Anda di halaman 1dari 111

Disusun Oleh:

Dr. Imam Safi’i, S.Pd.,M.Pd.


Rini Widiyastuti, S.Si.T.,M.Kes.
Abdul Rahman Jupri, M.Pd.
FORM/PR/SPMI/PRODI/06/04*

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan/disetujui modul Bahasa Indonesia sebagai acuan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
di lingkungan Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jakarta I

Tim Penyusun :

Dr. Imam Safi’i, S.Pd.,M.Pd.


Rini Widiyastuti, S.Si.T.,M.Kes.
Abdul Rahman Jupri, M.Pd.

Jakarta, Juli 2018

Yang Mengesahkan,

Direktur, Wadir I,

drg. Ita Astit Karmawati, MARS Tarwoto, S.Kep, Ners, M.Kep


NIP. 196405091988032002 NIP. 197002091995031001

ii
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, akhirnya modu “ Bahasa Indonesia” ini
dapat diselesaikan. Modul ini berisi tentang materi Bahasa Indonesia yang berisi 11 Bab. Modul ini
disusun secara praktis dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, sehingga dapat
membantu mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi dalam mempelajari Bahasa Indonesia dan mudah
melakukan implementasinya. Dengan harapan, mahasiswa akan lebih tertarik terhadap materi
yang disampaikan. Semoga modul ini bermanfaat bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi.

Jakarta, Juli 2018

Penulis

Iii
Halaman Sampul........................................................................................................ i
Lembar Pengesahan.................................................................................................. ii
Kata Pengantar.......................................................................................................... iii
Daftar Isi..................................................................................................................... iv
Deskripsi Singkat....................................................................................................... 1
Tujuan Pembelajaran................................................................................................. 1
Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan......................................................................... 2
Metode …………………………………………………………………………. 2
Media dan Alat Bantu ……………………………………………………………. 3
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran................................................................ 3
Uraian Materi.............................................................................................................. 4
Pokok Bahasan 1 : Hakikat Bahasa, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan
Bahasa Indonesia …………………………………...………... 5
Pokok Bahasan 2 : Fungsi Dan Kedudukan Bahasa Indonesia. ………..………….. 17
Pokok Bahasan 3 : Ragam Bahasa Indonesia ........................................................ 23
Pokok Bahasan 4 : Makna Kata .………………………………………………….. 29
Pokok Bahasan 5 : Kalimat …………………………………………………….. 35
Pokok Bahasan 6 : Paragraf …………………………………………………….. 55
Pokok Bahasan 7 : Karangan ……………………………………………………. 66
Pokok Bahasan 8 : Kerangka Karangan ………………………………………… 73
Pokok Bahasan 9 : Rangkuman, Ikhtisar, Synopsis, Dan Ringkasan ………........ 79
Pokok Bahasan 10 : Konvensi Naskah …………………………………………… 86
Pokok Bahasan 11 : Penulisan Proposal …………………………………………. 97

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 107

iv
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam modul ini yang berjudul “Bahasa Indonesia” ini menjelaskan tentang hakikat bahasa,
sejarah pertumbuhan dan perkembangan bahasa indonesia, fungsi dan kedudukan bahasa
indonesia, ragam bahasa indonesia, jenis makna, relasi makna dan memahami konsep
perubahan makna, hakikat kalimat, unsur kalimat dan jenis kalimat, konsep dasar paragraf,
persyaratan paragraf, dan jenis-jenis paragraph hakikat karangan, jenis-jenis karangan, dan
langkah-langkah mengarang, hakikat kerangka karangan dan manfaat kerangka karangan,
konsep dasar dari rangkuman, ikhtisar, synopsis, dan ringkasan, langkah-langkah dalam
membuat rangkuman, ikhtisar, synopsis, dan ringkasan, hakikat karya ilmiah dan ragam
konvensi karya ilmiah, hkikat proposal, jenis-jenis proposal dan teknik penulisan proposal.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami tentang sejarah, fungsi,
kedudukan, jenis, dan makna bahasa indonesia serta hakikat karya ilmiah dan proposal
ilmiah.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Memahami hakikat bahasa serta menjelaskan sejarah pertumbuhan dan
perkembangan bahasa Indonesia.
2. Memahami tentang fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia. Mahasiswa juga
mampu membedakan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia. Selain itu mahasiswa
juga mampu memberi tanggapan apakah fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia
saat ini sudah berjalan dengan baik.
3. Memahami ragam bahasa Indonesia. Mahasiswa juga diharapkan mampu
membedakan ragam bahasa Indonesia.
4. Memahami jenis makna, relasi makna dan memahami konsep perubahan makna.
5. Memahami tentang hakikat kalimat, unsur kalimat dan jenis kalimat.
6. Memahami konsep dasar mengenai paragraf, persyaratan paragraf, jenis-jenis
paragraf, serta mampu menyusun paragraf dengan baik.

Modul Bahasa Indonesia 1


7. Memahami hakikat karangan, jenis-jenis karangan, langkah-langkah mengarang,
serta mampu mengarang dengan baik.
8. Memahami tentang hakikat kerangka karangan, manfaat kerangka karangan, serta
mampu mengembangkan karangan dengan baik.
9. Memahami konsep dasar dari rangkuman, ikhtisar, synopsis, dan ringkasan,
langkah-langkah dalam membuat rangkuman, ikhtisar, synopsis, dan ringkasan,
serta mampu membuat rangkuman, ikhtisar, synopsis, dan ringkasan dengan baik.
10. Memahami hakikat karya ilmiah, ragam konvensi karya ilmiah, serta mampu
mengembangkan karya ilmiah dengan ketentuan atau kaidah yang berlaku.
11. Memahami hakikat proposal, jenis-jenis proposal dan teknik penulisan proposal.
Mahasiswa juga mampu membuat proposal ilmiah dan nonilmiah dengan baik.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

Ada 11 Pokok Bahasan pada Modul Bahasa Indonesia, yaitu:


1. Hakikat bahasa, sejarah pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia.
2. Fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia.
3. Ragam bahasa Indonesia.
4. Jenis makna, relasi makna dan memahami konsep perubahan makna.
5. Hakikat kalimat, unsur kalimat dan jenis kalimat.
6. Konsep dasar paragraf, persyaratan paragraf, dan jenis-jenis paragraph
7. Hakikat karangan, jenis-jenis karangan, dan langkah-langkah mengarang.
8. Hakikat kerangka karangan dan manfaat kerangka karangan.
9. Konsep dasar dari rangkuman, ikhtisar, synopsis, dan ringkasan, langkah-langkah dalam
membuat rangkuman, ikhtisar, synopsis, dan ringkasan.
10. Hakikat karya ilmiah dan ragam konvensi karya ilmiah.
11. Hkikat proposal, jenis-jenis proposal dan teknik penulisan proposal.

IV. METODA
a. Ceramah
b. Tanya jawab

Modul Bahasa Indonesia 2


c. Diskusi kelompok

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


a. Bahan tayang
b. Laptop
c. LCD
d. Flipchart
e. White board
f. Spidol (ATK)

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Langkah-langkah kegiatan kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran adalah
sebagai berikut :

Langkah 1.
Pengkondisian (5 menit)
Langkah pembelajaran :
1. Dosen menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan
sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
2. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi
yang akan disampaikan.
3. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi
dengan menyepakati proses pembelajaran.
4. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran
serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi ini dengan
menggunakan bahan tayang.

Langkah 2.
Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran :
1. Dosen menanyakan pada mahasiswa apakah mereka mengetahui tentang asuhan

Modul Bahasa Indonesia 3


kesehatan gigi dan mulut individu.
2. Meminta mahasiswa untuk menuliskan proses-proses asuhan kesehatan gigi dan mulut
yang diketahui.
3. Dosen menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok
bahasan dengan menggunakan bahan tayang baik yang bersifat visual maupun audio
visual.
4. Dosen menyampaikan materi dengan metode curah pendapat, ceramah dan tanya jawab.

Langkah 3
Rangkuman dan Kesimpulan (10 menit)
1. Melakukan evaluasi dengan memberikan pertanyaan lisan untuk mengetahui penyerapan
mahasiswa terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Merangkum poin-poin penting (membuat kesimpulan akhir) dari materi yang
disampaikan
3. Mengucapkan terimakasih atas kerjasama serta proses pembelajaran yang telah
berlangsung.

VII. Uraian Materi

Modul Bahasa Indonesia 4


POKOK BAHASAN 1
HAKIKAT BAHASA SERTA MENJELASKAN SEJARAH PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

A. Pendahuluan

Bahasa merupakan modal utama dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya, manusia


dalam berinteraksi dengan lingkungannya membutuhkan ‘bahasa’ sebagai modal berkomunikasi
dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bahasa juga dianggap sebagai ‘jembatan’ dalam
berkomunikasi manusia. Dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya.

Menurut Chaer (2009:v) Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah
menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam
segala aspek dan kegiatan manusia. Hampir seluruh kegiatan manusia disertai dengan bahasa.
Oleh karena itu, jika orang bertanya tentang bahasa, maka akan didapatkan jawaban yang
bermacam-macam.

B. Hakikat Bahasa

Bahasa meruapakan alat komuikasi yang paling sempurna dibandingkan dengan alat
komunikasi yang lain. Bahasa dikatakan sebagai alat komunikasi yang sempurna, karena bahasa
mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan alat komunikasi lainnya.

Kridalaksana dalam Chaer (2003) mengatakan bahwa: “Bahasa adalah sistem lambang
bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”. Beberapa ciri atau sifat hakiki dari bahasa itu antara
lain adalah,

1. Bahasa Sebagai Sistem

Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan
sistematis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola: tidak tersusun secara acak, secara
sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi
terdiri juga dari sub-sub sistem; atau sistem bawahan. Di sini dapat disebutkan, antara lain,

Modul Bahasa Indonesia 5


subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis dan subsistem semantik. Tiap unsur
dalam setiap subsistem juga tersusun menurut aturan atau pola tertentu, yang secara keseluruhan
membentuk satu sistem. Jika tidak tersusun menurut aturan atau pola tertentu, maka subsistem itu
pun tidak dapat berfungsi.

Sub sistem bahasa terutama subsistem fonologi, morfologi, dan sintaksis tersusun secara
hierarkial. Artinya, subsistem yang satu terletak di bawah subsistem yang lain; lalu subsistem
yang lain ini terletak pula di bawah subsistem lainnya lagi. Ketiga subsistem itu (fonologi,
morfologi, dan sintaksis) terkait dengan subsistem semantic. Sedangkan subsistem leksikon yang
juga diliputi subsistem semantic, berada di luar ketiga subsistem struktural itu.

2 . Bahasa sebagai lambang

Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah dalam
bidang kajian yang disebut ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-
tanda yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa. Dalam semiotika atau semiologi
(yang di Amerika ditokohi oleh Charles Sanders Peirce dan di Eropa oleh Fendinand de
Saussure) dibedakan adanya beberapa jenis tanda, yaitu, antara lain tanda (sign), lambang
(simbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.

Tanda selain dipakai sebagai istilah generic dari semua yang termasuk kajian semiotika
juga sebagai salah satu dari unsur spesifik kajian semiotika itu, adalah suatu atau sesuatu yang
dapat menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan secara langsung dan
alamiah. Misalnya, kalau di kejauhan tampak ada asap membumbung tinggi, maka kita tahu
bahwa di sana pasti ada api, sebab asap merupakan tanda akan adanya api itu.

Berbeda dengan tanda, lambang atau simbol tidak bersifat langsung dan alamiah.
Lambang menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara alamiah dan langsung.
Karena itu lambang sering disebut bersifat arbiter, sebaliknya, tanda serperti yang sudah
dibicarakan di atas, tidak bersifat arbiter. Yang dimaksud arbiter adalah tidak adanya hubungan
langsung yang bersifat wajib antara lambing dengan yang dilambangkannya.

Oleh karena itulah, Earns Cassier, seorang sarjana dan filosof mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak

Modul Bahasa Indonesia 6


terlepas dari symbol. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut bahasa. Satuan-satuan
bahasa, misalnya kata, adalah symbol atau lambang. Tanda-tanda itu adalah sinyal gerak isyarat
(gesture), gejala, kode, indeks, dan ikon. Yang dimaksud dengan sinyal atau isyarat adalah tanda
yang disengaja yang dibuat oleh pemberi sinyal agar si penerima sinyal melakukan sesuatu.

3. Bahasa adalah bunyi

Kata bunyi, yang sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah biasa kita dengar
dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis, menurut Kridalaksana (1983:27) bunyi adalah kesan
pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-
perubahan dalam tekanan udara.

Bunyi bahasa atau bunyi ujaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di dalam fonemik sebagai
“fonem”.

4. Bahasa itu bermakna

Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran, maka
dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Lebih umum dikatakan lambang bunyi
tersebut tidak punya referen, tidak punya rujukan.

Makna yang berkenaan dengan morfem dan kata disebut makna leksikal; yang berkenaan
dengan frase, klausa, dan kalimat disebut makna gramatikal; dan yang berkenaan dengan wacana
disebut makna pragmatic, atau makna konteks.

5. Bahasa itu arbitrer

Kata arbiter diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Yang
dimaksud dengan istilah arbiter itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa
(yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.

Ferdinand de Saussure (1966:67) dalam dikotominya membedakan apa yang disebut


significant (Inggris: signifier) dan signifie (Inggris: signified). Signifiant adalah lambang bunyi
itu, sedangkan signifie adalah konsep yang dikandung oleh signifiant.

Modul Bahasa Indonesia 7


6. Bahasa itu konvensional

Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat


arbiter, tetapi penerimaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu yang bersifat
konfensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konfensi bahwa lambang
tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Jadi kalau kearbiteran bahasa
pada hubungan antara lambanag-lamabang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, maka
kekonfensionalan bahasa terletak pada kepatuhan para penutur bahasa untuk menggunakan
lambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkannya.

7. Bahasa itu produktif

Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif “ banyak
hasilnya” atau lebih tepat “terus menerus menghasilkan” lalu, kalau bahasa itu dikatakan
produktif, maka maksudnya, meskipun unsure-unsur itu terbatas, tapi dengan unsur-unsur dengan
jumlahny ayng terbatas terdapat di luar satuan-satuan bahasa yang jumlahnya yang tidak terbatas,
meski secara relative sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa.

Keproduktifan bahasa Indonesia dapat juga dilihat pada jmumlah yang dapat dibuat.
Dengan kosa kata yang menurut Kamus Besar Huruf Bahasa Indonesia hanya berjumlah lebih
kurang 60.000 buah, kita dapat membuat kalimat bahasa Indonesia yang mungkin puluhan juta
banyaknya, termasuk juga kalimat-kalimat yang belum pernah ada atau pernah dibuat orang.

Keproduktifan bahasa memang ada batasnya dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua
macam keterbatasan, yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan keterbatasan pada tingkat langue.
Keterbatasan pada tingkat parole adalah pada ketidak laziman atau kebelum laziman bentuk-
bentuk yang dihasilkan. Sedangkan pada tingkat langue keproduktifan itu dibatasi karena kaidah
atau sistem yang berlaku.

8. Bahasa itu unik

Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Lalu,
kalau bahasa dikatakan bersifat unik., maka artinya, setiap bahasa mempunyai cirri khas sendiri
yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi , sistem
pembetukkan kata, sistem pembentukkan kalimat, atau sistem-sistem lainnya. Salah satu

Modul Bahasa Indonesia 8


keunikkan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan
sintaksis. Maksudnya, kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita berikan tekanan, maka
makna itu tetap. Yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat.

9. Bahasa itu universal

Selain bersifat unik, yakni mempunyai sifat atau cirri masing-masing, bahasa itu bersifat
universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di Dunia
ini. Ciri-ciri yang universal ini merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang biasa dikaitkan
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain. Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal
dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri
dari vocal dan konsonan. Tetapi berapa banyak vocal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap
bahasa, bukanlah persoalan keuniversalan. Bukti dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap
bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang maknany kata, frase,
klausa, kalimat, dan wacana. Namun, bagaimana satuan-satuan itu terbentuk mungkin tidak
sama. Kalau pembentukan itu bersifat khas, hanya dimiliki sebuah bahasa maka hal itu
merupakan keunikan dari bahasa. Kalau ciri itu dimiliki oleh sejumlah bahasa dalam satu hukum
atau satu golongan bahasa, maka ciri tersebut menjadi ciri universal dan keunikan rumpun atau
sub rumpun bahasa tersebut.

Ada juga yang mengatakan bahwa ciri umum yang dimiliki oleh bahasa-bahasa yang
berada dalam satu rumpun atau sub rumpun, atau juga dimiliki oleh sebagian besar bahasa-
bahasa yang ada di Dunia ini sebagai ciri setengah universal. Kalau dimiliki oleh semua bahasa
yang ada di Dunia ini beru bisa disebut universal.

10. Bahasa itu dinamis

Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak perbah lepas dari segala kegiatan
dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan
bermasyarakat tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Malah dalam bermimpi
pun manusia menggunakan bahasa.

Karena keterkaitan dan keterikatan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam
kehidupannya dalam manusianya kegiatan manusia tidak tetap dan tidak berubah, maka bahasa

Modul Bahasa Indonesia 9


itu juda menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Karena itulah, bahas itu
disebut dinamis.

Perubahahan yang paling jelas, dan paling banyak adalah pada bidang leksikon dan
semantik. Barang kali, hamper setiap saat ada kata-kata baru muncul sebagai akibat perubahan
dan ilmu, atau ada kata-kata lama yang muncul dengan makna baru. Hal ini juga dipahami, karen
kata sebagai satuan bahasa terkecil, adalah sarana atau wadah untuk menampung suatu konsep
yang ada dalam masyarakat bahasa. Dengan terjadinya perkembangan kebudayaan, perkembang
ilmu dan teknologi, tentu bermunculan konsep-konsep baru, yang tentunya disertai wadah
penampungnya, yaitu kata-kata atau istilah-istilah baru.

11. Bahasa itu bervariasi

Setiap bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat
bahasa. Yang termasuk dalam masyarakat bahsa adalah mereka merasa menggunakan bahasa
yang sama. Jadi, kalau disebut masyarakat bahasa Indonesia adalah semua orang yang merasa
memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia. Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri
dari ber bagai orang dengan berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak
sama. Oleh karena itu, karena latar belakang dan lingkungannya yang tidak sama, maka bahasa
yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam, dimana antara variasi atau ragam yang
satu dengan yang lain sering kali mempunyai perbedaan yang besar. Mengenai variasi bahasa ini
ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek, dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau
ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang tentu mempunyai ciri khas bahasanya
masing-masing. Kalau kita banyak membaca karangan orang yang banyak menulis, misalnya,
Hamka, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamingway, atau Mark twain , maka kita akan dapat
mengenali ciri khas atau idiolek pengarang-pengarang itu.

Dialek adalah variasi bahasa yang di gunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada
suatu tempat atau suatu waktu. Variasi bahasa berdasarkan tempat ini lazim disebut dengan nama
dialek regional , dialek area, atau dialek geografi. Sedangkan variasi bahasa yang digunakan
sekelompok anggota masyarakat dengan status sosial tertentu disebut dialek sosial atau sosiolek.

Ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan,
atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam

Modul Bahasa Indonesia 10


baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau
ragam nonstandar. Dari sarana yang digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam
tulisan. Untuk keperluan pemakaiannya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah, ragam
bahasa jujrnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer, dan ragam bahasa hukum.

12. Bahasa itu manusiawi

Kalau kita menyimak kembali cirri-ciri bahasa, yang sudah dibicarakan dimuka, bahwa
bahasa itu adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bersifat arbitrer,
bermakna, dan produktif, maka dapat dikatakan bahwa binatang tidak mempunyai bahasa.
Bahwa binatang dapat berkomunikasi dengan sesama jenisnya, bahkan juga dengan manusia,
adalah memang suatu kenyataan. Namun, alat komunikasinya tidaiklah sama dengan alat
komunikasi manusia, yaitu bahasa.

Dari penelitian para pakar terhadap alat komunikasi binatang bisa disimpulkan bahwa
satu-satuan komunikasi yang dimiliki binatang-binatang itu bersifat tetap.sebetulnya yang
membuat alat komunikasi manusia itu, yaitu bahasa, produktif dan dinamis, dalam arti dapat
dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan alat komunikasi binatang, yang
hanya itu-itu saja dan statis , tidak dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, bukanlah
terletak pada bahasa itu dan alat komunikasi binatang itu, melainkan pada perbedaan besar
hakikat manusia dan hakikat binatang. Manusia sering disebut-sebut sebagai homosapiens
(makhluk yang berpikir), homososio (makhluk yang bermasyarakat), homofabel (makhluk
pencipta alat-alat) dan juga animalrasionale (makhluk rasional yang berakal budi). Maka dengan
segala macam kelebihannya itu jelas manusia dapat memikirkan apa saja yang lalu, yang kini,
dan yang akan datang, serta menyampaikannya kepada orang lain melalui alat komunikasinya.

C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa ini telah tumbuh dan berkembang
bahkan sebelum bahasa Indonesia dideklarasikan sebagai bahasa persatuan dalam Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Namun kini timbul pertanyaan, mengapa kemudian dari
sekian banyak bahasa yang tersebar di Indonesia, mengapa justru bahasa Melayulah yang
menjadi asal lahirnya Bahasa Indonesia?

Modul Bahasa Indonesia 11


Untuk menjawab pertanyaan berikut paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan
mengapa Bahasa Melayu pada saat itu diterima oleh masyarakat.
1. Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca
Bahasa Melayu sudah digunakan sebagai bahasa perdagangan sejak jaman Sriwijaya. Di
sini bahasa Melayu menjadi bahasa yang dapat dipahami dan digunakan dalam perdagangan oleh
berbagai suku yang memiliki latar belakang bahasa ibu yang berbeda. Sehingga dengan demikian
bahasa Melayu menjadi lingua franca dalam aktifitas perdagangan. Dengan menjadi lingua
franca, bahasa Melayu menjadi cepat tersebar ke berbagai daerah di nusantara.
2. Sistem Bahasa Melayu Praktis dan Sederhana
Bahasa Melayu berbeda dengan bahasa lainnya di Indonesia dalam segi strukturnya.
Struktur dalam bahasa Melayu tidak mengenal undak usuk atau bahasa yang disampaikan
berdasarkan strata sosial yang dipakai oleh masyarakat Jawa. Misalnya dalam penggunaan kata
sapaan, di Jawa kata sapaan seorang anak kepada orang tua akan berbeda dengan seorang anak
kepada teman sebayanya. Sehingga kepraktisan dan kesederhanaan inilah yang membuat bahasa
Melayu lebih diterima dibanding dengan bahasa lain.
3. Kebutuhan Politik
Untuk mengatasi perbedaan bahasa yang ada di Indonesia. Indonesia tidak mungkin
memilih salah satu bahasa dari ratusan bahasa ibu yang dimiliki oleh suku-suku yang tersebar di
Nusantara. Karena dengan memilih salah satu bahasa ibu sebuah suku, hal itu akan dapat
menimbulkan potensi konflik rasial yang dapat mengakibatkan perpecahan. Maka, memilih
bahasa Melayu adalah pilihan tepat karena bahasa tersebut telah dipahami di berbagai daerah di
Nusantara sebagai bahasa perdagangan.
Demikianlah, tiga alasan mengapa bahasa Melayu kemudian terpilih menjadi bahasa
persatuan. Dari hal yang bersifat komunikasi sampai pada hal yang politis. Namun dalam
perkembangan saat ini, bahasa Indonesia yang kita kenal dan kita gunakan sekarang ini sudah
tidak sama lagi dengan bahasa asalnya, yaitu bahasa Melayu. Banyak faktor yang mempengaruhi
perkembangan tersebut. Di antara faktor tersebut adalah faktor waktu, politik, sosial budaya, dan
IPTEK. Adapun penjelasannya akan dipaparkan sebagai berikut :
1. Waktu
Perkembangan bahasa Indonesia dalam lintasan sejarah dapat dibagi menjadi tiga fase.
Fase pertama atau disebut dengan masa prakolonial. Pada masa ini terdapat beberapa bukti

Modul Bahasa Indonesia 12


tertulis mengenai bahasa Melayu tua yang ditemukan pada beberapa prasasti dan inskripsi. Bukti
lain, dapat diidentifikasi melalui adanya dialek Melayu yang tersebar di wilayah Nusantara.
Fase kedua atau disebut dengan masa kolonial. Pada masa ini, yakni sekitar abad XVI
orang-orang Barat sudah sampai di Indonesia, mereka menemukan bahwa bahasa Melayu telah
digunakan sebagai bahasa resmi dalam pergaulan, perhubungan dan perdagangan. Hal ini
dikuatkan oleh Pigafetta yang berkebangsaan Portugis yang mengunjungi Tidore untuk
menyusun daftar kata Melayu – Itali tahun 1522.
Fase ketiga atau disebut dengan Masa Pergerakan. Masa ini dimulai dari tahun 1901. Pada
tahun ini telah disusun ejaan resmi bahasa melayu Van Ophuysen yang merupakan cikal bakal
ejaan bahasa Indonesia yang saat itu masih terdapat penggabungan dua konsonan untuk
membentuk huruf-huruf tertentu seperti huruf c yang ditulis tj, atau j yang ditulis dj.
Selanjutnya di tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-
buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang
kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka Badan penerbit ini menerbitkan novel-
novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan
masyarakat luas.
Barulah pada tanggal 28 Oktober 1928 bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa melayu
ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia ini kemudian semakin dikenal luas pada
tahun 1933 lewat karya-karya angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
Pada tahun 1945 bahasa Indonesia kemudian dikukuhkan sebagai bahasa negara lewat
pasal 36 Undang-undang Dasar 1945. Bahasa Indonesia semakin berkembang pada tahun 1947
yang ditandai dengan penetapan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi menggantikan ejaan Van
Ophuysen. Ejaan ini kemudian mengalami perbaikan di tahun 1972. Perbaikan ini kemudian
dinamakan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) yang diresmikan oleh presiden
Soeharto lewat Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Di tahun yang sama, Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah itu, pada 28 Oktober 1980
ditetapkan sebagai Bulan Bahasa.

Modul Bahasa Indonesia 13


Untuk melakukan pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia para ahli maupun
akademisi secara berkesinambungan bertemu setiap lima tahun sekali dalam acara kongres
bahasa. Berikut pertemuan-pertemuan dalam kongres bahasa Indonesia tersebut beserta hasil
maupun kesepakatannya:

a. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil
kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat
itu.
b. Tanggal 28 Oktober - 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
c. Tanggal 28 Oktober - 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di
Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50
ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia
sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
d. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta.
Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal
mungkin.
e. Tanggal 28 Oktober - 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.

