Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETIKA DAN METODE BELAJAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

HADIST TARBAWI

DOSEN PENGAMPU:

Ahmad Zamhuri . M.Pd.I

Disusun Oleh:

Sandi Singgih Prasetio

(01329.111.17.2020.)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


TUANKU TAMBUSAI
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
NYAsehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Etika dan Metode
Belajar”makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “HADIST TARBAWI”.
Sholawat dansalam semoga tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW
yang telahmemberi petunjuk kepada umat manusia di muka bumi dan menyempurnakan
akhlak dan budipekerti yang mulia.Dalam penyusunan makalah ini kami banyak menemukan
kesulitan, kami juga menyadarisepenuhnya bahwa masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh
karena itu, dengan segalakerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran khususnya dari
dosen pengampu matakuliah “Hadist Tarbawi” yaitu bapak Ahmad Zamhuri, M.Pd.i, serta
para pembaca yangsifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini. Demikianlah kata
pengantar yang dapatkami berikan daripada makalah ini, semoga makalah yang telah kami
susun ini dapat memberikan manfaat.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Taat Kepada Allah dan Rasul ................................................................................. 5


B. Bertanya dan Menghargai Perbedaan ..................................................................... 7
C. Belajar Bersama ...................................................................................................... 8
D. Tekun Belajar .......................................................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 10
B. Saran ....................................................................................................................... 11
C. Daftar isi.................................................................................................................. 12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pekerjaan mencari ilmu adalah pekerjaan mulia. Karena kemuliannyaorang yang


menuntut ilmu diangkat derajatnya oleh Allah SWT sebagaimanafirman-Nya dalam QS. Al-
Mujaadilah (58):11. Allah menjanjikan beberapaderajat yang tinggi bagi mereka yang
berilmu dan beriman baik di duniamaupun di akhirat. Ayat di atas menjelaskan bahwa ilmu
yang terangkatderajatnya adalah ilmu yang disertai iman atau iman yang disertai ilmu.
Ilmuyang dapat memperkuat keimanan atau iman yang diperkuat dengankeilmuan. Untuk
memperoleh ilmu yang disertai iman yang tinggi itu perludiusahakan sejak dini dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah, baikmelalui etika yang baik, maupun melalui moral,
perilaku, perbuatan, danucapan yang baik pula. Etika itu baik berhubungan dengan Allah
maupunberhubungan dengan yang terkait dengan ilmu seperti guru, buku, dan ilmu itu
sendiri.

Dalam kehidupan tidak lepas daridouble method dalam meraih suatuilmu yaitu metode lagir
dan batin. Metode lahir untuk menempuh ilmu kasbiysedang metode etika dan akhlak untuk
mencapai ilmu wahbiy atau laduniy.Keseimbangan antara dua metode tersebut dijadikan
suatu metode untukmencapai ilmu baik kasbiy maupun laduni. Karena pada dasarnya,
manusiatidak bisa membedakan antara dua ilmu tersebut setelah dimilikinya,keduanya secara
substansial datang dari Allah. Pada bab ini akan memaparkanbeberapa hadis yang
menjelaskan perlunya etika dan metode belajar bagiseorang pelajar yang ingin mendapatkan
ilmu yang bermanfaat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana etika belajar dalam wujud taat kepada Allah dan Rasul-Nya?
2. .Bagaimana bertanya dan menghargai perbedaan dalam pembelajaran?
3. Bagaimana belajar bersama dalam pembelajaran?
4. Bagaimana sikap tekun belajar dalam pembelajaran?

C.Tujuan

1. Menjelaskan etika belajar dengan wujud taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Menjelaskan bertanya dan menghargai perbedaan dalam pembelajaran
3. Menjelaskan belajar bersama dalam pembelajaran.
4. Menjelaskan sikap tekun belajar dalam pembelajaran.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ta’at kepada Allah dan Rosul

Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Ketika turun kepada Rasulullah SAW ayat Al-Qur‟an (al Baqarah (2):
284).

