dapat diukur hasil mendatang dengan nilai sekarang.
Adapun rumus perhitungannya adalah :

Hasil/Proceed
(1 + r)n

r = tingkat bunga; n = lamanya waktu investasi


Contoh :
Jumlah Investasi Pendidikan Tinggi = 100.000
Hasil gaji per tahun = 40.000
Jangka waktu kerja (perkiraan) = 3 tahun
Tingkat bunga = 10%
Menghitung Net Present Value :

Present Value tahun ke 1 = 40.000 = 36.363,64

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 15


(1,10)1
Present Value tahun ke 2 = 40.000 = 33.057,85
(1,10)2
Present Value tahun ke 3 = 40.000 = 30.052,59
(1,10)3
Present value dari Investasi Pendidikan = 99.474,08
Jumlah Investasi Pendidikan = 100.000,00
= -525.92
investasi pendidikan merugikan karena NPV lebih kecil dari nilai Investasi
3. Private rate of return (tingkat kembalian pribadi)
Cara ini pada dasarnya merupakan cara mengestimasi hasil pendidikan
tinggi dengan memperhitungkan tingkat balikan internal secara pribadi, pada
dasarnya cara ini merupakan kebalikan dari cara NPV. Dengan cara ini analisis
dilakukan dengan menghitung tingkat diskonto yang akan mempersamakan nilai
penghasilan dengan nilai biaya. Cara ini menurut Roe L. Johns et al (1983 : 4)
“..is the most commonly used approach in educational investment studies”.
Dengan cara ini seseorang hendaknya menginvestasikan pada pendidikan
tinggi selama private (internal) rate of return melebih tingkat bunga pasar.
Metode ini sama halnya dengan metode NPV merupakan cara untuk
mengukur/menganalisis biaya manfaat sebagaimana dikemukakan oleh Roe L.
Johns et al (1983 : 48) “. Two method are used for the measurement of costs and
benefits, The net preset value, and the internal rate of return.
Dengan demikian maka metode ini merupakan Metode pencarian tingkat
bunga yang akan memberikan nilai sekarang dari hasil investasi pendidikan tinggi
yang diharapkan sama dengan jumlah nilai sekarang dari investasi yang
dikeluarkan. Berikut ini akan dikemukakan contoh perhitungan dengan
menggunakan soal perhitung NPV :
Karena net present value minus sebesar 525,92, maka perlu dicari tingkat
bunga yang lebih rendah misalnya 9%, dan hasil perhitungan NPV adalah :
Present Value tahun ke 1 = 40.000 = 36.697
(1,09)1

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 16


Present Value tahun ke 2 = 40.000 = 33.668
(1,09)2
Present Value tahun ke 3 = 40.000 = 30.888
(1,09)3
Present value dari Investasi = 101.253
Jumlah Investasi = 100.000
= +1.253
jadi IRR terletak antara 9% dan 10%, selisih 1%.
Selisih Present Value : 101.253 - 99.474,08 = 1.778,92
Selisih Present Value (9%) dengan hasil/Investasi = 1.253
Maka IRR adalah : 1253 x 1% = 0.704% (0,70)
1778,92
jadi tingkat bunga menurut metode IRR adalah 9.70%
dengan memperhatikan uraian di atas, nampak bahwa dalam melihat manfaat dari
pendidikan Tinggi (juga tingkat pendidikan lainnya), metode di atas akan sangat
penting guna membantu membuat keputusan individu dalam menentukan
permitaan akan pendidikan tinggi dan pendidikan pada umumnya.
Pengaruh Ekonomi Terhadap Pendidikan
Disamping sudut pandang yang melihat pendidikan sebagai faktor yang
mempengaruhi ekonomi (variabel bebas), pendidikan juga dapat dilihat sebagai
faktor yang dipengaruhi oleh ekonomi, baik secara individu maupun sosial. Orang
tak mungkin dapat mengikuti pendidikan jika tak mampu secara ekonomi, dan
jika kehidupan ekonomi suatu bangsa menurun, adalah sulit mengharapkan
keadaan pendidikan bisa berkualitas, mengingat tidak adanya dana untuk
membangun pendidikan.
Kehidupan ekonomi yang maju pada suatu bangsa akan meningkatkan
GNP bangsa tersebut, keadaan ini merupakan kondisi yang kondusif bagi
pengembangan bidang pendidikan. Menurut Todaro (1980 : 437) “Dalam berbagai
negara yang sedang berkembang, pendidikan formal adalah merupakan industri
terbesar dan konsumen terbanyak dari pengeluaran anggaran pemerintah”. Ini

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 17


berarti bahwa bila negara berkembang tersebut terus meningkat ekonominya,
maka anggaran pendidikan pun akan terus meningkat.
Selain dalam tataran makro, kehidupan ekonomi individupun akan
berpengaruh pada pendidikan. Permintaan pendidikan/persekolahan dari
rumahtangga/individu antara lain ditentukan oleh kemampuan ekonomninya,
disamping faktor-faktor lainnya seperti budaya, agama, dan sebagainya. Dalam
kaitannya dengan faktor ekonomi, Nancy Birdsall dan Susan Hill Cochrane
(Lascelles Anderson dan Duglas M. Windham 1982:177) mengemukakan tentang
model permintaan Rumah tangga dalam persekolahan anak. Menurutnya rumah
Tangga/keluarga dalam membuat keputusan menyekolahkan anak akan mem
pertimbangkan banyak faktor seperti terlihat dalam persamaan berikut
Dsj = Dsj (Ps, Px, Wh, Ww, Wc, V, T, C)
Permintaan persekolahan (Dsj) adalah fungsi dari harga sekolah (Ps), Harga
barang lain (Px), Tingkat upah suami (Wh), Tingkat upah istri (Ww), upah anak
(Wc), pendapatan tertangguh (V), selera sekolah (T), dan balikan sekolah (C).
Dengan melihat persamaan di atas dapatlah dikatakan bahwa kemampuan
ekonomi rumahtangga/individu dapat menjadi diterminan utama, yang
berpengaruh pada permintaan persekolahan, sehingga senakin meningkat
kehidupan ekonomi keluarga, semakin besar kemungkinan keluarga/individu
tersebut untuk mengikuti persekolahan sampai tingkat dimana kondisi ekonomi
masih memungkinkan untuk mendukungnya.
Model Interaktif Keterkaitan Pendidikan Dan Ekonomi
Harbison dan Myer (Don Adam : 1982 : 30) berpendapat bahwa
pendidikan berarti sejajar dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara
keduanya tidak ditentukan mana yang jadi penyebab, dan barangkali kemajuan
ekonomi membawa pendidikan ke orang yang lebih formal. Dengan demikian
dapatlah difahami bahwa antara pendidikan dan ekonomi mempunyai hubungan
yang interaktif, dimana masing-masing saling memperkuat yang lainnya.
Dalam kaitannya dengan pembangunan/pertumbuhan ekonomi, Memang
diakui bahwa pertumbuhan pendidikan cenderung berbarengan dengan
pertumbuhan ekonomi, hal ini terlihat bahwa dinegara-negara dengan pendapatan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 18


tinggi cenderung punyai tingkat enrolmen yang tinggi dengan pertumbuhan yang
cepat. Pertumbuhan pendidikan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan
sebaliknya, pertumbuhan ekonomi menyebabkan pertumbuhan pendidikan.
Oleh karena itu pandangan yang melihat hanya satu sisi hubungan antara
pendidikan dengan ekonomi, pada dasarnya hanya untuk mempermudah dalam
melakukan analisis. Akhli pendidikan cenderung melihat pendidikan sebagai
diterminan bagi kehidupan/pembangunan ekonomi, sementara ekonom lebih
menitik beratkan pada pandangan bahwa ekonomi menjadi diterminan kegiatan
dan tingkat pendidikan masyarakat.. Model interaktif hubungan/keterkaitan
antara pendidikan dengan ekonomi dapat dibagankan sebagai berikut :

PENDIDIKAN EKONOMI

HUMAN
INDUSTRI DANA PENDIDIKAN
CAPITAL

PRODUKT
INDUSTRI IVITAS INDIVIDU PUBLIK

TENAGA PENDAPA PERMINTAAN FASILITAS


PERSEKOLAHAN
KERJA TAN PENDIDIKAN

PENDIDIKAN MENINGKAT – EKONOMI TUMBUH BERKEMBANG

Gambar model interaktif pendidikan dan ekonomi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 19


PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Pendidikan dapat dilihat secara teoritis maupun secara praktis, secara
teoritis pendidikan dapat dimaknai sebagai upaya untuk mendewasakan manusia,
sementara itu secara praktis pendidikan akan terlihat dari kelembagaannya, yang
menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003
terdapat tiga lingkungan pendidikan yaitu pendidikan informal, pendidikan non
formal dan pendidikan formal.
Dilihat dari sudut keteraturan kelembagaan, pendidikan non formal dan
pendidikan formal nampaknya lebih memungkinkan untuk diorganisir secara baik
dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam berbagai fungsinya,
sehingga analisis dan tinjauan terhadap proses penyelenggaraannya akan menjadi
sesuatu yang sangat penting bagi pengembangan kelembagaan dalam proses
pendidikan, dan diantara kelembagaan pendidikan yang mendapat perhatian besar
dari pemerintah dan masyarakat adalah sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal sudah tentu
memerlukan pengelolaan yang impersonal, di dalamnya perlu dan harus
diterapkan prinsip-prinsip manajemen modern, dimana obyek yang menjadi
perhatiannya secara umum tidak banyak berbeda dengan organisasi-organisasi
lainnya. Dalam hubungan ini, The Six’s M yang menjadi obyek pengelolaan
manajemen dapat juga diterapkan pada lembaga pendidikan. Ke enam obyek
tersebut adalah :
1. Man (manusia)
2. Money (Dana/uang)
3. Material (bahan-bahan)
4. Machine (mesin/peralatan proses)
5. Method (cara memproses)
6. Market (pasar/konsumen)
Namun demikan hal itu sudah tentu memerlukan penyesuaian agar dapat sejalan
dengan misi lembaga pendidikan sebagai lembaga nirlaba.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 20


Dari keenam unsur tersebut, salah satu yang penting baik dalam lembaga
bisnis maupun lembaga pendidikan adalah masalah uang/dana. Adalah tidak
mungkin lembaga pendidikan dapat berjalan dengan baik tanpa ada ketersediaan
dana untuk melaksanakan kegiatannya dalam menyelenggarakan proses
pendidikan, oleh karena itu dalam dunia pendidikan kajian mengenai
pendanaan/pembiayaan pendidikan menduduki posisi penting sebagai suatu upaya
untuk memahami dan mengelola hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan/manajemen dana/keuangan dalam lembaga pendidikan, termasuk
pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah.
Pembiayaan pendidikan dalam konteks ekonomi pendidikan
Pembiayaan pendidikan merupakan masalah penting yang dikaji dalam ekonomi
pendidikan, hal sejalan dengan pendapat Elchanan Cohn (1979 : 9) yang
menyatakan sebagai berikut :
The issues that will concern us in this volume are conveniently grouped
into five major categories (major issues in the economics of education) :
1. Identification and measurement of the economic value of
education
2. The allocation of resources in education
3. Teacher’s salaries
4. The finance of education, and
5. Educational planning
Dari kutipan di atas nampak bahwa masalah pembiayaan/pendanaan pendidikan
merupakan salah satu isu utama yang dibahas dalam ekonomi pendidikan. Untuk
itu terlebih dahulu pemahaman tentang ekonomi pendidikan diperlukan agar
diperoleh suatu pemahaman yang utuh tentang masalah pembiayaan pendidikan
dalam kerangka umum ekonomi pendidikan.
Menurut Elchanan Cohn (1979 : 2) ekonomi pendidikan didefnisikan
sebagai berikut : ” the economics of education is the study of how men and society
choose, with or without the use of money, to employ scarce productive resources
to produce various type of training, the development of knowledge, skill, mind,
character, and so forth – especially by formal schooling – over time and to

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 21


distribute them now and in the future, among various people and groups in
society. definisi di atas menunjukan bahwa esensi dari ekonomi pendidikan adalah
masalah pemilihan diantara sumber-sumber produktif baik menggunakan uang
ataupun tidak dalam memperoleh pendidikan. Dalam hubungan ini pendidikan
dipandang sebagai barang yang langka dimana perolehannya memerlukan
pengorbanan baik dalam bentuk dana maupun tenaga. Pemahaman ini pada
dasarnya merupakan pemahaman pokok dalam ilmu ekonomi yakni masalah
kejarangan/kelangkaan sebagaimana dikemukakan oleh Roe L. Johns (1983 : 10)
bahwa the central topic of economics is the allocation of resources and the central
concept is scarcity.
Dengan mengingat kejarangan tersebut, maka mereka yang mau mengikuti
pendidikan perlu melakukan pengorbanan untuk mendapatkannya, dank arena
hasil pendidikan dapat memberikan nilai tambah di masa depan, maka
pengorbanan tersebut pada dasarnya merupakan suatu investasi, yakni suatu upaya
untuk meningkatkan nilai tambah barang atau jasa di masa datang dengan
pengorbanan konsumsi dimasa sekarang.
Konsep pembiayaan pendidikan
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa salah satu isu dalam ekonomi
pendidikan adalah masalah pembiayaan pendidikan (educational finance),
pembiayaan pendidikan pada dasarnya dapat dimaknai sebagai kajian tentang
bagaimana pendidikan dibiayai atau didanai. Dalam hubungan ini Elchanan Cohn
(1979: 10) menguraikan lingkup pembiayaan pendidikan sebagai berikut :
Educational Finance. Who should pay for education? Should the government
support public and private education? If so, which level of government should
take what share of the burden? And what share of total costs should be borne by
the taxpayers as opposed to direct beneficiaries of the educational endeavor?
Also, if subsidies are justified, should they be given to educational institution or to
individual in the form of a voucher? . Kutipan di atas sebenarnya tidak
memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pembiayaan
pendidikan, namun hanya menggambarkan pusat perhatian dalam kajian
pembiayaan pendidikan, oleh karena itu bila dicoba dirumuskan dengan mengacu

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 22


pada pemahaman di atas, pembiayaan pendidikan dapat diartikan sebagai kajian
tentang bagaimana pendidikan dibiaya, siapa yang membiayai serta siapa yang
perlu dibiayai dalam suatu proses pendidikan. Pengertian ini mengandung dua hal
yaitu berkaitan dengan sumber pembiayaan dan alokasi pembiayaan pendidikan.
Dalam beberapa literature ekonomi pendidikan, pembahasan mengenai
pembiayaan pendidikan lebih menitik beratkan pada pembiayaan pada pendidikan
formal yaitu sekolah, sehingga terkadang kajian pembiayaan pendidikan nampak
identik dengan pembiayan sekolah (school finance), hal ini sudah tentu
memerlukan pembatasan mengenai pendidikan, sebab kalau tidak maka
pembiayaan pendidikan mesti mencakup juga pendidikan informal, padahal jalur
pendidikan ini sulit ditata dengan prinsip manajemen modern. Untuk itu dalam
makalah ini pembiayaan pendidikan dipandang sebagai pembiayan pendidikan
formal yakni menyangkut persekolahan.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah adanya keterlibatan uang
dalam kajian pendidikan, dimana hal ini jelas tidak bisa dihindari mengingat
pendidikan merupakan benda ekonomi yang langka, dan uang merupakan salah
satu yang perlu dikorbankan untuk mendapatkannya. Menurut Thomas H. Jones
(1985 : 3-20) “money come into play in the education enterprise in three areas : 1)
Economics of education; 2) school finance; 3) school business administration”.
Dengan demikian ketiga bidang tersebut merupakan kajian tentang pendidikan
yang melibatkan satuan uang, oleh karena itu masalah pembiayaan pendidikan
pun tidak terlepas dari kajian tentang uang/dana berkaitan dengan perolehannya
serta penggunaannya dalam suatu proses pendidikan (sekolah). Sehubungan
dengan hal tersebut, satu hal yang merupakan konsep penting dalam pembiayaan
pendidikan adalah masalah biaya (Cost) pendidikan yang sangat diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Biaya pada lembaga pendidikan biasanya meliputi :
o Direct cost dan indirect cost. Direct cost (biaya langsung) yaitu biaya yang
langsung berproses dalam produksi pendidikan di mana biaya pendidikan inni
secara langsung dapat meningkatkan mutu pendidikan, biaya langsung akan
berpengaruh terhadap output pendidikan. Biaya langsung ini meliputi gaji
guru dan personil lainnya, pembelian buku, fasilitas kegiatan belajar mengajar,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 23


alat laboratorium, buku pelajaran, buku perpustakaan dll, biaya langsung
untuk pengajaran harus memnuhi unsure sebagai berikut ; inherent pada hasil,
kuantitatif dapat dihitung, tak dapat dihindarkan, indirect dapat melaksanakan
pendidikan. Biaya tidak langsung meliputi biaya hidup, transportasi, dan
biaya-biaya lainnya.
o Social cost and private cost, social cost dapat dikatakan sebagai biaya publik,
yaitu sejumlah biaya sekolah yang harus dibayar oleh masyarakat. Sedangkan
private cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh keluarga untuk membiayai
sekolah anaknya, dan termasuk didalamnya forgone opportunities (biaya
kesempatan yang hilang).
Model-model pembiayaan pendidikan/sekolah
Menurut John dan Morphet (1975) bentuk prinsip dari model biaya
sekolah (pendidikan) seperti berikut :
(1) Flat Grant Model, model bantuan dialokasikan pada sekolah lokal distrik
tanpa petimbangan variasi atau perbedaan diantara distrik dalam hal
kemampuan distrik membayar pajak lokal. Ada dua variasi utama dalam
model ini yakni : (a) Keseragaman jumlah yang diterima permurid,
perguru atau suatu unit lain yang diperlukan, yang dibagi tanpa
memerlukan pertimbangan perbedaanjvariasi dalam unit cost untuk
program pelayanan pendidikan yang berbeda; (b) Jumlah variabel
kebutuhan perunit yang menggambarkan adanya vaiasi dalam unit cost
yang dialokasikan bagi sekolah-sekolah lokal yang ada di daerah.
(2) Equlization Model ,dibawah tipe model ini,dana Negaraagian/state
dialokasikan bagi sekolah lokal di daerah dan melihat kemampuan lokal
dalam membayar pajak. Dalam model ini dana yang lebih untuk biaya
permurid, perguru atau unit-unit lainnya yang diperlukan dialokasikan bagi
daerah yang memiliki sumber yang menengah agar tetap bisa melaksanakan
program pendidikan dengan lebih baik.
(3) Nonequalizing Matching Grant, bantuan ini menghendaki daerah lokal untuk
mencocokan dana atas keuangan yang ada, tanpa pertimbangan variasi
kemampuan membayar pajak dari daerah.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 24


Senentara itu Thomas H. Jones (1985:92) menyatakan enam model yang
dapat dijadikan dasar dalam pengembangan rencana bantuan keuangan
pendidikan (sekolah) terdiri dari :
a. Flat Grant. Model bantuan flat grant (hibah bagi rata) merupakan
kesempatan yang baik bagi sekolah sebab dapat menerima bantuan sebesar
pajak yang diperoleh oleh wilayah/daerah. Dalam konsep ini setiap daerah
dapat mengembangkan pendapatan dari pajak property.
b. Full State Funding. Full state funding merupakan rencana yang
dimungkingkan untuk menghapus semua perbedaan dari masing-masing
daerah baik dalam penggunaan dana maupun perolehannya. Tidak ada pajak
property sekolah dalam model ini, dalam model ini semua dana pendidikan
dikumpulkan pada tingkat negara bagian clan di distribusikan ke daerah
dengan perhitungan yang setara.
c. Foundation Plan. Model ini menentukan tarif pajak minimum dari tingkat
pembelanjaan minimal di setiap sekolah pada setiap wilayah. Tiap sekolah
diijinkan untuk melewati batas minimal jika diperlukan. Foundation Plan
dirancang untuk mengakali empat masalah besar dalam keuangan untuk
bidang pendidikan, yaitu; (1) untuk menyamaratakan pembelanjaan dalam
kondisi negara yang langka sumber daya, (2) sebagai penetapan standarisasi
pajak bagi keperluan minimal sekolah, (3) untuk pemisahan wewenang
pengaturan sekolah antara pusat dan daerah, (4) untuk menetapkan provisi
dalam perbaikan yang berkesinambungan.
d. Guaranted Tax Base (GTB). Model ini adalah model yang mengatur
pembagian perimbangan keuangan bagi dana pendidikan dimana
membedakan prosentasi dana yang diterima. Wilayah yang kurang
menerima dana yang lebih banyak disbanding wilayah yang lebih makmur.
Model ini disebut juga sebagai model yang mendukung kesetaraan (equitas)
pembayaran pajak.
e. Precentage Equalizing. Model ini dikembangkan pada tahun 1920-an,
bentuk ini merupakan model dari GTB yang lebih tua clan lebih rumit.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 25


Precentage equalizing menyoroti sisi pengeluaran pendidikan yang harus
digunakan sedangkan GtB menyoroti pemasukannya.
f. Power Equalizing. Model ini memerintahkan wilayah yang lebih kaya untuk
membayarkan sebagian clan yang diterima sekolah untuk dikembalikan
kepada negara, kemudian diatur untuk diserahkan kepada wilayah yang
lebih kurang.
KEBIJAKAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Dalam memahami dan melaksanakan suatu analisis kebijakan, terlebih
dahulu perlu diperoleh pemahaman yang jelas tentang makna dari analisis
kebijakan. Suatu konsep atau istilah bisa mempunyai makna yang bermacam-
macam sesuai sudut pandang masing-masing. Dalam hubungan ini pendifinisian
istilah atau konsep menjadi penting guna memudahkan pemahaman akan suatu
masalah atau topic yang sedang/akan dibahas, meskipun pemaknaan antara para
pakar menunjukan formulasi yang bervariasi. Untuk itu berikut ini akan
dikemukakan pengertian berkaitan dengan istilah kebijakan/policy dan analisis
kebijakan. Dengan dasar pengertian tersebut kemudian penulis akan
mengemukakan metode analisis yang diterapkan dalam melihat masalah kebijakan
pemerataan pendidikan khususnya berkaitan dengan program wajib belajar
sembilan tahun.
Kebijakan (Policy)
Kebijakan merupakan terjemahan dari Policy. Secara etimologis Policy
berasal dari kata politia bahasa Latin yang berarti Negara, Polis bahasa Yunani
yang berarti Negara Kota, Pur bahasa Sanskrit yang berari Kota (Ali Imron, 1996
: 12). Dalam Kamus Bahasa Ingerís Policy diartikan sebagai berikut :
 1). Plan of action, esp. one made by Government, business company,
etc; 2). Wise, sensible conduct (AS Hornby and EC Parnwell, An
English Reader’s Dictionary)
 1). A course of conduct based on principle or advisability; 2) a contract
of Insurance; 3). A form of lottery (The New American Webster
Dictionary)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 26


 1). Method of Government, system of regulative measure, course of
conduct; 2). Sagacity in management; 3). A document containing a
contract of insurance in full, Insurance policy; 4). A gambling game
(Webster’s Super New School and Office Dictionary)
Apabila pengertian yang tercantum dalam tiga kamus di atas, nampak bahwa
pengertian Policy mengandung unsur makna sebagai berikut :
 Rencana serangkaian tindakan
 Merupakan sistem langkah pengaturan
 Dilakukan oleh pemerintah atau organisasi bisnis
Sementara itu secara terminologis, para Akhli mendefinisikannya dalam
rumusan yang bervariasi, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian yang
dikemukan oleh para akhli
1. “The implicit or explicit specification of courses of purposive action being
followed or to be followed in dealing with a recognized problem or matter of
concern, and directed toward the accomplishment of some intended or desired
set of goal. Policy also can be thought of as a position or stance developed in
response to a problem or issue of conflict, and directed toward a particular
objective” (Harman dlm Sandra Taylor, et al 1997: 24).
2. “A choosen course of action significantly affecting large number of people is a
policy….” (Duncan MacRae .1985 : 3)
Secara terminologis, dua definisi di atas memberikan pengertian Policy
yang secara umum menunjukan substansi yang hampir sama, dimana Harman
melihat dari arah yang dituju yakni bahwa policy merupakan serangkaian
tindakan/dasar untuk bertindak dalam mencapai tujuan atau serangkaian tujuan
tertentu baik secara tersirat maupun tersurat, sementara MacRae menitik beratkan
pada dampak atau pengaruh dari suatu tindakan (pemerintah/Negara) yang secara
signifikan mempengaruhi masyarakat luas
Analisis Kebijakan (Policy Analisys)
Para pakar telah memberikan pengertian tentang apa itu analisis kebijakan
dengan formulasi yang bervariasi, untuk lebih memahami makna analisis
kebijakan berikut ini pendapat beberapa pakar :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 27


 Policy analisys is the use of reason and evidence to choose the best
policy among a number of alternatives (Duncan MacRae. 1985:4)
 Policy analisys will be defined as the disciplined application of
intellect to public problems (Leslie A. Pal. 1992:16)
 Policy analisys…. The study of what government do, why and with
what effect (Sandra Taylor, et al 1997:35)
 It (policy analisys) concerned with what government do, why they do
it, and what difference it make….it is also about political science and
the ability of this academic discipline to describe, analyse, and explain
public policy (Thomas R. Dye. 1987:2)
 Policy analisys is a process of multidisciplinary inquiry designed to
create, critically assess, and communicate information that is useful in
understanding and improving policies (William N. Dunn. 2004:2)
Definisi Duncan MacRae menekankan pada instrument pemilihan
kebijakan yaitu penalaran dan bukti-bukti, definisi Leslie A Pal juga menekankan
pada instrument pemahaman kebijakan yakni aplikasi penalaran. Definisi Sandra
Taylor menekankan pada objek/substansi kebijakan beserta alas an dn akibatnya
definisi Thomas R. Dye disamping menekankan substansi, alas an dan akibatnya
juga pada kapasitas disiplin akademik dalam mengkaji kebijakan. Sementara itu
William N. Dunn menekankan pada proses inkuiri dalam mencermati atau
mengkaji guna memperoleh pemahaman dan memperbaiki kebijakan. Pengertian
analisis kebijakan sebagai mana diungkapkan di atas menunjukan perbedaan
dalam perumusannya, namun bila dicermati terdapat benang merah terutama
secara implicit, dimana analisis kebijakan adalah penghadapan subjek/analis
kebijakan atas kebijakan public baik sebatas memahami, mengkaji, menganalisis,
maupun memperbaiki suatu kebijakan.
Pengertian analisis kebijakan sebagai mana diungkapkan di atas
menunjukan perbedaan dalam perumusannya, namun bila dicermati terdapat
benang merah terutama secara implicit, dimana analisis kebijakan adalah
penghadapan subjek/analis kebijakan atas kebijakan public baik sebatas
memahami, mengkaji, menganalisis, maupun memperbaiki suatu kebijakan. Oleh

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 28


karena itu analisis kebijakan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk bidang
pendidikan menjadi suatu yang amat penting dalam era demokrasi, artinya
pemerintah tidak dibiarkan melaksanakan tindakan tertentu yang mempengaruhi
masyarakat tanpa dipelajari dan dikaji substansi, alasan dan akibatnya bagi
masyarakat, disamping penting juga bagi pembuat kebijakan guna memperbaiki,
atau mempertahankan kebijakan guna kemaslahatan masyarakat banyak. Keadaan
masyarakat yang sangat heterogin, baik dalam suku, maupun kepentingan akan
menjadikan berbagai tindakan yang dapat berpengaruh pada kehidupan mereka
akan selalu ditanggapi sesuai dengan kepentingannya, hal ini jelas akan
menyulitkan pihak yang mempunyai kewenangan mempengaruhi kehidupan
mereka, apalagi jika disadari bahwa tidaklah mungkin dapat mengakomodasi
semua kepentingan kelompok masyarakat. Kebijakan Publik sebagai salah satu
bentuk aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah menjadi penting untuk mendapat
perhatian, mengingat implikasinya yang luas bagi kehidupan masyarakat,
kebijakan yang tidak matang dan direaksi negatif oleh masyarakat banyak,
berpeluang menimbulkan ketidak stabilan politik, bahkan dapat menjatuhkan
pemerintah yang berkuasa, oleh karena. Kebijakan Publik merupakan bagian dari
perhatian ilmu politik, dan hal itu bukan sesuatu yang baru sebagaimana
dikemukakan oleh Thomas R Dye (1987. 2) bahwa Public Policy is not a new
concern of political science, meskipun dalam perkembangannya, masalah
kebijakan public juga menjadi perhatian bidang-bidang lain sesuai dengan
arah/sasaran kebijakan tersebut.
Kebijakan publik mencakup bidang yang luas, dari mulai masalah
pertahanan, ekonomi, kesempatan kerja sampai dengan masalah pendidikan,
keadaan ini akan makin menuntut pemerintah/pembuat kebijakan untuk cermat
dan berhati hati dalam menentukan kebijakan. Kecermatan itu sudah barang tentu
mesti dimulai dari menentukan masalah yang perlu dipecahkan melalui
serangkaian tindakan, oleh karena itu penentuan masalah yang tepat serta
perumusannya merupakan langkah penting yang perlu diperhatikan, mengingat
kekeliruan dalam langkah ini akan berakibat pada kelirunya pemecahan masalah
yang diambil. Selain luasnya cakupan kebijakan, orientasi analis kebijakan juga

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 29


bervariasi sesuai dengan tujuan serta klien yang menjadi menjadi konsern dalam
analisis kebijakan yang dilakukan, sebagaimana dikemukakan Ian Gordon, Janet
Lewis, dan Ken Young dalam tulisannya Perspectives on Policy Analysis (1993),
berkaitan dengan pemahaman tentang berbagai perspektif dalam analisis
kebijakan. Perbedaan dalam perspektif ini jelas akan menghasilkan output analisis
yang berbeda, dan perbedaan ini akan dapat bermanfaat bagi kajian lebih lanjut
serta sebagai bahan untuk melakukan meta analisis yang bisa memberikan
kontribusi penting bagi perkembangan akademik dibidang analisis kebijakan
maupun untuk menjadi dasar penentuan kebijakan bagi policy make.Oleh karena
itu analisis kebijakan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk bidang
pendidikan menjadi suatu yang amat penting, apalagi dalam era demokrasi,
artinya pemerintah tidak dibiarkan melaksanakan tindakan tertentu yang
mempengaruhi masyarakat tanpa dipelajari dan dikaji substansi, alasan dan
akibatnya bagi masyarakat, disamping penting juga bagi pembuat kebijakan guna
memperbaiki, atau mempertahankan kebijakan guna kemaslahatan masyarakat
banyak.
Perspektif Analisis Kebijakan
Menurut Ian Gordon, Janet Lewis, dan Ken Young dalam tulisannya yang
berjudul Perspectives on Policy Analysis (Michael Hill ed. 1993:2-5)
menjelaskan bahwa terdapat variasi pandangan dalam melakukan analisis
kebijakan, variasi tersebut akan terlihat dalam hal tujuan dan klien yang
dilayaninya, untuk itu perlu dibedakan antara analisis untuk (analysis for)
kebijakan dengan analisis kebijakan (analysis of). Dalam dikotomi perbedaan
tersebut ada suatu kontinum kegiatan dimulai dari dukungan kebijakan sampai
dengan analisis isi kebijakan seperti terlihat berikut ini :
Analysis for Analysis of
Policy Information Policy Analysis of Analysis of
Advocacy For policy monitoring Policy Policy
and evaluation determination content
Policy Advocacy (Pendukungan Kebijakan). Istilah ini menunjukan
pada kegiatan riset yang berhenti pada dukungan langsung atas satu kebijakan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 30


atau sekelompok kebijakan yang berkaitan, yang diidentifikasi dapat memenuhi
tujuannya serta bernilai menurut peneliti yang melakukannya. Hubungan antara
peneliti dengan jaringan pembuat keputusan mungkin tidak bersifat langsung,
namun riset dalam bentuk ini dimaksudkan untuk kepentingan pembuat kebijakan,
dimana kasusnya dianggap punya kesesuaian nilai, atau sebagai tantangan bagi
kebijakan yang ada dan untuk menarik pendapat publik secara umum. Dalam
banyak kasus pelaku advokasi kebijakan berargumentasi dengan temuannya untuk
mendapat keputusan tertentu, guna ditawarkan menjadi rekomendasi. Dalam
kasus lain, dimana terdapat komitmen yang kuat pada rangkaian tindakan tertentu
mendahului penelitian, maka analisis dilakukan untuk mendukungnya. Jenis
analisis kebijakan model ini sering dilakukan oleh kelompok penekan reformist,
meski ada juga di lingkungan akademik/penelitian di universitas.
Informasi untuk Kebijakan. Dalam model ini tugas peneliti adalah
memberikan/menyediakan informasi, dan mungkin saran bagi pembuat kebijakan.
Dalam hal ini maksud peneliti adalah memperkenalkan kebijakan baru atau
perbaikan bagi kebijakan yang ada, dalam model ini penelitian dilakukan oleh
departemen pemerintah; peneliti yang dibiayai oleh departemen; peneliti yang
dibiayai secara bebas, atau asosiasi yang memilih kegiatan kesarjanaannya dalam
melihat isu-isu kebijakan. Dalam model ini kegiatannya mungkin hanya pada
penyediaan data yang perlu bagi petimbangan dalam pembuatan kebijakan
Monitoring dan evaluasi Kebijakan. Monitoring dan evaluasi kebijakan
sering berbentuk analisis paska kejadian atas kebijakan dan program. Monitoring
dan evaluasi dapat dimaksudkan untuk kepentingan langsung pembuat kebijakan
berkaitan dengan pengaruh dan keefektivan kebijakan tertentu, meski bisa lebih
dari itu . tinjauan tentang pengaruh kebijakan yang sudah dilaksanakan akan
sangat diperlukan bagi desain kebijakan di masa datang. Dalam model ini objek
dari analisis kebijakan adalah memberi informasi pada pembuat kebijakan
mengenai keterbatasan kemungkinan.
Analisis penentuan Kebijakan. Penekanan dalam analisis ini adalah
pada input serta proses transformasi dalam penentuan/pembentukan kebijakan
publik. Upaya untuk menganalisis proses kebijakan umumnya didasarkan pada

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 31


model eksplisit atau implisit dari sistem kebijakan. Dalam beberapa kasus model
ini dipandang sebagai sesuatu yang didorong oleh kekuatan-kekuatan lingkungan,
dan dalam situasi lain bisa juga oleh tujuan internal, atau kadang oleh persepsi
internal akan lingkungan eksternal. Berbeda dengan model advokasi dan model
informasi, model ini dapat mengarah pada terlalu menekankan kendala-kendala
tindakan pada saat pola kegiatan merupakan hasil perpaduan kekuatan yang
diperlukan.
Analisis isi Kebijakan. Analisis bentuk ini mencakup banyak kajian yang
telah banyak dilakukan dalam dalam bidang kebijakan sosial dan administrasi
sosial, yang berasal dari maksud dan beroperasinya kebijakan-kebijakan spesifik.
Bidang ini mencakup banyak hal yang dilakukan oleh akademisi berkaitan dengan
kebijakan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial.
Analisis model ini meskipun dapat dimanfaatkan oleh pembuat kebijakan, namun
umumnya lebih untuk kepentingan akademik ketimbang pengaruhnya bagi publik.
Bentuk kajian yang amat rumit dalam model ini melibatkan analisis nilai, dan
mengungkapkan bahwa kebijakan-kebijakan sosial merupakan institusionalisasi
dari teori-teori sosial.
Disamping perspektif yang berbeda, juga terdapat asumsi-asumsi yang
mendasari suatu analisis kebijakan yang menurut Ian Gordon, Janet Lewis, dan
Ken Young Asumsi tentang Kebijakan dan pembuatan Kebijakan berkaitan
dengan proses, kebijakan, batasan, dan definisi masalah
Asumsi tentang proses. Dengan mengambil kasus ideal, peneliti disatu
pihak, mengadopsi asumsi bahwa pembuatan kebijakan pada dasarnya merupakan
proses rasional berdasarkan langkah klasik, dimulai dengan perumusan masalah,
penilaian alternatif dilanjutkan dengan implementasi. Konflik atas tujuan atau
persepsi situasi diterima, tapi ini dianggap akan menghasilkan outcome yang pasti
dan stabil serta tidak mempengaruhi konsistensi beroperasinya sistem. Secara
tipikal masalah dilihat sebagai aspek teknis, suasana bersifat konsensus, serta
proses dapat dikontrol. Dipihak lain pembuatan kebijakan mungkin dipandang
sebagai kegiatan politik dimana persepsi dan kepentingan pelaku terlibat dalam
setiap tahapan. Dalam kasus seperti ini implementasi menjadi kegiatan yang

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 32


problematik ketimbang kegiatan apa adanya. Sama halnya dalam model proses
rational, kebijakan dipandang sebagai hasil tawar menawar, lingkungannya
bersifak konflik, dan prosesnya ditandai dengan perbedaan dan kendala.
Asumsi tentang kebijakan. Konsep kebijakan mempunyai status khusus
dalam model rasional sebagai unsur yang secara relatif bertahan dalam uji
konsistensinya. Dengan pemahaman ini, kina dapat berbicara tentang kebijakan
luar negeri, kebijakan sosial, atau kebijakan pemasaran, dimana seolah-olah istilah
itu menunjukan kebijakan lokal dari suatu tema universal, padahal ini
menggambarkan cara manipulasi lingkungan eksternal dari organisasi khusus
yang sangat berbeda, menggunakan tindakan bertujuan. Terlebih lagi, istilah
kebijakan dipergunakan oleh agen-agen pemerintah untuk menggambarkan
rentang kegiatan yang berbeda yang mencakup:
a. Definisi tujuan
b. Menentukan prioritas
c. Menyusun rencana, dan
d. Menspesifikasikan aturan-aturan keputusan
Karakterisasi kebijakan ini berbeda tidak hanya dalam keumuman dan tingkatan
kebijakan itu terjadi, tapi juga dalam hal asumsi tentang apakah kebijakan itu
mendahului tindakan atau sedikitnya menggambarkan generalisasi paska kejadian
atau merupakan rasionalisasi.
Asumsi tentang batasan (boundary). Model rational pembuatan kebijakan
memandang bahwa sistem kebijakan bersifat terbatas (bounded) dengan ketat dan
beroperasi pada lingkungan eksternal sebagai sesuatu yang tidak menimbulkan
masalah. Untuk menghindari asumsi yang demikian diperlukan upaya
memperluas batas-batas hal yang relevan dalam analisis pembuatan kebijakan.
Pembuat keputusan dipandang sebagai fihak yang bernegosiasi baik dalam
organisasinya maupun dengan lingkungan eksternal, atau dengan organisasi dan
aktor lain yang amat diperlukan dalam implementasi kebijakan. Jadi fokus mesti
bergeser dari analisis keputusan jadi mencakup rentang kegiatan dari perumusan
sampai implementasi dan pengaruh. Politik antar organisasi dan penggunaan
jejaring kerja perlu dipertimbangkan pembuatan keputusan, sama seperti

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 33


kekuasaan, nampak sebagai sesuatu yang dinamis, interaksi antara aktor publik
dengan lingkungan mereka bertindak, untuk itu analisis tentang sistem kebijakan
perlu mendapat perhatian (sekarang agak diabaikan).
Asumsi tentang definisi masalah. Disamping asumsi-asumsi tersebut di
atas, asumsi tentang definisi masalah juga mempengaruhi hampuir seluruh analisis
kebijakan. Dalam setiap departemen pemerintah terdapat struktur dalam dari
kebijakan, yaitu kumpulan keyakinan yang implisit tentang tujuan departemen dan
tentang aktor relevan yang mempengaruhi atau mengambil manfaat dari
kebijakan. Hal ini membentuk apa yang disebut Laski “premis utama yang tak
terungkap” dari pembuat kebijakan.
Analis kebijakan berada dalam posisi baik harus menerima struktur dalam
ini, dengan asumsinya atau mencoba berdiri di luar konsensus organisasi dan
memunculkan persepsi baru atas masalah lama. Dalam hal ini kontribusi potensial
yang utama bagi ilmuan sosial adalah menantang struktur dalam pembuatan
keputusan, untuk itu kajian kebijakan mesti melibatkan diri dalam analisis proses
kebijakan, sistem kebijakan dan isi kebijakan
Analisis Kebijakan bidang Pendidikan
Dengan mempelajari/melakukan analisis kebijakan, kita akan dapat
mempelajari dan memahami kebijakan publik dengan akurat, dan dengan
mempelajari kebijakan publik, banyak hal yang akan didapat yaitu : 1) we can
describe public policy -- we can learn what government is doing (and not doing)
ini welfare, defence, education, civil right, health, energy, taxation, and so on;
2) we can inquiry about the causes, or determinants of public policy; 3) we can
inquiry about the consequences, or impact of public policy (Thomas R Dye.
1987 : 5-6). Dengan demikian nampak bahwa analisis kebijakan amat penting
dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Pendidikan sebagai satu bagian dari dimensi kehidupan manusia
merupakan faktor yang punya pengaruh besar bagi kehidupan manusia baik
secara individual maupun social. Oleh karena itu berbagai upaya yang dilakukan
oleh pemerintah perlu dicermati, mengingat dampaknya yang sangat luas bagi
kehidupan manusia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 34


Upaya mencermati itu perlu didasarkan pada suatu prinsip obyektif, tidak
hanya untuk menyalahkan kebijakan pendidikan pemerintah, namun juga
memberi gambaran yang memungkinkan upaya perbaikan kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah. Hal ini tentu saja memerlukan suatu pendekatan
ilmiah yang objektif dan akurat, dalam hubingan ini analisis atas kebijakan
pendidikan menjadi penting dalam trangka memahami, menganalisis dan
memperbaiki kebijakan apabila hasil analisis menunjukan konsekwensi yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam upaya untuk mengkaji masalah pendidikan, Tingkatan analisis ada
yang membedakan ke dalam tiga tingkat yaitu makro, messo, mikro dan ada juga
yang membagi pada makro dan mikro. Isu makro mempengaruhi seluruh aparat
kebijakan, Messo berada pada tingkatan menengah sedang mikro pada tingkatan
institusi sekolah dan kelas (Taylor, dkk. 1997).
Analisis kebijakan dapat berkaitan dengan salah satu tingkatan proses
pembuatan keputusan, namun analisis kebijakan tak hanya berkaitan dengan
dokumen atau teks kebijakan. Namun diperlukan juga pemahaman latar belakang
historis dan kaitannya dengan dokumentasi serta akibat jangka pendek dan jangka
panjang dari suatu praktek kebijakan, untuk itu diperlukan pembedaan antara teks,
konteks dan akibat suatu kebijakan.
Konteks. Konteks berkaitan dengan anteseden atau tekanan-tekanan yang
mendorong lahirnya kebijakan, baik masalah ekonomi sosial maupun politik yang
menjadi agenda, kebijakan analisis memerlukan pertimbangan kontemporer dan
konteks sejarah dapat membantu memperjelas tentang apa, bagaimana dan kenapa
suatu kebijakan dalam analisis kebijakan kritis.
Teks. Dalam melakukan analisis kebijakan dokumen atau teks juga perlu
dipertimbangkan. Analisis isi dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan untuk
menjawab pertanyaan tentang bagaimana dan apa tentang suatu kebijakan, dalam
hal ini kita bila mengkaji asumsi yang mendasari suatu kebijakan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 35


Konsekwensi. Dalam pembuatan kebijakan didasari adanya kompleksitas konteks
serta persaingan kepentingan. Perbedaan kepentingan dapat memberikan tekanan
yang berbeda pada aspek kebijakan. Penting disadari bahwa konteks disamping
berpengaruh pada dihasilkannya kebijakan juga sering mendistorsi tujuan
kebijakan dalam berbagai cara yang berdampak pada pelaksanan kebijakan.
Analisis tentang akibat dan konsekwensi kebijakan perlu
mempertimbangkan banyak tingkat proses kebijakan hubungan atas bawah yang
interaktif. Analisis yang demikian perlu memahami proses yang sedang
berlangsung dalam pelaksanaan kebijakan sehingga penilaian apa yang terjadi
tidak bersifat kata akhir.
Perlu dibedakan antara isu dan kebijakan, dalam hal isu analisis kebijakan
hendaknya dipahami isu yang membentuk suatu kebijakan yang dianalisis dan hal
ini penting dalam menilai akibat suatu kebijakan, sehingga dapat diukur akibat-
akibat dalam kerangka pembentukan kebijakan atas suatu masalah serta dapat
diketahui keefektifan suatu kebijakan terhadap pemahaman akan suatu isu.
Ilmu sosial kritis membedakan antara membuat dan mengambil suatu
masalah untuk diteliti dan dianalisis (Dale 1994). Pendekatan kritis memerlukan
sikap yang lebih skeptis atas masalah sosial yang dipahami oleh pemerintah dan
media, hal ini penting dalam analisis kebijakan. Kebutuhan mempermasalahkan
masalah kebijakan perlu guna upaya pemecahan masalah sosial.
Hakekat masalah Kebijakan
Masalah kebijakan bukanlah sesuatu yang objektif dalam arti tinggal
menentukan fakta-fakta, dalam kenyataannya masalah kebijakan sering
menimbulkan penafsiran yang berbeda bahkan bertentangan tergantung pada
sudut pandang stakeholder kebijakan tersebut.
Masalah-masalah kebijakan adalah kebutuhan yang tidak terealisir, nilai-
nilai, atau kesempatan untuk perbaikan yang memerlukan tindakan publik.
Mengingat pandangan terhadap masalah kebijakan bervariasi, maka analis
kebijakan perlu secara cermat melakukan penyusnan dan pendefinisian masalah,
dan hal ini merupakan pedoman utama serta akan menentukan keberhasilan
tahapan-tahapan selanjutnya dalam analisis kebijakan. Analisis kebijakan sering

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 36


digambarkan sebagai metode pemecahan masalah, namun hal ini bisa keliru
mengingat analisis kebijakan tidak dapat langsung memecahkan masalah, namun
prioritas utama perlu diberikan pada penyusunan masalah terlebih dahulu sebelum
melakukan pemecahan masalah, tingkatan penyusunan/pendefinisian masalah
mesti dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemecahan masalah dalam
analisis kebijakan. Metode pada tingkat yang satu belum tentu cocok untuk
tingkatan lainnya. Untuk itu diperlukan pemahaman perbedaan-perbedaan
diantara proses-proses yang berkaitan dengan masalah.
 Penangkapan masalah dan Pendefinisian masalah (Problem sensing
versus problem structuring). Masalah kebijakan merupakan hasil
pemikiran yang berinteraksi antara analis kebijakan, pembuat
kebijakan serta warga Negara yang berkepentingan dengan
lingkungan/situasi masalah yang ditangkap.
 Pendefinisian masalah versus Pemecahan masalah (Problem
structuring versus problem solving). Analisis kebijakan merupakan
proses banyak tingkat (Multilevel) yang mencakup pendefinisian
masalah (higher-order methods) dan pemecahan masalah (Lower-
order methods. Pendefinisian masalah merupakan meta metode yang
dilakukan sebelum pemecahan masalah.
 Pemecahan ulang masalah versus ketidak terpecahan masalah dan
kekeliruan pemecahan masalah (Problem resolving versus problem
unsolving and problem dissolving). Problem resolving memerlukan
analisis ulang dengan pendefinisian masalah secara benar untuk
mengurang/menghilangkan kekeliruan pengujian (penyesuaian).
Problem unsolving memerlukan pengabaian pemecahan karena
perumusan masalah yang salah. Problem dissolving memerlukan
pengabaian perumusan masalah yang tidak benar dan kembali pada
pendefinisian masalah sebelum upaya pemecahan masalah.
Karakteristik Masalah
Dalam menentukan masalah kebijakan seorang analis perlu hati-hati,
mengingan pemahaman sehari-hari dan akal sehat kurang dapat diandalkan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 37


untuk menjadi panduan terutama berkaitan dengan masalah yang kompleks.
Adapun cirri-ciri masalah kebijakan adalah :
1. Kesalingtergantungan masalah-masalah kebijakan (Inter-dependence of
policy problems)
2. Subyektivitas masalah-masalah kebijakan (Subjectivity of policy
problems )
3. Kepalsuan masalah-masalah kebijakan (Artificiality of policy problems)
4. dinamika masalah-masalah kebijakan (Dynamics of policy problems)
sistem masalah merupakan sistem yang bertujuan dengan karakteristik utama
sistem adalah bahwa sistem masalah tidak sama dengan penjumlahan dari
bagian-bagiannya, adapun karakteristik dari sistem adalah sebagai berikut :
1. tidak ada masalah yang identik dalam ciri dan prilakunya
2. ciri dan prilaku masing-masing akan berpengaruh pada sistemsecara
keseluruhan
3. pengaruhnya pada keseluruhan sistem paling tidak tergantung pada satu
anggota sistem yang lain
4. seluruh sub kelompok yang mungkin dari anggota sistem mempunyai efek
tidak bebas atas sistem keseluruhan
dengan demikian, maka perlu disadari kemungkinan terjadinya akibat-akibat
yang tidak dapat diperkirakan dari suatu kebijakan mengingat bisa terjadi
pemecahan yang benar tapi terhadap masalah yang salah. Apabila masalah-
masalah kebijakan bersifat komplek, akan timbul perbedaan pandangan atas
masalah atau ketidaksetujuan atas rangkaian tindakan yang dilakukan, dan ini
akan menimbulkan isu kebijakan. Isu-isu kebijakan dilihat dari urutan tipenya
dibagi ke dalam :
1. Isu Utama, dihadapi oleh level tertinggi pemerintahan.
2. isu sekunder, dihadapi oleh tingkat pemerintahan federal berkaitan dengan
penentuan priotitas program
3. isu fungsional, dihadapi dalam tataran proyek berkaitan dengan anggaran
pendanaan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 38


4. isu minor, sering ditemukan dalam tingkatan proyek khusus, menyangkut
personil, jam kerja dsb.
Semakin tinggi tingkatan isu, masalah semakin saling ketergantungan, subjektif,
artifisial dan dinamis. Meski demikian, isu-isu tersebut ada yang memerlukan
kebijakan strategis ada juga yang hanya memerlukan kebijakan operasional.
Kebijakan strategis adalah kebijakan yang akibat-akibat keputusannya tak dapat
diubah lagi, sedangkan kebijakan operasional akibat-akibat keputusannya relatif
bisa diubah/berubah
Tingkatan-tingkatan masalah kebijakan
Ada tiga tingkat/jenis masalah kebijakan yaitu :
1. Masalah yang terstruktur dengan baik (Well-structured problem). Yaitu
masalah yang melibatkan satu atau beberapa orang pembuat keputusan dengan
sedikit alternatifkebijakan.
2. Masalah yang terstruktur secara moderat (Moderately structured problem).
Yaitu masalah yang melibatkan beberapa pembuat keputusan seta sejumlah
alternative yang relative terbatas
3. Masalah yang terstruktur secara rumit (Ill structured problem ). Yaitu masalah
yang melibatkan banyak pembuat keputusan yang berbeda, terdapat konflik
diantara tujuan, serta alternatif dan hasilnya tidak bisa/sulit untuk diketahui.
Dalam kenyataannya banyak masalah-masalah kebijakan yang penting terstruktur
secara rumit, sementara masalah mudah dan sedang jarang terdapat dalam setting
pemerintahan yang kompleks. Bila ditabelkan perbedaan ketiga jenis masalah
adalah sebagai berikut :
Structure of Problem
Well Moderately
Element Ill Structured
Structured Structured
Decision maker(s) One or few one or few Many
Alternatives Limited Limited Unlimited
Utilities (values) Consensus Consensus Conflict
Certainty of
Outcomes Uncertainty Unknown
risk

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 39


Probabilities Calculable Incalculable Incalculable
Menyusun dan mendefinisikan masalah dalam analisis kebijakan
Dalam memecahkan masalah mudah dan sedang (well and moderately
structured) para analis dapat menggunakan metode bisa (konvensional),
sementara itu untuk masalah-masalah yang rumit (ill-Structured), para analisis
dituntut untuk perlu aktif dalam mendefinisikan hakekat masalah, serta bersifat
kreatif dalam memutuskan serta pandangan jauh ke depan, ini berarti bahwa
dalam analisis kebijakan perhatian yang tepat tercurah pada masalah
penyusunan dan pendefinisian masalah (problem structuring) serta pemecahan
masalah, oleh karena itu pemecahan masalah hanyalah satu bagian dalam
kegiatan analisis kebijakan.
Dalam menstrukturkan masalah, diperlukan kreativitas seorang analis
kebijakan, dan keberhasilan dalam hal ini akan mendorong keberhasilan dalam
memecahkan masalah. Penstrukturan masalah bersifat krteatif apabila terdapat
salah satu kondisi berikut ini, yaitu :
1. Hasil analisis punya sifat kebaruan, sehingga orang tidak akan dapat
menghasilkan solusi yang sama.
2. Analisisnya tidak konvensional, Yakni bersifat modifikasi atau penolakan
pada ide-ide sebelumnya
3. Proses analisis memerlukan keteguhan dan motivasi tinggi, sehingga
analisnya terjadi dalam intensitas tinggi serta waktu yang lama.
4. Hasil analisis dipandang berharga oleh pembuat kebijakan, dan stakeholder
lainnya, karena menghasilkan solusi yang tepat atas masalah yang dihadapi.
5. Maslah yang dihadapi begitu kabur dan rumit, sehingga tugas pertamanya
adalah merumuskan masalah itu sendiri.
Fase-fase Penstrukturan masalah
Dalam analisis kebijakan penstrukturan masalah merupakan prioritas di
atas pemecahan masalah. Penstrukturan masalah bisa dipandang sebagai proses
dengan dengan empat fase yang saling bergantung di dalamnya yakni :
1. Pencarian masalah (problem search).
2. Pendefinisian masalah (problem definition).