Modul Bahasa Indonesia 14


f. Tanggal 28 Oktober - 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di
Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia,
Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga
Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
g. Tanggal 26 - 30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
2. Politik
Muatan politik sangat melekat bahkan sejak kelahiran Bahasa Indonesia. Unsur politik
yang paling nyata adalah dalam sumpah pemuda yang dilaksanakan pada 28 Oktober 1928. Saat
itu, proses intimidasi terhadap penjajah dilakukan oleh sekelompok pemuda yang mengikrarkan
tiga ikrar yang kini sangat bersejarah, tiga poin yang salah satunya berisi tentang pengakuan
penggunaan Bahasa Indonesia.
Eksistensi Bahasa Indonesia semakin kuat ketika dikeluarkan pasal 36 Undang-undang
Dasar 1945 yang berisi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Pengakuan bahasa persatuan ini,
merupakan salah satu tuntutan yang harus dipenuhi pemerintah Indonesia untuk mendapatkan
kemerdekaannya dari Jepang. Saat itu, Jepang meminta kesiapan bangsa Indonesia untuk
merdeka. Salah satu syaratnya adalah bahasa persatuan ini.
3. Sosial Budaya
Bahasa Indonesia yang saat ini digunakan merupakan hasil dari interaksi masyarakat antar
satu suku dengan suku lainnya. Program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah membuat
interaksi antar suku ini semakin kuat selain arus urbanisasi yang tak dapat dibendung. Sehingga
hasil dari pertemuan sosial budaya inilah melahirkan istilah-istilah kebahasaan yang dipahami
dan berkembang oleh pemakainya yang kemudian diakui sebagai bahasa Indonesia. Ada kata-
kata dari bahasa daerah Sunda, Jawa, Bugis, Batak, dan lain sebagainya yang kemudian menjadi
kata bahasa Indonesia.
Selain faktor interaksi antar suku ini, perkembangan kebudayaan juga menghasilkan
bahasa. Istilah mencanting dalam pembuatan batik kemudian dikenal luas.

Modul Bahasa Indonesia 15


4. IPTEK
Perkembangan Bahasa Indonesia sangat dipengaruhi oleh teknologi. Namun demikian
banyak teknologi terbarukan justru lahir dari tangan asing yang kemudian masuk ke Indonesia
dengan bahasa Internasional yakni Inggris. Hal ini tentu saja menjadi tantangan bagi para ahli
bahasa untuk mencari padanan yang tepat untuk menyebut istilah-istilah asing itu. Sebagian
istilah tersebut langsung diindonesiakan dengan menyerap secara utuh, sebagian lagi dicarikan
padanannya yang sesuai dengan konsep ilmiah tersebut. Maka website kemudian dipadankan
menjadi laman, begitu juga pada kata uploud yang dipadankan dengan unggah dan download
yang dipadankan dengan ungguh. Adapun penyerapan secara utuh misalnya menyebut laman
facebook yang kemudian diindonesiakan menjadi fesbuk.

D. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan bahasa bersifat arbitrer?
2. Mengapa bahasa melayu diterima sebagai bahasa Indonesia?
3. Jelaskan kenapa faktor teknologi mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia?

Modul Bahasa Indonesia 16


POKOK BAHASAN 2
FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

A. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang tinggi dalam undang-undang. Hal ini
terlihat dari undang-undang bahasa pasal 33 ayat 1 yang menjelaskan bahwa “bahasa Indonesia
wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta.” Artinya
penggunaan bahasa Indonesia wajib digunakan oleh masyarakat dalam komunikasinya di segala
lingkungan kerja baik pemerintah maupun swasta.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membentuk persatuan
dan kesatuan di Indonesia. Bukti nyatanya terletak pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928
dengan bunyi, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Hal ini kemudian ditegaskan kembali dalam Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera,
Bahasa, dan lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia.”
Kedudukan bahasa Indonesia terbagi menjadi dua, yakni sebagai bahasa nasional dan
bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang
kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu, dan alat penghubung
antarbudaya antardaerah. Sebagai bahasa negera, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa
resmi kenegaraan, bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, bahasa resmi dalam
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintah, dan bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan disampaikan mengenai bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
1. Bahasa Nasional
Kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik
Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan
bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
a. Lambang Kebanggaan Nasional

Modul Bahasa Indonesia 17


Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai-nilai sosial
budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia,
kita harus bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi dari kebanggaan
terhadap bahasa Indonesia, maka kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu,
dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.
b. Lambang Identitas Nasional
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa
Indonesia. Hal ini berarti jika seroang menggunakan bahasa Indonesia orang akan dapat
mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan wataknya sebagai bangsa
Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di
dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia
yang sebenarnya.
c. Alat Pemersatu
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang
sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan,
cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa
aman dan serasi hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi
‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih
tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih
tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
d. Alat Penghubung Antarbudaya Antardaerah
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa
Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Sehingga,
walaupun ia ke pelosok daerah yang memiliki bahasa yang berbeda dengan sukunya. Adanya
bahasa Indonesia akan menjembatani komunikasi di antara mereka. Sehingga, lancarnya
komunikasi ini tentu saja membuat segala aktivitas berjalan lancar dan dapat berkembang
dengan baik dari segi ekonomi, sosial budaya, dan lain sebagainya.

Modul Bahasa Indonesia 18


2. Bahasa Negara (Bahasa Resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :
a. Bahasa Resmi Kenegaraan
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya
bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa
Indonesia digunakan dalam berbagai upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan.
b. Bahasa Pengantar Resmi di Lembaga-lembaga Pendidikan
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai
dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar
mengajar, materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal
ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini
dilakukan, maka akan sangat membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai
bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (IPTEK). Penggunaan bahasa Indonesia juga
mendukung pada pendidikan multikultur yang pada masyarakat perkotaan sangat dominan.
Sehingga, dari manapun asal suku anak tersebut, mereka dapat memahami pelajaran karena
menggunakan bahasa Indonesia.
c. Bahasa Resmi dalam Perhubungan pada Tingkat Nasional untuk Kepentingan Perencanaan
dan Pelaksanaan Pembangunan Serta Pemerintah
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan
informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu
tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh
masyarakat.
d. Bahasa Resmi dalam Pengembangan Kebudayaan dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan Serta
Teknologi Modern
Kebudayaan nasional yang beragam berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula.
Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-
majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia.

Modul Bahasa Indonesia 19


Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang
dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

B. Fungsi Bahasa
Bahasa memiliki dua fungsi. Fungsi ini terbagi ke dalam fungsi umum dan fungsi khusus.
Fungsi umum terdiri dari sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan
diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial, serta sebagai alat
kontrol sosial. Adapun fungsi khusus terdiri dari mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-
hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari bahasa-bahasa kuno, dan mengeksploitasi iptek.
Masing-masing fungsi tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.
1. Fungsi Umum
a. Sebagai Alat untuk Mengungkapkan Perasaan atau Mengekspresikan Diri
Bahasa sarana untuk mengungkapkan gagasan dan perasaan. Melalui bahasa kita dapat
menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita. Dengan
demikian, apapun hal yang hendak disampaikan akan dapat diterima oleh siapa pun.
Akan sangat sulit jika seseorang yang sedang marah, sedih, atau bahagia tidak dapat
berbahasa. Hal ini akan membuat orang-orang di sekitarnya tidak mengerti apa yang
diinginkannya. Dapat dibayangkan betapa sulitnya perasaan kita jika tidak tersampaikan. Oleh
karena itu, menulis atau curhat (curahan hati) seringkali dijadikan sebagai alat terapi untuk
mengobati stres.
b. Sebagai Alat Komunikasi
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik seseorang membutuhkan bahasa. Bahasa
merupakan sarana agar apa yang ingin disampaikan kepada orang lain dapat diterima dan
dipahami. Penyampaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara verbal maupun
nonverbal. Komunikasi verbal berkaitan dengan komunikasi langsung atau dengan lisan,
sedangkan komunikasi nonverbal berarti komunikasi tak langsung atau tulis.
c. Sebagai Alat Berintegrasi dan Beradaptasi Sosial
Pada saat beradaptasi di lingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang
digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa
yang nonstandar (tidak resmi) pada saat berbicara dengan teman- teman dan menggunakan
bahasa standar (resmi) pada saat berbicara dengan orang tua atau yang dihormati. Kemampuan

Modul Bahasa Indonesia 20


untuk menentukan pilihan ragam bahasa tersebut akan sangat membantu dalam berintegrasi di
dalam masyarakat.
Selain itu, dalam rangka beradaptasi sosial, kemampuan menguasai bahasa daerah tempat
seseorang tinggal akan sangat membantu ia dalam beradaptasi. Sebagai ilustrasi, seorang yang
tinggal di Amerika jika ia pandai berbahasa Inggris maka ia akan cepat mengenal lingkungannya.
Paling tidak ia dapat berkomunikasi di antara tetangga maupun temannya.
d. Sebagai Alat Kontrol Sosial
Bahasa seringkali dikaitkan dengan kepribadian seseorang. Bagaimana seseorang
menggunakan bahasa akan terlihat bagaimana pendangan hidupnya. Hal ini bisa dilihat
bagaimana tuturan seorang yang tidak berpendidikan akan jauh berbeda dengan yang
berpendidikan, ataupun tuturan seorang yang beradab dengan yang tidak beradab akan tercermin
dari bahasanya tersebut. oleh karena itu, bahasa dapat dijadikan parameter perkembangan sosial.
Contoh kongkrit mengenai hal ini adalah ketika zaman Romawi para penyair seringkali
menyenandungkan puisi-puisi berkaitan dengan kerajaan yang diambilnya dari aspirasi
masyarakat yang ia temui di pasar, di kedai-kedai minuman, maupun di rumah-rumah. Untuk itu,
para raja saat itu bila ingin mengetahui bagaimana persepsi masyarakat mengenai kebijakan yang
telah diambil raja, maka raja cukup memanggil penyair.
Dari contoh tersebut, jelas bahwa puisi atau dalam hal ini bahasa menjadi tolak ukur atau
kontrol sosial yang mujarab dalam menilai perkembangan sosial.
2. Fungsi Khusus
a. Mengadakan Hubungan dalam Pergaulan Sehari-hari
Manusia adalah makhluk sosial yang tak terlepas dari hubungan komunikasi dengan
makhluk sosialnya. Komunikasi yang berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan
nonformal.
Dalam pergaulan sehari-hari kedua ragam bahasa tersebut silih berganti digunakan yang
disesuaikan dengan waktu dan lawan tutur. Jika dalam situasi formal atau berhadapan dengan
orang yang lebih dihormati/orang tua maka bahasa formallah yang digunakan, sebaliknya jika
dalam situasi tidak formal dan berhadapan dengan orang yang lebih muda/akrab maka bahasa
nonformal yang digunakan.
b. Mewujudkan Seni (Sastra)

Modul Bahasa Indonesia 21


Bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi belaka, namun ia juga merupakan alat untuk
mewujudkan seni, dalam hal ini karya sastra. Seseorang mampu menyampaikan perasaan
estetiknya dan pengalaman literernya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya untuk
dituangkan dalam karya-karya sastra seperti puisi, cerpen, novel, maupun naskah drama.
c. Mempelajari Bahasa-bahasa Kuno
Bahasa menjadi bukti penting dari peradaban manusia. Kemajuan peradaban suatu bangsa
baik Yunani maupun Romawi dapat terekam sejarahnya karena penggunaan bahasa dalam tradisi
intelektualnya. Hal yang sama terjadi, pada sejarah Melayu kuno yang memiliki khazanah
keilmuan yang sangat tinggi.
Namun karena perbedaan bahasa dan simbol-simbolnya yang masih rumit. Maka untuk
dapat menikmati dan mempelajari semua bukti peradaban masa lalu tidak ada cara lain selain
mempelajari bahasa tersebut.
d. Mengeksploitasi IPTEK
Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki manusia, serta akal dan pikiran yang
sudah diberikan Tuhan kepada manusia, maka manusia akan selalu mengembangkan berbagai hal
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Adanya bahasa mampu membuat manusia
mengeksplorasikan segala keingintahuannya mengenai berbagai aspek kehidupan. Sehingga
lahirlah teknologi yang selalu hadir untuk mempermudah kehidupan.
Bahasa juga membuat teknologi ini dapat dinikmati dan dapat menyebar ke berbagai sudut
dunia. Maka saat ini, dapat dipastikan bahwa tak ada orang yang tak mengenal teknologi
handphone dan tahu bagaimana cara mengoprasikannya.

C. Evaluasi

Setelah mahasiswa mempelajari tentang fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia.


Diskusikanlah bagaimana keadaan bahasa Indonesia saat ini apakah sudah sesuai dengan fungsi
dan kedudukannya.

Modul Bahasa Indonesia 22


POKOK BAHASAN 3
RAGAM BAHASA INDONESIA

A. Ragam Bahasa Berdasarkan Cara Berkomunikasi


Ragam bahasa dapat dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini
dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tertulis. Ragam bahasa lisan adalah ragam
bahasa yang dituturkan dengan indra mulut. Sedangkan ragam bahasa tertulis adalah ragam
bahasa yang dituangkan melalui simbol-simbol atau huruf-huruf. Adanya ragam bahasa lisan
dan ragam bahasa tertulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tertulis
memiliki stuktur yang tidak sama.
Adanya ketidaksamaan stuktur ini adalah karena dalam bahasa lisan kita dapat dibantu
oleh unsur-unsur nonlinguistik yang berupa intonasi, gerak-gerik tangan, gelengan kepala,
dan lainnya. Sedangkan dalam bahasa tulis hal-hal tersebut tidak ada. Sebagai penggantinya
harus dieksplisitkan secara verbal. Umpamanya ketika seorang anak kecil menginginkan
sebuah boneka pada sebuah toko, maka secara lisan anak tersebut sambil menunjuk atau
mengarahkan pandangan pada toko boneka tersebut, Ia cukup mengatakan “Aku mau itu,
Bu”. Tetapi dalam bahasa tulis karena tidak adanya unsur penunjuk atau pengarahan
pandangan pada boneka itu, maka anak tersebut harus menulis “ Aku mau boneka itu, Bu”.
Jadi, secara eksplisit dapat menyebutkan kata boneka itu.
Dari contoh tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam bahasa tulis, kita harus
lebih menaruh perhatian agar kalimat-kaliamat yang kita susun dapat dipahami secara baik.
Kesalahan atau kesalahpengertian dalam bahasa lisan dapat segera diperbaiki atau diralat.
Tetapi dalam bahasa tulis kesalahan atau kesalahpengertian baru dapat kita perbaiki ketika
kalimat tersebut sudah ditulis.
Keunggulan dan kelemahan bahasa tertulis dan lisan dapat kita lihat sebagai berikut :
Keunggulan bahasa lisan :
1. Berlangsung cepat
2. Sering berlangsung tanpa alat bantu
3. Kesalahan dapat langsung diperbaiki
4. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka.

Modul Bahasa Indonesia 23


Kelemahan bahasa lisan :

1. Tidak mempunyai bukti otentik


2. Dasar hukumnya lemah
3. Sulit disajikan secara matang atau bersih
4. Mudah dimanipulasi

Keunggulan bahasa tertulis :

1. Mempunyai bukti otentik


2. Dasar hukum yang kuat
3. Dapat disajikan lebih matang atau bersih
4. Lebih sulit dimanipulasi.

Kelemahan bahasa tertulis :

1. Berlangsung lambat
2. Selalu memakai alat bantu
3. Kesalahan tidak dapat langsung diperbaiki
4. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh atau mimik muka

Ragam bahasa bertelepon sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa lisan dan ragam
bahasa telegram masuk dalam ragam bahasa tulis. Tetapi kedua macam sarana komunikasi
ini mempunyai ciri-ciri dan keterbatasan sendiri-sendiri, sehingga menyebabkan kita tidak
bisa menggunakan ragam bahasa tersebut semaunya. Ragam bahasa dalam bertelepon dan
telegram menuntut persyaratan tertentu, sehingga menyebabkan dikenal adanya ragam
bahasa telepon dan ragam bahasa telegram, yang berbeda dengan ragam bahasa lainnya.

B. Ragam Bahasa Berdasarkan Cara Pandang Penutur


Ragam atau variasi bahasa berdasarkan cara panuturnya terbagi menjadi bebrapa jenis.
Ragam atau variasi bahasa pertama yang kita bisa lihat berdasarkan penuturnya adalah
idiolek. Idiolek merupakan ragam bahasa yang dimiliki seseorang atau bisa dikatakan variasi
bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya
masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa,

Modul Bahasa Indonesia 24


susunan kalimat, dan sebagainya. Namun, yang paling dominan adalah warna suara,
sehingga kita bisa mengetahui hanya dengan mendengarkan suaranya tanpa melihat
orangnya. Ketika kita mendengar mantan presiden RI Soeharto berbicara, kita akan dengan
mudah mengenalinya walau tanpa melihat orangnya. Sama hal nya bila kita mendengar
legenda Betawi Benyamin S berbicara, tanpa melihat sosoknya kita akan mengetahui bahwa
suara itu adalah suaranya Benyamin S. Namun, tidak hanya dengan ‘warna suara’ kita dapat
mengenali seseorang, apabila kita sering membaca karya-karya Taufik Ismail, HAMKA,
WS. Rendra, dan sastrawan lainnya kita akan bisa mengenali tokoh-tokoh dari masing-
masing sastrawan tersebut hanya dengan membaca karya-karyanya walaupun tidak
dicantumkan nama mereka pada lembaran-lembaran karya mereka. Hal tersebut menandakan
bahwa idiolek dimiliki oleh masing-masing orang. Variasi ragam bahasa dari tiap-tiap orang
pasti berbeda sesuai dengan ciri khas masing-masing.
Selain idiolek, dalam ragam bahasa berdasarkan cara pandang penutur ini kita juga
mengenal yang namanya dialek. Dialek merupakan ragam bahasa atau variasi bahasa yang
dipakai oleh kelompok anggota masyarakat. Variasi atau ragam bahasa ini digunakan oleh
sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau
area tertentu. Wilayah Indonesia yang sangat luas dan juga daerah-daerah yang sangat
banyak dan beraneka ragam, menyebabkan ragam dialek itu sendiri semakin banyak sesuai
dengan jumlah wilayah atau daerah yang ada di Indonesia itu sendiri. Mulai dari Sabang
sampai Marauke, daerah-daerah tersebut mempunyai ciri khas dialek masing-masing
daerahnya.Kita ambil contoh ragam dialek yang digunakan oleh masyarakat Papua berbeda
dengan ragam bahasa dialek yang digunakan oleh masyarakat Aceh. Dialek yang dipakai
oleh masyarakat Betawi tentunya berbeda dengan dialek yang dipakai oleh masyarakat Jawa.
Namun, pemakaian ragam dialek Betawi agaknya lebih sering digunakan oleh orang-orang
yang notabene bukan orang Betawi. Hal ini dapat kita lihat bahwa banyak orang-orang yang
bukan berasal dari Jakarta mengucapkan dialeg Betawi ini dengan lancar, seperti kata gw,
ape, mate lu, dll.
Lebih jauh tentang ragam dialek ini, Chaer (2004:63) menyebutnya dengan sebutan
ragam dialek areal, dialek regional, atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek,
meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, dan juga ciri yang berbeda namun
mereka dapat mengerti bahasa yang dipakai oleh orang lain. Misalnya saja masyarakat

Modul Bahasa Indonesia 25


Banyumas yang menggunkan ragam dialek Banyumas berbicara dengan masyarakat dari
Pekalongan. Maka, dapat dipastikan walaupun mereka menggunakan ragam dialek masing-
masing daerahnya, perbincangan itu akan mudah dipahami dan dimengerti oleh keduanya
karena dialek Banyumas ataupun dialek pekalongan masih termasuk kedalam bahasa yang
sama yaitu bahasa Jawa. Lain hal nya ketika orang Minangkabau berbicara menggunakan
dialek daerahnya dan berbincang dengan orang Kalimantan yang berbicara dialek
Kalimantan, dapat dipastikan perbincangan itu akan menjadi hambar atau tidak dipahami
oleh keduanya karena kedua dialek tersebut berbeda bahasanya.

C. Ragam Bahasa Berdasarakan Topik Pembicaraan


Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa ragam atau variasi bahasa dapat
terjadi karena interaksi yang berbeda-beda yang dilakukan oleh para penuturnya. Ragam
atau variasi bahasa berdasarkan cara topik pembicaraan ini adalah ragam atau variasi bahasa
yang digunakan berdasarkan bidang penggunaannya. Dalam dunia kedokteran kita mengenal
istilah-istilah yang hanya digunakan pada bidang kedokteran tersebut, dan tidak digunakan
untuk komunikasi secara umum. Misalnya untuk menyebutkan penyakit ayan yang
digunakan oleh masyarakat luas, dalam bahasa kedokteran biasanya disebut epilepsi.
Bahasa tersebut dinamai sesuai dengan bidang penggunaannya masing-masing. Kalau
bahasa-bahasa yang digunakan di dunia kedokteran dinamakan bahasa kedokteran. Kalau
bahasa-bahasa yang dipakai di dalam kemiliteran dinamakan bahasa militer, dan seterusnya.
Banyaknya ragam atau variasi bahasa ini sesuai dengan banyak bidang yang ada.
Tidak hanya berdasarkan pada bidang penggunaannya, ragam bahasa ini juga bisa
dibedakan berdasarkan tingkat keformalan. Berdasarkan tingkat keformalan ini Joos (1967)
membaginya menjadi bahasa beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif),
ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).
Bahasa beku (frozen) merupakan ragam bahasa yang paling formal yang digunakan
pada situasi penting, serius atau khidmat. Karena ragam bahasa beku ini merupakan bahasa
yang paling formal, maka penggunaan bahasa beku ini dilakukan di tempat-tempat yang
fomal juga. Misal, pada saat pengambilan sumpah Presiden, bahasa dan tata cara yang
digunakan sudah diatur dan ditentukan. Bahasa tersebut merupakan salah satu contoh dari
ragam bahasa beku ini. Selain bahasa yang digunakan pada saat sumpah jabatan, bahasa

Modul Bahasa Indonesia 26


beku ini juga dapat kita dilihat pada Undang-Undang Dasar, akte notaris dan surat atau
naskah jual-beli atau sewa-menyewa. Menurut Chaer (2004:70) ragam bahasa beku ini
biasanya dimulai dengan kata-kata seperti bahwa, maka, dan sesungguhnya. Susunan
kalimat dalam bahasa beku ini juga biasanya panjang dan bersifat kaku dan lengkap.
Ragam bahasa resmi (formal) merupakan variasi bahasa yang digunakan pada saat
situasi formal. Ragam resmi ini hampir sama dengan ragam bahasa beku yaitu sama-sama
digunakan pada situasi formal. Hanya saja dalam ragam bahasa resmi ini bahasa yang
digunakan tidak diatur sedemikian rupa seperti pada ragam bahasa beku. Ragam bahasa
resmi ini biasanya digunakan pada saat pidato-pidato kenegaraan, rapat dinas, buku-buku
pelajaran dan sebagainya.
Ragam bahasa usaha (konsultatif) merupakan variasi bahasa yang sering digunakan
dalam pembahasan atau pembicaraan tentang usaha dan berorientasi pada hasil atau
produksi. Selanjutnya ragam bahasa santai (casual) merupakan variasi bahasa yang
digunakan pada situasi santai dan tidak resmi seperti perbincangan antara teman saat
sekolah, berolahraga, berekreasi dan sebagainya. Dan yang terakhir adalah ragam bahasa
akrab (intimate), yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh orang yang sudah akrab seperti
anggota keluarga.
Kelima ragam bahasa tersebut terkadang kita gunakan sesuai dengan kebutuhan.
Misalnya ketika kita berada di rumah pastilah kita menggunakan ragam bahasa akrab. Ketika
kita berada disekolah, kita akan lebih menggunakan ragam bahasa santai ketika berbicara
dengan teman. Tetapi kalau kita berbicara dengan orang yang lebih tua dari kita, maka kita
akan menggunakan ragam bahasa resmi. Sama halnya ketika kita membuat surat dinas dan
surat jual-beli, maka bahasa formal yang kita gunakan.
Lebih jauh Chaer (2004) menambahkan ragam atau variasi bahasa itu berdasarkan
sosiologisnya, jenis bahasa berdasarkan sikap poltik dan jenis bahasa berdasarkan tahap
pemerolehannya. Namun dalam buku ini tidak dijelaskan ragam-ragam bahasa tersebut
karena pembahasan tersebut masuk ke dalam bidang kajian ilmu sosiolingusitik yang
mengkaji bahasa berkenaan dengan masyarakat.

Modul Bahasa Indonesia 27


D. Evaluasi
Setelah mahasiswa mempelajari tentang ragam bahasa, jawablah pertanyaan-pertanyaa
berikut ini:
1. Apa yang dimaksud dengan ragam bahasa?
2. Sebutkan ragam bahasa berdasarkan tingkat keformalannya?
3. Mengapa sebuah bahasa menjadi beragam?
4. Apa yang dimaksud dengan dialek dan idialek?
5. Bagaimana pendapat saudara tentang ragam bahasa alay?

Modul Bahasa Indonesia 28


POKOK BAHASAN 4
MAKNA KATA

A. Jenis Makna
Jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang.
Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal.
Berdasarkan ada tidak referennya pada sebuah kata dapat dibedakan menjadi makna
referensial dan makna nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata
dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif. Berikut akan dijelaskan satu persatu
jenis makna tersebut.
Makna leksikal dan makna gramatikal. Makna Leksikal adalah makna yang bersiat
leksikon, bersifat leksem atau bersifat kata. Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan
referennya. Misalnya kata tikus maka makna leksikalnya adalah, binatang yang pengerat yang
menyebabkan timbulnya penyakit tifus.
Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang hadir karena adanya proses secara
gramatikal seperti afiksasi atau imbuhan, proses reduplikasi dan proses komposisi. Misalnya
kata angkat yang diberi imbuhan ter- menjadi kata terangkat dalam kalimat ‘batu seberat itu
terangkat juga oleh anak kecil itu’, mempunyai makna ‘dapat’. Dalam kalimat ‘ketika balok
itu ditarik, papan itu terangkat ke atas’, kata terangkat mempunyai makna ‘tidak sengaja’.
Artinya gramatikal mempunyai peran dalam perubahan makna sebuah kata.
Makna referensial merupakan makna kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatudi luar
bahasa yang diacu oleh kata itu sendiri. Misalnya kata ‘meja’ termasuk ke dalam makna
referensial karena kata tersebut mempunyai referen. Sedangkan makna nonreferensial adalah
makna yang yang tidak mempunyai referen. Misalnya kata ‘karena’ dan ‘tetapi’ tidak
mempunyai referen namun mempunyai makna nonreferensial.
Makna denotatif adalah makna dalam arti yang sebenarnya dalam kehidupan kita atau
makna apa adanya (wajar). Salah satunya adalah kata minum yang berarti memasukkan air
(atau benda cair) ke dalam mulut dan meneguknya. Misalnya dalam kalimat ‘Arsya minum
susu.’
Makna Konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya. Dalam kalimat ‘ malam ini dewi
malam enggan menampakkan dirinya’. Frasa dewi malam mempunyai makna yang bukan
sebenarnya, makna dari frasa dewi malam adalan ‘bulan’. Makan konotasi memiliki nilai rasa.