‫ُ َحب ِس ْج ُك ْى ثِ ِّ ّللاه‬ٚ ُُِٕ‫ض ۗ َٔإِ ٌْ ر ُ ْجذُٔا َيب فِ ٓٗ أ َ َْفُسِ ُك ْى أ َ ْٔ ر ُ ْخف‬


ِ ‫د َٔ َيب فِٗ ْاْل َ ْس‬ ِ‫ِه‬
ِ ٰٕ ًٰ‫ّلِل َيب فِٗ انسه‬

Artinya: Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di Bumi. Dan
jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.Para sahabat merasa sangat
cemas karenanya. Maka mereka pergi menghadap kepada Rasulullah SAW kemudian berlutut
dihadapan beliau seraya berkata: “Iya Rasulullah, kami telah dibebani tugas tugas yang kami
mampu melaksanakannya, yaitu shalat, puasa, jihad, dan sedekah(zakat).” Lalu ayat ini diturunkan
kepada engkau, sedangkan kami tidak mampu melaksanakannya”. RasulullahSAW bersabda
:”Apakah kamu ingin berkata seperti yang dikatakan dua ahli kitab sebelum kamu (Yahudi dan
Nasrani) yaitu perkataan : Kami mendengar dan kami durhaka (tidak taat)? Akan tetapi katakanlah:
Kami mendengar dan kami taat, ampunilah dosa kami wahai Tuhan kami dan kepada engkaulah
tempat kembali kami”. Setelah mereka membacanya, mulut mereka tidak berbicara apa apa lagi.
Lalu Allah menurunkan ayat berikutnya al Baqarah(2): 285.

َ ‫س ِهِۦّ ۗ َٔلَبنُٕا‬
‫س ًِ ْعَُب‬ ُ ‫بّلِل َٔ َي ٰهٓئِ َكزِِۦّ َٔ ُكزُجِِۦّ َٔ ُس‬
ُ ‫ٍَْ أ َ َح ٍذ ِ ّي ٍْ ُّس‬َٛ‫س ِهِۦّ ََل َُف ِ َّش ُق ث‬ ِ ‫ ِّ ِي ٍْ هس ِثِّۦّ َٔ ْان ًُؤْ ِيٌَُُٕ ۗ ُك ٌّم َءا َي ٍَ ثِ ه‬ْٛ َ‫سٕ ُل ثِ ًَب ٓ أ ُ َْ ِز َل إِن‬
ُ ‫انش‬
‫َءا َيٍَ ه‬
ُ‫ش‬ٛ‫ص‬ ْ َ ْ ُ
ِ ًَ ‫ْكَ ان‬ٛ‫َٔأط ْعَُب ۗ غف َشاََكَ َسثهَُب َٔإِن‬ َ َ

Artinya :Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an)
dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), "Kami tidak membeda-
bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya." Dan mereka berkata, "Kami dengar dan kami taat.
Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali".

Setelah mereka melakukannya, Allah menasakh (menghapus hukum) ayat tersebut


dengan menurunkan ayat (al Baqarah (2): 286):