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 40


3. Pengkhususan masalah (problem specification).
4. Pengindraan masalah (problem sensing).
Prasyarat dari penstrukturan masalah adalah kesadaran akan adanya suatu
situasi masalah. Terhadap situasi ini analis melakukan pencarian masalah,
dimana tujuannya bukan menemukan masalah tunggal melainkan sejumlah
masalah yang merepresentasikan sejumlah stakeholder kebijakan. Karena
masalah-masalah tersebut bersifat dinamis, tersusun secara social, maka analis
kebijakan akan menghadapi,berhadapan dengan masalah dari masalah
(metaproblem) yang rumit mengingat banyaknya stakeholder. Oleh karena itu
tugas utamanya adalah menstrukturkan metaproblem.
Dari situasi demikian, kemudian analis perlu mencari masalah
substantifnya dengan mencoba mendefinisikan masalah dalam pengertiannya
yang mendasar dan umum, misalnya apakah itu masalah ekonomi, sosiologi,
atau masalah lainnya. Apabila masalah substantive sudah dirumuskan, kemudian
analis menyusun masalah formal yang spesifik, langkah ini disebut
pengkhusunan masalah (Problem specification).
Isu krusial dalam langkah tersebut adalah apakah masalah substantive
dan masalah formal sesuai dengan situasi masalahnya mengingat kebanyakan
situasi masalah merupakan suatu sistem masalah yang rumit. Dalam situasi
demikian dapat berakibat seorang analis melakukan suatu kekeliruan yakni
memecahkan masalah yang salah. (Solving the wrong problem)
Jenis-jenis model kebijakan
Model kebijakan adalah representasi yang disederhanakan atas aspek-
aspek terpilih dari situasi masalah yang dikonstruksi untuk tujuan tertentu,
model kebijakan , model kebijakan merupakan rekontruksi buatan atas realitas .
model akan membantu dalam dalam melaksanakan analisis. Dalam analisis
kebijakan terdapatbeberapa model yang dapat digunakan yaitu :
1. Model deskriptif.adalah model yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau
memperkirakan sebab dan akibat dari pilihan kebijakan, model ini
dipergunakan untuk memantau hasil dari tindakan kebijakan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 41


2. model normative. Adalah model yang dimaksudkan tidak hanya untuk
menjelaskan atau memprediksi tapi juga menyediakan aturan dan
rekomendasi untuk mengoptimumkan pencapaian suatu guna/nilai.
Sementara itu baik model deskriptif maupun model normative dilihat dari
bentuk pernyataannya dapat dibagi ke dalam tiga bentuk utama yaitu :
1. Model verbal. Adalah model yang pernyataannya dalam bahasa sehari-hari,
bukan dalam bahasa simbolik atau matematik. Dalam model ini analis
mengandalkan pada keputusan rasional untuk memprediksi atau memberi
rekomendasi, dalam bentuk argument kebijakan bukan dalam bentuk nilai-
nilai numeric yang cermat. Model ini relative mudah dikomunikasikan baik
dikalangan akhli maumun awam, namun sulit untuk direkonstruksi dan
dicermati secara kritis.
2. Model simbolik. Model ini menggunakan symbol-simbol matematis dalam
menggambarkan hubungan diantara variable-variabel kunci. Model ini
biasanya sulit dikomunikasikan pada orang awam termasuk juga pada
pembuat kebijakan. Salah satu contoh model simbolik adalah dalam bentuk
persamaan regresi linier (Y = a + bX, dimana Y adalah hasil kebijakan dan
X adalah variabel kebijakan)
3. Model prosedural. Model ini menggambarkan hubungan dinamis antara
variabel yang diyakini menjadi ciri masalah kebijakan. Prediksi dan
pemecahan optimal diketahui melalui simulasi dan pencarian melalui
serangkaian hubungan yang mungkin. Model ini juga dapat menggunakan
simbol-simbol, bedanya kalom model simbolik menggunakan data aktual
untuk mengestimasi hubungan diantara variabel kebijakan dan variabel
hasil, sedang model prosedural mengasumsikan (mensimulasi) hubungan
yang demikian.
Dimensi akhir yang penting dari model kebijakan adalah hubungannya
dengan asumsi dari model-model tersebut. Terlepas dari tujuan dan cara
menyatakannya, model dapat dipandang sebagai model perwakilan (surrogate
model) atau model perspektif. Model perwakilan dianggap sebagai model
pengganti dari masalah substantif, model ini didasarkan asumsi bahwa masalah

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 42


formal merupakan representasi yang valid dari masalah substantif. Sebaliknya
model perspektif dipandang sebagai salah satu cara yang mungkin untuk
menstrukturkan masalah, model ini didasarkan pada asumsi bahwa masalah
formal tidak dapat dianggap sebagai representasi yang valid dari masalah
substantif secara keseluruhan.
Metode penstrukturan masalah
Ada beberapa metode dalam penstrukturan masalah sebagaimana terlihat
dalam tabel berikut :
1. Boundary analisys. Yaitu analisis yang dimaksudkan untuk mengestimasi
batas-batas metaproblem.
2. Classification analisys, yatu analisis dengan tujuan untuk mengelompokan
konsep-konsep
3. Hierarchy analisys, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah/sebab-sebab yang mungkin dan dapat ditindak lanjuti.
4. Synectics, yaitu metode yang dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan-
kesamaan masalah.
5. Brainstorming, yaitu anallisis yang bertujuan untuk membangkitkan ide-ide,
tujuan dan strategi.
6. Multiple perspective analisys, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk
membangkitkan kejelasan pandangan
7. Assumptional analisys, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk
mensintesakan secara kreatif asumsi-asumsi yang bertentangan.
8. Argumentation mapping, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk menilai
asumsi-asumsi.
Analisis boundari menganggap masalah sudah tersetrukturkan, kemudian
dikaji apakah masalah tersebut telah lengkap, untuk itu ada tiga langkah yang
perlu dilakukan dengan menggunakan metode ini yaitu :
1. Penentuan sampel jenuh, yaitu mencari stakeholder untuk melihat masalah
melalui tatap muka atau telepon.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 43


2. Pendalaman keterwakilan masalah, yaitu guna mendalami masalah dan
representasi alternatif dari masalah, hal ini dilakukan melalui wawancara
dengan stakeholder, melalui telepon atau berdasarkan usulan stakeholder.
3. Estimasi batas, yaitu memperkirakan batas dari metaproblem,dalam hal ini
anales membuat distribuís frekuensi tentang aspirasi stakeholder atas
masalah yang diajukan, analisis ini akan mengindara kesalahan memecahkan
masalah yang salah
Analisis klasifikasi merupakan teknik untuk memperjelas konsep yang
dipakai untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan situasi masalah yang
mengacu pada klasifikasi pengalaman melalui penalaran induktif. Analisis
klasifikasi didasarkan pada dua prosedur utama yaitu pemecahan logis dan
klasifikasi logis. Pemecahan logis dilakukan dengan cara memilih dan memecah
masalah kedalam bagian-bagiannya, sedangkan klasifikasi logis bersifat
sebaliknya. Meskipun tidak ada cara yang pasti untuk apakah sistem klasifikasi
benar atau tidak, namun beberapa aturan dapat membantu meyakinkan bahwa
klasifikasi masalah relevan dengan situasi masalah dan konsisten secara logika
yaitu :
1. Relevansi substansi
2. Bersifat saling terpisah (exhaustiveness)
3. Ketidak bersamaan (disjointness), eksklusif timbal balik
4. Konsisten
5. Berbeda tegas secara hirarki
Disamping itu salah satu pendekatan yang paling berguna dalam analisis
klasifikasi berfikir himpunan, yakni berfikir yang melibatkan kajian hubungan
antar himpunan satu dengan yang lainnya
Analisis Hirarki, merupakan teknik untuk mengidentifikasi : 1) sebab-
sebab situasi masalah yang mungkin, yakni sebab atau situasi yang meskipun
terpsah jauh namun memberi kontribusi pada terjadinya suatu masalah; 2)
sebab-sebab yang masuk akan, yaitu sebab-sebab yeng mempengaruhi terjadinya
suatu masalah berdasarkan riset ilmiah dan pengalaman langsung; dan 3) sebab-
sebab yang dapat ditindak lanjuti, yaitu sebab-sebab yang dapat dikontrol ayau

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 44


dimanipulasi oleh pembuat kebijakan. Sementara itu aturan untuk melaksanakan
analisis hirarki sama dengan analisis klasifikasi, perbedaannya adalah kalau
dalam analisis klasifikasi melibatkan pemecahan dan klasifikasi konsep secara
umum, sedangkan dalam analisis hirarki, analisis berusaha
membangun/mengetahui konsep-konsep/sebab-sebab khusus yang mungkin,
masuk akal, dan dapat ditindak lanjuti
Sinektik adalam metode yang dirancang untuk mendorong kesadaran
akan masalah-masalah yang analog, untuk kemudian dikaji persamaan-
persamaannya. Dalam prakteknya analis dapat menghasilkan empat jenis analogi
yaitu : 1) analogi personal; 2) analogi langsung; 3) analogi simbolik; dan 4)
analogi fantasi. Metode ini mengandalkan pada analis secara individu dan
kelompok untuk membuat analogi yang tepat
Curah pendapat (brainstorming), adalah metode menumbuhkan ide,
tujuan dan strategi dalam mengidentifikasi dan menarik konsep-konsep dari
situasi masalah, dengan metode ini dapat didorong upaya untuk menemukan
sejumlah saran mengenai pemecahan masalah yang potensial. Metode curah
pendapat melibatkan beberapa prosedur yaitu : 1) pembentukan kelompok curah
pendapat; 2) proses pemunculan dan evaluasi ide yang jelas; 3) suasana kegiatan
curah pendapat yang terbuka; dan 4) tahapan evaluasi ide yang dilakukan
sesudah ide-ide sebelumnya terhimpun. Metode inidapat dilakukan dengan
dialog atau seminar-seminar. Alat lain yang dapat dipakai dalam curah pendapat
adalah penyusunan skenario yang menggambarkan pokok-pokok kejadian masa
depan secara hipotetis yang akan mendorong penggunaan imaginasi yang
konstruktif berkaitan kejadian di masa depan.
Analisis perspektif jamak, adalah metode untuk memperoleh
pemahaman yang lebih besar atas masalah dan pemecahan potensialdengan
menerapkan secara sistematis perspektif personal, organisasi dan teknis terhadap
situasi masalah. Ciri utama dari metode ini adalah :
1. perspektif teknis, memandang masalah dan pemecahannya dalam bentuk
model optimisasi dan dengan menggunakan teori probabilitas, ekonometrik,
dengan menekankan pada berfikir kausalitas.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 45


2. Perspektif organisasi, memandang masalah dan pemecahannya sebagai
bagian suatu kemajanyang teratur dari suatu keadaan organisasi ke keadaan
yang lain.
3. Perspektif personal, memandang masalah dan pemecahannya dalam
kerangkan persepsi, nilai, dan kebutuhan individu, ciri utama cara ini adalah
penekanannya pada intuisi, kharisma, kepemimpinan, dan kepentingan
pribadi sebagai faktor penentu kebijakan.
Analisis asumsi, adalah teknik yang yang mengarah pada sintesis kreatif
atas asumsi-asumsi yang bertentangan berkaitan dengan masalah kebijakan,
analisis ini sering dipandang sebagai metode penstrukturan masalah yang paling
komprehensif karena dapat mencakup prosedur yang dipergunakan
metode/teknik lain dengan fokus baik kelompok, individu atau keduanya.
Metode ini dirancang untuk menghadapi masalah-masalah yang rumit, dimana
pembuat kebijakan, analis, dan stakeholder tidak sepakat mengenai bagaimana
merumuskan masalah,. Analisis asumsi perlu menggunakan prosedur dalam
tahapan yang berurutan yaitu :
1. Identifikasi stakeholder
2. Memperjelas asumsi
3. Membandingkan asumsi
4. Mensintesiskan asumsi
Pemetaan Argumen, metode analisis asumsi erat kaitannya dengan
masalah argumen kebijakan. Tiap-tiap mode argumen kebijakan – otoritas,
statistikal, analitis, intuitif, kritik nilai – didasarkan pada asumsi yang berbeda.
Pemetaan argumen pada dasarnya dimaksudkan untuk menilai asumsi, dan salah
satu tekniknya adalah dengan membuat grafik yang menggambarkan
kepentingan unsur-unsur argumen kebijakan, sehingga dapat tergambar mana
asumsi yang kuat dan masuk akal dan mana asumsi yang lemah.
Ringkasan Topik
Topik/bab ini memberikan suatu gambaran tentang hakekat masalah
kebijakan, proses penstrukturan masalah dan mengkaji hubungan antara model
kebijakan dan model spesifik penstrukturan masalah. Salah satu tantangan yang

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 46


paling penting yang dihadapi analis masalah adalah berupaya mengurangi atau
memperkecil kemungkinan melakukan kesalahan tipe tiga yaitu merumuskan
masalah secara salah.
Penjelasan istilah dan konsep-konsep penting
1. Assumptional analisys. Adalah analisis yang bertujuan untuk mensintesiskan
secara kreatif berbagai asumsi yang bertentangan.
2. Boundary analisys. Yaitu analisis yang bertujuan untuk memperkirakan
batas-batas metaproblem
3. Descriptive model. Yaitu model kebijakan yang dimaksudkan untuk
menjelaskan dan atau memprediksi sebab dan skibat dari suatu pilihan
kebijakan
4. Blaming the victim. Menyalahkan korban
5. Multiple perspective analisys. Yaitu analisis yang dimaksudkan untuk
mendorong lahirnya suatu pemahaman yang mendalam dengan
menggunakan perspektif personal, organisasi dan teknis
6. Normative model. Yaitu model kebijakan yang tidak hanya menjelaskan tapi
juga menyediakan aturan-aturan dan rekomendasi untuk mengoptimumkan
pencapaian suatu nilai
7. Perspective model. Adalah model yang didasarkan pada asumsi bahwa
masalah formal tak akan pernah menjadi representasi dari masalah substantif
yang keseluruhannya bersifat valid
8. Surrogate model. Adalah model yang menganggap/diasumsikan sebagai
representasi/substitusi dari masalah substantif
9. Hierarchy analisys. Yaitu teknik analisis untuk mengidentifikasi sebab-
sebab yang mungkin dari suatu situasi masalah.
10. Stakeholder analisys, yaitu analisis untuk memahami berbagai pandangan
mereka yang berkepentingan terhadap suatu kebijakan
11. Problem situation, yaitu situasi masalah
12. Procedural model, yaitu model yang menggambarkan hubungan dinamik
antara variabel yang diyakini menjadi ciri dari suatu masalah kebijakan
13. Teleological system, sistemyang bertujuan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 47


14. Symbolic model, model yang menggunakan simbol-simbol matematika
untuk menggambarkan hubungan antara variabel-variabel kunci
15. Verbal model, adalah model pengekspresian yang menggunakan bahasa
sehari-hari
16. Type III error, kesalahan yang terjadi akibat perumusan masalah yang keliru,
sehingga analis kebijakan bisa melakukan apa yang disebut memecahkan
masalah yang salah
17. Synectics, adalah metode yang dirancang untuk mendorong kesadaran atas
masalah-masalah analogis
18. Brainstorming, curah pendapat
19. Classificational analisys, analisis yang dimaksudkan untuk mengelompokan
konsep-konsep
Manfaat mempelajari analisis kebijakan
Dengan mempelajari analisis kebijakan, kita akan dapat mempelajari dan
memahami kebijakan publik dengan akurat, dan dengan mempelajari kebijakan
publik, banyak hal yang akan didapat yaitu : 1) we can describe public policy --
we can learn what government is doing (and not doing) ini welfare, defence,
education, civil right, health, energy, taxation, and so on; 2) we can inquiry
about the causes, or determinants of public policy; 3) we can inquiry about the
consequences, or impact of public policy (Thomas R Dye. 1987 : 5-6). Dengan
demikian nampak bahwa analisis kebijakan amat penting dalam kehidupan
masyarakat berbangsa dan bernegara. Analisis kebijakan merupakan suatu
metode yang dapat dipergunakan untuk membantu menentukan pilihan-pilihan
yang tepat atas suatu atau serangkaian tindakan yang akan berpengaruh pada
kehidupan masyarakat. Menurut Duncan MacRae (1985 : 5) policy analisys is
the use of reason and evidence to make the best policy choice , ini berarti bahwa
dalam melakukan analisis kebijakan seorang analis perlu berhati-hati dalam
mengamati situasi masalah yang akan dijadikan objek suatu kebijakan agar
terhindar dari kesalahan pemilihan kebijakan dengan dasar perumusan masalah
yang keliru. Untuk itu langkah penstrukturan masalah menjadi sangat penting,
kekeliruan dan ketidak cermatan dalam langkah ini akan sangat fatal akibatnya

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 48


bagi pemecahan masalah dan pilihan kebijakan. Menurut Duncan (1985 : 17)
analisis kebijakan dimulai dengan pernyataan yang jelas tentang masalah yang
akan dianalisis, meskipun diakui bahwa banyak terjadi perbedaan-perbedaan
pandangan atas suatu masalah. Di tempat lain Duncan MacRae (1985 : 35)
menyatakan bahwa Policy analysis begin with a defintion of the problem you
wish to analyze. Your choice of this definition is often of vital importance. If you
hastily or unthinkingly accept someone else’s definition of the problem, you may
omit important alternatives or neglect the perspective of major participant. We
thus ask you to distinguish between the problem situation, as you find it, and the
analyst’s problem, the view of the problem that you choose
Dengan memperhatikan pendapat di atas nampak bahwa masalah
kebijakan cenderung bersifat subjektif dalam arti tergantung pada bagaimana
analis melihat situasi masalah dan merumuskan masalahnya, namun demikian
analis mesti memperhatikan bagaimana pihak lain melihat dan mendefinisikan
masalah,sebagai bahan untuk mencoba mengkombinasikannya, meskipun tidak
mungkin dapat mengakomodasi semuanya. Dengan mengingat kondisi yang
demikian maka penstrukturan masalah menjadi semakin penting untuk dilakukan
secara cermat untuk menghindari kekeliruan tipe ketiga. penstrukturan masalah
kebijakan yang dikemukakan oleh Dunn akan sangat bermanfaat dalam melihat
berbagai kebijakan di Indonesia baik dalam bidang pendidikan maupun yang
lainnya, namun konteks khas Indonesia nampaknya akan memberi warna lain
dalam pelaksanaannya. Kultur Indonesia yang cenderung melihat masalah secara
kelabu, dalam arti kurang tegas akan cukup menyulitkan dalam upaya
mendefinisikan masalah-masalah kebijakan, seperti dalam hal kebijakan
pembebasan biaya Sekolah pada Pendidikan Dasar.
Kebijakan tersebut nampaknya cukup rumit, jika melihat masalahnya.
Apakah itu kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan ataukah kebijakan
ekonomi untuk menaikan harga BBM. Keadaan ini nampaknya perlu diperjelas
dengan melihat isu kebijakan yang berkembang. Pada tahap awal masalah utama
yang dihadapi adalah meroketnya harga minyak dunia yang berakibat pada
membengkaknya subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah, dan bukan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 49


berkaitan dengan ketidakmampuan masyarakat secara umum membiayai
pendidikan dasar. Dalam kondisi ini sejauh pengamatan kami kecenderungan
perbincangan adalah perlunya mengurangi subsidi, sementara naiknya harga
bahan bakar dunia malah justru makin memperbesar subsidi. Cara termudah
dalam pandangan pemerintah adalah menaikan harga BBM, namun resikonya
akan cukup besar dalam bentuk protes masyarakat luas, oleh karena itu
kemudian digulirkan kebijakan lainnya yaitu pembebasan biaya pendidikan
dasar serta pembirian subsidi langsung pada masyarakat miskin dengan harapan
reaksi masyarakat akan dapat mereda. Dalam kaitannya dengan pembebasan
biaya pendidikan dasar, penulis berpandangan bahwa kebijakan ini kurang
mengacu pada kenyataan, mengingat beberapa penelitian menunjukan bahwa
kemampuan masyarakat membiayai pendidikan dasar berada di atas beban biaya
yang harus dibayar masyarakat, ditambah lagi bahwa pembebasan biaya
pendidikan cenderung menyamaratakan kemampuan ekonomi masyarakat yang
anaknya mengikuti pendidikan dasar. Kondisi yang demikian jelas akan
mempersulit dalam menentukan masalah dasar kebijakan apakah masalah
ekonomi atau masalah pendidikan,oleh karena itu reaksi masyarakat yang
berkembang nampaknya lebih melihat pada dampak ekonomi, bahkan menjadi
semakin bersifat politis, semua ini dalam pandangan kami adalah ketidak tepatan
dalam penstrukturan masalah pada awal kebijakan mau diambil, atau memang
hal ini disengaja untuk menjadikan masalah terlihat kabur, dengan kekaburan
masalah banyak yang diuntungkan dan sekaligus juga banyak yang dirugikan.
Pendekatan terhadap masalah pendidikan
Sejak dasawarsa 1970-an, masalah pemberian kesempatan pendidikan
mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi telah mendapat perhatian yang
sangat intens dari pemerintah melalui upaya-upaya perluasan kesempatan bagi
masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Hal ini seiring dengan makin
berkembangnya pemikiran bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat
penting dalam pembangunan bangsa. Dalam pemahaman teori Human Capital
yang dipelopori oleh Theodore W. Schultz, manusia merupakan suatu bentuk
kapital sebagaimana bentuk kapital-kapital lainnya yang sangat menentukan bagi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 50


pertumbuhan produktivitas suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu bentuk
investasi Sumber daya manusia, dengan pendidikan seseorang dapat memperluas
pilihan-pilihan bagi kehidupannya baik dalam profesi, pekerjaan, maupun dalam
kegiatan-kegiatan lainnya guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Keadaan tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa negara-negara maju
umumnya adalah negara-negara yang tingkat pendidikan masyarakatnya cukup
memadai, sehingga makin mendorong negara-negara berkembang untuk
mengikutinya melalui berbagai kebijakan peningkatan tingkat pendidikan
masyarakat. Pendekatan teori human capital merupakan salah satu pendekatan
(terutama dalam penelitian pendidikan) di samping dua pendekatan lain yaitu teori
fungsionalisme dan teori empirisme. Teori fungsionalisme yang dipelopori oleh
Burton Clark, menekankan pada preservation of human resources atau
pemeliharaan sumber daya manusia, dimana dalam upaya tersebut perhatian pada
perubahan teknologi sangat menonjol sehingga diperlukan pengembangan sistem
pendidikan dan pemilihan program-program pendidikan disamping perlunya
upaya perluasan pendidikan yang lebih merata dalam konteks interaksi antara
lembaga pendidikan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat
termasuk perkembangan teknologi yang terjadi dengan cepat.
Sementara itu pendekatan teori empirisme menekankan pada perlunya
diagnosis terhadap masalah pemerataan pendidikan dengan mengkombinasikan
antara metodologi dan substansi (Methodological empiricism). Pendekatan dengan
mengacu pada teori ini telah banyak melahirkan hasil-hasil penelitian yang
penting. Menurut pemahaman teori ini terjadinya ketidakmerataan kesempatan
pendidikan merupakan hasil dari perselisihan antara kelas-kelas sosial yang
berbeda kepentingan, kelas-kelas sosial yang dianggap elit lebih suka
mempertahankan status quo, sementara kelas-kelas populis terus berjuang guna
mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan. Lebih jauh diungkap bahwa
penelitian mengenai pemerataan pendidikan telah berkembang dalam dua arah
yang berlainan (Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar, 1993 : 26) yaitu : Pertama,
penelitian pendidikan yang bersifat empiris dan kuantitatif telah menyerap
sejumlah besar dana dan daya, hasil-hasilnya diarahkan untuk melakukan analisis

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 51


terhadap peranan pendidikan dalam mengurangi atau mempertahankan struktur
pemerataan pendidikan. Jenis penelitian ini lahir bersamaan dengan meluasnya
faham egalitarianisme secara berkelanjutan dalam bidang pendidikan. Kedua,
berkembangnya penelitian-penelitian terapan (Action research) pada bidang
pendidikan dalam bentuk quasi-experiment.
Dari ketiga pendekatan tersebut, terlihat adanya perbedaan orientasi dalam
melihaat masalah pendidikan, namun satu hal yang cukup menonjol adalah
berkaitan dengan pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia yang
berimplikasi pada perlunya upaya pemerataan pendidikan baik itu sebagai
modal/investasi manusia, sebagai pemeliharaan terhadap sumber daya manusia,
maupun sebagai aktivitas yang dialami sehari-hari yang terus menerus
beninteraksi dengan lingkungan baik sosiologis, ekonomis, maupun lingkungan
teknologis. Semua implikasi ini memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh
dari pembuat kebijakan guna menciptakan situasi yang kondusif bagi warga
masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi lebih aktif dan bertanggungjawab
dalam upaya untuk membangun pendidikan yang lebih berkualitas serta dalam
konteks pendidikan yang lebih luas.
PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM
Pentingnya Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN. 2003, pasal 1, ayat 1). Pengertian
tersebut menunjukan bahwa pendidikan berupaya menyiapkan peserta didik agar
memiliki kompetensi-kompetensi yang bermanfaat bagi kehidupan melalui
penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran. Kompetensi-kompetensi
yang ingin diwujudkan melalui pendidikan merupakan hal yang sangat penting
bagi kehidupan manusia, tingkat persaingan antar individu dan antar bangsa
menjadikan kompetensi sumberdaya manusia menjadi faktor yang semakin
menentukan dalam situasi kehidupan masyarakat global dewasa ini. Pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 52


merupakan usaha memberikan pelayanan bagi setiap warganya dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, hal ini berarti bahwa pendidikan
merupakan investasi karena penyelenggaraannya memerlukan dana yang tidak
sedikit, oleh karena itu lembaga penyelenggara pendidikan harus memikirkan
efisiensi dan efektivitas dalam pencapaian tujuan pendidikan. Untuk itu upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan menjadi suatu yang sangat diperlukan
agar output dari suatu proses pendidikan dapat benar-benar mampu mengahadapi
kehidupan nyata di masyarakat. Dalam hubungan ini, Lembaga pendidikan
Sekolah dituntut untuk mampu memelihara dan meningkatkan proses pendidikan
secara efektif dan efisien serta dapat terus memperbaiki kualitas lulusannya agar
mampu berperan dalam membangun masyarakat.
Peran Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan
Dengan mengingat pentingnya pendidikan bagi kehidupan masyarakat,
maka diperlukan upaya-upaya untuk menyelenggarakan pendidikan secara baik,
tertata dan sistimatis sehingga proses yang terjadi di dalamnya dapat menjadi
suatu sumbangan besar bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, dalam
hubungan ini Sekolah sebagai suatu institusi yang melaksanakan proses
pendidikan dalam tataran mikro menempati posisi penting, karena di lembaga
inilah setiap anggota masyarakat dapat mengikuti proses pendidikan dengan
tujuan mempersiapkan mereka dengan berbagai ilmu dan keterampilan agar
lebih mampu berperan dalam kehidupan masyarakat. Kedudukan sekolah yang
sangat penting dalam kehidupan masyarakat pada dasarnya tidak terlepas dari
fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan bagi masyarakat yang sangat penting
dan menentukan dalam perkembangan masyarakat, adapun fungsi-fungsi sekolah
adalah (Morris. et al. 1962:113):
 School give opportunity for self-developement and social mobility
 School develop the individual’s competence as a worker, citizen, and
parent
 School contribute to the economic growth of a society
 School help to solve pressing social problem

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 53


fungsi-fungsi tersebut, sebagai pemikiran yang diungkap lebih dari empat puluh
tahun lalu, nampaknya, nampaknya perlu diperluas mengingat perkembangan
jaman yang sangat cepat serta kompleksitas masalah yang makin lebar, dalam
hubungan ini pernyataan McLeod (1995) patut diperhatikan
“Principals and teachers are striving to reform the teaching and learning
environment to guide students into becoming critical thinkers and lifelong
learners. In the 21st century, an educated person will be one who can find,
analyze, and apply information, rather than one who has learned a lot of material.
Schools are finding new ways to assist students in thinking deeply about a subject,
in communicating their ideas cogently in speech and writing, in working
collaboratively with the teacher and fellow students, and in using their knowledge
to solve real-world problems” (http://www.cepm.uoregon.edu/ publications/
index. html)
Sekolah dewasa ini perlu terus memikirkan posisinya kembali dalam masyarakat,
peubahan yang terjadi juga telah menyebabkan tuntutan akan pendidikan terus
meningkat, mendidik anak/siswa di sekolah bukan suatu fase yang terputus, tapi
harus merupakan kontribusi dinamis bagi perkembangannya menjadi manusia
pembelajar. Sekolah tidak hanya mengajari anak dengan menambah penguasaan
materi pelajaran saja, tapi juga perlu membina mereka menjadi pemikir yang
dalam dan mampu menganalisa serta menerapkan pengetahuannya dalam
memecahkan masalah-masalah nyata kehidupan, disamping itu kemampuan siswa
bekerja secara kolaboratif perlu terus dikembangkan, mengingat perkembangan
sekarang telah mengarah pada makin perlunya networking dalam kehidupan
masyarakat, semua ini akibat dari globalisasi.
Sekolah sebagai suatu Sistem sosial
Sebagai suatu sistem, Sekolah terdiri dari bagian-bagian yang berinteraksi
dan bersinergi dalam menjalankan peran dan fungsinya guna mencapai tujuan-
tujuan Pendidikan, sehingga dapat meningkatkan efektivitas pencapaiannya,
menurut Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel, (2001:23) unsur-unsur kunci dari
suatu sistem sosial sekolah sebagai organisasi formal adalah Struktur, Individu,
Budaya, dan politik. Unsur-unsur tersebut berinteraksi dalam suatu proses

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 54


tranformasi input menjadi output dalam suatu lingkungan tertentu, bila
digambarkan nampak sebagai berikut :
Environment

Transformation Process
InputsSystem
Structural Outputs
Environmental
constraint (Bureaucratic expectation) Achievement
Human and
Capital Learning Teaching Job satisfaction
Resources
Mission and
Cultural System Political System
Absenteeism

Board policy Drop-out rate


(ared Orientation) (Power Relation)
Materials and Learning Teaching Overall quality
methods
Equipment
Individual system
(Cognition and Motivation)
Discrepancy between
actual and expected
performance

Gambar Model sistem sosial Sekolah


Gambar di atas secara sederhana dapat dijelaskan bahwa sebagai suatu sistem
sosial organisasi sekolah merupakan organisasi yang berfungsi melakukan
transformasi input menjadi output. Dalam proses tersebut terdapat faktor yang
saling berpengaruh yaitu faktor struktur, faktor individu, faktor politik, serta
faktor budaya. Dengan demikian dalam melihat suatu organisasi sekolah
nampaknya diperlukan cara pikir sistemik mengingat masing-masing subsistem di
dalamnya pmempunyai pengaruh pada proses transformasi yang terjadi, dan
proses ini akan menentukan kualitas output yang dihasilkan sekolah.
Visi dan Misi Pendidikan Nasional
Dalam Renstra Depdiknas 2005-2009, dengan mengacu pada UU
Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 3, dinyatakan bahwa visi pendidikan
nasional adalah
“terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara indonesia

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 55


berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”
sejalan dengan visi tersebut Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025
menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan
Peripurna). Cerdas dalam makna yang komprehensif mencakup cerdas
spiritual (olah hati), cerdas emosional dan sosial (olah rasa), cerdas intelektual
(olah fikir), dan cerdas kinestetis (olah raga), dengan kecerdasan tersebut
diharapkan insan Indonesia mampu bersaing (kompetitif) dalam menghadapi
persaingan global.
Dengan demikian Pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan yang
multi dimensi, dimensi religius, dimensi sosial, dimensi budaya, dimensi
ekonomi, sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman yang makin
menunjukan perkembangan ke arah Knowledge based society, dan dalam
konteks ini, pendidikan harus menjadi dasar untuk mentransformasikan
masyarakat melalui penekanan peran pendidikan sebagai penggerak perubahan
masyarakat ke arah kemajuan.
Sementara itu Misi Pendidikan Nasional dalam Renstra Depdiknas,
dengan mengacu pada Undang-Undang Sisdiknas no 20 tahun 2003,
dirumuskan sebagai berikut :
A. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
B. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara
utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar;
C. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
D. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan
sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 56


E. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Selaras dengan misi tersebut untuh tahun 2005-2009, Depdiknas menetapkan
misinya yaitu ”Mewujudkan Pendidikan yang mampu membangun insan
Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif dengan melaksanakan misi
Pendidikan Nasional. Visi dan misi sebagaimana diungkapkan di atas,
nampaknya sangat berat untuk diwujudkan, namun bukan tidak mungkin, asal
ada komitmen bersama untuk mewujudkannya.
Pilar-pilar Pendidikan
Perkembangan belakang ini dalam bidang pendidikan nampaknya
mengacu pada empat pilar pendidikan UNESCO (1999) yaitu learning to know,
learning to do, learning to live together, dan learning to be. Keempat pilar
tersebut nampaknya perlu dilihat sebagai suatu upaya memahami pendidikan
secara komprehensif yakni pendidikan sepanjang hayat (Life-long Education),
dimana keempat pilar tersebut merupakan fondasinya. Sementara itu dalam
konteks Indonesia Pilar-pilar/sendi-sendi Pendidikan ditambah/diperluas dengan
memasukan dimensi spiritual keagamaan, sebagaimana terdapat dalam Panduan
KTSP pendidikan Dasar dan Menengah (2006:3) yaitu :
A. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
B. Belajar untuk memahami dan menghayati
C. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif
D. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
E. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar
yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan
Penambahan aspek keimanan dan ketakwaan mengindikasikan bahwa
Pendidikan di Indonesia harus menjadi bagian dari upaya membangun,
meningkatkan, dan memperbaiki manusia agar lebih berkualitas dalam prilaku
kehidupannya dengan dasar nilai agama, dan ini sudah tentu tidak hanya berkaitan
dengan ada-tidanya pendidikan agama pada lembaga pendidikan formal, namun
juga berkaitan dengan seluruh sejarah dan masa depan kehidupan manusia dalam

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 57


perannya sebagai makhluk Tuhan dan warga masyarakat. Oleh karena itulah,
maka pendidikan di Indonesia juga mempunyai prinsip pendidikan Sepanjang
hayat (life-long education), meskipun perlu juga difikirkan untuk menarik lebih
jauh awal pendidikan tidak hanya sejak usia dini/Bayi, tapi juga sejak dalam
kandungan (suatu keyakinan sebagai konsekwensi keimanan pada Tuhan, dalam
hal ini menurut Ajaran Islam)
Semua itu berarti bahwa prinsip Pendidikan sepanjang hayat dengan lima
pilar/sendi tersebut jelas menuntut suatu sistem pendidikan yang komprehensif
dan integral dalam suatu sistem sosial budaya masyarakat, segmentasi
lingkungan/jalur pendidikan harus dipandang sebagai sub sistem yang bergerak
dalam suatu proses pendidikan suatu bangsa secara keseluruhan. Namun demikian
upaya ke arah itu nampaknya masih perlu terus diperjuangkan, apalagi bila
melihat kondisi pendidikan yang terjadi dewasa ini, khususnya di Indonesia,
dimana lingkungan pendidikan formal lebih mendapat perhatian dan penataan,
padahal pilar pendidikan tidak/kurang dapat dipenuhi oleh pendidikan formal
tersebut. Hal ini sebenarnya terjadi juga di banyak negara sebagaimana
diungkapkan dalam laporan pada UNESCO, dimana komisi Internasional tentang
Pendidikan untuk abad ke 21 (LEARNING, THE TREASURE WITHIN, Report to
UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-first
Century,1996) mengakui bahwa bahwa pendidikan formal/sekolah lebih banyak
berfokus pada learning to know dan learning to do, sebagaimana terlihat dari
pernyataan berikut: “Namun, secara tradisional, pendidikan sekolah (formal)
terutama, jika tidak seluruhnya, berfokus pada belajar mengetahui dan sampai
taraf tertentu, belajar berbuat. Sendi yang dua lagi untuk sebagian besar
diserahkan pada nasib, atau dianggap sebagai produk alamiah dari sendi yang
dua ini” (Belajar, Harta Karun di dalamnya, 1999:63). Pernyataan di atas
menunjukan bahwa terjadi suatu kepincangan/ketidak-seimbangan dalam melihat
pendidikan, kecenderungan pendidikan formal/sekolah yang lebih menitik
beratkan pada learning to know dan learning to do jelas merupakan masalah
serius yang perlu mendapat perhatian, hal ini tidak lain karena pendidikan di
Indonesia berupaya untuk mewujudkan manusia utuh dalam seluruh dimensinya,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 58


baik dimensi nilai keagamaan maupun dimensi praktis lainnya, sehingga
diperlukan sudut pandang yang komprehensif dan terpadu dalam melihat
pendidikan, oleh karena itu dalam upaya untuk lebih melihat pendidikan dengan
sudut pandang yang demikian, diperlukan pemahaman tentang jalur/lingkungan
Pendidikan untuk dapat memposisikannya dengan tepat.
Jalur Pendidikan
Di dalam Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 13 ayat 1
disebutkan bahwa jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan
pendidikan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Ketentuan
ini mengindikasikan bahwa tiga jalur pendidikan merupakan suatu yang
terintegrasi dalam konteks sistem pendidikan nasional apakah sifatnya saling
melengkapi ataupun memperkaya, yang jelas pengakuan akan ketiga jalur tersebut
dalam sisdiknas, tentu akan dan harus membawa pada implikasi-implikasi pada
kebijakan pendidikan nasional. Namun demikian perhatian pemerintah akan jalur
pendidikan di luar Sekolah, nampaknya masih kurang apabila dilihat dari sudut
penataannya, dalam arti regulasi baik dalam pengembangan, penataan maupun
dalam pedanaan, terlebih lagi untuk pendidikan informal. Hal ini tentu saja cukup
memprihatinkan mengingat semua manusia pada dasarnya pasti pernah menjalani
pendidikan informal, dan mereka inilah sebenarnya yang kemudian mengikuti
pendidikan formal maupun nonformal. Dalam hubungan ini, nampaknya
diperlukan suatu pemahaman akan jalur pendidikan ini guna dapat
memposisikannya dengan tepat dalam konteks pendidikan nasional
a. Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang kelembagaannya mengacu
pada persekolahan (schooling) dari mulai Sekolah Taman Kanak-kanak sampai
Perguruan Tinggi, oleh karena itu umumnya pendidikan formal diidentikan
dengan sekolah. Dalam Undang-undang Sisdiknas no 20/2003, tidak terdapat
pengertian yang tegas tentang pendidikan formal, yang ada hanya perincian
kelembagaan yang masuk pendidikan formal seperti terlihat dalam Bab VI,
sementara itu pengertian Pendidikan formal tercantum dalam PP no 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 2 juga lebih menonjolkan pada

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 59


jenjang kelembagaannya, dimana Pendidikan formal diartikan sebagai “Jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”. Menurut Coombs (Soelaiman
Joesoef dan Slamet Santosa, 1981:15) pendidikan formal adalah pendidikan
“yang dikenal dengan pendidikan sekolah, yang teratur, bertingkat dan mengikuti
syarat-syarat yang jelas dan ketat”, Sementara itu, International Council for
Educational Development (Sudjana,1983:10) mengartikan pendidikan formal
sebagai berikut : “sistem pendidikan yang strukturnya bertingkat, berjenjang,
dimulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas dan yang setaraf
dengannya, termasuk kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum,
bermacam program spesialisasi dan latihan-latihan teknik serta latihan
profesional yang dilaksanakan dalamwaktu yang terus menerus”
Dari beberapa pengertian di atas, nampak bahwa satu hal yang penting
adalah bahwa pendidikan formal berkaitan dengan lembaga sekolah dengan
karakteristiknya, baik struktur maupun penjenjangannya, oleh karena itu
pemahaman tentang sekolah (persekolahan) dapat menjadi hal paling penting
untuk lebih memahami pendidikan formal.
Dalam kaitannya dengan pengertian Sekolah, Engkoswara (2002:55)
memberikan definisi sebagai berikut : “Sekolah adalah lembaga pendidikan yang
diselenggarakan dalam waktu yang sangat teratur, program yang sangat kaya
dan sistematik, dilakukan oleh tenaga kependidikan yang profesional dalam
bidangnya dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai”.
Pengertian di atas menunjukan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan
yang penuh keteraturan dengan sistem yang jelas serta adanya diferensiasi peran
dengan berbagai fasilitas yang disediakan untuk aktivitasnya serta dapat
diselenggarakan baik oleh Pemerintah maupun Masyarakat.
Adapun karakteristik pendidikan formal/sekolah, dapat dilihat dalam tabel
berikut ini :
Tabel 1. Karakteristik Pendidikan formal/persekolahan
NO SIFAT KETERANGAN
1. Institusi  Terstruktur

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 60


NO SIFAT KETERANGAN
 berjenjang
2. Fungsi  Afektif
pengembangan  Kognitif
(perolehan)  psikomotor
3. Jenjang  Pendidikan Dasar
 Pendidikan Menengah
 Pendidikan Tinggi
4. Satuan Pendidikan  SD
(kelembagaan)  SMP/MTs
 SMA/MA
 SMK/MAK
 Akademi
 Politeknik
 Sekolah Tinggi
 Institut
 universitas
5. Penyelenggara  Pemerintah
 Pemerintah Daerah, dan/atau
 Masyarakat
6. Peserta didik  Usia tertentu
7. keberlangsungan  Dalam waktu tertentu
b. Pendidikan nonformal
Dalam PP no 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 3
juga dalam UU no 20/2003 pasal 1 ayat 12, pengertian pendidikan nonformal
lebih menonjolkan pada jenjang/jenis kelembagaannya, dimana Pendidikan formal
diartikan sebagai “Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”. Pengertian ini nampaknya
belum secara jelas menggambarkan tentang hakekat pendidikan non-formal,
meskipun secara tersirat dapat tergambar dari pembedaannya dengan pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 61


formal, yakni kalau pendidikan formal harus terstruktur dan berjenjang sedang
pendidikan nonformal struktur dan jenjang lebih bersifat optional.
Menurut Coombs (Soelaiman Joesoef dan Slamet Santosa, 1981:15)
pendidikan nonformal adalah pendidikan “yang teratur dengan sadar dilakukan
tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat”.
sedangkan, International Council for Educational Development (Sudjana,1983:10)
mengartikan pendidikan nonformal sebagai berikut :
“setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem persekolahan yang
mapan - apakah dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas dilakukan secara sengaja untuk melayani anak didik
tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya”
Pengertian di atas, nampak sejalan dengan pengertian pendidikan
nonformal dalam UU no 20/2003 dan PP 19/2005, hanya saja pengertian ICED
memandang keterorganisiran sebagai ciri, sementara dalam UU no 20/2003 dan
PP 19/2005, keterorganisiran (dalam arti terstruktur dan berjenjang) sebagai
sesuatu yang “dapat”, sehingga bisa saja dilakukan dalam bentuk yang tidak
demikian”. Lebih jauh, dari Undang-undang Sisdiknas pasal 26 dapat tergambar
makna pendidikan nonformal dengan melihat karakteristiknya yang penulis susun
dalam bentuk tabel berikut ini, dengan mengacu pada pasal 26 ayat 1 sampai
dengan ayat 7:
Tabel 2. Karakteristik Pendidikan nonformal
NO SIFAT KETERANGAN
1. Fungsi  Pengganti Pendidikan Formal
institusional  Penambah Pendidikan Formal
 Pelengkap Pendidikan Formal
2. Fungsi  Penguasaan pengetahuan
pengembangan  Keterampilan fungsional
(Perolehan)  Sikap dan kepribadian profesional
3. Cakupan  Kecakapan hidup
Pendidikan  Pendidikan anak usia dini (PAUD)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 62


NO SIFAT KETERANGAN
 Kepemudaan
 Pemberdayaan perempuan
 Keaksaraan
 Keterampilan dan pelatihan kerja
 Kesetaraan
 Pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik
4. Satuan Pendidikan  Lembaga kursus
(kelembagaan)  Lembaga pelatihan
 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
 Majlis Taklim
 Satuan Pendidikan sejenis
5. Peserta didik Tak dibatasi usia, yang memerlukan :
 Pengetahuan
 Keterampilan
 Kecakapan hidup
 Sikap pengembangan diri
 Pengembangan profesi
 Bekerja
 Usaha mandiri, dan/atau
 Melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi
6. keberlangsungan  Dalam waktu tertentu
7. kesetaraan  Dihargai setara dengan pendidikan formal
melalui proses penilaian penyetaraan

c. Pendidikan informal
Di dalam PP 19/2005 tidak terdapat pengertian pendidikan informal dalam
ketentuan umumnya seperti halnya pendidikan formal dan nonformal, hal ini tidak
lain karena PP tersebut hanya berkaitan dengan standar nasional Pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 63


formal dan nonformal, dan tak satupun fasal yang berbicara tentang standar untuk
pendidikan informal, Sementara itu dalam UU no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 13,
pendidikan informal diartikan sebagai “jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan”, pengertian ini amat ringkas dan tidak memberi gambaran tentang
apa dan bagaimana pendidikan informal itu, oleh karena itu untuk lebih jauh
mendapat pemahaman tentang pendidikan informal, pendapat pakar perlu dan
dapat memperluas pemahaman berkaitan dengan pendidikan informal.
Menurut Coombs (Soelaiman Joesoef dan Slamet Santosa, 1981:14)
pendidikan informal adalah pendidikan “yang diperoleh seseorang dari
pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir
sampai mati, di dalam keluarga, dalam pekerjaan atau pergaulan sehari-hari”,
sementara itu, International Council for Educational Development/ICED dalam
(Sudjana, 1983:10) mengartikan pendidikan informal sebagai berikut :
“proses yang berlangsung sepanjang hayat yang dengannya tiap-tiap orang
memperoleh nilai, sikap, keterampilan dan pengetahuan yang berasal dari
pengalaman hidup sehari-hari dan dari pengaruh-pengaruh dan sumber-
sumber pendidikan di dalam lingkungan hidupnya - dari keluarga dan
tetangga, pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan dan media masa”
Kedua pengertian di atas dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang
pendidikan informal, yakni suatu pendidikan yang terjadi selama manusia hidup
yang dapat berakibat pada perubahan manusia dalam berbagai kapasitas individu
dalam konteks kehidupan masyarakat. Adapun karakteristik pendidikan informal
adalah sebagai berikut : (mengacu pada UU no 20 tahun 2003 pasal 27 ayat 1
sampai 3, serta pendapat pakar pendidikan)
Tabel 3. Karakteristik Pendidikan informal
NO SIFAT KETERANGAN
1. Pelaku  Keluarga
Pendidikan  Lingkungan yang berbentuk Kegiatan
(Kelembagaan) Belajar Mandiri
2. Fungsi Dari pengalaman dalam bentuk :
pengembangan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 64


NO SIFAT KETERANGAN
(perolehan)  Nilai
 Sikap
 Pengetahuan
 Psikomotor/keterampilan
3. Peserta  Semua usia
4. keberlangsungan  Sepanjang hayat
5. Kesetaraan  Diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah lulus ujian sesuai dengan
Standar Nasional Pendidikan
Interaksi Jalur Pendidikan
Dalam prakteknya, jalur-jalur pendidikan sebagai mana dikemukakan di
atas, dilihat dari sudut masyarakat terjadi secara bersamaan, sedangkan secara
individual seseorang bisa mengalai pedidikan pada tiga jalur atau dua jalur
secara bersamaan dan kalau seseorang hanya menjalani satu jalur pendidikan,
pastilah itu pendidikan informal, karena semua orang hidup dalam suatu
keluarga dan atau suatu lingkungan yang di dalamnya terjadi peristiwa
pendidikan yaitu pendidikan informal.
Dengan demikian, nampak bahwa ketiga jalur pendidika tersebut akan
saling mempengaruhi, karena proses dan atau peristiwa pendidikan dalam satu
jalur akan menjadi bagian yang terbawa oleh individu apabila mengikuti jalur
pendidikan lainnya, meskipun dengan intensitas yang berbeda-beda untuk tiap
individu, kesaling pengaruhan tersebut dapat digambakan sebagai berikut :
Gambar Interaksi Jalur Pendidikan

Pendidikan Pendidikan
informal formal

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 65


Pendidikan
nonformal

Dari gambar di atas, nampak bahwa ketiga jalur pendidikan tersebut


bersifat saling mempengaruhi, pendidikan informal berpengaruh pada pendidikan
formal dan non formal melalui kualitas peserta didik dengan berbagai kompetensi
yang diperolehnya dalam lingkungan keluarga seperti nilai-nilai yang telah
tertanam serta sikap dan prilaku sebagai makhluk sosial, sementara itu pendidikan
informal menerima pengaruh dari pendidikan formal dan non formal berupa
penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dapat meningkatkan dan
memperkaya pendidikan informal baik bagi peserta didiknya, maupun bagi
pendidikan informal selanjutnya. Namun demikian dalam kajian pendidikan
interaksi tersebut lebih ditekankan pada Pendidikan formal/sekolah sebagai basis
utama, sehingga sering pendidikan di luar sekolah disederhanakan menjadi
lingkungan (Children’s background) seperti terlihat dalam tulisan Allan Thomas
dalam bukunya The Productive School (1971) ketika menguraikan The
Psychologist’s Production Function dalam pendidikan sekolah.
Meskipun kesaling pengaruhan tersebut seakan menggambarkan
jalur/lingkungan yang terpisah, namun sebenarnya seluruh sistem dan proses
interaksinya pada dasarnya berada dalam suatu lingkup konteks budaya tertentu,
sehingga bagaimana kualitas dan penataan, serta peristiwa pendidikan pada jalur-
jalur tersebut dalam banyak hal merupakan suatu cerminan budaya yang berlaku,
sebab pendidikan tidak dapat terlepas dari kebudayaan sebagaimana diungkapkan
Tilaar (2004) bahwa Pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan hidup manusia di
dalam segala aspeknya yaitu politik, ekonomi, hukum, dan kebudayaan, dan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 66


bahwa antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang erat. Tidak ada
kebudayaan tanpa pendidikan dan begitu pula tidak ada praksis pendidikan di
dalam vacuum, tetapi selalu berada dalam lingkup kebudayaan yang konkret, ini
berarti bahwa pendidikan dipengaruhi oleh budaya, dan perkembangan budaya
juga akan sangat tergantung pada pendidikan, dalam hal ini pendidikan dapat
menjadi alat untuk mengembangkan budaya, sebab pendidikan tidak hanya
mempunyai fungsi konservasi tapi juga dapat berperan sebagai agen perubahan
(agent of change). Untuk itu pemisahan secara ketat tanpa melihat kesatuannya
akan berakibat pada penyempitan makna pendidikan.
Kepemimpinan Pendidikan
Pengertian Kekuasaan dan Pengaruh
Menurut Max Weber “power as the probability that one actor within a
social relationship will be in a position to carry out his own will despite
resistance (Fred Luthans, 2002 : 433), dalam arti luas kuasa sebagai
kemungkinan yang seorang aktor dalam suatu hubungan sosial yang sanggup
untuk menyelesaikan kehendaknya di samping perlawanannya, sementara itu
Luthan (2002 : 434) mendefinisikan power “as the ability to get an individual or
group to do something – to get the person or group to change in some way”,
sedangkan Sweeney dan McFarlin (2002; 210), menyatakan bahwa “power refer
to the leader's potential capacity to influence other” yang maknanya kekuasaan
merujuk pada kapasitas potensi para pemimpin untuk mempengaruhi pihak lain.
Disamping itu terdapat pakar lain yang memberikan pengertian tentang power
sebagaimana akan dikemukakan berikut ini :
Power. The ability to get someone else to do something you want done;
the ability to make things happen the way you want” (Schermerhorn,
1984 : G-10)
“Kuasa (power) adalah kemampuan mempengaruhi orang lain dan
peristiwa. Kuasa adalah saham pemimpin dalam perdagangan pengaruh,
cara pemimpin meluaskan pengaruhnya kepada orang lain” (Davis dan
Newstrom, 1985 : 157)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 67


“Kekuasaan mengacu pada suatu kapasitas yang dimiliki A untuk
mempengaruhi prilaku B, sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan
A. Definisi ini menyiratkan suatu potensi yang tidak perlu diaktualkan
agar menjadi efektif, dan suatu hubungan ketergantungan” ( Srephen P.
Robbins, 2001 : 93)
“kekuasaan, secara sederhana adalah kemampuan untuk membuat orang
lain melakukan apa yang diinginkan oleh pihak lainnya” (Gibson et.al,
1996 : 480)
dari pengertian di atas nampak bahwa pengaruh (membuat orang lain melakukan
sesuatu) merupakan inti dari pengertian power, sementara itu pengaruh
(influence) didefinisikan, sebagai “ a behavioral response to the exercise of
power, that is as outcome achieved through the use of power(Schermerhorn,
Hunt dan Usborn, 2000 : 543), sedangkan Luthan (2002 : 434) mengartikan
pengaruh/influence sebagai “the ability to alter other people in general ways,
such as by changing their satisfaction and performance”
Sumber Kekuasaan
French dan Raven telah mengklasifikasikan tipe kekuasaan (pada dasarnya
klasifikasi ini menggambarkan sumber kekuasaan) ke dalam lima tipe
kekuasaan/power yaitu : (1) reward power, (2) coersive power, (3) legitimate
power, (4) referent power, dan (5) expert power. Sementara itu Sweeney dan
McFarlan (2002 : 213) menyatakan bahwa kekuasaan dapat diperoleh/bersumber
dari diri sendiri dan dari jabatan atau posisi yang didudukinya. Seseorang yang
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain untuk
melakukan kerja karena jabatan dalam suatu organisasi, maka orang tersebut
mempunyai kekuasaan karena jabatan (Position power). Adapun seseorang yang
memperoleh kekuasaan karena dirinya sendiri, orang tersebut dikatakan
mempunyai kekuasaan pribadi/kekuasaan karena kepribadiannya.
1. Kekuasaan personal.
Kekuasaan personal adalah kekuasaan yang berasal dari dirinya/individu,
mencakup
o kekuasaan keahlian (expert power)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 68


o kekuasaan rujukan (referent power)
Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini bersumber dari
keahlian kecakapan, atau pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang
diwujudkan lewat rasa harmat dan pengaruhnya terhadap arang lain. Seorang
pemimpin yang tinggi kekuasaan keahliannya ini, kelihatannya mempunyai
keahlian untuk memberikan fasilitas terhadap perilaku kerja orang lain. Sementara
itu kekuasaan referensi (referent power) adalah kekuasaan yang bersumber pada
sifat-sifat pribadi dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang tinggi
kekuasaan referensinya ini pada umumnya disenangi dan dikagumi oleh orang
lain karena kepribadiannya.
2. Kekuasaan Jabatan (position power)
Kekuasaan posisi merupakan kekuasan yang timbul dikarenakan
posisi/jabatan seseorang dalam organisasi, Sweeney dan McFarlan (2002 : 213)
mengemukakan beberapa jenis kekuasaan yang berdasarkan jabatan yaitu :
o kekuasaan legitimasi,
o kontrol atas inforrnasi,
o kontrol atas hadiah,
o kontrol atas hukuman
o kontrol atas lingkungan
Kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan ini bersumber pada
jabatan yang dipegang oleh pemimpin. Secara normal, semakin tinggi posisi
seorang pemimpin maka semakin besar kekuasaan legitimasinya, dan akan
semakin besar pula pengaruhnya.
Kekuasaan informasi (Control over information/information power).
Kekuasaan ini bersumber karena adanya control akan informasi yang dimiliki oleh
pemimpin yang dinilai sangat berharga oleh pengikutnya. Sebagai seorang
pemimpin, maka semua informasi mengenai organisasinya ada padanya,
demikianpula informasi yang datang dari luar organisasi. Dengan demikian
pimpinan merupakan sumber informasi.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 69


Kekuasaan penghargaan (control over reward/reward power). Kekuasaan
ini bersumber atas kemampuan untuk rnenyediakan penghargaan atau hadiah bagi
orang lain, seperti misainya gaji, promosi, atau p°nghargaan jasa. Dengan
demikian kekuasaan ini sangat tergantung pada seseorang yang mempunyai
sumber untuk menghargai atau memberikan hadiah tersebut.
Kekuasaan penghukuman (control over punishment). Kekuasaan muncul
pada seseorang karena kemampuannya untuk memberi hukuman pada pihak lain
berkaitan dengan suatu kegiatan. Sementara itu, Kekuasaan lingkungan (control
over environment) adalah Kekuasaan yang timbul sebagai akibat adanya
kemampuan seseorang/pimpinan untuk menata lingkungannya, seperti layout
kantor, maupun penyusudan jadwal kerja atau pengorganisasiannya.
Respons atas kekuasaan dan pengaruh
Kekuasaan dan pengaruh merupakan dua hal yang sulit dipisahkan, kekuasaan
merupakan kemampuan potensial untuk mempengaruhi, sementara pengaruh itu sendiri
menunjukan konten yang ada dalam kekuasaan, namun demikian hal yang jelas adalah bahwa
pembicaraan mengenai kekuasaan dan pengaruh pada dasarnya bersifat interaktif antara yang
punya kekuasaan/berpengaruh dengan yang menjadi target (yang dikuasai, yang dipengaruhi)
Suatu upaya penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pihak lain, yang dalam
organisasi adalah pegawai, akan menghasilkan tiga kemungkinan sebagaimana dikemukakan
Sweeney dan McFarlan (2002 : 212) yaitu : Resisteance, Compliance, dan Commitment .
Penolakan (resistance) terjadi jika pegawai menolak atau melawan kepada keinginan pimpinan
yang ingin mempengaruhinya, ketundukan (compliance) terjadi jika pegawai mengikuti apa
yang diinginkan pimpinan tanpa diikuti upaya maksimum dan tanpa sikap yang antusias,
sementara itu komitmen (Commitment) terjadi jika pegawai mengikuti/menuruti keinginan
pimpinan dengan upaya maksimum dan sikap antusias. Ini berarti efek kekuasaan/pengaruh
akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi target/pegawai, untuk itu diperlukan pemahaman
tentang cirri-ciri kondisi yang dapat berpengaruh pada kedapatdipengaruinya target. Menurut
Luthan, (2002 : 434).terdapat beberapa ciri/kondisi yang dapat mempengaruhi pada
kedapatdipengaruhinya target/pegawai yaitu :
 Dependency. makin tergantung target/pegawai makin mudah terpengaruh
 Uncertainty. ketidak pastian lebih memungkinkat terpengaruh

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 70


 Personality. kepribadian target/pegawai menentukan tingkat pengaruh
 Intelligence. Kecerdasan menentukan tingkat pengaruh
 Gender. Jenis kelamin berperan pada tingkat keterpengaruhan
 Age. Usia target menentukan tingkat keterpengaruhan
 Culture. Budaya menentuka tingkat keterpengaruhan target/pegawai
Efektivitas penggunaan kekuasaan dan pengaruh
penggunaan kekuasaan pada dasarnya merupakan upaya untuk mempengaruhi,
menurut Sweeney dan McFarlan (2002 : 219) power use is interwined with influence tactics.
Bagaimana menggunakan power untuk mempengaruhi pihak lain akan tergantung pada siapa
yang akan dipengaruhinya, menurut Gary Yukl dan J.B. Tracey (Sweeney dan
McFarlan ,2002 : 221) the choice of tactics depends on a variety of factors, including :
 Who the target person is (superior, subordinate, peer)
 What power sources managers have and how skilled they ae in using different tactics
 Whether the manager is making an initial influence attempt or trying to follow up on
a previous attempt
 Whwther there is a perceived likelihood of resistence, in which case influence tactics
may be bundled (i.e. used in combination at the same time)
 What influence norms exist in the organization that might make certain tactics more
or less acceptable as well as other perceived costs and benefits associated with
particular influence tactics
Dalam kaitan dengan hal tersebut Gary Yukl mengemukakan beberapa taktik mempengaruhi
yaitu : Coalition formation, consultation, exchange, ingratiation, inspirational appeals,
legitimating, personal appeals, pressure, dan rational persuasion.. dengan mempertimbangkan
faktor-faktor yang menentukan taktik, maka kemudian dipilihlah taktik yang paling tepat agar
dapat dicapat suatu pengaruh yang efektif pada pihak lain
Pengertian Kepemimpinan.
Berbagai pendapat dan definisi kepemimpinan muncul, sesuai dengan dari segi
apa orang memandang segi kepemimpinan tersebut. Kepemimpinan dapat
diartikan sebagai sifat – sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola
– pola interaksi, hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 71


administrative, dan persepsi lain–lain tentang legitimasi pengaruh (Wahjosumijo,
1999)
Menurut Richard Hull (1991:135), Kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi pendapat, sikap, dan perilaku orang lain. Hal itu berarti bahwa
setiap orang mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai
tujuan bersama dan dapat berfungsi sebagai pimpinan. Kepemimpinan
(leadership) merupakan proses yang harus ada dan perlu diadakan dalam
kehidupan manusia selaku makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup
bermasyarakat sesuai kodratnya bila mereka melepaskan diri dari
ketergantungannya pada orang lain. Hidup bermasyarakat memerlukan pemimpin
dan kepemimipinan. Kepemimpinan dapat menentukan arah atau tujuan yang
dikehendaki, dan dengan cara bagaimana arah atau tujuan tersebut dapat dicapai.
Kepemimpinan seseorang berperan sebagai penggerak dalam proses kerja sama
antara manusia dalam organisasi termasuk sekolah. Untuk lebih jelasnya di bawah
ini akan diuraikan mengenai pengertian tentang kepemimpinan. Menurut Paul
Hersey dan Kenneth H. Blanchard yang dikutip oleh Pandji Anoraga dalam
bukunya Prilaku Keorganisasian, pemimpin adalah orang yang dapat
mempengaruhi kegiatan individu atau ielompok dalam usaha untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu”(Pandji Anoraga, 1995:186). Menurut Martin J.
Gannon, sebagaimana dikutip oleh Pandji Anoraga, pemimpinan adalah seorang
atasan yang mempengaruhi prilaku bawahannya”. Sedangkan menurut Kartini
Kartono (1998:84), pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus
dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang
dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian
sasaran-sasaran tertentu.”
Dari definisi di atas jelas bahwa, seorang pemimpin adalah orang yang
memiliki posisi tertentu dalam hirarki organisasi. Ia harus membuat perencanaan,
pengorganisasian dan pengawasan serta keputusan efektif. Pemimpin selalu
melibatkan orang lain, Oleh Karen itu dapat dikatakan bahwa dimana ada
pemimpin maka disan ada pengikut yang harus dapat mempengaruhi bawahannya
untuk mencapai tujuan. Paul heresy and Kenneth H. Blanchard (1997:83-

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 72


84)mengemukakan definisi kepemimpinan yang menyitir dari beberapa ahli, yaitu
:
Leadership is the activity of influencing exercised to strive willingly for
group objectives (George P. Terry)
Leadership as interpersonal influence exercised in situation an directed,
through the communiction process, toward the attainment of a
specialized goal the goals (Robert Tennenbaun, Irving R. Wischler, Fred
Massarik).
Leadership is influencing people to follow in the achievement of a
common goal (Harold Koonte and Cyril O’Donnell)
Dari pendapat Blanchard dapat disimak bahwa kepemimpinan adalah proses
dalam mempengaruhi kegiatan kegiatan seseorang atau kelompok dalam situasi
tertentu. Jadi kepemimpinan itu akan terjadi di dalam situasi tertentu seseorang
mempengaruhi perilaku orang lain.Kepemimpinan seseorang berperan sebagai
penggerak dalam proses kerjasama antar manusia dalam organisasi termasuk
sekolah. Berrdasarkan pemikiran ini, maka harus di bedakan antara kepemimpinan
dan manajemen. R.D.Agarwal sebagaimana dikutip Pandji Anoraga (1995:186)
mengatakan bahwa kepemimpinan adalah “seni mempengaruhi orang lain untuk
mengarahkan kemauan mereka, kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan
pemimpin.
Kepemimpinan menurut Hall digambarkan seperti suatu pemecahan yang sangat
mudah terhadap gejala masalah dalam organisasi. Lebih jauh Good memberikan
pengertian yang lebih luas tentang hakikat kepemimpinan yaitu dengan
memberikan dua batasan sebagai berikut :
“The ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage others
(Kemampuan dan kesiapan untuk memberi ilham, membimbing,
mengarahkan, atau mengatur orang lain.
“The rule of interpreter of interest and objectives of a group to grow up
recognizing and accepting the interpreter as spokesman (Peranan
penerjemah berkaitan dan tujuan grup atau organisasi untuk

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 73


mendewasakan pengenalan dan menerima penerjemah sebagai juru
bicara) (oteng Sutisna,1983:276).
Dari definisi diatas jelas bahwa kepemimpinan melibatkan kemampuan
mempengaruhi. Kemampuan mempengaruhi orng lain ini mempunyai maksud
yaitu untuk mencapai tujuan yang yang telah ditetapkan. Dengan kata lain tujuan
dari kepemimpinan adalah mempengaruhi organisasi lain, dalam hal ini karyawan
atau bawahan untuk mencapai misi perusahaan/organisasi. Kemampuan
mempengaruhi orang lain merupakan inti dari kepemimpinan sedang untuk
mempengaruhi orang lain, pemimpin perlu mengetahui beberapa strategi antara
lain : (a) Menggunakan fakta dan data untuk mengemukakan dan alas an yang
logis, (b) Bersikap bersahabat dan mendukung upaya yang dalam perusahaan, (c)
Memobilisasi atau mengaktifkan orang lain untuk melaksanakan pekerjaan, (d)
Melakukan negosiasi, (e) Menggunakan pendekatan langsung dan kalau terpaksa
menggunakan kedudukan lebih tinggi dalam organisasi , dan (f) Memberikan
sanksi dan hukuman terhadap prilaku yang menyimpang. Sehubungan dengan
yang telah diuraikan di atas jelas bahwa, kemampuan memimpin dan ketaatan
pada pemimpin lebih banyak didasarkan pada gaya kepemimpinan yang
ditunjukan oleh pemimpin itu sendiri.
Agar tidak terdapat kesalah pahaman dalam membicarakan tentang
kepemimpinan, maka tidak dapat lepas dari prilaku dan gaya kepemimpinan.
Artinya, prilaku dan gaya kepemimpinan ini merupakan suplemen untuk melihat
hakikat kepemimpinan itu sendiri; dimana dalam penelitian ini akan mengulas
tentang kepemimpinan kepala sekolah. Dengan mengetahui prilaku dan gaya
kepemimpinan kepala Sekolah akan dapat diuraikan tentang hakikat
kepemimpinan kepala Sekolah. Pada dasarnya para pemimpin menerapkan tiga
dasar gaya kepemimpinan” Pertama, otokratis (otoriter) adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
telah di tentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan diputuskan
oleh pemimpin semata-mata. Atau dengan kata lain pemimpin yang menganggap
dirinya sebagai satu-satunya pemberi perintah dan mengharuskan orang untuk
mematuhinya. Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa, cirri kepemimpinan gaya

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 74


otoriter tersebut adalah memberikan instruksi secara pasti, menuntut kerelaan,
menekankan pelaksanaan tugas, melakukan pengawasan tertutup, bawahan tidak
dapat mempengaruhi keputusan pemimpin, bawahan tidak dapat memberikan
saran.
Dalam proses mempengaruhi orang lain seorang pemimpin harus
memiliki dasar kemampuan serta terampil dalam menggerakkan bawahannya
agar dapat bekerja secara maksimal. Sondang P. Siagian (1997:27)
mengemukakan bahwa “kemampuan dan keterampilan seseorang yang
menduduki jabatan sebagai pemimpin suatu unit kerja untuk mempengaruhi
perilaku orang lain terutama bawahannya untuk berpikir dan bertindak
sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif memberikan
sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi”. Kepemimpinan
merupakan suatu produk daripada interaksi individu – individu dalam suatu
kelompok, oleh karena itu kepemimpinan dapat diartikan suatu bentuk permasi
atau pembinaan kelompok orang – orang tertentu. Biasanya melalui human
relation dan motivasi yang tepat agar mereka mau kerjasama untuk memajukan
tujuan organisasi. Definisi lain tentang kepemimpinan dikemukakan oleh Edwin
A. Locke yang mengemukakan bahwa kepemimpinan : Proses membujuk
(inducting) orang – orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran
bersama. Dimana definisi ini mengkategorikan tiga elemen yaitu :
 Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relation concept)
 Kepemimpinan merupakan suatu proses
 Kepemimpinan harus membujuk orang orang lain untuk mengambil
tindakan (Edwin A Locke, 1997:3)
Dari definisi diatas terlihat bahwa kepemimpinan merupakan aktivitas
membujuk orang lain dalam suatu kelompok agar mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama yang kegiatannya meliputi membimbing,
mengarahkan, memotivasi, mengawasi tindakan atau tingkah laku orang lain.
Tercapai tidaknya tujuan organisasi sangat tergantung kepada kepemimpinan
yang digunakan oleh pemimpin. Hal ini sejalan dengan pandangan Fiedler
(dalam stogdill)(1974:10) yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 75


Dengan perilaku kepemimpinan dimaksudkan pada umumnya adalah
beberapa khusus dimana pemimpin itu terlibat dengan cara cara
pengarahan dan pengkoordinasian pekerjaan anggota kelompok.
Keikutsertaan dalam tindakan – tindakan ini dapat berupa hubungan
kerja yang berstruktur dalam menghadapi atau mengeritik anggota
kelompok dan menunjukkan konsiderasi kesejahteraan dan perasaan –
perasaan anggota mereka.
Definisi di atas memberi pandangan bahwa kepemimpinan merupakan tindakan
seseorang untuk mengorganisasikan dan mengarahkan anggota kelompok untuk
mencapai tujuan tertentu yang pada akhirnya memberikan kesejahteraan bagi
anggota kelompoknya. Ada pendapat lain yaitu Mardjin Sjam yang dikutif oleh
Dirawat dkk.(1983:26), mereka mengemukakan definisi kepemimpinan yaitu :
Kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta
menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan.
Dengan kata lain bahwa kepemimpinan adalah proses pemberian
bimbingan atau tauladan dan pemberian jalan yang mudah (fasilitas)
daripada pekerjaan orang – orang yang terorganisir dalam organisasi
formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan pada dasarnya kemampuan
menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi orang – orang agar
bersedia melakukan tindakan – tindakan yang searah dengan tujuan organisasi.
Sementara itu Kepemimpinan dapat pula diartikan sebagai kemampuan
mempengaruhi pendapat, sikap dan perilaku orang lain. Hal tersebut berarti
bahwa setiap orang mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan bersama dan dapat berfungsi sebagai pimpinan (Oteng Sutisna,
1983:276). Hull dalam hal ini menggambarkan bahwa kepemimpinan seperti
sesuatu pemecahan yang sangat mudah terhadap gejala masalah dalam organisasi.
(Hull, 1991:135)
Apabila hal tersebut di atas dikaitkan dengan konsep pendidikan, maka
dikenal istilah kepemimpinan pendidikan, seperti yang diungkapkan oleh Sutisna
(1983:276) “ bahwa kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan seseorang