Modul Bahasa Indonesia 29


Misalnya dalam kalimat ‘Gadis itu langsing.’ Kata langsing, memiliki nilai rasa positif.
Begitu disebut langsing, seseorang akan merasa senang.
Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Konotasi positif
merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan.
1. Para wanita tuna susila bekerja akibat tuntutan kebutuhan ekonomi.
2. Tiga pahlawan reformasi telah gugur lima tahun yang lalu.
3. Model cantik itu sangat langsing.
b. Konotasi negatif
merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.
Contoh :
1. Selama meringkuk di penjara, Dita berubah menjadi pendiam. ( Kata penjara bermakna
tempat mengurung badan).
2. Masih ada segerombolan orang yang suka menebang demi keuntungan pribadi. (Kata
“gerombolan” bermakna kawanan pengacau / perusuh).
3. Gadis itu terlalu kerempeng.

B. Relasi Makna
Hubungan atau relasi makna ini menyangkut masalah hal-hal seperti persamaan makan
(sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas),
ketercakupan makna (hiponim), kelainan makna (honomin), serta kelebihan makna
(redudansi).
Sinonim adalah ungkapan makna yang kurang lebih sama maknanya dengan ungkapan
lain. hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersiat dua arah. Jadi, kalau kata
yang satu bersinonim dengan kata yang berikutnya, maka kata tersebut juga bersinonim
dengan kata yang sebelumnya. Misalnya kata bunga bersinonim dengan kata kembang, maka
kata kembang juga bersinoim dengan kata bunga.
Antonim adalah ungkapan yang maknanya berkebalikan dengan makna pada ungkapan
yang lainnya. Misalnya kata besar berantonim dengan kata kecil. Hubungan makna antara dua

Modul Bahasa Indonesia 30


kata yang berantonim tersebut juga bersifat dua arah. Artinya, kalau kata besar berantonim
dengan kata kecil, maka kata kecil juga berantonim dengan kata besar.
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa yang memiliki makna lebih dari satu.
Misalnya kata ‘kepala’ mempunyai makna lebih dari satu, (1) bagian tubuh dari leher ke atas
(2) bagian yang terletak di atas atau depan, (3) bagian yang berbentuk bulat seperti kepala,
pemimpin atau ketua. Hal tersebut terlihat dari kata Kapala Manusia, Kepala Kereta Api,
Kepala Paku dan Kepala Sekolah.
Ambiguitas atau ketaksaan adalah kata yang bermakna ganda atau mendua arti.
Perbedaan antara ambiguitas dengan polisemi terletak pada asalnya, kalau polisemi berasal
dari kata sedangkan ambiguitas berasal dari yang lebih besar seperti frasa, klausa atau kalimat.
Misalnya buku sejarah baru mempunyai makna (1) buku sejarah itu baru terbit atau (2) buku
itu berisi tentang sejarah zaman baru.
Hiponimi atau ketercangkupan makna adalah ungkapan yang maknanya dianggap
merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. umpamanya kata tongkol adalah hiponim
dari kata ikan. Kata mawar berhiponim dengan kata bunga.
Homonim didefinisikan sebagai ungkapan yang bentuknya sama dengan ungkapan lain
namun memiliki makna yang berbeda. Misalnya kata bisa ada yang bermakna racun ular dan
kata bisa bermakna sanggup atau dapat. Kata bandar mempunyai makna pelabuhan dan orang
yang mempunyai uang.
Redudansi sering diartikan sebagai berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam
suatu bentuk ujaran. Umpamanya kalimat ‘bola ditendang si Udin’ maknanya tidak akan
berubah bila kalimatnya diubah menjadi ‘Bola ditendang oleh si Udin’. Penggunaan kata oleh
pada kalimat tersebut dianggap suatu yang redudansi yang berlebih-lebihan yang sebenarnya
tidak perlu.

C. Perubahan Makna
Perubahan makna disebabkan oleh faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Dari faktor-
faktor tersebut juga didapat bahwa perubahan makna ada yang bersifat meluas, menyempit
atau mengkhusus, perubahan yang sifatnya menghalus, perubahan yang sifatnya mengkasar,
dan perubahan yang sifatnya total.

Modul Bahasa Indonesia 31


Dari macam-macam jenis perubahan makna tersebut, akan dibahas satu persatu sebagai
berikut,
1. Perubahan meluas
Perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada kata yang mulanya hanya
memiliki sebuah makna menjadi memiliki makna-makna lain. perhatikan kalimat-kalimat
berikut:
a) Saya dirumah mempunyai tiga saudara
b) Surat lamaran saudara sudah saya terima
c) Sebetulnya dia masih saudara saya, tapi sudah agak jauh
d) Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, marilah...
Kata ‘saudara’ di atas mengalami perubahan makna yang meluas. Pada mulanya kata
‘saudara’ mempunyai makna ‘seperut’ atau ‘sekandung’ sekarang mengalami perluasan
makna menjadi ‘siapa saja yang sepertalian darah’. Lebih jauh kata ‘saudara’ sekarang
mempunyai makna ‘yang masih mempunyai kesamaam asal-usul’ seperti yang terdapat
pada kalimat (d).
2. Perubahan Menyempit
Perubahan makna menyepit merupakan gejala yang terjadi pada sebuah kata yang
pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas menjadi terbatas pada sebuah makna
saja. Seperti kata ‘sarjana’ yang pada mulanya mempunyai makna ‘orang pandai’ atau
‘cendekiawan’kemudian berubah makna menjadi ‘orang yang lulus di perguruan tinggi’
seperti pada frasa sarjana pendidikan, sarjana sastra, sarjana ekonomi.
Selain kata ‘sarjana’ yang mengalami penyempitan makna, kata ‘ahli’ juga
mengalami perubahan makna yang menyempit. Mulanya kata ’ahli’ mempunyai makna
‘orang yang termasuk dalam satu golongan atau keluarga’ misalnya farsa ahli waris yang
mempunyai makna keterikatan kedalam satu keluarga. Kini kata ‘ahli’ menyempit
maknanya menjadi ‘orang yang pandai dalam satu cabang ilmu’ seperti pada frasa ahli
sejarah, ahli hitung, ahli geologi dan sebagainya.
3. Perubahan menghalus (eufemia)
Pada perubahan makna yang menghalus kita berhadapan dengan gejala tampilan
kata-katanya. Kalau pada perubahan menyempit dan meluas perubahan itu terjadi pada
perubahan makna saja namun tidak merubah bentuk kata, dalam perubahan mengalus ini

Modul Bahasa Indonesia 32


atau eufemia kata-kata tersebut berubah bentuk katanya juga. Perubahan bentuk kata dan
makna tersebut dianggap lebih halus dibanding dengan bentuk kata sebelumnya. Misalnya
kata penjara berubah bentuk kata menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Kata pemecatan juga
berubah bentuk menjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Gejala penghalusan makna ini bukan sesuatu baru dalam masyarakat Indonesia.
Orang-orang dahulu juga sering mengubah bentuk kata karena kepercayaan atau sebab-
sebab lainnya. Seperti kata buta menjadi kata tuna netra, tuli diganti menjadi tuna rungu
dan sebagainya.
4. Perubahan Mengkasar
Selain perubahan yang menghalus (eufemia), sebuah kata juga terkadang mengalami
perubahan makna yang mengkasar. Perubahan makna yang mengkasar yaitu usaha untuk
mengganti yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar.
Usaha perubahan makna ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau
untuk menunjukkan kejengkelan.
Kata-kata yang mengalami perubahan mengkasar ini bisa dilihat dari kata
‘mencaplok’ yang sebenarnya ada kata yang lebih halusnya yaitu ‘mengambil’. Selain itu
kata ‘mendepak’ juga terasa kasar karena ada kata yang lebih halus yaitu kata
‘menyingkirkan’.
5. Perubahan Total
Perubahan makna total adalah berubahnya makna kata dari makna asalnya. Memang
perubahan makna total ini kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut
pautnya dengan makna asal. Tetapi sangkut pautnya ini tampaknya sudah jauh sekali.
Perubahan makna total ini dapat dilihat dari kata ‘ceramah’ yang mulanya
mempunyai makna cerewet atau banyak cakap berubah maknanya menjadi pidato atau
uraian mengenai suatu hal yang disampaikan oleh di hadapan orang banyak. Selain kata
ceramah, ada juga kata yang maknanya berubah total dari makna asalnya, yaitu kata seni,
yang ada mulanya mempunyai makna air kencing atau kencing berubah makna menjadi
karya atau ciptaan yang bernilai bagus. Misalnya seni lukis, seni ukur, seni musik, dan lain
sebagainya.

Modul Bahasa Indonesia 33


D. Evaluasi
Setelah mahasiswa mempelajari tentang hakikat makna kata, selanjutnya mahasiswa
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini
1. Jelaskan konsep dari polisemi, homonim, abiguitas dan hiponimi?
2. Berikan contoh kata berubah maknanya yang meluas, menyempit dan berubah total?
3. Buatlah kalimat yang didalamnya terdapat kata yang berubah maknanya?

Modul Bahasa Indonesia 34


POKOK BAHASAN 5
KALIMAT

A. Pengertian dan Unsur Kalimat


Kita sudah mengetahui bahwa dalam susunan gramatikal, satuan bentuk bahasa terkecil
dan mempunyai makna adalah kata. Namun, jika dilihat lebih jauh, satuan bahasa terkecil dan
terlengkap maknanya disebut kalimat. Hal ini dikarenakan pada sebuah kata terkadang tidak
dapat mewakili sebuah konsep makna yang utuh. Walaupun satuan bahasa terkecil, kalimat
mempunyai makna yang utuh karena dapat berdiri sendiri serta mempunyai pola intonasi akhir.
Kalimat dapat berwujud lisan maupun tertulis. Dalam wujud lisan, sebuah kalimat
diakhiri dengan intonasi final. Sedangkan, dalam wujud tertulis, kalimat diawali oleh huruf
kapital dan diakhiri oleh tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!).
Kalimat merupakan sebuah bentuk bahasa yang di dalamnya terdapat sebuah gagasan
yang utuh. Kalimat yang benar dan jelas akan mudah dipahami orang lain sesuai dengan gagasan
yang ingin disampaikan. Menurut Keraf (1993: 34) kalimat merupakan suatu bentuk bahasa yang
mencoba menyusun dan menuangkan gagasan-gagasan seseorang secara terbuka untuk
dikomunikasikan kepada orang lain. Sedangkan menurut Finoza (2009:149) kalimat adalah
bagian ujaran/tertulis yang mempunyai stuktur minimal Subjek (S) dan Predikat dan intonasi
finalnya menunjukkan bagian ujaran/tulisan itu sudah lengkap dengan makna (bernada berita,
tanya, atau perintah). Hal ini sesuai dengan pendapat Akhadiah (1988:116) yang mengatakan
sebuah kalimat harus memiliki paling kurang subjek dan predikat.
Kalimat bukan semata-mata gabungan dari beberapa kata. Namun, dalam kalimat harus
mempunyai sebuah makna yang utuh dan jelas. Untuk itu sebelum kita dapat membuat kalimat
yang baik, kita perlu memahami terlebih dahulu stuktur dasar serta unsur-unsur yang
membangun sebuah kalimat.
Adapun unsur kalimat merupakan fungsi sintaksis yang biasa disebut jabatan kata atau
peran kata. Unsur-unsur tersebut adalah S (Subjek), P (Predikat), O (Objek), Pel (Pelengkap),
dan Ket (Keterangan). Pada kalimat bahasa Indonesia, kalimat tersebut dikataan baku, jika
terdapat sekurang-kurangnya terdiri dari dua unsur, yaitu unsur S (Subjek) dan unsur P
(Predikat). Sedangkan unsur-unsur lainnya seperti O (Objek), Pel. (Pelengkap), dan Ket
(Keterangan) boleh ada atau tidak pada sebuah kalimat.

Modul Bahasa Indonesia 35


Gambar 2.1:Unsur-unsur Kalimat

Kita harus mengetahui, pada prakteknya ketika kita membaca atau menyusun sebuah
kalimat, kita akan menemukan satuan-satuan bentuk yang akan mengisi S, P, O, Ket, dan Pel
tersebut tidak hanya pada sebuah kata, melainkan bisa saja pada sebuah frasa. Dalam buku ini
akan dibahas kelima unsur tersebut. Namun, sebelum membahas kelima unsur tersebut, di bawah
ini akan diberikan contoh kalimat yang S, P, O, Ket, dan Pel-nya berbentuk frasa, yaitu frasa
Guru bahasa Indonesia yang baik.

(S) Guru bahasa Indonesia yang baik itu membaca buku.


S P O

(P) Bu Rini adalah Guru bahasa Indonesia yang baik.


S P

(O) Tuti menelepon Guru bahasa Indonesia yang baik itu.


S P O

(Pel) Mahasiswa itu menjadi Guru bahasa Indonesia yang baik.


S P Pel

(Ket) Bayu belajar dengan Guru bahasa Indonesia yang baik itu.
S P Ket

Modul Bahasa Indonesia 36


1. Subjek (S)
Subjek (S) merupakan bagian kalimat yang menunjuk pelaku, tindakan, keadaan, masalah
atau segala sesuatu hal yang menjadi pokok suatu pembicaraan dan dapat diterangkan oleh
Predikat (P). Fungsi Subjek (S) ini dapat diisi oleh kata benda atau frasa nomina, klausa,
maupun frasa verba. Simak contoh di bawah ini:
a. Ibuku suka menjahit.
b. Kursi dosen bagus.
c. Yang memakai kebaya dosen saya.
d. Berlari-lari kecil sangat bagus untuk badan.
e. Membangun jalan layang nontol sangat mahal.
Kata-kata yang dicetak tebal pada contoh di atas merupakan Subjek (S). Contoh (a),
Subjek diisi oleh kata benda yakni Ibuku. Contoh (b), Subjek (S) diisi oleh frasa nomina, yakni
Kursi dosen. Contoh (c), Subjek (S) diisi oleh sebuah frasa, yakni Yang memakai kebaya.
Sedangkan contoh (d) dan (e), Subjek diisi oleh frasa verba, yakni Berlari-lari kecil dan
Membangun jalan layang nontol.
Sebenarnya dalam kaidah bahasa Indonesia yang baik mensyaratkan fungsi Subjek (S)
baik berupa kata, frasa, atau klausa harus merujuk pada benda yang konkret atau abstrak. Namun,
kalau kita pehatikan pada contoh (c), (d), dan (e) walaupun fungsi Subjek (S) diisi oleh bukan
kata benda, tetapi hakikat bentuk fisiknya masih tetap merujuk pada benda. Contoh (c) dan (d)
misalnya, walaupun Subjek (S) diisi oleh bukan kata benda, namun kata yang memakai kebaya
dan berlari-lari tentulah pelakunya adalah berupa orang (benda). Sedangkan pada contoh (e),
walaupun Subjek (S) diisi oleh bukan kata benda, namun secara implisit hasil Membangun jalan
layang nontol juga merujuk pada benda juga. Tidak hanya itu, kalau diperhatikan lebih dalam,
sebenarnya ada dua kata atau nomina yang dilesapkan atau dihilangkan pada awal kalimat. Kata
atau nomina yang dilesapkan atau dihilangkan yaitu orang pada awal contoh (c) dan perbuatan
pada contoh (d) dan (e).
Subjek (S) juga dapat dilihat atau dikenali dari cara bertanya dengan memakai kata tanya
seperi Siapa ... atau Apa ... kepada Predikat (P). Jika dalam sebuah kalimat terdapat jawaban
yang logis dari pertanyaan yang diajukan, maka jawaban itu adalah (S). Namun, jika dalam
sebuah kalimat tidak ada jawaban yang logis dari pertanyaan yang diajukan, berarti kalimat
tersebut tidak mempunyai Subjek (S). Perhatikan contoh berikut:

Modul Bahasa Indonesia 37


a. * Bagi mahasiswa diwajibkan mematuhi tata tertib yang berlaku.
b. * Di sini dapat menampung para korban bencana banjir.
c. * Menangis tiap malam.
Kalau kita bertanya siapa yang diwajibkan mematuhi tata tertib yang berlaku pada
kalimat (a), maka jawabannya bagi mahasiswa. Perlu kita ingat, kalimat yang efektif adalah
kalimat yang lugas dan hemat, untuk itu kalimat pada contoh (a) akan lebih efektif bila kata bagi
dihilangkan sehingga menjadi Mahasiswa diwajibkan mematuhi tata tertib yang berlaku.
Dengan demikian Subjek (S) pada kalimat (a) akan lebih jelas yaitu Mahasiswa. Pada kalimat
(b), jika kita bertanya siapa yang dapat menampung para korban bencana banjir, maka
jawabannya di sini. Jawaban tersebut tidaklah logis, untuk itu supaya lebih logis maka kata di
sini dapat diganti dengan kata kami sehingga kalimat tersebut menjadi Kami menampung para
korban bencana banjir. Dengan demikian Subjek (S) pada kalimat (b) akan lebih jelas, yakni
Kami. Selanjutnya jika kita bertanya siapa yang menangis tiap malam pada kalimat (c), kita
tidak akan menemukan jawabannya, karena kalimat (c) tidak mempunyai Subjek (S). Oleh
karena itu perlu kita tambahkan atau sertakan nomina atau pronomina pada awal kalimat (c)
misalnya, Indah atau Dia. Sehingga kalimat (c) akan menjadi Indah Menangis tiap malam atau
Dia menangis tiap malam.
2. Predikat
Predikat (P) merupakan bagian kalimat yang berfungsi memberi tahu atau menerangkan
tindakan atau melakukan perbuatan Subjek (S) dalam sebuah kalimat. Tidak hanya menerangkan
tindakan atau keadaan Subjek (S), Predikat (P) juga berfungsi untuk menyatakan sifat atau
keadaan Subjek (S), termasuk juga untuk pernyataan jumlah sesuatu yang dimiliki oleh Subjek
(S). Seperti yang sudah dijelaskan di atas satuan bentuk yang dapat mengisi Predikat tidak hanya
kata, tapi dapat juga berupa frasa. Silahkan simak contoh berikut:
a. Kuda berlari
b. Perempuan cantik sekali
c. Jakarta dalam keadaan kondusif
d. Rini murid baru
e. Rumah Pak Gubernur tiga
Bagian kalimat yang dicetak tebal dalam contoh di atas berfungsi sebagai Predikat (P).
Pada kalimat (a), kata berlari memberi tahu pekerjaan kuda. Kalimat (b), kata cantik sekali

Modul Bahasa Indonesia 38


memberi tahu keadaan perempuan. Kalimat (c), kata dalam keadaan kondusif memberi tahu
situasi keadaan Jakarta. Kalimat (d), kata murid baru memberi tahu status Rini yang seorang
murid baru. Sedangkan kalimat (e), kata tiga memberi tahu jumlah rumah yang dimiliki Pak
Gubernur. Kalau diperhatikan pada kalimat (a) – (e), fungsi Predikat (P) tidak hanya berbentuk
kata, tetapi juga berbentuk frasa seperti pada kata cantik sekali, dalam keadaan kondusif, dan
murid baru.
Lima kalimat di atas adalah contoh kalimat yang memiliki Predikat sebagai pembentuk
kalimatnya. Sedangkan contoh (f) dan (g) di bawah ini belum memiliki Predikat (P) karena tidak
ada kata-kata yang menunjuk perbuatan, sifat atau kedaan Subjek (S) atau pelaku.

(f) * garut yang dikenal sebagai kota dodol ...


(g) * guru yang baik hati itu ...
Seandainya kedua contoh di atas ditulis menggunakan huruf kapital di awalnya dan
diakhiri oleh intonasi final misalnya tanda titik (.), tetap saja di dalamya tidak ada kata atau frasa
yang berfungsi sebagai Predikat (P). Tidak ada penjelasan atau jawaban dari pertanyaan pada
kalimat garut yang dikenal sebagai kota dodol. Sama halnya dengan contoh (f), pada contoh (g)
juga tidak terdapat penjelasan dari kenapa atau ada apa dengan guru yang baik itu pada kalimat
guru yang baik hati itu. Karena tidak ada penjelasan tentang tindakan, sifat, serta keadaan yang
dituntut pada contoh (f) dan (g), maka kedua contoh tersebut bukan merupakan sebuah kalimat,
melainkan baru berbentuk frasa.
3. Objek
Objek (O) merupakan bagian kalimat yang menjadi sasaran tindakan Subjek (S) dan
melengkapi fungsi Predikat (P). Karena sebagai pelengkap predikat, maka biasanya Objek (O)
selalu di belakang Predikat (P). Sama halnya dengan Subjek (S), biasanya Objek (O) diisi oleh
nomina atau frase nomina dan juga klausa.
Dalam kalimat pasif fungsi Objek (O) dapat berfungsi sebagai Subjek (S). Perhatikan
kalimat berikut:
1. a. Dosen itu membaca buku Bahasa Indonesia
b. Buku Bahasa Indonesia dibaca oleh dosen itu.
2. a. KPK menangkap para koruptor.
b. Koruptor ditangkap oleh KPK.
3. a. Presiden mengunjungi para korban bencana banjir.

Modul Bahasa Indonesia 39


b. Para korban bencana banjir dikunjungi oleh presiden
Pada contoh kalimat (1.a) fungsi Objek (O) berada pada frasa buku bahasa Indonesia.
Namun, pada contoh kalimat pasif (1.b) fungsi Objek (O) buku bahasa Indonesia berupa menjadi
Subjek (S) pada kalimat Buku Bahasa Indonesia dibaca oleh dosen itu. Contoh kalimat (2.a)
kata para koruptor juga berfungsi sebagai Objek (O), namun pada kalimat pasif (2.b) kata
koruptor beralih fungsi sebagai Subjek (S) sehingga menjadi Koruptor ditangkap oleh KPK.
Sama halnya dengan contoh (1) dan (2), pada contoh kalimat (3.a) klausa para korban bencana
banjir berfungsi sebagai Objek (O), namun dalam kalimat pasif (3.b) klausa para korban
bencana banjir beralih fungsi menjadi Subjek (S), sehingga menjadi Para korban bencana banjir
dikunjungi oleh Presiden. Dari ketiga contoh terebut dapat kita katakan bahwa fungsi Objek (O)
dapat berubah menjadi fungsi Subjek (S) jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat pasif.
Kalimat yang memiliki fungsi Predikat (P) yang berupa verba transitif juga mewajibkan
adanya fungsi Objek (O) yang melengkapinya. Perhatikan contoh di bawah ini:
a. Ibu memasak ...
b. Anggoat DPR merancang ...
Kalau dilihat kedua contoh di atas pada kata yang berfungsi Predikat (P) memasak dan
merancang menuntut untuk dilengkapi oleh fungsi Objek (O). Karena kata memasak dan
merancang merupakan verba transitif, jadi menuntut adanya kata lain yang melengkapinya
setelah kata memasak dan merancang tersebut untuk dijadikan sebagai Objek (O). Misalnya
contoh (a) tersebut ditambahkan kata ikan dan pada kalimat (b) ditambahkan kata Undang-
undang maka kedua kalimat tersebut akan menjadi Ibu memasak ikan dan DPR merancang
undang-undang. Kata ikan dan undang-undang itulah berfungsi sebagai Objek (O).
Berbeda dengan contoh di atas yang fungsi predikatnya diisi oleh verba transitif. Contoh
berikut adalah predikat (P) yang diisi oleh verba intransitif, yakni verba yang tidak menuntut
adanya Objek (O) untuk melengkapinya, perhatikan contoh berikut:
a. Orang tua itu pulang.
b. Adik belajar.
Kedua contoh tersebut tidak menuntut adanya Objek (O) untuk melengkapinya. Kata
pulang dan belajar pada kalimat Orang tua itu pulang dan Adik belajar merupakan verba
intransitif yang tidak mewajibkan adanya Objek (O) setelah kata pulang dan belajar tersebut.
Oleh karena itu, adanya Objek (O) pada sebuah kalimat tidak terlalu wajib atau boleh tidak ada.

Modul Bahasa Indonesia 40


Tidak seperti Subjek (S) dan Predikat (P) yang harus ada pada sebuah kalimat baku bahasa
Indonesia.
4. Pelengkap
Pelengkap (Pel) merupakan bagian kalimat yang berfungsi sebagai pelengkap Predikat
(P). Unsur Pelengkap (Pel) hampir sama dengan Objek hanya saja kalau Objek (O) dapat
berfungsi sebagai Subjek (S), sedangkan kalau Pelengkap (Pel) tidak dapat berfungsi sebagai
Subjek (S) dalam kalimat pasif. Perhatikan kalimat berikut:

(1.a) Hakim membacakan vonis hukuman


S P O
(1.b) Indonesia berlandaskan pancasila dan UUD 1945.
S P Pel

Kedua contoh di atas merupakan kalimat aktif yang sama-sama terdapat kata benda atau
nomina pada fungsi predikatnya yaitu vonis hukuman dan pancasila dan UUD 1945. Namun
perbedaannya dapat kita lihat ketika kedua kalimat tersebut diubah menjadi kalimat pasif.
Perhatikan:

(2.a) Vonis hukuman dibacakan oleh hakim.