‫ص ًشا‬ َ ‫طأََْب ۗ َسثهَُب َٔ ََل رَحْ ًِ ْم‬


ْ ِ‫َُب ٓ إ‬ْٛ َ‫عه‬ َ ‫َُب ٓ أ َ ْٔ أ َ ْخ‬ٛ‫اخ ْزََب ٓ إِ ٌْ َه ِس‬
ِ ‫ذ ۗ َسثهَُب ََل ر ُ َؤ‬
ْ َ‫سج‬َ َ ‫ َٓب َيب ا ْكز‬ْٛ َ‫عه‬
َ َٔ ‫ذ‬ َ ‫سب إِ هَل ُٔ ْسعَ َٓب ۗ نَ َٓب َيب َك‬
ْ َ‫سج‬ ً ‫ّللاُ ََ ْف‬
‫ف ه‬ ُ ّ‫ُ َك ِه‬ٚ ‫ََل‬
َٗ‫عه‬ َ ‫ص ْشََب‬ ُ َْ ‫اس َح ًَُْب ٓ ۗ أ َ َْذَ َي ْٕ ٰنىَُب فَب‬ْ َٔ ‫عُهب َٔا ْغ ِف ْش نََُب‬ َ ‫ْف‬ ُ ‫طبلَخَ نََُب ِثِۦّ ۗ َٔاع‬ َ ‫ٍَ ِي ٍْ لَ ْج ِهَُب ۗ َسثهَُب َٔ ََل ر ُ َح ِ ًّ ْهَُب َيب ََل‬ِٚ‫عهَٗ انهز‬َ ‫َك ًَب َح ًَ ْهزَُّۥ‬
ْ
ٍُٚ‫انمَ ْٕ ِو ان ٰك ِف ِش‬ ْ

Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia


mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa ): “Ya Tuhan kami, janganlah engkau hokum kami jika kami lupa
atau kami bersalah. Allah menjawab: ”Ya”. Ya Tuhan kami, janganlah engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami”.
Allah menjawab : “Ya”:”Ya Tuhan kami janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah
penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. Allah menjawab: “Ya”. (HR.
Muslim)
Hadis tersebut menjelaskan tentang:

a. Kepatuhan para sahabat

Para sahabat adalah generasi yang paling patuh kepada Rasul. Mereka siap
melaksanakan semua perintah dan larangan yang dating dari Allah SWT dan Rasul-Nya.

b.Sikap keberatan sahabat terhadap ayat 284

Para sahabat merasa keberatan ketika turun QS. Al Baqarah (2): 284 yang
menjelaskan bahwa Allah akan memperhitungkan segala ucapan manusia termasuk yang
masih tersembunyi dalam hati. Mereka menghadap Nabi duduk berlutut untuk
menyampaikan ketidaksanggupan karena hanya Rasul yang bisa memecahkan persoalan
tersebut.

c.Nabi SAW memantapkan keimanan mereka

Sikap para sahabat yang merasa keberatan dengan turunnya ayat 284 surat al-Baqarah
ditanggapi Nabi dengan sabdanya: “Apakah kalian akan berkata seperti apa yang dikatakan
dua ahli kitab sebelum kalian yakni Yahudi dan Nasrani?” Orang orang Yahudi dan Nasrani
ketika dating perintah dari Tuhan mereka berkata: “Kami mendengar dan kami tidak patuh”.
Akan tetapi katakanlah: “kami mendengar dan kami taat”. Lantas mereka mengatakannya.

Demikianlah petunjuk Rasulullah dalam memecahkan masalah para sahabat. Jika


seseorang pada dasarnya mau mendengar dan patuh, apapun yang disampaikan kepadanya
dapat diteerima dan dilaksanakan. Berbeda dengan orang yang hanya mendengar tapi tidak
mematuhinya.

d.Nabi meringankan beban mereka

Setelah ayat diatas sudah dibaca dengan lancer sudah tidak dirasa berat maka turunlah
ayat berikutnya QS al Baqarah ayat 285 yang menjelaskan keadaan orang orang yang
beriman adalah yang mengimani Allah, malaikat, para rasul dan kitab-kitab suci.

Setelah mereka melaksanakannya, datanglah ayat 286 yang menasakh ayat yang
dirasa berat, bahwa Allah tidak membebani seseorang diluat kemampuan sebagai manusia,
Allah juga tidak mengambil tindakan perbuatan karena lupa atau bersalah, mereka tidak
dibebani yang berat seperti umat dahulu dan tidak dibebani suatu beban yang tidak mampu
dilaksanakan.1