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 76


untuk mengambil inisiatif daolam situasi-situasi social untuk merangsang dan
mengorganisasikan tindakan-tindakan dan dengan begitu membangkitkan kerja
sama yang efektif ke arah pencapaian tujuan/Pendidikan. Pada akhirnya dari
beberapa definisi yang dikemukakan para ahli pada hakikatnya memberikan
makna bahwa :
a. Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin
yang berupa sifat – sifat seperti kepribadian (personality), kemampuan
(ability), dan kesanggupan (capability).
b. Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak
dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku
pemimpin.
c. Kepemimpinan adalah proses interaksi antara pemimpin, pengikut dan
situasi.
Effektifitas kepemimpinan seseorang tidak semata mata tertuju kepada
bawahan, akan tetapi secara horizontal terhadap rekan – rekan setingkat bahkan
secara vertical yakni terhadap pimpinan yang secara hierarkhis lebih tinggi
daripadanya. Karena kehidupan di jaman modern seperti sekarang ini tidak ada
lagi kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh diri sendiri tanpa bergabung dalam
berbagai jenis organisasi. Usaha memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
probadi sering orang menunjukkan perilaku yang seolah olah bersifat
individualistis, bahkan mungkin nampak egosentris. Tetapi perlu disadari bahwa
perilaku demikian tidak selalu otomatis bersifat destruktif dan berakibat negatif
bagi pembinaan kerjasama yang serasi, tetapi merupakan seni bagi seorang
pemimpin dalam memberikan bimbingan dorongan serta arahan yang
kesemuanya melalui proses komunikasi yang terarah dan berencana serta
sistematis tanpa melupakan nilai manusiawi.
Sifat Kepemimpinan.
Sehubungan dengan kedudukan dan peranan kepemimpinan yang strategis,
maka agar kepemimpinan yang bersangkutan mampu bekerja secara maksimal
sangatlah dibutuhkan sifat – sifat atau kemampuan tertentu dari diri pemimpin
yang bersangkutan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 77


Iskandar mengemukakan sifat – sifat yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin yaitu :
 Memiliki empati yang tinggi
 Merupakan anggota dari kelompok
 Penuh pertimbangan, kebijaksanaan dan arif
 Lincah dan penggembira, baik dalam suka maupun duka
 Memiliki emosi yang stabil
 Memiliki keinginan dan ambisi untuk memimpin
 Memiliki kompetensi
 Memiliki intelegensi yang cukup
 Konsisten dan sikapnya dapat diramalkan
 Memiliki kepercayaan kepada diri sendiri yang cukup tinggi
 Memiliki kemampuan untuk berbagi kepentingan dengan anggota
yang lain (Iskandar Jusman,1999)
Untuk selanjutnya, Davis (1983), mengatakan bahwa “setiap pemimpin harus
memiliki kemampuan, yaitu : kecerdasan, kedewasaan, kekuatan hubungan
sosial, motivasi diri, dan dorongan beprestasi, serta sikap – sikap hubungan
kemanusiaan”. Selain dari pada sifat – sifat pemimpin tadi, kepemimpinan
dalam suatu organisasi juga memiliki gaya atau tipe dan pendekatan yang
berbeda, yang tentu saja akan mempengaruhi keberhasilan dari organisasi
tersebut. Sementara itu Kartini Kartono (1992:65), dalam bukunya Pemimpin
dan Kepemimpinan mengemukakan bahwa , “Seorang pemimpin yang baik itu
pada saatnya harus dapat menampilkan : a) Wajah kebodoh-bodohan, b)
berfungsi sebagai wasit pemisah, c) sebagai penyalur komunikasi dan d)
sebagai pencuri ide”. Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa :
Menampilkan wajah yang kebodoh-bodohan artinya bahwa seorang pemimpin
harus mau menganggap dirinya bodoh, sehingga pemimpin itu selalu rendah
hati, tidak sombong, dan bersedia mendengar suara-suara dan keinginan dari
pengikutnya secara lebih baik. Atau lebih peka lagi. Ia juga harus mengurangi
ide serta omongan sendiri, tidak hanya mendengar ucapan dan pikiran sendiri
saja, tetapi juga dapat menangkap informasi-informasi dan isyarat-isyarat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 78


penting dari lingkungannya dengan sikap yang cerdas-pintar. Berfungsi sebagai
wasit pemisah itu berarti bahwa ia harus bersikap adil, tidak berat sebelah dalam
menilai setiap situasi, dan bersikap bijaksana.
Berfungsi sebagai penyalur komunikasi artinya, seorang pemimpin harus selalu
menjadi pusat komunikasi, untuk dapat menyampaikan pikiran dan keinginannya
kepada sekitarnya,namun juga sensitive/peka untuk menerima semua informasi
dari lingkungannya. Sebab, jika seorang pemimpin mau memaksakan pikiran dan
ide-ide sendiri saja, dan tidak peka terhadap isyarat-isyaratyang diberikan oleh
lingkungannya, maka tidak ubahnya dia itu bertingkah laku sebagai pemain orkes
tunggal yang diktatoris dan otokratis. Dan pemimpin yang seperti ini bukan
pemimpin harga dirinya, tidak sombong, (angkuh) dan tidak menganggap dirinya
paling super dalam segala hal. Dia dihormati lingkungannya, mengikuti sesama
dan para pengikutnya pandai dalam bertimbang rasa, selalu bersikap rendah hati,
luwes, terbuka dan reseptif tanpa dibebani perasaan-perasaan suprior yang bisa
membuat dirinya menjadi angkuh dan sewenang-wenang terhadap lingkungannya.
Kepemimpinan dapat pula diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi
pendapat, sikap dan perilaku orang lain. Hal tersebut berarti bahwa setiap orang
mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama
dan dapat berfungsi sebagai pimpinan. Hull (1991:135) dalam hal ini
menggambarkan bahwa kepemimpinan seperti sesuatu pemecahan yang sangat
mudah terhadap gejala masalah dalam organisasi.
Tipe – Tipe dan Pendekatan Kepemimpinan
Siagian (1999:27) mengemukakan tipe – tipe kepemimpinan yaitu :
a. Tipe Otokratik. Kepemimpinan itu mendasarkan dirinya pada kekuasaan
paksaan yang selalu harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu berperan sebagai
pemain tunggal pada “a one man show”
b. Tipe paternalistic, yaitu tipe gaya kebapaan, dengan sifat – sifat antara lain :
Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak atau belum
dewasa
Bersikap selalu melindungi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 79


Jarang memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengambil
keputusan sendiri
Hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk berinisiatif
Hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengembangkan daya kreatifnya
Merasa dirinya tahu segalanya.
c. Tipe Laissez Faire, yaitu seorang pemimpin yang praktis tidak memimpin,
sebab dia membiarkan kelompoknya berbuat semaunya.
d. Tipe demokratik, yaitu pemimpin yang memberikan bimbingan yang
effisien kepada bawahannya, dengan penekanan rasa tanggung jawab
internal dan kebijakan yang baik.
Sementara itu Wahjosumidjo (1995:19) mengatakan bahwa : ‘dari sekian
banyak penelitian tentang kepemimpinan, secara umum kepemimpinan dapat
dikelompokkan kedalam empat macam pendekatan, yaitu :
 pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach)
 pendekatan sifat (the trait approach)
 pendekatan perilaku (behavior approach)
 pendekatan situasional (situational approach)
Pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach) memandang
keberhasilan pemimpin dari sumber dan terjadinya kewibawaan yang ada pada
diri pemimpinnya, dan dengan cara apa pemimpin menggunakan kewibawaan
tersebut kepada bawahannya. Pendekatan sifat (the trait approach) menekankan
pada kwalitas pemimpin. Keberhasilan ditandai dengan adanya daya kecakapan
luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin. Selanjutnya Stogdill dalam Permadi
(1994:35), menunjukkan duabelas faktor perilaku pemimpin ,yaitu :
 Representation (perwakilan). Pemimpin bicara dan bertindak sebagai
wakil dari kelompom
 Demand reconciliation (perlunya pemufakatan). Pemimpin
menyelesaikan konflik dan mengurangi ketidak beresan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 80


 Tolerance to uncertainly (toleran pada ketidaktentuan). Pemimpin
mampu pada ketidak tentuan dan pengunduran tanpa harus marah
 Persuasiveness (bujukan). Pemimpin menggunakan bujukan dan
argumentasi yang effektif dan menunjukkan keyakinan yang kuat
 Initiation structure (memprakarsai struktur). Pemimpin menjelaskan
peranannya dan menjelaskan kepada bawahannya apa yang dia harapkan
 Tolerance of freedom (toleran pada kebebasan). Pemimpin memberi
kebebasan kepada bawahannya untuk punya prakarsa, memutuskan.
 Role assumption (asumsi peranan). Pemimpin secara aktif melatih
kepemimpinanya daripada menyerahkannya kepada orang lain
 Consideration (pertimbangan). Pemimpin mengupayakan kelancaran,
kenyamanan, status, dan peran serta dari bawahannya
 Productive emphasis (menekankan hasil). Pemimpin menekankan pada
hasil yang ingin dicapai
 Productive accuracy (jangkauan yang tepat). Pemimpin memperkirakan
berbagai hal secara tepat
 Integration (integrasi). Pemimpin menjaga persatuan dan
mengintegrasikan berbagai problem
 Superior orientation (orientasi pada atasan). Pemimpin menjaga
hubungan baik dengan atasan, berupaya meningkatkan status yang
tinggi.
Kepemimpinan Pendidikan
Seperti telah diuraikan di atas, kepemimpinan adalah merupakan proses kegiatan
membimbing dan mempengaruhi hubungan aktivitas-aktivitas pekerjaan dari
suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tampak disini bahwa ada tiga butir implikasi yang sangat penting diperhatikan,
yaitu, 1) adanya bawahan atau pengikut, 2) adanya distribusi (pelimpahan)
kekuasaan dari pimpinan kepada bawahan, dan 3) adanya pengaruh atasan kepada
bawahan.
Dengan menyebut kepemimpinan kepala sekolah maka akan tampak cirri-ciri khas
kepemimpinan dari kepala sekolah. Ciri-ciri khas tersebut meliputi adanya factor

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 81


layanan, bimbingan, mendidik, mengemong terhadap guru-guru pada sekolah
yang dipimpinnya.
Kepemimpinan kependidikan sendiri didefinisikan sebagai satu kemampuan dan
proses mempengaruhi, membimbing , mengkoordinasi, dan menggerakan orang
lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan, dan pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatanyang dijalankan lebih efisien
dan efektif di dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran” (Sukarto,
1984:15) Dari uraian di matas jelas bahwa, kepemimpinan pendidikan yang
dimaksud adalah kepala sekolah/Sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala
sekolah mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam pelaksanaan program
pendidikan di sekolah.
Bagaimanakah jenis kepemimpinan yang diperlukan di sekolah saat ini ? Menurut
Sutisna (1983:277) “jenis kepemimpinan institusional” . Hal ini dimaksudkan
bahwa kepemimpinan seperti ini bisa menjawab tantangan yang berhubungan
dengan pembaharuan pendidikan yang sedang dijalankan pemerintah . Lebih
lanjut ia mengemukakan, bahwa kepala sekolah lebih dari pada seorang manajer
organisasi, tetapi ia terlibat dalam penentuan tujuan, cara, maupun proses. Ia
menjalankan peranan yang bertanggung jawab dalam perumusan maupun
pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan di sekolah.
Bertolak dari uraian di atas, maka kepemimpinan kepala sekolah yang dimaksud
adalah prilaku kepala sekolah dalam melaksanakan pengarahan, pengawasan,
pemberian motivasi kepada guru, serta berkomunikasi dengan guru dalam
melaksanakan tugas menurut persepsi mereka.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapatdi rumuskan
dimensi dan indicator persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah,
sebagai berikut (1) Interpretasi atau pemahaman guru terhadap kepemimpinan
kepala sekolah, meliputi : pendapat guru terhadap kepemimpinan, kemampuan
diri dalam memimpin, berhubungan dan berkomunikasi dengan guru serta peran
kepala sekolah sebagai seorang pemimpin.
Dengan demikian berarti, kepala Sekolah harus berusaha memaksimalkan
kepemimpinannya guna mempengaruhi para guru untuk melakukan usaha dengan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 82


keras dan antusias dalam mencapai tujuan Sekolah. Dengan kata lain guru
berserdia menggunakan kemampuan dan profesionalisasi dalam bekerja untuk
mencapai kinerja yang diharapkan, sehingga dengan loyalitas yang tinggi
didapatkan kualitas pendidikan yang diharapkan.
Kepemimpinan Transformasional/Visioner
Upaya untuk membangun Pendidikan merupakan tugas yang rumit
mengingat banyak faktor yang berinteraksi di dalamnya. Dalam hubungan ini
masalah kepemimpinan menjadi amat penting dalam upaya untuk
mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian peran pemimpin
jelas akan menentukan keberhasilan proses pendidikan yang efektif dan
efisien, sehubungan dengan itu, maka perlu dikaji gaya kepemimpinan apa
yang paling sesuai dalam konteks perubahan yang cepat di era global dewasa
ini dengan segala tantangannya yang memerlukan cara pendekatan yang
berbeda dalam menghadapinya.
Secara umum sering dikemukakan bahwa gaya kepemimpinan yang
paling baik adalah gaya situasional, yaitu gaya yang ketepatannya ditentukan
oleh situasi yang dihadapi, namun jelas dalam konteks perubahan dewasa ini
diperlukan gaya yang dapat memungkinkan pemimpin menghadapi tantangan
tersebut dengan suatu khazanah pemahaman dan wawasan yang terpadu,
untuk itu kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan visioner perlu
mendapat perhatian dalam diskursus tentang kepemimpinan pendidikan.
Kepemimpinan model tersebut pada dasarnya merupakan kepemimpinan yang
akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dalam konteks perkembangan
global dewasa ini.
Menurut Burns (1978) kepemimpinan transformasional sebagai suatu
proses yang pada dasarnya "para pemimpin dan pengikut saling menaikkan
diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi". Para pemimpin
adalah seorang yang sadar akan prinsip perkembangan organisasi dan kinerja
manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara
utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan menyerukan cita-cita yang lebih
tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 83


bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan, atau
kebencian. Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki
wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan
organisasi bukan untuk saat ini tapi di masa datang. Oleh karena itu, pemimpin
transformasional adalah pemimpin yang dapat dikatakan sebagai pemimpin
yang visioner.
Pemimpin transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai
katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih
balk. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena
ia berperan meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha
memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat
semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
Menurut Covey (1989) dan Peters (1992), seorang pemimpin
transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistis tentang
bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah
tercapai. Inilah yang menegaskan bahwa pemimpin transformasional adalah
pemimpin yang mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan, terlepas
apakah visinya itu visioner dalam arti diakui oleh semua orang sebagai visi
yang hebat dan mendasar. Seorang pemimpin transformasional memandang
nilai-nilai organisasi sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan
ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan
komitmen dalam pelaksanaannya.
Pemimpin transformasional adalam pemimpin yang mentransformasikan
nilai organisasi untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Seorang
transformasional adalah seorang yang mempunyai keahlian diagnosis, selalu
meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk
memecahkan masalah dari berbagai aspek.
Menurut Bass dan Aviola (1994) terdapat empat dimensi dalam kadar
kepemimpinan transformasional dengan konsep "4I" yaitu : idealized influence
(”I” pertama), yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri
(trust) dari orang yang dipimpinnya. Idealized influence mengandung makna

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 84


saling berbagi risiko melalui pertimbangan kebutuhan para staf di atas
kebutuhan pribadi dan perilaku moral secara etis. Inspirational motivation (”I”
kedua), tercermin dari perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan bagi
pekerjaan yang dilakukan staf dan memerhatikan makna pekerjaan bagi staf.
intellectual stimulation("I" ketiga), yaitu pemimpin yang mempraktikkan
inovas-inovasi. Sikap dan perilaku kepemimpinannya didasarkan pada ilmu
pengetahuan yang berkembang dan secara intelektual ia mampu
menerjemahkannya dalam bentuk kinerja yang produktif. adalah
individualized consideration ("I" keempat), pernimpin yang merefleksikan
dirinya sebagai seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan
menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala masukan yang
diberikan staf dan atau bawahan. Kepemimpinan transformasional dapat
dipandang secara makro dan mikro. Jika dipandang secara mikro kepemimpinan
transformasional merupakan proses memengaruhi antarindividu, sementara
secara makro merupakan proses memobilisasi kekuatan untuk mengubah sistem
sosial dan mereformasi kelembagaan.
Sementara itu Kepemimpinan Visioner adalah kepemimpinan yang
punya visi dan mampu Dengan kuat memengaruhi kinerja organisasi sehingga
rasional dalam konteks kepemimpinan Visioner, Visi menjadi trigger semangat
meraih kemenangan organisasi. Visi dapat mengisi kehampaan, membangkitkan
semangat, menimbulkan kinerja, bahkan mewujudkan prestasi pendidikan,
apalagi di tengah-tengah tuntutan kemandirian berpikir dan bertindak.
kepemimpinan yang memiliki visi (visionary leadership), yaitu
kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan
yang penuh tantangan. Lantas, menjadi agen perubahan yang unggul dan
menjadi penentu arah organisasi yang memahami prioritas, menjadi pelatih
yang profesional, serta dapat membimbing personel lainnya ke arah
profesionalisme kerja yang diharapkan. Orang yang bertanggung jawab
merumuskan visi adalah pemimpin melalui kinerja kepemimpinannya. Visi
dirumuskan bukan semata-mata untuk menciptakan sistem pendidikan
berkualitas yang mampu bertahan dan berkembang memenuhi tuntutan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 85


pernbahan dan ideal isme, tetapi dapat mengakomodasi kepentingan hubungan
baik di antara personel dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta dalam
meniti kariernya. Dengan demikian Kepemimpinan visioner adalah
kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengomunikasikan/
mensosialisasikan/ mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-
pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial di
antara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita
organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen
semua personel. Terdapat beberapa hal yang harus dimiliki oleh pemimpin
visioner yaitu sebagai berikut :
a. Visionary Leadership Harus Memahami Konsep Vsi
b. Visionary Leadership Harus Memahami Karakteristik dan Unsur Visi
c. Visionary Leadership Harus Memahami tujuan Visi
Visi adalah gambaran masa datang yang lebih balk, mendekati harapan,
atraktif, dan realistis. Visi menunjukkan arah pergerakan organisasi dari
posisinya sekarang ke masa datang. Visi merupakan jembatan antara masa kini
dan masa datang sehingga perumusannya harus didasarkan pada karakteristik
yang mapan. Nanus (2001: 23-24) menekankan ciri-ciri visi yang baik, seperti
yang diringkas sbb:
1) Sejauh manakah visi berorientasi masa depan?
2) Sejauh manakah visi merupakan impian, yakni apakah visi secara jelas
cenderung mengarahkan organisasi kepada masa depan yang lebih
balk?
3) Sejauh manakah visi tepat bagi organisasi, yakni apakah visi tersebut
cocok dengan sejarah, budaya, dan nilai-nilai organisasi?
4) Sejauh mana visi menentukan standar keistimewaan dan mencerminkan
citacita yang tinggi?
5) Sejauh mana visi mengklarifikasi maksud dan arah?
6) Sejauh mana visi menginspirasikan antusiasme dan merangsang
konsensus?

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 86


7) Sejauh mana visi merefleksikan keunikan organisasi, kompetensinya
yang istimewa, dan apa yang diperjuangkannya?
8) Apakah visi tersebut cukup ambisius?
Sementara itu Locke (1997: 73) mengatakan bahwa kendati visi sangat
bervariasi, pernyataan visi yang membangkitkan inspirasi dan memotivasi
mempunyai persamaan karakteristik tertentu, yaitu sebagai berikut.
1. Ringkas; bahwa statement visi tidak dirumuskan dalam kalimat yang
panjang lebar, tetapi secara ringkas, mudah dibaca, mudah dipahami,
dan dapat sering dikomunikasikan.
2. Kejelasan; visi yang jelas, tidak mengandung penafsiran yang berbeda-
beda dari pembacanya. Pernyataan visi yang jelas dapat memengaruhi
penerimaan dan pemahaman yang menerimanya.
3. Abstraksi; bahwa visi bukan hzjuan operasional yang hanya dapat
diupayakan dan diraih dalam waktu yang pendek, tetapi pernyataan
ideal tentang cita-cita organisasi yang mengakomodasi kemajuan
organisasi.
4. Tantangan; sebuah visi yang baik dirumuskan dengan pernyataan _yang
menantang kemampuan personel. Personel yang tertantang dapat
menunjukkan kinerjanya secara optimal dan membentuk rasa percaya
diri yang besar.
5. Orientasi masa depan; visi adalah masa depan. Masa depan visi adalah
kualitas dari seluruh aspek organisasi.
6. Stabilitas; visi bukan statement yang mudah berubah karena ia dapat
mengakomodasi perubahan, kepentingan, dan keinginan organisasi dan
individu dalam jangka waktu yang relatif panjang sehingga perubahan-
perubahan yang terjadi di luar organisasi tidak membuat terancamnya
visi organisasi.
7. Disukai; visi harus disukai, Bennis (1990) menyatakan bahwa leader
bekerja manage the dream. Kemampuan pcmimpin menciptakan visi
dan menerjemahkannya dalam kenyataan yang disebut visionary

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 87


leadershipmerupakan sasaran yang menarik sehingga terjadi komitmen
dari seluruh personel untuk meraihnya.
Kepemimpinan yang bervisi (Visioner) bekerja dalam empat pilar
sebagaimana dikatakan Nanus (2001), yaitu sebagai berikut.
1) Penentu Ara. Pemimpin yang memiliki visi berperan sebagai penentu arah
organisasi. DI saat organisasi sedang menemui kebingungan menghadapi
berbagai perubahanperubahan dan struktur baru, visionary leadership tampil
sebagai pelopor yang menentukan arah yang dituju melalui pikiran-pikiran
rasional dan cerdas tentang sasaran-sasaran yang akan dituju dan mengarahkan
perilaku-perilaku bergerak maju ke arah yang diinginkan Secara bersama-
sama, visionary leadership menganalisis kemungkinankemungkinan yang
dapat ditempuh, jalan-jalan atau teknik maupun metode serta sumber daya
terpilih apa yang dapat digunakan untuk meraih kemajuan di masa depan.
Untuk menjadi seorang penentu arah yang tepat, pemimpin harus memiliki
kcmampuan menganalisi posisi. Saat sekarang ini banyak digunakan analisis
SWOT guna menemukan posisi organisasi dan selanjutnya atas upaya sharing
dengan personel lainnya, cita-cita organisasi di masa depan ditetapkan.
Pemimpin berperan sebagai penentu arah, yang berarti memberikan kejelasan
kepada pengikutnya cara-cara atau upaya yang mesti dilakukan, langkah-
langkah mana yang dapat diambil dan langkah-langkah mana yang harus
dihindari demi tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. Peran
kepemimpinan visioner adalah untuk membimbing konstituen dalam
menetapkan arah yang harus dituju dalam mengimplementasikan visi
organisasi (sekolah).
2) Agen Perubahan. Visionary leadership berperan sebagai agen perubahan.
Pemimpin bertanggung jawab untuk merangsang perubahan di lingkungan
internal. Pemimpin akan merasa tidak nyaman dengan situasi organisasi statis
dan status quo, la memimpikan kesuksesan organisasi melalui gebrakan-
gebrakan baru yang memicu kinerja dan menerima tantangan-tantangan dengan
menerjemahkannya ke dalam agenda-agenda kerja yang jelas dan rasional.
Visionary leadership tidak puas dengan yang telah ada, ia ingin memiliki

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 88


keunggulan dari yang ada seperti berpikir bagaimana mengembangkan inovasi
pembelajaran, tnanajemen persekolahan, hubungan kerja sama dengan dunia
usaha, dan sebagainya.
Tantangan yang dilontarkan para praktisi maupun akademisi pendidikan
untuk menjadi sekolah unggulan, dengan cepat direspons lalu menjadi kekuatan
terdepan dalam mencobakan dan melaksanakan gagasan keunggulan. Tentu saja
untuk menghasilkan inovasi-inovasi yang terpercaya dan practicable pemimpin
harus mampu mengantisipasi berbagai perkembangan dunia luar, memperkirakan
implikasinya terhadap organisasi, menciptakan sense of urgency, dan prioritas
bagi perubahan yang dipersyaratkan oleh visi kepemimpinan. Peran
kepemimpinan yang memiliki visi ialah menjadi pelopor inovasi dan menj adi
trigger bagi berbagai perubahan yang terjadi ke arah lebih baik dalam
mengimplementasikan visi.
3) Juru Bicara. Visionary leadership berperan sebagai juru bicara. Seorang
pemimpin tidak saja memiliki kemampuan meyakinkan orang dalam kelompok
internal, tetapi lebih jauhnya adalah bagaimana pemimpin dapat akses pada dunia
luar, memperkenalkan dan mensosialisasikan keunggulan-keunggulan dan visi
organisasinya yang akan berimplikasi pada kemajuan organisasi. Dari hasil
negosiasi-negosiasi diharapkan dapat berakhir dengan kerja sama mutualisme
yang menyenangkan secara moril maupun materiil. Seorang visionary leadership
adalah seorang negosiator utama dan ulung dalam berhubungan dengan organisasi
lain atau hierarki yang lebih tinggi, namun bukan tipe penjilat atau ber-mujamalah
(mencari muka) terhadap orang yang dianggap berkuasa, akan tetapi justru ia
dekat dengan pemberi amanat (stakeholders). Kemampuan berbicaranya yang
disertai dengan keyakinan akan logika-logika rasional bahwa visi organisasi
menarik, bermanfaat, dan menyenangkan menjadikan ia seorang negosiator yang
ulung. Peran visionary leader-ship adalah menyampaikan pokok-pokok pikiran,
gagasan, dan tulisan sehingga mampu berkomunikasi secara empatik dalam
membangun komitmen dan penyampai berbagai kepentingan yang berhubungan
dengan implementasi visi.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 89


4) Pelatih. Visionary leadership berperan sebagai pelatih. Sebagai pelatih dituntut
kesabaran dan suri teladan (yang didasari kemampuan/keahlian dan akhlak mulia).
Bagaimana seseorang belajar dengan pelatih yang sangat pemberang dan tidak
percaya pada kemampuan yang dilatih. Tentu akan menghambat proses
pencapaian keberhasilan. Akan terasa lain jika belajar dilakukan dengan pelatih
yang memberi semangat, membantu mereka untuk belajar dan tumbuh,
membangun kepercayaan diri, menghargai keberhasilan, menghormati, dan
mengajari bagaimana meningkatkan kemampuan mereka dalam mencapai visi
secara konstan.
Sebagai pelatih yang efektifharus mampu berkomunikasi,
mensosialisasikan, sekaligus bekerja sama dengan orang-orang untuk
membangun, mempertahankan dan mengembangkan visi yang dianutnya, basic
competencies yang dipersyaratkannya, budaya yang harus diciptakan, perilaku
yang harus ditampilkan organisasi, dan bagaimana cara-cara merealisasikan visi
ke dalam budaya dan perilaku organisasi. Ini semua menuntut pemimpin sebagai
pakar/ahli yang bertugas sebagai pelatih yang dapat menularkan kemampuannya
kepada orang lain. Peran kepemimpinan visioner adalah untuk memberikan
contoh atau cara kerja strategis dalam mengimplementasikan visi.
Setiap organisasi sekolah selalu berusaha bagaimana agar penyelenggaraan
pendidikan disekolahnya berjalan efektif, untuk itu seluruh anggota organisasi
sekolah harus terus berupaya untuk dapat mewujudkan sekolah efektif (effective
school). Dalam kaitan ini masalah kepemimpinan pendidikan amat penting
perannya sebagaimana dikemukakan oleh N. Hatton dan D. Smith dalam
tulisannya Perspective on Effective school yang menyatakan bahwa “Effective
school are characterized by strong instructional leadership, clear focus for
learning outcomes, high expectation of the students, a safe and orderly
environment and the frequent monitoring of achievement levels” (C. Turney. et al,
1992:5). Ini berarti bahwa sekolah yang efektif perlu kepemimpinan
instruksional yang kuat, perhatian yang jelas pada hasil belajar, pengharapan
murid yang tinggi, lingkungan yang baik serta pengawasan tingkat prestasi, semua
ini akan terwujud apabila seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 90


sekolah berjalan optimal sesuai dengan fungsi dan tugasnya, untuk itulah kepala
sekolah harus berusaha mewujudkannya melalui berbagai kebijakannya dalam
mengelola pendidikan di sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemegang otoritas dalam pelaksanaan pendidikan
di sekolah perlu memahami proses pendidikan di sekolah serta menjalankan
tugasnya dengan baik, sehingga proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah
dapat berjalan sesuai dan sejalan dengan upaya-upaya pencapaian tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien. Maju mundurnya suatu Sekolah tidak
terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena Kepala Sekolah berperan sebagai
kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah”
(Wahjosumidjo. 1999 : 82)
Oleh karena itu jika ingin mewujudkan sekolah efektif diperlukan Kepala
Sekolah yang tidak hanya sebagai figur personifikasi sekolah, tapi juga paham
tentang tujuan pendidikan, punya visi masa depan serta mampu
mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada menjadi suatu kekuatan yang
bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan,
“Principals of effective school have clear vision and obtainable future for
their school, this is translated into well articulated educational goal. They
also buffer teachers against outside distraction which might affect
classroom teaching and the students’ learning, supply assistance when it
is needed and find ways to work cooperatively with staff on strategies to
achieve the objective set for the School”(C. Turney. et al, 1992 : 7)
dengan demikian kedudukan Kepala Sekolah sangat menentukan dalam proses
pendidikan yang dilaksanakan di Sekolah serta dalam pencapaian tujuan
pendidikan baik tujuan instruksional, tujuan kurikuler, ataupun tujuan
institusional. Meskipun demikian sekolah sebagai suatu sistem organisasi jelas
tidak bisa ditentukan oleh hanya satu komponen seperti kepala sekolah, namun
seluruh komponen yang terlibat di dalamnya jelas akan mempengaruhi
bagaimana organisasi sekolah berjalan dan bagaimana efektivitas kinerjanya
dalam upaya pencapaian tujuan. Perlunya kepala sekolah mempunyai visi jelas
akan berkaitan dengan bagaimana visi tersebut disosialisasikan sehingga dapat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 91


menjadi milik bersama seluruh anggota organisasi. Suatu hal yang penting dari
semua ini adalah perlunya organisasi terus meningkatkan kemampuannya melalui
berbagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Kepala Sekolah serta
seluruh anggota yang terlibat dalam proses pendidikan di Sekolah, sehingga iklim
organisasi sekolah dapat menjadi kondusif bagi aktivitas pembelajaran.
FILSAFAT PENDIDIKAN/ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Makna filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo”
berarti cinta dan” sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut I.R.
Pudjawijatna (1963 : 1) “Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu
ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu . Sofia
artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan mendalam, jadi
menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan
mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.
Kecintaan pada kebijaksanaan haruslah dipandang sebagai suatu bentuk
proses, artinya segala upaya pemikiran untuk selalu mencari hal-hal yang
bijaksana, bijaksana di dalamnya mengandung dua makna yaitu baik dan benar,
baik adalah sesuatu yang berdimensi etika, sedangkan benar adalah sesuatu yang
berdimensi rasional, jadi sesuatu yang bijaksana adalah sesuatu yang etis dan
logis. Dengan demikian berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir guna
mencapai kebaikan dan kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang
berfikir namun berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu
meskipun berfilsafat mengandung kegiatan berfikir, tapi tidak setiap kegiatan
berfikir berarti filsafat atau berfilsafat. Sutan Takdir Alisjahbana (1981)
menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir, dan hanya manusia
yang telah tiba di tingkat berfikir, yang berfilsafat. Guna lebih memahami
mengenai makna filsafat berikut ini akan dikemukakan definisi filsafat yang
dikemukakan oleh para akhli :
1. Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum
Masehi mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang
ada, serta pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 92


2. Aristoteles (382 – 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai
ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas
segala benda.
3. Cicero (106 – 43 S.M). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang
maha agung dan usaha-usaha mencapai hal tersebut.
4. Al Farabi (870 – 950 M). seorang Filsuf Muslim mendefinidikan Filsafat
sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya
yang sebenarnya.
5. Immanuel Kant (1724 – 1804). Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu
pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya
empat persoalan yaitu:
a. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c. Agama ( sampai dimanakah pengharapan kita)
d. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).
6. H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa
filsafat mengandung pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan
hal-hal yang khusus dan tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat –
hakekat baik dari dunia kita, maupun dari cara hidup yang seharusnya
kita selenggarakan di dunia ini.
7. Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy
mengemukakan beberapa pengertian filsafat yaitu :
a. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah
sikap terhadap kehidupan dan alam semesta).
b. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry
(Filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara
rasional)
c. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok
masalah)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 93


d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah
serangkaian sistem berfikir)
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa ada akhli yang
menekankan pada subtansi dari apa yang difikirkan dalam berfilsafat seperti
pendapat Plato dan pendapat Al Farabi, Aristoteles lebih menekankan pada
cakupan apa yang difikirkan dalam filsafat demikian juga Kant setelah
menyebutkan sifat filsafatnya itu sendiri sebagai ilmu pokok, sementara itu Cicero
disamping menekankan pada substansi juga pada upaya-upaya pencapaiannya.
Demikian juga H.C. Webb melihat filsafat sebagai upaya penyelidikan tentang
substansi yang baik sebagai suatu keharusan dalam hidup di dunia. Definisi yang
nampaknya lebih menyeluruh adalah yang dikemukakan oleh Titus, yang
menekankan pada dimensi-dimensi filsafat dari mulai sikap, metode berfikir,
substansi masalah, serta sistem berfikir.
Meskipun demikian, bila diperhatikan secara seksama, nampak pengertian-
pengertian tersebut lebih bersifat saling melengkapi, sehingga dapat dikatakan
bahwa berfilsafat berarti penyeledikan tentang Apanya, Bagaimananya, dan untuk
apanya, dalam konteks ciri-ciri berfikir filsafat, yang bila dikaitkan dengan
terminologi filsafat tercakup dalam ontologi (apanya), epistemologi
(bagaimananya), dan axiologi (untuk apanya). Bila dilihat dari aktivitasnya
filsafat merupakan suatu cara berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu.
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana syarat-syarat berfikir yang disebut berfilsafat
yaitu : a) Berfikir dengan teliti, dan b) Berfikir menurut aturan yang pasti. Dua
ciri tersebut menandakan berfikir yang insaf, dan berfikir yang demikianlah yang
disebut berfilsafat. Sementara itu Sidi Gazalba (1976) menyatakan bahwa ciri ber-
Filsafat atau berfikir Filsafat adalah : radikal, sistematik, dan universal. Radikal
bermakna berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya akar), tidak tanggung-
tanggung sampai dengan berbagai konsekwensinya dengan tidak terbelenggu oleh
berbagai pemikiran yang sudah diterima umum, Sistematik artinya berfikir secara
teratur dan logis dengan urutan-urutan yang rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan, Universal artinya berfikir secara menyeluruh tidak pada

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 94


bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas. Sementara itu Sudarto (1996)
menyatakan bahwa ciri-ciri berfikir Filsafat adalah :
a. Metodis : menggunakan metode, cara, yang lazim digunakan oleh
filsuf (akhli filsafat) dalam proses berfikir
b. Sistematis : berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam
suatu keseluruhan sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.
c. Koheren : diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu
yang bertentangan dan tersusun secara logis
d. Rasional : mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis
(sesuai dengan kaidah logika)
e. Komprehensif : berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut
(multidimensi).
f. Radikal : berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau
sampai pada tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya
g. Universal : muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada
realitas kehidupan manusia secara keseluruhan
Dengan demikian berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang
berfikir tapi berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin
dan mendalam. Pada dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini tidak serta
merta semua manusia menjadi Filsuf, sebab berfikir filsafat memerlukan latihan
dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan berfikir sehingga setiap
masalah/substansi mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai
kebenaran jawaban dengan cara yang benar sebagai manifestasi kecintaan pada
kebenaran.
Pada dasarnya filsafat atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan
terlepas dari kehidupan sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang
mungkin serta dapat difikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila selalu
dipertanyakan, difikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran. Louis Kattsoff
menyebutkan bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputi
segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia,
Langeveld (1955) menyatakan bahwa filsafat itu berpangkal pada pemikiran

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 95


keseluruhan serwa sekalian secara radikal dan menurut sistem, sementara itu
Mulder (1966) menjelaskan bahwa tiap-tiap manusia yang mulai berfikir tentang
diri sendiri dan tentang tempat-tempatnya dalam dunia akan menghadapi beberapa
persoalan yang begitu penting, sehingga persoalan-persoalan itu boleh diberi
nama persoalan-persoalan pokok yaitu : 1) Adakah Allah dan siapakan Allah
itu ?, 2) apa dan siapakah manusia ?, dan 3) Apakah hakekat dari segala
realitas, apakah maknanya, dan apakah intisarinya ?. Lebih jauh E.C. Ewing
dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy (1962) menyatakan bahwa
pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek filsafat)
ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of matter
and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan
waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism
(serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan)
Pendapat-pendapat tersebut di atas menggambarkan betapa luas dan
mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut
pandang nya terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan bahwa objek filsafat
adalah segala sesuatu yang maujud dalam sudut pandang dan kajian yang
mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para akhli membagi objek filsafat ke
dalam objek material dan obyek formal. Obyek material adalah objek yang secara
wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal
adalah objek yang menyangkut sudut pandang dalam melihat obyek material
tertentu. Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah
sarwa yang ada (segala sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat
dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam;
dan 3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari
keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat. Dengan demikian objek
material filsafat mengacu pada substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat
difikirkan oleh manusia, sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang
cara dan sifat berfikir terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek
formal filsafat mengacu pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan
objek material filsafat.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 96


adapun Bidang-bidang kajian/sistimatika filsafat antara lain adalah :
1. Ontologi. Bidang filsafat yang meneliti hakikat wujud/ada (on =
being/ada; logos = pemikiran/ ilmu/teori).
2. Epistemologi. Filsafat yang menyelidiki tentang sumber, syarat serta
proses terjadinya pengetahuan (episteme = pengetahuan/knowledge;
logos = ilmu/teori/pemikiran)
3. Axiologi. Bidang filsafat yang menelaah tentang hakikat nilai-nilai
(axios = value; logos = teori/ilmu/pemikiran)
Sementara itu menurut Gahral Adian, Pendekatan filsafat melalui
sistimatika dapat dilakukan dengan mengacu pada tiga
pernyataan yang dikemukakan oleh Immanuel Kant yaitu :
1. Apa yang dapat saya ketahui ?
2. Apa yang dapat saya harapkan ?
3. Apa yang dapat saya lakukan ?
ketiga pertanyaan tersebut menghasilkan tiga wilayah besar filsafat yaitu
wilayah pengetahuan, wilayah ada, dan wilayah nilai. Ketiga wilayah besar
tersebut kemudian dibagi lagi kedalam wilayah-wilayah bagian yang lebih
spesifik. Wilayah nilai mencakup nilai etika (kebaikan) dan nilai estetika
(keindahan), wilayah Ada dikelompokan ke dalam Ontologi dan Metafisika, dan
wilayah pengetahuan dibagi ke dalam empat wilayah yaitu filsafat Ilmu,
Epistemologi, Metodologi, dan Logika.
Hubungan filsafat-teori dan praktek dalam kehidupan khususnya dalam
administrasi pendidikan
Sebagaimana telah dikemukakan di atas nampak bahwa filsafat merupakat
suatu cara berfikir radikal dan menjadi dasar dari pengembangan ilmu karena
filsafat itu merupakan induk dari ilmu, sementara itu teori merupakan suatu yang
membentuk ilmu, sehingga teori itu merupakan suatu upaya untuk memehami
realitas yang ada dengan melihat hubungan-hubungan antar konsep. Menurut
Kerlinger dalam Bukunya Foundation of Behavioural Research mendefinisikan
teori sebagai a set of interrelated constructs (concepts), definition, and
proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relation

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 97


variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena. Dari
prngertian di atas nampak bahwa teori di dalamnya mengandung proposisi,
dimana proposisi itu sendiri banyak mengacu pada pemikiran filosofis berkaitan
dengan hakekat kenyataan, serta pemerolehan ilmu, selain itu teori juga
bermaksud untuk membantu menjelaskan serta memprediksi gejala-gejala, dan ini
berarti akan sangat membatu dalam praktek kehidupan, sehingga teori dapat
menjadi pemandu dalam melaksanakan kegiatan/praktek.
Menurut Wayne K Hoy dan Miskel dalam bukunya Educational
Administration fungsi teori adalah sebagai berikut :
The function of theory are :
 To explain
 To guide research
 To generate new knowledge
 And to guide practice
Dari penjelasan di atas nampak bahwa teori/ilmu dapat membentu dalam
mengarahkan tindakan, sementara filsafat merupakan fondasi bagi
berkembangnya ilmu/teori.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa filsafat merupakan fondasi ilmu
termasuk ilmu pendidikan, maka upaya melakukan pendidikan juga harus
mengacu pada landasan filosofisnya agar pendidikan berjalan menuju arah jang
jelas dan tepat.
Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan
masalah hidup dan kehidupan manusia, di mana pendidikan merupakan salah satu
aspek dari kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan
pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan membutuhkan filsafat. Hal ini Karena
masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan,
yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-
masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak terbatasi
oleh pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan yang faktual, yang tidak
memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik
sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 98


dan filsafat pendidikan. Tidak boleh buta terhadapnya. Seorang guru perlu
memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat dan filsafat pendidikan, karena
tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan
kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.
Pendidikan tidak dapat dimengerti sepenuhnya tanpa mengetahui tujuan akhirnya.
Tujuan akhir pendidikan perlu dipahami dalam kerangka hubungannya dengan
tujuan hidup tersebut, baik tujuan individu maupun tujuan kelompok. Guru
sebagai pribadi, memiliki tujuan dan pandangan hidupnya. Guru sebagai warga
masyarakat atau warga negara memiliki. tujuan hidup bersama.
Hubungan filsafat dengan pendidikan dapat kita ketahui, bahwa ftlsafat akan
menelaah suatu realitas dengan lebih luas, sesuai dengan ciri berpikir filsafat,
yaitu radikal, sistematis, dan universal. Filsafat akan membahas hakikat dunia dan
pandangan hidup secara radikal, sistematis, dan universal. Konsep tentang dunia
dan pandangan tentang tujuan hidup tersebut akan menjadi landasan dalam
menyusun tujuan pendidikan. Brubacher (1950), seorang guru besar dalam filsafat
pendidikan, mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan pendidikan -
dalam ha1 ini filsafat pendidikan-bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau
pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Bahkan John
Dewey berpandangan bahwa filsafat merupakan teori umum bagi pendidikan.
Untuk itu nampak jelas bahwa filsafat amat penting bagi pendidikan termasuk
dalam menyusun rencana pendidikan agar arah yang dituju benar dan sesuai
dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat
perkembangan flsafat pendidikan dalam perspektif sejarah dan implikasinya
terhadap pengelolaan pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya berkembang sejalan dengan kebutuhan
manusia akan pendidikan (homo educandum), pendidikan itu sendiri adalah
merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk itu,
Filosof pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh
tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan
seperti masalah ketuhanan, kemanusiaan, pengetahuan kealaman, dan
pengetahuan sosial. Filosof pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 99


kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran.
Menurut Kneller (1971), filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam
lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan pun berkembang
dari filsafat spekulatif, preskriptif, dan kemudian analitik. Filsafat pendidikan
dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia,
hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan
data-data sebagai hasil penelitian sains yang berbeda. Filsafat pendidikan
dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang
harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar
untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Pendidikan yang berdasarkan
Filsafat pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan
pernyataan-psrnyataan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas
yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan, dan menguji
bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain.
Berkaitan dengan pengelolaan pendidikan, jelas sekali bahwa bagaimana
mengelola pendidikan akan ditentukan oleh filsafat pendidikan yang dianutnya,
dalam arti pandangan-pandangan dasarnya atas segala sesuatu yang ada dalam
posisinya dengan kehidupan manusia. Ini berarti bahwa apabila filsafat
pendidikan yang dianut berubah, maka cara pengelolaanpun akan berubah pula,
sebab pandangan dasar merupakan penopang bagi kerja operasional, filsafat
pendidikan merupakan pandangan dasar dan pengelolaan merupakan aspek teknis
untuk memuluskan pencapai apa yang menjadi pandangan dasar dalam
pendidikan.
mazhab/aliran filsafat.
Kadang-kadang kita merasa aneh dengan banyaknya madzhab dan aliran
dalam filsafat. Rasa aneh itu ada karena tabiat manusia yang berpikir itu satu,
seperti halnya alam yang menjadi objek kajian dan bahasan filsafat yang juga
satu. Lalu mengapa para filsuf berbeda-beda dalam pemikirannya? Memang
benar bahwa manusia mempunyai tabiat (karakter) yang sama. Akan tetapi,
tabiat ini terdiri dari akal dan indera. Manusia memiliki indera yang
menghubungkannya dengan dunia luar dan memindahkan berbagai kesan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 100


inderawi dari alam tersebut, serta untuk kemudian kesan-kesan itu ia
sampaikan ke pusat-pusat syaraf tertentu, sehingga persepsi orang bisa berbeda
atas suatu masalah. Kondisi ini menunjukan bahwa perbedaan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari. Dalam kaitannya dengan filsafat para akhli
membagi mazhab/aliran filsafat ke dalam dua mazhab besar, dan belakangan
bertambah lagi satu mazhab yang merupakan upaya untuk mengkompromikan
kedua aliran tersebut, adapun mazhab tersebut adalah
 Mazhab Rasionalisme
 Mazhab Empirisme
 Mazhab Realisme/Kritisisme
 Madzhab Rasionalisme
Para filsuf rasionalisme adalah mereka yang: pertama, mengatakan bahwa
kekuatan akal pada diri manusia -yang dalam pandangan mereka merupakan
suatu kekuatan instinktif- adalah sumber dari semua ilmu yang hakiki, atau
merupakan sumber dari dua sifat dari ciri ilmu hakiki secara khusus, yaitu:
urgensitas (dharurah) dan kebenaran mutlak (al-.rhidq al- .muthlaq). Kedua,
berkaitan dengan alam kosmik, para penganut madzhab rasionalisme menerima
adanya wujud spiritual atau rasio yang merupakan asal usul dari segala entitas.
Madzhab rasionalisme ini mempunyai paling terkenal, yakni Plato untuk masa
klasik, serta Descartes dan Leibniz untuk masa modern.
Plato berpendapat bahwa wujud hakiki adalah alam idea, atau alam rasional.
Descartes membagi wujud (being) kepada dua macam, yakni substansi ber-
pikir, yaitu spirit-spirit dan substansi yang terdapat di dunia ruang, yaitu tubuh.
Adapun Leibniz menggagas konsep substansis substansi spirituil yang
dianggap sebagai unsur-unsur utama dalam susunan alam. Berkaitan dengan
pengetahuan. Plato berpendapat bahwa Pengetahuan tentang hakikat-hakikat
rasional (ide) hanya terrwujud lewat akal. Adapun Descartes berpendapat
bahwa pengetahuan bersifat rasional-alami. Descartes menganggap akal sebagai
hakim (penentu) dari apa yang disaksikan oleh indera, karena pengetahuan kita
adalah pengetahuan tentang substansi-substansi yang diketahui oleh akal.
Selanjutnya, Leibniz menjelaskan penilaiannya terhadap pengetahuan rasional-

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 101


alami (fitri), namun ia menganggapnya murni sebagai kesiapan-kesiapan
tersembunyi yang perlu disadari oleh indera. Begitulah ia memadukan antara
pendapat Descartes dan Locke yang akhirnya menyerupai pendapat Plato.
 Madzhab Empirisme
Para penganut madzhab ini menolak teori ide-ide natural yang dikemukakan
oleh para penganut madzhab rasionalisme. Penganut madzhab empirisme
mengembalikan pengetahuan dengan semua bentuknya kepada pengalaman
inderawi. Orientasi ini mendorong mereka untuk secara serius memperhatikan
peristiwa-peristiwa nyata. Seluruh penganut madzhab empirisme menolak ide-
ide instinktif. Pada dasarnya, mereka mengembalikan pengetahuan pada
sensasi atau persepsi. Tetapi, Aristoteles berpendapat bahwa ilmu hakiki
adalah ilmu pengetahuan tentang yang universal dan esensial, ia diikuti Bacon
dalam keinginannya untuk pencapaian hukum-hukum umum dalam
menafsirkan alam. Locke terpengaruh oleh orientasi ini dan la mengakui
sebagian makna universal dan ide-ide metafisik, seperti substansi dan jiwa.
Adapun Hume dan Mills telah mempersempit kerja jiwa dan akal, sehingga
karenanya kedua orang itu membatasi pengetahuan pada sensasi saja.
Berkenaan dengan madzhab empirisme, kita memahami bahwa Aritoteles
menjelaskan metode induksi dan ia cenderung mengkaji analogi. Kekurangan
ini disempurnakan Bacon, dimana ia memaparkan induksi ilmiah secara
terperinci, namun penerapan metodenya menampakkan beberapa kekurangan,
maka hal itu kemudian disempurnakan oleh John Stuart Mills.
Wujud alam luar diakui oleh kaum empirisme sebagai sumber bagi
berbagai sensasi. Inilah yang kita temukan pada Aristoteles, Bacon serta John
Locke. Namun, Hume yang datang sesudahnya mempersempit kerja akal serta
mengingkari wujud jiwa, sehingga pengetahuan didasarkan pada sensasi dan
persepsi yang berubah-ubah. la juga mengingkari adanya substansi materiil
dalam alam luar.
 Madzhab Kritisisme
Madzhab Kritisisme yang diusung oleh Immanuel Kant mencoba
menggabungkan kedua aliran itu dan menggariskan satu filsafat yang menengahi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 102


akal dan pengalaman inderawi. Filsafat ini tidak murni rasional dan juga tidak
murni empirik, namun menggabungkan antara unsur-unsur dari kedua aliran.
Kritik adalah salah satu cara untuk memverifikasi berbagai pendapat dan
membebaskan berbagai pemikiran dari keyakinan sebagai pemikiran-pemikiran
yang ajeg (mantap tak berubah). Ini menuntut observasi cermat serta kesadaran
sempurna yang memungkinkan untuk mengetahui sesuatu yang terselubung dan
menjelaskan yang samar. Kritik juga merupakan satu jenis analisa, dimana
seorang pengkritik akan menganalisa satu konsep (ide) atau ungkapan untuk
menjelaskan kebenaran dan kesalahan yang ada padanya. Inilah yang hendak
dicapai oleh madzhab Kritisisme Kant, ketika la mengkritisi madzhab-madzhab
terdahulu (Rasionalisme dan Empirisme) dan menjelaskan kekurangan-
kekurangan yang ada padanya. Kant juga memberikan batasan- batasan tentang
akal manusia. Kant tidak menciptakan metode kritik dari tiada, namun ia telah
didahului oleh banyak pemikir dari kalangan filsuf, sejarawan dan sastrawan.
Kita menemukan Aristoteles sejak zaman kuno telah mengkritik pendapat-
pendapat para filsuf sebelumnya, sehingga terkenalah ungkapannya: "Aku
mencintai Plato, tapi aku lebih mencintai kebenaran".
Sebagaimana diketahui bahwa filsafat merupakan induk ilmu-ilmu, ini
juga jelas berlaku bagi ilmu administrasi pendidikan, dalam tatarn ini apa yang
terjadi dalam perkembangan administrasi juga tidak bisa lepas dari pengaruh
filsafat. Menurut Cecil G. Miskel (2001), dalam melihat organisasi dalam konteks
administrasi pendidikan terdapat tiga perspektif yaitu :
1. perspektif sistem rasional
2. perspektif sistem natural, dan
3. perspektif sistem terbuka
perspektif sistem rsional menekankan pada struktur organisasi dalam pencapaian
tujuan secara efisien, perspektif sistem natural menekankan pada hubungan
manusia dalam mengelola organisasi, sedangkan perspektif sistem terbuka
merupakan upaya menggabungkan kedua pandangan tersebut .
Bila melihat perspektif di atas, nampaknya perspektif sistem rasional lebih
dipengaruhi oleh faham empirisme, dimana upaya memperbaiki organisasi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 103


melalui aplikasi manajemen/administrasi lebih ditekankan pada aspek-aspek nyata
lingkungan empiris, dengan anggapat bahwa bila struktur berubah maka proses
kerja dalam organisasi akan berjalan efisien. Sementara itu faham rasionalisme
nampak lebih berpengaruh pada perspektif sistem alam/natural, dimana perubahan
organisasi akan terjadi bila cara berfikir manusia berubah sehingga upaya
menjalin hubungan dengan manusia untuk menumbuhkan pemahaman menjadi
hal utama dalam konteks tersebut. Sementara perspektif sistem terbuka yang
merupakan sintesi dari keduanya cenderung dipengaruhi oleh nazhab kritisisme
sebagai faham gabungan antara rasionalisme dan empirisme.
Makna filsafat manajemen/administrasi
Secara umum filsafat manajemen adalah aplikasi cara berfikir filosofis atas
bidang ilmu manajemen, filsafat manajemen mengkaji atau melihat manajemen
dalam konteks menyeluruh dan radikal, ini berkaitan dengan aspek ontologi,
epistemologi serta aksiologi. Menurut G.R Terry Manajemen diartikan sebaga
getting thing done by other people, artinya bagaimana sesuatu dapat dikerjakan
oleh orang lain. Ini berarti bahwa pandangan atas manusia menjadi hal yang
utama, dalam konteks ini prinsip apa yang bisa menjadikan semua itu berjalan,
apakah manusia mekhluk yang pemalas seperti teori X, atau sebagai makhluk
yang rajin teori Y dari McGregor, hal ini jelas berkaitan dengan pandangan
tentang manusia, karakteristik, sifat serta kemungkinan-kemungkinannya dalam
melaksanakan suatu kegiatan manajemen.
Selain itu filsafat manajemen juga perlu mengkaji berkaitan dengan
aplikasinya dalam kehidupan masyarakat, apakah manajemen merupakan ilmu
yang bisa diterapkan tanpa melihat konteks atau perlu mempertimbangkan
berbagai nilai yang berkembang, ini jelas berkaitan dengan aksiologi dari
manajemen, oleh karena itu filsafat manajemen merupakan kajian komprehensif
tentang manajemen berkaitan dengan asumsi dasarnya serta pemanfaatannya,
disampin prinsip-prinsipnya dalam konteks universal dan radikal. Oleh karena itu
filsafat manajemen tidak membicarakan hal-hal teknis berkaitan dengan
operasionalisasi manajemen dalam prakteknya namun memberikan gambaran

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 104


tentang posisi manajemen dalam konteks kehidupan manusia secara
komprehensif.
evolusi pemikiran manajemen dari masa ke masa
Menurut Sergivani (1987), dilihat dari konsernnya,
administrasi/manajemen terdapat beberapa aliran utama Major Strands of Thought
in Administration, yaitu:
a. Concern for efficiency
b. Concern for person
c. Concern for politics and decision making
d. Concern for culture
Konsern pada efisiensi merupakan pemikiran manajemen yang
dinisbahkan pada manajemen ilmiah dari Taylor, pemikiran ini berkembang
antara 1900 an sampai tahun 1930. pemikiran ini menitik beratkan pada upaya
untuk melaksanakan manajemen dengan hasil yang dapat menumbuhkan efisiensi,
dalam hal ini pembagian kerja menjadi salah satu cara utama untuk mencapainya
Konsern pada orang berkembang muali tahun 1930 sampai tahun 1960an
dengan tokohnya seperti Elton Mayo. Dalam pemikiran aliran ini dalam
manajemen hal paling utama untuk diperhatikan adalah bagaimana menumbuhkan
motivasi serta penciptaan kepuasan kerja bagi pekerja agar mau melakukan
pekerjaan dengan baik, dalam hubungan ini human relation menjadi salah satu
faktor penting dalam menjalankan organisasi
Konsern pada politik dan pembuatan keputusan. Pemikiran yang mengacu
pada konsern ini melihat organisasi/manajemen sebagai tempat dimana berbagai
kepentingan saling berusaha untuk mempengaruhi jalannya organisasi, oleh
karena itu hal yang perlu diperhatikan oleh manajer adalah bagaimana
menyeimbangkan kekuatan/power tersebut untuk dicapai suatu keputusan yang
tepat bagi kepentingan organisasi, dengan menggunakan berbagai cara untuk
mampu melakukan pengaruh pada berbagai fihak (Power and Influence)
Menurut Sergiovani, pada tahun 1980an, konsern pada budaya
berkembang, pandangan dari konsern ini adalah bahwa suatu organisasi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 105


merupakan suatu sistem sosial dan budaya dimana di dalamnya terdapat berbagai
kaidah/nilai yang menjadi dasar bagi bekerjanya organisasi
Berbagai pemikiran yang dikemukakan di atas berimplikasi pada
bagaimana manajemen dalam organisasi dijalankan, konsern pada efisiensi akan
berakibat pada pengelolaan organisasi yang mekanistik, dimana dimensi struktur
dan pembagian kerja menjadi bidang yang mendapat perhatian utama, dalam
kaitan ini penggunaan teknologi yang dapat menggantikan manusia dapat menjadi
pilihan penting dalam rang meningkatkan efisiensi. Sementara pada pemikiran
yang konsernnya pada manusia, masalah motivasi, komitmen, kepuasan kerja
serta berbagai aspek yang berkaitan dengan karakteristik manusia akan menjadi
dasar dalam melakukan kebijakan organisasi serta memandu bagaimana manajer
harus berperan dengan lebih memperhatikan pendekanan manusia dalam
menentukan berbagai aktivitas organisasi, agar pegawai akan terus termotivasi
dalam melaksanakan tugasnya.
Implikasi dari pemikran yang konsernnya pada politik dan pembuatan
keputusan akan mendorong kebijakan manajemen pada upaya untuk
menggunakan kekuasaan dan pengaruh dalam menggerakan organisasi, sehingga
berbagai kepentingan dapat terakomodasi dan konflik tidak memberi dampak
negatif bagi organisasi. Sementara itu konsern pada budaya akan mendorong
organisasi dan manajemen untuk menciptakan budaya organisasi yang kondusif
bagi pencapaian tujuan organisasi.
Dalam kenyataan dewasa ini semua konsern tersebut mendapat perhatian
dalam kajian manajemen dan organisasi, seperti terlihat dalam kajian Prilaku
organisasi, karena pada dasarnya organisasi apapun pada dasarnya merupakan
interaksi antara individu/person dengan institusi atau antara struktur dan kultur,
sehingga baik dimensi institusi maupun manusia menempati posisi penting dalam
organisasi, dan prosesnya memerlukan hubungan manusia serta perlunya
kekuasaan yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dalam organisasi.
pembaharuan pendidikan
Menurut UU Sisdiknas No 20 th 2003 pendidikan diartikan sebagai berikut

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 106


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas No
20 Tahun 2003)
Bila melihat pengertian pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas
nampaknya cukup komprehensif (meski masih dapat dan perlu dikritisi) dan perlu
dijadikan dasar bagi kajian tentang pendidikan di Indonesia, di mana pendidikan
mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
1. usaha sadar dan terencana
2. perwujudan suasana belajar dan proses pembelajaran
3. pengembangan protensi peserta didik
4. mencapapai kekuatan spiritual keagamaan
5. pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan
6. untuk kepentingan dirinya, masyarakat bangsa dan negara
bila dibagankan akan nampak sebagai berikut

Perencanaan

Suasana belajar
Dimensi Proses

Proses pembelajaran

Dimensi Tujuan
Pengembangan potensi

spiritual keagamaan pengendalian diri kepribadian

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 107


Akhlak Mulia Keterampilan

Peserta Didik - Masyarakat - Bangsa - Negara


Memang dalam aplikasinya pemaknaan pendidikan lebih

Namun demikian dalam aplikasinya pemaknaan pendidikan lebih


berkecenderungan pada dimensi pengajaran atau pembelajaran yang secara
pragmatis lebih dipersempit lagi pada aktivitas pembelajaran/pengajaran yang
terjadi pada lembaga seperti sekolah atau bentuk lain yang setara, bahkan
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh beberapa nilai bidang studi yang
ditentukan. Keadaan ini memang cukup memprihatinkan, ditambah lagi
kecenderungan yang makin menguat bahwa manajemen pendidikan dalam tataran
nasional, regional ataupun lokal lebih menitik beratkan pada pendidikan
persekolahan/pendidikan formal, ditambah sedikit pendidikan non formal, tapi
tidak/kurang memperhatikan pendidikan informal meskipun di dalam UU
Sisdiknas diakui sebagai salah satu jalur pendidikan.
Kondisi ini jelas berkaitan juga dengan kajian ilmu pendidikan yang lebih
banyak berbicara tentang schooling, dan inilah yang oleh Mochtar Buchori
(1994a) sebagai krisis dalam ilmu pendidikan di Indonesia, Apresiasi yang lebih
tinggi pada pendidikan formal/persekolahan merupakan suatu gejala yang telah
lama terjadi di masyarakat, kondisi ini berakibat pada makin dominannya
perhatian pada sekolah/pendidikan formal, sehingga perkembangan Ilmu
Pendidikan pun banyak memberikan porsi kajian akademisnya pada pendidikan
formal/sekolah. Kurangnya apresiasi. Ketergantungan yang makin tinggi pada
persekolahan berakibat pada kurangnya penghargaan pada pendidikan di luar
sekolah (nonformal dan informal), sebagaimana dikemukakan oleh T.R Batten
(Surjadi, 1974:17), bahwa umumnya masyarakat kurang menghargai pendidikan
masyarakat yang diselenggarakan secara lokal, hal ini tidak lain karena makin
tumbuhnya ketergantungan masyarakat pada lembaga pendidikan
sekolah/pendidikan formal.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 108