S P O
(2.b) Pancasila dan UUD 1945 dilandasi oleh Indonesia.
Pada kalimat (1.a) kata vonis hukuman yang berfungsi sebagai unsur Objek (O), beralih
fungsi menjadi fungsi Subjek (S) pada kalimat (2.a), sehingga kalimatnya menjadi Vonis
hukuman mati dibacakan oleh hakim. Sedangkan frasa pancasila dan UUD 1945 yang pada
kalimat (2.b) yang berfungsi sebagai Pelengkap (Pel) tidak dapat beralih menjadi Subjek (S) pada
kalimat (2.b). Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa Objek (O) dapat berfungsi sebagai
Subjek (S) sedangkan Pelengkap (Pel) tidak dapat berfungsi sebagai Subjek (S) jika diubah
menjadi kalimat pasif.
5. Keterangan
Keterangan (Ket) merupakan bagian kalimat yang menerangkan lebih lanjut tentang
Subjek (S), Predikat (P) dan juga Objek (O) dalam sebuah kalimat. Keterangan (Ket) boleh
ditempatkan di mana saja atau bersifat mana suka. Boleh diletakkan di awal, tengah atau akhir

Modul Bahasa Indonesia 41


kalimat. Keterangan (Ket) ini dapat berupa adverbia, frasa nomina, frasa preposisional atau juga
dapat berupa klausa. Walaupun keterangan (Ket) ini dapat diletakkan di mana saja, namun
jangan sampai merubah makna sebuah kalimat. Contoh:
a. Mahasiswa mengikuti Ujian Akhir Semester sore itu.
b. Mahasiswa sore itu mengikuti Ujian Akhir Semester.
c. Sore itu mahasiswa mengikui Ujian Akhir Semester.
Frasa sore itu pada ketiga kalimat di atas berfungsi sebagai keterangan (ket) yang
berbentuk farsa nomina. Kalau dilihat frasa sore itu dapat menempati posisi dimana saja dan
tidak mengubah makna sedikit pun pada kalimat tersebut.
Menurut Alwi dalam Finoza (2003:366) berdasarkan maknanya terdapat beberapa jenis
keterangan dalam kalimat. Para ahli membagi keterangan (Ket) yang terpenting menjadi
sembilan macam, diantanya:
a. Keterangan tempat
Contoh: Adik mengambilkan koran ayah dari kursi itu.
b. Keterangan waktu
Contoh: Kemarin siang Jakarta diguyur hujan .
c. Keterangan alat
Contoh: Ibu memotong sayuran dengan pisau.
d. Keterangan tujuan
Contoh: Anak itu rela bekerja demi kedua orang tua nya.
e. Keterangan cara
Contoh: Silahkan kerjakan soal itu dengan seksama.
f. Keterangan peserta
Contoh: Andi berkerja sama dengan saudara-saudara sekampungnya
g. Keterangan similatif atau kemiripan
Contoh: Para siswa bertanding sepak bola seperti atlet nasional.
h. Keterangan sebab
Contoh: Karena rajin belajar, siswa itu menjadi siswa terbaik di sekolahnya.
i. Keterangan kesalingan
Contoh: Anak-anak harap saling berpegang tangan satu sama lain agar tidak ada yang tertinggal.

Modul Bahasa Indonesia 42


B. Pola Dasar Kalimat
Berdasarkan fungsi dan peran gramatikalnya, ada enam tipe kalimat yang dapat dijadikan
model pola kalimat dasar bahasa Indonesia. Keenam tipe kalimat tersebut menurut Finoza
(2009:157-160) antara lain:
1. Kalimat Dasar tipe S-P
2. Kalimat Dasar tipe S-P-O
3. Kalimat Dasar tipe S-P-Pel
4. Kalimat Dasar tipe S-P-Ket
5. Kalimat Dasar tipe S-P-O-Pel
6. Kalimat Dasar tipe S-P-O-Ket

1. Kalimat Dasar Tipe S-P


Dalam kalimat dasar bertipe S-P, predikat biasanya diisi oleh verba transitif atau frasa
verba. Akan tetapi, ada pula pengisi predikat berupa nomina, adjektiva, frasa nomina dan frasa
adjektiva seperti terlihat pada contoh berikut:
1.a. Nurul tertawa.
S P
b. Nurul, mahasiswa bahasa Indonesia tertawa bahagia.
S P
c. Para korban banjir itu terlantar.
S P
2. Kalimat Dasar Tipe S-P-O
Biasanya pada kalimat dasar tipe S-P-O, predikatnya diisi oleh bentuk verba transitif yang
memerlukan dua unsur pendamping yaitu unsur Subjek (S) dan unsur Objek (O) untuk
melengkapinya. Jika salah satu unsur itu tidak ada, maka kalimat tersebut menjadi tidak efektif.
Perhatikan contoh berikut:

Modul Bahasa Indonesia 43


2.a. PSSI mengalahkan tuan rumah Malaysia.
S P O
b. KPK menangkap para koruptor.
S P O
d. Indonesia telah mengikuti aturan PBB.
S P O

3. Kalimat Dasar tipe S-P-Pel


Tipe kalimat ini sama seperti tipe kalimat S-P-O, hanya saja dua unsur pendamping yang
melengkapi predikat adalah Subjek (S) dan Pelengkap (Pel). Perhatikan kalimat di bawah
ini:
3.a. Banyak orang yang ingin menjadi anggota DPR.
S P Pel
b. Keputusan Rektor sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
S P Pel
c. Tanjidor merupakan alat kesenian asli Betawi.
S P Pel

4. Kalimat Dasar tipe S-P-Ket


Sama hal nya dengan kalimat dasar tipe S-P-Pel, predikat pada kalimat dasar tipe ini
memerlukan dua pendamping untuk melengkapinya. Dua pendamping itu adalah Subjek (S) dan
Keterangan (Ket). Perhatikan kalimat berikut:
4.a. Bencana itu terjadi lima tahun yang lalu.
S P Ket
b. Wanita itu lulus dengan nilai yang memuaskan.
S P Ket
c. Syarif adalah dosen Bahasa Indonesia.
S P Ket

Modul Bahasa Indonesia 44


5. Kalimat Dasar tipe S-P-O-Pel
Pada kalimat dasar tipe S-P-O-Pel ini menuntut tiga pendamping, yaitu Subjek (S), Objek
(O), dan Pelengkap (Pel) untuk melengkapi predikat (P) supaya kalimat tersebut menjadi
efektif dan gramatikal. Perhatikan contoh di bawah ini:
5.a. Gubernur DKI memerintahkan bawahannya untuk bekerja lebih cepat.
S P O Pel

b. Tuti membelikan adiknya buku baru.


S P O Pel
c. Polisi menangkap pelaku pencurian mobil.
S P O Pel

6. Kalimat Dasar tipe S-P-O-Ket


Sama dengan kalimat dasar tipe S-P-O-Pel, kalimat dasar tipe S-P-O-Ket membutuhkan
pendamping Keterangan (Ket) setelah Objek (O). Perhatikan contoh berikut:
6.a. Pak Ade membimbing mahasiswa di kampus.
S P O Ket
b. BNN memeriksa tersangka secara mendetail.
S P O Ket
d. Pemerintah merancang undang-undang pendidikan tahun 2003.
S P O Ket

C. Jenis Kalimat
Kalimat dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Kalau dilihat
menurut strukturnya, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Kalimat majemuk, ini kemudian dapat pula dibedakan menjadi kalimat majemuk setara
(koordinatif), kalimat majemuk bertingkat (subordinatif), maupun kalimat majemuk
campuran (koordinatif-subordinatif). Jika gagasan pada suatu kalimat tersebut hanya satu
atau tunggal, maka kalimat tersebut dikatakan kalimat tunggal. Sedangkan, kalau dalam
sebuah kalimat terdapat lebih dari satu gagasan, maka kalimat tersebut bisa dikatakan
kalimat majemuk.

Modul Bahasa Indonesia 45


Menurut Finoza (2009:162) kalimat dapat dibeda-bedakan menjadi beberapa jenis
menurut (a) jumlah klausa pembentuknya, (b) bentuk/fungsi isinya, (c) kelengkapan
unsurnya, dan (d) susunan subjek predikatnya.
Berikut akan dijelaskan jenis kalimat berdasarkan jumlah klausanya yaitu kalimat
tunggal dan kalimat majemuk.
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal merupakan kalimat yang hanya mempunyai satu gagasan utuh terdiri atas
satu Subjek (S) dan satu Predikat (P). Biasanya kalimat tunggal ini berbentuk kluasa tunggal.
Unsur Objek, Pelengkap dan Keterangan tidak diharuskan ada dalam kalimat tunggal.
Namun, jika predikat berbentuk verba transitif maka unsur objek (O) diperlukan untuk
melengkapi unsur predikat (P).
Menurut Cook (1971:38) dan Elson and Pickett (1969:123) kalimat tunggal adalah
kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas tanpa klausa terikat. Misalnya:
a. Bayu pergi
b. Dia minum
c. Adik bermain
Kalimat-kalimat yang panjang dapat ditelusuri juga dengan melihat pola-pola
pembentuknya. Contoh:
a. Siswa itu rajin (S.KB+S. KS)
b. Rudi membaca Buku (S.KB+S.KK+O.KB)
c. Rumah itu terjual seharga tiga ratus juta rupiah (S.KB+P. Kbil)
Kalimat tunggal bisa mempunyai pola (S+P+O). Contoh:
a. KPK dan pemerintah bersatu memberantas korupsi (S+P+O)
Kalimat tunggal bisa berupa frasa atau klausa sebagai pengisi unsur Subjek (S) dan
Predikatnya (P). Perhatikan kalimat berikut:
1. Anggota DPR itu tersandung kasus korupsi.
2. Pilihan wanita muda itu sangat baik sekali.
Unsur Subjek (S) dan Predikat (P) pada kalimat tunggal dapat diperluas dan dilengkapi
oleh unsur lain seperti Objek (O), Pelengkap (P) atau Keterangan (Ket). Jadi kalimat tunggal
bukan berarti kalimat pendek, tatapi juga bisa kita temukan kalimat tunggal yang panjang
hanya saja klausa atau gagasannya tetap satu.

Modul Bahasa Indonesia 46


2. Kalimat majemuk
Berbeda dengan kalimat tunggal yang hanya dibentuk oleh satu klausa, kalimat majemuk
merupakan kalimat yang dibentuk dari gabungan dua atau lebih klausa. Kalimat majemuk
terbagi menjadi dua, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
Menurut Finoza (2009:164) ciri-ciri dari kalimat majemuk setara adalah (a) dibentuk dari
dua atau lebih kalimat tunggal, dan (b) kedudukan kedua kalimat atau klausa tersebut
sederajat. Dalam kalimat majemuk setara terdapat konjungsi atau kata hubung yang biasanya
terdiri dari dan, baik, maupun, tetapi, sedangkan, atau, dan lalu. Perhatikan kalimat berikut:
a. Para pejabat negara harus mempunyai rasa empati yang tinggi dan mampu
memperjuangkan nasib masyarakat luas.
b. Guru tersebut menerangkan pelajaran sedangkan muridnya memperhatikannya dengan
seksama.
Pada contoh kalimat (a) di atas merupakan kalimat majemuk setara, karena memiliki dua
klausa yang sama-sama penting atau sejajar/setara. Penanda yang memisahkan dua klausa
dalam kalimat majemuk setara ini adalah dan. Sedangkan kalimat (b) merupakan kalimat
majemuk setara yang terdiri dari dua klusa, yaitu klausa guru menerangkan pelajaran dan
klausa murid memperhatikan dengan seksama. Kedua klausa tersebut sama-sama penting
atau sejajar/setara dan penanda dua klausa dalam kalimat (b) adalah sedangkan.
Seperti halnya kalimat majemuk setara yang terdiri dari dua atau lebih klausa yang sama-
sama penting, kalimat majemuk bertingkat juga terdiri dari gabungan beberapa klausa
tunggal. Hanya saja dalam kalimat majemuk bertingkat, kedua klausa itu tidak sama rata
atau tidak setara derajatnya, karena klausa yang kedua merupakan perluasan dari klausa yang
pertama. Perhatikan kalimat majemuk bertingkat di bawah ini:
a. Para mahasiswa berdemonstrasi ketika para anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke
Eropa.
b. Bapak pulang ketika ibu sedang menyiapkan makanan.
c. Indonesia akan menjadi negara yang kaya andaikata pejabatnya tidak ada yang korupsi.
d. Bersungguh-sungguhlah dalam belajar agar kamu bisa berhasil.
e. Ibuku sangat memahami keadaanku sebagaimana ia memahami adikku.

Modul Bahasa Indonesia 47


f. BNN berusaha memberantas narkoba dengan menangkap para pengedar barang haram
tersebut.
Kalau diperhatikan keenam kalimat majemuk bertingkat di atas terdiri dari dua klausa.
Namun, klausa yang kedua merupakan perluasan dari klausa pertama. Antara klausa pertama
dan klausa kedua terdapat konjungsi atau kata hubung yang menghubungkan kedua klausa
tersebut, yaitu ketika, andaikata, agar, sebagaimana, dan dengan. Kelima kata hubung atau
konjungsi tersebut merupakan ciri dari kalimat majemuk bertingkat. Tidak hanya kelima
konjungsi tersebut, kata hubung atau konjungsi walaupun, karena, seakan-akan, sehingga
dan bahwa juga dapat dijadikan ciri dari kalimat majemuk bertingkat. Perhatikan kalimat
berikut:
a. Dia rajin berolahraga walaupun usianya sudah tidak muda lagi.
b. Vivi dinobatkan menjadi mahasiswa berprestasi karena rajin dan tekun belajar.
c. Polisi itu diam saja seakan-akan masalahnya sudah selesai.
d. Banjir melumpuhkan jalan raya sehingga para pekerja banyak yang tidak bisa masuk
kantor.
e. Artis itu perlu menjelaskan semuanya bahwa Dia tidak melakukan perbuatan melanggar
hukum.

Jenis kalimat tidak hanya berupa kalimat tunggal dan kalimat majemuk saja. Berdasarkan
fungsinya kalimat dijeniskan menjadi kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, dan kalimat
seru. Jika dilihat dari kelengkapan unsurnya kalimat dijeniskan menjadi kalimat mayor (kalimat
lengkap) dan kalimat minor (kalimat tidak lengkap). Sedangkan jika dilihat dari susunan subjek
dan predikatnya, suatu kalimat dijeniskan menjadi kalimat versi dan kalimat inversi.

D. Kalimat Efektif
Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan,
maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu mengirim
suatu pesan, pesan tersebut harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya
benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar.
Keraf (1973:34) mendefinisikan kalimat efetif sebagai kalimat yang mempersoalkan bagaimana
ia dapat mewakili secara tepat isi pikiran atau perasaan penulisannya; bagaimana ia dapat

Modul Bahasa Indonesia 48


mewakilinya secara segar, dan sanggup menarik perhatian pembacanya terhadap apa yang
dibicarakan.
Menurut Fuad (2009:58) kalimat efektif adalah kalimat yang disusun secara sadar untuk
mencapai daya informasi yang diinginkan oleh penulis terhadap pembacanya. Lebih jauh Dalman
(2012:61) menyebutkan bahwa kalimat efektif merupakan kalimat yang mampu membuat isi dan
maksud yang disampaikannya itu tergambar lengkap dalam pikiran isi penerima (pembaca) persis
seperti yang disampaikan. Senada dengan Dalman, Akhadiah (1997:116) menyebutkan kalimat
juga memiliki kemampuan atau tenaga untuk menimbulkan kembali gagasan pada pikiran
pendengar atau pembaca identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis.
Dari penjelasan di atas mengidentifikasikan bahwa kalimat dikatakan efektif apabila
gagasan yang disampaikan oleh penulis dari kalimat tersebut dapat diterima secara utuh dan tepat
oleh pembaca. Kalimat efektif juga kalimat yang tidak berlebih-lebihan dalam penulisannya.
Artinya kalimat tersebut lugas, hemat, dan apa adanya.
Dalam hal ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat
berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu dipandang
efektif jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya. Misalnya kalimat yang
diucapkan kepada tukang becak, “Berapa Bang ke pasar Rebo?” Kalimat tersebut jelas lebih
efektif daripada kalimat lengkap, “Berapa saya harus membayar Bang, bila saya menumpang
becak Abang ke pasar Rebo?”

E. Syarat-syarat Kalimat Efektif


Menulis kalimat efektif tidaklah mudah seperti kita berbicara sehari-hari. Dalam menulis
sebuah kalimat efektif, kita harus memperhatikan syarat-syarat yang membentuk kalimat itu
agar menjadi efektif. Syarat-syarat dalam menulis kalimat efektif sebagai berikut:
1. Kesatuan gagasan
Setiap kalimat yang baik harus jelas memperlihatkan kesatuan gagasannya, mengandung
satu ide pokok. Tidak hanya itu, kalimat pun harus memiliki keseimbangan yang harmonis
antara pikiran dan struktur bahasa yang dipakai. Ciri-ciri kesatuan gagasan dapat dilihat sebagai
berikut:
1) Adanya subjek dan predikat yang jelas.

Modul Bahasa Indonesia 49


Kejelasan subyek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan cara menghindari
pemakaian kata depan “di”, “dalam”, “bagi”, “untuk”, atau “pada” di muka subyek.
contoh (kalimat yang salah):
di kampung-kampung terpencil pendidikan sudah digalakan
2) Tidak terdapat subjek ganda.
Contoh (kalimat yang salah):
anak itu, tidak mau pulang kerumahnya, ia pun bersembunyi di dalam kandang ayam di
belakang rumahnya.
3) Tidak menggunakan kata penghubung intrakalimat dalam kalimat tunggal. Contoh (kalimat
yang salah):
Tiwi baru saja pulang dari Bandung. Sedangkan Idah dan Ike baru saja berangkat ke
Sukabumi.
4) Predikat kalimat tidak didahului oleh kata “yang”.
Contoh (kalimat yang salah):
kampus UHAMKA yang terletak di Jalan Tanah Merdeka, Jakarta Timur.
2. Koherensi yang baik dan kompak
Yang dimaksud dengan koherensi atau kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan
timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk
kalimat itu.
1. Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai dengan pola kalimat.
Contoh:
(kalimat yang baik): Adik memakan ikan kembung tadi pagi.
(kalimat yang tidak baik): Ikan memakan kembung adik tadi pagi.
2. Kepaduan sebuah kalimat akan rusak pula karena salah mempergunakan kata-kata depan,
kata penghubung, dan sebagainya.
Contoh (kalimat yang kurang padu):
sejak lahir, manusia memiliki jiwa untuk melawan kepada kekejaman alam, atau kepada
pihak lain karena merasa dirinya lebih kuat (tanpa kepada)
3. Kesalahan lain yang dapat merusak koherensi adalah pemakaian dua kata yang maknanya
tumpang tindih.
Contoh (kalimat yang tumpang tindih):

Modul Bahasa Indonesia 50


banyak para penjahat yang mecoba melarikan diri. (seharusnya cukup banyak penjahat atau
para penjahat saja).
4. Kesalahan lain yaitu salah menempatkan keterangan aspek (sudah, telah, akan, belum, dst)
Contoh: - Saya sudah membuat suasana menjadi kondusif (baik).
- Suasana saya sudah buat menjadi kondusif (salah)

F. Penekanan
Dalam bahasa lisan kita dapat mempergunakan intonasi, gerak-gerik dan sebagainya
untuk memberi tekanan pada sebuah kata, sedangkan dalam bahasa tertulis hal tersebut tidak
mungkin dilakukan. Namun, penekanan kata dalam kalimat dapat menggunakan cara-cara
seperti di bawah ini:
1. Mengubah posisi kata/frasa dalam kalimat
Contoh: Kami berharap pada kesempatan lain kita dapat membicarakan lagi soal ini.
a. Soal ini, kami berharap kita bicarakan pada kesempatan lain.
b. Pada kesempatan lain, kami berharap persoalan ini bisa kita bicarakan.
c. Harapan kami pada kesempatan lain kita dapat membicarakan lagi soal ini.
d. Pembicaraan soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan ini.
2. Mempergunakan repetisi kata/frasa
Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap penting dalam sebuah kalimat.
Contoh: Kemajuannya menyangkut kemajuan di segala bidang, kemajuan kesadaran
politik, kesadaran bermasyarakat, kesadaran berekonomi, kesadaran berkebudayaan, dan
kesadaran beragama.
3. Pertentangan kata/frasa
Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan suatu gagasan. Kita bisa mengatakan
secara langsung hal-hal berikut dengan konsekuensi bahwa tidak terdapat penekanan:
Contoh: Anak itu bukan rajin dan jujur, tetapi curang dan licik.
4. Partikel Penekanan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa partikel yang berfungsi untuk menonjolkan
sebuah kata atau ide dalam sebuah kalimat. Partikel-partikel yang dimaksud adalah: lah, pun,
kah, yang oleh kebanyakan tata bahasa disebut imbuhan.
Contoh: Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.

Modul Bahasa Indonesia 51


Kami pun turut dalam kegiatan itu.

G. Variasi
Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang dengan repetisi. Jika repetisi lebih
banyak menekankan kesamaan bentuk, maka variasi justru menghindarinya agar tidak teralu
monoton. Untuk itu dalam variasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Variasi sinonim kata
Contoh: Seribu armada AS di kerahkan untuk menyerang pasukan palestina.
2. Variasi panjang pendeknya kalimat
Contoh:
Sastra menjadi wadah untuk mencurahkan kegelisahan hati. Kegelisan tentang cinta,
keprihatinan tentang tatanan hidup, kehancuran sistem politik serta sebagai sarana media
satir.
Pada kalimat di atas terkandung 22 kata.
3. Variasi penggunaan bentuk me- dan di-
Contoh:
Pemerintah DKI Jakarta fokus untuk membangun Rumah Susun, dengan cara
mengoptimalkan sumber dana yang ada.
4. Variasi dengan merubah posisi dalam kalimat
Contoh:
Guru diharapkan mempunyai banyak wawasan tentang sastra, agar si murid mendapat
pelajaran tentang sastra yang mendalam dan menyeluruh
a. Diharapkannya seorang guru untuk mempunyai banyak wawasan tentang sastra, agar si
murid mendapat pelajaran tentang sastra yang mendalam dan menyeluruh.
b. Wawasan tentang sastra yang luas diharapkan dipunyai oleh guru agar si murid mendapat
pelajaran tentang sastra yang mendalam dan menyeluruh.
c. Pelajaran tentang sastra yang mendalam dan menyeluruh kepada murid diharapkan bisa
diberikan oleh guru dengan mempunyai banyak wawasan tentang sastra.

Modul Bahasa Indonesia 52


H. Paralelisme
Paralelisme menempatkan gagasan-gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke
dalam suatu struktur/konstruksi gramatikal yang sama. Paralelisme atau kesejajaran bentuk
membantu memberi kejelasan dalam unsur gramatikal dengan memperhatikan bagian-bagian
yang sederajat dalam konstruksi yang sama.

Contoh:
BAIK: Mereorganisasi administrasi departemen-departemen; mengehentikan
pemborosan dan penyelewengan-penyelewengan, serta memobilisir potensi-
potensi nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang meminta perhatian
pemerintah kita, (semuanya kata kerja).
SALAH: Reorganisasi administrasi departemen-departemen mengehentikan pemborosan
dan penyelewengan-penyelewengan, serta mobilisasi potensi-potensi nasional,
merupakan masalah-masalah pokok yang meminta perhatian pemerintah kita.

I. Penalaran atau logika


Yang dimaksud dengan jalan pikiran adalah suatu proses berpikir yang berusaha untuk
menghubungkan fakta-fakta menuju kepada suatu kesimpulan yang masuk akal. Tulisan-tulisan
yang jelas dan terarah merupakan perwujudan dari berpikir logis. Di bawah ini beberapa hal
dasar tentang proses berpikir logis itu
a. Definisi (batasan)
Definisi atau batasan yang tepat merupakan kunci dari cirri berpikir yang logis, dan
dengan demikian juga menjadi cirri-ciri menulis yang logis.
1) Definisi berupa sinonim kata
Contoh: - Pendidikan = pengajaran
- Kemerdekaan = kebebasan
2) Definisi berdasarkan etimologi
Contoh: Referendum: Referendum berasal dari kata re + ferre yang ‘membawa kembali’.
Referendum berarti sesuatu yang harus dibawa kembali, hal yang harus
diajukan kembali (untuk dipertimbangkan, disetujui dan sebagainya).
3) Definisi formal atau rill, atau disebut juga definisi logis

Modul Bahasa Indonesia 53


Definisi formal (rill atau definisi logis) adalah suatu cara untuk membatasi
pengertian suatu istilah dengan membedakan genusnya dan mengadakan diferensiasinya.
Pokok kelas/genus
1. gergaji adalah semacam alat pemotong
2. permadani adalah semacam alat penutup lantai\
b. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu pernyataan yang mengatakan bahwa apa yang benar mengenai
beberapa hal yang semacam, adalah benar atau berlaku pula untuk kebanyakan dari peristiwa
atau hal yang sama.
Contohnya:
BERLEBIHAN: Orang-orang yang luar biasa radikal pada masa mudanya SELALU
menjadi konservatif bila sudah memperoleh harta dan kekuasaan.
BAIK: Bahkan pemuda-pemuda yang sangat radikal pun tampaknya akan menjadi
konservatif bila sudah memperoleh harta dan kekuasaan.

J. Evaluasi
Buatlah sepuluh buah kalimat efektif dengan memperhatikan syarat-syarat kalimat
efektif.

Perbaikilah kalimat-kalimat berikut sehingga menjadi kalimat yang efektif.

1. Demi mempersingkat waktu, mari kita mulai acara ini.


2. Kepada Pak Gubernur waktu dan tempat kami persilahkan.
3. Menangkap para koruptor layaknya menangkap jarum dalam jerami.
4. Harga beras sudah sangat mencekik leher masyarakat.
5. Kepada wanita yang memakai baju berwarna merah, harap Saudara bersedia menaiki ke
atas panggung untuk dapat kami memberikan sebuah penghargaan.
6. Bagi siapa yang tidak keberatan dengan usulan saya, saya berterima kasih sekali lagi.
7. Dosen itu menyajikan penjelasaan materi pembelajaran tentang bagaimana menulis itu.
8. Kepada para seluruh mahasiswa, harap tolong berpakaian yang sesuai dengan yang sudah
tertera pada peraturan.
9. Dalam pertemuan yang mana hadir para menteri-menteri luar negeri di Indonesia.
10. Bagi siapa yang berdomisili tempat tinggal di lingkungan yang kena dampak dari bencana
banjir akan diterimanya bantuan daripada Pemerintah.

Modul Bahasa Indonesia 54


POKOK BAHASAN 6
PARAGRAF

A. Pengertian Paragraf
Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik.
Sebuah paragraf dapat terdiri atas sebuah kalimat, dua buah kalimat, atau lebih dari dua buah
kalimat.
Paragraf merupakan himpunan kalimat yang berhubung-hubungan satu dengan yang lain,
sehingga membentuk satu kesatuan utuh dalam hal menjelaskan sebuah pikiran utama atau
sebuah tema. Paragraf adalah karangan bentuk kecil atau karangan mini.
Untuk memperoleh sebuah paragraf yang baik, tata cara menyusun kalimat dapat
diterapkan pada penyusunannya, misalnya ada sebuah kalimat yang ditetapkan sebagai kalimat
utama yang mengandung pokok permasalahan dan ada beberapa kalimat yang memperinci,
menjelaskan, atau menerangkannya.