B. Bertanya dan Menghargai Perbedaan

َ َٗ‫ه‬َٛ‫ ن‬ِٙ‫ثٍ أَث‬


ِِ ّ‫عٍ َد ِذ‬ ِ ًٍ‫ح‬ ِ ‫ِانش‬ ‫ثٍ َعجذ ه‬ ِ ٗ‫س‬ َ ٛ‫ع‬َ ٍ‫ث‬ ِ ‫ّللا‬ِ ‫عج ِذ ه‬
َ ٍ‫ع‬ َ ‫ خَب ِن ٍذ‬ٙ‫مُ ثٍُ أ َ ِث‬ٛ‫ َحذهثََُب إِس ًَب ِع‬.ِٙ‫ َحذهَۗ ثََُب أَث‬.‫ش‬ٛ ٍ ًَ َُ ٍ‫ث‬
ِ ‫ِّللا‬ َ ٍُ‫َحذهثُب ُي َح هًذُث‬
ِ ‫عجذ ه‬
.ِّ ‫صب ِح ِج‬ َ ‫ فَمَ َشأَلِ َشا َءحٍ أََكَشر ُ َٓب‬.ّٙ ‫ص ِه‬
َ ِ‫ فَمَ َشألِ َشا َءح ً ِس َٕٖ لِ َشا َءح‬.‫ ث ُ هى دَ َخ َم اَخ َُش‬.ِّ َٛ‫عه‬ ِ ًَ ‫ ان‬ِٙ‫ ُكُذُ ف‬:َ‫ت لَب ل‬
َ ُٚ ‫ فَذَ َخ َم َس ُد ٌم‬.ِ‫سجذ‬ ٍ ‫ثٍ كَع‬ِ ِٙ ّ َ‫عٍ أُث‬
َ

1
Khon, Abdul Majid. 2014. Hadis tarbawi : Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
.ِّ ِ‫صب ِحج‬ َ ِ‫ َٔدَ َخ َم ا َ خ َُش فَمَ َشأ َ ِس َٕٖ لِ َشا َءح‬.ِّ َٛ‫عه‬ َ ‫ ِإ هٌَۗ َْزَا لَ َشأ َ لِ َشا َءح ً أََكَشر ُ َٓب‬: ُ‫ فَمُهذ‬.‫ّللا‬
ِ ‫ٕل ه‬ ِ ‫س‬ُ ‫عهَٗ َس‬ َ ‫عًب‬ًِٛ ‫ص ََل ح َ دَخَهَُب َد‬ َ َ‫فَهَ هًب ل‬
َ ‫َُب ان‬ٛ‫ض‬
َُِٙٛ‫غ ِش‬ َ ِ ِّ ‫سٕ ُل‬
َ ‫ّللا َيبلذ‬ َ َ َ ُ
ُ ‫ فه هًب َسأٖ َس‬.‫ه ِخ‬ٛ‫ ان َجب ِْ ِه‬ِٙ‫ ََٔل إِر كُذُ ف‬.‫ت‬ َ ‫ه‬
ِ ِٚ‫ ِيٍَ انزكز‬ٙ ِ‫ ََفس‬ِٙ‫س ِمظ ف‬ َ َ
ُ ‫ ف‬.‫ شَأ ََ ُٓ ًَب‬ٙ ‫ه‬ َ َ َ
ُّ ‫ ف َحسهٍَ انُ ِج‬.‫ّللاُ فم َشا‬ ُ ‫فَأ َ َي َشُْ ًَب َس‬
‫سٕ ُل ه‬
ُ‫ فَ َشدَدد‬. ٍ‫الش ِإانمُشاٌََ َعهَٗ َحشف‬ َ ٌِ َ ‫ أ‬ٙ ‫ أُس ِس َم ِإنَ ه‬ُّٙ َ‫َب أُث‬ٚ :ٙ‫ فَمَب َل ِن‬.‫ع هزَۗ َٔ َد هم فَ َشلًب‬ ُ َُ‫ َٔكَأََه ًَبأ‬.‫ع َشلًب‬
ِ ‫ظ ُش ِإنَٗ ه‬
َ ‫ّللا‬ َ ُ‫ فَ ِفضذ‬.٘‫صذ ِس‬ َ ِٙ‫ة ف‬ َ ‫ض َش‬َ
ٍ‫حشف‬ َ
ُ ‫سجعَ ِخأ‬ َ َٗ‫عه‬ ‫ه‬ ُ
َ :َ‫ انثب ِنثَخ‬ٙ‫ فَ َشدهإِنَ ه‬.ِٙ‫عهَٗ أ هيز‬
َ ُِ‫الشأ‬ َ
َ ٌَِٕ ّ ْ ٌ‫ أ‬:ِّ َٛ‫ فَ َشدَددُ إِن‬.ٍٛ ِ َ‫عهَٗ َحشف‬ َ ُِ‫الشأ‬َ :َ‫َخ‬َِٛ ‫ انثب‬ٙ ‫ه‬ ُ
‫ فَ َشده إِنَ ه‬.ِٙ‫عهَٗ أ هيز‬َ ٌَٕ‫ أٌَ ْ ه‬:ِّ َٛ‫إِن‬
.‫َهك ُكهُّ ُٓى‬ ُ ‫ انخ‬ٙ ‫َت إنَ ه‬
ُ ‫َشغ‬ٚ ‫ٕو‬ ٍ َٛ‫ َٔأ َ هخشدُ انثهب ِنثَخَ ِن‬.ُٙ‫ انهه ُٓ هى اغ ِفش ِِل هيز‬.ِٙ‫شْل ُ هيز‬ َ ‫ انهه ُٓ هى اغ ِف‬: ُ‫ فَمُهذ‬.‫ َٓب‬ُُِٛ‫فَهَكَ ثِ ُك ِّم َسدهحٍ َسدهحٍ َسدَدر ُ َك َٓب َيسأَنَخٌ ر َسأَن‬
‫ ُى‬ِْٛ ‫ثشا‬ َ ‫َحزهٗ ِإ‬