Namun demikian, Semenjak awal tahun 1970-an Institut Pendidikan
UNESCO telah memusatkan perhatiannya pada masalah pendidikan sepanjang
hayat (Cropley,tt.ix), kondisi ini sebenarnya merupakan suatu upaya untuk
melihat pendidikan secara komprehensif, tidak hanya berfokus pada pendidikan
formal, sebab meskipun dalam proses pendidikan di sekolah tiga aspek, kognitif,
afektif, dan psikomotor menjadi perhatian, namun dalam pelaksanaannya aspek
kognitif lebih menempati posisi sentral dalam melihat keberhasilan suatu proses
pendidikan, sehingga aspek lain seperti moral dan etika cenderung kurang/tidak
dipergunakan sebagai dasar utama dalam menentukan keberhasilan output
pendidikan, padahal pendidikan itu pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari
budaya atau keseluruhan hidup manusia dengan berbagai dimensinya yang sangat
kompleks, sehingga mereduksi pendidikan hanya pada dimensi tertentu akan
cenderung membawa pada fragmentasi kehidupan. Hal ini sejalan dengan Tilaar
(2004 : 54) yang berpendapat bahwa pendidikan tidak dibatasi sebagai schooling,
sebab pendidikan ternyata tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan hidup
masyarakat, atau dengan kata lain merupakan sebagian dari kebudayaan.
Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memahami pendidikan dalam
artinya yang komprehensif, sebab pandangan yang terlalu terfokus pada jalur
pendidikan formal akan mengakibatkan institusi pendidikan lain seperti keluarga
dan masyarakat tidak dapat berkembang dengan baik, dan ini akan berakibat pada
mandegnya kelembagaan pendidikan. Dalam kaitan ini redefinisi pendidikan
mutlak dilakukan guna memberikan cakupan yang lebih luas, dan jika ini dapat
dilakukan maka pendidikan akan terus berkembang dengan dukungan seluruh
lapisan masyarakat dalam berbagai kegiatannya dalam masyarakat.
KONSEP ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Administrasi dapat diartikan suatu proses dari berbagai kegiatan yang dilakukan
secara menyeluruh dalam berbagai usaha yang tujuannya adalah untuk mencapai
hasil yang optimal. Engkoswara (1990) menyatakan bahwa ruang lingkup
administrasi atau manajemen pendidikan (selanjutnya disebut sebagai manajemen
pendidikan), meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk
mencapai produktivitas tujuan pendidikan. Fakry Gaffar (1994) menganggap

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 109


manajemen pendidikan sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik dan
komprehensif untuk mewujudkan pendidikan nasional. Terdapat dua pengertian
yang terkandung dalam konsep manajemen pendidikan nasional, yaitu sebagai
upaya untuk mencapai tujuan nasional yang terkoordinasikan secara sistemik dan
sistematik dan sebagai usaha berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pakar lain menyatakan bahwa manajemen pendidikan ialah aktivitas
memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya (Made Pidarta,
Dikutip Subagio Atmodiwirio, 2000). Dengan maksud yang sama
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, mendefinisikan bahwa:
“Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan,
pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan,
sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan,
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan
kebangsaan” (Biro Perencanaan Depdikbud, 1993:4)

Dalam lingkup mikro Hastrop (1975) mendefinisikan bahwa


manajemen pendidikan ialah "upaya seseorang untuk mengerahkan dan
memberi kesempatan kepada orang lain untuk melaksanakan pekerjaan
secara efektif, dan menerima pertanggung jawaban pribadi untuk,
mencapai pengukuran hasil yang ditetapkan”. Teori Getzel & Guba yang
kemudian diperluas oleh Thelen (1960) tentang administrasi pendidikan,
menjelaskan bahwa adminsitrasi sebagai proses sosio kultural dalam mana
perilaku dilihat sebagai fungsi-fungsi dari dimensi " nomotetis " (yang
didorong untuk mencapai tujuan kelompok, organisasi, atau institusi) dan
sebagai fungsi dari dimensi "ideografis" (yang didorong oleh kebutuhan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 110


individual) dari suatu sistem sosial (Sutisna, 1993). Getzel memandang
administrasi sebagai interaksi antara atasan dan bawahan didalam suatu
sistem sosial. Interaksi antar pribadi atau sosial inilah yang merupakan
faktor yang menentukan dalam administrasi sebagai suatu sistem sosial.
Sementara itu, menurut Wilson (1966) yang dikutip S. Atmodiwirio
(2000) mengartikan manajemen/administrasi pendidikan sebagai :
"koordinasi kekuatan yang diperlukan agar pengajaran yang baik bagi anak
dalam organisasi sekolah tersusun dalam perincian terutama untuk mencapai
tujuantujuan unit pelajaran dan untuk meyakinkan bahwa apa yang dicapai
adalah tepat "
Dalam pengertian yang lebih bersifat operasional, manajemen pendidikan
lebih ditekankan pada upaya seseorang pemimpin dalam menggerakkan
bawahan mengelola sumber daya yang selalu terbatas, untuk mencapai
tujuan pendidikan secara efisien dan efektif.
Definisi-definisi administrasi dan manajemen pendidikan yang disebutkan
di atas mengandung pengertian yang hampir sama, oleh karena itu secara umum
dapat dikemukakan bahwa administrasi/manajemen pendidikan ialah suatu cabang
ilmu yang mempelajari penataan sumber daya manusia, kurikulum atau sumber
belajar yang telah disepakati, sehingga dapat dicapai suatu tujuan secara optimal
dan tercipta suasana yang harmonis dalam proses pencapaiannya dengan usaha
yang efektif dan efisien. Atau bisa juga diartikan sebagai suatu keseluruhan proses
kerjasama dalam mendayagunakan semua sumber daya secara efektif, efisien, dan
produktif dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan pemahaman seperti itu,
maka Manajemen pendidikan adalah pengelolan institusi pendidikan tinggi
seperti akademi, sekolah tinggi, politeknik, universitas, yang meliputi :
peserta didik atau mahasiswa, dosen dan pembimbing dan tenaga akademik
lainnya, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan yang dimaksudkan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Dalam berbagai definisi manajemen pendidikan, selain penekanan pada
pencapaian fungsi-fungsi manajemen, dan hasil yang dapat diukur, maka
tujuan harus dirumuskan dengan suatu kriteria yang dapat diukur sehingga

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 111


jelas perbandingannya antara yang direncanakan dan yang dicapai.
Manajemen memerlukan suatu standar sebagai alat pengukur atau dihitung
keberhasilannya . Oleh karena itu maka administrasi pendidikan dapat
difahami sebagai proses pengkoordinasian, menyertakan orang banyak, dan
mengggunakan alat. Proses itu berkaitan dengan fungsi pembuatan
keputusan, perencanaan, kepemimpinan, pengkoordinasian, dan
pengendalian yang dilakukan dalam bidangpenyelenggaraan pendidikan.
MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
Konsep Kualitas/mutu
Kualitas telah menjadi isu kritis dalam persaingan modern dewasa ini,
dan hal itu telah menjadi beban tugas bagi para manager menengah. Dalam
tataran abstrak kualitas telah didefinisikan oleh dua pakar penting bidang
kualitas yaitu Joseph Juran dan Edward Deming. Mereka berdua telah berhasil
menjadikan kualitas sebagai mindset yang berkembang terus dalam kajian
managemen, khususnya managemen kualitas.
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness
for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa
yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna, lebih jauh Juran
mengemukakan lima dimensi kualitas yaitu :
a. Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk
b. Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain
dengan penyampaian produk aktual
c. Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan,
serta ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk
digunakan
d. Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen
e. Guna praktis (field use) , kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan
pada penggunaannya oleh konsumen.
Tokoh lain yang mengembangkan managemen kualitas adalah Edward
Deming. Menurut Deming meskipun kualitas mencakup kesesuaian atribut
produk dengan tuntutan konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 112


Menurut Deming terdapat empatbelas poin penting yang dapat
membawa/membantu manager mencapai perbaikan dalam kualitas yaitu :
1. Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
2. Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima
3. Berhenti tergantung pada inspeksi missal
4. Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
5. Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
6. Melembagakan metode pelatihan kerja modern
7. Melembagakan kepemimpinan
8. Menghilangkan rintangan antar departemen
9. Hilangkan ketakutan
10. Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
11. Hilangkan managemen berdasarkan sasaran
12. Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman
13. Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
14. Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat
melaksanakan transformasi seperti dalam poin-poin di atas.
Dengan memperhatikan pendapat dua tokoh kualitas di atas, nampak bahwa
mereka menawarkan beberapa pandangan yang penting dalam bidang kualitas,
pada intinya dapat difahami bahwa semua yang berkaitan dengan managemen
kualitas atau perbaikan kualis yang diperlukan adalah penerapan pengetahuan
dalam upaya meningkatkan/mengembangkan kualitas produk atau jasa secara
berkesinambungan.
Sementara itu David A Garvin mengemukakan delapan dimensi atau
kategoro kritis dari kualitas yaitu :
 Performance (Kinerja). Karakteristik kinerja utama produk.
 Feature (profil). Aspek sekunder dari kinerja, atau kinerja tambahan
dari suatu produk
 Reliability (kedapat dipercayaan). Kemungkinan produk malfungsi,
atau tidak berfungsi dengan baik, dalam konteks ini produk/jasa
dapat dipercaya dalam menjalankan fungsingan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 113


 Conformance (kesesuaian). Kesesuaianatau cocok dengan
keinginan/kebutuhan konsumen
 Durability (Daya tahan). Daya tahan produk/masa hidup produk
baik secara ekonomis maupun teknis
 Serviceability (kepelayanan), kecepatan, kesopanan, kompetensi,
mudah diperbaiki
 Aesthetics (keindahan). Keindahan produk, dalam desain, rasa,
suara atau bau dari produk, dan ini bersifat subjektif
 Perceived quality (kualitas yang dipersepsi). Kualitas dalam
pandagan pelanggan/konsumen
Selain itu Banyak pakar lain yang mencoba mendefinisikan kualitas
berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut (Fandy Tjiptono. 2003:3)
 Performance to the standard expected by the customer
 Meeting the customer's needs the first time and every time
 Providing our customers with products and services that consistently
meet their needs and expectations.
 Doing the right thing right the first time, always striving for
improvement, and always satisfying the customer
 A pragmatic system of continual improvement, a way to successfully
organize man and machines
 The meaning of excellence
 The unyielding and continuing effort by everyone in an organization to
understand, meet, and exceed the needs of its customers
 The best product that you can produce with the materials that you have
to work with
 Continuous good product which a customer can trust
 Not only satisfying customers, but delighting them, innovating,
creating.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 114


Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara
universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam
elemen-elemen sebagai berikut:
 Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
 Kualitas mencakup produk, ;jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
 Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa Yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang).
Konsep Penjaminan Kualitas/mutu (quality assurance)
Penjaminan kualitas adalah seluruh rencana dan lndakan sistematis
yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk
memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut
merupakan refleksi dari kebutuhan pelanggan. Penjaminan kualitas biasanya
membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan biasanya digunakan sebagai
alat bagi manajemen. Menurut Gryna (1988), penjaminan kualitas merupakan
kegiatan untuk memberikan bukti-bukti untuk membangun kepercayaan bahwa
kualitas dapat berfungsi secara efektif (Pike dan Barnes, 1996).
Sementara itu Cartin (1999:312) memberikan definisi penjaminan
kualitas sebagai berikut : Quality Assurance is all planned and systematic
activities implemented within the the quality system that can be demonstrated to
provide confidence that a product or service will fulfill requirements for quality
Tujuan Penjaminan Kualitas/mutu
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal
maupun eksternal organisasi. Menurut Yorke (1997), tujuan penjaminan
(Assurance) terhadap kualitas tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan ber-
kesinambungan melalui praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.
2. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau
bantuan lain dari lembaga yang kuat clan dapat dipercaya.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 115


3. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara
konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai
dengan standar pesaing.
4. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality
assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di
dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing.
Penjaminan kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk
kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme
penjaminan kualitas yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan
bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran.
Berkaitan dengan penjaminan kualitas, Stebbing dalam Dorothea E.
Wahyuni (2003) menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas
sebagai berikut :
 Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi.
Meskipun program penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup
pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut
hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara
menyeluruh.
 Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa.
Dengan kata lain, departemen pengendali kualitas tidak harus
bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan
oleh orang lain.
 Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian
perancangan. Dengan kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan
murupakan keputusan bidang perancangan atau teknik, tetapi
membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab dalam pengambilan
keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam perancangan.
 Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya vang sangat
besar. Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan
penjaminan kualitas bukan pernborosan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 116


 Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatm pengendalian melalui
prosedur secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan dalam
efisiensi, produktivitns, dan profitabilitas.
 Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru
akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap
waktu (do it right the first time and every time).
 Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk mencapai biaya yang
efektif, membantu meningkatkan produktivitas.
Perkembangan konsep Kualitas/mutu
Mutu merupakan konsep yang terus mengalami perkembangan dalam
pemaknaannya, menurut Garvin perspektif tentang Konsep mutu mengalami
evolusi sebagai berikut, dia mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif
kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan
dalam seni musik, drama, seni tari, dan seni rupa. Selain itu perusahaan dapat
mempromosikan produknya dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat
berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan
wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-
lain. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu
perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar
manajemen kualitas.
2. Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang
dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3. User-based Approach

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 117


Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang
yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi
seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas
paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga
menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-
praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas
sebagai sama dengan persyaratannya (conformance to requirements). Dalam
sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven.
Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan
secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan
produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah
standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang
menggunakannya. Dalam konteks ini konsumen dipandang sebagai fihak
yang harus menerima standar-standar yang ditetapkan oleh produsen atau
penghasil produk
5. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai "affordable excellence". Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk
yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa
yang paling tepat dibeli (best-buy).
Konsep Standar Manajemen Mutu
Secara sederhana manajeman mutu dapat diartikan sebagai aktivitas
manajemen untuk mengelola mutu, menurut Gasperz (1997), manajemen kualitas
dapat dikatakan sebagai aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang
menentukan kebijakan kualitas, tujuan, tanggungjawab, serta meng-

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 118


implementasikannya melalui alat-alat manajemen kualitas, seperti peencanaan
kualitas, pengendalian kualitas, penjaminan kualitas, dan peningkatan kualitas.
Pengertian di atas menggambarkan bahwa manajemen kualitas berkaitan
dengan seluruh kegiatan manajemen dalam rangka mengelola kualitas. Dalam
perkembangannya dewasa ini manajemen kualitas telah banyak diterapkan dalam
seluruh aspek dari suatu organisasi, sehingga pengelolaan kualitas bersifat total
dan terpadu, oleh karena itu TQM telah menjadi sistim manajemen yang berkaitan
dengan upaya untuk terus meningkatkan kualitas dalam berbagai tahap, bagian
dan bidang-bidang dalam organisasi.
Total Quality Management diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari
perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas,
teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa
dalam Pawitra, 1993, p. 135). Definisi lainnya menyatakan bahwa TQM
merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha
dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi (Santosa, 1992, p. 33). Untuk memudahkan pemahamannya (Fandi
Tjiptono.2003), pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek. Aspek
pertama menguraikan apa TQM itu dan aspek kedua membahas bagaimana
mencapainya.
Total quality management merupakan suatu pendekatan dalam
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungannya.
Total quality approach hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik
TQM berikut ini:
 Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
 Memiliki obsesi yang tunggi terhadap kualitas.
 Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah.
 Memiliki komitmen jangka panjang.
 Membutuhkan kerjasama tim

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 119


 Memperbaiki proses secara berkesinambungan
 Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
 Memberikan kebebasan yang terkendali
 Memiliki kesatuan tujuan
 Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Alat Statistik dalam Penjaminan Mutu
Sebagaimana diketahui bahwa penggunaan statistik dalam mengendalikan
kualitas terutama untuk mengurangi variabilitas telah mendapat perhatian dari
para pakar kualitas dan sangat bermanfaat dalam mengimplementasikan TQM,
oleh karena itu pemahaman statistik menjadi penting bagi para pimpinan
organisasi dalam rangka melaksanakan TQM. Statistik merupakan cabang dari
matematikan, statistik dapat membantu mendeskripsikan secara kuantitatif dari
suatu proses atau hasil produksi, konsep-konsep penting dalam kaitan ini adalah
nilai rata-rata, modus, Median sebagai ukuran gejala pemusatan, serta range,
varians, serta standar deviasi untuk melihat variabilitas, disamping itu pemahaman
tentang distribusi normal dan prinsip-priinsipnya juga akan sangat membantu
dalam penggunaan statistik bagi pelaksanaan managemen kualitas total. Untuk
menjaga agar proses perbaikan dilaksanakan secara berkesinambungan, harus
dikumpulkan data statistik untuk dianalisa atas dasar proses yang sedang berjalan,
dengan memberi perhatian terhadap proses kerja yang bervariasi. Alasan yang ada
dibalik semua variasi itu harus pula diperhatikan, sebab setiap variasi yang berbeda
akan memerlukan strategi yang berbeda pula. Metode kontrol statistik digunakan
untuk mengurangi perbaikan hasil kerja, mengurangi limbah dan waktu proses,
serta untuk mengukur sejauh mana perusahaan telah berhasil memuaskan
pelanggan. Dengan adanya data dengan alat statistik, berarti Pendekatan fakta telah
dilakukan pada pengambilan keputusan. Keputusan yang efektif didasarkan pada
analisis data dan informasi. Pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan
pendapat (judgment) atau informasi lisan yang seringkali menimbulkan bias.
Manajemen hendaknya membangun kebiasaan menggunakan fakta dan hasil
analisis sebelum melakukan pengambilan keputusan. Fakta dapat diperoleh dengan
wawancara, kuesioner, jajag pendapat, pengujian, analisis statistik, dan lain-lain

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 120


yang memberikan hasil yang obyektif. Pendekatan fakta dalam pengambilan
keputusan akan mengurangi timbulnya kesalahan. Dalam organisasi yang
melaksanakan manajemen mutu, segala keputusan harus didasarkan pada data pasti
yang paling memungkinkan. Statistik pengendalian proses penting sekali clan harus
dipakai agar organisasi bisa secara sistimatis mengukur tingkat keadaan apakah
sasaran pencapaian dan hasil (output) telah berhasil memuaskan pelanggan atau
belum. Penilaian haruslah didasarkan pada data yang seobjektif mungkin. Adapun
alat statistik pengendalian mutu yang dapat digunakan, dan dikembangkan beberapa
teknik yang secara umum telah banyak dipakai dalam rangka pengendalian mutu
mencakup Tujuh alat pengendali mutu (seven tools for quality control, 7T) dikenal
juga dengan nama Ishikawa's basic tools of quality karena dipopulerkan oleh Kaoru
Ishikawa, terdiri atas:
 Checksheet
 Histogram
 Diagram pareto
 Diagram sebab dan akibat
 Diagram pencar
 Bagan aliran
 Bagan kendali
Sementara itu alat pengendalian kualitas lainnya adalah tujuh alat baru untuk
peningkatan mutu (the seven new tools for improvement, N7), dikembangkan oleh
Japanese Society for Quality Control Technique Development, merupakan
pelengkap dari tujuh alat untuk pengendalian mutu. Ketujuh alat baru tersebut,
terdiri atas:
 Diagram afinitas. Diagram afinitas dipergunakan untuk mengembangkan ide
yang terkait dengan suatu isu/kasus, kemudian mengelompokkan ide-ide tersebut
secara hirarki membentuk suatu diagram. Pembuatan diagram ini melibatkan
beberapa orang. Diagram afinitas berbentuk pernyataan isu, sub-isu, dan
pendapat terkait, yang selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar untuk diskusi atau
brainstorming.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 121


 Grafik hubungan timbal balik. Grafik ini menggambarkan hubungan diantara
isu-isu yang berbeda. Biasanya dibuat setelah menyelesaikan diagram afinitas
untuk memudahkan memahami hubungan diantara berbagai isu yang muncul.
Grafik ini juga bermanfaat untuk mengidentifikasi isu yang paling penting untuk
dijadikan fokus dalam mencari solusi suatu masalah.
 Diagram pohon. Berguna untuk mengidentifikasi tahapan yang diperlukan dalam
memecahkan suatu masalah. Penyelesaian masalah dilakukan dari level paling
bawah secara bertahap menuju ke level atas (masalah pokok).
 Grid prioritas. Digunakan untuk membuat keputusan yang memiliki berbagai
kriteria atau alternatif pilihan. Misalkan, dalam memilih suatu teknologi terdapat
berbagai pertimbangan, seperti biaya, kecepatan, pemeliharaan, dan lain-lain.
Prioritasisasi dilakukan dengan memberikan bobot pada setiap kriteria dan
mencari alternatif dengan nilai tertimbang yang terbesar, mirip dengan metode
faktor rating pada pemilihan lokasi.
 Diagram matriks. Diagram matriks merupakan suatu alat brainstorming yang
dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan antara berbagai ide atau isu.
Diagram matriks relatif mudah dibuat dan umumnya dibuat dalam dua dimensi.
Namun, diagram matriks dapat juga dibuat dalam tiga atau empat dimensi.
 Bagan proses keputusan program. Merupakan suatu alat untuk membantu
mengidentifikasi kemungkinan ketidakpastian yang berhubungan dengan
penerapan program. Berdasarkan diagram pohon yang telah dibuat dilakukan
evaluasi kelayakan penerapan program. Tahapan/keadaan yang tidak layak atau
memerlukan penanganan sendiri diberi tanda untuk menjadi perhatian.
 Diagram jaringan kerja. Merupakan diagram yang menggambarkan hubungan
diantara berbagai kegiatan serta mengidentifikasi kegiatan kritis dan lintasan
kritis. Bentuk yang umum dipakai ialah CPM (critical path method) atau PERT
(program evaluation and review technique).
Disampaing itu berkembang pula alat pengendalian mutu dengan menggunakan
prinsip-prinsip statistik yaitu Six Sigma. SIX-SIGMA dikembangkan oleh Motorola
sebagai hasil dari pengalaman manufakturnya. Program six-sigma bertujuan untuk
mengurangi variabilitas dalam karakteristik utama mutu produk pada tingkat yang

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 122


sangat rendah. Motorola mengembangkan konsep six sigma untuk mengurangi
variabilitas dalam proses sehingga batas spesifikasi menjadi ± 6 sigma dari rata-
rata, sehingga hanya terdapat cacat sebesar 0,002 ppm, sepeti dalam tabel berikut
Batas Spesifikasi Persen Cacat/ppm
± 1 sigma 68,27 317300
±2 sigma 95,45 45500
± 3 sigma 99,73 2700
± 4 sigma 99,9937 63
± 5 sigma 99,99994 0,57
± 6 sigma 99,9999998 0,002
Pada saat konsep six-sigma mulai dikembangkan dalam suatu perusahaan,
diasumsikan rata-rata proses masih mengalami gangguan yang dapat
menyebabkan pergeseran sejauh 1,5 sigma dari target. Dengan skenario ini, proses
six-sigma memberikan toleransi cacat sebesar 3,4 ppm, seperti terlihat pada tabel
berikut :
Batas spesifikasi Persen Cacat/ppm
± 1 sigma 30,23 697700
± 2 sigma 69,13 308700
± 3 sigma 93,32 66810
± 4 sigma 99,3790 6210
± 5 sigma 99,97670 233
± 6 sigma 99,999660 3,4
Karena keberhasilannya dalam manajemen mutu melalui pengembangan
konsep six-sigma, membuat Motorola mendapat penghargaan Malcolm Baldrige
pada tahun 1988. Konsep ini kemudian diadopsi oleh berbagai perusahaan besar
lainnya di dunia. Dengan demikian, statistik dapat dipergunakan dalam melakukan
penjaminan mutu, karena dapat memberikan deskripsi kuantitatif tentang kualitas,
misalnya berapa terjadi ketidak sesuaian hasil dengan standar, ini berarti bahwa
statistik dapat menjadi alat penting dalam pengendalian proses. Pengendalian
proses berdasarkan statistik terdiri dari enam langkah yang terdiri dari :
 Memilih proses pengendalian statistik

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 123


 Mendefinisikan secara tepat proses tersebut
 Memilih masalah yang akan dikendalikan berdasarkan statistik
 Melatih operator
 Mengumpulkan data
 Menyiapkan, memelihara dan menggunakannya
Dalam menggunakannya dapat memakai bagan untuk memperjelas apa yang perlu
dikendalikan, dalam hubungan ini diagram Ishikawa (fishbone chart) dapat
digunakan. Secara umum pengendalian dengan menggunakan analisis statistik
merupakan alat yang telah banyak membantu organisasi guna melakukan
perbaikan yang terus menerus.
perkembangan dan implementasi manajemen mutu dan penjaminan mutu
Perkembangan dan implementasi manajemen mutu dan penjaminan mutu
tidak terlepas dari perkembangan gerakan mutu yang terjadi dalam dunia bisnis.
Gerakan kualitas merupakan gerakan yang menunjukan pada tahapan-tahapan
yang bersifat akumulasi dan bersifat memperbaiki dari gerakan-gerakan
sebelumnya. Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi waktu dan
gerak oleh Bapak Manajemen Ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920-an.
menunjukkan beberapa peristiwa dalam evolusi gerakan total quality. Aspek yang
paling fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara
perencanaan dan pelaksanaan. Meskipun pembagian tugas telah menimbulkan
peningkatan besar dalam hal produktivitas, sebenarnya konsep pembagian tugas
tersebut telah menyisihkan konsep lama mengenai keahlian/keterampilan, di mana
individu yang sangat terampil melakukan semua pekerjaan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan produk yang berkualitas. Manajemen ilmiah Taylor mengatasi hal
ini dengan membuat perencanaan tugas manajemen dan tugas tenaga kerja. Untuk
mempertahankan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan maka dibentuklah
departemen kualitas yang terpisah.
Seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas pemanufakturan,
kualitas juga menjadi hal yang semakin sulit. Volume dan kompleksitas
mendorong timbulnya quality engineering pada tahun 1920-an dan reliability
engineering pada tahun 1950an. Quality engineering sendiri mendorong

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 124


timbulnya penggunaan metode-metode statistik dalam pengendalian kualitas, yang
akhirnya mengarah pada konsep control charts dan statistical process control.
Kedua konsep terakhir itu merupakan aspek fundamental dari total quality
management.
Adapun perkembangan implementasi manajemen dalam konteks
manajemen kualitas dapat dikemukakan sebagai berikut :
1911 Frederick W. Taylor mempublikasikan bukunya The Principles of
Scientific Management, yang melahirkan berbagai teknik seperti
studi waktu dan gerak.
1931 Walter A. Shewhart dari Bell Laboratories memperkenalkan
statistical quality control dalam bukunya Economic Control of
Quality of Manufactured Products.
1940 W. Edwards Deming membantu U.S. Bureau of Census dalam
menerapkan teknik-teknik sampling statistik.
1941 W. Edwards Deming mengajarkan teknik-teknik pengendalian
kualitas di U.S. War Department.
1950 W. Edwards Deming mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas
kepada para ilmuwan, insinyur, dan eksekutif perusahaan Jepang.
1951 Joseph M. Juran mempublikasikan buku berjudul Quality Control
Handbook.
1961 Martin Company (kemudian bernama Martin-Marietta) membangun
ntdal Pershing yang memiliki tingkat kerusakan nol.
1970 Philip Crosby memperkenalkan konsep zero defects.
1979 Philip Crosby mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality is
Free.
1980 Siaran dokumentasi TV If Japan Can.... Why Can't We? memberi
pengakuan kepada W. Edwards Deming di USA.
1981 Ford Motor Compay mengundang W. Edwards Deming untuk
berbicara di hadapan eksekutif puncaknya, yang mempelopori
hubungan produktif antara produsen mobil dan pakar kualitas.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 125


1982 W. Edwards Deming, menerbitkan buku beijudul Quality ,
Productivity, and Competitive Position
1984 Philip Crosby menerbitkan buku betjudul Quality Without Tears
The Art of Hassle-Free Management.
1987 liongres Amerika Serikat menetapkan Malcolm Baldrige National
Quality Award.
1988 Secretaryof Defense, Frank Carlucci memerintahkan U.S.
Department of Defense untuk mengadopsi total quality.
1989 Florida Power and Light berhasil menjadi perusahaan non Jepang
pertama yang berhasil tnemenangkan Deming Prize.
1993 Total quality approach diajarkan di universitas-universitas di
Amerika Serikat.
Konsep Dan Manfaat Quality Function Deployment
Hal yang perlu diketahui sebelum suatu produk mulai diproduksi adalah
apakah produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan para pelanggan. Hal ini
merupakan alasan utama perlunya dilakukan riset untuk mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan dan pentingnya berkomunikasi dengan pelanggan internal
dan eksternal. Konsep Quality Function Deployment (QFD) dikembangkan untuk
menjamin bahwa produk yang memasuki tahap produksi benar-benar akan dapat
memuaskan kebutuhan para pelanggan dengan jalan membentuk tingkat kualitas
yang diperlukan dan kesesuaian maksimum pada setiap tahap pengembangan
produk. QFD dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Mitshubishi's Kobe
Shipyard pada tahun 1972, yang kemudian diadopsi oleh Toyota. Ford Motor
Company dan Xerox membawa konsep ini ke pmerika Serikat pada tahun 1986.
Semenjak itu QFD banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang,
Amerika Serikat, dan Eropa. Perusahaan-perusahaan besar seperti Procter & Gam-
ble, General Motors, Digital Equipment Corporation, HewlettPackard, dan AT&T
kini menggunakan konsep ini untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan
produk, serta proses dan sistem pengukuran.
Fokus utama dari QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses
pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 126


pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk -- meskipun suatu produk yang
telah dihasilkan dengan sempurna -- bila mereka memang tidak menginginkan
atau membutuhkannya.
Berdasarkan defmisinya, QFD merupakan praktik untuk merancang suatu
proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menerjemahkan
apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi. QFD
memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan, mene-
mukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut, dan memperbaiki proses
hingga tercapai efektivitas maksimum. QFD juga merupakan praktik menuju
perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui harapan
pelanggannya. QFD sendiri terdiri atas beberapa aktivitas berikut:
 Penjabaran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kualitas),
 Penjabaran karakteristik kualitas yang dapat diukur,
 Penentuan hubungan antara kebutuhan kualitas dan karakteristik,
 Penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap
 masing-masing karakteristik kualitas,
 Penyatuan karakteristik kualitas ke dalam produk,
 Perancangan, produksi, clan pengendalian kualitas produk.
Kebijakan, Sasaran Dan Rencana Mutu Pendidikan
Pendidikan diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada
pembentukan sumberdaya manusia (human capital) dalam aspek kognitif, afektif
maupun keterampilan, baik dalam aspek fisik, mental maupun spiritual. Hal ini
jelas menuntut kualitas penyelenggaraan pendidikan yang baik agar kualitas hasil
pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat.
Komitmen bangsa dalam bidang pendidikan paling tidak menunjukan adanya
suatu keinginan yang kuat untuk menjadikan pendidikan sebagai faktor penting
dalam pembangunan, sehingga upaya-upaya untuk selalu memperbaiki,
mengembangkan dan membangun dunia pendidikan harus difahami dalam
konteks sumbangannya bagi pembangunan bangsa, karena pada akhirnya
pendidikan akan menentukan kualitas Sumberdaya manusia/Human Capital, dan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 127


kualitas hasil pendidikan yang bagus akan membentuk human capital yang
berkualitas, yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masyarakat dalam
berbagai bidang kehidupan. Dalam upaya untuk terus meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia, penjaminan mutu menjadi suatu keharusan, penjaminan
mutu (quality assurance) pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk menjamin
agar peoses yang berjalan dalam organisasi/lembaga pendidikan dapat memenuhi
standar atau bahkan melebihi standar mutu yang telah ditetapkan. Dalam
Peraturan Pemerintah No 19 tentang Standar Nasional Pendidikan fasal 91 ayat 1,
2, dan 3 tentang penjaminan mutu pendidikan disebutkan bahwa :
1. setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan
penjaminan mutu.
2. penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan
untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
3. penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan
mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Dengan melihat pasal 91 dari PP 19/2005, nampak bahwa penjaminan kualitas
merupakan suatu kewajiban bagi lembaga pendidikan. Dalam melakukan
penjaminan Kualitas Pendidikan, agar sesuai konteks diperlukan peninjauan
pendidikan dalam lingkup tatarannya, Dalam upaya untuk mengkaji masalah
pendidikan, pemahaman akan kondisi kualitas yang ada merupakan suatu hal
penting yang dapat membantu memahami posisi dan kondisi pendidikan, dalam
hal ini diperlukan pembedaan tingkatan analisis, dimana ada yang membedakan
ke dalam tiga tingkat yaitu makro, messo, mikro dan ada juga yang membagi pada
makro dan mikro. Isu makro mempengaruhi seluruh aparat kebijakan, Messo
berada pada tingkatan menengah sedang mikro pada tingkatan institusi sekolah
dan kelas (Taylor, dkk. 1997). Dalam uraian ini pembedaan tingkatan kajian akan
didasarkan pada dua tingkatan yaitu tingkatan Makro dan tingkatan Mikro.
(1) Pendekatan mikro
Dengan mengacu pada pendapat di atas, pendekatan mikro pada
dasarnya merupakan upaya untuk memahami dan mengkaji peran strategis

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 128


pendidikan pada tingkatan institusi sekolah dan atau kelas. Sekolah merupakan
suatu institusi dan sebagai suatu sistem yang di dalamnya berinteraksi
berbagai komponen dalam suatu pola organisasi sekolah. Dalam konteks
Administrasi Pendidikan, menurut Wayne dan Miskel (2001:39) aspek teknis
utama (technical core) dari sekolah adalah Pembelajaran (Learning and
Teaching), oleh karena itu dalam tataran mikro masalah pembelajaran
merupakan aspek penting, dimana interaksi Guru dan Murid akan sangat
menentukan kualitas aspek teknis ini, dan ini dapat menggambarkan
bagaimana sekolah berjalan serta bagaima hasil pencapaian tujuan dari proses
pendidikan/pembelajaran di sekolah.
Dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran, sekolah
sebagai institusi juga memegang peran penting dalam mentransformasikan
input khususnya peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan,karena proses pencapaian ini jelas melibatkan juga unsur lain
sehingga keberhasilan sekolah tidak hanya tergantung pada karakteristik dan
aktivitas guru dan siswa dan proses pembelajaran di kelas, melainkan juga
pada unsur-unsur pendukung lainnya, meskipun bukan merupakan unsur kunci
dalam melihat suatu keberhasilan pendidikan/pembelajaran di sekolah.
Setiap organisasi sekolah selalu berusaha bagaimana agar penyelenggaraan
pendidikan disekolahnya berjalan efektif dan berkualitas, untuk itu seluruh
anggota organisasi sekolah harus terus berupaya untuk dapat mewujudkan sekolah
efektif (effective school). Dalam kaitan ini masalah kepemimpinan pendidikan
amat penting perannya sebagaimana dikemukakan oleh N. Hatton dan D. Smith
dalam tulisannya Perspective on Effective school yang menyatakan bahwa
“Effective school are characterized by strong instructional leadership, clear focus
for learning outcomes, high expectation of the students, a safe and orderly
environment and the frequent monitoring of achievement levels” (C. Turney. et al,
1992:5). Ini berarti bahwa sekolah yang efektif perlu kepemimpinan
instruksional yang kuat, perhatian yang jelas pada hasil belajar, pengharapan
murid yang tinggi, lingkungan yang baik serta pengawasan tingkat prestasi, semua
ini akan terwujud apabila seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 129


sekolah berjalan optimal sesuai dengan fungsi dan tugasnya, untuk itulah kepala
sekolah harus berusaha mewujudkannya melalui berbagai kebijakannya dalam
mengelola pendidikan di sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemegang otoritas dalam pelaksanaan pendidikan
di sekolah perlu memahami proses pendidikan di sekolah serta menjalankan
tugasnya dengan baik, sehingga proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah
dapat berjalan sesuai dan sejalan dengan upaya-upaya pencapaian tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan kualitas. Maju
mundurnya suatu Sekolah tidak terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena
Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi
kekuatan penggerak kehidupan sekolah” (Wahjosumidjo. 1999 : 82)
Dengan demikian nampak bahwa pada tataran mikro peran strategis
pendidikan dapat dilihat dari segi institusi organisasi sekolah dan dari segi proses
pembelajaran. Dari segi institusi peran kepemimpinan pendidikan oleh kepala
sekolah akan menentukan bagaimana organisasi bergerak untuk menjadi sekolah
efektif dan berkualitas, sementara dalam aspek pembelajaran peran guru/pendidik
profesional menjadi hal yang menentukan akan keberhasilan pembelajaran
mencapai atau bahkan melebihi kompetensi-kompetensi yang diharapkan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
Dalam kontek pendidikan di Indonesia, fokus dari upaya pembangunan
pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam aspek institusi
mengarah pada upaya memperbaiki dan mengembangkan dimensi manajemen
pendidikan misalnya penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, dimana Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan bentuk pengelolaan pendidikan
yang melibatkan sekolah, masyrakat/orang tua, dan pemerintah, dengan harapan
dapat makin meningkatkan kulaitas pendidikan. Dengan demikian pemerintah
memberikan kemandirian yang tinggi terhadap sekolah untuk secara aktif dan
dinamis dalam peningkatan mutu sekolah. Keterlibatan masyarakat/orang tua
adalah dalam rangka memanfaatkan sumber daya yang ada. Adapun tujuan MBS
adalah sebagai berikut :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 130


1. Meningkatkan mutu pendidikan, melalui kemandirian dan inisiatif sekolah.
Kreatifitas kepala sekolah, guru, TU, dan siswa dikembangkan secara
optimal;
2. Mengoptimalkan sumber daya sekolah dan mensinergikan Program
Peningkatan Mutu Pendidikan di level sekolah. Sumber daya yang dipunyai
oleh sekolah harus dikelola secara profesional dan dikembangkan secara
maksimal;
3. Peningkatan motivasi dan kepuasan kerja Kepala Sekolah dan Guru sebagai
profesional, dan bersama orang tua bertanggungjawab atas mutu sekolahnya.
Mutu sekolah merupakan tanggungjawab seluruh komponen sekolah, Kepala
sekollah, Guru, dan pihak orang tua.
4. Sekolah dapat lebih bertanggungjawab terhadap usaha “Holders” pendidkan.
Kinerja sekolah harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat secara
luas;
5. Sekolah dapat berkompetisi dengan sekolah lainnya secara sehat.(Umaedi.)
Sementara itu Karakteristik MBS dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Output yang diharapkan. Dalam arti prestasi sekolah yang dihasilkan
dari proses Pendidikan.
2. Proses Pendidikan yang terlihat dari :
(a) Efektivitas proses belajar mengajar tinggi.
(b) Kepemimpinan sekolah yang kuat
(c) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
(d) Sekolah Memiliki Budaya Mutu
(e) Sekolah memiliki “teamwork” yang kompak,
(f) Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian).
(g) Partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
(h) Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi).
(i) Sekolah memiliki kemampuan untuk berubah.
(j) Sekolah responsif dan antisifatif terhadap kebutuhan.
(k) Sekolah memiliki Akuntabilitas.
(l) Sekolah memiliki Sustainabilitas (Umaedi)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 131


Dengan tujuan dan karakteristik sebagaimana tersebut di atas, maka keberhasilan
dari manajemen sekolah sebagai suatu institusi organisasi akan dapat dilihat
indikator yang menjadi Tolok ukur keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) yaitu:
1. Peran serta masyarakat dalam proses pendidikan cukup tinggi;
2. Kepala Sekolah sebagai pemegang otonomi tunggal di sekolah untuk itu
diperlukan kepemimpinan sekolah yang kuat;
3. Terciptanya situasi sekolah yang efektif dan efisien;
4. Perangkat sekolah (Kepala Sekolah, Guru, TU, Perusuh, Anak Didik, Dewan
Sekolah) mempunyai tekad yang kuat untuk memajukan sekolah;
5. Adanya kemandirian sekolah dalam hal pembiayaan atau pendanaan;
6. Proses pendidikan menghasilkan adanya peningkatan mutu pendidikan.
Sementara itu dalam aspek pembelajaran, keberhasilannya akan terlihat dari
proses pembelajaran yang terjadi serta hasil pembelajaran, dalam hal ini indikator
yang penting untuk melihat kualitas pembelajaran dalam arti hasil/output
pembelajaran adalah prestasi yang diperoleh oleh siswa. Dalam hubungan ini
Ujian Negara pada beberapa mata pelajaran dapat menjadi indikator keberhasilan
dari pembelajaran, sementara itu kualitas proses pembelajaran pada dasarnya
merupakan gambaran dari suatu organisasi sekolah yang dapat menciptakan
kinerja organisasi efektif, serta dapat mendorong guru melaksanakan proses
pembelajaran secara berkualitas, dalam konteks ini kompetensi guru menjadi
faktor penting yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran tersebut
sehingga dapat menghasilkan prestasi siswa yang baik/tinggi.
(2) Pendekatan makro
Pendekatan makro dalam melihat pendidikan menitik beratkan pada
tingkatan nasional berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam upaya untuk
membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Dalam hubungan ini
kebijakan pendidikan nasional (makro) jelas akan berpengaruh pula pada
kebijakan atau program kegiatan pendidikan pada tingkatan mikro, demikian juga
sebaliknya, keberhasilan pendidikan dalam tataran mikro, apabila terjada secara

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 132


merata akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan pada tataran makro. Apabila
digambarkan, akan nampak sebagai berikut :

Kualitas sekolah/mikro

Kualitas sekolah/mikro
KUALITAS
PENDIDIKAN PADA Kualitas sekolah/mikro
TINGKATAN
MAKRO/NASIONAL Kualitas sekolah/mikro

Kualitas sekolah/mikro
Gambar. Hubungan pendidikan antara tingkatan makro dan mikro
Gambar di atas menunjukan bahwa apa yang terjadi dalam pendidikan
nasional di tingkatan makro akan berpengaruh pada pendidikan di tingkatan
mikro/sekolah dan atau kelas, sementara apa yang terjadi pada tataran mikro bila
bersifat merata akan merupakan sumbangan besar bagi keberhasilan pendidikan
pada tataran makro, Oleh karena itu peran strategis pendidikan dalam perspektif
makro dan mikro perlu dilihat dalam keterpaduan, terutama bila berkitan dengan
kualitas pendidikan/pembelajaran yang menjadi perhatian penting baik dalam
tataran makro maupun mikro.
Disamping masalah kualitas pendidikan/pembelajaran, pembangunan
pendidikan dalam tingkatan makro mempunyai jangkauan lain yang sangat
strategis dalam kehidupan bangsa secara keseluruhan, seperti aspek pemerataan,
relevansi, dan tata kelola, sebagaimana dikemukakan dalam Renstra Depdiknas
(2006), bahwa kebijakan pendidikan (penggunaan dana pendidikan) lebih
ditekankan pada :
 Upaya pemerataan dan perluasan akses peendidikan
 Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan
 Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan
pendidikan.
Dari penekanan yang menjadi kebijakan pendidikan dalam tingkatan makro,
nampak bahwa faktor yang bersifat kemasyarakatan menjadi hal yang dominan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 133


Dalam hubungan ini upaya peningkatan IPM merupakan hal yang dapat perhatian
dimana komponen pendidikan menjadi salah satu unsurnya. Upaya untuk
membangun pendidikan dipandang sebagai suatu yang memerlukan kerjasama
dengan masyarakat, dimana partisipasi aktifnya akan menentukan pada
keberhasilan dan kualitas pendidikan.
Pengukuran pencapaian mutu dan pengukuran kepuasan kastemer
pendidikan
Dalam upaya untuk meningkatkan secara terus menerus kualitas
pendidikan, maka fokus pada kastemer pendidikan menjadi suatu hal yanag sangat
penting, karena untuk merekalah organisasi pendidikan ada. Dalam upaya
tersebut, penentuan prosedur operasi standar amat menentukan, standar
merupakan sesuatu yang harus dicapai, dengan standar yang ada, maka dapat
dilakukan pengukuran pencapaian organisasi yaitu dengan membandingkan antara
kondisi aktual dengan standar mutu yang ditetapkan.
Dengan dapat dilakukannya pengukuran, maka dapat diketahui bagaimana
kastemer melihat pelayanan atau produk yang dihasilkan oleh organisasi/lembaga
pendidikan, dalam hubungan ini perlu diketahui siapa-siapa saja yang menjadi
kastemer pendidikan, agar dapat diberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan
harapan masing-masing.
Konsep Kualitas Pendidikan (Quality of Education)
L.C. Solmon dalam tulisannya yang berjudul The Quality of Education
(Psacharopaulos, 1987 : 53) menyatakan bahwa untuk memahami kualitas
pendidikan dari sudut pandang ekonomi diperlukan pertimbangan tentang
bagaimana kualitas itu diukur. Dalam hubungan ini terdapat beberapa sudut
pandang dlam mengukur kualitas pendidikan yaitu :
 Pandangan yang menggunakan pengukuran pada hasil pendidikan (sekolah
atau College)
 Pandangan yang melihat pada proses pendidikan
 Pendekatan teori ekonomi yang menekankan pada akibat positif pada siswa
atau pada penerima manfaat pendidikan lainnya yang diberikan oleh institusi
dan atau program pendidikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 134


Sudut pandang tersebut di atas, masing-masing punya kelemahnnya sendiri-
sendiri, namun demikian pengukuran di atas tetap perlu dalam melihat masalah
kualitas pendidikan, yang jelas diakui bahwa masalah peningkatan kualitas
pendidikan bukanlah hal yang mudah sebagaimana diungkapkan oleh Stanley J.
Spanbauer (1992 : 49) “Quality improvement in education should not be viewed
as a “quick fix process”. It is a long term effort which require organizational
change and restructuring”. Ini berarti bahwa banyak aspek yang berkaitan dengan
kualitas pendidikan, dan suatu pandangan komprehensi mengenai kualitas
pendidikan merupakan hal yang penting dalam memetakan kondisi pendidikan
secara utuh, meskipun dalam tataran praktis, titik tekan dalam melihat kualitas
bisa berbeda-beda sesuai dengan maksud dan tujuan suatu kajian atau tinjauan.
Kualitas pendidikan bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, dia merupakan
hasil dari suatu proses pendidikan, jika suatu proses pendidikan berjalan baik,
efektif dan efisien, maka terbuka peluang yang sangat besar memperoleh hasil
pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan mempunyai kontinum dari
rendah ke tinggi sehingga berkedudukan sebagai suatu variabel, dalam konteks
pendidikan sebagai suatu sistem, variabel kualitas pendidikan dapat dipandang
sebagai variabel bebas yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
kepemimpinan, iklim organisasi, kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas
belajar dan sebagainya. Edward Salis (2006 : 30-31) menyatakan :
“ada banyak sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung
yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang
memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan
komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir,
kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar an anak
didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor
tersebut”
pernyataan di atas menunjukan banyaknya sumber mutu dalam bidang
pendidikan, sumber ini dapat dipandang sebagai faktor pembentuk dari suatu
kualitas pendidikan, atau faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Dalam
hubungan dengan faktor berpengaruh pada kualitas pendidikan, hasil studi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 135


Heyman dan Loxley tahun 1989 (Mintarsih Danumihardja 2004 : 6) menyatakan
bahwa factor guru, waktu belajar, manajemen sekolah, sarana fisik dan biaya
pendidikan memberikan kontribusi yang berarti terhadap prestasi belajar siswa.
Hasil Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan dana untuk
penyelenggaraan proses pendidikan di sekolah menjadi salah satu factor penting
untuk dapat memenuhi kualitas dan prestasi belajar, dimana kualitas dan prestasi
belajar pada dasarnya mengagambarkan kualitas pendidikan.
Sementara itu Nanang Fatah (2000 : 90) mengemukakan upaya
peningkatan mutu dan perluasan pendidikan membutuhkan sekurang-kurangnya
tiga factor utama yaitu (1) Kecukupan sumber-sumber pendidikan dalam arti
kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar; (2) Mutu proses belajar
mengajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan (3) Mutu keluaran dalam
bentuk pengetahuan, sikap ketrampilan, dan nilai-nilai. Jadi kecukupan sumber,
mutu proses belajar mengajar, dan mutu keluaran akan dapat terpenuhi jika
dukungan biaya yang dibutuhkan dan tenaga professional kependidikan dapat
disediakan di sekolah.
Dalam melakukan analisis keterkaitan biaya dengan kualitas pendidikan,
pendekatan yang penulis anggap paling tepat adalah pendekatan fungsi produksi
pendidikan, ini sejalan dengan pendapat Hanushek (Psacharopoulos, 1987 : 33)
yang menyatakat “Studies of educational production function (also referred to as
input-output analysis or cost-quality studies) examine the relationship among the
different inputs into the educational process and outcomes of the process”.
Dengan demikian dalam pendekatan ini biaya/cost dipandang sebagai faktor input
yang memberi kontribusi pada proses prndidikan dalam membentuk/
mempengaruhi kualitas pendidikan (output). Adapun teknik yang dipergunakan
dalam analisis ini adalah teknik cost-efectiveness analysis. Teknik analisis cost-
efectiveness is a technique for measuring the relationship between the total inputs,
or costs, of a project or activity, and its outputs or objectives (M. Woodhall dalam
Psacharopoulos. 1987 : 348). Dalam analisis ini seluruh input diperhitungkan
dalam kaitannya dengan output atau dengan keefektifan dalam pencapaian tujuan
(output), dan dalam transformasi input ke output tersebut sudah tentu melewati

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 136


suatu proses (proyek atau aktivitas), sehingga teknik analisis ini melihat
pendidikan/sekolah sebagai system dengan komponen-komponen seperti terlihat
dalam gambar berikut :

INPUT PROSES OUTPUT

dengan melihat komponen system di atas, dapatlah difahami bahwa kualitas


output tergantung atau ditentukan oleh bagimana kualitas input serta bagaimana
mengelola proses dalam kerangka membentuk output.
Dalam bidang pendidikan, yang termasuk input dalam konteks pengukuran
kualitas hasil pendidikan adalah Siswa dengan seluruh karakteristik personal serta
biaya yang harus dikorbankan untuk memperoleh pendidikan/mengikuti sekolah,
dan komponen yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah sebagai suatu
institusi adalah guru dan SDM lainnya, kurikulum dan bahan ajar, metode
pembelajaran, sarana pendidikan, system administrasi, sementara yang masuk
dalam komponen output adalah hasil proses pembelajaran yang dapat
menggambarkan kualitas pendidikan. Dengan melihat unsur-unsur dari komponen
tersebut, dapatlah disusun suatu model keterkaitan/hubungan antara Cost dengan
Kualitas Pendidikan, model tersebut dapat digambarkan
PROSESsebagai berikut :
PENDIDIKAN
EXPENDITURE Guru dan
Efektivitas SDM lainnya
Efisiensi Kurikulum
dan bahan
ajar KUALITAS
SISWA/ HASIL
CALON Metode
BELAJAR
SISWA pembelajaran
Sarana
pendidikan
Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 137
System
administrasi,
DIRECT REVENUE
AND
INDIRECT Adequacy
COST

DANA DARI DANA DARI


PEMERINTAH MASYARAKAT

TOTAL COST
OPPORTUNITY Real Cost dan UNIT COST
COST/ Opportunity
EARNING PER SISWA
Cost
FORGONE

Gambar . Model Keterkaitan antara Biaya/Cost dengan Kualitas Pendidikan


Dari model tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Siswa/calon siswa yang mau memasuki lembaga pendidikan harus
mengeluarkan biaya baik itu biaya langsung maupun tak langsung, yang
besarnya tergantung pada pembebanan oleh Lembaga pendidikan dan kondisi
ekonomi dimana siswa itu tinggal terutama untuk biaya tidak langsung.
 Dengan masuknya ke lembaga pendidikan, siswa tersebut mengorbankan juga
kemungkinan memperoleh pendapatan apabila tidak mengikuti pendidikan
(opportunity cost), atau kehilangan pendapatan yang akan diperoleh jika tidak
mengikuti pendidikan (earning forgone).
 Pemerintah sesuai dengan kebijakannya juga memberikan dana kepada
lembaga pendidikan baik sifatnya rutin maupun insidental yang besarnya
sesuai dengan ketersediaan anggaran Pemerintah.
 Disampin itu dalam konteks MBS, kelompok masyarakat/pengusaha dapat
memberikan bantuan dana pada lembaga pendidikan sesuai dengan upaya
yang dilakukan oleh Komite Sekolah dalam menggalang/menghimpun dana
dari kelompok masyarakat.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 138


 Penjumlahan dari semua dana yang diperoleh oleh lembaga pendidikan atau
yang diperhitungkan terjadi merupakan total biaya yang diterima oleh lembaga
pendidikan yang bila dibagi dengan jumlah siswa akan diperoleh unit
cost/biaya satuan per siswa.
 Jumlah dana yang diterima oleh lembaga pendidikan pada dasarnya
merupakan salah satu komponen pembiayaan pendidikan, dan komponen ini
akan menjadi pertimbangan dalam menentukan pembelanjaan yang akan
dilaksanakan. Ukuran penerimaan adalah kecukupan, dalam arti apakan dana
yang diperoleh akan cukup untuk membiayai kegiatan pendidikan, sementara
itu prinsip yang harus diterapkan dalam membelanjakan adalah efektivitas dan
efisiensi.
 Prinsip efisiensi mengandung arti bahwa pembelanjaan dilakukan dengan
pengorbanan yang minimal dalam melaksanakan suatu kegiatan pendidikan,
sedangkan prinsif efektivitas mengandung makna bahwa pembelanjaan yang
dilakukan dapat menjadi upaya yang tepat dalam mencapai tujuan pendidikan
 Proses pendidikan yang terjadi di lembaga pendidikan pada dasarnya
merupakan upaya transformasi input melalui suatu proses untuk menjadi
output yang berkualitas sesuai dengan yang diharapkan.
 Semua lembaga pendidikan mengharapkan output yang dihasilkan mempunyai
kualitas yang baik (prestasi hasil belajarnya baik), oleh karena itu proses
pendidikan yang dilakukan akan selalu diupayakan pada pencapaian kualitas
pendidikan yang baik.
 Dalam konteks tersebut maka biaya yang dikeluarkan siswa sebagai salah satu
sumber pendapatan lembaga menjadi komponen penting yang berperan dalam
perwujudan kualitas pendidikan yang baik. Namun demikian hal itu hanya bisa
terjadi apabila manajemen pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan memperhatikan efektivitas dan efisiensi dalam
penggunaan dananya.
 Dengan demikian antara biaya dengan kualitas pendidikan terdapat
keterkaitan, namun sifatnya tidak langsung, dalam arti ditentukan oleh
bagaimana pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 139


dengan demikian besarnya biaya yang dikeluarkan oleh siswa tidak dapat
menjadi jaminan bagi kualitas pendidikan yang baik
Penjelasan di atas menunjukan bahwa Pengelolaan dana pendidikan perlu
dilakukan dengan baik melalui langkah-langkah sistimatis sesuai dengan prinsip-
prinsip manajemen. Ini berarti bahwa melihat masalah cost dan kualitas
pendidikan aspek manajemen pembiayaan pendidikan perlu diperhatikan dengan
seksama, agar terhindar dari pemborosan dimana cost yang besar ternyata tidak
berdampak apapun pada kualitas pendidikan.
Standar Kompetensi Pendidikan
Di dalam PP 19 tahun 2005 disebutkan bahwa pendidikan di ndonesia
menggunakan delapan standar yang menjadi acuan dalam membangun dan
meningkatkan kualitas pendidikan, Standar Nasional Pendidikan merupakan
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia, ada delapan standar yang menjadi kriteria minimal
tersebut yaitu :
1. standar isi
2. standar proses
3. standar kompetensi lulusan
4. standar pendidik dan tenaga kependidikan
5. standar sarana dan prasarana
6. standar pengelolaan
7. standar pembiayaan
8. standar penilaian pendidikan
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat (PP 19/2005 Pasal 4)
Standar isi berkaitan dengan kurikulum yang akan diajarkan pada siswa,
dalam hubungan ini Kurikulum yang dipakai untuk dilaksanakan dilingkungan
pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan Kepmen No 22 tahun 2006 adalah
KTSP yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang merupakan kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 140


pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus.
Untuk Lulusan telah diterbitkan Kepmen no 23 tahun 2006 yang berisi
tentang Standar Kompetensi Lulusan, dengan adanya standar ini, maka segala
aktivitas dan proses pendidikan yang terjadi si sekolah harus mengacu pada
standar kompetensi lulusan tersebut
Sementara itu, Berkaitan dengan guru sebagai pendidik telah hadir
Undang-undang No 14 tahun 2005, yang pada dasarnya menggambarkan standar
tenaga Pendidik. dalam PP No 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 1 disebutkan bahwa
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sementara itu kompetensi yang harus
dimiliki Pendidik (Guru) adalah a) Kompetensi Pedagogik; b) kompetensi
kepribadian; c) kompetensi profesional, dan d) kompetensi sosial (PP No 19 tahun
2005 pasal 28 ayat 3).
Untuk lebih memahami makna masing-masing kompetensi tersebut,
berikut akan dijelaskan sesuai dengan penjelasan yang tercantum dalam PP No 19
tahun 2005 serta UU Guru dan Dosen No 14 tahun 2005
o Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi :
1. Pemahaman terhadap peserta didik
2. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran
3. Evaluasi hasil belajar
4. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinyan
o Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 141


o Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan BSNP
o Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik/guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar
Sertifikasi Mutu Pendidikan
Sertifikasi merupakan proses pemberian sertifikat. Ini berarti bahwa
sertifikasi di dasarkan pada suatu kriteria atau standar tertentu yang telah
ditetapkan. Dengan demikian sertifikasi mutu pendidikan bermakta proses
pemberian sertifikat berkaitan dengan kualitas pendidikan. Dalam bidang mutu
secara umum, terdapat lembaga yang memberi sertifikasi seperti ISO, dimana
bidang pendidikan pun dapat memperolehnya sesudah melalui preses tertentu.
Sementara itu dalam konteks Indonesia Badan Akreditasi dapat dipandang sebagai
lembaga yang melakukan sertifikasi, dalam arti memberikan peringkat pada
lembaga pendidikan berkaitan dengan penyelenggaran pendidikan apakah dapat
memenuhi standar yang telah ditentukan atau belum. Secara teoritis diakui bahwa
kualitas pendidikan tidak mungkin akan meningkat jika tidak didukung oleh
pendidik yang profesional, oleh karena itu diperlukan upaya untuk menjadikan
pendidik sebagai suatu profesi dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai
dengan yang telah ditentukan, dalam hubungan ini sertifikasi pendidik menjadi
salah satu cara untuk melihat keprofesionalan tenaga pendidik
Berkaitan dengan tenaga pendidik, sertifikasi menjadi dasar dalam
menentukan keprofesionalan Guru/Dosen. Mereka harus punya sertifikat pendidik
sebagai bukti formal pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tebaga profesional. Menurut UU No 14 tahun 2005 pasal 11 disebutkan sebagai
berikut :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 142


(1). Sertifikan pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan
kepada guru yang telah memenuhi persyaratan
(2). Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi
dan ditetapkan oleh Pemerintah
(3). Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan
akuntabel
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Sosialisasi Manajemen Mutu Dan Penjaminan Mutu
Masalah mutu dalam era sekarang ini merupakan masalah berkaitan
dengan hidup dan matinya suatu organisasi terutama organisasi bisnis, oleh karena
itu tidaklah berlebihan jika Rene T Domingo menulis buku berjudul Quality
means Survival (1997), artinya kualitas bermakna kehidupan. Untuk itu upaya
untuk menjadikan organisasi bertahan, maslah kualitas harus menjadi perhatian,
dan oleh karenanya maka penjaminan kualitas menjadi suatu keharusan untuk
diterapkan dalam suatu organisasi dalam kerangka Manajemen Kualitas Terpadu
(Total Quality Management). Oleh karena itu dalam dunia pendidikan pun
masalah kualitas harus menjadi konsern bersama, mengingat masih diperlukan
upaya yang serius guna meningkatkan kualitas pendidikan serta persaingan global
dalam bidang pendidikan yang menunjukan kecenderungan makin meningkat baik
dalam level nasional maupun level global, ini terlihat dari makin banyaknya
promesi yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dari negara lain.
Namun demikian dalam kenyataannya, perhatian dunia pendidikan akan
kualitas merupakan hal yang baru jika dibandingkan dengan dunia bisnis, oleh
karena itu kualitas dan penjaminan kualitas dapat dipandang sebagai suatu inovasi
dalam pendidikan. Dalam hubungan ini sosialisasi menjadi hal yang penting
dalam mendukung keberhasilan implementasi penjaminan kualitas/manajemen
kualitas pendidikan. Untuk itu dalam melakukan sosialisasi dapat dilakukan
melalui pendekatan difusi inovasi.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 143