B. Syarat-syarat Pembentukan Paragraf

Suatu paragraf dianggap bermutu dan efektif mengomunikasikan gagasan yang


didukungnya apabila paragraf itu lengkap, artinya mengandung pikiran utama dan pikiran-pikiran
penjelas. Paragraf harus memenuhi persyaratan tertentu. Syarat tersebut dijelaskan
sebagaiberikut:

(1) Kesatuan Paragraf (Kohesi)


Kesatuan paragraf adalah sebuah paragraf yang memperlihatkan dengan jelas suatu
maksud atau sebuah tema tertentu. Kesatuan disini tidak boleh diartikan bahwa hanya membuat
satu hal saja. Sebuah paragraf yang mempunyai kesatuan biasa saja mengandung beberapa
perincian, tetapi semua unsur tadi haruslah bersama-sama digerakkan untuk menunjang maksud
tunggal.
Dalam sebuah paragraf hanya terdapat satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-
kalimat yang membentuk paragraf perlu ditata secara cermat agar tidak ada satu pun kalimat
yang menyimpang dari ide pokok paragraf itu. Kalau ada kalimat yang menyimpang dari pokok
pikiran paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak utuh. Kalimat yang menyimpang itu
harus dikeluarkan dari paragraf. Kesatuan disini bukan berarti satu atau singkat kalimatnya,

Modul Bahasa Indonesia 55


melainkan kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf tersebut menyatu untuk mendukung pikiran
utama ,sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
Contoh paragraf yang memenuhi persyaratan kesatuan :

Masalah mahasiswa di Indonesia umum sekali. Mereka kebanyakan sulit


untuk sepenuhnya memusatkan perhatian pada studi mereka. Kebanyakan dari mereka
adalah pemuda-pemuda dari keluarga biasa yang kurang mampu. Para mahasiswa itupun
mencari pekerjaan. Oleh karena itu, selama belajar mereka kadang-kadang terganggu oleh
keadaan ekonomi.

Apabila paragraf diatas kita analisis, akan ditemukan :

Pikiran utama : Masalah umum dalam dunia mahasiswa

Pikiran penjelas : Kedaan ekonomi dapat memengaruhi perhatian mahasiswa dalam


menjalani proses studi.

Unsur-unsur penunjang pada paragraf diatas mendukung gagasan utama. Dengan


demikian, unsur-unsur penunjang paragraf tersebut membentuk kesatuan ide.

(2) Kepaduan Paragraf ( Koherensi )

Kepaduan atau koherensi yaitu paragraf tidak boleh terdapat kalimat yang tidak ada
hubungannya atau menyimpang dari paragraf itu. Walaupun terdiri dari beberapa kalimat,
penjelasannya harus benar-benar membicarakan satu topik yang ada dalam kalimat inti. Jika
menyimpang dari topik, makakalimat tersebut harus dibuang.

Ada beberapa kiat supaya sebuah paragraf menjadi padu(koheren), yaitu:

a) Penggunaan Pengulangan Kata Kunci


Kata kunci adalah kata yang diulang untuk mengaitkan antara satu kalimat dengan
kalimat yang lainnya.

Contoh:

“Manusia adalah mahluk ekonomis. Dalam kehidupannya, manusia secara kodrat tidak
dapat hidup tanpa uang. Sejak dilahirkan, manusia sudah membutuhkan ibu-bapaknya sebagai
tempat bergantung. Ketika kita hidup sebagai manusia ekonomis manuasi membutuhkan uang
untuk membeli berbagai kebutuhan hidup”.

Modul Bahasa Indonesia 56


Berdasarkan contoh diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata kunci merupakan
salah satu kiat agar terjadinya koherensi antarkalimat dalam sebuah paragraf. Pada pada kalimat
diatas, kata kuncinya adalah manusia.

b) Penggunaan kata ganti


Kata ganti adalah kata yang dapat menggantikan nominal atau frase nominal, misalnya: dia,
beliau, itu, ini, di sini, di situ, -ku, -mu, dan –nya.

Contoh:

“Abdurrahman yang sering dipanggil adalah seorang ekonom dan penulis yang produktif.
Semasa hidupnya, beliau sudah menghasilkan ratusan bahkan ribuan tulisan berupa artikel lepas
di media cetak dan buku. Salah satu karya beliau yang terkenal adalah akuntansi dasar,
perusahaan mikro dan makro,dsb”.

c) Penggunaan konjungsi transisi antarkalimat

Konjungsi antarkalimat ialah kata penguhubung yang digunakan pengarang untuk


menyambungkan ide satu dengan ide kalimat lain dalam paragraph, baik menyambungkan antara
kalimat utama dengan kalimat penjelas, maupun antara kalimat penjelas dengan kalimat penjelas.

Contoh penggunaan konjungsi antarkalimat :

“Senin yang lalu, saya berhalangan hadir pada perkuliahan Dasar-Dasar Evaluasi bahasa
Inggris. Walaupunbegitu, saya sudah berusaha meminjam resume materi perkuliahan tersebut
kepada teman-teman supaya tidak ketinggalan pelajaran. Bahkan, beberapa orang teman
merelakan catatannya untuk difotokopi. Disamping itu, saya sudah beberapa kali pergi ke
perpustakaan untuk melengkapi resume yang sudah ada”.

C. Jenis-jenis Paragraf
Jenis paragraf dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu sebagai berikut.

(1) Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama

a. Paragraf deduktif
Paragraf deduktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok
atau kalimat topik kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas
Contoh:

Modul Bahasa Indonesia 57


“Ada beberapa penyebab siswa tidak menyukai mata pelajaran Bahasa Inggris. Pertama,
metode pengajaran yang digunakan guru tidak menarik. Kedua, anak merasa bosan dengan mata
pelajaran Bahasa Inggris. Ketiga, guru kurangmenguasai materi ”.

b. Paragraf Induktif
Paragraf Induktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-
penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik.
Contoh:
“Harga-harga bahan pokok naik. Para pengusaha lebih banyak yang gulung tikar.
Rupanya negeri ini sedang mengalami krisis moneter”.

c. Paragraf Campuran
Paragraf Campuran adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok
atau kalimat topik kemudian diikuti kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri dengan kalimat topik.
Kalimat topik yang ada pada akhir paragraf merupakan penegasan dari awal paragraf.
Contoh:

“Buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Dengan buku orang bisa
mengetahui ilmu dari berbagai belahan dunia, salah satunya ilmu tentang bahasa. Dari buku pula
kita bisa mendapatkan hiburan dan menambah pengalaman. Jelaslah bahwa buku sangat
berpengaruh dalam kehidupan manusia”.

d. Paragraf Deskriptif/Naratif/Menyebar
Paragraf Deskriptif/Naratif/Menyebar adalah Paragraf yang tidak memiliki kalimat
utama. Pikiran utamanya menyebar pada seluruh paragraf atau tersirat pada kalimat-kalimat
penjelas.
Contoh:
“Matahari belum tinggi benar. Embun masih tampak berkilauan. Warna bunga menjadi
sangat indah diterpa sinar matahari. Tampak kupu-kupu dengan berbagai warna terbang dari
bunga yang satu ke bunga yang lain. Angin pun semilir terasa menyejukkan hati”.

Modul Bahasa Indonesia 58


(2) Jenis Paragraf Menurut Sifat Isi

a. Deskriptif

Paragraf deskriptif disebut juga paragraf melukiskan (lukisan).Paragraf ini melukiskan


apa yang terlihat di depan mata. Paragraf deskriptif bersifat tata ruang atau tata letak.
Pembicaraannya dapat berurutan dari atas kebawah atau dari kiri ke kanan.Dengan kata lain,
deskriptif berurusan dengan hal-hal kecil yang tertangkap oleh pancaindera.

Contoh paragraf deskriptif :

“Uhamka adalah salah satu perguruan tinggi swasta yang sangat representatif. Selain
tempatnya yang sangat strategis, fasilitas dan mutunya pun tidak kalah dengan berbagai
perguruan tinggi ternama lain yang ada di Jakarta. UHAMKA memiliki 8 fakultas pada
program sarjana (S1), dan untuk program studi magister (S2) dikelola oleh Sekolah
Pascasarjana (SPS UHAMKA). Fakultas-fakultas yang ada di UHAMKA adalah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Teknik, Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Psikologi, Fakultas
Farmasi dan Sains, dan Fakultas Agama Islam.
Selain itu UHAMKA juga memiliki sekolah pascasarjana, program yaitu meliputi
Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Studi Administrasi Pendidikan,
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris,
Program Studi Ilmu Kesehatan, dan Program Studi Manajemen.

Ada hal yang penting diketahui tentang paragraf deskriptif ini, yaitu bahwa setiap kalimat
yang membangun paragraf tersebut memiliki tingkat yang sama, setara atau sederajat. Kemudian
paragraf yang realistis memiliki sifat yang ekspositoris, sedangkan paragraf deskriptif yang
subjektif lebih memiliki sifatemotif, yaitu menimbulkan efek emosional.Paragraf itu lebih
banyak menimbulkan kesan subjektif.

b. Ekspositoris

Paragraf ekspositoris disebut juga paragraf paparan. Paragraf ini menimbulkan suatu
objek. Peninjauannya tertuju pada satu unsur saja. Penyampaiannya dapat menggunakan
perkembangan analisis kronologis atau keruangan.

Contoh paragraf ekspositoris :

“Pasar Tanah Abang adalah pasar yang kompleks. Di lantai dasar terdapat sembilan puluh
kios penjual kain dasar. Setiap hari rata-rata terjual tigaratus meter untuk setiap kios. Dari
data ini dapat diperkirakan berapa besarnya uang yang masuk kekas DKI dari Pasar Tanah
Abang.”
Ciri paragraf ini adalah penyampaian informasi. Di dalamnya akan kita temukan
informasi yang tidak mempengaruhi pembaca. Pembaca hanya memperoleh informasi atau

Modul Bahasa Indonesia 59


pengetahuan. Paragraf ini antara lain dapat berupa definisi, analisa, laporan, pertimbangan, dan
proses.

c. Argumentatif

Paragraf argumentatif disebut juga persuasi. Paragraf ini lebih bersifat membujuk atau
meyakinkan pembaca terhadap suatu hal atau objek. Biasanya, paragraf ini menggunakan
perkembangan analisis.

Contoh paragraf argumentatif :

“Dua tahun terakhir, terhitung sejak Boeing B-737 milik maskapai penerbangan Aloha
Airlines celaka, isu pesawat tua mencuat kepermukaaan.Ini bisa dimaklumi sebab pesawat
yang badannya sepanjang 4 meter itusudah dioperasikan lebih dari 19 tahun.Oleh karena itu,
adalah cukup beralasan jika orang menjadi cemas terbang dengan peawat berusiatua. Di
Indonesia, yang mengagetkan, lebihdari 60% pesawat yang beroperasi adalah pesawat tua.
Amankah? Kalau memang aman. Lalu bagaimana caramerawatnya dan berapa biayanya
sehingga ia tetap nyaman dinaiki?”.

Hal yang penting diketahui tentang paragraf argumentatif ditandai oleh sifat bantahan
atau tentangan terhadap sesuatu walaupun bantahan dan tentangan itu tidak mempengaruhi
pembaca.
d. Naratif
Karangan narasi biasanya dihubung-hubungkan dengan cerita. Oleh sebab itu, sebuah
karangan narasi atau paragraf naratif banyak kita temukan dalam novel, cerpen, atau hikayat.

Contoh paragraf naratif :

“Malam itu ayah kelihatan benar-benar marah. Aku sama sekali dilarang berteman
dengan Syahrul. Bahkan, Ayah mengatakan bahwa aku akan diantar dan dijemput
kesekolah. Itusemua gara-gara Slamet yang telah membujukku untuk bolos pelajaran
akuntansi”.

3. Jenis Paragraf Menurut Fungsi dalam Karangan

a. Paragraf Pembuka

Paragraf pembuka biasanya memiliki sifat ringkas menarik, dan bertugas menyiapkan
pikiran pembaca kepada masalah yang akan diuraikan. Tujuannya untuk mengutarakan suatu
aspek pokok pembicaraan dalam karangan. Sebagai bagian awal sebuah karangan, paragraf
pembuka harus di fungsikan beberapa hal, yaitu:

a) Pengantar pokok pembicaraan


b) Menarik minat pembaca

Modul Bahasa Indonesia 60


c) Menyiapkan atau menata pikiran untuk mengetahui isi seluruh karangan.
Setelah memiliki ketiga fungsi tersebut di atas dapat dikatakan paragraf pembuka
memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah karangan. Paragraf pembuka harus
disajikan dalam bentuk yang menarik untuk pembaca. Untuk itu, bentuk berikut ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan menulis paragraf pembuka,yaitu:

a) Kutipan, peribahasa, dan anekdot


b) Pentingnya pokok pembicaraan
c) Pendapat atau pernyataan seseorang
d) Uraian tentang pengalaman pribadi
e) Uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan
f) Sebuah pernyataan

Contoh paragraf pembuka:

“Pemilu baru saja usai. Sebagian orang, terutama caleg yang sudah pasti jadi, merasa
bersyukur karena pemilu berjalan lancer seperti yang diharapkan. Namun, tidak demikian
yang dirasakan oleh para caleg yang gagal memperoleh kursi di parlemen. Mereka
mengalami stress berat hingga tidak bisa tidur dan tidak mau makan karena memikirkan
bagaimana nasib dana mereka yang telah mereka keluarkan”.

b. Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung berisi inti masalah yang hendak disampaikan kepada pembaca.
Secara fisik, paragraf ini lebih panjang dari pada paragraf pembuka. Sifat paragraf-paragraf
penghubung bergantung pola dari jenis karangannya.
Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf
itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung
pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk
kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
Paragraf penghubung didalam karangan dapat difungsikan sebagai berikut:
a) Mengemukakan inti persoalan
b) Memberikan ilustrasi
c) Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya
d) Meringkas paragraf sebelumnya
e) Mempersiapkan dasar bagi simpulan.

c. Paragraf Penutup

Modul Bahasa Indonesia 61


Paragraf penutup biasanya berisi simpulan (untuk argumentasi) atau penegasan kembali
(untuk eksposisi) mengenai hal-hal yang dianggap penting. Paragraf ini merupakan pernyataan
kembali maksud penulis agar lebih jelas. Mengingat paragraf penutup dimaksudkan untuk
mengakhiri karangan. Penyajian harus memperhatikan hal sebagai berikut:
a) Sebagai bagian penutup,paragraf ini tidak boleh terlalu panjang
b) Isi paragraf harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir sebagai cerminan inti seluruh
uraian
c) Sebagai bagian yang paling akhir dibaca, disarankan paragraf ini dapat menimbulkan kesan
yang medalam bagi pembacanya.
Contoh paragraf penutup :
“Demikian proposal yang kami buat. Semoga usaha yang kami dirikan mendapat rida dari
Tuhan Yang Maha Esa serta bermanfaat bagi sesama. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan
terima kasih”.

4. Pengembangan Paragraf
Mengarang adalah usaha mengembangkan beberapa kalimat topik. Artinya, dalam suatu
karangan tersebut kita harus mengembangkan beberapa paragraf demi paragraf. Dengan
demikian, kita harus cermat dan hemat dalam menempatkan suatu kalimat. Berikut ini penjelasan
mengenai pola pengembangan paragraf:
a. Paragraf Perbandingan
Paragraf Perbandingan adalah paragraf yang membandingkan sesuatu untuk menemukan
perbedaan atau persamaan.
Contoh :
“Walaupun dibandingkan dengan Negara-negara lain tingkat ekonomi diindonesia
tergolong rendah, kita tidak boleh membiarkan kecenderungan peningkatan itu”.
b. Paragraf Pertentangan
Penanda hubungan pertentangan : namun tetapi, sedangkan, melainkan, walaupun begitu,
kendati, kendatipun demikian, akan tetapi, sekalipun, sungguhpun, walau, dan padahal.
Contoh :
“Pembedaan peran antara laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan
sebagai ibu rumah tangga juga berdampak terhadap lebih rendahnya upah yang diterima

Modul Bahasa Indonesia 62


perempuan serta lebih besarnya pajak yang harus dibayar prempuan karena dianggap tidak
menanggung beban anggota keluarga. Namun, perempuan tidak diikutkan dalam
pengambilan keputusan ditingkat kelurahan karena yang diperbolehkan ikut rapat warga
adalah kepala keluarga”.
c. Paragraf Analogi
Analogi adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang dijelaskan dengan objek lain yang
memiliki kesamaan atau kemiripan. Biasanya, pengembangan Analogi dilakukan dengan bantuan
kiasan kata-kata yang digunakan yaitu ibaratnya, seperti, dan bagaikan.

Contoh :
“Jika perputaran ekonomi tidak stabil dalam ekonomi kita harus mengelola
perekonomian di Indonesia dengan baik agar perekonomiannya seimbang antara pengeluaran
dan pendapatan. Begitupun dengan roda berputar yang terkadang di atas dan terkadang di
bawah. Indonesia harus lebih mengarahkan perekonomiannya untuk mencapai tujuan dan
mensejahterakan masyarakatnya”.
d. Paragraf Contoh
Paragraf contoh adalah paragraf yang memberikan contoh agar mudah dipahami.
Contoh :
“Menurut laksamana, penyelesaian masalah texmaco bisa dilakukan dengan
membangkrutkannya atau mengambil alih sahamnya, alias di BUMN-kan. Namun, solusi
pengambilalihan itu belum tentu jadi keputusan pemerintah. Sebab, pemerintah bakal
menanggung utang luar negri texmaco yang besarnya US$1,7 milyar atau sekitar Rp 14,5
trilyun”.

e. Paragraf Proses
Merupakan suatu urutan dari tindakan atau perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan
suatu peristiwa.

Contoh :
“Tahu merupakan panganan sederhana namun memiliki banyak sekali protein yang
dibutuhkan oleh tubuh. Meskipun harganya terjangkau tahu masih diminati konsumen. Tahu
berbahan dasar dari kedelai yang digiling dan dimasak kemudian di jarring dan ditempatkan
pada wadah atau cetakan yang sudah disiapkan, sehingga menjadi potongan-potongan tahu
kecil yang siap dipasaran kepada konsumen”.

Modul Bahasa Indonesia 63


f. Paragraf Sebab Akibat
Paragraf yang dikembangkan berdasarkan hubungan sebab akibat. Dalam paragraph ini
akibat bertindak sebagai gagasan pokok atau kesimpulan yang bersifat umum. Sebaliknya sebab
bertindak sebagai gagasan penjelas atau perincian yang bersifat khusus.
Contoh :
“Pemerinntah di Indonesia yang kurang memperhatikan kasus korupsi di Indonesia
sehingga masih banyak para koruptor yang merajalela akibatnya, banyak rakyat kecil yang
mejadi korban dari ulah para koruptor. Uang yang seharusnya untuk rakyat mereka gunakan
untuk dirinya sendiri”.

g. Paragraf Klasifikasi
Penempatan sebuah kata atau objek tertentu dalam sebuah kelas.
Contoh :
Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja :

Industri
Industri yang tenaga kerja Memiliki modal yang sangat
Rumah
kurang dari 4 orang. terbatas.
Tangga :

Industri yang tenaga kerjanya Memiliki modal yang relatif


Industri kecil :
berjumlah 5-19 orang. kecil.

Industri Industri yang tenaga kerja Memiliki modal yang cukup


sedang : berjumlah 20-99 orang. besar.

Memiliki modal besar yang


Industri yang tenaga kerja
Industri Besar dihimpun secara kolektif
kerjanya berjumlah lebih dari
: dalam bentuk pemilikan
100 orang.
saham

Modul Bahasa Indonesia 64


h. Paragraf Definisi

Paragraf yang menjelaskan sesuatu dengan jelas dengan konjungsi (adalah, ialah, yaitu) agar
mudah dimengerti.

Contoh :
“Menejemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya sumber daya
organisasi lainnya, agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.

D. Evaluasi

Setelah Anda memahami mengenai konsep dasar paragraf, persyaratan paragraf, serta jenis-
jenis paragraf beserta contohnya, maka diharapkan Anda dapat menyusun beberapa paragraf
berdasarkan kebutuhan. di samping itu, untuk menguji tingkat pemahaman Anda berikut ini
kerjakan beberapa soal latihan yang terkait dengan paragraf tersebut.
1. Apa yan di maksud dengan paragraf?
2. Apa saja persyaratan paragraf yang baik?
3. Apa saja jenis-jenis paragraf?
4. Buatlah paragraf berdasarkan kalimat utama berikut!
a. Kesehatan mahal harganya.
b. Pola hidup

Modul Bahasa Indonesia 65


POKOK BAHASAN 7
KARANGAN

A. Pengertian Karangan
Mengarang merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai
medianya. Wujudnya berupa tulisan yang terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan
semua kelengkapannya, seperti ejaan dan tanda baca. Menulis juga suatu proses penyampaian
gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan simbol-simbol atau lambang bahasa
yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca.
Ada beberapa persyaratan yang sebaiknya dimiliki seorang siswa untuk menghasilkan
tulisan yang baik. Syafi’ie (1988:45) mengemukakan bahwa syarat-syarat tersebut adalah (1)
kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (2) ke-pekaan terhadap kondisi
pembaca, (3) kemampuan menyusun rencana penulisan, (4) kemampuan menggunakan bahasa,
(5) kemampuan memulai tulisan, dan (6) kemam-puan memeriksa tulisan.
Menulis berarti menyampaikan pikiran, perasaan, atau pertimbangan melalui tulisan.
Alatnya adalah bahasa yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Pikiran
yang di-sampaikan kepada orang lain harus dinyatakan dengan kata yang mendukung makna
secara tepat dan sesuai dengan apa yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu harus disusun secara
teratur dalam klausa dan kalimat agar orang dapat menangkap apa yang ingin disampaikan itu.
Makin teratur bahasa yang digunakan, makin mudah orang menangkap pikiran yang disalurkan
melalui bahasa itu. Oleh karena itu, keterampilan menulis di sekolah sangatlah penting.
Menurut Akhadiah dkk (1998:1.3) menulis adalah suatu aktivitas bahasa yang
menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Tulisan itu sendiri atas rangkaian huruf yang
bermakna dengan segala kelengkapan lambang tulisan seperti ejaan dan pungtuasi. Sebagai salah
satu bentuk komunikasi verbal (bahasa), menulis juga dapat dide-finisikan sebagai suatu kegiatan
penyampaian pesan dengan menggunakan tulisan sebagai mediumnya.
Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide,
gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan
menulis seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki: (a) kemampuan untuk
menemukan masalah yang akan ditulis, (b) kepekaan terhadap kondisi pembaca, (c) kemampuan
menyusun perencanaan penelitian, (d) kemampuan menggunakan bahasa indonesia, (e)
kemampuan memuali menulis, dan (f) kemam-puan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan
Modul Bahasa Indonesia 66
tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegaiatan membaca dan kekayaan kosakata
yang dimilikinya.

B. Jenis-Jenis Karangan
a. Karangan Eksposisi
Kata eksposisi dipungut dari kata eksposition sebenarnya berasal dari bahasa latin yang
berarti “membuka dan memulai”. Memang karangan eksposisi merupakan wacana yang
bertujuan untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, dan menerangkan sesuatu.
Dalam karangan eksposisi, masalah yang dikomunikasikan terutama adalah
pemberitahuan atau informasi.hasil karangan eksposisi yang berupa informasi dapat kit abaca
sehari-hari di dalam media masa.
Melalui media masa berita di ekspose atau dipaparkan dengan tujuan memperluas
pandangan dan pengetahuan pembaca. Pembaca tidak dipaksa untuk menerima pendapay penulis,
tetapi setiap pembaca sekedar diberi tahu bahwa ada seseorang yang berpendapat demikian.
Mengingat karangannya bersifat memaparkan sesuatu, eksposisi juga dapat disebut karangan
paparan.
b. Karangan Narasi
Narasi adalah salah satu jenis pengembangan karangan dalam sebuah tulisan yang berupa
rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu dijabarkan dengan urutan awal, tengah, dan akhir.
Dengan kata lain,tulisan yang didalamnya menuturkan rangkaian peristiwa atau keadaan yang
dikaitkan dengan kurun waktu tertentu dalam bentuk penceritaan. Bentuk paragraf ini umumnya
digunakan dalam karangan berbentuk riwayat hidup, novel, cerpen, dan roman.
Karangan narasi memiliki dua macam sifat, yaitu:
a) Narasi Ekspositoris/ Narasi Faktual
Yaitu narasi yang hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada pembaca agar
pengetahuannya bertambah luas.Narasi ekspositoris dicontohkanseperti kisah perjalanan, kisah
perampokan, dan cerita tentang peristiwa pembunuhan.
b) Narasi sugestif/ Narasi berplot
Yaitu narasi yang mampu menimbulkan daya khayal pembaca, mampu menyampaikan
makna kepada pembaca melalui daya khayal. Misalnya, novel dan cerpen.

Modul Bahasa Indonesia 67


c. Karangan Argumentasi
Yakni tulisan yang berisi gagasan, pikiran atau pendapat yang membahas suatu masalah
dengan tujuan untuk meyakinkan pembaca yang disertai dengan argumen-argumen yang
disajikan secara logis dan objektif. Paragraf ini umumnya dipakai dalam karangan ilmiah.
d. Karangan Ilmiah
Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis
menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karangan ilmiah harus ditulis secara jujur
dan akurat berdasarkan kebenaran tanpamengingat akibatnya. Kebenaran dalam karangan ilmiah
itu adalah kebenaran yang objektif-positif, sesuai dengan data dan fakta di lapangan dan bukan
kebenaran yang normatif.
Ciri-ciri karangan ilmiah:
(a) Sistematis.
(b) Objektif.
(c) Cermat, tepat, dan benar.
(d) Tidak persuasif.
(e) Tidak argumentatif.
(f) Tidak emotif.
(g) Tidak mengejar keuntungan sendiri.
(h) Tidak melebih-lebihkan sesuatu.

C. Jenis Karangan Ilmiah:


Ada beberapa jenis karangan ilmiah, yaitu sebagai berikut.
a) Makalah, dalah karya tulis yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan
data di lapangan yang bersifat empiris-objektif (menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa
Arab yang berarti karangan).
b) Kertas kerja, adalah makalah yang memiliki tingkat analisis lebih serius, biasanya disajikan
dalam lokakarya.
c) Skripsi, adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasar pendapat
orang lain.
d) Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi.

Modul Bahasa Indonesia 68


e) Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan
oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih dengan analisis tang terinci.

Contoh Karangan Ilmiah :

Mengenal Kanker Serviks - Penyakit Kanker Leher Rahim

Kanker servik umumnya dikenal dengan penyakit kanker leher rahim, jenis penyakit
ini banyak dialami oleh kaum hawa (wanita). Saat ini, kanker serviks menjadi penyebab
kematian wanita nomor dua di dunia setelah penyakit jantung koroner. Namun dalam kurun
waktu setahun ke depan diprediksi kanker leher rahim akan menjadi penyebab kematian
wanita nomor satu, jika tidak dilakukan upaya deteksi dini dan pengobatannya. Akan sangat
menakutkan..
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kangker serviks merupakan
penyebab utama kematian. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia
akibat kanker serviks. Jadi, jangan lagi memandang ancaman penyakit ini dengan sebelah
mata. Maka waspadalah!