Artinya:

Diriwayatkan dengan sanadnya dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: “Aku berada di masjid, tiba-tiba
masuklah lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan yang aku ingkari. Setelah itu masuk lagi lelaki
lain membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama”. Setelah kami selesai shalat, kami
bersama-sama masuk ke rumah Rasulullah saw, lalu aku bercerita: “Bahwa si lelaki ini membaca
bacaan yang aku ingkari dan kawannya ini membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang
pertama”. Akhirnya Rasulullah saw memerintahkan keduanya untuk membaca. Setelah mereka
membaca Rasulullah saw menganggap baik bacaannya. Setelah menyaksikan hal itu, terhapuslah
dalam diriku sikap untuk mendustakan, tidak seperti halnya diriku ketika masa Jahiliyyah. Nabi
menjawab demikian tatkala beliau melihat diriku bersimbah peluh karena kebingungan, ketika itu
keadaan kami seolah-olah berkelompok-kelompok di hadapan Allah Yang Maha Agung. Setelah
melihat saya dalam keadaan demikian, beliau menegaskan pada diriku dan berkata: “Hai Ubay! Aku
diutus untuk membaca al-Qur’an dengan suatu huruf lahjah (dialek)”, kemudian aku meminta pada
Jibril untuk memudahkan umatku, dia membacakannya dengan huruf kedua, akupun meminta lagi
padanya untuk memudahkan umatku, lalu ia menjawab untuk ketiga kalinya. “Hai Muhammad,
bacalah al-Qur’an dalam 7 lahjah dan terserah padamu Muhammad apakah setiap jawabanku kau
susul dengan pertanyaan permintaan lagi”. Kemudian aku menjawabnya: “Wahai Allah! Ampunilah
umatku, ampunilah umatku dan akan kutangguhkan yang ketiga kalinya pada saat dimana semua
makhluk mencintaiku sehingga Nabi Ibrahim as .”(HR. an Nasa’i)

Hadis tersebut memberitakan bahwa Nabi SAW mengajarkan membaca Al-Quran


secara langsung (musyafahah) kepada para sahabat. Namun pernah terjadi perbedaan cara
membaca suatu ayat. Mereka komplain kepada Nabi, mana yang benar diantara bacaan
mereka. Semua dinilai benar oleh Rasulullah SAW. Para sahabat sangat memerhatikan apa
yang datang dari Nabi. Jika mereka mengalami perbedaan tidak segan untuk bertanya kepada
Nabi. Demikian juga ketika mereka tidak paham mengenai sesuatu agama, atau mengalami
kesulitan memahami wahyu dll.