Proses Inovasi berkaitan dengan bagaimana suatu inovasi itu terjadi, di
sini ada unsure keputusan yang mendasarinya, oleh karena itu proses inovasi
dapat dimaknai sebagai proses keputusan Inovasi (Innovation decision Process).
Menurut Everett M Rogers proses keputusan inovasi adalah the process through
which abn individual (or other decision making unit) passes from first knowledge
of an innovation,to forming an attitude toward the innovation, to a decision to
adopt or reject, to implementation of the new ide, and to confirmation of this
decision
Adapun model keputusan inovasi adalah :
.
KNOWLEDGE

PERSUASION

DECISION

IMPLEMENTATION

CONFIRMATION

Prinsip-prinsip Komunikasi dalam proses inovasi


1. Mass media lebih penting/efektif pada tahap Knowledge
2. Komunikasi interpersonal lebih penting/efektif pada tahap Persuasion
3. Mass media lebih penting/efektif untuk adopter pemula
Terdapat beberapa elemen penting dalam suatu proses difusi yaitu :
 Innovation
 Communication channel
 Time
 Sosial system (E.M. Rogers. 1983:10)
Difusi pada dasarnya merupakan suatu komunikasi khas berkaitan dengan
inovasi, oleh karena itu difusi secara inheren mencakup unsur inovasi itu sendiri
dengan berbagai karakteristiknya. Dalam proses komunikasi tersebut unsur
saluran komunikasi memegang peranan penting sebagai sarana pertukaran

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 144


informasi, bentuk saluran yang dipergunakan dalam suatu difusi akan berpengaruh
terhadap efektivitas difusi itu sendiri.
Proses komunikasi inovasi bukan suatu yang gampang bila dikaitkan
dengan tingkat adopsinya, ini akan memerlukan waktu, bahkan komunikasinya itu
sendiri sulit dilakukan serempak untuk setiap daerah tempat adopter potensial
berada. Hal ini akan sangat terasa bila suatu daerah mempunyai sebaran geografis
yang luas dan tersebar, sehingga unsur waktu menjadi penting untuk diperhatikan
dalam proses difusi.
Karena difusi terjadi dalam suatu masyarakat/lingkungan pendidikan yang
mempunyai sistem sosial tertentu, maka dimensi sosial masyarakat akan
berpengaruh juga pada tingkat penyebaran inovasi. Sistem sosial yang beragam
cenderung punya sikap yang berbeda dalam memandang inovasi, oleh karena itu
jika suatu inovasi ingin sukses dikomunikasikan pada masyarakat, maka
pemahaman sistem sosial yang berlaku perlu diperhatikan.
Dengan cara demikian maka diharapkan sosialisasi mutu dan penjaminan
mutu khususnya di bidang pendidikan dapat berhasil serta mendorong pada
implementasinya dilapangan
Konsep Dan Tujuan Audit/Monev
Audit pada dasarnya dapat dimaknai sebagai pemeriksaan, audit mutu
berarti pemeriksaan berkaitan dengan mutu. Program audit harus direncanakan
dengan mempertimbangkan faktor-faktor antara lain mengenai status dan
tingkat kepentingan bagian yang akan diaudit, termasuk memperhatikan hasil
audit yang terdahulu. Secara umum terdapat beberapa tipe Audit yaitu :
1. Post-implementation Audit. Yaitu audit yang dilakukan sesudah sistem
dilaksanakan sepenuhnya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah yang
terjadi sesungguhnya sesuai dengan apa yang diperkirakan/diproyeksikan
dalam tahap pengembangan /perancangan, oleh karena itu analis sistem yang
terlibat dalam desain dan implementasi sistem tidak melakukan audit ini,
melainkan sebaiknya menggunakan jasa konsultan lain agar hasilnya bisa
obyektif

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 145


2. Routine-operation Audit. Yaitu audit yang dilakukan oleh pengawas yang
sudah ditunjuk oleh sistem itu sendiri. Dalam sistem yang tidak terlalu besar,
audit ini biasanya dilakukan oleh analis atau programer pemelihara.
3. Financial Audit. Yaitu periksaan yang berkaitan dengan laporan keuangan
organisasi, untuk kemudian memberikan opini tentang kewajaran dan
kesesuaian dengan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang umum.
4. System Audit. Yaitu suatu pemeriksaan terhadap sistem secara keseluruhan,
biasanya mencakup unsur-unsur :
a. Desain dan logika sistem
b. Logika pemrograman, sistem operasi dan komputer
c. Desain konfigurasi komputer
d. Operasi komputer
e. Sistem backup
f. Keamanan dan prosedur pengawasan
g. dokumentasi
secara umum prinsisp dasar dalam pemeriksaan sistem adalah unsur
kelengkapan dan efektivitas pengawasan dalam pelaksaan sistem/penjaminan
mutu yang beroperasi dalam suatu organisasi.Menurut Willy Susilo, Kriteria
audit, lingkup, frekuensi dan metode-metode yang akan digunakan dipastikan
ditentukan. Seleksi terhadap para auditor dan pelaksanaan audit harus
dipastikan dilakukan secara objektif dan mengikuti ketentuan proses audit.
Audit dilaksanakan secara independen yakni auditor tidak memeriksa
pekerjaan mereka sendiri. Tanggung jawab dan persyaratan untuk
merencanakan dan melaksanakan audit, pembuatan laporan hasil audit dan
pengetolaan catatan-catan hasil audit harus tertuang dalam prosedur
terdokumentasi. Pimpinan yang bertanggung jawab terhadap unit yang diperika
harus memastikan tindakan koreksi diambil segera mungkin untuk
mengeliminasi ketidak-sesuaian dan penyebabpenyebab yang telah ditemukan.
Tindak lanjut audit harus mencakup verifikasi terhadap tindakan-tindakan yang
telah diambil dan melaporkan hasil verifikasi` yang telah dilakukan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 146


Audit mutu itu hanyalah suatu proses untuk membantu organisasi untuk
memastikan sistem manajemen mutu telah efektif dan tetah mencapai tujuan-
tujuan yang direncanakan dan sistem tetap dipertahaankan. Melalui audit mutu
internal para pelaku bisnis, pemilik proses ,pelaku sistem mendapatkan data
dan informasi faktual dari hasil audit yang akan digunakan sebagai landasan
untuk memastikan dicapainya kondisi kesesuaian, efektivitas, kesehatan , dan
efisiensi dalam pengelolaan kegiatan usaha.Adapun Tujuan audit mutu internal
adalah mendorong terjadinya perubahan -perubahan untuk mendukung
tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan sejalan dengan strategi bisnis
yang telah dipilih dalam rangka merealisasikan visi - misi perusahaan. Secara
lebih spesifik tujuan audit mutu internal dapat diuraikan sbb:
1. Memastikan sistem manajemen mutu yang telah dikembangkan
dijalankan secara efektif
2. Memastikan tujuan-tujuan penerapan sistem manajemen mutu dicapai
secara efektif
3. Memastikan sistem manajemen mutu terpelihara secara terus menerus
4. Menditeksi penyimpangan-penyimpangan terhadap kebijakan mutu
sedini mungkin
5. Mendalami permasalahan yang terjadi di berbagai proses sehingga dapat
dilakukan tindakan koreksi dan perbaikan terus menerus.
6. Memastikan seluruh personil memiliki kompetensi yang dapat
mendukung efektivitas sistem manajemen mutu.
Sistem Dan Proses Dan Prosedur Audit/Monev, Serta Kompetensi Auditor
Dalam melaksanakan Audit mutu, diperlukan penangan yang
tepat agar pengelolaan/manajemen audit dapat berjalan sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan. Manajemen audit mutu adalah proses sistematis
pengelolaan audit mutu untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif
melalui penerapan fungsi-funsi manajemen (PDCA) : perencanaan, pelaksanaan
evaluasi dan tindak lanjut.
Diawali dari tahap perencanaan. secara umum mencakup penyediaan
semua perangkat audit mutu , mulai pembuatan kebijakan tentang audit mutu

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 147


prosedur audit mutu, program audit mutu, jadwal Audit mutu dan pembentukan
tim audit mutu, penetapan tujuan audit mutu dsb. Tahap berikutnya adalah
menjalankan audit mutu berdasarkan semua yang telah disiapkan pada tahap
perencanaan. Pada tahap pelaksanaan audit mutu, mencakup kegiatan-kegiatan
mulai dari sosialisasi program audit mutu, pembentukan tim audit, penunjukan
dan penugasan auditor, persiapan auditor, pelaksanaan audit , pembahasan hasil
audit dan membuat laporan hasil audit dan menyampaikan laporan hasil audit ke
pihak-pihak yang terkait.
Perencanaan Audit Mutu
Perencanaan adalah proses pentahapan kegiatan audit mutu secara
keseluruhan yang diawali dengan menetapkan tujuan, dilanjutkan dengan
pengembangan program, penyusunan jadwal, penugasan auditor dan penentuan
auditee. Termasuk dalam lingkup perencanaan audit mutu adalah menetapkan
kebijakan audit, pengembangan prosedur audit mutu, program audit mutu,
penyusunan jadwat audit mutu , pembentukan tim audit , dan pengembangan
kompetensi auditor.
Kebijakan audit adalah pernyataan resmi dan terdokumentasi oleh
pimpinan perusahaan menegaskan komitmen dan kebijakan tentang audit mutu.
Biasanya kebijakan audit mutu dituangkan dalam manual mutu atau prosedur
audit mutu internal. Berikut adalah cuplikan dari manual mutu tentang
pengaturan audit mutu internal (contoh) :
o Tujuan audit adalah untuk memastikan sistem manajemen mutu
diimplementasikan secara efektif dan hasilnya sesuai dengan yang
telah direncanakan
o Tim audit dibentuk oleh wakil manajemen dan disahkan oleh Direksi
dan dibekali pelatihan yang cukup sebelum melaksanakan audit.
o Program audit direncanakan oleh ketua tim audit dengan
mempertimbangkan tingkat kepentingan dan kekritisan unit yang
akan diaudit
o Audit dilakukan secara sistematis, objektif, terencana dan
terdokumentasi serta mengedepankan integritas dan independensi.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 148


o Audit harus dilakukan sesuai dengan prosedur audit yang telah
ditetapkan.
o Dalam setiap pelaksanaan audit , auditor harus memperhatikan hasil
audit yang terdahulu untuk mengevaluasi efektivitasnya.
o Kriteria audit, lingkup, frekuensi dan metodemetode yang akan
digunakan dipastikan ditentukan dalam prosedur audit internal.
o Pelaksanaan audit dilakukan secara objektif dan mengikuti ketentuan
persyaratan audit.
o Pimpinan unit yang diperiksa bertanggung jawab untuk menindak-
lanjuti temuan audit pada unit-nya.
o Tindakan koreksi diambil segera mungkin untuk mengeliminasi
ketidak-sesuaian yang telah ditemukan
o Tindak lanjut audit harus mencakup verifikasi terhadap tindakan
tindakan yang telah diambil (Willy Susilo, 2006).
Ketua tim audit bertanggung jawab dan melapor kepada Wakil Manajemen.
Prosedur audit adalah dokumen referensi audit mutu yang isinya menjetaskan
tentang bagaimana proses audit mutu ditaksanakan mulai perencanaan sampai
pelaporan dan tindak lanjut hasil audit mutu.
Program audit adatah rencana induk kegiatan audit mutu yang
menggambarkan kegiatan audit mutu selama kurun waktu biasanya satu
tahun.Pengembangan program audit rnutu tidak dapat dilepaskan dari
keterkaitannya dengan kebutuhan atau permasalahan yang sedang dihadapi oleh
perusahaan. Dengan demikian pada waktu program audit mutu disusun, maka
tim audit mutu bersama wakil manajemen perlu melakukan analisa kinerja
pendahuluan untuk setiap fungsi dan proses,sehingga penekanan audit bisa
diberikan pada fungsi-fungsi tertentu yang dipandang memertukan perhatian
lebih dari fungsi lainnya (critical areas).
Jadwal audit adatah pengaturan dan pembagian waktu audit mutu untuk
seluruh fungsi diperusahaan dalam kurun waktu tertentu , biasanya
setahun.Menetapkan berapa kali setiap fungsi terkena audit mutu datam kurun
waktu satu tahun. Namun perlu juga diingat bahwa disamping kegiatan yang

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 149


telah terjadwal,audit mutu juga dapat dilakukan sewaktu-waktu di luar jadwal
yang telah disusun bilamana diperlukan,misalnya karena adanya kasus atau ada
permintaan khusus dari Manajemen.Jadwal audit mutu tidak boleh terlalu kerap
namun juga tidak baik terlalu Lama. Yang terbaik jadwal audit disusun dengan
pertimbangan kebutuhan.
Tim audit adalah kelompok personil yang terdiri lebih dari beberapa
orang sesuai kebutuhan yang dibentuk untuk metaksanakan audit mutu secara
berkala. Penunjukan anggota tim audit mutu yang biasanya dipilih dari tenaga-
tenaga yang handal dan cocok untuk tugas audit mutu.Seseorang yang ditunjuk
untuk menjadi auditor mutu haruslah memiliki kompetensi (pen getahuan,
pengalaman,pendidikan dan pelatihan serta atribut pribadi yang sesuai).
Sebelum memulai suatu kegiatan audit, seorang auditor mutu perlu melakukan
persiapan-persiapan secara baik agar hasil audit dapat optimal dan interaksi
audit tidak menimbulkan ekses yang kontra produktif terhadap maksud dan
tujuan dilakukannya audit mutu. Berikut adalah beberapa persiapan yang
diperlukan oleh seorang auditor mutu internal sebelum memulai suatu audit
mutu, yang mencakup persiapan mental (pengetahuan,semangat dan emosi) ,
persiapan kertas kerja dan persiapan fisik. Persiapan pengetahuan: Auditor
mutu internal hendaknya mempelajari proses yang akan diaudit, lakukan analisa
SIPOC ( supply- input-process-output-customer), sehingga semua parameter
baik parameter mutu maupun parameter proses, baik yang berupa standar
spesifikasi maupun berupa targettarget operasionat (quality objectives) dapat
dipahami dengan baik. Identifikasi Indikator Kinerja Kunci (Key Performance
Indicator) pada process yang akan di audit. Pelajari karakteristik permasalahan
dan potensi permasalahan atau critical points yang ada pada prosess tersebut.
Pelajari sistem manajemen mutu atau sistem kerja/metode kerja/ prosedur/
instruksi kerja yang telah didokumentasikan dan dijadikan acuan kerja pada unit
dimana audit akan dilakukan. Buatlah berbagai catatan tentang hat-hat yang
menjadi permasalahan atau yang berpotensi menjadi masalah , sehingga pada
waktu proses audit dapat dikembangkan dalam berbagai pertanyaan kepada
auditee. Persiapan kertas kerja audit mutu: Baca kembali prosedur audit mutu

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 150


yang menjadi landasan audit mutu. Pahami isinya dengan baik. Identifikasi
semua formulir yang berlaku dan siapkan secukupnya. Auditor juga perlu
membuka kembali dokumen hasil audit yang lalu pada unit yang akan diperiksa,
untuk mempetajari temuan auditor yang latu.Apakah ada temuan audit yang
belum diselesaaikan . Bila ada maka hat itu perlu dimasukan dalam catatan
persiapan auditor, sehingga pada saat audit auditor dapat membahas kembali
temuan audit yang belum selesai. Pelaksanaan audit mutu adalah proses
realisasi dari semua yang telah dipikirkan dan dituangkan dalam perencanaan
audit mutu. Termasuk dalam lingkup pelaksanaan audit mutu adalah sosialisasi
program audit mutu, penugasan auditor, persiapan auditor keseluruhan proses
audit, pembahasan hasil audit bersama auditee pembuatan laporan hasil audit
dsb. Sosialisasi program audit mutu adalah kegiatan mengkomunikasikan hat-hat
berkaitan dengan audit mutu yang pertu diketahui oleh pimpinan operasional
dan karyawan agar audit mutu tidak menimbulkan salah pengertian dan
mendapat dukungan dari semua pihak. Sosialisasi dapat dilakukan dalam bentuk
berbagai kegiatan misalnya memberikan penjelasan tentang maksud audit mutu
kepada auditee dalam berbagai kesempatan, misatnya pada saat opening meeting.
Penugasan auditor adalah pengaturan tentang siapa akan mengaudit apa,dimana
dan kapan dsb. Pengaturan mengenai penugasan auditor mutu ini penting karena
akan mempengaruhi kinerja auditor. Agar audit mutu bisa berjalan
Pelaksanaan Audit Mutu
Pelaksanan audit mutu/Proses audit adalah proses interaksi antara auditor
dan Auditee dalam rangka mengumpulkan atau memperoleh data/informasi
faktual dan bukti-bukti objektif tentang efektivitas dan kesesuaian sistem
manajemen mutu. Aktivitas audit mutu yang umum dipraktekan antara lain
melakukan observasi, meminta penjelasan, meminta peragaan, mewawancarai
karyawan, menelaah dokumen, membandingkan, memeriksa dengan daftar
periksa, mencari bukti-bukti objektif, melakukan cek silang, bertanya,
melakukan survei, mencari informasi dari tempat lain, mempelajari menganalisa
dll. Singkatnya seorang auditor mutu memiliki kebebasan untuk menggunakan
berbagai pendekatan yang dipandang dapat membantu memberikan data dan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 151


informasi yang diperlukan untuk sampai kepada kesimpulan audit. Meminta
penjelasan adalah suatu bentuk interaksi antara auditor dan auditee untuk
memperoleh data /informasi atas objek audit secara deskriptif. Biasanya auditor
mengajukan permintaan kepada auditee, misalnya dengan kata-kata : " Tolong
jelaskan". Pengertian auditee datam konteks ini adalah semua personil yang ada
pada suatu unit yang tengah di periksa termasuk pimpinan tertinggi pada unit
tersebut. Secara kelembagaan auditee dapat juga diartikan sebagai keseluruhan
unsur yang ada pada unit yang sedang diperiksa.
Meminta peragaan adalah suatu pendekatan audit untuk memperoteh
informasi metalui permintaan contoh aktivitas secara langsung atau secara
simulatif atas suatu objek audit. Pendekatan ini biasa sangat efektif untuk
membuktikan apakah suatu proses kerja atau mekanisme kerja kerja telah
dilakukan sesuai dengan persyaratan yang tertuang dalam dokumen referensi
kerja. Misalnya , seorang auditor tengah mengaudit ke unit pemasaran, dan
meminta peragaan cara menangani keluhan pelanggan, atau meminta seorang
personil yang mengelola data base pelanggan untuk memperagakan pengamanan
data base dsb.
Menelaah dokumen adalah suatu pendekatan audit secara administratif
untuk menilai substansi yang termuat dalam dokumen acuan kerja dibandingkan
misalnya dengan persyaratan standar atau dengan isi kebijakan mutu yang lebih
tinggi kedudukannya. Untuk menelaah sebuah dokumen referensi kerja,auditor
bisa meminta waktu untuk bekerja sendiri di suatu ruangan khusus, atau
dilakukan sebelum audit lapangan dilakukan. Membandingkan dengan daftar
periksa adatah suatu pendekatan pemeriksaan dengan metoda verifikatif yakni
membandingkan parameter standar yang tertuang dalam sebuah daftar periksa
yang telah lebih dahulu disiapkan. berdasarkan dokumen-dokumen referensi
dengan kinerja atau kondisi aktual untuk mendapatkan informasi tentang ada
tidaknya kesenjangan atau penyimpangan. Pemeriksaan dengan alat bantu daftar
periksa biasanya digunakan oleh auditor pemula,untuk menghindari kesalahan
atau ketidak lancaran dalam proses audit. Daftar periksa bisa disiapkan jauh
sebelum audit dilaksanakan. Dafta~ periksa bisa dibuat secara lengkap mencakup

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 152


seluruh aspek yang ingin diperiksa.Daftar periksa bisa disiapkan berdasarkan
prosedur,proses kerja, standard dll. Daftar periksa dapat juga hanya ditekankan
pada aspek spesifik sesuai topik pemeriksaan. Misalnya auditor mendapat tugas
untuk memeriksa masalah pergudangan maka persiapan daftar periksa dapat
difokuskan hanya pada aspek-aspek yang terkait dengan masalah
pergudangan,misalnya hat-hat yang terkait dengan pengendalian penerimoan
boronq datong - pengelo(aan gudang- pengenda(ian pengeluaran barang dsb.
Metakukan cek silang adalah suatu pendekatan untuk membuktikan atau
mengkonfirmasi kebenaran suatu informasi yang telah diperoleh dikaitkan dengan
informasi pada bagian lain. Selain untuk memperkuat bukti objektif atas temuan
yang sudah didapat ,juga untuk memperoleh informasi tambahan yang diperlukan
untuk mengambi! suatu kesimpulan. Menanyakan adalah satu teknik yang paling
umum dan paling banyak dilakukan oleh auditor untuk mendapatkan informasi
Pola pertanyaan yang baik adalah dengan pertanyaan terbuka : Mengapa ?
Mengapa begini,mengapa begitu ?. Melakukan survey adalah suatu pendekatan
audit dengan mengumpulkan informasi melalui metode penelitian dengan
merancang sebuah alat survei sesuai dengan tujuan atau informasi yang ingin
diketahui,misalnya metakukan survey mengenai kepuasan kerja kayawan, survei
mengenai tingkat pemahaman konsep Standar Mutu
Mencari bukti-bukti adalah kegiatan mengumpulkan datadata pendukung
yang dapat diverifikasi atas suatu objek audit yang diduga mengandung persoalan
atau ketidak sesuaian. Bukti-bukti sangat diperlukan oteh auditor dalam
penyusunan laporan hasil audit. Karena itu, pada setiap kesempatan interaksi ,
auditor harus selalu ingat dengan kebutuhan akan bukti-bukti objektif. Dengan
demikian buktibukti perlu dikumpulkan segera setelah adanya indikasi temuan.
Sebagai contoh, pada waktu auditor membahas soal pengendalian produk tidak
sesuai, maka pada saat itulah auditor meminta berbagai bukti terkait dengan
penyimpangan,misalnya hasi( tes oleh bagian Quality Assurance atau catatan hasil
produksi yang menggambarkan adanya penyimpangan. Dengan begitu,pada saat
menyusun laporan semua bahan yang diperlukan sudah tersedia.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 153


Benchmarking adalah suatu pendekatan studi banding bertujuan mencari
informasi dari tempat lain untuk kemudian dibandingkan dengan informasi yang
telah dikumpulkan pada perusahaan sendiri.Biasa benchmarkinq dilakukan untuk
suatu aspek kinerja yang paling baik yang dimiliki oleh perusahaan yang
dijadikan acuan. Mempelajari objek audit adalah suatu pendekatan untuk
memahami secara mendalam objek audit dan keterkaitan kontekstualnya dengan
cara mempelajari berbagai karakteristik spesifik yang bisa memberikan indikasi
untuk memahami situasi yang sesungguhnya dari suatu objek audit.
Semua aspek yang ada di unit yang diperiksa dapat disebut sebagai objek
audit. Namun untuk membuat audit mutu efektif,maka auditor pada satu
kesempatan audit, seharusnya menyeleksi atau membatasi objek audit. Mengapa ?
Pertama karena waktu audit terbatas. Kedua, karena kapasitas auditor terbatas.
Ketiga tidak semua objek audit relevan dengan topic audit yang menjadi
konsentrasi. Pengukuran adalah proses mengkuantifikasikan atau memberikan
nitai atau katagori pada suatu objek /kegiatan/ proses /kondisi /situasi/prilaku atau
hat apa saja dengan mengikuti suatu kaidah tertentu untuk keperluan atau tujuan
tertentu. Secara umum tujuan pengukuran adalah mendapatkan informasi yang
selanjutnya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan , untuk pembuktian, untuk mengkonfirmasi suatu hat,
untuk pengendalian proses, untuk perbaikan atau peningkatan dan masih banyak
lagi manfaat lainnya. Pentingnya pengukuran tersirat dalam ungkapan berikut.
Kita tidak dapat mengendalikan apa yang tidak dapat kita ukur. Secara konsep,
pengukuran adalah hat yang biasa, namun dalam pelaksanaannya, pengukuran
seringkali menimbulkan permasalahan yang tidak sesederhana konsepnya.
Sebagai contoh , auditor mutu akan melakukan pengukuran terhadap tingkat
pemahaman karyawan mengenai SMM
Bagaimanakah pengukuran itu dapat dilakukan dengan tepat dan benar ?
Ketika auditor melakukan pengukuran, maka ada objek (data/variable) yang
diidentifikasi. Bita objek pengukuran dalam jumlah yang banyak, maka
diperlukan pendekataan pengukuran yang selain valid,reliable juga sekaligus
efisien. Karena itu dalam kegiatan yang terkait dengan pengukuran cukup

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 154


dilakukan terhadap sebagian dari populasi atau datam bahasa statistik dikatakan
secara sampling. Menganalisa adalah proses mengurai informasi hasil
pemeriksaan atau pengukuran untuk memahami unsur -unsur terkecil guna
mendapatkan informasi mendalam guna melihat hubungan sebab-akibat atau
hubungan korelasi antara beberapa variable data temuan sebelum auditor
membuat sebuah kesimpulan atas hasil audit.
Penilaian adalah proses memberi nilai atau harga pada sesuatu fungsi atau
aspek yang telah diukur dengan pernyataan evaluatif,misalnya menyatakan suatu
kegiatan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Menyimpulkan
adatah proses akhir dari kegiatan pengukuran dan penilaian dengan memberikan
pernyataan evaluatif berdasarkan data/informasi yang telah dikumpulkan/diukur
dan dianalisa. Proses menyimpulkan bisa dengan pendekatan induktif berarti
berangkat dari data spesifik menuju kesimpulan umum,atau secara deduktif
berangkat dari informasi umum menuju kesimputan spesifik.
Kesimpulan adalah hasil akhir sebuah audit mutu. Berdasarkan
kesimpulan yang telah dibuat , maka auditor siap membuat laporan hasil audit,
yang dilengkapi dengan bukti-bukti objektif. Laporan hasil audit mutu biasanya
dituangkan dalam format yang telah disiapkan dalam prosedur audit mutu.
Verifikasi adalah melakukan pengecekan kembali untuk mengkonfirmasi apakah
proses tindak lanjut yang tetah ditakukan oleh auditee telah benar-benar selesai
dan permasalahan bisa ditutup.Verifikasi biasanya dilakukan setelah tim audit
menerima laporan tindakan koreksi dari auditee. Verifikasi dapat dilakukan
secepaatnya atau ditunda sampai pada putaran audit berikutnya, tergantung
permasalahan dan prosedur audit yang berlaku.
Pada prinsipnya pendekatanan audit mutu dapat ditakukan dengan cara
apapun, tidak terbatas dengan pendekatan yang telah dibahas di atas. Auditor
memiliki kebebasan yang cukup luas untuk menggunakan berbagai metoda atau
pendekatan sejauh cara-cara yang digunakan bisa efektif dalam proses
pemeriksaan dan tidak menimbulkan permasalahan. Secara itustrasi berikut adalah
beberapa pendekatan yang tazim digunakan dalam audit mutu.
o Berbagai pendekatan audit mutu

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 155


1. mengamati/melakukan observasi meminta penjelasan
2. bertanya
3. meminta peragaan mewawancarai karyawan menelaah dokumen
4. membandingkan memeriksa dengan daftar periksa mencari bukti-bukti
5. metakukan cek silang melakukan survei benchmarking
6. mempelajari menganalisa menyimpulkan melakukan pengujian
melaporkan memverifikasi
o Kompetensi Auditor Mutu
Kompetensi adalah keseluruhan pengetahuan, kemampuan /keterampilan
dan sikap kerja plus atribut kepribadian yang dimiliki oleh seseorang yang
mencakup kemampuan berfikir kreatif , keluasan pengetahuan, kecerdasan
emosional,pengalaman daya juang, sikap positif , keterampilan kerja serta
kondisi kesehatan yang baik , yang bisa dibuktikan atau diperagakan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Secara
traditional unsur kompetensi melipyti 3 aspek kunci yakni : Knowledge, Skill,
dan Attitude (KSA).
Seseorang dikatakan memiliki kompetensi, artinya yang bersangkutan
memiliki unsur KSA secara cukup sehingga mampu menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya dens;an efektif, datam arti berhasil mencapai tujuan yang
telah dirancang dari pekerjaan tersebut dengan segala tantangan clan berbagai
permasalahan yang timbul ketika menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Konsepsi kompetensi secara lebih luas Clan lengkap dalam konteks
sukses pribadi berdasarkan buku : How To Develop Competency Using I KEEP
CASH Approach
Dikatakan sbb: Competency is one's demonstrated capability to
apply the I KEEP CASH elements to make one's dream for success
comes true. Competency is just like having much money in hands. If
we are having cash, we can do many things in life. We know what
money can buy. Cash can give immediate effect. ( kompetensi adalah
kemampuan seseorang yang dapat diperagakan untuk melaksanakan
9 elemen kompetensi I KEEP CASH - dalam upaya meralisasikan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 156


suksesyang menjadi impiannya. Memiliki kompetensi ibarat memiliki
banyak uang. Bila kita mempunyai banyak uang,kita dapat
melakukan banyak haf dalam kehidupan ini.Apa yang tidak bisa
dibe(i dengan uang. Uang dapat membuat banyak hal mudah dan
cepat terealisasi).
Sembilan elemen kompetensi tersebut adalah sbb:
I stands for IMAGINATION (imajinasi)
K stands for KNOWLEDGE (pengetahuan)
E stands for EXPERIENCE (pengalaman)
E stands for EMOTION (emosi)
P stands for PASSION (hasrat)
C stands for CHARACTER (karakter)
A is for ATTITUDE. (sikap)
S is the short of SKILL (keterampilan)
H stands for HEALTH (kesehatan)
(sumber : How To Develop Competency Based On I KEEP CASH :
by Willy Susilo)
Dari 9 elemen kompetensi I KEEP CASH, lima elemen diantaranya- imajinasi-
emosi-hasrat-karakter dan sikap- adalah termasuk dalam kelompok kompetensi
lunak (soft competence). Sedangkan empat elemen tainnya adalah kelompok
kompetensi keras (hard competence).
Bila konsep kompetensi ini dirumuskan maka ada dua rumus yang bisa
digunakan kegiatan audit agar lebih efektif dan berhasil, antara lain
keterampilan berkomunikasi, menganalisa situasi, analisa data, membuat
laporan hasil audit mutu. Tidak kalah pentingnya dari pengetahuan dan
keterampilan,auditor mutu juga perlu memiliki sikap dan atribut keperibadian
positif, misalnya kesetabilan emosi,disiplin tinggi,integritas dsb.
Sementara itu menurut standar ISO 19011, seseorang yang ditunjuk
menjadi auditor sistem manajemen mutu minimal memenuhi persyaratan sbb:
Audit adalah suatu pekerjaan khusus yang tidak bisa dilakukan oleh sembarang
orang . Karena dua sebab. Pertama karena audit adalah kegiatan yang sensitif

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 157


dan mudah menimbulkan ekses,friksi dan konflik yang dapat berakibat kontra
objektif dan kontra produktif. Kedua audit adalah suatu kegiatan yang amat
penting dalam arti memiliki potensi kontribusi nilai yang sangat
signifikan,dalam upaya mendukung pencapaian tujuan perusahaan.Karenanya
penunjukan seorang auditor mutu tidak boleh sembarangan melainkan harus
dilakukan secara selektif dan benar-benar berlandaskan pada kompetensi.
Sebagai gambaran umum, seorang auditor mutu internal memerlukan
pengetahuan secara komprehensif dalam berbagai bidang ilmu, terutama
pengetahuan tentang organisasi,proses bisnis, manajemen
operasional,manajemen mutu dan tentu saja manajemen audit mutu sebagai
pengetahuan pokoknya dll. Disamping itu seorang auditor mutu internal juga
perlu memiliki berbagai keterampilan tambahan untuk mendukung pelaksanaan
Audit mutu, sehingga sesuai dengan yang diharapkan.
Laporan Audit/Monev
Laporan audit mutu internal adatah hasil kerja seorang auditor mutu, yang
disampaikan kepada auditee (unit yang diperiksa) untuk ditindak lanjuti. Laporan
hasil audit mutu memuat informasi faktuat, signifikan, relevan dan cukup, yang
disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
Semua informasi yang dimuat dalam laporan audit benar-benar telah diseleksi
sehingga menggambarkan kebenaran dan penting untuk diketahui, berkaitan
langsung dengan permasalahan yang dilaporkan dan tidak menimbulkan keraguan
atau menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dibenak pembacanya, dan yang paling
esensial, laporan audit mutu mengandung potensi nilai yang siap direalisasikan
menjadi nilai nyata yang berharga bagi kepentingan perusahaan.
Dalam pembuatan laporan hasil audit berlaku prinsip-prinsip komunikasi,
yang mencakup siapa (auditor) menyampaikan apa (hasil audit) kepada siapa
(auditee) dengan media apa ( bahasa verbal tertulis) dengan tujuan apa ( tindakan
perbaikan oleh auditee). Policy ( Kebijakan): laporan audit mutu menyebutkan
kebijakan yang dijadikan acuan pembanding atau referensi dalam proses audit.
Policy atau kebijakan adalah koridor legalitas suatu kegiatan dalam sebuah
organisasi. Bila dikatakan melanggar kebijakan perusahaan artinya suatu kegiatan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 158


menyimpang dari apa yang telah ditetapkan. Acuan pembanding, misalnya
kebijakan yang tertuang dalam manual mutu.
Location ( lokasi) : menyebutkan secara spesifik tempat proses atau unit
operasi dimana permasalahan ditemukan. Misalnya terjadi ketidak efektifan pada
proses pergudangan dengan prinsip FIFO. Activity ( kegiatan) : menyebutkan
aktivitas atau proses dimana ditemukan permasalahan. Misalnya pada kegiatan
pemeriksaan barang datang. Clause (klausul) : menyebutkan klausal peraturan
atau standar dan pasal-pasal yang menjadi permasalahan atau yang dilanggar.
Evidence (bukti objektif): menyebutkan bukti-bukti objektif yang mendukung
laporan hasil audit. Misalnya hasil pengujian laboratorium tentang spesifikasi
bahan baku yang menyimpang dari toleransi tetapi tetap diterima. Scale of
criticality ( tingkat keseriusan) : menggambarkan tingkat keseriusan permasalahan
dilihat dari satu atau beberapa sudut pandang.
Analysis (analisa) :memberikan uraian hasil analisa sebab akibat yang
melatar-belakangi terjadinya permasalahan. Misalnya terjadinya ketidak-
mampuan tetusur akibat identifikasi pada sistem pelabelan tidak jelas.
Recommendation (rekomandasi) memberikan rekomendasi sebagai buah pikiran
auditor untuk menyelesaikan persoalan yang telah ditemukan. Time for
completion (waktu untuk penyelesaian) : adalah kesepakatan mengenai batas
waktu untuk penyelesaian permasalahan yang telah dibahas bersama antara
auditor dan auditee.
Bentuk laporan audit mutu yang pating umum adalah menggunakan sistem
formulir yang telah disiapkan. Bentuk laporan audit dengan formulir sangat
praktis untuk pengisiannya dan untuk pemahaman secara cepat oleh pembacanya.
Pada intinya laporan hasil audit mutu adalah kesimpulan yang dibuat oleh auditor
berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan. Pertimbangan utama
yang harus diberikan oleh auditor saat menyusun laporan audit adalah siapa
pembacanya. Pemahaman tentang target pembaca ini penting agar, laporan audit
bisa disusun untuk pemahaman optimal oleh pembacanya. Jadi laporan audit
bukan untuk dimengerti sendiri oleh auditor . Laporan audit mutu harus mudah
dimengerti oleh auditee tanpa ada peluang salah tafsir. Karena yang akan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 159


melaksanakan instruksi/informasi yang tertuang dalam laporan audit adalah
auditee, bukan auditor.
Karena itu dalam penyusunan laporan hasil audit, gunakanlah bahasa yang
sederhana, jelas, singkat dan mudah dimengerti tanpa keraguan. Ingat prinsip-
prinsip komunikasi, yang mencakup siapa (auditor) menyampaikan apa (hasil
audit), kepada siapa (auditee) dengan media apa ( bahasa verbal tertulis) dengan
tujuan apa ( tindakan perbaikan oleh auditee).
Pengertian Mutu
Kualitas telah menjadi isu kritis dalam persaingan modern dewasa ini,
dan hal itu telah menjadi beban tugas bagi para manager menengah. Dalam
tataran abstrak kualitas telah didefinisikan oleh dua pakar penting bidang
kualitas yaitu Joseph Juran dan Edward Deming. Mereka berdua telah berhasil
menjadikan kualitas sebagai mindset yang berkembang terus dalam kajian
managemen, khususnya managemen kualitas.
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness
for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa
yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna. Tokoh Mutu lain yang
mengembangkan managemen kualitas adalah Edward Deming yang
berpendapat bahwa meskipun kualitas mencakup kesesuaian atribut produk
dengan tuntutan konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu. Menurut
Deming terdapat empatbelas poin penting yang dapat membawa/membantu
manager mencapai perbaikan dalam kualitas yaitu :
1. Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
2. Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima
3. Berhenti tergantung pada inspeksi missal
4. Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
5. Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
6. Melembagakan metode pelatihan kerja modern
7. Melembagakan kepemimpinan
8. Menghilangkan rintangan antar departemen
9. Hilangkan ketakutan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 160


10. Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
11. Hilangkan managemen berdasarkan sasaran
12. Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman
13. Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
14. Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat melaksanakan
transformasi seperti dalam poin-poin di atas.
Dengan memperhatikan pendapat dua tokoh kualitas di atas, nampak bahwa
mereka menawarkan beberapa pandangan yang penting dalam bidang kualitas,
pada intinya dapat difahami bahwa semua yang berkaitan dengan managemen
kualitas atau perbaikan kualitas yang diperlukan adalah penerapan
pengetahuan dalam upaya meningkatkan/mengembangkan kualitas produk atau
jasa secara berkesinambungan.
Selain itu dua Pakar di atas, Banyak pakar lain yang mencoba
mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa
di antaranya adalah sebagai berikut (Fandy Tjiptono. 2003:3)
 Performance to the standard expected by the customer
 Meeting the customer's needs the first time and every time
 Providing our customers with products and services that consistently meet
their needs and expectations.
 Doing the right thing right the first time, always striving for improvement, and
always satisfying the customer
 A pragmatic system of continual improvement, a way to successfully organize
man and machines
 The meaning of excellence
 The unyielding and continuing effort by everyone in an organization to
understand, meet, and exceed the needs of its customers
 The best product that you can produce with the materials that you have to
work with
 Continuous good product which a customer can trust
 Not only satisfying customers, but delighting them, innovating, creating.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 161


Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara
universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam
elemen-elemen sebagai berikut:
 Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
 Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
 Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa Yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang).
Konsep Penjaminan Kualitas/mutu (quality assurance)
Penjaminan kualitas adalah seluruh rencana dan tindakan sistematis
yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk
memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut
merupakan refleksi dari kebutuhan pelanggan. Penjaminan kualitas biasanya
membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan biasanya digunakan sebagai
alat bagi manajemen. Menurut Gryna (1988), penjaminan kualitas merupakan
kegiatan untuk memberikan bukti-bukti untuk membangun kepercayaan bahwa
kualitas dapat berfungsi secara efektif (Pike dan Barnes, 1996).
Sementara itu Cartin (1999:312) memberikan definisi penjaminan
kualitas sebagai berikut : Quality Assurance is all planned and systematic
activities implemented within the the quality system that can be demonstrated to
provide confidence that a product or service will fulfill requirements for quality
Tujuan Penjaminan Kualitas/mutu
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal
maupun eksternal organisasi. Menurut Yorke (1997), tujuan penjaminan
(Assurance) terhadap kualitas tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan ber-
kesinambungan melalui praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.
2. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau
bantuan lain dari lembaga yang kuat dan dapat dipercaya.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 162


3. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara
konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai
dengan standar pesaing.
4. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality
assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di
dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing.
Penjaminan kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk
kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme
penjaminan kualitas yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan
bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran.
Berkaitan dengan penjaminan kualitas, Stebbing dalam Dorothea E.
Wahyuni (2003) menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas
sebagai berikut :
 Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi.
Meskipun program penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup
pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut
hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara
menyeluruh.
 Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa.
Dengan kata lain, departemen pengendali kualitas tidak harus
bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan
oleh orang lain.
 Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian
perancangan. Dengan kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan
murupakan keputusan bidang perancangan atau teknik, tetapi
membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab dalam pengambilan
keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam perancangan.
 Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya yang sangat
besar. Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan
penjaminan kualitas bukan pemborosan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 163


 Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatm pengendalian melalui
prosedur secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan dalam
efisiensi, produktivitns, dan profitabilitas.
 Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru
akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap
waktu (do it right the first time and every time).
 Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk mencapai biaya yang
efektif, membantu meningkatkan produktivitas.
Pentingnya Penjaminan Mutu di bidang Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya untuk membentuk manusia yang berkualitas,
hal ini tentu saja memerlukan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas pula.
Oleh karena itu penjaminan mutu pendidikan menjadi hal yang penting paling
tidak karena dua alasan yaitu alasan yuridis formal dan alasan perkembangan
masyarakat di era global. Alasan yuridis di dasarkan pada ketentuan Peraturan
dimana dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan fasal 91 ayat 1, 2, dan 3 tentang penjaminan mutu pendidikan
disebutkan bahwa :
1. setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan
penjaminan mutu.
2. penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan
untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
3. penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan
mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Dengan melihat pasal tersebut di atas, nampak bahwa penjaminan kualitas
merupakan suatu kewajiban bagi lembaga pendidikan. Dalam melakukan
penjaminan Kualitas Pendidikan, sementara itu alasan berkaitan dengan
perkembangan global mengacu pada kondisi lingkungan yang ada, sebagaimana
akan dekemukakan berikut ini

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 164


Dengan semakin berkembangnya teknologi dan globalisasi, maka berbagai
bidang kehidupan manusia pun mendapat pengaruh besar termasuk dalam
bidang pendidikan. Salah satu hal yang penting adalah makin tumbuhnya
tuntutan akan kualitas pendidikan seiring dengan makin kompetitifnya SDM
antar bangsa. Perubahan ini mendorong pada berkembangnya konsep
penjaminan mutu dalam Pendidikan baik pendidikan dasar dan menengah
maupun pendidikan tinggi. Dampak lain dari globalisasi dan penerapan
teknologi baru dan maju adalah penyebaran informasi, pencarian informasi
sudah lebih mudah berkat perkembangan teknologi informasi. Tidak ada
informasi apa pun yang tidak dapat diketahui sehingga pengendalian pun mulai
beralih dari pengendalian fisik menjadi ke pengendalian informasi. Artinya,
mereka yang memiliki informasilah yang memiliki kekuatan nyata, dan hal ini
menimbulkan perbedaan yang cukup besar antara pemilik informasi dan yang
tidak memilikinya.
Menurut Rinda Hedwig dan Gerardus Polla (2006), dampak globalisasi
sifatnya menyeluruh di dunia, dan dalam konteks Pendidikan Tinggi, hal
tersebut menimbulkan konsep baru dalam pendidikan dan perlu mendapat
perhatian yang antara lain mencakup:
1. pembagian manfaat pendidikan tersebut kepada masyarakat maupun
untuk alumnus,
2. sistem swadaya dan swasembada yang mulai diberlakukan di
perguruan tinggi negeri,
3. efisiensi tanpa mengurangi efektifitas serta produktivitas lembaga,
4. penekanan pada kepuasan stakeholder (mahasiswa, dosen, alumni,
pengguna lulusan, orang tua, dan pemerintah),
5. pemusatan kepada belajar dan bukan hanya mengajar (learning
centered education),
6. penekanan bahwa pendidikan ini adalah hal dinamis yang senantiasa
berubah berdasarkan perkembangan yang terjadi,
7. pendidikan yang ada saat ini sebaiknya relevan dengan kebutuhan
masyarakat, negara, dan dunia,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 165


8. tanggung jawab pendidikan bukan hanya menjadi milik pendidik
melainkan harus sama-sama dilakukan oleh si pendidik dan
mahasiswa,
9. pemberdayaan dalam pendidikan merupakan syarat mutlak yang tidak
dapat ditawar.
Dengan adanya paradigma baru di atas maka perlu dilakukan penjaminan
mutu dalam penyelenggaraan pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Penataan
sistem pendidikan tinggi saat ini sudah lebih otonomi dan harus memiliki
akuntabilitas tinggi. Akreditasi nantinya merupakan akreditasi diri dengan
pengakuan dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Akreditasi diri inilah yang
kemudian menjadi landasan bagi perguruan tinggi untuk mengajukan akreditasi
ke tingkat nasional yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap perguruan
tinggi tersebut. Akreditasi tidak lepas dari evaluasi diri agar setiap program studi
di dalam perguruan tinggi tersebut dapat mengenali kekuatan, kelemahan,
kesempatan, dan tantangan yang dihadapi. Ini semua akan mengacu kepada
peningkatan kualitas yang berkelanjutan.
Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi
Pada tanggal 1 April 2003 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi telah
menetapkan Higher Education Long Term Strategy 2003-2010 (disingkat
menjadi HELTS 2003-2010). Di dalam Part 1 Chapter 11 HELTS 2003 - 2010
dicantumkan Vision 2010, atau Visi 2010 Pendidikan Tinggi di Indonesia,
sebagai berikut :
In order to contribute to the nation's competitiveness, the national higher
education has to be organizationally healthy, and the same requirement
also applies to institutions. A structural adjustment in the existing system
is, however, needed to meet this challenge. The structural adjustment
aims, by the year of 2010, of having a healthy higher education system',
effectively coordinated and demonstrated by the following features :
Quality; Access and equity; Autonomy
Dengan demikian, pada saat ini perlu dilakukan penyesuaian secara struktural
sistem pendidikan tinggi nasional, agar pada tahun 2010 terdapat sistem

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 166


pendidikan tinggi yang sehat, yang secara efektif dikoordinasikan dan
ditunjukkan oleh ciri-ciri kualitas, akses dan keadilan, serta otonomi. Selanjutnya
khusus mengenai ciri kualitas pendidikan tinggi nasional, di dalam Part ll Chapter
Ill Point E HELTS 2003 - 2010 dinyatakan secara khusus tentang Quality
Assurance (Penjaminan Mutu) sebagai berikut :
In a healthy organization, a continuous quality improvement should
become its primary concern. Quality assurance should be Internally
driven, institutionalized within each organization's standard
procedure, and could also Involve external parties. However, since
quality is also a concern of all stakeholders, quality improvement
should aim at producing quality outputs and outcomes as part of
public accountability.
Berlandaskan HELTS 2003 - 2010 ini, nampak bahwa maslah kualitas dan
penjaminan kualitas telah menjadi konsern penting dalam pengembangan
pendidikantinggi di Indonesia. Ini jelas membawa implikasi pada perlunya
Perguruan tinggi berupaya untuk meningkatkan kualitas manajemennya dalam
rangka peningkatan kualitas pendidikan tinggi. Dalam suatu organisasi perguruan
tinggi yang sehat masalah kualitas akan menjadi suatu kebutuhan sendiri, namun
demikian untuk mencapai hal itu jelas memerlukan komitmen dan kesadaran dari
seluruh lapisan yang terlibat dalam organisasi perguruan tinggi.
Dalam buku Pedoman Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi - Dikti 2003
berkaitan dengan penjaminan mutu dikemukakan hal sebagai berikut:
“Secara umum yang dimaksud dengan penjaminan mutu adalah proses
penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten
dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang
berkepentingan memperoleh kepuasan.
Dengan demikian penjaminan mutu pendidikan tinggi adalah proses
penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan tinggi
secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan”.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 167


Proses penjaminan mutu di Perguruan Tinggi bermula ketika Perguruan
Tinggi tersebut melakukan evaluasi diri dengan menggunakan pendekatan L-
RAISE (Kepemimpinan, Relevansi, Suasana Akademik, Manajemen Internal &
Organisasi, Keberlanjutan, Efisiensi dan Produktivitas). L-RAISE merupakan
isu strategis untuk menjaga keberlangsungan dan pengembangan Perguruan
Tinggi. Dengan demikian, jika L-RAISE ini tidak diperhatikan, atau tidak
ditangani dengan baik, maka kinerja Perguruan Tinggi akan menurun, bahkan
terancam keberadaannya.
Menurut Hedwig dan Polla (2006), Penjaminan mutu di perguruan tinggi
(PT) bisa dilakukan baik secara menyeluruh maupun dalam bentuk berjenjang.
Yang dimaksud dengan menyeluruh berarti seluruh proses yang terkait di dalam
PT tersebut seperti penerimaan mahasiswa baru, perkuliahan, hingga proses
meluluskan mahasiswa dijaminkan mutunya. Sedangkan yang dimaksud dengan
bertahap adalah PT bisa melakukan penjaminan bukan seluruh proses yang
dilakukan PT melainkan hanya Tri Dharma (pendidikan, penelitian dan pengab-
dian masyarakat) atau hanya salah satu dharma saja.
Penjaminan mutu juga bisa dilakukan hanya pada satu Fa-
kultas/Jurusan/Program Studi/Unit saja tetapi kemudian terus ditingkatkan hingga
seluruh proses kegiatan di PT dijaminkan. Jika dilakukan secara bertahap,
penentuan mana yang terlebih dahulu hendak dijaminkan tergantung pada
kesepakatan dari pimpinan PT tersebut.
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Pengertian
Sistem informasi : Seperangkat komponen yang saling berhubungan yang
berfungsi mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan
informasi untuk mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam
organisasi. SIM adalah sistem informasi yang diterapkan bagi kepentingan
manajemen, dan secara sederhana manajemen dapat diartikan Getting things done
through people (Harold Koonzt dan Cyril O’Donnel}

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 168


Sistem Informasi Manajemen : adalah suatu sistem dimana unit organisasi
memiliki suatu kerangka informasi tunggal dan terpadu untuk pengumpulan
informasi yang diperlukan bagi kepentingan kegiatan manajemen.
Evolusi bentuk informasi
1. Observasi langsung
2. Secara lisan
3. Secara tertulis
4. Komputerisasi
Sumberdaya yang dikelola Manajer dalam proses manajemen (Mc Leod)
1. Man (manusia)
2. Money (uang, dana)
3. Material
4. Machine
5. informasi
Kekuatan yang mendorong makin perlunya SIM
1. perubahan ekonomi secara global
2. perubahan ekonomi industrial
3. perubahan perusahaan
4. perubahan teknologi komunikasi
Aktivitas dalam Sistem Informasi
 Input (masukan, Data)
 Process (pengolahan data)
 Output (keluaran, Informasi)

Bagan aktivitas Sistem Informasi


(Jane P. Loudon)
Lingkungan SI

PROCESSING
INPUT - KLASIFIKASI OUTPUT
(DATA) - PENATAAN INFORMASI
- PENGHITUNGAN
Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 169
Umpan balik

Tujuan penerapan SIM


1. Untuk mencapai keunggulan competitive
2. Untuk mencapai keunggulan comparative
Lingkungan yang berpengaruh terhadap SIM
1. Untuk dunia bisnis
o Finance society
o Suppliers
o Labor union
o Stock holder
o Competitor
o Costumer
o Government/local society
o Global community
2. Untuk dunia pendidikan/lembaga pendidikan
o Government
o Local society
o Professional organization
o Competitor
o Costumer
Dalam prakteknya Penerapan SIM sangat dipengaruhi oleh kebudayaan
masyarakat, untuk itu perlu dilakukan secara bertahap dan hati-hati agar apa yang
diharapkan dari penerapan SIM dapat tercapai. Dalam kaitan ini kebudayaan
masyarakat dapat dikelompokan kedalam :
 Masyarakat pra-informasional
 Masyarakat informasional

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 170


Masyarakat pra informasional adalah masyarakat yang belum melihat informasi
sebagai sumberdaya yang penting serta pengaruhnya dalam kehidupan tidak
begitu menonjol, sedangkan masyarakat informasional adalah masyarakat yang
telah menyadari pentingnya informasi sebagai sesuatu yang berpengaruh besar
dalam kehidupan.
Adapun perbedaan kedua kelompok tersebut menurut Sondang P Siagian adalah :

Pra-Informasional Informasional
 Dasar ilmiah Kekakuan paradigma Kemampuan menggabung yg kreatif

 Jumlah Infor
Langka Melimpah
Masi
 Pertambah-
Linier Eksponensial
an informasi

 Kecepatan Lambat/Stabil Cepat/Berubah-ubah


dan isi
 Cara penyam
Mono Media Multi Media
paian
 Unit penang- Individu Mesin/bantuan mesin
anan info
 Kerangka ni- Monistis Pluralistis
lai tafsiran
 Hubungan
Seorang ke Banyak orang Banyak orang pada seorang
informasi

 Orientasi Masa lalu Masa depan


waktu

Karakteristik/Ciri-ciri SIM
1. Bersifat total/menyeluruh, mencakup :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 171


 dilihat dari bentuknya
a. formal – informal
b. manual – komputerisasi
 dilihat dari bidangnya
a. sistem informasi proyek
b. sistem informasi perkantoran
c. sistem informasi forcasting
d. sistem informasi penopang keputusan
2. Bersifat terkoordinasi :
keseluruhan cakupan SIM dilaksanakan dilaksanakan secara
terstruktur, terdepartemen tasi tapi harus terkoordinasi secara terpusat

Initially, the term TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP was viewed


as a PERSONAL QUALITY, an ability to inspire employees to look beyond
self-interest and focus on organizational goals. The concept has evolved over
time; now it is often viewed as a broad STRATEGY that has been described as
"facilitative."
ERIC Digests

SI

PIHA
PROSE K
SI S MAN
AJEM
EN
SI

3. SIM terintegrasi secara rasional

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 172


Sub-sub sistem dikoordinasikan menuju tercapainya integrasi secara rasional.
Logis, efektif dan efisien
4. SIM mentransformasikan data menjadi informasi dengan berbagai cara
5. SIM meningkatkan Produktivitas
6. SIM sesuai dengan sifat dan gaya manajer (personil) yang akan
menggunakannya sehingga terhindar dari kesenjangan
7. SIM menggunakan kriteria mutu yang telah ditetapkan serta relevansi.
8. SIM memiliki sub sistem informasi

SI
PIHA
K
PROSE MAN
SI S AJEM
EN

SI

Konsep dasar Informasi


o Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang
berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat
ini atau mendatang. Data (bahan baku informasi) adalah kelompok teratur
simbol-simbol yang mewakili kuantitas, tindakan, benda, dan sebagainya
(Gordon B. Davis)
o Informasi yaitu semua data yang mempunyai arti bagi pihak pemakai,
sedangkan data adalah sebuah fakta tertentu
(Winardi)
o Informasi adalah data (data terdiri dari fakta-fakta dan angka-angka)
yang telah diproses, atau data yang memiliki arti. (McLeod)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 173


o Dalam Sistem informasi, informasi memperkaya penyajian, mempunyai
nilai kejutan, atau mengungkap sesuatu yang penerimanya tidak tahu atau
tidak tersangka. Dalam dunia yang tidak menentu, informasi menggurangi
ketidak pastian, terutama dalam mempertimbangkan pilihan-pilihan dalam
pembuatan keputusan, bila tidak ada pilihan atau keputusan, informasi
menjadi tidak diperlukan atau kurang dibuatuhkan.
o Ciri/sifat-sifat informasi
 benar – salah (berhubungan dengan realitas)
 baru
 tambahan
 korektif
 penegas
o syarat informasi (dalam konteks manajemen)
 cepat (dilihat dari segi waktu)
 tepat/akurat (dilihat dalam hubungannya dengan realitas)
 lengkap (ddilihat dari cakupan)
 relevan (dilihat dari konteks kebutuhan)
o Klasifikasi informasi
 Informasi untuk manajeman dan informasi pertanggungjawaban
 Informasi proses dan informasi proyek
 Informasi historis dan informasi masa datang
 Informasi intern dan informasi ekstern
 Informasi identifikasi dan informasi relasi
Pendekatan dalam mempelajari SIM
1. Pendekatan Teknis. pendekatan yang menekankan pada model normatif,
bersifat matematis serta mengacu pada kecakapan teknologi secara fisik
dan formal dari suatu sistem informasi
2. Pendekatan Prilaku. pendekatan yang lebih menekankan pada pengaruh
sistem informasi terhadap individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 174


3. Pendekatan Gabungan. pendekatan yang mencoba mempelajari sistem
informasi dengan menggabungkan kedua pendekatan tersebut di atas yakni
model normatif dan model sosial/fungsional
Faktor –faktor yang mempengaruhi penataan SIM
1. Hirarki dalam struktur organisasi
1. Hirarki adalah pelapisan atau tingkatan yang menyebabkan adanya rantai
komando yang mengatur hubungan atasan-bawahan
2. Dalam hirarki tercakup pembagian wewenang dan span of control
2. Iklim Organisasi (Organizational Climate): an overall feeling that is
conveyed by the physical layout, the way participant interact, and the way
members of the organization conduct themselves with costumer or the
outsiders (Fred Luthans)
3. Klasifikasi pembagian wewenang dalam manajemen
 Centralized management
 Decentralized management
 Collegial management
 Joint management
 Collaborative/collective management
4. Ciri-ciri dalam arus informasi
 Centralized management
 Informasi yang ditampung sangat banyak
 Informasi harus selalu disampaikan pada manajemen puncak
 Bisa menimbulkan information overload
 Decentralized management
 Informasi arusnya sangat tersebar karena ada delegasi dalam
pembuatan keputusan
 Arus informasi tidak terlalu padat
 Manajemen puncak mengendalikan organisasi melalui
ringkasan informasi
 Coordinative management
 Informasi tersebar sesuai wewenangnya

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 175


 Manajer senior dan yunior sama-sama memiliki informasi
penting bagi pengambilan keputusan
 Sistem informasi rumit karena harus dibuat agar jangan sampai
tumpang tindih (ovelapping)
 Struktur organisasi biasanya matriks
5. Gaya Manajemen : yaitu bagaimana para manajer memanfaatkan waktunya
dalam menangani organisasi dalam bidang :
 Menangani pekerjaan
 Melaksanakan human relation
 Supervisi
 Reward ang punishment
 Gaya manajemen sangat dipengaruhi oleh :
 Mutu pemikiran
 Sikap dasar
 Pengalaman
 Sifat pengolahan informasi
 Kecerdasan emosi
Empat unsur kualitas pemikiran manusia
Preseptif

Sistematis Intuitif

Reseptif
 Ciri-cirinya :
a. Intuitif :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 176


 Trial and error dalam menguji berbagai bentuk pemecahan masalah
 Tiodak menganggap penting pemrosesan data menjadi informasi
b. Sistematis
 Menstrukturkan masalah secara tepat untuk pemecahan masalah
 data-data diolah dan dianalisa dengan cermat tersusun dan logis
c. Preseptif
 Memusatkan perhatian pada hubungan antara unsur suatu data
yang diperoleh
 Cepat menguji data rincian untuk memadukan dengan data-data
bidang lain
d. Reseptif
 Memerlukan informasi rinci dan cenderung tenggelam pada
rincian tanpa mengaitkan dengan data dari bidang lain
 cenderung melihat permasalahan secara parsial tidak integral
Peran-Peran Manajerial Dari Mintzberg
1. Interpersonal roles :
 Figurehead : Manajer melaksanakan tugas-tugas seremonial
 Leader : Manajer memelihara unit dengan mempekerjakan dan melatih staf
serta menyediakan motivasi dan dorongan
 Laison : Manajer melakukan hubungan dengan orang-orang di luar
organisasi dengan tujuan menyelesaikan masalah bisnis
2. Informational roles :
 Monitor : Manajer secara tetap mencari informasi mengenai kinerja unit
(organisasi)
 Disseminator : Manajer meneruskan informasi yang berharga kepada
orang di dalam unitnya
 Spokesperson : Manajer meneruskan informasi yang berharga kep[ada
orang-orang diluar unitnya—pimpinan dan orang-orang dilingkungannya
3. Decisional roles :
 Entrepreneur : Manajer membuat perbaikan-perbaikan yang cukup
permanen pada unit, seperti mengubah struktur organisasi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 177


 Disturbance Handler : Manajer bereaksi pada kejadian-kejadian tidak
terduga, seperti devaluasi dollar dsb.
 Resources Allocator : Manajer mengendalikan pengeluaran unitnya,
menentukan unit bawahan mana yang mendapat sumber daya
 Negotiator : manajer menengahi perselisihan baik di dalam unitnya
maupun antara unit dan lingkungannya
Kebutuhan dan sumber Informasi (IRM)
 Kegiatan Organisasi
 Top Manager/Management
- memerlukan informasi terpadu
- menentukan dalam menentukan SIM yang dipakai
 Middle Manager terbagi dua yaitu
 Upper Middle Manager
- sangat terlibat dalam penataan SIM
 Specialist/Professional
- penyeliaan Staf semi profesional
 Lower Manager
- Supervisi personil operasi
- keterlibatan dalam SisInfo cukup besar
- bisa menjadi anggota SisInfo tertentu
 Personil operasi
- keterlibatan yang terbatas pada SisInfo
- melakukan transaksi/kegiatan kemudian diproses oleh SisInfo
Sumber daya informasi menurut Raymond McLeod terdiri dari :
o Perangkat keras komputer
o Perangkat lunak komputer
o Para spesialis informasi
o Pemakai
o Fasilitas
o Database

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 178


o Informasi
Mutu informasi
Mutu suatu informasi yang disampaikan akan bervariasi, ini terjaddi karena ada
bias/kesalahan yang diseababkan oleh :
o Metode pengukuran dan pengumpulan data yang salah
o Tidak mengikuti prosedur pengolahan yang benar
o Data hilang atau tidak di olah
o Kesalahan mencatat atau mengoreksi data
o File historis/induk yang salah atau keliru memilih file historis
o Kesalahan dalam prosedur pengolahan misalnya kesalahan program
komputer
o Kesalahan yang disengaja
Cara mengatasi hal tersebut antara lain adalah :
o Pengendalian intern
o Audit intern dan ekstern
o Menambahkan batas kepercayaan pada data
 Database
Database (pangkalan data/basis data) merupakan serangkaian file data
yang tersusun dan saling berkaitan secara logis yang disediakan/dipelihara untuk
kepentingan SIM. Menurut George M Scott Database adalah sistem file komputer
yang menggunakan cara pengorganisasian file tertentu Pengelolaan/penataan guna
memudahkan penggunaan pangkalan data disebut manajemen database. Dengan
demikian suatu database merupakan kumpulan file yang dapat dipergunakan
dalam suatu Sistem Informasi guna menunjang/membantu aktivitas suatu
organisasi. Database adalah pusat dimana berbagai data yang diperlukan dapat
diakses untuk dapat diolah menjadi suatu informasi. Di dalamnya tersusun urutan-
urutan data dari elemen data paling rendah sampai ke yang tertinggi. Secara
tradisional hirarki data terdiri dari: (1) elemen data, (2) catatan, dan (3) File.
Elemen-elemen data kemudian dicatat dan kumpulan catatan pada tahap
berikutnya dibentuk menjadi suatu file. Dalam suatu sistem yang menggunakan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 179


komputer pengorganisasian data terdiri dari bit, byte, fields, records, files dan
Database . Bit adalah adalah unit terkecil data yang ditangani komputer,
sekelompok bit disebut byte yang mewakili suatau karakter tunggal dapat
berbentuk huruf, angka atau simbol lain, sekelompok karakter yang dimasukan
pada suatu kata yang lengkap (seperti nama) disebut field, dan sekelompok field
yang berhubungan (seperti nama tempat tanggal lahir, alamat) disebut record,
sekelompok rekord yang sama jenisnya disebut file
Goal dan Objective dari sebuah database
Pada dasarnya SIM tidak dapat berjalan tanpa adanya suatu Database,
karena dengan Database ini maka pengolahan data menjadi informasi dapat
dilakukan dengan cepat, efektif dan efisien, dengan demikian Database bertujuan
untuk :
1. Memudahkan pengaksesan data untuk diolah menjadi informasi
2. Menghindari data redundancy
3. Mempercepat pembaruan masing-masing record secara serempak
4. Memperbaiki manajemen dan mempertinggi efektivitas kinerja
organisasi
Model pengorganisasian File/Data
Model hirarki. Merupakan model pangkalan data yang
mengorganisasikan data/file dalam suatu strruktur yang berbentuk pohon. Satu
rekord dibagi dalam segmen-segmen dalam suatu hubungan parent - child. Dalam
tiap rekord unsur data ditata dalam penggalan-penggalan rekord. Setiap rekord
akan nampak mempunyai suatu segmen puncak yang disebut Root . Model
Jaringan (Network). Model ini menggambarkan data secara logis dalam beberapa
hubungan, dalam hal ini parent dapat mempunyai beberapa anak dan anak dapat
mempunyai beberapa parent (lebih dari satu). model relational (hubungan).model
yang menunjukan bahwa semua data dalam pangkalan data nampak seperti tabel
dua dimensi namun informasi di dalamnya lebih dari satu file yang dapat
dikombinasikan.
Konsep dasar sistem

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 180


Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling
bekerja sama untuk mencapai tujuan. Menurut Gordon Davis sistem bisa bersifat
abstrak maupun fisik. Sistem abstrak adalah suatu susunan teratur gagasan atau
konsepsi yang saling tergantung, sedsangkan sistem fisik adalah sistem yang
dapat diamati dan bersifat konkrit. Model umum sebuah sistem adalah masukan,
pengolah, dan keluaran baik yang sifatnya tunggal maupun jamak. Disamping itu
sistem dapat juga bersifat tertutup (sistem tertutup) dan bersifat terbuka (sistem
terbuka). Sistem tertutup adalah sistem yanga dalam proses kegiatannya tidak
berhubungan dengan sistem-sistem diluarnya, sedangakan sistem terbuka adalah
sistem yang berhubungan dengan sistem-sistem lain dalam melakukan proses
kegiatannya dalam bentuk impor input dari sistem diluarnya dan mengekspor
output ke luar sistem.