D. Karangan Non Ilmiah


Nonilmiah (Fiksi) adalah satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang
berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat
sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot, konflik, klimaks, setting dan sebagainya.

Ciri-ciri Karangan nonilmiah:


a) Ditulis berdasarkan fakta pribadi.
b) Fakta yang disimpulkan subjektif.
c) Gaya bahasa konotatif dan popular.
d) Tidak memuat hipotesis.
e) Penyajian disertakandengan sejarah.
f) Bersifat imajinatif.
g) Situasi didramatisir.
h) Bersifat persuasive.

Modul Bahasa Indonesia 69


Contoh karangan nonilmiah
Aku
Aku merasa rendah diri. Aku merasa tak punya kemampuan apapun dari segala bidang.
Apa yang bisa kulakukan? Aku seperti orang tak berguna. Mungkin… telah lama aku
kehilangan rasa percaya diriku, dan aku tak menyadarinya.
Bagaimana caraku untuk mendapatkan rasa percaya diriku kembali? Sebenarnya aku
trauma dengan apa? Aku takut dengan apa? Oh! Aku bingung! Astaghfirullah…
Aku seperti menangis sendiri kesepian di dalam tiap senyumku. Oh… aku benar-benar
merasa bagai orang tak berguna! Aku masih belum bisa mengatasi perasaan minderku
sendiri. Bagaimana ini ya Allah?
Sampai di usiaku yang telah menginjak 16 tahun ini aku masih bingung. Apa
keistimewaanku? Aku hanyalah seorang perempuan yang rapuh… dan tak punya
keistimewaan apapun. Astaghfirullahal’adzim… Astaghfirullah… Astaghfirullah…
Kemanakah semangatku yang membara itu pergi?.
Setiap orang pasti punya kelebihan dan kekurangan. Aku masih punya banyak
kekurangan. Tapi… aku sangat bangga menjadi orang Islam. Menjadi seorang muslimah…
apakah itu dapat disebut sebagai kelebihan? I don’t know!
Seperti pada hari-hari sebelumnya, matahari terbit menyinari bumi. Alhamdulillah.
Waktu terus berputar tanpa menghiraukan orang-orang sekitar. Tak terasa waktu pulang
sekolah telah diambang pintu.
Kembali aku tersenyum kepada dunia yang telah 16 tahun ‘membesarkanku’. Tak
seperti biasanya, hari ini sepulang sekolah aku makan soto di warung. Ditraktir. Berlanjut
ke jalan-jalan menyusuri jalanan kota dengan naik bus.
Bersama ke-6 kawanku, kami menjejakkan kaki ke swalayan ternama di kota kami.
Minum es teh bareng (satu cup es teh buat rame-rame), makan donat unil bareng, makan
rujak bareng. Wah! Subhanallah… memang sangat nikmat ya bila kita berbagi. Apalagi
menghabiskan waktu bersama dengan yeman-teman, benar-benar terasa seru dan asyik!
Sepulangku dari swalayan ternama tersebut, aku turun di Krapyak setelah naik bus
jurusan Mangkang. Kemudian menanti bus jurusan Pasadena. Oh! So long!
Tiba-tiba tanpa kusadari, muncul seorang nenek yang berjalan dengan tertatih-tatih.
Nenek tersebut membawa sejumlah barang belanjaan di punggungnya. tersentuh hatiku
untuk menuntun si nenek. Ketika kutuntun, nenek tersebut meminta uang Rp 1000,-
kepadaku untuk tambahan ongkos naik becak. Tanpa ragu langsung kuberi Rp 2000,-. Aku
kembali menuntunnya sampai ke pangkalan becak motor. Setelah hampir dekat ke
pangkalan becak motor, nenek tersebut berkata kalau ternyata duitnya masih kurang.
langsung kuberi Rp 2000,- lagi. Alhamdulillah aku ada uang untuk diberikan ke nenek
tersebut.
Sampai di depan becak motor yang akan dia tumpangi, aku membantu meletakkan
belanjaannya ke atas becak motor tersebut. “Matur nuwun yo, nduk!” ,ucap si nenek.
“Nggih, sami-sami mbah.” jawabku sambil tersenyum.
“Dek, ayo naik sekalian.” ucap Pak pengendara becak motor itu menawariku.
“He-eh, nduk. Sekalian aja.” ucap si nenek juga menawariku. Dan akhirnya aku ikut
numpang sekalian. Karena sewaktu aku menuntun si nenek menuju pangkalan becak motor,
ada bus jurusan Pasadena lewat (bus yang tadi kunanti).
Si nenek turun di jembatan dekat kawasan. “Matur nuwun yo, nduk.” ucapnya sambil
tersenyum.

Modul Bahasa Indonesia 70


“Nggih, mbah.” jawabku. “Cah iki ter no tekan kono yo! Eh… tulung iki gendongno!”
ucap si nenek menyuruh pak ojek (becak motor) untuk mengantarku, terus si nenek minta
tolong supaya belanjaannya ditaruh di punggungnya.
“Makasih ya, Pak!” ucapku setelah turun dari becak motor. “Ya!” jawab Pak Ojek.

E. Karangan Semiilmiah
Semi Ilmiah adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan
dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang
sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-
ilmiah tersebut ialah karena jenis semi ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam
komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.
Ciri-ciri Karangan Semiilmiah:
a) Ditulis berdasarkan fakta pribadi.
b) Fakta yang disimpulkan subjektif.
c) Gaya bahasa formal dan popular.
d) Mementingkan diri penulis.
e) Melebih-lebihkan sesuatu.
f) Usulan-usulan bersifat argumentative
g) Bersifat persuasif.

Contoh karangan semiilmiah


Kelaparan Jadi Perhatian Serius

Indeks Kelaparan Dunia (GHI) tahun 2008 menunjukkan bahwa kelaparan masih
merupakan perhatian serius di dunia dan terjadi perkembangan lambat dalam mengurangi
keamanan pangan. Negara yang memiliki nilai GHI tertinggi kebanyakan berada di wilayah
Sub-Saharan Africa dan Asia Selatan. Negara di daftar paling bawah meliputi Republik
Demokrasi Kongo, Eritrea, Burundi, Republik Niger, dan Sierra Leone. Hal ini merupakan
beberapa penemuan yang tertuang dalam “The Challenge of Hunger 2008: Global Hunger
Index” yang dipublikasikan oleh Welthungerhilfe, International Food Policy Research
Institute (IFPRI), dan Concern Worldwide.
Klaus von Grebmer dan rekannya menyimpulkan bahwa pemecahan krisis pangan
tersebut akan memerlukan beberapa inisiatif seperti bantuan pangan lebih bagi masyarakat
miskin, investasi lebih besar dalam bidang pertanian, dan batasan untuk menenangkan
pasar pangan global.

Modul Bahasa Indonesia 71


F. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan mengarang?
2. Apa berbedaan antara karangan narasi, deskripsi, dan argumentasi?
3. Jelaskan perbedaan antara karangan ilmiah, semiilmiah, dan nonilmiah!
4. Buatlah contoh karangan argumentasi yang bertema “malpraktik”!

Modul Bahasa Indonesia 72


POKOK BAHASAN 8
KERANGKA KARANGAN

A. Pengertian Kerangka Karangan


Kerangka karangan atau outline menurut bahasa adalah kerangka, regangan, gari besar,
atau guratan. Jadi,Outline merupakan rencana penulisan yang memuat garis-garis besar dari suatu
karangan yang akan digarap dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis,
logis, jelas, terstruktur, dan teratur.
Kerangka karangan adalah rencana teratur tentang pembagian dan penyusunan gagasan.
Kerangka karangan yang belum final di sebut outline sementara sedangkan kerangka karangan
yang sudah tersusun rapi dan lengkap disebut outline final.Kerangka karangan merupakan suatu
rencana kerja yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan atau tulisan yang akan ditulis
atau dibahas,susunan sistematis dari pikiran-pikiran utama dan pikiran-pikiran penjelas yang
akan menjadi pokok tulisan.
Kerangka karangan merupakan suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar dari
suatu karangan atau tulisan yang akan ditulis atau dibahas, susunan sistematis dari pikiran-
pikiran utama dan pikiran-pikiran penjelas yang akan menjadi pokok tulisan, atau dapat juga
didefinisikan sebagai satu metode dalam pembuatan karangan yang mana topiknya dipecah
kedalam sub-sub topik dan mungkin dipecah lagi kedalam sub-sub topik yang lebih terperinci.

B. Manfaat Outline (Kerangka Karangan)


a) Untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh, dan
b) terarah.
c) Untuk menyusun karangan secara teratur. Kerangka karangan
d) membantu penulis untuk melihat gagasan-gagasan dalam sekilas pandang, sehingga dapat
dipastikan apakah susunan dan hubungan timbal-balik antara gagasan-gagasan itu sudah
tepat, apakah gagasan-gagasan itu sudah disajikan dengan baik, harmonis dalam
perimbangannya.
e) Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda. Setiap tulisan
dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu. Namun sebelum mencapai klimaks dari
seluruh karangan itu, terdapat sejumlah bagian yang berbeda-beda kepentingannya terhadap

Modul Bahasa Indonesia 73


klimaks utama tadi. Tiap bagian juga mempunyai klimaks tersendiri dalam bagiannya.
Supaya pembaca dapat terpikat secara terus menerus menuju kepada klimaks utama, maka
susunan bagian-bagian harus diatur pula sekian macam sehingga tercapai klimaks yang
berbeda-beda yang dapat memikat perhatian pembaca.
f) Menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih. Ada kemungkinan suatu bagian perlu
dibicarakan dua kali atau lebih, sesuai kebutuhan tiap bagian dari karangan itu. Namun
penggarapan suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak perlu, karena hal itu hanya akan
membawa efek yang tidak menguntungkan; misalnya, bila penulis tidak sadar betul maka
pendapatnya mengenai topik yang sama pada bagian terdahulu berbeda dengan yang
diutarakan pada bagian kemudian, atau bahkan bertentangan satu sama lain. Hal yang
demikian ini tidak dapat diterima. Di pihak lain menggarap suatu topik lebih dari satu kali
hanya membuang waktu, tenaga, dan materi. Kalau memang tidak dapat dihindari maka
penulis harus menetapkan pada bagian mana topik tadi akan diuraikan, sedangkan di bagian
lain cukup dengan menunjuk kepada bagian tadi.
g) Memudahkan penulis mencari materi pembantu. Dengan mempergunakan rincian-rincian
dalam kerangka karangan penulis akan dengan mudah mencari data-data atau fakta-fakta
untuk memperjelas atau membuktikan pendapatnya. Atau data dan fakta yang telah
dikumpulkan itu akan dipergunakan di bagian mana dalam karangannya itu.
Bila seorang pembaca kelak menghadapi karangan yang telah siap, ia dapat menyusutkan
kembali kepada kerangka karangan yang hakikatnya sama dengan apa yang telah dibuat
penggarapnya. Dengan penyusutan ini pembaca akan melihat wujud, gagasan, struktur, serta
nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan miniatur atau prototipe dari
sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini karangan tersebut dapat diteliti, dianalisis, dan
dipertimbangkan secara menyelurih, bukan secara terlepas-lepas.

C. Pola Susunan Outline (Kerangka Karangan)


Secara garis besar, pola kerangka karangan dibagi menjadi dua yaitu pola alamiah dan
pola logis, berikut akan di jelaskan secara singkat pola susunan kerangka karangan.

1. Pola Alamiah

Modul Bahasa Indonesia 74


Merupakan suatu urutan unit–unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di
alam. Disebut pola alamiah karena memakai pendekatan berdasarkan faktor alamiah yang
esensial. Pola alamiah mengikuti keadaan alam yang berdimensi ruang dan waktu. Pola
alamiah dapat terbagi menjadi 3 yaitu :

a. Kronologis (waktu)
Urutan yang di dasarkan pada runtunan peristiwa atau tahap-tahap kejadian. Biasanya
tulisan seperti ini kurang menarik minat pembaca.
Contohnya : Topik (riwayat hidup seorang penulis)
· asal usul penulis
· pendidikan si penulis
· kondisi kehidupan penulis
· keinginan penulis
· karir penulis

b. Spasial (ruang)
Landasan yang paling penting, bila topik yang di uraikan mempunyai pertalian yang
sangat erat dengan ruang atau tempat Urutan ini biasanya di gunakan dalam tulisan–tulisan
yang bersifat deskriptif .
Contohnya: Topik (hutan yang sering mengalami kebakaran)
· Di daerah Kalimantan
· Di daerah Sulawesi
· Di daerah Sumatera

c. Topik yang ada


Suatu pola peralihan yang dapat di masukkan dalam pola alamiah adalah urutan
berdasarkan topik yang ada . Suatu peristiwa sudah di kenal dengan bagian–bagian tertentu .
Untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian–bagian itu harus di
jelaskan berturut–turut dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan bagian mana lebih penting
dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas bagian–bagiannya itu.
2. Pola Logis
Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap
persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan atau urutan logis . Urutan logis sama sekali
tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang intern dalam materinya, tetapi erat dengan tanggapan
penulis.Dinamakan pola logis karena memakai pendekatan berdasarkan jalan pikir atau cara pikir
manusia yang selalu mengamati sesuatu berdasarkan logika.

Modul Bahasa Indonesia 75


Pola logis dapat dibagi menjadi 6, yaitu :
a. Klimaks dan Antiklimaks
Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian bahwa posisi tertentu dari
suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya atau yang paling menonjol.
Contoh : Topik (turunnya Suharto)
· Keresahan masyarakat
· Merajalelanya praktek KKN
· Keresahan masyarakat
· Kerusuhan social
· Tuntutan reformasi menggema

b. Kausal
Mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat dan urutan akibat ke sebab . Pada
pola pertama suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang kemudian di lanjutkan dengan
perincian–perincian yang menelusuri akibat–akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat
efektif dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan–persoalan yang di hadapi
umat manusia pada umumnya.

Contoh: Topik (krisis moneter melanda tanah air)


· Tingginya harga bahan pangan
· Penyebab krisis moneter
· Dampak terjadi krisis moneter
· Solusi pemecahan masalah krisis moneter

c. Pemecahan Masalah
Di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju kesimpulan umum atau
pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang-kurangnya uraian yang mempergunakan
landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai
peristiwa atau persoalan tadi, dan akhirnya alternatif–alternatif untuk jalan keluar dari masalah
yang di hadapi tersebut.

Contoh : Topik (virus flu babi / H1N1 dan upaya penanggulangannya)


· Apa itu virusH1N1
· Bahaya virus H1N1
· Cara penanggulangannya

Modul Bahasa Indonesia 76


d. Umum khusus
Dimulai dari pembahasan topik secara menyeluruh (umum), lalu di ikuti dengan
pembahasan secara terperinci (khusus).
Contoh : Topik (pengaruh internet)
- Para pangguna internet
- Anak–anak
- Remaja
- Dewasa
* Manfaat internet
- Media informasi
- Bisnis
- Jaringan sosial dan lain–lain
e. Familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah di kenal,
kemudian berangsur–angsur pindah kepada hal-hal yang kurang di kenal atau belum di kenal.
Dalam keadaan–keadaan tertentu cara ini misalnya di terapkan dengan mempergunakan analogi.
e. Akseptabilitas
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan familiaritas
mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah dikenal atau tidak oleh pembaca, maka
urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para
pembaca, apakah suatu pendapat di setujui atau tidak oleh para pembaca.

D. Syarat Kerangka Karangan yang Baik


a) Tesis atau pengungkapan maksud harus jelas.
b) Tiap unit hanya mengandung satu gagasan.
c) Pokok-pokok dalam kerangka karangan harus disusun secara logis, sehingga rangkaian ide
atau pikiran itu tergambar jelas.
d) Harus menggunakan simbol yang konsisten.

Modul Bahasa Indonesia 77


E. Langkah-langkah menyusun karangan
a) Menentukan tema dan judul
Tema adalah pokok persoalan, permasalahan, atau pokok pembicaraan yang mendasari
suatu karangan.Judul adalah kepala karangan. Misalkan tema cakupannya lebih besar dan
menyangkut pada persoalan yang diangkat sedangkan judul lebih pada penjelasan awal
(penunjuk singkat) isi karangan yang akan ditulis.
b) Mengumpulkan bahan
Bahan yang menjadi bekal dalam menunjukkan eksistensi tulisan, banyak cara
mengumpulkannya, masing-masing penulis mempunyai cara masing - masing sesuai juga
dengan tujuan tulisannya.
c) Menyeleksi bahan
Agar tidak terlalu bias dan abstrak, perlu dipilih bahan-bahan yang sesuai dengan tema
pembahasan. polanya melalui klarifikasi tingkat urgensi bahan yang telah dikumpulkan
dengan teliti dan sistematis.
d) Mengembangkan kerangka karangan
Proses pengembangan karangan tergantung sepenuhnya pada penguasaan terhadap materi
yang hendak ditulis. jika benar-benar memahami materi dengan baik, permasalahan dapat
diangkat dengan kreatif, mengalir dan nyata.

F. Evaluasi
1. Apa manfaat kerangka karangan?
2. Buatlah kerangka karangan dari beberap topik berikut!
a. Dampak kekurangan gizi
b. Gigi yang sehat
c. Menjadi dokter yang menyenangkan

Modul Bahasa Indonesia 78


POKOK BAHASAN 9
RANGKUMAN, IKHTISAR, SINOPSIS, DAN RINGKASAN

A. Rangkuman
Rangkuman merupakan hasil kegiatan merangkum. Rangkuman dapat diartikan sebagai
suatu hasil merangkum atau meringkas suatu tulisan atau pembicaraan menjadi suatu uraian yang
lebih singkat dengan perbandingan secara proporsional antara bagian yang dirangkum dengan
rangkumannya (Djuharni, 2001). Rangkuman dapat pula diartikan sebagai hasil merangkai atau
menyatukan pokok-pokok pembicaraan atau tulisan yang terpencar dalam bentuk pokok-
pokoknya saja.
Rangkuman sering disebut juga ringkasan, yaitu bentuk ringkas dari suatu uraian atau
pembicaraan, sedangkan ikhtisar disebut juga intisari dari suatu uraian atau pembicaraan. Pada
tulisan jenis rangkuman, urutan isi bagian demi bagian, dan sudut pandang (pendapat) pengarang
tetap diperhatikan dan dipertahankan. Hal itu berbeda dengan ikhtisar. Ikhtisar juga merupakan
bentuk ringkas dari suatu uraian atau pembicaraan, namun dalam pembuatannya tidak perlu
mempertahankan urutan isi dari suatu karangan secara proporsional. Penulisan ikhtisar bisa saja
langsung tertuju pada pokok permasalahan.

B. Ikhtisiar
Menurut Juhara (2003). Ikhtisiar adalah penulisan pokok-pokok masalah penulisannya
tidak harus berurutan, boleh secara acak atau disajikan dalam bahasa pembuat ikhtisar tanpa
mengubah tema sebuah wacana. Ikhtisiar berfungsi sebagai garis-garis besar masalah dalam
sebuah wacana yang berukuran pendek atau sedang.
Ikhtisiar yaitu penyajian singkat dari suatu karangan asli yang tidak perlu memberikan isi
dari seluruh karangan itu secara proporsional.
Cara membuat ikhtisar adalah sebagai berikut :
1. Membaca naskah asli beberapa kali (setidak-tidaknya dua kali).
2. Membuat kerangka bacaan dengan menuliskan pikiran utama atau pikiran pokok yang
terdapat dalam naskah.
3. Menulis ihtisiar.

Modul Bahasa Indonesia 79


C. Cara Membuat Rangkuman dan Ikhtisar
Merangkum atau meringkas suatu bacaan bertujuan untuk menguji kemampuan penulis
pemula dalam menemukan pokok-pokok permasalahan sebuah tulisan, kemudian menyusun
kembali dalam sebuah tulisan yang lebih ringkas. Di dalam membuat suatu rangkuman, penulis
bisa langsung mengemukakan isi suatu uraian atau pembicaraan itu tanpa harus menggunakan
kalimat penyambung.
Penulis dapat langsung melakukan kegiatan mencari pokok-pokok permasalahan terhadap
tulisan yang akan dirangkum sesuai dengan tulisan yang telah dibaca dan dipahami. Pokok-
pokok permasalahan dalam sebuah tulisan dapat diambil dari kalimat-kalimat utama dalam setiap
paragraf. Kalimat-kalimat utama tersebut selanjutnya dihubung-hubungkan dengan
menggunakan konjungsi atau dengan menambah kalimat penghubung agar tampak koheren
(padu). Kekurangkoherenan kalimat-kalimat dalam rangkuman yang Anda susun dapat
mengganggu pemahaman para pembaca.
Kegiatan merangkum sebenarnya tidak hanya dapat dilakukan dengan menggabungkan
setiap kalimat utama dalam setiap paragraf. Kegiatan merangkum dapat pula dilakukan dengan
mencari ide pokok dalam setiap atau beberapa paragraf. Ide-ide tersebut selanjutnya dihubung-
hubungkan dengan menambah konjungsi atau kalimat penghubung lainnya.
Hal yang harus diperhatikan di dalam membuat rangkuman adalah penggunaan bahasa
yang digunakan di dalam rangkuman. Bahasa rangkuman harus berbeda dengan bahasa asli
penulis buku yang dirangkum. Akan tetapi, bahasa rangkuman yang dibuat bertolak dari ide
pokok pengarang yang tertuang dalam setiap paragraf atau bacaan. Dengan demikian, jika akan
merangkum uraian pengarang dari suatu paragraf, penulis terlebih dahulu perlu menemukan ide
pokok yang terdapat di dalam paragraf tersebut, kemudian diungkap ulang dengan menggunakan
bahasa yang berbeda dan singkat. Agar hasil rangkuman itu tidak menyimpang dari uraian
aslinya, ide-ide pokok setiap paragraf jangan diabaikan.
Bagaimanakah dengan menulis ikhtisar? Ikhtisar adalah tulisan ringkas yang berisi pokok
persoalan dalam sebuah bacaan. Dalam pembuatan ikhtisar, penulis dapat langsung
mengungkapkan persoalan dari suatu bahan bacaan atau pembicaraan yang akan diikhtisarkan.
Penulis dapat membuat catatan atau memberi tanda tertentu pada bagian-bagian penting dalam
bacaan yang akan diikhtisarkan ketika membaca.

Modul Bahasa Indonesia 80


Dalam membuat ikhtisar, urutan isi tidak perlu dipersoalkan dan bahasa disusun dengan
gaya bahasa yang mudah sehingga dapat dipahami oleh pembacanya. Dalam membuat ikhtisar
dapat pula dilakukan dengan cara menyesuaikan bahasa ikhtisar dengan pembaca atau yang akan
memahami ikhtisar tersebut. Penulis dapat pula memberikan penafsiran isi bacaan sesuai dengan
kajian ilmu yang didalaminya, namun tetap mempertahankan pokok persoalan yang
diungkapkan.

D. Langkah-langkah Menulis Rangkuman dan Ikhtisar


Untuk dapat menghasilkan sebuah rangkuman yang baik, seorang penulis pemula perlu
memperhatikan empat hal pokok, yaitu:
(1) mampu membaca dengan baik bacaan yang akan dirangkum,
(2) mampu memahami isi secara utuh terhadap bacaan yang akan dirangkum,
(3) mampu menemukan ide-ide pokok ataupun kalimat topik dalam bacaan yang
akan dirangkum, serta
(4) mampu menyusun kembali ide-ide maupun kalimat topik yang telah ditemukan menjadi
sebuah tulisan utuh dan koheren.
Untuk mencapai hal di atas, langkah-langkah yang harus ditempuh bagi seorang penulis
rangkuman adalah sebagai berikut.
a. Perangkum harus membaca uraian asli pengarang sampai tuntas agar memperoleh gambaran
atau kesan umum dan sudut pandang pengarang. Pembacaan hendaklah dilakukan secara
saksama dan diulang sampai dua atau tiga kali untuk dapat memahami isi bacaan secara
utuh.
b. Perangkum membaca kembali bacaan yang akan dirangkum dengan membuat
catatan pikiran utama atau menandai pikiran utama setiap uraian untuk setiap bagian atau
setiap paragraf.
c. Dengan berpedoman hasil catatan, perangkum mulai membuat rangkuman dan menyusun
kalimat-kalimat yang bertolak dari hasil catatan dengan menggunakan bahasa perangkum
sendiri. Hanya saja, apabila perangkum merasa ada yang kurang enak, perangkum dapat
membuka kembali bacaan yang akan dirangkum.
d. Perangkum perlu membaca kembali hasil rangkuman dan mengadakan perbaikan
apabila dirasa ada kalimat yang kurang koheren.

Modul Bahasa Indonesia 81


e. Perangkum perlu menulis kembali hasil rangkumannya berdasarkan hasil perbaikan
dan memastikan bahwa rangkuman yang dihasilkan lebih pendek dibanding dengan
bacaan yang dirangkum.
Hal yang juga harus mendapat perhatian dari penulis rangkuman adalah tidak
memberikan penafsiran baru terhadap suatu pengertian yang diuraikan oleh pengarang asli.
Selain itu, perangkum tidak boleh memasukkan hasil pemikirannya sendiri ke dalam rangkuman
sebab akan mengaburkan pengertian gagasan yang diungkapkan oleh pengarang asli.
Pelatihan menulis rangkuman dapat dilakukan dengan memberikan berbagai pertanyaan
yang berhubungan dengan bacaan yang akan dirangkum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun
berdasarkan urut-urutan paragraf atau urutan topik dalam bacaan agar tidak mengubah urutan
topik bacaan asli. Jawaban pertanyaan tersebut dapat diungkapkan dalam kalimat tunggal,
kalimat majemuk, ataupun sebuah uraian singkat berdasarkan keinginan perangkum.
Bagaimanakah langkah-langkah menyusun ikhtisar? Langkah-langkah menyusun ikhtisar
tak ubahnya dengan langkah-langkah menyusun rangkuman. Hanya saja, setelah membaca
bacaan yang akan diikhtisarkan, penulis dapat langsung menambah dengan pengetahuan yang
dimiliki yang sesuai dengan bahan kajian dalam bacaan yang akan diikhtisarkan. Hasil
penggabungan tersebut selanjutnya ditulis kembali dalam sebuah ikhtisar yang koheren.Tujuan
membuat sinopsis, ikhtisiar, dan ringkasan adalah sebagai suatu usaha bagaimana cara
meningkatkan minat pembaca dalam membaca buku, karena dengan begitu dapat meningkatkan
pengetahuan mereka.