Hadis tersebut mengajarkan konsep etika seorang pelajar :

a.Bertanya ketika tidak tahu

Para sahabat selalu bertanya jika menghadapi suatu masalah atau mereka tidak
mengetahuinya. Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim menganjurkan seorang murid bertanya kepada
gurunya dengan memerhatikan etika. Bahkan menampilkan pendapat Ibnu Abbas ketika ia
ditanya:

“Dengan apa anda mendapatkan ilmu? Dengan lisan banyak bertanya dan akal banyak
berpikir”
Namun menjadi tercela apabila orang banyak bertanya karena tujuannya menyerang seperti
yang terjadi pada Bani Israil.

b.Menghargai perbedaan

Setelah Ubai dan sahabatnya mendapatkan penjelasan dari Rasulullah bahwa kedua
bacaan mereka benar, maka mereka menerima dua kebenaran itu dan memahami bahwa
kebenaran itu tidak mesti satu, bisa jadi dua, tiga dst (dalam masalah khilafiyah).

Rasulullah bersabda:

“Hai Ubai! Sesungguhnya Al-Quran diturunkan atas tujuh huruf semuanya benar dan cukup.”

Para ulama berbeda pendapat mengenai arti “tujuh huruf”, namun yang paling kuat adalah
pendapat Mama Al-Qathan dalam kitab Mabahits fi Ulum Al Qur‟an. Beliau menyatakan
bahwa tujuh huruf yakni tujuh bahasa Arab dalam satu makna (Quraisy, Hudzail, Tsaqif,
Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman).

Pendapat lain (yang lebih lemah) menyatakan bahwa maksud dari tujuh huruf adalah tujuh
qiraah/ ragam bacaan (qiraah sab‟ah). Keragaman ini memberikan kesempata kepada umat
Islam untuk memilih sebagian atau salah satunya.

Rasulullah SAW bersabda :

“Perbedaan umatku adalah rahmat”

Perbedaan itu tidak menimbulkan fitnah, justru sebagai rahmat, yakni kita bolah memilih
salah satu pendapat yang berbeda itu sesuai dengan kondisi yang ada.

C. Belajar Bersama

Hadits dari Abu Sa‟id Khudri dan Abu Hurairah ra. bahwa mereka mendengar sendiri
dari Nabi saw. bersabda :

‫َُخُ َٔرَك ََشُْى ه‬ٛ‫س ِك‬


ُ َِ‫ ًٍَ ِعُذ‬ِٛ‫ّللاُ ف‬ َ ‫ َََٔزَ نَذ‬،ُ‫انشح ًَخ‬
‫ ِٓ ُى ان ه‬َٛ‫عه‬ َ َٔ ُ‫ّللاَ رَعَب نَٗ ِإ هَل َحفهز ُٓ ُى ان ًَ ََل ُءكَخ‬
‫َز ُٓ ُى ه‬ٛ‫غ ِش‬ ‫َز ُك ُشٌَ ه‬ٚ ‫َمعُذُلَٕ ٌو‬ٚ ‫ََل‬

Artinya:

“Tidak satu kaumpun yang duduk dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan
dikelilingi Malaikat, akan diliputi oleh rahmat, akan beroleh ketenangan, dan akan disebut-
sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang berada disisi-Nya”. (HR.Muslim, Ahmad, Turmudzi,
Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).