INPUT SISTEM OUTPUT


MASUKAN KELUARAN
(Model Sistem sederhana)

INPUT OUTPUT

INPUT
SISTEM OUTPUT

INPUT OUTPUT
(Model sistem dengan banyak input dan output)

dilihat dari sudut kepastiannya sistem dapat dikelompokan ke dalam sistem


diterministik dan sistem probabilistik. Sistem diterminisstik adalah sistem yang
beroperasi dalam cara yang dapat diramalkan. Interaksi diantara sub-sub sistem
dapat diketahui dengan pasti, sebagai contoh adalah program komputer yang
dapat beroperasi dengan tepat sesuai dengan rangkaian instuksinya. Sistem
Probabilistik adalah sistem dimana dalam beroperasinya meampunyai

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 181


kemungkinan-kemungkinan hasil, dan terkadang mengandung unsur
kemungkinan kesalahan
Factoring Sistem
Konsep sebuah sistem menuntut manusia untuk melihatnya sebagai suatu
keseluruhan, namun karena keseluruhan itu terdiri dari bagian-bagian yang saling
berinteraksi, maka dalam menganalisanya kadang diperlukan langkah
pengunsuran (factoring) yaitu suatu upaya memerinci sistem menjadi sub-sub
sistem, sehingga unsur-unsur dan interface-nya dapat dianalisa dengan cermat,
apalagi bila suatu sub sistem terdiri dari sub-sub sistem yang lebih kecil lagi, bila
digambarkan nampak sebagai berikut :
Karakteristik sistem
Suatu sistem berbeda dengan sistem lainnya atas dasar karakteristiknya
yang berbeda-beda. Adapun karakteristik sistem yang dapat membedakan (yang
menyebabkan suatu perbedaan) suatu sistem dari sistem lainnya adalah :
 Boundary . adalah batasan yang menggambarkan sesuatu yang berada
dalam suatu sistem dan sesuatu yang berada diluarnya/lingkungan
eksternal suatu sistem
 Environment. Segala sesuatu yang berada di luar sistem yang dapat
berpengaruh pada asumsi, kendala, dan input suatu sistem.
 Input. Sumberdaya dari lingkungan yang dipergunakan dan
dimanipulasi oleh sistem
 Output. Sumberdaya yang disediakan oleh sistem untuk lingkungan
suatu sistem.
 Component. Unsur-unsur sistem (proses/sub-sub sistem) yang
mentransformasikan input menjadi output
 Interface. Tempat atau situasi dimana sub-sub sistem atau sistem dan
lingkungannya berinteraksi
 Storage. Tempat yang dipergunakan suatu sistem untuk menyimpan
materi, energi dan informasi baik sementara maupun permanen/tetap.

SISTEM

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 182


SUB SISTEM A SUB SISTEM B SUB SISTEM C

B1 B3 C2
A1 A2 B2 C1

A21 A22 C11 C12


Pengembangan sistem
Sustu sistem yang akan diterapkan dalam suatu organisasi biasanya akan
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
o Analisis sistem
o Perancangan/desain sistem
o Implementasi sistem
o Manajemen sistem
o Evaluasi sistem
Analisis sistem
Dalam menerapkan sistem informasi terlebih dahulu perlu dilakukan
analisis sistem, hal ini dimaksudkan agar sistem benar-benar aplikabel dalam
suatu kerangka organisasi tertentu. Analisis sistem merupakan suatu upaya untuk
mencari secara spesifik hal-hal yang dibutuhkan dalam suatu sistem baik oleh
pemakai sistem maupun ruang lingkup pekearjaan sistem. Dalam melakukan
analisis sistem seorang analis sistem harus melakukan penelitian secara umum
sebelum melakukan analisis secara terinci.
Rasional analisis sistem
Terdapat beberapa pertimbangan kenapa diperlukan analisis sistem dalam
suatu organisasi pertimbangan tersebut antara lain :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 183


1. Problem solving. Sistem yang ada/sedang berjalan tidak dapat berfungsi
dengan baik (tidak efektif dan efisien) sehingga perlu diperbaiki
2. New regulation. Adanya aturan baru baik dalam masalah keuangan maupun
Sumberdaya lainnya akan menuntut suatu perubahan tertentu dalam
mekanisme organisasi termasuk dalam sistem informasi
3. New policy. Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pimpinan puncak akan
berakibat pada perlunya upaya-upaya penyesuaian dalam pengelolaan sistim
informasi, sehingga sistem yang ada perlu dikaji dan dianalisis kembali
4. New technology. Penggunaan teknologi baru akan berimplikasi pada
perubahan dalam penataan dan pengelolaan serta mekanisme organisasi,
sehingga diperlukan penyesuaian sesuai dengan tuntutan penggunaan
teknologi baru tersebut, untuk itu penerapannya memerlukan anaisis sistem
yang cermat.
5. System improvement. Terkadang akibat perubahan lingkungan eksternal yang
sangat cepat berakibat pada kesulitan sistem internal beradaptasi, untuk itu
perlu dilakukakan upaya perbaikan sistem, yang sebelumnya sudah tentu
diperlukan analisis atas sistem yang ada/sistem yang sedang berjalan
Menentukan luas analisis sistem
Analisis sistem merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan pertanyaan (sebagai pedoman umum)
1. apa yang harus dicakup dalam suatu sistem (termasuk sistem yang baru)
secara umum
2. informasi apa yang diperlukan
3. siapa yang memerlukan informasi, dimana dan dalam bentuk apa
4. dari mana dan dalam bentuk apa informasi yang dikumpulkan
5. bagaimana data/informasi tersebut dikumpulkan
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dapat membantu dalam menentukan luas
analisis sistem, disamping sudah tentu ketersediaan dana dalam pelaksanaan
analisis sistem tersebut. Dalam upaya tersebut diperlukan langkah-langkah
pengumpulan fakta dengan kerangka kerja melalui kegiatan :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 184


1. analisis tingkat keputusan. Mencari informasi pada tingkatan pimpinan yang
berperan sbagai decision maker
2. analisis arus informasi. Mencari informasi guna mengidentifikasi informasi
apa yang dibutuhkan, oleh siapa, dan darimana informasi itu diperoleh serta
perangkat keras apa yang dipergunakan
3. analisis Input-Output. Mengidentifikasi input-output dari suatu bagian serta
organisasi secara keseluruhan
dalam upaya tersebut proses identifikasi dapat dilakukan melalui kegiatan
wawancara. 2. observasi. 3. penggunaan angket/studi dokumentasi
Desain sistem
Desain (design) merupakan upaya untuk menggambarkan, merencanakan,
pembuatan sketsa atau penyusunan elemen-elemen menjadi sutu kesatuan yang
utuh. Desain sistem berarti memadukan sistem sebagai suatu keseluruhan. Dalam
melakukan desain sistem, analis sistem harus sudah mengetahui paling tidak tiga
hal yaitu :
1. keluaran/output
2. masukan/input
3. file-file yang dibutuhkan
dalam tahap permulaan langkah penentuan desain konseptual (sering dipadankan
dengan feasibility design/gross design/high level design) sangat penting,
mengingat hal ini akan sangat berpengaruh pada arah dan kejelasan sistem
informasi manajemen yang akan digunakan. Adapun input untuk desain
konseptual adalah :
1. rumusan singkat mengenai kebutuhan informasi manajemen
2. seperangkat sasaran manajemen untuk SIM
adapun tugas-tugas pokok dalam melaksanakan desain konseptual menurut
Murdick et.al adalah :
 mendefinisikan masalah secara terinci
 menyaring sasaran manajemen untuk menetapkan sasaran sistem
 menetapkan kedala sistem
 menentukan kebutuhan dan sumber informasi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 185


 mengembangkan desain-desain alternatif dan memilih salah satunya
 mendokumentasikan desain sistem konseptual
Mendefinisikan masalah bermakna bahwa sebelum melakukan pendesaian
sistem maka analisis sistem perlu menalami masalah-maslah yang dihadapi oleh
suatu sistem yang sudah ada atau oleh bidang kerja organisasi yang akan disusun
rancangan sistemnya. Hal ini dimaksudkan agar nantinya sistem yang diterapkan
dapat dengan tepat menjawab/memecahkan masalah yang dihadapi oleh
organisasi/atau masalah yang mungkin dihadapi. Setelah dapat mengidentifikasi
permasalahan yang ada, maka dapat diketahui sasaran manajemen yang ingin
dicapai, dan apabila sasaran tersebut cukup bervariasi dan beragam, maka analis
sistem harus berupaya menyaring sasaran utama yang dapat mencakup/memenuhi
sasaran lainnya, hal ini tidak sederhana sehingga perlu pengkajian dan diskusi
dengan para akhli serta pihak intern organisasi, agar penyaringan sasaran tepat
Menetapkan kendala sistem dimaksudkan agar bila sistem telah diterapkan
kendala-kendala tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan, atau
apabila dikenakan pada sistem yang ada, diharapkan agar sistem baru yang
diterapkan dapat terhindar dari kendala-kendala tersebut. Kendala dapat terjadi
dalam unsur hardware maupun software atau bahkan keduanya, disamping
kendala SDM. Langkah berikutnya adalah menentukan informasi apa yang
dibutuhkan, ini tergantung kepada siapa yang membutuhkan, top manajemen
berbeda kebutuhan informasinya dengan middle manajemen ataupun karyawan
operasional baik dalam keluasannya maupun lingkupnya. Sesudah itu tentukan
dari mana informasi itu dapat/harus diperoleh apakah murni dari pihak intern
organisasi atau harus melibatkan unsur di luar organisasi. Apabila langkah-
langkah tersebut sudah dilakukan maka perlu dirumuskan/dikembangkan desain
sistem yang mungkin diterapkan, oleh karena itu perlu dikemukakan alternatif-
alternatif sistem agar memungkinkan dilakukan pemilihan sistem yang paling
aplikabel. Langkah ini penting dan akan sangat bermanfaat guna mempelajari
kelibihan dan kekurangan masing-masing desain sistem, sesudah iru kalau
mungkin memadukannya untuk meminimalisir/menghilangkan kekurangan-
kekurangannya.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 186


Implementasi sistem
Desain sistem yang sudah dipilih baik itu untuk mengisi sistem baru
maupun mengganti sistem yang lama dalam penerapannya perlu dilakukan secara
hati-hati, hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjasinya kendala yang sipatnya
praktis yang belum terpikirkan dalam model desain yang dipilih. Terdapat
beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam implementasi sistem antara lain :
 Tahapan uji coba
 Tahapan evaluasi
 Tahapan perbaikan/revisi
 Tahapan penerapan sistem
Tahapan uji coba merupakan tahapan penerapan sistem dengan suatu
pengawasan yang cermat pada tiap-tiap sub sistem, tahapan ini pada dasarnya
merupakan implementasi sistem yang sebenarnya dalam kondisi yang sebenarnya
juga, sehingga apa yang terjadi pada tahapan ini itulah yang akan terjadi dalam
penerapan sistem selanjutnya. Seorang analis sistem dalam tahapan ini paling
tidak melakukan dua hal penting yaitu
 Mencatat masalah/kejadian penting yang merupakan suatu
penyimpangan dari yang seharusnya
 Melakukan langkah koreksi/perbaikan darurat agar uji coba dapat
terlaksana sampai selesai sesuai yang direncanakan
 Menghentikan uji coba apabila terjadi penyimpangan yang sangat fatal
apalagi jika membahayakan
Apabila desain sistem yang dibuat dimaksudkan untuk mengganti sistem
yang sudah ada maka uji coba perlu dilakukan secara bersama-sama, cara ini akan
sangat bermanfaat karena dapat sekaligus membuat suatu perbandingan antara
sistem yang akan menjadi pengganti dengan sistem yang akan digantikannya,
meskipun desain sistem baru mengacu pada upaya peningkatan kinerja sistem
yang sudah ada sehingga secara umum sudah diketahui masalah-masalah yang
dihadapinya sebagai hasil analisis sistem sebelum desain sistem baru dibuat.
Tahapan evaluasi merupakan tahapan yang bisa dilakukan selama uji coba
berlangsung atau sesudah uji coba selesai, namun evaluasi secara menyeluruh

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 187


biasanya dilakukan sesudah uji coba tuntas. Apabila hasil evaluasi menunjukan
masih banyak masalah maka langkah revisi harus dilakukan baik itu revisi partial
maupun revisi total, dengan acuan utamanya efektivitas dan efisiensi sistem,
sesudah tahapan-tahapan tersebut selesai barulah sistem tersebut dilaksanakan
sepenuhnya.

Gambar bagan langkah implementasi sistem

1. pencatatan
masalah
DESAIN SISTEM
2..perbaikan
langsung

UJI COBA SISTEM

EVALUASI SISTEM

TIDAK

REVISI SISTEM OK

PENERAPAN SISTEM

Metode penerapan sistem


Menurut Murdick and Ross setelah disain sistem selesai dibuat, dalam
penerapanya terdapat empat metode yang bisa digunakan yaitu :
1. terapkan pada suatu organisasi yang baru dibentuk
2. ganti sistem lama dengan sistem baru
3. gantikan operasi sistim lama dengan yang baru secara bertahap pada sub-sub
sistemnya
4. terapkan sistem lama dengan yang baru secara paralel sambil dilakukan
pengalihan secara bertahap
sementara itu menurut McLeod proses penggantian sistem lama dengan sistem
baru (cutover) dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode sebagai
berikut :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 188


1. Pilot (percontohan). Penerapan secara penuh sistem baru pada suatu cabang
organisasi
2. immediate (serentak). Penerapan sistem baru secara penuh dan serentak pada
organisasi
3. phased (bertahap). Penerapan sistem baru diterapkan bagian per bagian dalam
suatu organisasi
4. Parallel (berbarengan). Sistem lama dijalankan secara bersama-sama dengan
sistem baru sampai sistem baru diperiksa secara menyeluruh serta siap
menggantikan sistem lama secara penuh.
Tugas-tugas penerapan sistem (Murdick and Ross)
 Merencanakan kegiatan penerapan
 Mencari tempat dan membuat layout untuk peralatan
 Menyususn organisasi personalia untuk penerapan
 Menyiapkan prosedur-prosedur untuk pemasangan atau instalasi
 Menyiapkan program latihan pegawai yang akan menjalankan tugas
 Menyiapkan perangkat lunak dan perangkat keras yang diperlukan
 Menyusun file-file serta membuat formulir-formulir yang diperlukan
 Uji coba keseluruhan sistem serta menyelesaikan peralihan sistem
lama ke baru
 Mendokumentasikan sistem
 Mengevaluasi sistem
 Menyediakan pemeliharaan sistem.
Manajemen sistem
Dalam suatu organisasi, tanggungjawab manajemen sesudah implementasi
sistem berjalan dalam operasional keseharian adalah mengelola sistem untuk
mencapai produktivitas optimal. Kegiatan manajemen yang penting dalam kaitan
ini adalah
o Monitoring pelaksanaan sistem
o Memelihara sistem agar tetap berjalan sesuai tujuan
Monitoring merupakan aktivitas pemantauan yang dilakukan secara
kontinyu, langkah ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana suatu sistem

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 189


(terutama sistem yang baru) berjalan, sehingga apabila terjadi penyimpangan
dapat dilakukan koreksi secara langsung. Penyimpangan yang terjadi mungkin
bukan pada suatu sistem secara keseluruhan (bila desainnya sudah baik) tapi pada
tataran operasional baik karena kelemahan Sumber Daya Manusia, maupun pada
perangkat sistem lainnya baik unsur hardware maupun software. Disampaing
upaya memonitor sistem, upaya memelihara sistem agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya juga merupakan aspek penting lainnya dalam mengelola sebuah
sistem. Langkah pemeliharaan menuntut adanya akhli yang menguasai bagaimana
beroperasinya sebuah sistem, hal ini dimaksudkan agar pemeliharaan benar-benar
fokus pada sistem secara keseluruhan, meskipun penganalisisannya bisa dilakukan
dengan metode factoring sistem. Apabila dalam suatu organisasi tidak terdapat
akhli sistem/analis sistem, maka sebaiknya dilakukan audit sistem secara periodik
dengan interval waktu sesuai pertimbangan kebutuhan dan dana yang tersedia,
karena memanfaatkan tenaga akhli biasanya memerlukan dana cukup besar.
Adapun tipe-tipe audit antara lain :
1. Post-implementation Audit. Yaitu audit yang dilakukan sesudah sistem
dilaksanakan sepenuhnya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah yang
terjadi sesungguhnya sesuai dengan apa yang diperkirakan/diproyeksikan
dalam tahap pengembangan /perancangan, oleh karena itu analis sistem yang
terlibat dalam desain dan implementasi sistem tidak melakukan audit ini,
melainkan sebaiknya menggunakan jasa konsultan lain agar hasilnya bisa
obyektif
2. Routine-operation Audit. Yaitu audit yang dilakukan oleh pengawas yang
sudah ditunjuk oleh sistem itu sendiri. Dalam sistem yang tidak terlalu besar,
audit ini biasanya dilakukan oleh analis atau programer pemelihara.
3. Financial Audit. Yaitu periksaan yang berkaitan dengan laporan keuangan
organisasi, untuk kemudian memberikan opini tentang kewajaran dan
kesesuaian dengan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang umum.
4. System Audit. Yaitu suatu pemeriksaan terhadap sistem secara keseluruhan,
biasanya mencakup unsur-unsur :
a. Desain dan logika sistem

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 190


b. Logika pemrograman, sistem operasi dan komputer
c. Desain konfigurasi komputer
d. Operasi komputer
e. Sistem backup
f. Keamanan dan prosedur pengawasan
g. dokumentasi
secara umum prinsisp dasar dalam pemeriksaan sistem adalah unsur
kelengkapan dan efektivitas pengawasan dalam pelaksaan sistem yang beroperasi
dalam suatu organisasi.
Evaluasi Sistem
Evaluasi sistem merupakan langkah penting bagi kontinuitas suatu
organisasi, mengingat perubahan yang sangat cepat baik dalam dimensi internal
maupun eksternal. Perubahan-perubahan yang terjadi perlu diadaptasi dengan
tepat, dan untuk itu suatu sistem perlu dievaluasi dalam kaitan lingkungan
organisasi yang lebih luas.
Menurut Phi Delta Kappa “Evaluation is the process of delineating,
obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives.
Dengan mengacu pada pengertian evaluasi sebagaimana dikemukakan dimuka,
dapat ditarik beberapa esensi dari evaluasi yaitu bahwa evaluasi merupakan suatu
kegiatan yang berkesinambungan guna memberikan penjelasan terhadap obyek
yang dievaluasi, upaya menjelaskan dilakukan dengan pemerolehan data-data
tentang obyek evaluasi dengan mengacu pada kriteria/indikator obyek yang telah
ditentukan. Data-data yang diperoleh kemudian diolah sehingga dapat menjadi
suatu informasi yang berguna dalam pembuatan keputusan. Keputusan-keputusan
dalam kenyataannya banyak sekali kemungkinan-kemungkinannya, oleh karena
itu apa yang dilakukan oleh aktivitas evaluasi dapat membantu mempertajam
pemilihan keputusan yang akan diambil. Menurut Prof Abin Syamsuddin dalam
tulisannya Penilaian Program Pendidikan mengemukakan bahwa seyogyanya
penilaian program pendidikan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
i. Berorientasi pada tujuan
ii. Bersifat komprehensif

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 191


iii. Menggunakan berbagai pendekatan
iv. Serasi dan berkesinambungan
v. Berfungsi ganda (untuk berbagai keperluan)
vi. Berorientasi pada kriteria keberhasilan
dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut nampak jelas bahwa evaluasi perlu
dilakukan secara cermat agar dapat diperoleh suatu informasi yang tepat, akurat
dan bermanfaat bagi suatu perbaikan pelaksanaan program/sistem atau
penggantian sistem/program yang lebih memungkinkan guna mencapai tingkat
efektivitas yang tinggi, hal ini juga berarti posisi evaluasi sangat penting dalam
suatu sistem. Dilihat dari tingkat kepentingannya evaluasi dapat dikelompokan
ke dalam evaluasi imperatif yakni evaluasi yang dapat menyatakan pentingnya
implementasi dan operasional sistem baru,dan evaluasi desireable yaitu evaluasi
berkaitan dengan unsur-unsur yang dibutuhkan dalam suatu sistem akan tetapi
tidak mendesak.
Terdapat beberapa model dalam evaluasi sistem yaitu :
 I-P-O (Input-Proses-Output)
 I-P-O-I (Input-Proses-Output-Impact)
 C-I-P-O-I (Context-Input-Proses-Output-Impact)
 3P (Program-Process-Product)
model-model tersebut pada dasarnya dapat dipergunakan sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan evaluasi yang telah ditentukan, yang penting evaluasi yang
dilakukan harus mengarah pada upaya perbaikan dalam kinerja organisasi dalam
hal efektivitas dan efisiensi atau produktivitas organisasi, terlebih-lebih bagi suatu
organisasi bisnis.
 Tujuan evaluasi
Pada dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk menilai bagaimana
pelaksanaan suatu program baik itu dalam penerapan sistem baru maupun melihat
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan sistem yang sudah berjalan. Dengan langkah
ini pimpinan suatu organisasi akan dapat menentukan langkah-langkah yang
diperlukan agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 192


Disamping itu dalam kaitannya denga delegasi wewenang evaluasi juga
dapat digunakan untuk melihat bagaimana akuntabilitas para pegawai dalam
mengimplementasikan suatu sistem atau program/kebijakan yang telah digariskan,
disamping itu evaluasi juga dapat menjadi sarana untuk memonitor seluruh
kegiatan organisasi dengan maksud untuk melakukan perbaikan yang diperlukan.
Adapun alasan-alasan melakukan evaluasi (program) dalam suatu
organisasi menurut Emil J. Posavac dalam bukunya Program evaluation:
Methods and case studies (1992) adalah :
1. fulfillment of accreditation requirement
2. accounting for fund
3. answering requests for information
4. choosing among possible program
5. assisting staff in program developement and improvement
6. learning about unintended effects of programs
PRODUKTIVITAS PENDIDIKAN
Pengertian Produktivitas
Konsep produktivitas berkembang semula dalam konsep ilmu ekonomi dan
pertama kali dikemukakan oleh seorang ekonomi Prancis Quesnay tahun 1766.
Oleh karena itu konsep produktivitas selalu dikaitkan dengan ekonomi atau
industri. Prinsip yang digunakan dalam bidang ini adalah bagaimana mencapai
hasil yang sebanyak-banyaknya dengan menggunakan sumber daya yang sekecil-
kecilnya. Banyak konsep produktivitas yang hanya mengacu pada aspek keluaran
(produktivitas fisik). Quesnay menyatakan bahwa pengertian produktivitas
senantiasa dikaitkan dengan nilai ekonomis suatu kegiatan, yakni bagaimana
mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya dan
dana sekecil mungkin (E. Mulyasa, 2002). Selain ini (Whitmore, 1979:2. dalam
Sedarmayanti, 2001)mengutarakan sebagai berikut :
Producvity is a measure of the use of the resorce of an organization and is
usualy expressed as a ratio of the output obtained by the use resources to
the amount of resources employed.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 193


Jadi Whitmore memandang bahwa produktivitas sebagai suatu ukuran atas
penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi yang biasanya dinyatakan
sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan.
Who is making a tangible and significant contribution in his chose filed,
Who is imaginative , perceftive and inovative in his approach to life
Problem and to accomplishement on his own goals (creativity), and who is
At the same time both resposible in his relationship with other
(leadership). (J.H. Gilmore, 1974)
Dalam hal ini Gilmore mengaitkan produktivitas dengan kreativitas. Orang
produktive adalah juga orang kreatif. Dalam hal ini mempersoalkan antara ratio
infut dengan output, tapi penekanan kontribusinya yang positif dari diri seseorang
terhadap lingkungan kerja dimana orang itu berada. Dengan adanya tindakan-
tindakan yang konstruktif, imaginatif dari seorang individu dalam sebuah
organisasi diharapkan produktivitas organisasi tersebut meningkat. Sedangkan
Menurut Formulasi National Productivity Board (NPB) Singapore, produkitvitas
adalah sikap mental (Attitude Of Mind) yang mempunyai semangat untuk
melakukan peningkatan perbaikan. sementara itu menurut Alan Thomas (1974)
“The central concept of productivity, or the relationship between the outcomes of
educationand the human and material resources which education consumes”.
Dengan memperhatikan pengertian-pengertian produktivitas bahwa
produktivitas ada yang hanya ditujukan kepada produksi atau ekonomi melalui
perbandingan antara masukan dan keluaran. Namun ada pula yang menyatakan
bahwa produktivitas diartikan bermacam-macam seperti produktivitas lebih
bersifat manusiawi, yaitu tidak hanya ditunjukan pada produksi atau ekonomi
saja, tetapi juga memperhatikan aspek manusiawinya. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh Mulyono bahwa studi produktivitas itu tidak hanya mencakup
aspek ekonomi, melainkan berkaitan dengan aspek-aspek non ekonomi. seperti
menajemen dan organisasi masalah mutu kerja, mutu kehidupan, perlindungan
dan keselamatan kerja, insentif dan lain sebagainya. Pada dasarnya produktivitas
adalah kaitan antara luaran dan sebagian keseluruhan masukan terkait diukur
dalam bentuk nyata atau volume fisik. Telah dinyatakan bahwa produktivitas

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 194


adalah interaksi terpadu antara tiga faktor yang mendasar, yaitu : Investasi-
Manajemen-Tenaga Kerja.
Berkaitan dengan hal itu, tenaga kerjalah yang lazim dijadikan faktor
pengukur produktivitas. Oleh karena itu, akhir-akhir ini produktivitas tenaga kerja
menjadi pusat perhatian dari setiap organisasi. Dari pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa produktivitas merupakan ukuran sampai sejauhmana sumber-
sumber daya disertakan dan dipadukan dalam organisasi dan digunakan untuk
mencapai seperangkat hasil yang dapat berbentuk barang atau jasa .Demikian pula
pendapat yang dikemukakan oleh Dewan Prduktivitas bahwa produktivitas
adalah sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini
harus lebih baik dari kemari dan hari esok lebih baik dari hari ini (Husen
Umar,2001)
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas merupakan
ukuran sampai sejauhmana sumber-sumber daya disertakan dan dipadukan dalam
organisasi dan digunakan untuk mencapai seperangkat hasil yang dapat berbentuk
barang atau jasa. Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian
mengenai produktifitas, yang dapat kita kelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio dari
pada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi
yang dipergunakan (input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dri pada
kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor
esensial, yakni: infestasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi
serta riset; manajemen; dan tenaga kerja.
Pengertian-pengertian produktivitas di atas tampak menyiratkan
produktivitas secara total atau secara keseluruhan, artinya keluaran yang
dihasilkan diperoleh dari keseluruhan masukan yang ada dalam organisasi.
Masukan tersebut lazim disebut sebagai faktor produksi. Keluaran yang dihasilkan
dicapai dari masukan yang melakukan proses kegiatan, yang bentuknya dapat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 195


berupa barang atau jasa. Sedangkan, masukan atau faktor produksi dapat berupa
tenaga kerja, modal, bahan-bahan, teknologi dan manajemen. Salah satu masukan
seperti tenaga kerja, dapat menghasilkan keluaran yang dikenal dengan
produktivitas individu atau juga dapat disebut produktivitas parsial.
Menurut Prokopenko (Joseph Prokopenko. 1987. Productivity Management,
A practical Handbook. Geneva: International Labour Organzation, p. 3)
“productivity is relationship between the output generated by a production or
service system and the input provided to create this output”. Maksudnya bahwa
produktivitas adalah hubungan antara keluaran yang dihasilkan oleh sistem
produksi atau jasa dengan masukan yang digunakan untuk menghasilkan
keluaran, sedangkan menurut Greenberg yang dikutip oleh Sinungan produktivitas
merupakan perbandingan antara jumlah keluaran pada waktu tertentu dengan
masukan pada waktu tertentu, dan Ravianto (J. Ravianto. 1990. Produktivitas dan
Manajemen. Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, p.
23.)mengatakan bahwa produktivitas dapat juga diartikan sebagai perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan,
Ditambahkan pula bahwa menurut McClark produktivitas terkait antara keluaran
dengan masukan sumber daya yang dioperasikan(Richard N. McClark. 1997.
Productivity Empowering of the Peoples. American Journal, The Journal
Educational Research ( Washington, DC) v 89 Jan/Feb 1996, p. 163-71.),
Dengan demikian produktivitas berintikan tiga unsur, yaitu; masukan, keluaran,
dan waktu.
Masukan dapat pula berbentuk sumber daya modal, tenaga dan
keterampilan, Yang lebih dikenal dengan 5M (man, money, material, machine and
method), sedangkan keluaran dapat berupa hasil kerja, produk barang, jasa
(layanan keagamaan) dan lain sebagainya, sedang waktu adalah batasan periode
tertentu yang digunakan yang ada hubungannya antara masukan, proses dan
keluaran, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Hal ini sesuai dengan
pemikiran Nasution bahwa setiap bentuk masukan bila dikuantifikasikan dapat
digunakan sebagai faktor penyebut (pembagi) pada rasio produktivitas, atas dasar

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 196


rumusan tersebut orang dapat berbicara tentang produktivitas, lahan, modal,
tenaga kerja atau subkategori dari masing-masing faktor produksi atau jasa
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas
merupakan perbandingan antara keseluruhan hasil keluaran dari sistem produksi
atau jasa yang dihasilkan dengan keseluruhan sumber daya masukan dalam
periode waktu tertentu. Dengan demikian terdapat tiga faktor penting yang terkait
dalam produktivitas, yaitu: masukan, keluaran dan periode waktu tertentu. Ketiga
faktor tersebut terintegrasi dalam menciptakan output atau keluaran yang
berbentuk produk barang maupun jasa, termasuk jasa pelayanan terhadap
masyarakat Sehubungan dengan ketiga faktor tersebut, produktivitas dalam
penghayatannya perlu dicermati secara mendalam bahwa produktivitas tidak dapat
dipandang bagian perbagian, sepotong-sepotong atau secara apriori, karena
konotasi produktivitas yang singkat dan sederhana tersebut terkandung sesuatu
kekuatan yang dapat mempercepat suatu proses tumbuh dan berkembangnya
suatu bangsa (William T. Thomasson. 1998. Organizatinal Productivity.
Education American Journal. 0278-6165 v 71 Iss: date 04 July 1998, p. 210-12.).
Jadi produktivitas memiliki arti yang sangat penting bagi kepentingan individu,
kelompok, lembaga, organisasi, masyarakat maupun negara. Apakah produktivitas
inheren dengan kemakmuran ? tergantung dari sudut pandang bagaimana
memaknakan produktivitas dalam kaitannya dengan kepentingan, dan secara
khusus produktivitas tergantung dari produk dan jasa dengan relevansinya.
Dengan demikian jelas bahwa produktivitas tidak dapat dilihat dan diukur secara
terpisah dengan kepentingan, termasuk dalam pengelolaan organisasi.
Produktivitas sendiri merupakan bagian dari suatu persoalan dan isu penting
dalam suatu kehidupan organisasi, bagi banyak orang kata produktivitas masih
diasosiasikan hanya dengan suatu sistem produksi yang berkaitan dengan
pabrikan yang mengukur produktivitas tenaga kerjanya untuk menghasilkan suatu
produk tertentu, tetapi dalam perkembangannya produktivitas telah berubah dan
berorientasi lebih luas pada kemakmuran masyarakat, oleh sebab itu produktivitas
menjadi prioritas yang pertama bagi setiap negara dan organisasi-organisasi
didalamnya, untuk mencapai derajat kemakmuran masyarakat.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 197


Pada dasarnya produktivitas mencakup sikap mental patriotik yang
memandang hari depan secara optimis dengan berakar pada keyakinan diri bahwa
kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih
baik dari hari ini. Seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Jendral Asosiasi Pusat
Produktivitas Nasional Eropa, Hubert, bahwa apakah kita melihat dunia yang
baru, yaitu sebuah dunia baru yang menantang atau sekedar mengembangkan
suatu dunia produktivitas saja ? Tidak disangsikan lagi selain menantang juga
mengembangkan produktivitas. Oleh sebab itu apapun pada prinsipnya
produktivitas harus bersifat meningkatkan aktivitas dalam diri individu maupun
dalam organisasi, tetapi produktivitas tidak hanya meningkatkan kegiatan semata
tetapi harus pula dengan konsep kerja yang berdasarkan suatu standard yang telah
ditetapkan. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Prokopenko bahwa
peningkatan produktivitas tidak hanya melakukan pekerjaan yang lebih baik,
tetapi yang lebih penting adalah melakukan pekerjaan yang benar dengan baik.
Pemikiran ini juga didukung oleh pendapat Hampton, bahwa produktivitas harus
dapat diukur melalui efektivitas penggunaan sumber daya untuk menghasilkan
barang atau jasa. Dengan kata lain produktivitas tidak bisa diukur hanya dengan
melihat kuantitas, tetapi lebih dititik beratkan kepada seberapa efektif nilai cost
yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Mengapa demikian? karena
dengan cost yang efektif akan memperkecil masukan, atau paling tidak akan
menghasilkan keluaran yang sama.
Konsep dasar pengembangan produktivitas kerja
Konsep produktivitas tidak lahir begitu saja tetapi melalui proses dan
pemikiran para pakar manajemen dan asosiasi yang kompeten di bidang produk
dan jasa. Konsep produktivitas pada awalnya dikemukakan oleh hasil konsensus
dari Piagam Produktivitas Oslo, yang memandang produktivitas :
(1) sebagai konsep universal yang menyediakan banyak barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan banyak orang dengan menggunakan
sumber daya yang seminimal mungkin,
(2) didasarkan pada pendekatan multi-disiplin yang secara efektif
merumuskan tujuan, rencana pengembangan, pelaksanaan yang

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 198


produktif yang berkualitas dengan menggunakan sumber daya yang
efisien,
(3) secara terpadu melibatkan semua usaha manusia dengan
menggunakan keterampilan, modal, teknologi, manajemen,
informasi, energi, dan sumber daya lainnya untuk perbaikan mutu
kehidupan bagi seluruh manusia melalui pendekatan konsep
produktivitas secara menyeluruh,
(4) penyesuaian dengan kondisi di setiap negara, potensi dan segala
kekurangannya serta harapan-harapan yang dimiliki oleh negara yang
bersangkutan dalam jangka pendek dan panjang dalam kesamaan
pelaksanaan, pendidikan, pelayanan masyarakat dan komunikasi,
(5) mengandung filosofi dan sikap yang didasarkan pada motivasi untuk
berusaha mencapai mutu kehidupan yang lebih baik dan bukan sekedar
ilmu, teknologi, dan teknik manajemen saja.(R. KH. Gilmore. 1997.
Productivity in the Sociology Dimention. Russians Education and Society
v 41 no10 Oct 1999, p. 48-63.
Kelima konsep dasar produktivitas tersebut sebagai landasan pengembangan
agar menjadi standard ukuran dan penilaian dalam mencapai produktivitas yang
optimal.
Pengertian Produktivitas Pegawai/individu
Peningkatan produktivitas sangat ditentukan oleh berbagai faktor produksi.
Namun, dari sekian banyak faktor produksi , sumber daya manusia memegang
peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas, karena alat produksi dan
teknologi pada hakikatnya adalah hasil karya manusia. Berkaitan dengan ini
Sinungan mengemukakan bahwa produktivitas adalah interaksi terpadu antaara
tiga faktor yang mendasar yaitu investasi, manajemen, tenaga kerja. Hal ini dapat
dimaklumi, karena (1) besarnya biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
sebagai bagian biaya yang terbesar untuk mengadakan produksi atau jasa, (2)
masukan sumber daya manusia lebih mudah dihitung daripada masukan pada
faktor lain, dan (3) kemajuan teknologi yang mempermudah cara menghasilkan
barang dan jasa berasal dan berkembang dari faktor tenaga kerja. Berkaitan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 199


dengan hal itu, tenaga kerjalah yang lazim dijadikan faktor pengukur
produktivitas. Oleh karena itu, akhir-akhir ini produktivitas tenaga kerja menjadi
pusat perhatian dari setiap organisasi. Produktivitas kerja pegawai negeri,
khususnya pegawai negeri yang bekerja di Lingkungan Kantor Cabang Dinas
Pendidikan Kecamatan Kabupaten Kuningan belum banyak dikaji secara ilmiah.
Namun demikian, pengertian produktivitas tenaga kerja telah banyak diungkapkan
oleh para pakar, terutama produktivitas tenaga kerja di lingkungan perusahaan
ataupun industri.
Produktivitas sebenarnya tidak hanya sekedar ilmu, teknologi, dan teknik-
teknik manajemen, tetapi juga mengandung filosofi dan sikap yang didasarkan
pada kemauan yang kuat untuk secara terus-menerus berusaha mencapai mutu
kehidupan yang lebih baik. Produktivitas mempunyai pengertian lebih luas dari
ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan teknik manajemen yaitu sebagai suatu
filosopi dan sikap mental yang timbul dari motivasi yang kuat dari masyarakat,
yang secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kehidupan. Jadi, dalam
konteks ini esensi pengertian produktivitas kerja adalah sikap mental dan cara
pandang tentang hari esok. Cara kerja ini harus lebih baik dari pada cara kerja
kemarin, dan hasil yang capai besok harus lebih banyak atau lebih bermutu dari
pada hasil hari ini. Dengan demikian, manusia berproduksi adalah manusia yang
mempunyai sikap mental dan cara pandang selalu berorentasi pada tiga dimensi
waktu, yakni dengan pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari
hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari pada hari ini.
Senada dengan itu, Kusrriyanto mengemukakan bahwa produktivitas
tenaga kerja adalah perbandingan antara hasil yang capai dengan peran serta
tenaga kerja persatuan waktu. Peran serta tenaga kerja di sini adalah pengarahan
sumber daya secara efektif dan efesien. Perbandingan tersebut selalu berubah-
ubah dari waktu ke waktu, karena dipengaruhi berbagi faktor seperti: tingkat
pendidikan, keterampilan, disiplin, motivasi, etika kerja dan tingkat penghasilan.
Hal tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut; bila seorang tenaga kerja pada
bulan yang lalu dan sekarang menghasilkan 20 unit tetapi dengan kualitas yang
lebih baik, hal ini dapat dikatakan meningkat, apalagi kalau hasil yang dicapai

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 200


oleh seorang tenaga lebih banyak dan kualitasnya lebih meningkat.Hal ini
menunjukkan produktivitas kerja Mengingat produktivitas menyangkut sikap
mental dan tindakan nyata, maka untuk meningkatkan produktivitas kerja para
pegawai atau karyawan, kepada mereka perlu ditanamkan sikap serta kemauan
untuk memperbaiki dan meningkatkan cara-cara kerja dari waktu ke waktu.
pegawai yag memiliki sikap tersebut biasanya terdorong untuk menjadi dinamis,
kreatif, inovatif, serta terbuka terhadap ide-ide baru dan perubahan-perubahan.
Hal ini merupakan tantangan dan sekaligus merupakan tanggung jawab bagi
manajemen untuk meningkatkan produktivitas individu yang pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas organisasi.
Produktivitas tenaga kerja merupakan hal yang sangat menarik, sebab
mengukur hasil tenaga kerja manusia dengan segala masalah-masalah yang
bervariasi khususnya pada kasus-kasus di negara-negera berkembang atau pada
semua organisasi selama periode antara perubahan-perubahan besar pada formasi
modal.
Menurut pendapat Balai Produktivitas Daerah ada enam faktor utama yang
menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu (Husein umar, 2001, Riset Sumber
Daya manusia Dalam Organisasi) :
1. Sikap kerja;
2. Tingkat ketrampilan hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan;
3. manajemen produktivitas ;
4. efisiensi tenaga kerja ;
5. kewiraswastaan.
Beberapa negara maupun organisasi kerja atau perusahaan akhir-akhir ini
telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Pada tingkat sektoral
dan nasional, pengukuran produktivitas menunjukan kegunaannya dalam
membantu mengevaluasi penampilan perencanaan, kebijakan pendapatan, upah
dan harga melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi
pendapatan, membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk
menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkat pertumbuhan suatu
sektor atau ekonomi, mengetahui perdagangan internasional terhadap

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 201


perkembangan ekonomi dan lain sebagainya. Sedangkan pada tingkat organisasi
kerja atau perusahaan, pengukuran produktivitas kerja terutama digunakan untuk
menganalisa dan mendorong efektivitas dan efesiensi produksi. Dengan
produktivitas kerja yang tinggi, proses semakin efesien sehinga lebih banyak
barang dan jasa yang dapat dihasilkan dengan biaya satuan yang lebih murah dan
mutu yang baik. Hal ini merupakan kunci mampu bersaing di pasar global.
Pengukuran produktivitas
Pada masa lalu pengukuran produktivitas diperlukan untuk meningkatkan
utuh kehidupan suatu masyarakat. Sekarang ini, terutama bagi negara–negara
maju, peningkatan produktivitas lebih ditunjukkan untuk peningkatan mutu
kehidupan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi. Dalam jangka panjang
peningkatan produktivitas akan memperluas tenaga kerja, menaikan produk
domestik bruto, meningkatkan teknologi, mutu kehidupan, sehingga martabat
bangsa akan meningkat, dan kesemuanya itu untuk menunjang ketahanan
nasional. Peningkatan produktivitas tidak akan terjadi begitu saja tanpa pra-
kondisi terus-menerus baik dari pemerintah, pengusaha, karyawan/pegawai serta
masyarakat pada umumnya. Pra-kondisi yang maksud adalah tersedianya sumber
daya manusia yang otensial serta berwatak produktif.
Pengukuran produktivitas merupakan langkah pertama dari empat siklus
produktivitas, yaitu: 1) pengukuran produktivitas, 2) evaluasi produktivitas,
3)perencanaan produktivitas, 4) peningkatan produktivitas. Sedangkan
peningkatan dalam suatu organisasi menurut Kussriyanto pada dasarnya dapat
dilihat dalam empat bentuk yaitu: (1) jumlah produksi yang sama dicapai dengan
menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, (2) jumlah produksi yang lebih
banyak dicapai dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, (3) jumlah
repoduksi yang lebih banyak dicapai dengan menggunakan sumber daya yang
sama, (4) jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan tambahan
sumber daya yang relatif lebih kecil.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa indikator pokok
peningkatan produktivitas itu merupakan tingkat masukan (input) terpadu
dengan unit hasil keluara (output) yang dapat berupa barang atau jasa.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 202


Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa konsep
produktivitas dapat diterapkan dalam berbagai kondisi atau dimensi dengan tolak
ukur masing-masimg. Dimensi yang maksud adalah: (1) dimensi nasional atau
produktivitas makro, (2) dimensi organisasi atau produktivitas total, (3) dimensi
produksi atau produktivitas sektor, (4) tingkat nasional. Tiap tingkat ini
mempunyai ruang lingkup pengukuran dan tujuan sendiri-sendiri.
Menurut Mali ada lima cara untuk mengukur produktivitas suatu
organisasi, yaitu: (1) rasio produktivitas, (2) total faktor, (3) dimensi industri atau
total sektor, (4) dimensi faktor produksi atau sering disebut produktivitas parsial.
Dengan demikian pengukuan produktivitas dapat dilakukan mulai dari tingkat
kecil sampai ke tingkat yang besar, yakni: a) tingkat faktor produksi, b) tingkat
perusahaan, c)tingkat industri dan d) tingkat nasional. Tiap tingkat ini mempunyai
ruang lingkup pengukuran dan tujuan sendiri-sendiri.
Menurut Mali, ada lima cara untuk mengukur produktivitas suatu
organisasi, yaitu: 1) rasio produktivitas, (2) total faktor, (3) manajeman
berdasarkan sasaran (MBS), (4) daftar periksa indikator, (5) tingkat audit. Lma
teknik pengukuran ini biasanya digunakan dalam bidang industri atau ekonomi.
Oleh karena itu, pengukuran produktivitas pegawainegeri tidak mengunkan salah
satu teknik di atas, karena tidak menekankan pada perbandingan antar masukan
dan keluaran, tetapi berdasarkan pada indikator yang dikembangkan dan
diimidifikasi sesuatu dengan penyerta produktivitas kerja dan kriteria tenaga
kerja yang efektif. Namuan demikian untuk membedakan produktivitas kerja
pegawai negeri dengan pengukuran produktivitas sektor lain, kelima teknik
pengukuran tersebut akan disajikan secara secara garis besar sebagai berikut:
1). Pengukuran dengan Ratio Produktivitas
Pengukuran ini dilakukan dengan cara membandingkan dua variabel
penting dalam besaran pembanding. Perbandingan tersebut dapat berupa
keluaran bersih dengan jumlah masukan, misalnya jumlah tenaga kerja, jam kerja,
fasilitas yang gunakan dan sumber-sumber lain untuk mendpatkan hasil yang
tepat, pengukurun V dapat dilakukan lima kategori yag merupakan satu kesatuan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 203


sehingga dapat mempermudah penajaman untuk malakukan perbandingan dan
analisis, yitu:
a). Indeks keseluruhan dihitung berdasarkan perbandingan antar hasil keluaran
(output) dan masukan (input).
b). Sasaran, yakni pengukur prestasi karyawan atau bagian dengan
membandingkan hasil nyata yang diperoleh dengan sasaran awal yang
diharapkan organisasi,
c). Biaya, dihitung atas ratio untuk kerja dengan biaya.
d). Standar kerja, dihitung atas rasio antar hasil kerja dan sumber daya dengan
kualifikasi tertentu.
e). Standar waktu, dihitung dengan perbandingan antara hasil kerja dengan waktu
tertentu.
2). Pengukuran Produktivitas Total Faktor
konsep ini berdasarkan pemikiran bahwa produktivitas dapat di ukur
dengan perbandingan hasil yang capai dengan saluran masukan yang
dipergunakan. Masukan tersebut dapat berupa tenaga kerja, kapital dan energi.
Keluaran dapat dihutungkan dengan berapa atau keseluruhan masukan, tergantung
tujuan. Keluaran ini biasanya dinyatakan dengan hasil yang peroleh dan nilai
dalam bentuk uang. Demikian pula keseluruhan masukan harus dinyatakan
dengan harga standar pada periode dasar. Nilai masukan seperti tenaga kerja
langsung dn tenaga kerja tidak langsung, dan pendapatan pegawai. Perbandingan
ini berguna jika melakukan perubahan yang mungkin terjadi pada negara. Imbalan
yang berikan, persediaan dan masukan lainnya, untuk mengambarkan
produktivitas yang terjadi pada waktu sama yang akan datang.
3). Pengukuran dengan Manajemen Berdasarkan Sasaran
Manajeman berdasarkan sasaran merupakan proses pengukuran yang
mengutamakan kekuatan untuk mengenali kemungkinan untuk meningkatkan
efektivitas dan efesiensi dalam pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan
keluaran. Manajemen Berdasarkan Sasaran merencanakan hasil yang akan
dicapai dimasa yang akan datang dengan melibatkan seluruh anggota organisasi
mulai jadi pimpinan sampai bawah bidang tanggung jawab masing-masing. Ada

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 204


enam langkah yang disarankan dalam bentuk Manajemen Berdasarkan Sasaran,
yaitu :
a. Menentukan bidang yang potensial untuk meningkatkan produktivitas. Hal ini
ditunjukan untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
organisasi.bidang ini mencakup tanggung jawab, persoalan, operasi, tradisi
dan kesempatan.
b. Menentukan tingkat kualifikas produksi yang diinginkan. Tujuannya untuk
mengetahui sejauh mana hasil guna dan pendaya gunaan sumber-sumber
sebelum dan sesudah indeks produktivitas ditetapkan.
c. Menentukan sasaran produktivitas terukur. Sasaran ditetapkan sesuai dengan
sumber daya yang tersedia. Jadwal yang realistis dan desain sesuai dengan
tenaga yang tersedia. Jadwal yang realistis dan desain sesuai dengan
organisasi. Pertangungjawaban diidentifikasi dengan manajeman puncak
terutama dikoordinasikan dengan kelompok-kelompok lain.
d. Mengembangkan rencana untuk mencapai sasaran, mencakup perincian waktu
yang dibutuhkan, dan tindakan-tindakan alternatif yang perlu dikembangkan
apabila menemukan masalah.
e. Mengendalikan kemajuan dengan ukuran dalam mencapai sasaran. Halini
mencakup seluruh kegiatan atau tugas sesuai dengan bidang dan jadwalnya,
serta kedudukan dalam usaha untuk mencapai.
f. Evaluasi produktivitas yang dicapai untuk menilai sejauh mana hasil itu
dicapai alat ini sangat berguna dan sebagai dasar untuk menetapkan sasaran
berikutnya.
(4). Pengukuran dengan daftar periksa.
Daftar ini berisikan tindakan atau kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
oleh karyawan. Cara ini merupakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa
segala hal yang dibutuhkan dalam tugas itu telah dipertimbangkan secara matang.
Indeks ini dihitung dengan rumus. Dalam pengukuran tersebut dilakukan analisis
situasi secara tepat dengan maksud agar indikator-indikator yang akan diukur
dapat mencakup keseluruhan penilaian secara kuantitatif.
(5). Pengukuran dengan audit

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 205


Tehnik ini merupakan suatu proses yang mencatat dan mengevaluasi
kegiatan organisasi untuk mengetahui apakah unit-unit fungsional, program, dan
organisasi telah menggunakan sumber-sumber secara efektif dan efisien dalam
mencapai sasaran. Apabila sasaran tidak tercapai, maka disarankan untuk
mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kelemahan dan
kekurangan dalam sistem tersebut. Langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah
(a) menentukan tujuan, (b) menetapkan standar yang akan digunakan sebagai
ukuran, (c) mengukur produktivitas dan membandingkan dengan standar, (d)
melakukan koreksi terhadap perbedaan yang berarti, dan (e) menyusun hasil yang
dicapai dalam laporan tertulis.
Sesuai dengan kerangka berpikir tentang produktivitas kerja, maka tolak
ukurnya dilihat dari kinerja pegawai dalam wujud pelayanan dan penyelesaian
tugas, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam satuan waktu tertentu.
Selanjutnya untuk melihat sejauhmana produktivitas kerja pegawai diperlukan
penjelasan tentang dimensi, indikator, unsur yang menyatakan produktivitas kerja
pegawai. Dimensi produktivitas menyangkut masukan, proses, dan keluaran.
Masukan merujuk kepada pelaku produktivitas atau pegawai, proses merujuk
kepada cara pencapaian produktifitas, dan keluaran berkaitan dengan hasil yang
dicapai. Unsur produktivitas merujuk kepada wujud penyelesaian tugas-tugas
secara kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan indikator-indikator produktivitas kerja
pegawai dikembangkan dan dimodifikasi dari pemikiran tentang individu yang
produktif.
Dalam organisasi kerja biasanya digunakan suatu metode yang memenuhi
syarat untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Penggunaan metode kerja yang
tepat sesuai dengan kondisi dan sifat-sifat pekerjaan pada setiap organisasi dapat
meningkatkan produktivitas kerja organisasi tersebut. Metode yang tepat
merupakan cara yang harus ditempuh oleh setiap anggota organisasi sehubungan
dengan kegiatan organisasi telah dijabarkan kedalam tugas-tugas yang menjadi
wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing.
Nawawi (Hadari Nawawi dan Martini Nawawi, 1990, Administrasi
Personel untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta, Haji Masagung, hal.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 206


109) mengemukakan bahwa indikator terhadap produktivitas kerja salah satu
diantaranya adalah penggunaan metode atau cara kerja yang tepat.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, indikator yang digunakan untuk
mengukur produktivitas kerja pegawai dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Kualitas kerja, yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah
dipenuhi berbagai persyaratan dan spesifikasi serta harapan.
2) Kuantitas kerja, yaitu suatu ukuran yang menyatakan berapa banyak hasil
kerja atau optimalisasi pelaksanaan pekerjaan.
3) Efektifitas kerja, yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
telah dicapai.
4) Efisiensi kerja, suatu kerja yang membandingkan rencana penggunaan
sumber-sumber denga realisasi penggunaannya.
5) Metode kerja, suatu ukuran yang menggambarkan keadaan mengenai metode
kerja yang digunakan saerta upaya untuk melakukan perbaikan.
6) Kemampuan kerjasama, suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan
kerjasama dengan pegawai lain dalam suatu kelompok kerja.
Produktivitas Pendidikan
Denganmengacu pada pengertian produktivitas sebagaimana dikemukakan diatas
khususnya pendapat Alan Thomas, maka produktivitas pendidikan dapat dimaknai
sebagai suatu perbandingan antara apa yang dihasilkan oleh pendidikan dengan
apa sumberdaya yang dipergunakannya. Pandangan ini mengindikasikan bahwa
pendidikan mempunyai atau erperan seagai suatu aktivitas produksi. Dalam
hubungan ini Alan Thomas mengemukakan tiga fungsi produksi dalam bidang
pendidikan yaitu :
1. The Administrator’s Production Function
2. The Psychologist’s Production Function
3. The Economist’s Production Function
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan, salah satu hal
yang penting adalah peningkatan proses pembelajaran, dimana kurikulum
merupakan unsur penting dalam penciptaan tersebut. Untuk itu Kurikulum

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 207


Berbasis Kompetensi (KBK) dapat dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan melalui kualitas proses Pembelajaran agar peserta didik dapat
memiliki kompetensi tertentu yang sangat bermanfaar bagi kehidupan masyarakat,
baik secara individual maupun sosial
Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai kikulum yang
menekankan pada kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Kurikulum
itu sendiri dapat diartikan sebagai .. All of organized course, activities, and
experiences which pupils have under direction of school, wether in the classroom
or not (Romine 1945), sementara itu Oemar Hamalik (1995:16-18)
mengemukakan beberapa tafsiran tentang kurikulum yaitu :
 Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran
 Kurikulum sebagai rencana pembelajaran
 Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Secara teoritis kurikulum sering dipahami berbeda-beda, meski dalam
prakteknya cenderung mempunyai rujukan yang sama, apalagi bagi guru yang
sudah terbiasa
melaksanakan aktivitas pembelajaran. Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20
tahun 2003 kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Dari pengertian ini nampak bahwa dalam konsep kurikulum
terkandung hal-hal sebagai berikut yakni :
 Tujuan
 Isi dan bahan pelajaran
 Metoda/cara yang digunakan
dimana hal-hal tersebut terangkum dalam suatu rencana/pedoman pelaksanaan
pembelajaran, oleh karena itu setiap kegiatan pembelajaran harus mengacu pada
unsur-unsur yang tercakup dalam kurikulum. Dengan mengingat hal tersebut
maka dalam KBK dasar dari kurikulumnya mesti mengacu pada kompetensi, lalu
apa yang dimaksud dengan kompetensi?, berikut akan dikemukakan beberapa

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 208


pengertian tentang kompetensi guna lebih memahami makna dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi.
Menurut Ashan dalam E. Mulyasa (2003) Competency is a knowlwdge,
skills, and abilities or capabilities than a person achieves, which become part of
his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular
cognitive, affective, and psychomotoric behaviour. Smentara itu Gordon
(E.Mulyasa, 2003) mengemukakan enam aspek yang terkandung dalam konsep
kompetensi yaitu : Knowledge, Understanding, Skill, Value, Attitude, interest.
Sementara itu Pusat Kurikulum dan Balitbang Depdiknas (2002) menjelaskan
bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar
yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan
terus menerus memungkinkan seseorang menjada kompeten, dalam arti memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan dasar pemahaman tentang kurikum dan kompetensi, maka dapat
dengan mudah nenahami apa yang dimaksud dengan KBK, namun demikian
untuk lebih tepat perlu dikemukakan definisi istilah dari KBK sebagaimana
diungkapkan oleh Pusat Kurikulum , Balitbang Depdiknas (2002) yaitu: KBK
merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah
Komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pada dasarnya KBK merupakan kerangka inti yang memiliki komponen-
komponen dalam suatu siklus (Pusat Kurikulum , Balitbang Depdiknas, 2002)
yang terdiri dari :
 Kurikulum dan hasil belajar, memuat perencanaan pengembangan kompetensi
peserta didik yang perlu dicapai
 Penilaian berbasis kelas, memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian
berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten
 Kegiatan belajar mengajar, memuat gagasan-gagasan pokok tentang
pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 209


serta gagasan-gagasan paedagogis dan andragogis yang mengelola
pembelajaran agar tidak mekanistis
 Pengelolaan kurikulum berbasis Sekolah, memuat pola pemberdayaan tenaga
kependidikan dan sumberdaya lain untuk mengembangkan mutu hasil belajar
Siklus tersebut bila digambarkan nampak sebagai berikut

Penilaian
Berbasis Kelas

Kurikulum dan Kegiatan Belajar


Hasil Belajar KBK Mengajar

Pengelolaan
Kurikulum Berbasis
Sekolah

Dengan melihat siklus di atas nampak sekali bahwa evaluasi merupakan


komponen penting yang tidak terlepas dari KBK, sudah barang tentu di dalamnya
mempunyai karakteristik khas, namun secara umum penilaian dalam KBK
merujuk pada tujuan dan fungsi yang sama dengan penilaian
pendidikan/pembelajaran secara umum.
Ciri-ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi
Di dalam kurikulum sebelumnya (kurikulum 1994) tujuannya lebih
diarahkan pada upaya memberitahu guru tentang apa yang harus diajarkan
(Content), sedangkan dalam KBK lebih menekankan pada apa yang harus
dilakukan siswa sebagai hasil belajarnya. Dengan demikian KBK memberitahu
guru tentang kompetensi-kompetensi apa yang harus dikembangkan oleh siswa,
melalui proses pembelajaran.
Adapun ciri-ciri KBK adalah :
 Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara
individual maupun klasikal
 Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 210