E. Sinopsis
Menurut Moeliono (1988) sinopsis adalah karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan
bersama-sama dengan karangan asli. Yang menjadi dasar sinopsis itu adalah ringkasan dan
abstrak.
Cara membuat sinopsis adalah sebagai berikut :
a) Membaca naskah asli terlebih dahulu untuk mengetahui kesan umum
penulis.
b) Mencatat gagasan utama dengan menggarisbawahi gagasan yang penting.

Modul Bahasa Indonesia 82


c) Mmenulis ringkasan cerdasarkan gagasan-gagasan utama sebagaimana dicatat pada langkah
kedua. Gunakanlah kalimat yang padat, efektif, dan menarik untuk merangkai jalan cerita
menjadi sebuah karangan singkat yang menggambarkan karangan asli.
d) dialog dan monolog tokoh cukup ditulis isi atau garis besarnya saja.
e) synopsis tidak boleh menyimpang dari jalan cerita dan isi dari keseluruhan karya yang asli.

Contoh Sinopsis
Synopsis Cerpen “Bulan Mati”.
Seorang laki-laki bernama Enos dan wanita bernama Ina saling jatuh cinta. Kedua
keluarga, baik dari pihak Enos maupun Ina tidak menyetujuinya dan menentang keras
hubungan mereka. Masalah kehormatan dan adat istiadat membuat jarak panjang yang tak
terselesaikan.
Kedua ayahnya mengancam akan membunuh jika mereka masih saling mencintai.
Ancaman ini bukan hanya kepada Enos dan Ina tetapi juga kepada ayah mereka masing-
masing.
Ketika Enos sedang berduaan dengan Ina muncullah Amalodo, ayah Ina dengan
amarahnya. Ia langsung menembak Enos hingga meninggal kemudian Amalodo meladeni
berduel ketengah lautan Matekato, ayah Enos. Mereka memancing bersama. Mungkin inilah
bentuk berduel ala mereka. Pemenangnya yang mendapatkan ikan paling banyak, paling
besar, atau yang pertama memperoleh ikan.
Namun, sayang sekali saat itu bulan mati, sehingga tidak ada ikan. Yang terkena kail
malah mayat Ina. Ina telah mati menceburkan diri kelaut mengikuti Enos.

F. Ringkasan
Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli, sedangkan
perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara proporsional tetap di pertahankan dalam
bentuknya yang singkat.
Ringkasan (precis) adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang
panjang dalam bentuk yang singkat. Kata précis berarti memotong atau memangkas.
a) Membaca naskah asli
b) Kalau perlu diulang beberapa kali untuk mengetahui kesan umum tantang karangan itu secara
menyeluruh. Penulis perlu juga mengetahui maksud pengarang dan sudut pandang pengarang.
c) Mencatat gagasan utama
e) Mengadakan reproduksi
f) hal yang harus diperhatikan bahwa dengan catatan tadi, ia harus menyusun suatu

Modul Bahasa Indonesia 83


Selanjutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai
suatu tulisan yang baik, yaitu sebagai berikut.
(a). Sebaiknya dalam menyusun ringkasan dipergunakan kalimat tunggal dari pada kalimat
majemuk. Kalimat majemuk menunjukan bahwa ada dua gagasan atau lebih yang bersifat
paralel. Bila kalimat majemuk telitilah kembali apakah tidak mungkin dijadikan kalimat
tunggal.
(b). Bila mungkin ringkaslah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Begitu pula rangkaian
gagasan yang panjang hendaknya diganti dengan suatu gagasan sentral saja.
(c). Jumlah alinea tergantung dari besarnya ringkasan dan jumlah topik utama yang akan
dimasukkan dalam ringkasan. Alinea yang mengandung ilustrasi, contoh, deskripsi, dan
sebagainya dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap penting.
(d). Bila mungkin semua keterangan atau kata sifat dibuang. Kadang-kadang sebuah kata sifat
atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam
rangkaian keterangan, atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah.
Persamaan ringkasan, ikhtisiar, dan synopsis yaitu:
Pada prinsipnya synopsis, ringkasan dan ikhtisiar, sama-sama meringkas suatu cerita
atau bacaan yang kita baca dengan mengambil intisari atau ide pokok dari suatu karangan yang
kita baca.
Perbedaan ringkasan, ikhtisiar, dan synopsis yaitu:
Sinopsis adalah ringkasan pendek dari suatu cerita (cerita pendek, novel, roman, dan
karya-karya sastra yang lainnya) atau karangan. Ikhtisiar ialah bagian yang sangat penting
setelah membuat kesimpulan dan rekomendasi. Ikhtisiar mengandung topik persoalan dan
tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut.
Pengertian ikhtisiar (summary) merupakan suatu bagian dari tulisan yang
menyampaikan suatu informasi yang penting dari sebuah tulisan dalam bentuk yang sangat
singkat.
Ringkasan sebagai suatu keterampilan memproduksi suatu buku teks atau karangan
tertentu. Untuk menjadi seorang yang membuat reproduksi yang baik harus benar-benar
mengetahui dan memahami ini sebuah buku atau karangan.

Modul Bahasa Indonesia 84


Contoh ringkasan
a) Sekitar 30.000 hingga 50.000 orang yang berkumpul di kota Hiroshima, Jepang,
mengheningkan cipta selama 60 detik. Hal itu mereka lakukan untuk mengenang
peristiwa mengerikan ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota itu tanggal
6 Agustus 1945.
b) Orang-orang yang hadir di Peace Memorial Park Hiroshima itu mengenakan ikat kepala
untuk mengenang tewasnya sekitar 14.000 orang akibat bom.
c) Menurut Tadatohsi Akiba, Walikota Hiroshima, akhir perang dunia II tidak secara
otomatis mengantarkan kita ke abad perdamaian dan kemanusiaan. Masih banyak bentuk
kekerasan lain.
d) pelepasan ratusan burung dara putih dan paduan suara anak yang menyanyikan lagu
perdamaian turut menyemarakan upacara peringatan itu.
e) Jepang menyerah pada Perang Dunia II, tanggal 15 Agustus 1945.

Contoh Ikhtisiar
Sekitar 30.000 hingga 50.000 orang berkumpul di kota Hiroshima, Jepang untuk
mengenang peristiwa jatuhnya bom atom di kota itu pada tanggal 6 Agustus 1945 yang
menewaskan sekitar 14.000 jiwa. Mereka bersama-sama mengheningkan cipta selama 60
detik dan melepaskan ratusan burung dara pada upacara peringatan ini. Upacara tersebut
akan dilanjutkan pada hari Kamis 9 Agustus 2001 di kota Nagasaki yang 56 tahun yang lalu
juga dibom oleh AS sehingga menewaskan sekitar 70.000 orang pada peringatan itu Perdana
Menteri Jepang Junichiro Koizumi meminta kepada seluruh dunia untuk menghapus senjata
nuklir.

G. Evaluasai
1. Apa yang dimaksud dengan ringkasan, ikhtisar, dan synopsis?
2. Apa perbedaan antara ringkasan, ikhtisar, dan synopsis?
3. Jelaskan langkah-langkah dalam membuat ringkasan, ikhtisar, dan synopsis!
3. Bacalah sebuah cerpen yang bertema tentang kesehatan kemudian buatlah, ringkasan,
ikhtisar, serta sinopsisnya!

Modul Bahasa Indonesia 85


POKOK BAHASAN X
KONVENSI NASKAH

A. Pengertian Konvensi Karya Ilmiah


Konvensi naskah adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang
sudah lazim, dan sudah disepakati. Dalam pembuatan naskah yang baik harus memperhatikan
struktur kalimat dan pilihan kata (diksi) yang dibuat sedemikian rupa, sehingga apa yang ditulis
tulis jelas, teratur, dan menarik.
Dalam pembuatan naskah yang baik tergantung dari kerangka karangan yang telah
digarap sebelumnya, beserta perincian-perinciannya yang telah dilakukan kemudian. Perincian
dari kerangka karangan akan menghasilkan bab-bab dan sub-sub bab. Dari bab-bab dan sub-sub
bab ini akan menghasilkan pokok-pokok pikiran atau gagasan utama dalam sebuah paragraf atau
alinea.

B. Ragam Konvensi Karya Ilmiah


1. Bahan dan Jumlah Halaman
Jumlah halaman makalah untuk melengkapi tugas akhir semester dalam suatu mata kuliah
tertentu, berkisar antara 8-10 halaman, sedangkan jumlah halaman skripsi atau syarat ujian
diploma tidak kurang 50 halaman. Kertas yang digunakan adalah kertas HVS ukuran kuarto atau
A-4, kemudian jenis huruf yang digunakan hendaknya sama, seperti Times New Roman atau
Arial.
2. Perwajahan
Perwajahan adalah tata letak unsur-unsur karya ilmiah serta aturan penulisan unsure-
unsur tersebut yang dikaitkan dengan segi keindahan dan estetika naskah. Perwajahan tersebut
meliputi
3. Pola Ukuran Kertas
Jarak margin/pias kiri dan kanan serta margin atas dan bawah kertas diatur sebagai
berikut:
a) Pias atas 4 cm
b) Pias bawah 3 cm
c) Pias kiri 4 cm, dan

Modul Bahasa Indonesia 86


d) Pias kanan 3 cm
4. Penomoran
Penomoran yang lazim digunakan dalam karya ilmiah adalah angka romawi kecil, angka
romawi besar, dan angka Arab.
Angka romawi kecil seperti i, ii, iii, iv, v dipakai untuk menomori halaman judul, prakata,
daftar isi, daftar tabel, daftar grafik (jila ada), dan daftar singkatan serta lambang. Penomoran
angka romawi besar seprti I, II, III, IV, V dipakai untuk menomori tajuk bab pendahuluan,
landasan teori, metode penelitian, pembahasan, dan kesimpulan. Angka Arab seperti 1, 2, 3, 4, 5
digunakan untuk menomori halaman naskah mulai bab pendahuluan sampai halaman terakhir.
Penomoran anak bab juga menggunakan angka Arab, tetapi dengan angka Arab sistem
digital. Misalnya, 1.1, 1.2, 2.1, 2.2, 2.2.1, 2.2.2. Angka digital tidak lebih dari tiga angka, untuk
penomoran selanjutnya menggunakan huruf seperti a, b, c. Sebagai catatan angka terakhir dalam
digital tidak diakhiri tanda titik.
5. Kutipan
Kutipan adalah gagasan, ide, pendapat yang diambil dari berbagai sumber. Proses
pengambilan gagasan itu disebut mengutip. Gagasan itu bisa diambil dari kamus, ensiklopedi,
artikel, laporan, buku, majalah, internet, dan lain sebagainya. Dalam tulisan ilmiah, baik berupa
artikel, karya tulis, skripsi, tesis, dan disertasi selalu terdapat kutipan.
Kutipan berfungsi untuk menegaskan isi uraian yang diajukan oleh penulis berdasarkan
bukti- bukti yang diperoleh dari pakar bahkan pengalaman nyata seseorang. Seorang penulis
tidak perlu membuang waktu untuk menyelidiki suatu hal yang sudah dibuktikan kebenarannya
oleh penulis lain, penulis cukup mengutip karya orang lain tersebut.
Kutipan terdiri atas dua bentuk, yaitu kutipan langsung dan tidak langsung. Kutipan
langsung adalah pengambilan informasi dengan mengambil secara lengkap kata demi kata,
kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli. Sedangkan kutipan tidak langsung adalah
pengambilan informasi yang berupa gagasan pokok atau inti sari dari teks asli.
Kutipan yang kurang dari lima baris ditulis diantara tanda kutip (“...”) dan menjadi satu
rangkaian dalam teks utama dan diikuti nama penulis, tahun, dan nomor halaman. Nama penulis
dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau menjadi satu dengan tahun dan nomor halaman di
dalam kurung.
Contoh nama penulis ditulis terpadu dalam teks:

Modul Bahasa Indonesia 87


Menurut Dawan (1996: 553), “Istilah ulu al- albab terdiri atas dua kata, yakni ulu dan albab
[sic] ....”
Contoh nama penulis ditulis bersama tahun dan nomor halaman di dalam kurung:
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah “ Terdapat kecenderungan semakin banyak
‘campur tangan’ pimpinan perusahaan semakin rendah tingkat partisipasi karyawan di daerah
perkotaan” (Soewignyo, 1990: 101).
Kutipan yang lima baris atau lebih, diketik terpisah satu alinea tersendiri, tanpa tanda kutip,
ditulis 1,2 cm dari garis tepi dan kanan, dipisah dari teks dalam jarak 2,5 spasi, dan diketik
dengan spasi tunggal.
6. Daftar Pustaka
Daftar pustaka yaitu suatu daftar yang berisi semua sumber bacaan yang digunakan
sebagai bahan acuandalam penulisan karya ilmiah seperti Makalah, Skripsi, Tugas Akhir,
Laporan, Tesis, dan penelitian. Daftar Pustaka dalam arti Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah daftar yang mencantumkan judul buku, nama pengarang, penerbit, yang ditempatkan pada
bagian akhir suatu karangan atau buku, dan disusun menurut abjad.
Daftar pustaka dalam sebuah karya ilmiah penting dalam menunjang keakuratan teori
sebuah penelitian. Sebab, penulisan daftar pustaka dapat membantu pembaca untuk menemukan
sumber teori yang digunakan ataupun untuk mengetahui sebuah penelitian yang pernah diteliti.
Selain itu penulisan daftar pustaka juga merupakan suatu penghargaan terhadap kerja keras
ilmuan atau penelitian atas munculnya sebuah teori dan hasil dari sebuah penelitian.
1) Cara Membuat Daftar Pustaka
Ada beberapa komponen dalam Teknik Penulisan Daftar Pustaka yaitu :
a) Nama penulis dan nama keluarga (jika ada)
b) Ditempatkannya didepan nama kecil
c) Tahun Penerbitan
d) Judul Buku
e) Tempat Penerbitan
f) Nama Penerbit
Semua pustaka acuan yang dicantumkan dalam daftar pustaka itu disusun menurut abjad
nama-nama pengarang atau lembaga yang menerbitkannya, baik ke bawah maupun ke kanan.
Jadi, daftar pustaka tidak diberi nomor urut 1,2,3,4, dan 5 atau diberi huruf a, b, c, d, dan e. Jika

Modul Bahasa Indonesia 88


nama pengarang dan nama lembaga yang menerbaitkan itu tidak ada, penyusunan daftar pustaka
didasar pada judul pustaka acuan tersebut.
2) Penyusunan daftar rujukan
a) Nama pengarang diurutkan menurut urutan alfabet.
b) Jika untuk seorang pengarang terdapat lebih dari satu bahan informasi, maka untuk
informasi kedua dan berikutnyan nama pengarang tidak perlu diiku-setakan, tetapi diganti
dengan garis sepanjang 5 atau 7 ketikan.
c) Bila ada dua atau tiga karangan dari seorang pengarang, maka penyusunannya menurut
tahun terbitnya dan di belakang tahun terbit diberi nomor urut a, b, c dan seterusnya.
Contoh:
Smith, J. 2000a. Harvard Refrencing. London: Jollygood Publishing.
_______. 2000b. Dutch Citing Practices. London: Jollygood Publishing.
d) Jarak antarbaris untuk satu rujukan adalah satu spasi sedangkan jarak antarpenulis adalah
dua spasi.
e) Baris kedua dan seterusnya dari tiap penulis dimasukkan ke dalam sebanyak 3 atau 4
ketikan. Baris pertama dimulai darimargin kiri.

3) Teknik Penulisan Rujukan dari Berbagai Sumber


Teknik penulisan rujukan dari berbagai sumber hampir sama dengan teknik penulisan
rujukan atau kutipan yang diterangkan di atas, yakni nama penulis, tahun penerbitan dan nomor
halaman. Nama penulis dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau menjadi satu dengan tahun
dan nomor halaman di dalam kurung.
a. Sumber kedua
Umumnya kita tidak membaca sumber aslinya tetapi membaca dari sumberlainnya (sumber
kedua) yang mengutip sumber aslinya.

Contoh:
Dalam (Dahuri et al., 1996: 78) ada kutipan sebagai berikut pada halaman 11:
“Seringkali keterpaduan yang diartikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di
wilayah pesisir dan lautan yang meliputi: pengumpulan dan analisis data, perencanaan,
implementasi dan kegiatan konstruksi” (Sorensen dan McCreary, 1990: 90).

Modul Bahasa Indonesia 89


Atau:
“ …suatu studi oleh Sorensen & McCreary (1990: 90) (dikutip dalam Dahuri, et al.
1996, halaman 11), mengatakan ….”
Atau:
“… Suatu studi oleh Sorensen & McCreary (1960: 90), dalam Dahuri, et al. (1996: 78),
mengatakan … “
b. Sumber lisan
Sumber lisan berupa ucapan lisan yang diberikan dalam ceramah, kuliah, atau wawancara.
Contoh:
Dalam menjawab nota Keuangan dan RAPBD Daerah Khusus Ibukota tahun 1973, tanggal 2
Pebruari 1973, Gubernur Ali Sadikin mengatakan a.l.:”...Tetapi apabila kita jujur berkenaan
melihat persoalan itu pada perspektif yang lebih luas dan pada proposal yang wajar, maka
akan terlihat bahwa kepentingan umum memang benar menuntut adanya pengorbanan-
pengorbanan itu [sic]...”
c. Internet
Bila mengutip sumber dari internet, perlu menyediakan nama penulis, tanggal mengakses, dan
URL atau lokasi internet.
Contoh:
Dalam menjawab Syubhat Majalah As-Sunnah tentang amaliyah Istisyhaadiyah: “Padahal para
Ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah, atas manhaj Salafush Shalih, sebelum berkata atau menilai
sesuatu mereka terlebih dahulu tabayyun dan mempelajari sesuatu tersebut secara seksama,
bukan asal nilai sebelah fihak” (Abdullah, 2 November 2008, http://www.sabiluna.net/).

4) Teknik Penulisan Daftar Rujukan dari Berbagai Sumber Cetak dan Elektronik
Daftar rujukan adalah sebuah daftar yang berisi judul buku- buku, artikel- artikel, atau
bahan- bahan dari sumber informasi lainnya yang telah dikutip dalam teks. Daftar rujukan
berfungsi sebagai kelengakapan karya ilmiah, sehingga harus ada dalam karya ilmiah. Dengan
daftar ini, pembaca dapat melihat kembali kepada sumber aslinya dan dapat memperluas
pengetahuan dengan berbagai macam buku dan informasi lainnya.
Fungsi daftar rujukan yakni untuk menunjukkan dengan tepat tempat- informasi yang
telah dikutip, dan mudah ditemukan oleh pembaca. Dengan demikian daftar rujukan seharusnya

Modul Bahasa Indonesia 90


dibedakan dengan daftar pustaka. Pengertian daftar rujukan seperti keterangan di atas sedangkan
daftar pustaka adalah daftar bacaan yang disarankan untuk dibaca dan tidak dikutip dalam
tulisan, tetapi sekedar untuk memperluas wawasan bagi mereka yang ingin mengetahuinya lebih
lanjut.
Daftar pustaka tidak disarankan dalam penulisan karya ilmiah, maksudnya tentu agar
karya ilmiah memanfaatkan sumber informasi yang telah ada. Atau memanfatkan penelitian
yang telah dilakukan orang lain untuk dikembangkan sendiri sebagai ide penulisan/ penelitian
baru.
Prinsip penulisan daftar rujukan dari berbagai sumber cetak dan elektronik sebagai
berikut:
a. Nama penulis atau penulis- penulis dalam posisi sebagai penulis atau editor, sebagai entry
(masukan awal) dalam darftar rujukan. Penyusunannya diawali dengan nama kedua kemudian
diikuti tanda baca “koma” dan nama pertama dalam bentuk inisial diikuti tanda baca “titik”.
b. Tahun penerbitan.
c. Judul penulisan/ dokumen dan sebagainya yang biasa ditulis dengan huruf besar-kecil
dicetak italic. Namun untuk masing- masing sumber ada tata caranya sendiri yang akan
diuraikan pada uraian berikutnya.
d. Kota penerbit.
e. Penerbit.
Kalau ada dua orang penulis, maka ada sisispan “dan” atau “&” di antara pengarang
pertama dan pengarang selanjutnya. Bila pengarang berjumlah enam atau lebih, maka nama-
nama pengarang lainnya cukup dipergunakan singkatan et al., dll, atau dkk. Susunan nama
pengarang kedua dan seterusnya tidak disusun terbalik. Jika tidak ada nama orang, dipakai nama
lembaga/ organisasi yang bertanggung jawab terhadap informasi tersebut. Sebagai entry dalam
daftar rujukan, penulisan nama tidak memakai gelar akademis, seperti Prof., Dr., Ir., M.Sc, atau
pangkat kemiliteran: Jendral, Laksamana, atau sebutan lain seperti presiden dan sebagainya.
Untuk memudahkan dalam penulisan daftar rujukan dari berbagai sumber baik cetak maupun
elektronik kita lihat contoh berikut.
a. Buku
Nama penulis diikuti tahun, judul tulisan, kota, dan penerbit.
Contoh:

Modul Bahasa Indonesia 91


Keates, J.A. 1973. Cartographic Design and Production. London: Longmans.
Vanclay, F., and D. Bronstein. 1985. Environmental and Social Impact
Assessment. New York: Wiley & Sons.
b. Bab dari Buku
Hanya judul buku dicetak italic sedangkan judul baba tidak dicetak italic.
Contoh:
Rabben, E.L. 1990. Fundamentals of Photo Interpretation. Dalam:Manual of
Photographic Interpretation. Virginia: Americam Society of Photogrammetry.
c. Dari buku yang berisi kumpulan artikel (ada editornya)
Penulisan seperti menulis daftar rujukan dari buku dengan ditamabah tuisan (Ed.) jika ada
satu editor dan (Eds.) jika editornya lebih dari satu, di antara nama penulis dan tahun
penerbitan.
Contoh:
Letheridge, S. & Cannon, C.R. (Eds.). 1980. Bilingual Education: Teaching
English as a Second Language. New York: Praeger.
Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang
Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI komisariat Malang dan YA3.
d. Dalam buku kumpulan artikel
Hanya judul buku kumpulan yang ditulis italic sedangkan judul artikelnya tidak ditulis italic.
Contoh:
Hasan, M.Z. 1990. Karakteristik Penelitian kaulitatif. Dalam Aminuddin (Ed.),
Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm.
12 – 25). Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
e. Artikel dalam jurnal
Pada bagian akhir ditulis jurnal tahun keberapa, nomor berapa (dalam kurung), dan nomor
halaman dari artikel tersebut.
Contoh:
Hanafi, A. 1989. Partisipasi dalam Siaran pedesaan dan Pengadopsian Inovasi.
Forum Penelitian, 1(1): 33 – 47.

Modul Bahasa Indonesia 92


f. Artikel dalam jurnal dari CD-ROM
Penulisannya seperti daftar rujukan dari artikel dalam jurnal cetak ditambah dengan
penyebutan CD-ROMnya dalam kurung.
Contoh:
Krashen, S., Long, M. & Scarcella, R. 1979. Age, Rate and Eventual Attainment
in Second Language Acquistion. TESOL Quarterly, 13: 573 – 82 (CD-ROM:
TESOL Quarterly Digital, 1997).
g. Majalah atau surat kabar
Penulisannya: nama penulis, diikuti oleh tanggal, bulan, dan tahun (jika ada). Judul tulisan
ditulis dengan cetak biasa, dan huruf besar pada setiap huruf awal, kecuali kata hubung.
Nama majalah atau surat kabar dicetak italic dan ditulis kecil, kecuali huruf pertama setiap
kata. Nomor halaman disebut pada bagian akhir.
Contoh:
Suryadarma, S.V.C. 1990. Prosesor dan Interfase: Komunikasi Data. Info
Komputer, IV(4): 46 – 48.
Huda, M. 13 November, 1991. Menyiasati Krisis Listrik Musim Kering. Jawa
Pos, hlm. 6.
h. Surat kabar tanpa penulis
Nama penulis diganti dengan nama surat kabar pada bagian awal. Kemudian diikuti dengan
tanggal, bulan, tahun, judul tulisan, dan nomor halaman.
Contoh:
Jawa Pos. 22 April, 2015. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.
i. Dari skripsi, tesis, dan disertasi
Nama penulis ditulis paling depan, diikuti tahun yang tercetak pada sampul. Judul skripsi,
tesis, atau disertasi diikuti pernyataanskripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, nama
kota dan nama fakultas serta nama perguruan tinggi.
Contoh:
Pangaribuan, T. 1992. Perkembangan Kompetensi Kewacanaan Pembelajar
Bahasa Inggris di LPTK. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP
Malang.

Modul Bahasa Indonesia 93


j. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden
Karena yang bertanggungjawab terhadap dokumen-dokumen ini adalah negara, maka entry
dalam daftar rujukan dapat ditulis Republik Indonesia, atau Pemerintah Indonesia,
Government of Indonesia atau Indonesia saja.
Contoh:
RI (Republik Indonesia). 1992. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 115. Sekretariat
Negara. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). 1972. Keputusan Presiden No. 4 Tahun 1972 tentang
Perizinan Penerbangan Dalam dan Atas Wilayah Republik Indonesia.
Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
k. Makalah yang disajikan dalam Seminar, Penataran, atau lokakarya
Penulisannya: nama penulis, tahun, judul makalah (dicetakitalic), kemudian diikuti
pernyataan “Makalah disajikan dalam ...”, nama pertemuan, lembaga penyelenggara, tempat
penyelenggaraan, dan tanggal serta bulannya.
Contoh:
Karim, Z. 1987. Tatakota di Negara-negara Berkembang. Makalah disajikan
dalam Seminar Tatakota, BAPPEDA Jawa Timur, Surabaya, 1 -12 September.
l. Komunikasi Pribadi
Penulisannya: nama pembicara, tahun, diikuti keteranganPersonal
ommunication atau komunikasi pribadi dan keterangan lainya, yang sekiranya perlu
disebutkan dalam daftar rujukan, kemudian ditulis kota, dan negara.
Contoh:
Smith, R.G. 1990. Personal Communication CSIRO, Division of Remote
Sensing. Canberra, Australia.
Aziz, L. 1999. Komunikasi Pribadi. ITB, Jurusan Teknik Geodesi. Bandung,
Indonesia.
m. Internet
Penulisannya: nama penulis atau organisasi atau lembaga, tahun, judul informasi yang diacu
ditulis dalam italic, dengan keterangan (Online), dan diakhiri dengan lokasi dalam internet
disertai dengan keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.