 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan
metode yang bervariasi
 Sumber belajar bukan hanya guru, tapi juga sumber belajar yang
lainnya yang memenuhi unsur edukatif
 Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi (Pusat Kurikulum , Balitbang
Depdiknas, 2002)
Pengertian Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Menurut Pusat Kurikulum , Balitbang Depdiknas Penilaian berbasis kelas
adalah penilaian yang dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar
mengajar, PBK dilakukan dengan pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil
karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan test tertulis (paper
and pen). Dengan demikian PBK merupakan suatu bentuk evaluasi yang terpadu
atas aktivitas pembelajaran siswa, tidak hanya hasil akhir dari suatu aktivitas
pembelajaran, tapi juga bagaimana siswa/peserta didik berpartisipasi dalam proses
pembelajaran tersebut, sehingga Guru dapat menilai kompetensi siswa
berdasarkan seluruh aktivitas pembelajaran yang diikutinya.
Dalam upaya untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa, PBK dapat
berbentuk : Test tertulis dengan lebih banyak bentuk uraian, Test Penampilan
untuk mengetahui kemampuan siswa dalam melakukan sesuatu, Penugasan dan
Hasil karya untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengintegrasikan
pengetahuan yang telah diperoleh melalui pembuatan laporan dan karya tulis, dan
Portofolio yang merupakan kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan siswa
yang menggambarkan pengalaman belajar siswa, sebagai bahan bagi guru untuk
melakukan penilaian.
Dengan pemahaman yang demikian, PBK merupakan penilaian yang utuh
dan otentik atas aktivitas pembelajaran siswa, sehingga dapat juga disebut
penilaian otentik yang oleh Direktorat Tenaga Kependidikan Depdiknas (2003)
diartikan sebahgai proses pengumpulan informasi oleh guru tentang
perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui
berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 211


secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah
benar-benar dikuasai dan dicapai. Adapun prinsip- prinsip penilaian otentik
adalah :
 Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses
pembelajaran (a part of instruction)
 Penilaian harus m,encerminkan masalah dunia nyata (real world problems),
bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems).
 Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang
sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
 Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan
pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori motorik)
2. Penilaian Kelas (PK)
Dengan melihat makna PBK maupun Penilaian Otentik, nampak bahwa
penilaian proses atau penilaian kelas menjadi penting, ini berarti penilaian tidak
hanya mengacu pada hasil pembelajaran. Adapun tujuan penilaian di kelas
(penilaian kelas) menurut Chittenden (Direktorat Tenaga Kependidikan
Depdiknas, 2003) adalah :
 Keeping-track, menelusuri agar proses pembelajaran sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan
 Checking-Up, mengecek kelemahan yang dialami siswa dalam proses
Pembelajaran
 Finding–out, mencari hal-hal yang menyebabkan kelemahan dalam proses
pembelajaran
 Summing–up, menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh
kompetensi yang ditetapkan
3. Prinsip-prinsip Penilaian Berbasis Kelas/Penilaian Kelas
 Valid (informasinya akurat tentang hasil dan proses belajar)
 Reliable (ajeg, konsisten)
 Mendidik (mendorong siswa semangat belajar)
 Berorientasi pada kompetensi (menggambarkan pencapaian kompetensi)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 212


 Adil (tidak membedakan latar belakang siswa)
 Terbuka (kriteria penilaian jelas dan terbuka bagi semua pihak)
 Berkesinambungan (terencana, bertahap dan terus menerus)
 Menyeluruh (seluruh dimensi/ranah terukur dan dinilai)
 Bermakna (mempunyai arti dan berguna untuk ditindak lanjuti)
4. Macam-macam penilaian dalam Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
 Penilaian Kognitif (Cognitive assesment/written test) Merupakan penilaian
yang dimaksudkan untuk mengetahui kompetensi kognitif peserta didik. Tes
ini biasanya dilakukan secara tertulis dimana peserta didik diminta untuk
menjawab pertanyaan dalam bentuk tertulis, baik berupa tulisan, memberi
tanda, menggambar dan sebagainya
 Penilaian Sikap dalam pembelajaran (Classroom based assesment). Adalah
penilaian yang berdasarkan sikap peserta didik dalam proses pembelajaran,
penilaian ini pada dasarnya mengacu pada ranah afektif.
 Penilaian Kinerja (performance assesment) Adalah penilaian yang
mendasarkan pada kemampuan peserta didik untuk mendemonstrasikan
kompetensinya dalam bidang pemahaman , pengaplikasian, dan ketrampilan
pada berbagai konteks sesuai dengan tugas dan atau situasi yang telah
ditetapkan oleh Guru/pendidik.
 Penilaian portofolio (Portfolio assesment). Adalah penilaian yang
mendasarkan pada kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan siswa yang
menggambarkan pengalaman belajar siswa.
 Penilaian projek (project assesment). Adalah penilaian yang mendasarkan
pada suatu proyek yaitu tugas yang harus diselesaikan dalam periode waktu
tertentu, dimana tugas tersebut mencakup kegiatan pengumpulan data,
pengorganisasian data serta penyajian data sesuai dengan masalah yang
ditugaskan kepada peserta didik
 Penilaian hasil kerja (Product assesment). Adalah penilaian terhadap
ketrampilan siswa dalam membuat suatu produk benda serta kualitasnya.
Dalam penilaian produk terdapat dua unsur yang perlu diperhatikan yaitu 1)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 213


penilaian tentang pemilihan dan cara penggunaan alat serta prosedur kerja
yang dilakukan peserta didik, dan 2) penilaian tentang kualitas teknis serta
estetis dari hasil kerja peserta didik.
Hal-hal yang harus dinilai dalam Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Dalam KBK domain-domain yang dijadikan acuan dalam kegiatan
pendidikan nampaknya masih tetap sama seperte sebelumnya yaitu mengacu pada
taksonomi Bloom, yang terdiri dari domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Adapun rincian untuk tiap domain adalah sebagai berikut
KOGNITIF AFEKTIF PSIKOMOTOR
pengetahuan, Penerimaan Responsi
pemahaman, Pemberian respons Kesiapan
penerapan, Penilaian Respon terbimbing
Analisa, Pengorganisasian Mekanisme
Sintesa Karakterisasi Respon yang kompleks
evaluasi Adaptasi
organisasi
Kewajiban Guru dalam Penilaian Berbasis Kelas/Penilaian Kelas
 Memandang penilaian sebagai bagian integral dari kegiatan belajar mengajar
 Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat proses penilaian
sebagai kegiatan refleksi
 Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pengajaran untuk
menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar siswa
 Mengakomodasi kebutuhan khusus siswa
 Mengembangkan sistem pencatatan yang menyediakan cara yang bervariasi
dalam pengamatan belajar siswa
 Menggunakan penilaian dalam rangka mengumpulkan informasi untuk
membuat keputusan tentang tingkat pencapaian siswa

HASIL BELAJAR (OUTCOME 1. Verbal Skill (Keterampilan verbal)


OF 2. Intelectual Skill(Keterampilan
LEARNING) MENURUT GAGNE intelektual)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 214


3. Cognitive Strategy(strategi
(Margaret E Gredler, 1986. Pengetahuan)
Learning and Instruction, Theory 4. Motor Skill (Keterampilan
into Practice) psikomotor)
5. Atitude (sikap)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN


Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu
dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok
atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi
untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL
dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP,
serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP
untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan
provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 215


yang disusun oleh BSNP . KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip
bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi
peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral
berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis
pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan
agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.
Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan
lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan
dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu,
semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik
untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin
relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya
kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu,
pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 216


sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan
keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran
yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua
jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan
formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan
lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia
seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan
daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi
dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik
secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran
dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik. Pendidikan merupakan proses
sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang
memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara
optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan
potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional dan
sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 217


3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Daerah memiliki
potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan.
Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik
daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus
memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan
kebutuhan pengembangan daerah.
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Dalam era otonomi dan
desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis
perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat
dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus
ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
5. Tuntutan dunia kerja. Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh
kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan
mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat
kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal
ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik
yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pendidikan perlu
mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis
pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama
perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan
penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual
dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara
berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman
dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan
kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata
pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
8. Dinamika perkembangan global. Pendidikan harus menciptakan kemandirian,
baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 218


digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat
memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai
kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan diarahkan untuk
membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi
landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam
kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya
wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat
keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus dikembangkan
dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan
menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada
budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari
budaya dari daerah dan bangsa lain.
11. Kesetaraan Jender. Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan
yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
12. Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai
dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.
Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan
mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
 Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
 Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
 Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 219


Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
(3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
(4) Kelompok mata pelajaran estetika
(5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya
merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping
itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi
kurikulum.
Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan
pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.
Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi
yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan
daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan
atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi
muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata
pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan
pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti
bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata
pelajaran muatan lokal.
Kegiatan Pengembangan Diri

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 220


Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi
sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain
melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi
dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta
kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja. Khusus
untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk
pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan
pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan
kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik. Pengembangan diri
bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri
dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.
Pengaturan Beban Belajar
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri,
SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh
SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh
SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK kategori mandiri.
b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan
sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu
untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap
dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban
belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum
empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam
pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 221


mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain
yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang
tercantum di dalam Standar Isi.
c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%,
SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60%
dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.
Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan
satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam
tatap muka.
e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang
menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut.
(1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit
kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
(2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka,
25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi
dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing
indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal
dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta
kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.
Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara
terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan
kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait. Sesuai dengan ketentuan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 222


PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan
pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan
kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi; dan
d. lulus Ujian Nasional.
Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan
diatur oleh direktorat teknis terkait.
Pendidikan Kecakapan Hidup
a Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB,
SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup
kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan
vokasional.
b Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan
semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara
khusus.
c Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain
dan/atau nonformal.
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang
memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam
aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi,
dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi
peserta didik.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 223


b Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan
pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
c Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari
semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
d Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari
satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh
akreditasi.
MANAJEMEN STRATEGIK
Perkembangan kajian Manajemen Strategik
Tema utama yang paling dominan dalam awal dekade 50-an ini masih
berkisar di sekitar anggaran dan pengawasan keuangan (Budgeting and
Financial Control). Manajemen perusahaan saat itu menggunakan anggaran
sebagai alat perencanaan dan pengendalian melalui sasaran keuangan yang telah
ditentukan. Tindakan-tindalan manajerial selanjutnya dilandaskan pada proyeksi
jangka pendek dan berorientasi pada fungsifungsi bisnis, dengan
mengasumsikan lingkungan bisnis yang stabil.
Pada tahun 50-an teori manajemen strategi kemudian berkembang
dengan menekankan kepada integrasi fungsional atau perpaduan fungsi
produksi, pemasaran, keuangan dan sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan perusahaan. Melihat fenomena ini maka dalam
sebuah laporan, Gordon Howell kemudian merekomendasikan bahwa
pendidikan bisnis agar dapat antisipatif terhadap perubahan lingkungan,
hendaknya dibuat dalam wujud yang lebih luas dan dijadikan suatu mata kuliah
puncak dalam suatu bidang yang disebut Business Policy. Mata kuliah ini
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan dalam mengindentifikasi,
menganalisis dan memecahkan masalah dunia nyata pada suatu bidang bisnis
substantif yang memiliki jar,gkauan luas.
Pada dekade 70-an ini muncul banyak sekali perusahaan konsultan,
asosiasi profesional di berbagai bidang manajemen, serta adanya proliferasi
secara intensif jumal-jurnal di bidang manajemen strategi. Semuanya
berusaha membantu dunia usaha untuk mencari ide-ide baru dalam

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 224


menghadapi ketidak menentuan lingkungan ehsternal konsep manajemen
strategi yang mengaksentuasikan diri pada perpaduan fungsi manajemen yang
kemudian diformuiasikan dalam perencanaan dan kebijaksanaan strategi
perusahaan dinilai kurang memadai lagi, lcarena dipandang kurang fleksibel
dalam menghadapi perubahan lingkungan, kemudian pada tahun 80-an istilah
kebijakan bisnis diubah menjadi manajemen stratejik
Definisi Strategi dan Managemen strategi
Strategi disefinisikan sebagai pola atau rencana yang
mengintegrasikan tujuan, kebijakan, dan urutan tindakan utama organisasi ke
dalam kesatuan yang kohesif.suatu perusahaan yang punya strategi yang baik
akan menunjukan hal-hal berikut
1. Mempunyai/menentukan arah yang jelas
2. Mengetahui kekuatan dan kelemahan disbanding pesaingnya
3. Mencurahkan sumberdayanya pada proyek-proyek yang menjadi
kompetensi utamanya
4. Mengidentifikasi faktor-faktor dalam linfkungan politik dan sosial yang
memerlukan monitoring cermat
5. Menyadari tindakan pesaing yang memerlukan perhatian khusus.
Dalam mengembangkan suatu strategi ada beberapa pertanyaan yang dapat
dijadikan pedoman yaitu :
1. Barang dan jasa apa yang kita jual
2. Bagaimana kita akan memproduksi barang dan menyampaikan jasa
3. Siapa yang akan membeli barang dan jasa
4. Berapa akan membiayai operasi
5. Berapa besar resiko yang akan ditanggung
6. Bagaimana melaksanakan strategi
dengan memahami hal di atas, maka managemen strategi dapat didefinisikan
sebagai proses berkelanjutan, berulang dan lintas fungsi yang dimaksudkan
untuk menjaga organisasi secara keseluruhan tepat dan sesuai dengan
lingkungannya
Proses Managemen Strategik

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 225


1. Analisis Lingkungan
Akibat menggejalanya revolusi informasi dan globalisasi sebagaimana
telah diungkapkan dalam awal bab 1, lingkungan kin! mengalami perubahan
yang luar biasa dan intensitasnya semakin sering serta sukar sekali untuk
dimmalkan. Akibatnya, persaingan menjadi semakin sengit serta permasalahan
yang dihadapi perusahaan semaldn hari menjadi semakin rumit. Untuk itulah,
maka sebelum berbagai proses lain dalam manajemen strategi, analisis
mengenai lingkungan perusahaan merupakan hal yang pertama dan niscaya
untuk dilakukan. Yang dimaksudkan dengan analisis di sini adalah penelusuran
kondisi eksternal dan internal yang dihadapi perusahaan sampai kepada
pengkalnya. Karena hanya dengan demikian perusahaan akan dapat
mewaspadai dan memahami implikasi-implikasi dari perubahan untuk
kemudian dapat bersaing secara lebih efektif.
Walaupun nampaknya sederhana, analisa lingkungan dalam realitasnya
sangatlah kompleks. Karena bagaimanapun unsur evaluatif terhadap kinerja
masa lalu seringkali menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Akibatnya
dalam realitas yang ada, walaupun lingkungan telah berubah dengan demikian
pesatnya dan sangat dramatis sering sekali "gagasangagasan yang baik" di
masa lalu diharvskan untuk menjadi "pedoman Kebijakan" pada masa kini dan
"mandat" yang harus dilaksanakan dan diteruskan untuk hari esok. Fenoesrena
in! tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi manajemen perusahaan yang
berusaha untuk terus kompetitif dalam persaingan. Terdapat tiga tingkatan
lingkungan yang perlu disadari para manager yaitu :
1. lingkungan umum
2. lingkungan operasi
3. lingkungan internal
lingkungan umum adalah lingkungan eksternal organisasi yang punya
implikasi bagi manager, perusahaan dan strategi dalam jangka penjang, adapun
komponen-komponen lingkungan umum adalah :
 ekonomi
 sosial

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 226


 politik dan hukum
 teknologi
 etika
lingkungan operasi/lingkungan kompetitif adalah lingkungan eksternal yang
mempunyai implikasi khusus bagi pengelolaan organisasi, komponen utama
lingkungan ini adalah :
 pelanggan
 persaingan
 tenaga kerja
 pemasok
 isu-isu global/ internasional
lingkungan internal adalah lingkunagan yang mencakup kekuatan-kekuatan yang
berperan dalam organisasi dan berimplikasi pada kinerja organisasi trsebut,
komponen-komponenya mencakup :
 organisasi
 pemasaran
 keuangan
 personel
 produksi
dalam melakukan analisis lingkungan, berbagai data dikumpulkan untuk
kemudian dilakukan analisis, dalam hubungan ini analisis SWOT dapat digunakan
untuk dijadikan alat/prosedur analisis. Disamping itu dalam melakukan analisis
lingkungan ada beberapa kriteria keberhasilan yang dapat dijadikan dasar
penilaian proses analisis lingkungan, yaitu :
 terkait secara konseptual dan praktikal dengan kegiatan perencanaan
yang ada/berjalan
 responsif terhadap kebutuhan informasi manajemen puncak
 didukung secara berkesinambungan oleh manajemen puncak
 dilengkapi oleh analis yang terampil dalam kebutuhan strategis
2. Menentukan Dan Menetapkan Arah Organisasi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 227


Menentukan arah organisasi merupakan hal yang sangat penting, ada
dua langkah yang bisa dilakukan yaitu menentukan visi dan menjabarkan visi
tersebut menjadi misi. Visi merupakan gambaran tentang apa yang ingin
diwujudkan di masa depan sedangkan misi merukan alasan kenapa organisasi
ada, atau untuk apa organisasi/perusahaan itu ada.
Visi dapat membuat koheren berbagai aktivitas organisasi, sehingga
dapat membuat kinerja organisasi semakin baik serta dapat bersaing dengan
para pesaing di pasar. Visi yang telah ditetapkan kemudian perlu dijabarkan
atau diterjemahkan ke dalam misi. Pernyataan misi umumnya mencakup
informasi tema-tema berikut :
1. Produk dan jasa perusahaan
2. Pasar
3. Teknologi
4. Tujuan perusahaan
5. Filosopi perusahaan
6. Jati diri perusahaan
7. Citra publik
Dalam tataran arah yang lebih spesifik, maka organisasi perlu menetapkan
tujuan (objective) organisasi yang dapat diartikan sebagai suatu target yang
ingin/akan diupayakan untuk dicapai oleh organisasi. Terdapat dua tipe tujuan
yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka penjang.
Dalam pencapaian tujuan ini menurut Peter F Drucker, organisasi perlu
menetapkan beberapa tujuan, dan hendaknya mencakupseluruh bidang-bidang
penting bagi operasi perusahaan, terdapat delapan bidang penting yaitu :
1. Posisi pasar
2. Inovasi
3. Produktivitas
4. Sumberdaya
5. Profitabilitas
6. Kinerja dan pengembangan manager
7. Kinerja dan sikap pekerja

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 228


8. Tanggungjawab sosial
 Proses menentukan arah organisasi
Dalam menentukan arah organisasi dalam prosesnya ada tiga langkah
utama yaitu :
o Melakukan refleksi atas hasil analisis lingkungan
o Mengembangkan visi dan misi yang tepat
o Mengembangkan tujuan organisasi yang tepat
 Mengembangkan tujuan individu
Sesudah organisasi menentukan tujuan organisasi, selanjutnya perlu
dilakukan pengembangan tujuan individu secara spesifik sesuai dengan bidang
garapannya, sehingga pencapaian tujuan individu dalam organisasi akan
terarah dan memberi kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi secara
keseluruhan.
3. Formulasi Strategi
Setelah menentukan arah perusahaan di masa depan sebagaimana
diungkapkan pada bab sebelumnya, langkah selanjutnya yang harus dilakukan
oleh manajemen perusahaan adalah menemukan cara untuk mencapai arah yang
telah ditentukan tersebut. Untuk alasan itulah maka proses manajemen strategi
berikutnya adalah melakukan formulasi strategi. Formulasi strategi merupakan
upaya-upaya analitis yang tergantung pada keputusan dan kreativitas eksekutif.
Dalam merumuskan strategi organisasi perlu melihat tingkatan-tingkatan
strateginya, dalam hubungan ini terdapat tiga tingkatan dalam memformulasikan
strategi yaitu :
1. Formulasi strategi tingkatan bisnis.
2. Formulasi strategi tingkatan fungsional
3. Formulasi strategi tingkatan korporat
Formulasi strategi tingkatan bisnis merupakan keputusan yang akan
berpengaruh bagi organisasi secara keseluruhan yang bergerak dalam suatu
industri. Formulasi strategi dalam tingkatan ini perlu memperhatikan struktur
industri dan posisionang kompetisis. Menurut Porter analisis industri akan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 229


memberikan alat yang kuat dalam menentukan strategi, dan ada lima kekuatan
yang dapat mempengaruhi suatu bisnis secara keseluruhan yaitu :
1. Ancaman pendatang baru
2. Kekuatan bargaining para pemasok
3. Kekuatan bargaining para pembeli
4. Ancaman produk substitusi
5. Persaingan diantara kompetitor yang ada
Dalam merumuskan strategi, hal-hal tersebut perlu dianalisis secara
tepat. Dalam hubungan ini Porter mengemukakan tiga strategi umum yang dapat
dijadikan dasar dalam formulasi strategi yaitu :
1. Kepemimpinan harga menyeluruh
2. Diferensiasi
3. Fokus
strategi yang pertama dapat dilakukan melalui penekanan pada efisiensi aktivitas
bisnis, strate4gi diferensiasi dilakukan melalui pembuatan dan pemasaran
produk yang umik, sedangkan strategi fokus dilakukan melalui segmentasi pasar
pada satu atau dua kelompok konsumen atau pembeli.
Formulasi strategi tingkat fungsional, adalah keputusan strategi pada
tataran fungsi, dan ini harus sesuai dengan strategi pada tataran bisnis, dalam
hubungan ini terdapat fungsi-fungsi yang perlu diformulasikan strateginya yaitu
dalam bidang-bidang berikut :
1. Strategi teknologi, penelitian dan pengembangan
2. Strategi operasi
3. Strategi keuangan
4. Strategi pemasaran
5. Strategi SDM
Formulasi strategi tingkatan Korporat, merupakan keputusan tentang
strategi yang akan diambil dalam tingkatan perusahaan yang dilakukan oleh top
management untuk mengintegrasikan kegiatan berbagai bidang dan fungsi, serta
untuk mengembangkan kegiatan usaha.
4. Implementasi Strategi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 230


Setelah selesal melakukan formulasi strategi, tahap selanjutnya yang harus
diperhatikan oleh manajemen perusahaan adalah tahap implementasi strategi.
Dengan demikian, agar perusahaan dapat mencapal arah yang diinginkannya
secara optimal, perusahaan harus mampu memformulasikan dan
mengimplementasikan strateginya secara efektif. Apabila salah satu tugas
tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka bukan mustahil hasilnya dapat
berupa kegagalan bagi strategi perusahaan secara keseluruhan.
Tahap pertama dalam implementasi strategi adalah menganalisis
perubahan yang mungkin akan dialami perusahaan akibat dari formulasi strategi
yang telah disepakati pada tahap sebelumnya. Analisis tentang perubahan Ini
bertujuan untuk memberikan gagasan yang jelas dan terperinci mengenai seberapa
banyak perusahaan harus berubah agar berhasil dalam mengimplementasikan
strateginya. Perubahan yang dianalisis dalam tahap ini dipandang sebagal sebuah
proses perubahan darl yang sangat sederhana seperti tidak adanya variasi datam
strategl antara yang lampau, saat Ini dan mendatang, sampai kepada perubahan
yang sangat kompleks dalam misl organisasl, yang mempertanyakan kembali
esensl perusahaan atau organisasi.
Analisis terhadap ada atau tidaknya perubahan yang harus terjadi pada
perusahaan akibat adanya formulasl strategi biasanya dapat dibagi ke dalam
beberapa pola yang memiliki ciri-ciri tersendiri.
 Strategi stabilitas. Pola Ini terjadi karena adanya pengulangan stmtegi yang
sama dengan stmtegi yang digunalsan dalam periode sebelumnya.
 Perubahan Rutin (Routine Change). Perubahan rutin merupakan perubahan
dalam market appeal yang digunakan oleh perusahaan untuk lebih memikat
pelanggan. Perusahaan biasanya merubah appeal dari iklannya,
rnemperbaharui dan menyesuaikan kemasan, menggunakan taktik harga yang
berbeda-beda, dan mungkin saja merubah distributor atau metode
distribusinya.
 Perubahan Terbatas (Limited Change). Perubahan ini disebabkan karena
adanya penawaran produk baru kepada pelanggan baru dalam golongan
produk umum yang sama.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 231


 Perubahan Radikal (Redical Change). Merupakan suatu reorganisasi besar-
besaran dalam perusahaan. Jenis perubahan lni biasa dilakukan pada saat
terjadi merger dan akuisisi, tetapi masih berada di dalam industri yang sama.
 Organizational Redirection. Melibatkan merger dan akuisasi peru.sahaan yang
berasal darl industri yang sama sekali berbeda.
Menganalisis dan mengelola struktur Organisasi
Analisis kedua dalam implementasi strategi adalah analisis mengenai
struktur organisasi. Untuk analisis ini, setidaknya ada dua jenis dasarstruktur
organisasi yang perlu mendapat perhatian. Pertama, adalah struktur organisasi
yang formal (formal organizational structure) yaitu struktur organisasi yang
mewakili hubungan antara sumber daya yang dirancang oleh pihak manajemen
dan biasanya disampaikan dalam bentuk bagan. Kedua, adalah struktur
organisasi yang tidak formal (informal organizational structure) yaitu struktur
organisasi yang mewakili hubungan sosial berdasarkan persahabatan atau
kepentingan bersama di antara anggota-anggota organisasi.
Dalam realitas yang ada, terdapat beberapa jenis struktur organisasi
yang biasa digunaltan yaitu:
o Struktur Organisasi Sederhana (Simple Organizatlon Structure). Struktur
organisasi sederhana ini adalah struktur organisasi yanghanya memiliki dua
tingkatan yaitu pemilik dan pekerja.
o Struktur Organisasi Fungsional (Functional Organizational Structure).
Dalam struktur organisasi fungsional ini, setiap manajer bertanggungjawab
terhadap salah satu dari berbagai fungsi yang ada di dalam perusahaan, di
mana fungsi-fungsi tersebut secara kolektif dilibatkan dalam pencapaian
tujuan perusahaan atau dalam implementasi stmtegi..
o Struktur Organisasi Divisional (Divisional Organizational Structure).
Sebagai perusahaan yang mengakuIsisi dan mengembangkari produk-
produk baru dalam industri dan pasar yang berbeda, struktur perusahaan
berubah biasanya menjadi suatu struktur organisasi yang terdiri dari
berbagal devisi.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 232


o Struktur SBU (Strategic Business Unit Structure). Pada saat struktur
organisasl divisional menjadi sulit diterapkan karena CEO memilikl terlalu
banyak divisl yang harus diatur secara efektif, perusahaan harus mengatur
kembali struktur organisasinya dalam bentuk strategic business unit atau
strategic groups.
o Struktur Organisasi matrik. Digunakan untuk memudahkan pengembangan
dan pelaksanaan berbagaI program atau proyek. Tiap departemen dikepalai
oleh vice president yang memiliki fungcional resposibility bagi seluruh
proyek. Sedangkan tiap project managers memiliki project resposibility
untuk penyelesaian dan implementasi stmtegi.
o Struktur organisasi jaringan
 Menganalisis dan mengelola budaya Organisasi
Organisasi dari suatu perusahaan yang didisain untuk mengimple-
mentasikan suatu strategi sesungguhnya jauh lebih kompleks dari hanya
sekedar format strukdur organisasi yang dipresentasikan dalam sebuah bagan.
Hal lain yang perlu sekali mendapat perhatian manajemen dalam proses
implementasi strategi ini adalah budaya perusahaan. Budaya perusahaan
merupakan komponen yang menyebabkan mengapa suatu strategi dapat
diimplementasikan pada suatu perusahaan, sementara strategi tersebut gagal
untuk diimplementasikan pada perusahaan yang lain dengan kondisi yang
relatif sama.
 Memilih pendekatan implementasi
Di alam memilih pendekatan implementasi perlu didasarkan pada
penilaian tentang perubahan, struktur dan budaya organisasi. Menurut Brodwin
dan Bourgeois ada lima pendekatan dalam melaksanakan strategi yaitu :
o Pendekatan komander. Manager berkonsentrasi pada formulasi strategi
dengan menerapkan analisis dan logika yang ketat, baik sendirian ataupun
dengan membentuk tim guna melaksanakan strategi secara optimal, melalui
instruksi untuk melaksanakannya.
o Pendekatan perubahan organisasi. Manager memusatkan pada masalah
bagaimana anggota organisasi melaksanakan strategi, dalam hubungan ini

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 233


manager berperan sebagai arsitek yang merancang sistem administratif agar
peleksanaan strategi berjalan efektif.
o Pendekatan kolaboratif. Manager mengajak tim untuk melakukan curah
pendapat dalam malaksanakan strategi.
o Pendekatan kultural. Perluasan dari pendekatan kolaboratif dengan
melibatkan level organisasi bawah/rendah.
o Pendekatan krescif. Dalam pendekatan ini manager menyampaikan secara
berbarengan perumusan dan implementasi strategi, serta mendorong pegawai
agar melaksanakan strategi dengan baik.
 Menilai keterampilan manager dalam implementasi strategi.
Tahap ini adalah mengevaluasi keterampilan manager dalam
melaksanakan strategi, menurut Thomas V. Bonoma, implementasi strategi yang
berhasil memerlukan keterampilan sebagai berikut :
o Keterampilan berinteraksi
o Keterampilan alokasi
o Keterampilan monitoring
o Keterampilan mengorganisir
5. Pengendalian Strategi
Setelah suatu strategi diimplementasikan, tahap berikutnya dalam proses
manajemen strategi adalah tahap pengendalian strategi. Secam umum,
pengendalian serlng didefinislkan sebagai tindakan untuk membuat sesuatu
terjadi sesual dengan apa yang telah dlrencanahn sebelumnya. Dalam
pengendalian ini manajemen harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai
hasil yang diinginkan. Dalam realitas yang ada, manajemen blasanya melakukan
tindakan pengendalian dengan mergikutl tiga langkah umum berikut lni:
o Mengukur kinerja perusahaan.
o Membandingkan hasil kinerja perusahaan terhadap tujuan dan standar yang
ada.
o Melakukan tindakan perbaikan yang perlu

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 234


Selanjutnya dalam pengendalian perusahaan yang lebih speslfik, harus
berdasarkan ketiga langkah umum di atas, namun tetap dirancang untuk
memenuhi permintaan jenis pengendalian spesifik tertentu yang digunakan.
Misalnya pengendallan produksi, persedlaan dan pengendalian mutu.
Informasi untuk pengendalian strategi
Pengendalian strategi yang sukses memerlukan informasi yang valid dan
riliabel berkaitan dengan ukuran kinerja organisasi. Untuk keperluan tersebut
organisasi memerlukan sistem formal dalam mengumpulkan informasi yang
valid dan dapat dipercaya. Oleh karena itu manager puncak perlu secara cermat
melihat kondisi yang ada serta melakukan penataan agar strategi yang telah
ditetapkan dapat berjalan optimal dan dapat mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Ada dua sistem yang penting yaitu :
 Sistem Informasi Management. sistem yang dibantu oleh komputer yang
dapat membantu manager dalam pembuatan keputusan. Dalam SIM,
kepentingan informasi berbeda-beda sesuai dengan tingkatan
managemennya, top manager memerlukan informasi strategis, middle
manager memerlukan informasi berkaitan dengan implementasi strategi,
sedang supervisory/lower manager memerlukan informasi kegiatan operasi
sehari-hari
 Sistem pendukung keputusan management. Sistem ini terkadang disebut juga
sebagai sistem informasi eksekutif. Yang merupakan suatu seperangkat alat
bantu pembuat keputusan yang salingtergantung yang dapat menolong
manager membuat keputusan pada masalah-masalah yang tidak terstruktur,
elemen utama dalam sistem ini adalah komputer
Pada dasarnya management strategi merupakan tanggungjawab manager puncak,
meskipun hal itu tidak berarti bahwa manager pada tingkatan di bawahnya bisa
mengabaikan pada strategi yang telah ditetapkan, oleh karena itu manager
puncak mesti memahami pengendalian strategi, serta mengetahui bagaimana
bertindak dalam proses pengendalian/pengawasan strategi. Faktor penting dalam
memelihara kesuksesan pengendalian atau pengawasan strategi, adalah bahwa

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 235


manager puncak mesti memahami empat variabel organisasi yang saling
berhubungan satu sama lain yaitu:
 Struktur organisasi
 Sistem imbalan
 Sistem informasi
 Sistem nilai atau budaya organisasi.
untuk memelihara momentum strategi yang telah dicapai serta mengembangkan
strategi baru, manager puncak harus menjamin hal-hal berikut :
 Sistem imbalan dapat menumbuhkan dorongan prilaku yang tepat dalam
organisasi
 Struktur organisasi berkontribusi pada pencapaian tujuan strategi
 Nilai dan norma yang membentuk budaya organisasi bersifat konsisten
dengan tuuan perusahaan
 Sistem pendukun informasi yang diperlukan untuk melihat kinerja tepat
sasaran.
Managemen Strategi Dalam Konteks Internasional
Belakangan ini banyak bisnis yang bergerak lintas negara, oleh karena itu
isu-isu internasional sangat penting dan akan menentukan kesuksesan upaya
memformulasikan dan mengimplementasikan strategi
 Managemen Internasional
Managemen internasional menggambarkan aktivitas managemen lintas
negara, dalam hubungan ini organisasi berupaya melaksanakan misinya dengan
melakukan kegiatan bisnis di negara asing. Dalam konteks internasional
organisasi perlu memahami isu-isu internasional yang penting, ini berarti dalam
menentukan strategi pihak managemen mesti melakukan secara cermat analisis
lingkungan di negara tempat kegiatan bisnisnya. Dalam melakukan analisis
lingkungan masalah-masalah internasional yang perlu diperhatikan adalah :
o Lingkungan kelembagaan yang membatasi para pesaing
o Aturan yang mengatur tindakan para pesaing.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 236


o Sumber-sumber apa yang tersedia untuk meminimalisisr kerusakan akibat
tindakan pesaing
o Kebijakan pemerintah yang memperkuat pesaing
o Bagaimana perusahaan mempengaruhi kebijakan pemerintah
o Pasar dan kesempatan baru yang muncul sebagai penghalang bagi
perdagangan internasional
Perkembangan secara internasional dalam bisnis menunjukan
kecenderungan yang terus meningkat, selain itu kecenderungan lahirnya
ketentuan internasional dan blok-blok ekonomi harus mendapat perhatian dalam
managemen internasional. Beberapa organisasi lintas negara/internasional dalam
bidang ekonomi adalah :
o GAAT
o NAFTA
o EU
o APEC
 Kebijakan Industri
Kebijakan industri adalah kebijakan pemerintah yang dirancang untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dalam arti luas kebijakan ini mencakup
kebijakan makroekonomi, managemen perburuhan, pendidikan dan infra
struktur, teknologi produksi, dan pola-pola budaya. kebijakan industri
mempunyai dampak pada hal-haal berikut :
 Spurring cuting-edge technology
 Difusi teknologi baru
 Menciptakan infrastruktur baru
 Meningkatkan perdagangan bebas
 Investasi dalam teknologi baru.
 Managemen strategi dalam lingkup internasional
Pada dasarnya managemen strategi dalam konteks internasional tidak
berbeda, namun lebih kompleks mengingat lingkup dan situasinya yang berbeda.
Analisis lingkungan dalam managemen strategi secara internasional (perusahaan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 237


multinasional) lebih kompleks karena perubahan dalam tiga kekuatan (Charles J.
Fombrun) yaitu :
 Infrastruktur dunia
 Struktur sosial dunia
 Superstruktur dunia
Menurut Michael Porter terdapat banyak kekuatan trend perubahan yang
mempengaruhi lingkungan organisasi multinasional yaitu :
 Beberapa perbedaan antar negara
 Kebijakan industri yang makin agresif
 Proteksi atas aset-aset khusus yang makin jelas
 Pasar yang tumbuh makin besar
 Persaingan dari negara-negara berkembang
Dalam konteks internasionalpun proses managemen selanjutnya diikuti, setelah
analisis lingkungan kemudian organisasi menentukan orah organisasi,
merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi, dan mengandalikan/
mengawasi pelaksanaan strategi tersebut dalam operasinya.
Managemen Strategi Dan Tqm
Managemen kuailitas total merupakan managemen yang menjadikan
kualitas menjadi tanggungjawab semua pegawai. Perkembangan TQM ini tidak
terlepas dari tiga Guru kualitas yaitu Edwarg Deming, Joseph M, Juran, dan
Philip B. Crosby.
Dalam hubungan ini Edward Deming mengemukakan 14 poin bagi
managemen yaitu Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
 Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima
 Berhenti tergantung pada inspeksi missal
 Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
 Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
 Melembagakan metode pelatihan kerja modern
 Menghilangkan rintangan antar departemen
 Hilangkan ketakutan
 Hilangkan/kurang tujuan-tujuan jumlah pada pekerja

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 238


 Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman
 Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
 Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat melaksanakan
ke 13 poin di atas.
Sementara itu Juran mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan untuk
digunakan, dan melihatnya dalam lima cara yaitu :
 Kualitas desain (quality of design)
 Kualitas kesesuaian (quality of conformance)
 Ketersediaan (availability)
 Keamanan (safety)
 Guna praktis (field use)
Sumbangan Juran lainnya bagi TQM adalah konsep biaya kualitas, yang terdiri
dari empat kategori yaitu :
 Biaya kegagalan internal
 Biaya kegagalan eksternal
 Biaya penilaian
 Biaya pencegahan
Guru lainnya dalam TQM adalah Crosby, pada dasarnya ide Crosby
banyak meminjam dari pendapat Juran dan Deming, hanya Crosby lebih
menitikberatkan pada program kualitas seperti managemen waktu dan
perhatian, tidak hanya bersifat kuantitatif dalam bentuk keuangan, semboyan
dari Crosby adalah Kualitas itu bebas
Dalam suatu organisasi apabila telah melaksanakan TQM dengan
berhasil, maka akan berkembang empat cirri yaitu :
 Pelanggan akan sangat loyal
 Organisasi dapat merespon pada masalah, kebutuhan dan kesembpatan
dengan kelambatan minimal.
 Iklim organisasi mendukung dan mendorong kerja team dan membuat
pekerjaan memuaskan, memotivasi dan bermakna bagi pekerja
 Dalam organisasi akan tumbuh etika perbaikan terus menerus
Karakteristik Organisasi TQM

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 239


Ada beberapa cirri organisasi yang menerapkan Managemen Kualitas
total yaitu :
 Definisi kualitas didasarkan pada pelanggan
 Kepemimpinan kualitas yang kuat
 Perbaikan terus menerus
 Berdadar fakta, data, dan analisis
 Partisipasi pegawai
Dalam perkembangan nya, banyak lahir berbagai metode untuk memperbaiki
kualitas yang dikemukakan oleh para akhli dengan menerapkan standar-standar
kualitas seperti ISO 9000 yang terdiri dari lima perangkat dokumen, dimana
yang paling umum digunakan sebagai standar adalah :
 ISO 9001. terdiri/berisi standar untuk organisasi berbasis enginer atau yang
berorientasi kontruksi yang merancang, mengembangkan, menghaslkan,
menginstal, dan produk jasa
 ISO 9002. berisi standar yang secara khusus relevan dengan proses kimia
dan industri lain yang berhubungan.
 ISO 9003. berhubungan dengan took-toko kecil dan divisi-divisi dalam
organisasi (contohnya leboratorium)
 ISO 9000 dan ISO 9004. berisi standar khusus bagi aplikasi industri
khusus/spesifik.
TQM dalam proses Managemen Strategi
TQM dapat diaplikasikan dalam kerangka managemen strategi, dalam
hal ini proses managemen strategi dapat diterapkan dalam kontek TQM. Dalam
analisis lingkungan dilakukan analisis internal dan eksternal yang dapat
mempengarui kinerja organisasi. Dalam hal berkaitan dengan pelanggan,
dibedakan antara pelenggan internal dan pelanggan eksternal. Dalam TQM
pelanggan eksternal digambarkan sebagai kumpulan dari beberapa dimensi
kepuasan, organisasi perlu mengidentifikasi aktivitas-aktivitas internal khusus
yang menyumbang pada kepuasan pelanggan. Selain itu organisasi juga perlu
memberi kepuasan pada pelanggan internal.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 240


Dalam hal menentukan arah organisasi manager perlu berorientasi pada
perbaikan yang berfokus pada pelanggan secara terus menerus, dalam hal
perumusan strategi pelanggan perlu mendapat perhatian disamping pesaing
serta pemasok. Sementara itu berkaitan dengan implementasi strategi, TQM
mempengaruhi pelaksanaan strategi dan budaya dalam mencapai tujuan
strategis. Dalam hal pengendalian strategi, manager perlu patokan yang dapat
mengukur kinerja organisasi serta menyediakan patok baku (benchmark) untuk
kepentingan audit strategi.
Managemen Strategi : Dimensi Sosial Dan Etis
Dalam pemahaman klasik tugas organisasi bisnis adalah memberikan
keuntungan yang bersar bagi para pemilik, sedang tanggung jawab social
dianggap mengganggu hubungan ekonomi dasar, dan akan merugikan.
Sementara dalam pandangan belakangan ini, sebaliknya memandang bahwa
organisasi punya tanggungjawab pada masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Disamping iru
organisasipun perlu memperhatikan etika, meskipun hal ini bermasalah dalam
hal menentukan sesuatu itu sesuai etika atau tidak, sehingga sulit menjadi
sesuatu yang bersifat universal.
Menurut Gene Lazniac mengusulkan lima standar etik yaitu :
 The Golden Rule. Bertindaklah sesuai dengan tindakan yang anda inginkan
dari orang lain terhadap anda.
 The Utilitarian Principle. Bertindaklah dengan suatu cara yang dapat
memberikan manfaat terbesar bagi banyak orang.
 Kant’s categorical imperative. Bertindaklah dengan suatu cara tindakan
yang mengacu pada hukum universal prilaku
 The Professional Etic. Bertindaklah sesuatu yang patus menurut para
professional yang tak punya kepentingan.
 The TV test. Apakah saya merasa senang menjelaskan pada pemirsa TV
kenapa saya melakukan ini.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 241


Banyak manager belakangan ini yang telah menerima ide bahwa tanggung
jawab social perusahaan merupakan bagian integral bagi suatu strategi
perusahaan secara keseluruhan.
Managemen Strategi Dan Kegiatan Operasi
Salah satu fungsi kritis dalam suatu organisasi bisnis adalah fungsi
operasi atau fungsi produksi yakni aktivitas menghasilkan barang dan atau
menyediakan jasa. Fungsi ini merupakan fungsi primer dalam organisasi bisnis
sehingga perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, disamping fungsi
kritis lainnya yaitu pemasaran dan pembelanjaan/pembiayaan.
Fungsi-fungsi tersebut saling berinteraksi dan saling ketergantungan,
dalam perspektif managemen strategi, tiap-tiap fungsi tersebut memerlukan
strategi yang berbeda. Secara umum, untuk dapat berhasil di pasar, perusahaan
dapat berkompetisi dengan basis tiga fungsi kritis tersebut melalui tiga ciri
barang dan jasa yaitu :
 Kualitas
 Harga
 ketersediaan
dengan demikian fungsi operasi merupakan unsure vital dalam strategi, karena
fungsi-fungsi tersebut mempunyai nilai yang besar sebagai alat untuk
berkompetisi dalam strategi perusahaan. Menurut Steven Wheelwright
merekomendasikan agar perusahaan yang menghasilkan barang menentukan
prioritas relative pada empat karakteristik kinerja yang terdiri dari :
 efisiensi biaya
 kualitas
 keterpercayaan
 fleksibillitas
Managemen Strategi Dan Fungsi Pembelanjaan
Dalam managemen strategi masalah pembiayaan merupakan hal yang
penting, untuk itu langkah pertama dalam menganalisis kondisi keuangan
organisasi adalah dengan melakukan analisis ratio.dalam hubungan ini ratio-
ratio yang diperlukan adalah:

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 242


 Analisis Ratio keuangan, mencakup :
 Ratio likuiditas yang terdiri dari :
o Current ratio
o Quick ratio
 Ratio aktivitas yang terdiri dari :
o Perputaran persediaan
o Penggunaan asset total
 Ratio keuntungan yang terdiri dari :
o Profit margin atas penjualan
o Return on investment
Di samping ratio-ratio tersebut, juga diperlukan upaya perbandingan/ratio
perbandingan, baik antar waktu dalam perusahaan maupun dibandingkan
dengan perusahaan lain yang sejenis atau dengan rata-rata industri.
 Analisis pulang pokok/break even
Dengan rumus :
BEP = FC (Fixed Cost)
1 -- VC

FC = Biaya tetap
S = Volume penjualan
VC = biaya variabel (Variable Cost)
 Analisis nilai sekarang bersih
Dengan rumus :

Hasil/Proceed
(1 + r)n

r = tingkat bunga;
n = lamanya waktu investasi
Managemen Strategi Dan Fungsi Pemasaran

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 243


Fungsi pemasaran mempunyai peranan penting dalam managemen
strategi, fungsi pemasaran merupakan fsilitator pertukaran antara suatu
organisasi yang memproduksi dengan pembeli atau pengguna. Dalam
hubungan ini jelas diperlukan suatu strategi pemasaran agar pelaksanaan
fungsi ini akan berjalan efektif.
Langkah pertama dalam mempersiapkan strategi pemasaran adalah
dengan melakukan analisis hubungan konsumen/produk. Segmentasi pasar
dalam kaitan ini menjadi penting, dengan segmentasi pasar, maka pemilahan
pasar dapat dilakukan dengan berdasarkan pengelompokan konsumen yang
akan dilayani. Segmentasi pasar yang cukup efektif bias berdasarkan aspek
demografi, seperti jenis kelamin atau usia, disamping dasar segmentasi lainnya
seperti Income dan gaya hidup.
Dalam pemasaran di kenal istilam bauran pemasaran yang terdiri dari
kombinasi unsure-unsur berikut yakni :
 Produk
 Harga
 Promosi
 Saluran distribusi
Posisi produk akan mempengaruhi bagaimana produk itu dipasarkan, strategi
harga dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, pendekatan dalam promosi
umumnya menggunakan iklan/advertensi, promosi penjualan maupun
penjualan secara personal.
Dalam melaksanakan strategi pemasaran, hal yang penting adalah
menjaga rencana penjadwalan cukup fleksibel untuk menyesuaikan dengan
perubahan yang terjadi.strategi pemasaran perlu dikontrol , dan dalam
melakukan pengontrolan itu diperlukan pengukuran akan hasil suatu strategi,
sehingga dapat ditentukan apakah tujuannya tercapai atau tidak, disamping itu
pengontrolan dapat dijadikan dasar apakah perlu dilakukan perubahan atas
strategi yang dijalankan untuk diperbaikai agar berhasil.
MANAJEMEN PENGETAHUAN (menurut Christina Evans, Managing for
knowledge. 2003)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 244


Kehidupan di jaman informasi dimana pengetahuan dipandang sebagai
aset bisnis strategis memerlukan upaya pengelolaan pengetahuan agar dapat
mendorong bagi perkembangan bisnis. Aset pengetahuan mencakup :
 Aset struktural
 Merek
 Hubungan dengan pelanggan
 Hak paten
 Produk
 Proses operasi
 Aset manusia yang mencakup :
o Pengalaman pegawai
o Keterampilan pegawai
o Hubungan personal
Pengetahuan telah menjadi aset bisnis utama didorong oleh perubahan-perubahan
dalam bidang teknologi dan dalam bisnis global. Perubahan ini telah menjadikan
orientasi manajemen SDM yang menitik beratkan pada tangible asset bergeser
pada perhatian yang lebih menitik beratkan pada intangible asset. Hal ini juga
berarti bahwa comparative advantage yang berbasis Sumberdaya Alam dalam
bisnis bergeser pada competitive advantage yang berbasis kualitas SDM, dan
dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang sangat penting dalam
pengelolaan/manajemen SDM.
Pengetahuan, menurut Davenport merupakan perpaduan yang cair dari
pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan
kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru.
Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi, informasi jadi pengetahuan
bila terjadi proses-proses seperti pembandingan, konsekwensi, penghubungan, dan
perbincangan. Pengetahuan dapat dibagi ke dalam empat jenis yaitu a).
pengetahuan tentang sesuatu; b) pengetahuan tentang mengerjakan sesuatu,; c).
pengetahuan menjadi diri sendiri; dan d). pengetahuan tentang cara bekerja
dengan orang lain. Sedang tingkatan pengetahuan dapat dibagi tiga yaitu : 1)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 245


mengetahui bagaimana melaksanakan; 2). Mengetahuai bagaimana memperbaiki;
dan 3). Mengetahui bagaimana mengintegrasikan.
Dengan pemahaman pengetahuan seperti itu, maka manajemen
pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut : “proses menterjemahkan
pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/pikiran seseorang menjadi
informasi yang dapat digunakan setiap orang” . Dalam konteks ini profesional
SDM memandang manajemen pengetahuan sebagai menjamin penngetahuan yang
diperoleh dikembangkan bersama dengan orang lain dalam organisasi. Dengan
demikian, pengetahuan yang dimiliki organisasi secara penuh tersedia melalui
penyediaan lingkungan yang tepat, budaya, struktur dan proses guna memotivasi
dan mendorong sharing pengetahuan pada setiap tingkat dalam organisasi. Jadi
thema utama dari manajemden pengetahuan adalah sebagai berikut :
o Pembelajaran
o Pengembangan/sharing
o Penempatan orang di tempat yang tepat dan waktu yang tepat
o Pembuatan keputusan yang efektif
o Kreativitas
o Membuat pekerjaan jadi lebih mudah
o Mendorong tumbuhnya bisnis baru dan nilai bisnis
Adapun tahapan perkembangan manajemen pengetahuan dalam organisasi adalah
sebagai berikut :
o Knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan
tak ada sharing informasi)
o Knowledge-aware (sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan,
adabeberapa proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu
tentang sharing informasi)
o Knowledge-enabled (memanfaatkan manajemen pengetahuan,
mengadopsi standar, isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi)
o Knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan
manfaat, isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 246


o Knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari
misi, nilai pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen
pengetahuan terintegrasi dalam budaya)
Bagi organisasi yang ingin menerapkan manajemen pengetahuan dalam
organisasinya perlu menyadari pertama, bahwa pengetahuan ada pada orang dan
bukan pada sistem, meskipun sistem punya data dan informasi yang dapat
membantu proses pengetahuan. Kedua, penciptaan pengetahuan merupakan
proses sosial, tercipta melalui interaksi antara individu-individu dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
Perubahan Peran SDM dari Operasiona ke Strategik
Uuntuk menjadikan manajemen pengetahuan menjadi bagian dari
organisasi, diperlukan pergeseran peran dari manajemen dengan orientasi SDM
yang operasional/tradisional menjadi orientasi SDM yang strategis. Adapun
perbedaan antara yang tradisional (manajemen personalia) dengan Manajemen
SDM adalah sebagai berikut :
Karakteristik perang manajemen Karakteristik perang manajemen
personel/tradisional Sumberdaya Manusia (SDM)

o Reaktif o Proaktif
o Advokasi pegawai o Parner bisnis
o Unit kerja/task force o Fokus pada tugas dan
o Fokus pada isu operasional pemberdayaan
o Isu kualitatif o Fokus pada isu strategis

o Stabilitas o Isu kuantitatif

o Solusi taktis o Perubahan konstan

o Integritas fungsi o Solusi startegis

o Orang sebagai beban/biaya o Multi fungsi


o Orang sebagai aset

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 247


Dalam mengimplementasi Manajemen pengetahuan, diperlukan SDM yang tidak
hanya kompeten, tapi juga dapat menunjukan/mendemonstrasikan sikap sebagai
berikut (Ulrich, 2000) :
o Mentransformasikan pengetahuan ke dalam tindakan
o Membuat pilihan berdasar informasi tentang bagaimana berinvestasi dalam
praktek SDM untuk menjamin hasil bisnis
o Berhubungan dengan rekan profesi SDM dan manajer garis dengan penuh
keyakinan bahwa dia punya sesuatu yang bernilai untuk ditawarkan
o Menunjukan keyakinan, kepastian, pengambilan resiko, dan berorientasi
tindakan
Cetak biru membangun Budaya berpusat pada pengetahuan
Organisasi perlu terus mengembangkan manajemen pengetahuan sampai dapat
mencapai tahapan terakhir yaitu knowledge-centric organization. Dalam kondisi
ini organisasi mampu menciptakan pengetahuan (knowledge-creating
organization) yang mempunyai prinsip-prinsip (Charles Leadbeater) sebagai
berikur :
o Cellular - punya struktur organisasi yang adaptif tidak kaku
o Self-managing - individu dan tim mengelola diri untuk membukan inovasi dan
kreativitas.
o Entrepreneurial - kewirausahaan yang mendorong pada kemampuan individu
dalam memanfaatkan peluang bagi pertumbuhan dan perubahan
o Equitable membership and reward - mengembangkan sistem reward yang adil
yang dapat menumbuhkan rasa keanggotaan
o Deep knowledge reservoirs - punya kapabilitas dengan fokus pada keakhlian
spesialist ketimbang generalist
o The holostic company - memanfaatkan aset pengetahuan yang berada di luar
struktur organisasinya
o Collaborative leadership - berorientasi pada kerjasama untuk mengarahkan,
menginformasikan nilai dan mendorong memberdayakan yang lain dalam
mengelola bisnis

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 248


Uraian di atas pada dasarnya menggambarkan tentang komponen-
komponen kunci dari budaya yang berpusat pada pengetahuan, dimana di
dalamnya mesti ada nilai-nilai yang jelas, prilaku pengetahuan, tempat kerja yang
menumbuhkan energi, mendorong kreativitas untuk terus berkembang, serta
mendukung kerjasama dan mengakui dan menghargai perbedaan. Dan semua ini
bisa nyambung dalam kepemimpinan fasilitatif (fasilitative leadership) yang
mampu mendorong, memampukan, dan mendukung penciptaan dan sharing
pengetahuan dalam organisasi.
Membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan
Sampai dengan tahun 1980-an, organisasi dikeloa dengan menggunakan
prinsip manajemen ilmiah dari Taylor, dimana struktur organisasi bersifat kaku
dan sangat mempertahankan jalur komando, manajer bekerja untuk mengontrol
bawahan agar bekerja dengan benar dan tepat waktu sesuai yang direncanakan,
pimpinan puncak sangat berkuasa dan pemisahan antara atasan dan bawahan
sangat tegas. Kondisi ini jelas tidak dapat dipertahankan dalam organisasi dewasa
ini yang menuntut fleksibilitas dan kemampuan merespon perubahan dengan
cepat. Untuk itu diperlukan perubahan dalam mengelola organisasi agar
manajemen pengetahuan dapat berjalan dengan efektif.
Dalam organisasi yang berbasis pengetahuan, fleksibilitas merupakan hal
yang penting, untuk dapat merespon dengan cepat perubahan yang terus menerus
terjadi, oleh karena itu organisasi perlu memberi otonomi agar dapat mendorong
lahirnya inovasi. Organisasi yang demikian menurut Bhrami (1996) memerlukan
karakteristik sebagai berikut :
o Multiple centers (banyak pusat)
o Diverse structure (struktur yang beragam)
o Multiple alliance (aliansi jamak)
o Cosmopolitant mindsets (pola fikir kosmopolitan)
o Emphasis on flexibility (menekankan fleksibilitas)
Pada saat pengetahuan menjadi asit binis utama, maka diperlukan adanya pegawai
yang khusus menangani masalah ini, Chief Knowledge Officers (CKO) yang
bertugas mengembangkan hubungan dengan infrastruktur, proses, dan budaya dari

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 249


managemen pengetahuan dalam organisasi, dengan rincian tanggungjawab
sebagai berikut :
o Mengidentifikasi dan memprioritaskan perubahan yang perlu dibuat untuk
mendorong/meningkatkan informasi dan pengetahuan organisasi
o Melaksanakan proses, infrastruktur dan prosedur organisasi guna
memampukan terbangunnya dan digunakannya secara efektif basis
pengetahuan perusahaan.
o Mendorong/memberdayakan seluruh staf berpartisipasi dalam membangun,
menggunakan dan melindungi basis pengetahuan organisasi
o Mengidentifikasi dan mengintegrasikan pelayanan lain yang mendukung bagi
sistem managemen pengetahuan organisasi.
Karena dalam manajemen pengetahuan sangat diperlukan kecepatan
dalammengakses informasi, maka diperlukan juga pegawai yang khusus
menangani masalah informasi ini. Dalam organisasi yang berpusat pada
pengetahuan, setiap individu dalam organisasi perlu terus belajar dan sharing
pengetahuan tersebut dengan individu lain dalam organisasi, karena semua lapisan
dalam organisasi mempunyai peran penting dalam mengembangkan basis
pengetahuan organisasi. Hal itu perlu disadari mengingat banyak pemimpin bisnis
yang percaya bahwa dalam era persaingan ekonomi global, mereka perlu punya
kemampuan mengkapitalisasi atas dasar skala ekonomi, sumberdaya dan bakat
yang tersedia dalam perusahaan sekaligus mengembangkan organisasi
yangbersifat fleksibel dan otonom. Satu hal yang penting dalam upaya tersebut
adalah menjamin bahwa setiap orang dalam organisasi memainkan perannya
dalam mengembangkan, sharing, dan menggunakan pengetahuan.
 Peran SDM dalam membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan
Sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam membangun
budaya yeng berpusat pada pengetahuan (knowledge-centric culture), dalam
hubungan ini yang pelu diperankan oleh SDM untuk menambah nilai adalah
sebagai berikut (Linda Holbeche) :
o Fokus pada pembentukan struktur yang tepat
o Mengembangkan kepemimpinan fasilitatif

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 250


o Membangun infrastruktut teknologi informasi
o Membina hubungan dengan pemasok.
Bidang lain yang dapat memberi pengaruh besar adalah memampukan budaya
pengetahuan, serta dapat menjadi katalis perubahan budaya, disamping itu SDM
hendaknya membenatu membangun infrastruktur yang dapat diterapkan dan
memerlukan ketrampilan, ini dapat dilakukan dalam konteks perlu adanya struktur
dan desain organisasi, karir dan struktur karir, manajemen kinerja,
mengembangkan fokus belajar bagi organisasi, dan perencanaan suksesi.
Dengan demikian SDM mempunyai peran penting dalam mendorong
perkembangan organisasi menuju organisasi yang berpusat pada pengetahuan,
melalui pembentukan budaya organisasi yang mendukung pembangunan dan
sharing pengetahuan. Secara spesifik SDM dapat menambah nilai dengan
mengambangkan program kesadaran akan pengetahuan, baik sebagai aktivitas
terpisah atau dengan mengintegrasikannya dengan program pengembangan
organisasi yang ada, dalam hubungan ini perlu dikomunikasikan tentang
bagaimana organisasi membangun kapabilitas manajemen pengetahuannya,
menjamin kepemimpinan yang tepat dan menerima dukungan pengembangan, dan
juga hal-hal yang berkaitan dengan dukungan untuk membangun budaya yang
mendorong pembelajaran terus menerus.
 Meninjau kembali belajar dalam Ekonomi pengetahuan
Dalam era ekonomi global dewasa ini tak ada satupun kepastian, karena
kepastian itu adalah perubahan, tanpa kemampuan untuk belajar terus menerus,
maka SDM akan selalu ketinggalan, dalam kondisi yang demikian, program
pelatihan pegawai menurut Reg Revans (1998) tidak dapat mengembangkan
pegawai dalam lingkungan yang berubah sangat cepat, oleh karena itu diperlukan
juga program pengembangan bukan hanya pelatihan, pengembangan berbeda
dengan pelatihan, pengembangan mencakup :
o Motivasi diri dan pemikiran orang tentang dirinya
o Pendekatannya lebih holistik, dengan memperhatikan seluruh/segala situasi
o Melihat kebutuhan jangka panjang
o Tak ada jawaban benar ataupun salah.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 251


Sementara pelatihan mencakup :
o Lebih spesifik dan berhubungan dengan kebutuhan belajar sekarang
o Menghasilkan perluasan akan kemampuan yang ada
o Dilakukan untuk anda dan kepada anda (kurang terarah pada yang dilatih)
Oleh karena itu dalam pengembangan SDM diperlukan pendekatan yang integral
yang berfokus pada praktek serta mencari pengungkit untuk mendukung belajar.
Dalam hal ini diperlukan pembelajaran dalam praktek kehidupan sehari-hari, dan
untuk mendorong pembelajaran tersebut ada beberapa pendekatan yang bisa
dilakukan yaitu :
o Pertemuan tim
o Pertemuan dan perbincangan informal
o Kerja tim lintas sektoral
o Melalui siklus manajemen proyek
o Komunitas pelaksana
o Mengikuti kegiatan di ruang fisik yang didalamnya terjadi belajar
o memfasilitasi belajar melalui pemikiran informal dan ruang pembelajaran
o membangun lingkungan belajar untuk memfasilitasi eksperimen dan bermain
o membangun budaya mentoring
Untuk mendapat kesuksesan dalam bisnis perusahaan menyadari akan
perlunya organisasi yang responsif dan fleksibel namun tetap dapat berkelanjutan,
dan hal ini jelas memerlukan perubahan budaya. Dalam hal ini ada lima hal
penting yang strategis untuk perubahan yaitu :
o modal pemikiran - kemampuan menerapkan ide secara bebas dalam
perusahaan
o mindset - kemampuan menangani hal rumit, dan dapat bertindak dalam
ketidakpastian
o diversity - pendekatan dilakukan dengan bervariasi dengan perspektif yang
bervariasi pula
o budaya mentoring - kualitas kemembantuan dalam hubungan antar orang
dalam perusahaan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 252


o akuntabilitas bersama - punya penekanan yang tepat pada pengawasan seraya
memberi kebebasan orang bereksperimen dalam mengembangkan dengan
berkonsultasi pada fihak lain
dalam hal belajar, perusahaan, organisasi perlu juga belajar dari
fihak/organisasi/perusahaan lain misalnya melalui benchmarking, atau belajar
langsung dari spesialis organisasi lain.
Semua itu pada dasarnya merupakan upaya untuk menjadikan organisasi
dapat belajar untuk kepentingan pengembangan organisasi usahanya, memang
upaya pencarian dalam menciptakan ruang belajar baru makin meningkat,
demikian juga upaya memaksimumkan kesempatan belajar dalam praktek
kehidupan sehari-hari. Semua itu merupakan langkah penting dalam
mengembangkan manajemen pengetahuan dalam manajemen SDM, dan hal
tersebut akan membantu membangun dan mengembangkannya melalui kesiapan
untuk terjadinya perubahan budaya, yakni budaya yang berpusat pada
pengetahuan.
Memahami motivasi belajar diantara pekerja pengetahuan
Penjelasan sebelumnya lebih menekankan pada aspek organisasi dari
belajar, belajar juga mempunyai dimensi personal yang berkaitan dengan
motivasi. Terdapat dua pendorong belajar bagi profesional independen yaitu :
o Kebutuhan belajar yang diidentifikasi sendiri - belajar yang didasarkan pada
kebutuhan sendiri seperti untuk karir pribadinya
o Kebutuhan belajar yang diidentifikasi oleh orang lain - belajar untuk
memenuhi kualifikasi formal berkaitan dengan pekerjaan tertentu
Dalam melakukan pembelajaran profesional SDM mengelola belajarnya melalui
beberapa pendekatan yang umumnya bersifat informal yaitu :
o Belajar dengan dan dari profesional lain melalui pekerjaan spesifik tertentu.
o Belajar melalui observasi dari pekerjaan profesional lain
o Belajar dengan dan dari profesional lain melalui jejaring kerja
o Belajar melalui kegiatan menghasilkan pengetahuan eksplisit

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 253


o Belajar melalui proyek atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan
o Belajar melalui refleksi kritis
Dimensi motivasi dalam belajar memegang peran penting karena hal itu dapat
menjadi pendorong untuk belajar, sementara caranya belajar akan ditentukan oleh
pilihan yang dirasa paling tepat sesuai dengan keinginan SDM itu sendiri.
Bekerja dan belajar dalam komunitas praktek
Dalam era perubahan yang cepat dewasa ini, belajar harus lebih cepat dari
perubahan yang terjadi termasuk dari belajarnya pesaing, untuk itu diperlukan
suatu komunitas praktek yang memberikan kemungkinan belajar terjadi tanpa
henti dan dengan kecepatan yang memadai. Komunitas praktek umumnya berada
dalam tempat kerja, dimana mereka mengembangkan dan membentuk sendiri
praktek-praktek. Menurut Wenger dalam bukunya Communities of Practice,
menyatakan bahwa komunitas praktek merupakan individu-individu yang berada
dalam lingkungan yang sama, punya asumsi atas pekerjaan yang sama, dan
mereka mengembangkan praktek bersama dalam cara bekerja dan mengerjakan
sesuatu. Keterlibatan dalam komunitas praktek berarti bertindak dan
berpengetahuan atau tahu dan bertindak
Komunitas praktek menurut Wenger mempunyai tiga karakteristik yaitu :
keterlibatan timbal bail, kegiatan bersama, dan punya repertoir/kebiasaan yang
didukung secara bersama. Dalam memperkenalkan, memfasilitasi dan mendukung
komunitas praktek, ada beberapa pertimbangan penting yang perlu diperhatikan
yaitu sebagai berikut :
o Menilai dan mempersiapkan kondisi
o Mengidentifikasi jenis dan jumlah komunitas yang sudah ada.
o Jenis kegiatan membangun pengetahuan apa yang telah dilakukan
o Bagaimana komunitas berjalan, seberapa baik jalannya, dan bagaimana SDM
dapat membantu
o Sadari masalah polotik berkaitan dengan komunitas
o Capai komitmen untuk anggota tim untuk ikut dalam aktivitas komunitas

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 254


o Yakinkan ada sponsor senior dalam komunitas
o Usulkan berbagai inovasi bagi komunitas praktek
o Fasilitator, pemimpin dan pendukung komunitas
o Koordinasi/administrator
o Anggota komunitas
o Asosiasi komunitas
o Fasilitator untuk membantu komunitas untuk tetap fokus dalam belajar
o Menyediakan anggaran yang diperlukan
Semua itu akan membantu dalam membangun komunitas pembelajar dalam
rangka manajemen pengetahuan, sehingga dapat berkembang terus dalam konteks
lingkungan ekonomi global yang berubah cepat, jika tidak terjadi pembelajaran
yang kontinue, maka organisasi akan selalu ketinggalan dan akan gagal dalam
mengikuti arus persaingan yang ketat dalam bisnis global.
Membangun Kredibilitas dan Kapabilitas KM SDM
Salah satu hal yang penting dalam membangun dan mengembangkan
manajemen pengetahuan adalah perlunya menjamin bahwa mengelola
pengetahuan menjadi bagian integral dari kehidupan organisasi sehari-hari.
Beberapa Manajer SDM yang diwawancari tentang SDM menyatakan perlunya
mewujudkan beberapa hal mendasar yaitu :
o Mulailah dengan rekrutmen gaya lama yang baik. Fokuskan pada pengetahuan
yang dia miliki
o Yakinkan bahwa mereka berada sama/terbuka dengan orang lain yang berada
dalam organisasi
o Fokus pada pembentukan ketrampilan yang diperlukan orang untuk dikerjakan
dengan baik
o Yakinkan bahwa orang punya akses pada informasi dasar yang diperlukan
untuk pekerjaannya
o Ciptakan kesempatan secara fisik untuk bekerja dekat dengan bagian berbeda
dalam organisasi, sehingga mereka dapat berinteraksi dan belajar lebih banyak
tentang pekerjaan organisasi secara keseluruhan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 255


o Komunikasikan apa yang dilakukan SDM dalam membantu organisasi
mengembangkan basis pengetahuannya
o Yakinkan bahwa SDM sudah diketahui
o Bekerjalah dalam kemitraan dengan kolega bisnis anda, seperti dengan bagian
teknologi informasi, pembiayaan, dan pemasaran.
Dalam upaya mengaitkan (link) antara manajemen pengetahuan dengan praktek
SDM, dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut yaitu :
o Kerangka kompetensi
o Rekrutmen dan seleksi
o Induksi
o Manajemen kinerja
o Imbalan dan pengakuan
o Manajemen sumberdaya
o Lingkungan belajar
o Pelatihan dan pengembangan
o Manajemen karir
o Retensi
upaya mengaitkan tersebut, memerlukan jaminan bahwa semuanya dipandang
sama penting, dan jangan sampai terjadi perubahan praktek dalam satu bidang
berdampak negatif bagi bidang SDM lainnya.
Ketahui apa yang kita tahu
Dengan menggunakan istilah tacit dan eksplisit, Nonaka dan Takeuchi
(1995), mengidentifikasi empat transisi pengetahuan yaitu :
o Tacit ke tacit melalui sosialisasi dalam bentuk percakapan, observasi dan
sejenisnya
o Tacit ke eksplisit melalui kodifikasi atau eksternalisasi pengetahuan yang
dimiliki secara pribadi
o Eksplisit ke eksplisit melalui kombinasi bentuk pengetahuan yang
dikodifikasikan
o Eksplisit ke tacit melalui internalisasi dokumen oleh agen manusia

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 256


Penjelasan di atas menggambarkan bahwa tindakan mengetahui manusia
merupakan masalah yang kompleks, dan untuk memahami hal ini ada tiga aturan
atau penafsiran tentang praktek manajemen pengetahuan yaitu :
o Pengetahuan hanya dapat diperoleh secara sukarela
o Kita selalu mengetahui lebih dari yang kita katakan dan kita akan selalu
mengatakan lebih daripada yang dapat kita tuliskan
o Kita hanya mengetahui apa yang kita tahu ketika kita memerlukan untuk
mengetahuinya.
Memang diakui bahwa bahasa pengetahuan amat penting baik untuk penemuan
maupun penggunaan, disamping konteks dimana kita mengetahui sesuatu. Dalam
hal ini bahasa pertanyaan punya peran dalam menyediakan konteks tambahan dan
mendorong cara berfikir yang masuk akal atas masalah yang ditanyakan.
Pertanyaan ASHEN dimaksudkan untuk mencapai hal tersebut, namun perlu
ditegaskan bahwa ASHEN berkaitan dengan cara melihat sesuatu dari perspektif
yang berbeda untuk menjelaskan respon, dan bukan model pengkategorian dimana
pengetahuan merupakan artefak atau heuristik, tapi sebagai alat untuk
menjelaskan respons. ASHEN itu sendiri berarti sebagai berikut :
o Artefact, Art - hasil seni dan pekerjaan manusia
o Skill - keahlian, kemampuan praktis, fasilitas dalam mengerjakan sesuatu
o Heuristic - upaya menemukan
o Experience - Observasi aktual atau pengenalan praktis dengan fakta atau
kejadian, pengetahuan yang dihasilkan dari hal tersebut
o Natural Talent - yang ada dalam alam, bukan tiruan, apa adanya. Talent -
bakat khusus, kemampuan mental.
Istilah ASHEN tersebut dapat digunakan untuk melihat keseimbangan antara
pengetahuan tacit dengan pengetahuan eksplisit, pengetahuan tacit merupakan
bidang besar dalam tataran Natural Talent, sedang Pengetahuan eksplisit bagian
besarnya terdapat dalam tataran Artefact.
Pengetahuan berbeda dari proses dia merupakan proses evolusi.
Penciptaan peta pengetahuan akan selalu menghasilkan pengetahuan yang rentan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 257


Pemetaan pengetahuan adalah menciptakan serangkaian lensa untuk memperoleh
strategi pengetahuan organisasi, lensa utamanya adalah :
o Pemetaan objek pengetahuan dalam hubungannya dengan kegiatan utama
organisasi
o Pandangan komunitas dan struktur yang memiliki atau menciptakan
pengetahuan, baik formal maupun informal
o Pemahaman akan arus pengetahuan dan ketergantungan informasi antara
komunitas dan struktur
Membangun Alat Manajemen Pengetahuan
Agar SDM dapat memainkan peran strategis dalam membangun budaya
yang berpusat pada pengetahuan, maka salah satu hal yang penting adalah
menggunakan dan menerapkan alat-alat yang tepat. Beberapa alat-alat dasar itu
adalah sebagai berikut :
o Siklus konsultansi - dengan langkah-langkah : Memperoleh entri, melakukan
kontrak, mengumpulkan data, menganalisis data, menumbuhkan opsi
perencanaan untuk perubahan, dan melaksanakannya.
o Siklus perubahan - terdiri dari : reluktansi, kesadaran, minat, uji coba mental,
praktek dalam kehidupan nyata, pelaksanaan, komitmen, dan integrasi
o Cara-cara berfikir dalam situasi menantang - menggunakan enam topi berfikir
dari De Bono
o Pertanyaan-pertanyaan untuk memfasilitasi belajar transformatif melalui
teknik bertanya divergensi untuk menumbuhkan kesadaran, memunculkan
pilihan, membuat hubungan baru, dan mendorong berfikir bebas
Adapun alat-alat untuk membuka dialog adalah :
o Model belajar yang dikelola sendiri
o Inkuiri apresiatif - seni tentang hal yang tidak mungkin. Menurut Cooperrider
(1998) perubahan yang sukses memerlukan : kebaruan, kesinambungan, dan
transisi.
Alat-alat untuk memfasilitasi sharing pengetahuan tacit yaitu :
o Review sesudah kegiatan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 258


o Review pembelajaran sesudah proyek berakhir
o Bercerita
Alat-alat untuk mengidentifikasi sumberdaya pengetahuan kunci dan para
pemainnya adalah melalui Analisis jejaring sosial
Menggunakan teknologi secara bijak
Meskipun diakui bahwa teknologi berperan penting dalam mengelola
pengetahuan, namun hal itu bukanlah suatu solusi total. Menurut Rob Van der
Spek dan Jan Kingma (1999) strategi organisasi dalam mengelola pengetahuan
hendaknya mencakup/memperhatikan dua bidang yaitu :
o Eksploitasi dan aplikasi pengetahuan yang ada, dan
o Menciptakan pengetahuan baru, termasuk membangun kapabilitas
menciptakan pengetahuan baru yang lebih cepat dibanding masa lalu
Oleh karena itu penggunaan teknologi bukanlah segalanya, penggunaan teknologi
perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Ada beberapa tip penting untuk
para praktisi berkaitan dengan penggunaan teknologi yaitu :
o Fahami nilai informasi yang dimiliki
o Jadilah pengelola yang lebih baik dalam mengelola informasi
o Sederhanakanlah
o Perlakukan mengelola pengetahuan sebagai tugas yang dapat dialihkan, oleh
karenanya diperlukan alokasi waktu
o Sediakan alat-alat dasar dan latihlah orang cara menggunakannya
o Kaji kemungkinan mengadaptasi sistem yang ada untuk menyediakan
pengetahuan tepat waktu pada saatnya
o Yakinlah bahwa sistem manajemen pengetahuan merupakan kebutuhan nyata
o Cobakan sistem baru pada kelompok kecil yang representatif sebelum
menerapkannya lebih luas
o Belajarlah dari kesalahan orang lain
o Yakinlah bahwa sistem manajemen pengetahuan berinteraksi dengan sistem
yang ada

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 259


Dalam konteks tersebut penggunaan teknologi harus diarahkan pada upaya untuk
menghubungkan orang-orang dalam organisasi agar kinerja organisasi makin
efektif, untuk itu pilihan teknologi harus mengacu pada kepentingan tersebut.
Meningkatkan aset intelektual dalam organisasi menjadi konsern strategi
kunci bagi banyak pemimpin bisnis, dan akan menjadi salah satu prioritas
berkaitan dengan SDM. Kebutuhan akan pengelolaan pengetahuan telah punya
dampak langsung bagi beberapa jenis bisnis. Namun demikian mengelola
pengetahuan telah berkembang menjadi agenda yang lebih tinggi, organisasi
publik pun ddidorong untuk berorentasi kinerja dalam menjalankan organisasinya
dengan pendekatan yang lebih berfokus pada pelanggan. Dalam kontek
perkembangan organisasi SDM dapat membantu organisasi mengembangkan dan
mempertahankan aset pengetahuannya melalui :
o Membantu organisasi mencapai kejelasan berkaitan dengan budaya yang
berorientasi pengetahuan
o Fokus pada apa yang benar-benar dibutuhkan untuk berubah/dirubah
o SDM perlu mereview peranannya dan tanggungjawabnya berkaitan dengan
pembangunan budaya yang berpusat pada pengetahuan
o Membantu organisasi meninjau kembali asumsi tentang belajar dan bagaimana
memfasilitasi belajar dalam bisnes berbasis pengetahuan
o SDM perlu mengkaji ulang praktek intinya untuk menjamin hal itu terkait
dengan pendekatan manajemen pengetahuan organisasi
o SDM perlu mengkaji ulang kompetensi yang dimilikinya untuk menjamin
telah cukup dikembangkan guna melengkapi mereka dengan peran dan
tanggungjawab baru dalam era pengetahuan
Akhirnya SDM perlu mengembangkan inat, pemahaman dan keakhlian dalam
menerapkan peralatan temasuk yang bersifat teknologi untuk membantu mereka
mencapai tujuan manajemen pengetahuan strategis organisasi. Ini berarti bahwa
SDM perlu melakukan investasi untuk perkembangan dirinya sendiri, dan kini
waktunya telah tiba bagi SDM untuk menunjukan kapabilitas dan memerankan
model prilaku yang dibutuhkan untuk survive dalam ekonomi pengetahuan.
INOVASI PENDIDIKAN

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 260


Pengertian Inovasi
Inovasi adalah an idea, practice or object thatperceived as new by an individual
or other unit of adoption. Menurut Prof. Azis Inovasi berarti mengintrodusir suatu
gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genus dari change yang
berarti perubahan. Inovasi dapat berupa ide, proses dan produk dalam berbagai
bidang. Contoh bidangnya adalah : Managerial, Teknologi, dan Kurikulum
 Menurut Miles karakteristik inovasi adalah
o Deliberate
o Novel
o Specific
o Direction to goal attaintment
 Aspek pokok yang mempengaruhi inovasi adalah :
o Struktur
o Prosedur
o Personal
 The essence of Educational Innovation

Educational Innovation

Gagasan Methods/Management Technology

Improvement Quality of Education Solving Edu. Problem

dengan melihat bagan tersebut, dapatlah dipahami bahwa inovasi pendidikan


dapat berbentuk gagasan, metode , dan teknologi. Gagasan pada dasarnya dapat
menjadikan sesuatu yang baru dalam pelaksanaan pendidikan, baik itu bersifat
penambahan maupun perbaikan terhadap ektivitas pendidikan yang terjadi.
Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan,
meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan. Dengan
demikian metode baru atau cara baru dalam melaksanakan metode yang ada

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 261


seperti dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya meningkatkan
efektivitas pembelajaran. Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu
diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi
pembelajaran, prosedur supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang
dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan.
Inovasi Dalam Pendidikan
 Praktisi Pendidikan dapat dikelompokan ke dalam :
1. Administrator terdiri dari :
a. Principal
b. Superintendent
2. Teacher
 Dalam hal penerimaan atau sikap terhadap perubahan dua kelompok ini
mempunyai pandangan dan sikap yang tidak selalu sama, karena peran yang
dimainkan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan berbeda dan lingkungan
kerja yang sering dijalani masing-masing juga berbeda
 Menurut Ernest R House, dalam pendidikan Administrator (Kepala dan
Pengawas lebih mudah menerima inovasi disbanding guru karena :
1. Sosial interaction inhibit diffusion across professional boundaries
2. Teacher remain isolated in classroom which does not enhance the
diffusion of new idea within the profession
3. Never adopt innovation as a whole, only bits and pieces
4. Passive adopter
 Dalam konteks Indonesia, inovasi pendidikan umumnya merupakan suatu
gerakan yang bersifat top down,dalam arti inisiatif dalam melakukan inovasi
selalu dating dari pihak pemerintah
Proses Inovasi
Proses Inovasi berkaitan dengan bagaimana suatu inovasi itu terjadi, di
sini ada unsure keputusan yang mendasarinya, oleh karena itu proses inovasi
dapat dimaknai sebagai proses keputusan Inovasi (Innovation decision Process).
Menurut Everett M Rogers proses keputusan inovasi adalah the process through

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 262


which abn individual (or other decision making unit) passes from first knowledge
of an innovation,to forming an attitude toward the innovation, to a decision to
adopt or reject, to implementation of the new ide, and to confirmation of this
decision
Adapun model keputusan inovasi adalah :

.
KNOWLEDGE

PERSUASION

DECISION
IMPLEMENTATION

CONFIRMATION

Prinsip-prinsip Komunikasi dalam proses inovasi


1. Mass media lebih penting/efektif pada tahap Knowledge
2. Komunikasi interpersonal lebih penting/efektif pada tahap Persuasion
3. Mass media lebih penting/efektif untuk adopter pemula
Atribut Dan Sumber-Sumber Inovasi
 Terdapat lima atribut inovasi :
1. Relative Advantage
2. Compatibility
3. Complexity
4. Trialibility
5. Observability
1. Kondisi dimana inovasi dipandang lebih baik dari ide sebelumnya,yang
nampak dari keuntungan ekonomis, pemberian status, atau cara lainnya
2. Keadaan dimana suatu inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai yang
ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan potensil adopter, atau inovasi itu
dipandang sesuai dengan : 1) Socio cultural value and belief; 2) Previously
introduces idea; 3) Clients needs for innovation

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 263


3. Keadaan dimana inivasi dipandang secara relative sulit difahami dan
digunakan. Keadaan ini berpengaruh negatif terhadap tingkat adopsi.
4. Keadaan dimana suatu inovasi dapat diuji secara terbatas, kondisi ini
berhubungan positif dengan tingkat adopsi.
5. Keadaan dimana hasil suatu inovasi dapat dilihat orang lain. Kondisi ini
berhubungan secara positif dengan tingkat adopsi
 Disamping hal tersebut di atas tingkat adopsi juga dipengaruhi oleh :
1. Tipe keputusaninovasi (optional, kolektif, otoritas)
2. Communication (Saluran komunikasi)
3. Nature of Sosial system ( Norma, tingkat hubungan sosial)
4. Extent of Change agents (upaya promosi)

Keinovatifan dan Kategori Penerima Inovasi


Keinovatifan (Innovativeness) adalah the degree to which an individual or other
onit of adoption is relativelyearlier in adopting new ideas than other member of a
system (Everett M Roger)
 Kategori Adopter :
1. Innovator
2. Early adopter
3. Early majority
4. Late majority
5. Laggards
 Ciri-cirinya :
1. Innovator :
o Very eager to try new ideas
o Desire the hazardous, the rash, thedaring, risky
o Kosmopolitan
2. Early adopter
o Lokalist
o Has the greater degree of opinion leader (berperan to decrease
uncertainty about new idea by adopting it)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 264


3. Early Majority
o Deliberate before adopting a new idea
o Follow with deliberate willingness in adopting innovation, seldom lead
4. Late majority
o Adopt after average number of sosial system
o Approach innovation with skeptical
5. Laggards
o Reference to the past, including in decision making
o Traditional
o Suspicious to innovation and change agent
Keutamaan Kontak Personal Dalam Inovasi Pendidikan
Kontak personal mempunyai kedudukan yang penting dalam difusi atau
komunikasi inovasi, menurut Ernest R House Kontak personal is essential to the
propagation of innovation. Menurut Torsten Hagerstrand difusi inovasi terjadi
dalam cara yang teratur dengan melalui tiga tahapan yaitu :
1. Initial agglomeration (local concentration of acceptance of innovation)
2. Secondary agglomeration (innovation disseminated radially from
initial agglomeration).
3. Saturation (growth ceased, innovation had finished diffusing)
 Macam-macam kontak
1. Indirect contact. Suffice to spread simple, well structured, routine
information
2. Direct (face to face) contact. Much more effective where there is
element of uncertainty or when results are unpredictable.
 Menurut Thelen ada tiga tahap dalam difusi Pendidikan yaitu :
1. Enthusiasm
2. Vulgarization/spread
3. Institutionalization
Jenis Inovasi
 Dilihat dari pemerannya inovasi dapat dibagi dua yaitu :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 265


1. Household innovation
2. Entrepeneurial innovation
 Inovasi entrepreneur adalah inovasi yang mempunyai akibat langsung bagi
orang lain diluar adopter nya.
 Inovasi Rumah tangga (household) merupakan inovasi individu, seperti
inovasi guru di kelas, dan bisaanya tersebar dari individu ke individu.
 Di masyarakat pedesaan yang masih bersifat homogin masalah jarak
menjadi faktor yang dapat merintangi difusi inovasi
 Dalam masyarakat kota, status sosial menjadi rintangan yang lebih
signifikan daripada jarak.
Menurut Pederson (1970) terdapat empat proses (sub proses) dalam model untuk
menjelaskan keteraturan difusi yaitu
1. Exposure to the innovation
2. A general willingness to adopt innovation
3. The economic and technical feasibility of an innovation, and
4. The presence of a potential entrepreneur

Proses Pengambilan Keputusan Inovasi


 Proses keputusan Inovasi (Innovation decision Process). Menurut Everett M
Rogers proses keputusan inovasi adalah the process through which and
individual (or other decision making unit) passes from first knowledge of an
innovation,to forming an attitude toward the innovation, to a decision to adopt
or reject, to implementation of the new ide, and to confirmation of this
decision
 Pembuatan keputusan inovasi dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor
individu maupun faktor lingkungan, sehingga dalam kenyataannya tidak
mudah, ini berarti bahwa diperlukan upaya untuk menanamkan pemahaman
akan pentingnya inovasi

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 266


 Pemahaman yang baik akan membantu memudahkan pembentukan sikap
positif terhadap inovasi, sehingga dengan sikap tersebut akan menjadikan
keputusan mengadopsi manjadi lebih mudah.
Adapun model keputusan inovasi adalah :

KNOWLEDGE

PERSUASION

DECISION

IMPLEMENTATION

CONFIRMATION
Elemen-Elemen Difusi
Terdapat beberapa elemen penting dalam suatu proses difusi yaitu :
 Innovation
 Communication channel
 Time
 Sosial system (E.M. Rogers. 1983:10)
Difusi pada dasarnya merupakan suatu komunikasi khas berkaitan dengan
inovasi, oleh karena itu difusi secara inheren mencakup unsur inovasi itu sendiri
dengan berbagai karakteristiknya. Dalam proses komunikasi tersebut unsur
saluran komunikasi memegang peranan penting sebagai sarana pertukaran
informasi, bentuk saluran yang dipergunakan dalam suatu difusi akan berpengaruh
terhadap efektivitas difusi itu sendiri.
Proses komunikasi inovasi bukan suatu yang gampang bila dikaitkan
dengan tingkat adopsinya, ini akan memerlukan waktu, bahkan komunikasinya itu
sendiri sulit dilakukan serempak untuk setiap daerah tempat adopter potensial
berada. Hal ini akan sangat terasa bila suatu daerah mempunyai sebaran geografis

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 267


yang luas dan tersebar, sehingga unsur waktu menjadi penting untuk diperhatikan
dalam proses difusi.
Karena difusi terjadi dalam suatu masyarakat yang mempunyai sistem
sosial tertentu, maka dimensi sosial masyarakat akan berpengaruh juga pada
tingkat penyebaran inovasi. Sistem sosial yang beragam cenderung punya sikap
yang berbeda dalam memandang inovasi, oleh karena itu jika suatu inovasi ingin
sukses dikomunikasikan pada masyarakat, maka pemahaman sistem sosial yang
berlaku perlu diperhatikan.
Kesulitan Yang Sulit Dihindari Guru Dalam Inovasi Pendidikan
Dalam menyikapi inovasi pendidikan guru mempunyai kekhasan tersendiri
dibanding dengan SDM pendidikan lainnya seperti petugas administrasi atau
birokrat pendidikan. Menurut Ernest R House (1974:12) praktisi pendidikan dapat
dibagi dalam dua kelompok yakni Administrator dan guru, dimana administrator
cenderung lebih cepat menerima inovasi dibandingkan dengan guru, lebih lanjut
beliau menyatakan ”Teachers, however remain isolated in classroom within
school, which does not enhance the diffusion of new ideas within the profession.
In term s of epidemiology, if a teacher were infected with an innovation, it would
be difficult for him to pass it on except to teachers in his school who would, in
turn, be isolated from other profession. (Ernest R House. 1974:13)
Dengan memahami kutipan di atas nampak bahwa penyebaran inovasi
melaui guru akan lambat mengingat sulitnya penyebaran lintas profesi. Selain itu
dalam memandang dan menerima inovasi, guru nampaknya mengalami kesulitan
mengingat pelaksanaan tugas yang cenderung rutin serta sering berupa
pengulangan proses yang menjadikan sikap statis dan sulit berubah disamping hal-
hal lain yang nampaknya masih kurang mendorong inovasi seperti :
 Tidak adanya reward bagi guru yang inovatif
 Fasilitas dan anggaran sekolah yang terbatas dalam mendukung dan
mendorong guru berinovasi
 Keinovativan belum menjadi ukuran dalam menilai kinerja guru,
sehingga dianggap bersifat sukarela, tidak dianggap suatu yang perlu
bagi peningkatan kualitas pembelajaran.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 268


Inovasi Dalam Organisasi
 Proses inovasi dalam organisasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan
seseorang mulai dari mengenal inovasi sampai menerapkannya
 Dampak inovasi bagi organisasi

ORGANISASI

Prestis rendah Prestis tinggi Inovasi dipengaruhi

Meniru Inovasi Desain, Kegunaan, dan


Implikasi

 Sikap Organisasi terhadap inovasi :


o Diambil yang menguntungkan
o Dibatasi oleh sumber yang terbatas
 Faktor-faktor yang berpengaruh pada kepekaan inovasi dalamorganisasi :
o Ukuran dan struktur organisasi
o Kompleksitas dan formalitas organisasi
o Fleksibilitas organisasi
o Human relation
o Karakteristik pimpinan
o Faktor eksternal organisasi
 Tipe pengambilan keputusan inovasi dalam organisasi
o Keputusan otoritas
o Keputusan kolektif
Konsekwensi-Konsekwensi Inovasi
 Konsekwensi langsung dari inovasi adalam perubahan, dengan inovasi
masyarakat akan belajar hal baru dan dengan itu maka pola kerja dan pola
hubungan sosial pun akan mengalami perubahan.
 Menurut E.M Rogers terdapat beberapa klasifikasi akibat/konsekwensi dari
inovasi yaitu :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 269


o Desirable versus undesirable consequences (Konsekwensi yang diinginkan
versus konsekwensi tak diinginkan)
o Direct versus indirect consequences (konsekwensi langsung vs tidak
langsung)
o Anticipated versus unanticipated consequences ( konsekwensi terantisipasi
versus konsekwensi tang terantisapasi)
 Konsekwensi yang diinginkan adalah efek fungsional dari suatu inovasi bagi
individu maupun sistem sosial. Sedang konsekwensi yang tidak diinginkan
merupakan efek fungsional inovasi bagi individu maupun sistem soaial.
 Konsekwensi langsung adalah perubahan-perubahan pada individu maupun
sistem sosial yang terjadi sebagai respon segere atas inovasi. Sedangkan
konsekwensi tidak langsung merupakan perubahan yang terjadi pada individu
atau sitem sosial sebagai akibat dari konsekwensi langsung.
 Konsekwensi yang terantisipasi adalah perubahan-perubahan akibat inovasi
yang diketahui dan diharapkan oleh anggota-anggota dari suatu sistem sosial.
Sedang konsekwensi yang tak terantisipasi adalah perubahan-perubahan yang
terjadi akibat inovasi yang tidak diketahui sebelumnya serta tidak diharapkan
oleh suatu sistem sosial
Ekonomi Politik Inovasi
 Inovasi merupakan suatu hal yang penting dalam modernisasi dan bagi
pembangunan ekonomi masyarakat
 Transformasi pendidikan menjadi modern menurut Travers punya
keuntungan-keuntungan yaitu :
o Membuat pendidikan makin efisien dan produktif, sehingga mengurangi
biaya dalam proses pendidikan
o Melatih siswa untuk menjalankan dan hidup dalam suatu masyarakat
industri yang terus berkembang
 Fungsi inovasi dalam masyarakat industri modern adalah untuk meningkatkan
produktivitas, karena inovasi merupakan darah kehidupan dalam suatu
masyarakat industri.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 270


 Pembangunan ekonomi yang terjadi menuntut orang untuk terus belajar
sesuatu yang baru, karena tidak mungkin hanya mengandalkan pada
kemampuan yang sudah dimiliki sebelumnya
 Dalam konteks nasional pengembangan inovasi sangat tergantung pada
kebijakan dan keinginan politik pemerintah, mengingat inovasi bisa membawa
perubahan yang signifikan bagi perkembangn politik suatu bangsa, terutama
kaitannya dengan keterbukaan informasi, yang dapat berpengaruh pada
pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam bernegara.
 Penyebaran inovasi dan aplikasinya akan menmbuhkan sikap keinovatifan
masyarakat, dengan demikian sikap yang terbuka untuk selalu menerapkan hal
buru akan sangat membantu dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan
Moralitas Inovasi
 Dalam pemahaman abstrak inovasi selalu bersifat baik, namun dalam
pelaksanaannya bisa menimbulkan hal-hal yang secara moral tidak adil,
sebagaimana diungkapkan oleh Ernest R. House (1974 : 303) ”one of the
feature of the modern system is that those who must most forcefully bear the
burden of perpetual innovation receive the fewest tangible reward from the
process, while those higher in the vertical division of labor benefit most.
 Dalam konteks tersebut, maka nilai keadilan dalam penerapan inovasi perlu
mendapat perhatian, hal ini agar inovasi tidak menjadikan situasi ssosial
timpang yang akan berakibat pada terjadinya hambatan difusi inovasi.
 Dalam penerapan inovasi, aspek nilai-nilai budaya setempat perlu dikaji dan
difahami dengan cermat guna menghindari inovasi yang tidak atau kurang
sesuai dengan nilai moral masyarakat setempat. Apabila nilai setempat tidak
difahami maka kemungkinan beasar inovasi tidak akan dapat dilaksanakan dan
bahkan akan menimulkan resistensi dari sistem ssosial.
 Dalam aspek pendidikan, masalah kemanusian mesti menjadi konsern utama
dalam pengembangan inovasi, meskipun tuntutan ekonomi makin kuat, oleh
karena itu meskipun inovasi penting dalam pembangunan ekonomi, namun
aspek kemanusiaan tidak boleh menjadi korban. Menurut Ernest R. House
(1974 : 303) “…education primarily pursue its own humanistic values,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 271


eventhough it is subject to some economic criteria. To abandon humanistic
values would be an immoral act for education itself.
Inovasi Dalam Berbagai Bidang Pendidikan
 Dalam bidang pendidikan telah banyak inovasi yang dicoba diaplikasikan
dalam tataran proses pendidikan, di Indonesia ada beberapa inovasi
pendidikan yang dicoba dilaksanakan melalui kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan. Berikut ini beberapa contoh :
o Manajemen Berbasis Sekolah
o Kurikulum berbasis kompetensi
o Life skill
o Broad base education
o Accelerated learning
o Muatan lokal
 Sementara itu dalam menyikapi perkembangan teknologi, banyak sekolah
yang menerapkan atau menggunakan hasil perkembangan treknologi dalam
memperbaiki proses pembelajaran, seperti penggunaan media dengan basis
teknologi.
 Disamping hal tersebut, dalam bidang pengelolaan sistem informasi
pendidikan di sekolah, banyak yang sudah menerapkan teknologi modern
dalam memudahkan penataan informasi, sehingga diharapkan kegiatan
pendidikan dapat meningkat kualitasnya, di samping tidak ketinggalan dengan
perkembangan pesat dalam kehidupan masyarakat.
 Untuk itu pimpinan sekolah perlu memahami inovasi dan pentingnya inovasi
serta mampu menciptakan situasi kondusif bagi perkembangan inovasi ke
depan, sehingga guru dapat terdorong untuk berinovasi demi memperbaiki
kualitas pendidikan di Indonesia
 Dalam proses keputusan inovasi terdapat beberapa Prinsip Komunikasi dalam
proses inovasi
1. Mass media lebih penting/efektif pada tahap Knowledge. Ini berarti bahwa
pada tataran pengetahuan informasi melalui media masa sangat penting

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 272


dan efektif, oleh karena itu apabila suatu inovasi baru merupakan suatu
yang perlu diketahui, maka proses sosialisasi menggunakan media masa
perlu dilakukan
2. Komunikasi interpersonal lebih penting/efektif pada tahap Persuasion. Ini
berarti bahwa pada tahap persuasi diperlukan penjelasan yang lebih rinci
dan dapat dipahami, ole karena itu bentuk komunikasi interpersonal
menjadi cara yang efektif dalam melakukan persuasi
3. Mass media lebih penting/efektif untuk adopter pemula. Bagi adopter awal
jelas diperlukan pengetahuan awal yang cukup berkaitan dengan inovasi
sehingga penggunaan media masa penting mengingat juga jangkauan yang
luas sehingga dapat mempengaruhi banyak orang yang diharapkan dapat
mengadopsi inovasi.
 Dalam dunia pendidikan secara teoritis punya kemungkinan pembuatan
keputusan inovasi dapat lebih cepat, akan tetapi dalam kenyataannya tidak
demikian, bahkan cenderung kurang mengapresiasi inovasi dan lebih suka
melakukan kegiatan seperti yang bisaa dilakukan. Untuk itu diperlukan
langkah tepat guna mendorong perubahan kea rah sikap yang lebih positif
terhadap inovasi.
METODOLOGI PENELITIAN
Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas
pendekatan/desain penelitian apa yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar
penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan kokoh dilihat dari
sudut metodologi penelitian, disamping pemahaman hasil penelitian yang akan
lebih proporsional apabila pembaca mengetahui pendekatan yang diterapkan.
Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi pertimbangan-
pertimbangan mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian yang akan
diterapkan. Tidak semua obyek dan masalah penelitian bisa didekati dengan
pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman pendekatan lain yang
berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti tidak pas atau kurang
sempurna dengan satu pendekatan maka pendekatan lain dapat digunakan, atau
bahkan mungkin menggabungkannya.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 273


Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut paradigma
penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif dan
penelitian kualitatif. Dari segi peristilahan para akhli nampak menggunakan
istilah atau penamaan yang berbeda-beda meskipun mengacu pada hal yang sama,
untuk itu guna menghindari kekaburan dalam memahami kedua pendekatan ini,
berikut akan dikemukakan penamaan yang dipakai para akhli dalam penyebutan
kedua istilah tersebut seperti terlihat dalam tabel 1 berikut ini :
Quantitative and Qualitative Research : Alternative Labels
Quantitative Qualitative Authors
Rasionallistic Naturalistic Guba &Lincoln (1982)
Inquiry from the Inquiry from the inside Evered & Louis (1981)
Outside
functionalist Interpretative Burrel & Morgan
(1979)
Positivist Constructivist Guba (1990)
Positivist Naturalistic-ethnographic Hoshmand (1989)
Sumber : Julia Brannen (Ed): 1992 : 58)
Sementara itu Noeng Muhadjir (1994 : 12) mengemukakan beberapa nama
yang dipergunakan para ahli tentang metodologi penelitian kualitatif yaitu:
grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik,
semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik . perbedaan tersebut dimungkinkan
karena perbedaan titik tekan dalam melihat permasalahan serta latar brlakang
disiplin ilmunya, istilah grounded research lebih berkembang dilingkungan
sosiologi dengan tokohnya Strauss dan Glaser (untuk di Indonesia istilah ini
diperkenalkan/dipopulerkan oleh Stuart A. Schleigel dari Universitas California
yang pernah menjadi tenaga ahli pada Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu soaial
Banda Aceh pada tahun 1970-an), ethnometodologi lebih berkembang di
lingkungan antropologi dan ditunjang antara lain oleh Bogdan , interaksi simbolik
lebih berpengaruh di pantai barat Amerika Serikat dikembangkan oleh Blumer,
Paradigma naturalistik dikembangkan antara lain oleh Guba yang pada awalnya
memperoleh pendidikan dalam fisika, matematika dan penelitian kuantitatif.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 274


Secara lebih rinci Patton (1990 : 88) mengemukakan-penamaan- macam-
macam penelitian kualitatif (Qualitative inquiry) berdasarkan tradisi teoritisnya
yang diuraikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
variety in qualitative Inquiry : Theoritical traditions
N
Perspektif Akar Ilmu Pertanyaan Utama
o
1 Ethnography Anthropology Apa kebudayaan masyarakat ini ?
Apa struktur dan esensi
2 Phenomenology Philosophy pengalaman atas gejala-gejala ini
bagi masyarakat tersebut?
Apa pengalaman saya mengenai
gejala-gejala ini dan apa
Psikologi
3 Heuristics pengalaman essensial bagi yang
Humanistik
lain yang juga mengalami gejala ini
secara intens ?
Bagaimana orang memahami
Ethnomethodolog kegiatan sehari-hari mereka
4 Sosiology
y sehingga berprilaku dengan cara
yang dapat diterima secara sosial ?
Apa simbul dan pemahaman umum
Symbolic yang telah muncul dan memberikan
5 Psikologi sosial
interactionism makna bagi interaksi sosial
masyarakat

Bagaimana orang-orang mencapai


Echological Psikologi
6 tujuan mereka melalui prilaku tertentu
Psychology lingkungan
dalam lingkungan yang tertentu ?
System Bagaimana dan kenapa sistem ini
7 interdisipliner
theory berfungsi secara keseluruhan ?
8 Chaos theory: Fisika teoritis : Apa yang mendasari keteraturan

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 275


non -linier gejala-gejala yang tak teratur jika
ilmu-ilmu alam
dynamics ada ?
Apa kondisi-kondisi yang melahirkan
Teologi, filsafat, prilaku atau produk yang dihasilkan
9 Hermeneutics
kritik sastra yang memungkinkan penafsiran
makna ?
Bagimana perspektif ideologi
Orientaional, Ideologi,
10 seseorang berujud dalam suatu
qualitative ekonomi politik
gejala ?

Dalam perkembangannya, belakangan ini nampaknya istilah penelitian


kualitatif telah menjadi istilah yang dominan dan baku, meskipun mengacu pada
istilah yang berbeda dengan pemberian karakteristik yang berbeda pula, namun
bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat saling melengkapi/memperluas
dalam suatu bingkai metodologi penelitian kualitatif.
Oleh karena itu dalam wacana metodologi penelitian, umumnya diakui
terdapat dua paradigma utama dalam metodologi penelitian yakni paradigma
positivist (penelitian kuantitatif) dan paradigma naturalistik (penelitian kualitatif),
ada ahli yang memposisikannya secara diametral, namun ada juga yang mencoba
menggabungkannya baik dalam makna integratif maupun bersifat komplementer,
namun apapun kontroversi yang terjadi kedua jenis penelitian tersebut memiliki
perbedaan-perbedaan baik dalam tataran filosofis/teoritis maupun dalam tataran
praktis pelaksanaan penelitian, dan justru dengan perbedaan tersebut akan
nampak kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga seorang peneliti akan
dapat lebih mudah memilih metode yang akan diterapkan apakah metode
kuantitatif atau metode kualitatif dengan memperhatikan obyek
penelitian/masalah yang akan diteliti serta mengacu pada tujuan penelitian yang
telah ditetapkan.
Meskipun dalam tataran praktis perbedaan antara keduanya seperti
nampak sederhana dan hanya bersifat teknis, namun secara esensial keduanya
mempunyai landasan epistemologis/filosofis yang sangat berbeda. Penelitian

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 276


kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham positivisme,
sementara itu penelitian kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang
mewakili paham naturalistik (fenomenologis). Untuk lebih memahami landasan
filosofis kedua paham tersebut, berikut ini akan diuraiakan secara ringkas kedua
aliran faham tersebut.
Positivisme
Positivisme merupakan aliran filsafat yang dinisbahkan/ bersumber dari
pemikiran Auguste Comte seorang folosof yang lahir di Montpellier Perancis
pada tahun 1798, ia seorang yang sangat miskin, hidupnya banyak mengandalkan
sumbangan dari murid dan teman-temannya antara lain dari folosof inggeris John
Stuart Mill (juga seorang akhli ekonomi), ia meninggal pada tahun 1857.
meskipun demikian pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan
dalam tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive (Kursus
filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem politik positif).
Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah
tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan
alam semesta yaitu : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif
Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada tingkatan ini manusia belum
bisa memahami hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian
dialam semesta merupakan akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya
bersifat pasrah, dan yang dapat dilakukan adalah memohon pada Tuhan agar
dijauhkan dari berbagai bencana. Tahapan ini terdiri dari tiga tahapan lagi yang
berevolusi yakni dari tahap animisme, tahap politeisme, sampai dengan tahap
monoteisme.
Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada dasarnya tingkatan ini
merupakan suatu variasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-
dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan
alam. Dalam tahapan ini manusia mulai menemukan keberanian dan merasa
bahwa kekuatan yang menimbulkan bencana dapat dicegah dengan memberikan
berbagai sajian-sajian sebagai penolak bala/bencana.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 277


Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan ini manusia sudah
menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada tahapan
pertama manusia selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam
semesta, pada tahap kedua manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang
mengatur alam semesta, maka pada tahapan positif manusia lebih percaya diri,
dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan bekal itu manusia mampu
menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan
antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui) alam serta
memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini merupakan tahapan
dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu pengetahuan.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan sepertti dikemukakan di atas
nampak bahwa istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga (tahapan
positif/pengetahuan positif) dari pemikiran Comte. Tahapan positif merupakan
tahapan tertinggi, ini berarti dua tahapan sebelumnya merupakan tahapan yang
rendah dan primitif, oleh karena itu filsafat Positivisme merupakan filsafat yang
anti metafisik, hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu yang
bukan fakta atau gejala (fenomin) tidak mempunyai arti, oleh karena itu yang
penting dan punya arti hanya satu yaitu mengetahui (fakta/gejala) agar siap
bertindak (savoir pour prevoir).
Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi
beserta hubungan-hubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat
meramalkan apa yang akan terjadi, Comte menyebut hubungan-hubungan tersebut
dengan konsep-konsep dan hukum-hukum yang bersifat positif dalam arti berguna
untuk diketahui karena benar-benar nyata bukan bersifat spekulasi seperti dalam
metafisika.
Fenomenologi
Edmund Husserl adalah filosof yang mengmbangkan metode
Fenomenologi, dia lahir di Prostejov Cekoslowakia dan mengajar di berbagai
Universitas besar Eropa, meninggal pada tahun 1938 di Freiburg. Hasil
pemikirannya dapat diselamatkan dari kaum Nazi, dengan membawa seluruh buku
dan tulisannya ke Universitas Leuven Belgia, sehingga kemudian dapat

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 278


dikembangkan lebih lanjut oleh murid-muridnya. Diantara tulisan-tulisan
pentangnya adalah : Logische Untersuchungen (Penyeliddikan-penyelidikan
Logis) dan Ideen zu einer reinen Phanomenologie und Phanomenologischen
Philosophie (gagasan-gagasan untuk suatu fenomenologi murni dan filsafat
fenomenologi)
Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl,
bahwa kita harus kembali kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst),
obyek-obyek harus diberikan kesempatan untuk berbicara melalui deskripsi
fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala (Wessenchau). Husserl
berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataan melainkan asal
kenyataan, dia menolak bipolarisasi antara kesadaran dan alam, antara subyek
dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi obyek-obyek
diciptakan oleh kesadaran.
Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan),
artinya kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya
kesadaran timbul perlu diandaikan tiga hal yaitu : ada subyek, ada obyek, dan
subyek yang terbuka terhadap obyek-obyek. Kesadaran tidak bersifat pasif karena
menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu, kesadaran merupakan suatu
tindakan, terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dan obyek kesadaran,
namun yang ada hanyalah kesadaran sedang obyek kesadaran pada dasarnya
diciptakan oleh kesadaran.
Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, Husserl berpandapat bahwa untuk
menangkap hakekat obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna
menyingkirkan semua hal yang mengganggu dalam mencapai wessenchau yaitu:
Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif, sikap kita harus
obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara. Reduksi kedua.
Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber
lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada Reduksi ketiga. Menyingkirkan
seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain
harus, untuk sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini berhasil, maka
gejala-gejala akan memperlihaaaatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomin

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 279


Perbandingan tataran Filosofis
Kedua aliran filsafat tersebut terus berkembang dengan dukungan
prngikut-pengikutnya, yang dalam wacana metodologi penelitian telah mendorong
lahirnya paradigma penelitian kuantitatif (positivisme) dan paradigma penelitian
kualitatif (fenomenologi). Kedua paradigma pendekatan penelitian tersebut
nampak sekali mempunyai asumsi/aksioma dasar filosofis dan paradigma berbeda
yang menurut Lincoln dan Guba perbedaan tersebut terletak dalam
asumsi/aksioma tentang kenyataan, hubungan pencari tahu dengan tahu (yang
diketahui), generalisasi, kausalitas, dan masalah nilai, untuk lebih rincinya dapat
dilihat dalam tabel berikut :
Dalam pandangan positivisme dari sudut ontologi meyakini bahwa realitas
merupakan suatu yang tunggal dan dapat dipecah-pecah untuk
dipelajari/dipahami secara bebas, obyek yang diteliti bisa dieliminasikan dari
obyek-obyek lainnya, sedangkan dalam pandangan fenomenologi kenyataan itu
merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek harus dilihat dalam suatu
konteks natural tidak dalam bentuk yang terfragmentasi.
Dari sudut epistemologi, positivisme mensyaratkan adanya dualisme
antara subyek peneliti dengan obyek yang ditelitinya, pemilahan ini dimaksudkan
agar dapat diperoleh hasil yang obyektif, sementara itu dalam pandangan
Fenomenologis subyek dan obyek tidak dapat dipisahkan dan aktif bersama dalam
memahami berbagai gejala. Dari sudut aksiologi, positivisme mensyaratkan agar
penelitian itu bebas nilai agar dicapai obyektivitas konsep-konsep dan hukum-
hukum sehingga tingkat keberlakuannya bebas tempat dan waktu, sedangkan
dalam pandangan fenomenologi penelitian itu terikat oleh nilai sehinggan hasil
suatu penelitian harus dilihat sesuai konteks.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan perbandingan antara
paradigma positivisme dan paradigma alamiah (fenomenologi) dengan mengacu
pada pendapat Lincoln dan Guba, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :
Perbedaan Aksioma Paradigma Positivisme dan Alamiah

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 280


Aksioma Paradigma Paradigma
No
Tentang Positivisme Alamiah/Kualitatif
Kenyataan adalah Kenyataan adalah
Hakikat
1 tunggal, nyata dan ganda,dibentuk, dan me-
kenyatan
fragmentaris rupakan keutuhan
Hubungan Pencari tahu dengan Pencari tahu dengan yang
2 pencari tahu dan yang tahu adalah bebas, tahu aktif bersama, jadi
yang tahu jadi ada dualisme tidak dapat dipisahkan
Generalisasi atas dasar Hanya waktu dan konteks
bebas-waktu dan bebas- yang mengikat hipotesis
Kemungkinan
3 konteks (pernyataan kerja (pernyataan
Generalisasi
nomotetik) idiografis) yang
dimungkinkan
Terdapat penyebab Setiap keutuhan berada
sebenarnya yang secara dalam keadaan mempe-
Kemungkinan
temporer terhadap, atau ngaruhi secara bersama-
4 hubungan sebab
secara simultan terhadap sama sehingga sukar
akibat
akibatnya mem-bedakan mana sebab
dan mana akibat

5 Peranan nilai Inkuirinya bebas nilai Inkuirinya terikat nilai


(Sumber : Lexy J. Moleong : 2000 : 31)
Perbandingan tataran Metodologis
Memahami landasan filosofis penelitian kualitatif dalam perbandingannya
dengan penelitian kuantitatif merupakan hal yang penting sebagai dasar bagi
pemahaman yang tepat terhadap penelitian kualitatif, namun demikian bagi
seorang peneliti penguasaan dalam tingkatan operasional lebih diperlukan lagi
agar dalam pelaksanaan penelitian tidak terjadi kerancuan metodologis, dan
penelitian benar-benar dilaksanakan dalam suatu bingkai pendekatan yang jelas
dan dapat dipertanggungjawabkan.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 281


Dalam tataran metodologis perbedaan landasan filosofis terrefleksikan
dalam perbedaan metode penelitian, dimana positivisme dimanifestasikan dalam
metode penelitian kuantitatif sedangkan fenomenologi dimanifestasikan dalam
metode penelitian kualitatif. Kedua pendekatan ini sering diposisikan secara
diametral, meskipun belakangan ini terdapat upaya untuk menggabungkannya
baik dalam bentuk paralelisasi maupun kombinasi, adapun perbedaan antara
metode kuantitatif dengan kualitatif adalah sebagai berikut :
Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif
No Metode Kuantitatif Metode Kualitatif
1 Menggunakan hiopotesis yang Hipotesis dikembangkan sejalan
ditentukan sejak awal penelitian dengan penelitian/saat penelitian
2 Definisi yang jelas dinyatakan Definisi sesuai konteks atau saat
sejak awal penelitian berlangsung
3 Reduksi data menjadi angka-angka Deskripsi naratif/kata-kata,
ungkapan atau pernyataan
4 Lebih memperhatikan reliabilitas Lebih suka menganggap cukup
skor yang diperoleh melalui dengan reliabilitas penyimpulan
instrumen penelitian
5 Penilaian validitas menggunakan Penilaian validitas melalui
berbagai prosedur dengan pengecekan silang atas sumber
mengandalkan hitungan statistik informasi
6 Mengunakan deskripsi prosedur Menggunakan deskripsi prosedur
yang jelas (terinci) secara naratif
7 sampling random Sampling purposive
8 Desain/kontrol statistik atas Menggunakan analisis logis dalam
variabel eksternal mengontrol variabel ekstern
9 Menggunakan desain khusus untuk Mengandalkan peneliti dalam
mengontrol bias prosedur mengontrol bias

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 282


10 Menyimpulkan hasil menggunakan Menyimpulkan hasil secara
statistik naratif/kata-kata
11 Memecah gejala-gejala menjadi Gejala-gejala yang terjadi dilihat
bagian-bagian untuk dianalisis dalam perspektif keseluruhan
12 Memanipulasi aspek, situasi atau Tidak merusak gejala-gejala yang
kondisi dalam mempelajari gejala terjadi secara alamiah /membiarkan
yang kompleks keadaan aslinya
(diadaptasi dari Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen. 1993 : 380)
Pengertian dan Ciri-ciri Penelitian kualitatif
Penelitian kualitatif atau naturalistic inquiry adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan prilaku yang dapat diamati, demikianlah pendapat Bogdan dan Guba,
sementara itu Kirk dam Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya. Fraenkel dan Wallen menyatakan bahwa penelitian yang
mengkaji kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau material disebut penelitian
kualitatif, dengan penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh dalam
menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu kegiatan atau
situasi tertentu.
Bila diperhatikan, definisi di atas nampaknya hanya menggambarkan
sebagian kecil dari suatu konsep penelitian kualitatif yang kompleks dan
berdimensi banyak, oleh karena itu untuk pemahaman yang lebih utuh mengenai
penelitian kulitatif, maka pengetahuan tentang apa ciri-ciri (karakteristik)
penelitian kualitatif akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan padu
tentang penelitian kualitatif. Untuk itu berikut ini akan dikemukakan berbagai ciri
penelitian kualitatif.
Ciri- ciri pokok Penelitian Kualitatif
1 Naturalistic inquiry Mempelajari situasi dunia nyata secara alamiah,

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 283


tidak melakukan manipulasi,; terbuka pada apapun
yang timbul.
2 Inductive analysis Mendalami rincian dan kekhasan data guna
menemukan kategori, dimensi, dan kesaling
hubungan.
3 Holistic perspective Seluruh gejala yang dipelajari dipahami sebagai
sistem yang kompleks lebih dari sekedar
penjumlahan bagian-bagiannya.
4 Qualitative data Deskripsi terinci, kajian/inkuiri dilakukan secara
mendalam.

5 Personal contact Peneliti punya hubungan langsung dan bergaul erat


and insight dengan orang-orang, situasi dan gejala yang sedang
dipelajari.
6 Dynamic systems Memperhatikan proses; menganggap perubahan
bersifat konstan dan terus berlangsung baik secara
individu maupun budaya secara keseluruhan
7 Unique case Menganggap setiap kasus bersifat khusus dan khas
orientation
8 Context Sensitivity Menempatkan temuan dalam konteks sosial, historis
dan waktu
9 Emphatic Netrality Penelitian dilakukan secara netral agar obyektif tapi
bersifat empati
10 design flexibility Desain penelitiannya bersifat fleksibel, terbuka
beradaptasi sesuai perubahan yang terjadi (tidak
bersifat kaku)
(Sumber : Patton : 1990 :40-41)
Setelah mensintesiskan pendapat Bogdan & Biklen dengan pendapat
Lincoln & Guba, Moleong mengemukakan sebelas karakteristik penelitian
kualitatif yaitu :

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 284


1. Latar alamiah (penelitian dilakukan pada situasi alamiah dalam suatu
keutuhan)
2. Manusia sebagai alat (Manusia/peneliti merupakan alat pengumpulan
data yang utama)
3. Metode kualitatif (metode yang digunakan adalah metode kualitatif)
4. Anslisa data secara induktif (mengacu pada temuan lapangan)
5. Teori dari dasar/grounded theory (menuju pada arah penyusunan
teori berdasarkan data)
6. Deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka-angka)
7. Lebih mementingkan proses daripada hasil
8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus (perlunya batas penelitian
atas dasar fokus yang timbul sebagai masalajh dalam penelitian)
9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data (punya versi lain
tentang validitas, reliabilitas dan obyektivitas)
10. Desain yang bersifat sementara (desain penelitian terus berkembang
sesuai dengan kenyataan lapangan)
11. Hasil penelitiaan dirundingkan dan disepakati bersama (hassil
penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antar peneliti dengan
sumber data)
sementara itu menurut Nasution ciri-ciri metode kualitatif adalah :
1. Sumber data adalah situasi yang wajar atau natural settting Peneliti
sebagai instrumen penelitian
2. Sangat deskriptif
3. Mementingkan proses maupun produk
4. Mencari makna
5. Mengutamakan data langsung
6. Triangulasi (pengecekan data/informasi dari sumber lain)
7. Menonjolkan rincian kontekstual
8. Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti
9. Mengutamakan perspektif emik (menurut pandangan responden)

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 285


10. Verifikasi (menggunakan kasus yang bertentangan untuk memperoleh
hasil yang lebih dipercaya)
11. Sampling yang purposive
12. Menggunakan audit trial (melacak laporan/informasi sesuai dengan
data yang terkumpul)
13. Partisipsi tanpa mengganggu
14. Mengadakan analisis sejak awal penelitian
15. Data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata atau gambar ketimbang
16. Desain penelitian tampil dalam proses penelitian
Dengan memperhatikan karakteristik penelitian kualitatif yang
dikemukakan para ahli sebagaimana dikemukakan di atas, nampaknya lebih
bersifat saling melengkapi dan menambah, karakteristik yang dikemukakan oleh
Patton lebih bersipat umum yang merupakan ciri-ciri dasar, rumusan Moleong
sudah menambahkan hal-hal yang bersipat operasional penelitian, terlebih lagi
karakteristik yang dikemukakan oleh Nasution. Dengan variasi semacam ini maka
akan lebih mempermudah/memperjelas pemahaman tentang penelitian kualitatif
a. Inkuiri naturalistik
Desain penelitian kualitatif bersifat alamiah dimana peneliti tidak
berusaha memanipulasi setting penelitian, kondisi/situasi obyek yang diteliti
benar-benar merupakan kejadian, komunitas, interaksi yang terjadi secara
alamiah, hal ini dikarenakan metode kualitatif berusaha memahami fenomena-
fenomena dalam kejadian alami yang wajar. Menurut Guba inkuiri naturalistik
merupakan pendekatan yang berorientasi pada penemuan yang meminimalisir
manipulasi peneliti atas obyek penelitian/studi
b. Analisis induktif
Metode kualitatif terutama berorientasi pada upaya eksplorasi, penemuan
dengan menggunakan logika induktif . analisis induktif bermakna analisis yang
dimulai dengan melakukan observasi spesifik menuju terbentuknya pola umum.
Peneliti kualitatif berusaha memahami berbagai hubungan antar dimensi/variabel
yang muncul dari data-data yang ditemukan tanpa terlebih dahulu membuat
hipotesis sebagaimana umum dilakukan dalam penelitian kuantitatif.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 286


c. Perspektif menyeluruh
Metode kualitatif berusaha memahami fenomena sebagai suatu
keseluruhan yang padu dan total. Peneliti kualitatif memandang bahwa
keseluruhan itu merupakan suatu sistem yang kompleks tidak sekedar
penjumlahan bagian-bagiannya. Pendeskripsian serta pemahaman atas lingkungan
sosial (atau lingkungan dalam konteks lainnya) seseorang (informan) merupakan
hal yaang sangat penting bagi pemahaman yang menyeluruh atas apa yang diteliti.

d. Data kualitatif
Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan lebih bersifat
kualitatif yang mendeskripsikan setting penelitian baik situasi maupun
informan/responden yang umumnya berbentuk narasi baik melalui perantaran
lisan seperti ucapan/penjelasan responden, dokumen pribadi, catatan lapangan.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif dimana data yang dikumpulkan merupakan
hasil pengukuran atas variabel-variabel yang telah dioperasionalkan (umumnya
brbrntuk angka-angka)
e. Kontak personal
Metode kualitatif mensyaratkan perlunya kontak personal secara langsung
antara peneliti dengan orang-orang dan lingkungan yang sedang diteliti. Perlunya
kontak langsung secara personal adalah guna memahami secara personal realitas
yang terjadi dalam kehidupan wajar sehari-hari, sehingga peneliti dapat mengerti
dan memahami bagaimana orang-orang mengalami, memahami dan menghayati
realitas yang terjadi.
f. Sistem yang dinamis
Setting penelitian merupakan sesuatu yang dinamis, dan selalu berubah
baik secara individual maupun budaya secara keseluruhan. Perhatian utama
peneliti kualitatif adalah menggambarkan dan memahami proses dinamika yang
terjadi, karena fenomena-fenomena yang terjadi saling berkaitan dan saling
mempengaruhi secara dinamis dalam suatu sistem yang menyeluruh.
g. Berorientasi pada kasus yang khas

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 287


Kedalaman metode kualitatif secara tipikal bermula dari kasus-kasus kecil
yang menarik sesuai dengan tujuan penelitian. Pentingnya studi kasus ini terutama
bila seseorang memerlukan pemahaman atas orang-orang yang istimewa,
masalah-masalah khas atau situasi-situasi yang unik secara lebih mendalam.
h. Sensitif pada konteks
Temuan-temuan dalam penelitian kualitatif selalu ditempatkan sesuai
dengan konteksnya, baik konteks sosial, konteks historis, maupun konteks waktu,
ini berarti bahwa suatu temuan akan banyak bermakna atau akan memberikan
makna yang lebih mendalam bila dilihat dalam konteksnya sendiri-sendiri, oleh
karena itu peneliti harus peka dalam memahami konteks suatu temuan penelitian.
i. Netralitas yang empati
Obyektivitas yang sempurna adalah tidak mungkin, subyektivitas murni
akan merusak keterpercayaan, untuk itu dalam penelitian kualitatif seorang
penelity diharapkan bersifat netral tapi empati, kenetralan merupakan upaya untuk
menjaga obyektivitas, sedangkan sikap empati perlu ada mengingat peneliti
kualitatif melakukan kontak personal secara langsung dengan sumber-sumber data
(informan)
j. Desain yang lentur
Desain penelitian dalam metode kualitatif tdak bersifat kaku, dia biasa
mengadaptasi perubahan sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam
kegiatan penelitian, oleh Karena itu dalam penelitian kualitatif desain secara
parsial bisa muncul pada saat penelitian sedang berlangsung.

Uhar Suharsaputra/Persiapan Komprehensif/Adpen SPs-UPI 288

Anda mungkin juga menyukai