Modul Bahasa Indonesia 94


Contoh:
Australian Surveying and Land Information Group. 1995. Products and
Services (Online), (http://www.auslig.gov.au/welcome.htm, 23 Mei 2001).
n. Dari internet berupa artikel dari jurnal
Penulisannya: nama penulis, tahun, judul artikel, nama artikel (dicetak italic) dengan diberi
keterangan (Online), volume, dan nomor, diakhiri dengan lokasi internet serta kapan diakses,
di antara tanda kurung.
Contoh:
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya.
Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.ad,
diakses 20 Januari 2000).
o. Dari internet berupa bahan diskusi
Penulisannya: nama penulis, tanggal, bulan, tahun, topik diskusi, nama bahan diskusi
(dicetak italic) dengan diberi keterangan dalan kurung (Online), dan diakhiri dengan
alamat e- mail sumber rujukan disertai keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh:
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites.NETTRAIN
Discussion List, (Online), (NETTRAIN@ubvm.cc.buffalo.edu, diakses 22
Nopember 1995).
p. Dari internet berupa e- mail pribadi
Penulisannya: nama pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dalam kurung (alamat e-
mail pengirim), diikuti secara berturut- turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi bahan
(dicetak italic), nama yang dikirimi desertai keterangan dalam kurung (alamat e- mail yang
dikirimi).
Contoh:
Davis, A. (a.davis@uwts.edu.au). 10 Juni 1996. Learning to Use Web Authoring
Tools, E- mail kepada Alison Hunter (hunter@usq.edu.au).
q. Kaset video
Penulisannya: nama perekam, tahun merekam, judul rekaman, nama produksi video
(ditulis italic), kota, negara, dan selang waktu rekaman.
Contoh:

Modul Bahasa Indonesia 95


Burke, J. 1978. Distant Voices, BBC Videocasette, London, UK. 45 mins.
r. Enclyclopedia, kamus
Hanya nama Encyclopedia dan Kamus yang ditulis italic.
Echols, J.M. dan Shadily, H. (Eds) 1989. Kamus Inggeris – Indonesia. Jakarta:PT
Gramedia.

C. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan konvensi ilmiah?
2. Apa saja ragam dalam konvensi ilmiah?
3. Mengapa dalam penulisan karya ilmiah diperlukan konvensi?
4. Buatlah sebuah pernyataan yang di dalamya didukung oleh pendapat orang lain, baik Anda
kutip secara langsung maupun tidak langsung!
5. Susunlah beberapa kepustakaan berikut sesuai dengan kaidah yang benar!

Modul Bahasa Indonesia 96


POKOK BAHASAN 11
PENULISAN PROPOSAL

A. Proposal
Tentu kita sudah pernah melihat sebuah proposal, baik di sekolah, kampus, maupun di
tempat-tempat lainnya. Namun tidak semua orang mengetahui sebenarnya apa itu proposal, apa
saja jenis-jenis proposal, bagaimana membuat sebuah proposal, dan hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan dalam membuat sebuah proposal. Dalam bab ini akan dijelaskan secara singkat apa
yang dimaksud dengan proposal, jenis-jenis proposal dan bagaimana membuat sebuah proposal
yang baik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Menurut Luneto (http://lemlit.ung.ac.id ) “Proposal” bermakna “usulan” yang merupakan
hasil dari kegiatan “mengusulkan” atau “propose” dalam bahasa Inggris. Dengan demikian
proposal merupakan suatu usulan atau rencana yang memerlukan persetujuan dari pihak lain
sebelum dilaksanakan. Isi proposal dapat berupa rancangan kegiatan, dana, pelaksana, dan lain
sebagainya. Lebih jauh Keraf (1998:302) menyebutkan usul atau proposal adalah suatu saran
atau permintaan kepada seseorang atau suatu badan untuk mengerjakan atau melakukan suatu
pekerjaan. Proposal dibuat untuk meyakinkan seseorang atau badan sehingga orang atau badan
tersebut menerima proposal atau usul dan melakukan apa yang diharapkan dalam proposal itu.
Sebelum membuat sebuah proposal atau usul kita harus menentukan untuk siapa proposal itu
dibuat. Karena isi dan bentuk proposal yang akan dibuat tergantung dari kepada siapa proposal
itu akan diberikan.
Penyusunan suatu proposal bisa dilakukan oleh seseorang, badan-badan maupun instansi-
instansi swasta maupun pemerintahan. Banyak instansi-instansi swasta maupun pemerintah yang
menyusun sebuah proposal kepada pihak lain dalam membantu suatu pekerjaan atau kegiatan
yang akan dilakukan namun instansi tersebut tidak dapat menjalankan pekerjaan atau kegiatan
tersebut sendiri. Oleh karena itu, mereka membuat sebuah proposal kepada pihak lain untuk
bekerja sama dan meminta bantuan maupun dukungan kepada pihak lain terseut dalam
melaksanakan pekerjaan atau kegiatan tersebut.
Pihak yang membuat proposal tidak selalu melakukan permintaan kerjasama yang
menguntungkan kepada penerima proposal. Artinya proposal yang dibuat, tidak sebagai
kerjasama dari salah satu pihak kepada pihak lain untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi bisa
saja sebuah proposal dibuat hanya untuk menyampaikan usul-usul atau masukan kepada pihak

Modul Bahasa Indonesia 97


lain tentang masalah-masalah yang sedang terjadi. Misalnya sebuah organisasi kemasyarakatan
yang memberikan usulan kepada pemerintah tentang suatu permasalahan sosial yang terjadi
dimasyarakat dengan tujuan agar pemerintah ikut memikirkan atau mendapatkan masukan dari
organisasi masyarakat tersebut dalam mengatasi permasalahan yang terjadi. Dari sini dapat
disimpulkan, bahwa sebuah proposal yang dibuat tidak hanya untuk mendapatkan suatu
pekerjaan atau kerjasama yang menguntungkan dalam dunia bisnis, tetapi sebuah proposal dapat
dijadikan bahan atau alat yang digunakan seseorang atau badan hanya sebatas untuk memberikan
usulan kepada pemerintahan tentang suatu permasalahan sosial yang sedang atau akan terjadi di
lingkungan masyarakat.

B. Tujuan Penulisan Proposal


Sebuah proposal dibuat berdasarkan sesuatu yang belum tersedia dan belum terjadi. Hal
ini berbeda dengan tulisan lain yang dibuat berdasarkan sesuatu hal atau bahan yang sudah
tersedia atau yang sudah terjadi. Untuk itu, agar dapat meyakinkan penerima proposal,
kemampuan pembuat proposal dalam merencanakan dan memperkirakan sesuatu rencana sangat
mutlak dibutuhkan dalam membuat proposal.
Pembuatan proposal banyak manfaatnya untuk kita sebagai pembuat dan untuk penerima
proposal tersebut. Secara umum manfaat dari pembuatan proposal itu adalah sebagai berikut:
a. Sebagai landasan kerja atau rencana yang dapat mengarahkan pantia dalam melakukan
kegiatan atau pekerjaan yang sudah direncanakan dalam proposal.
b. Dapat menjelaskan secara singkat tentang apa, bagaimana, dan kapan kegiatan atau
pekerjaan tersebut dilaksanakan kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan proposal
tersebut.
c. Meyakinkan orang lain atau pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini donatur untuk
memberikan dukungan baik segi material maupun finansial dalam melaksanakan kegaiatan
atau pekerjaan yang sudah direncanakan dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait.
d. Meminta bantuan kepada pihak lain untuk melakukan suatu pekerjaan yang tidak bisa kita
lakukan sendiri.
e. Memberi masukan atau usulan kepada pihak lain tentang suatu permasalahan sosial yang
sedang terjadi di lingkungan masyarakat serat masukkan-masukkan dalam menyelesaiakan
permasalahan tersebut.

Modul Bahasa Indonesia 98


Seseorang atau badan yang membuat sebuah proposal tentunya mempunyai tujuan dan
maksud tertentu. Secara umum tujuan penulisan sebuah proposal adalah sebagai berikut:
1. Permohonan bantuan kepada pihak lain;
2. Penawaran suatu kegiatan yang berkaitan dengan pihak tertentu;
3. Permohonan izin melakukan penelitian yang bersifat formal;
4. Perencanaan sebuah pekerjaan yang bersifat formal;
5. Permohonan bantuan dana kepada pihak lain.
6. Sebagai masukkan atau usulan tentang suatu permaslahan kepada pihak lain yang
berkepentingan.
Dari tujuan-tujuan penulisan proposal tersebut, akan menentukan juga jenis atau bentuk
sebuah proposal yang akan dibuat. Karena bentuk sebuah proposal tergantung pada tujuan dan
jenis kegiatan yang akan dilakukan. Untuk lebih memahami bentuk-bentuk sebuah proposal,
maka akan dibahas juga jenis-jenis proposal.

C. Jenis Proposal
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, ketika kita membuat sebuah proposal, kita
harus mengetahui untuk siapa proposal itu akan diberikan. Karena bentuk proposal yang akan
kita buat tergantung dari kepada siapa proposal itu akan diberikan. Secara umum proposal
dibedakan menjadi proposal formal, proposal semiformal, dan proposal nonformal. Proposal
formal adalah proposal yang dalam penyusunannya memenuhi persyaratan-persyaratan formal.
Bentuk proposal formal ini di dalamnya terdiri dari bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian
penutup. Biasanya proposal formal ini dibuat untuk sesuatu kepentingan yang fomal juga.
Sedangkan proposal semiformal dan proposal nonformal merupakan proposal yang dalam
pembuatanya tidak terlalu mengiktui konvensi atau persyaratan-persyaratan yang berlaku dalam
naskah formal. Walaupun tidak terlalu formal, namun dalam proposal semiformal dan proposal
nonformal ini juga harus ada bagian-bagian proposal yang harus ada dalam sebuah proposal.
Menurut Keraf (1998:303) macam-macam bidang yang bisa dijadikan sasaran dalam
membuat proposal adalah:
a. Penelitian
b. Pengembangan
c. Perencanaan

Modul Bahasa Indonesia 99


d. Pemasaran
Proposal penelitian biasanya dibuat oleh seseorang atau lembaga-lembaga ilmiah seperti
perguruan tinggi untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan ditujukan oleh suatu badan dan
dibiayai oleh badan tersebut. Banyak para pendidik seperti dosen, guru, bahkan juga terkadang
mahasiswa yang membuat proposal penelitian yang ditujukan untuk instansi-instansi pemerintah
untuk mendapatkan dana dari instansi tersebut guna memperlancar penelitiannya itu. Dalam
membuat sebuah proposal penelitian harus sesuai dengan aturan yang berlaku pada instansi atau
badan yang akan diberikan proposal tersebut. Tiap-tiap instansi tidak semuanya sama dalam
mengatur bentuk proposal sebuah penelitian. Karena proposal penelitian ini termasuk kedalam
bentuk proposal formal, maka dalam penyusunannya harus sesuai dengan konvensi yang berlaku,
secara garis besar isi proposal tersebut terdapat tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi,
dan bagian penutup.
Selain proposal penelitian, bentuk proposal yang tergolong bentuk formal adalah proposal
perencanaan. Misalnya saja untuk proposal perencanaan pembangunan gedung, kantor, sekolah
dll. Biasanya proposal ini dibuat oleh perusahaan yang berkecimpung di dunia kontraktor.
Perusahaan tersebut mengajukan penawaran-penawaran kepada suatu lembaga, badan atau
instansi untuk mengerjakan pembangunan gedung atau kantor lembaga tersebut. Oleh karena itu
proposal perencanaan ini butuh konsep serta perencanaan yang matang untuk dapat meyakinkan
bahwa rencana yang ditawarkan menarik.

1. Proposal Formal
Seperti yang sudah dikemukakan di atas, proposal formal adalah proposal yang dalam
penyusunannya mengikuti dan memenuhi persyaratan-persyaratan formal. Dalam persyaratan
formal, ada tiga bagian utama yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Berikut
akan dibahas satu persatu bagian-bagian tersebut.
1.1 Bagian Pendahuluan
Bagian ini berada di awal sebuah proposal yang akan dibuat. Menurut Keraf (1998:306)
hal-hal yang ada pada bagian pendahuluan ini adalah surat pengantar atau memorandum
pengantar, halaman judul, ikhtisar atau abstrak, daftar isi, dan penegasan permintaan. Hal-hal
tersebut harus dimasukkan kedalam bagian pendahuluan, walaupun ada sebagian proposal formal

Modul Bahasa Indonesia 100


yang tidak memakai salah satu hal tersebut, misalnya tidak menyertakan ikhtisar atau abstrak
dalam bagian pendahuluannya.
1.1.1 Surat Pengantar atau Memorandum Pengantar
Sebagian orang mengenalnya sebagai surat pengantar proposal. Surat pengantar ini
berfungsi untuk menjelaskan apa-apa saja yang perlu diketahui oleh si penerima proposal. Dalam
surat pengantar, biasanya berisi tentang alasan kenapa pembuat proposal menyerahkan atau
memberikan dan menawarkan sebuah usulan atau tawaran kepada si penerima proposal,
penjelasan sekilas tentang isi dari proposal itu, dan permintaan kepada si penerima proposal
untuk diterimanya proposal tersebut dan dapat membantu si pembuat proposal dalam hal
perizinan serta dana untuk kegiatan tersebut.
1.1.2 Sampul dan Halaman Judul
Pada sampul atau halaman judul ini biasanya dicantumkan jenis proposal itu, judul
proposal, nama penyusun, nama lembaga serta logo lembaga tersebut, dan tahun pembuatan
proposal tersebut.
1.1.3 Ikhtisar atau Abstrak
Bagian ini berisi tentang inti sari atau rangkuman dari isi proposal. Ikhtisar atau abstrak ini
biasanya digunakan dalam penelitian formal seperti dalam skripsi, tesis, atau disertasi. Ikhtisar
atau abstrak dalam proposal skripsi, tesis, atau disertasi biasanya berisi tentang inti sari dari
masalah dan cara pemecahan masalah yang disampaikan pada proposal tersebut. Ikhtisar atau
abstrak ini dibuat untuk mengefisienkan waktu penerima proposal dalam memahami isi proposal
tersebut, karena terkadang penerima proposal tidak banyak waktu untuk membaca proposal
tersebut secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan ikhtisar atau inti sari dari isi proposal tersebut
sehingga penerima proposal dapat mengetahui isi proposal tanpa harus membacanya secara
keseluruhan.
1.1.4 Daftar Isi
Bagian ini merupakan rekapitulasi dari semua judul utama dan subjudul utama yang
terdapat pada sebuah proposal. Tujuan dari penulisan daftar isi ini untuk memudahkan penerima
proposal dalam menemukan atau mencari sesuatu yang ingin dicari dalam proposal tersebut.
Bagian isi ini diletakkan sebelum masuk ke dalam bagian isi sebuah proposal.

Modul Bahasa Indonesia 101


1.1.5 Penegasan Permohonan
Sebenarnya bagian ini tidak selalu harus ada dalam sebuah proposal, karena bagian ini
dapat dimasukkan ke dalam ikhtisar. Kalau ingin dijadikan bagian sendiri, maka biasanya bagian
ini berisi tentang penjelasan singkat tentang siapa, apa, bagaimana, kapan, serta berapa dana yang
diperlukan dalam pekerjaan tersebut. Misalnya siapa yang akan melakukan pekerjaan itu, apa
saja yang akan dikerjakan, bagaimana proses pengerjaannya, kapan pekerjaan itu dimulai dan
selesai, serta berapa jumlah biaya yang harus dikerjakan dalam pekerjaan itu. Hal yang penting
adalah dalam perumusan bagian ini harus sesuai dengan bagian isi proposal tersebut karena akan
mempengaruhi pertimbangan penerima proposal sebelum menyetujui proposal tersebut.
1.2 Bagian Isi Proposal
Bagian isi proposal memuat semua uraian secara terinci tentang suatu masalah, kegiatan
atau pekerjaan yang akan dilakukan. Isi proposal pada tiap-tiap lembaga penerima proposal
berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung kesepakatan yang sudah dibuat oleh lembaga-
lembaga tersebut. Oleh karena itu penting untuk melihat Besiapa penerima proposal yang
akan kita buat sebelum menentukan bentuk dari isi proposal tersebut. Walaupun berbeda-beda
namun secara umum ada beberapa bagain yang biasanya terdapat pada bagain isi proposal ini,
diantaranya:
1.2.1 Latar belakang
Pada bagian ini dikemukakan semua hal yang berkaitan dengan sebuah masalah yang
sedang dibahas. Kondisi-kondisi yang telah, sedang atau akan terjadi dibahas dalam bagian ini
untuk membuka pengetahuan penerima proposal terhadap masalah yang diajukan dalam
proposal tersebut. Dalam bagian ini kita boleh mengemukakan masalah sebanyak-banyaknya
tetapi harus tetap yang saling berkaitan. Masalah-masalah yang dikemukakan baiknya adalah
masalah-masalah yang saling menguatkan masalah yang satu dengan masalah yang lainnya,
sehingga penerima proposal akan lebih yakin terhadap masalah yang diajukan dalam proposal.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan untuk menentukan masalah-masalah mana saja yang
paling penting untuk dijadikan prioritas dalam pembahasan isi proposal tersebut. Dengan
pembatasan masalash ini diharapkan masalah yang akan dibahas lebih spesifik lagi sehingga
antara pembuat proposal dengan penerima proposal mempunyai tujuan yang sama dalam
membahas jalan keluar dari masalah-masalah yang diajukan.

Modul Bahasa Indonesia 102


1.2.3 Rencana Kegiatan
Bagian ini memuat tentang apa, bagaimana, dimana, dan kapan pelaksanaan itu
dilakukan. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting karena pada bagian ini penerima
proposal akan mengetahui tentang keseluruhan pelaksanaan kegiatan tersebut. Misalnya dalam
proposal penelitian, penerima proposal akan mengetahui bagaimana pelaksanaan itu dilakukan,
kapan kegiatan itu dilakukan serta dimana kegiatan itu akan dilakukan. Semua itu menjadi hal
yang penting karena biasanya penerima proposal akan melihat pada bagian ini untuk menjadi
pertimbangan keputusan diterima atau tidaknya sebuah proposal.
1.2.4 Personalia
Personalia yang dimaksud adalah orang-orang yang ikut dalam kegiatan tersebut. Dalam
proposal kegiatan bagian personalia ini biasany disebut dengan susunan panitia, karena bagian ini
terdiri dari orang-orang yang ikut serta dalam kegiatan tersebut. Mulai dari penanggung jawab,
serta orang-orang lainnya yang ikut bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut.
1.2.5 Biaya atau Anggaran dana
Bagian ini memuat tentang perincian-perincian biaya atau anggaran yang diperlukan
dalam pekerjaan tersebut. Bagian ini menjadi bagian yang diperhatikan juga oleh penerima
proposal. Karena pada hakikatnya pengajuan sebuah proposal selain untuk menawarkan suatu
hal, meminta perizinan kegiatan, juga meminta bantuan dana kepada penerima proposal untuk
pelaksanaan pekerjaan tersebut.
1.3 Bagian Penutup
Bagian penutup proposal berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran seperti tabel, gambar,
dan sebagainya yang digunakan dalam proposal tersebut. Sebagian besar bagian penutup ini
berisi tentang kesimpulan, saran atau penegasan kembali permohonan yang diajukan oleh
pembuat proposal kepada penerima proposal dalam hal ini lembaga-lambaga atau badan-badan
yang berkaitan.
2. Proposal nonformal
Sudah dikemukakan sebelumnya bahwa proposal non-formal dalam pembuatannya tidak
memenuhi persyaratan-persyaratan formal seperti yang dikemukakan di atas. Namun demikian
dalam pembuatan proposal non-formal ini juga harus memperhatian hal-hal yang harus ada
dalam sebuah proposal. Menurut Keraf, mahasiswa belum diharapkan untuk menulis sebuah

Modul Bahasa Indonesia 103


proposal formal, namun sudah dapat dibiasakan untuk menulis proposal atau usul yang bersifat
non-formal. Bentuk-bentuk proposal non-formal ini beraneka ragam sesuai dengan tujuan si
pembuatnya atau kesepakatan antara pembuat dan penerima proposal tersebut. Walaupun
bentuknya berbeda-beda, namun ketika kita akan membuat sebuah proposal non-formal ini, ada
beberapa yang harus dimasukkan kedalam proposal tersebut, diantaranya:
2.1 Masalah
Sama hal nya dngan proposal formal, dalam proposal non-formal juga harus menjelaskan
masalah, pekerjaan, atau kegiatan yang akan dilakukan. Pembuat proposal harus dapat meyakini
kepada penerima proposal bahwa masalah, pekerjaan, atau kegiatan tersebut penting dilakukan
sekarang juga. Perlu diingat dalam menjelaskan sebuah masalah harus sesuai dengan kebutuhan
yang ada dilapangan. Misalnya dalam penyusunan proposal kegiatan HUT RI, maka proposal
tersebut dibuat ketika bulan Agustus, karena sesuai dengan bulan kemerdekaan RI.
2.2 Rencana Kegiatan
Pada bagian ini dijelaskan bagaimana kegiatan itu dilakukan, kapan kegiatan itu
dilaksanakan, dan dimana kegiatan itu akan dilaksanakan. Bagian ini merupakan salah satu
bagian terpenting dalam sebuah proposal non-formal, karena bagian ini akan menjadi
pertimbangan oleh penerima proposal. Oleh karena itu dalam penyusunan bagian ini harus harus
dibuat sebaik mungkin sehingga benar-benar dapat meyakinkan penerima proposal.
2.3 Permohonan
Bagian ini adalah bagian penutup proposal non-formal yang berisi permohonan untuk
melakukan kegiatan tersebut. Biasanya dalam bagian ini dilampirkan juga biaya yang akan
diajukan untuk kegiatan tersebut. Perlu diingat dalam penyusunan biaya atau anggaran dana
besaran yang diajukan harus logis atau sesuai dengan pelaksanaan kegiatan tersebut. Karena hal
ini salah satu yang dijadikan pertimbangan penerima proposal apakah proposal yang kita ajukan
disetuju atau tidak.

D. Teknik Penulisan Proposal


Membuat sebuah proposal bukanlah sesuatu pekerjaan yang mudah, tapi bukan juga suatu
pekerjaan yang sulit. Artinya membuat sebuah proposal akan terasa mudah apabila kita sudah
mengetahui teknik membuat sebuah proposal, baik yang bersifat formal, semiformal, maupun
yang bersifat nonformal. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, sebelum kita membuat

Modul Bahasa Indonesia 104


sebuah proposal, kita harus tahu maksud dan tujuan dari pembuatan proposal terssebut. Kita juga
harus mengetahui kepada siapa proposal itu akan diberikan.
Ada hal-hal yang harus diperhatian dalam membuat sebuah proposal, diantaranya sebagai
berikut:
a. Pembuatan atau penyusunan proposal baiknya dilakukan oleh orang atau beberapa orang
yang sudah terbiasa membuat sebuah proposal atau bisa dikatakan orang yang ahli dalam
menyusun proposal dan berkaitan dengan kegiatan bidang atau pekerjaan yang akan
dilakukan. Hal ini dilakukan karena dalam membuat sebuah proposal, apalagi yang bersifat
formal, benar-benar dituntut ketelitian, keseriusan serta wawasan yang luas dari pembuat
proposal tersebut.
b. Tentukan tema dan tujuan proposal yang akan dibuat.
c. Persiapkan bahan-bahan serta informasi sebanyak mungkin yang berkaitan dengan kegiatan
tersebut. Bahan dan informasi tersebut sangat diperlukan dalam merumuskan proposal yang
akan dibuat.
d. Menyusun draf atau kerangka proposal yang baik dan sistematis. Perlu diingat karena
proposal yang akan kita buat akan dibaca oleh orang lain, maka dalam merumuskan draf atau
kerangka juga harus semenarik mungkin. Karangka atau draf yang menarik akan
menghasilkan proposal yang menarik juga.
e. Usahakan sebelum membuat proposal yang utuh dari draf yang sudah kita buat,
musyawarahkan rancangan draf atau kerangka tersebut kepada pimpinan atau orang-orang
yang lebih bertanggung jawab atas kegiatan yang akan kita kerjakan.
f. Buatlah proposal dengan semenarik mungkin. Setelah selesai perbanyaklah proposal tersebut
dan berikan kepada orang-orang yang berkepentingan agar bisa dikoreksi dan diberi
masukkan sebelum diserahkan kepada badan atau instansi penerima proposal tersebut.
Sebagai mahasiswa, dituntut untuk bisa membuat sebuah proposal penelitian, karena akan
bermanfaat ketika mereka menyusun sebuah penelitian skripsi sebagai syarat kelulusan mereka.
Menurut Lenotu (http://lemlit.ung.ac.id/berita-105-menyusun-proposal-penelitian.html) ada beberapa
persiapan yang harus diperlukan dalam menyusun sebuah proposal penelitian untuk penulisan
skripsi, antara lain:

a. Tentukan bidang dan masalah yang hendak diteliti dalam kawasan teknologi pembelajaran.

Modul Bahasa Indonesia 105


b. Kreatif dan inovatif dalam menentukan bidang dan masalah penelitian dengan menghindari
bidang, jenis, dan masalah penelitian yang sudah sering/banyak dilakukan
c. Batasi ruang lingkup masalah penelitian dari aspek jenis masalah, variable, tingkat dan
jenjang pendidikan, populasi dan responden, dan tempat penelitian.
d. Cari teori yang terkait dengan masalah itu.
e. Review/kaji penelitian-penelitian yang pernah dilaksanakan dalam bidang dan masalah yang
telah dipilih.
f. Pertimbangkan kemungkinan dan kelayakan penelitian dilihat dari sumber-sumber teori,
sumber data, dana, dan waktu.
g. Diskusikan masalah penelitian itu dengan teman atau dosen/peneliti yang berpengalaman
dalam bidang tersebut.
h. Pegang teguh bahwa Anda adalah pemilik dan penanggung jawab pelaksanaan dan hasil
penelitian. Pemikiran orang lain adalah sebagai masukan untuk memantapkan Anda
mengambil keputusan dalam menyusun Proposal Penelitian serta melaksanakannya
kemudian hari.

D. Evaluasi
Buatlah sebuah proposal yang kalian akan diajukan kepada pihak luar bisa negeri atau
swasta kegiatan Kesehatan.

Modul Bahasa Indonesia 106


Daftar Pustaka

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Alek A. dan Achmad H. P. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:

Kencana.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika
Presindo.

Arifin, E.Zaenal dan Junaiyah. H.M.2008. Sintaksis untuk Mahasiswa Strata Satu. Jakarta:
Grasindo.

Budiharso, Teguh. 2009. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Venus.

Finoza, Lamuddin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa.
Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda.
Bandung: Rosda.

Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi: Komposisi Lanjutan III. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Kountur, Ronny. 2007. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM.

Rahardi, Kunjana. 2006. Teknik-Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis Ilmiah. Jakarta:
Erlangga.

Rahayu, Minto. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.

Modul Bahasa Indonesia 107

Anda mungkin juga menyukai