Kata “kaum” maksudnya orang banyak minimal tiga orang laki-laki atau perempuan. Mereka
duduk berkumpul di suatu rumah dari rumah-rumah Allah.
Hadis ini menunjukkan keutamaan zikir dan belajar bersama dengan cara duduk karena
dengan duduk inilah orang yang berzikir akan mendapatkan kekhusyukan dan orang yang
belajar akan mendapat ketenangan.

“berzikir kepada Allah”/“Mereka membaca kitab Allah dan mempelajari antara mereka”
maksudnya adalah mengingat Allah (secara luas: membaca Al-Qur‟an atau membaca tahlil,
tahmid, tasbih, sholawat, dll. Secara sempit : membaca Al-Qur‟an dan mempelajarinya).

Hadis ini menyebutkan keutamaan orang yang berzikir dan belajar bersama :

a.Dikepung para malaikat

Dalam kitab Dalil al-Farihin Syarah Riyadh al Shalihin disebutkan bahwa maksud
dari kata “al malaikat” adalah para malaikat yang bertugas ikut zikir, atau malaikat yang
bertugas membawa rahmat dan berkah datang ke bumi untuk mengagungkan dan hormat
kepada mereka. Atau malaikat ikut berjubel bersama mereka yang berzikir sehingga tidak ada
tempat bagi setan untuk mengganggu.

b.Diliputi rahmat

Mereka diliputi rahmat dari berbagai segi dan arah secara menyeluruh. Menurut
Syeikh „Alan, rahmat maksudnya adalah kebaikan, karunia dan pemberian nikmat.

c.Diturunkan ketenangan

Ketenangan (sakinah) diberikan Allah kepada mereka. Hadis ini sama dengan firman
Allah QS al Fath (48): 4,

“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya
keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yg sudah ada)”

d.Disebut-sebut Allah

Nama mereka disebut karena mereka dibanggakan Allah bahwa mereka adalah orang-
orang yang berzikir kepada Allah dan mencintai-Nya. Sifat kebanggaan dihadapan makhluk
adalah derajat yang sangat tinggi sebagaimana kedudukan zikir yang memiliki derajat yang
tinggi pula. Allah berfirman dalam QS al Ankabuut (29): 45,

“Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar.”

D. Tekun Belajar

َ ‫سهه َى لَب َل ِإَه ًَب َيث َ َم‬


‫صب‬ َ َٔ ِّ َٛ‫عه‬ ‫صههٗ ه‬
َ ُ‫ّللا‬ ِ ‫سٕ َل ه‬
َ ‫ّللا‬ ُ ‫عُ ُٓ ًَب أ َ هٌ َس‬ ‫ ه‬ٙ
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ع ًَ َش َس‬ ُ ٍ‫اث‬ ِ ٍ‫ع‬ َ ِ‫عٍ ََب فِع‬َ ٌ‫ف أَخجَ َشََب َيب ِنك‬ ُ ُٕٚ ٍُ‫ُّللا ث‬
َ ‫س‬ َ ‫َحذهثََُب‬
ِ ‫عجذ ه‬
َ َ َ َ ‫ت اِل ثِ ِم ان ًُعَمههَ ِخ إِ ٌ عَب َْذ‬
‫ َٓب أي ِس َك َٓب َٔإٌِ أطهَمَ َٓب رَ َْجَذ‬َٛ‫عه‬ ِ ‫صب ِح‬ َ ‫شاٌ َك ًَث َ ِم‬
ِ ُ‫ت انم‬ ِ ‫ِح‬

Artinya:
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan para
penghafal Al Qur`an adalah seperti seorang yg memiliki Unta yg terikat, jika ia selalu
menjaganya, maka ia pun akan selalu berada padanya dan jika ia melepaskannya, niscaya
akan hilang dan pergi." [HR. Bukhari No.4643].

Rasulullah SAW menegaskan perlunya kesungguhan dalam memelihara ilmu yang


bersumber dari Al-Qur‟an atau memelihara Al-Qur‟an itu sendiri baik dengan cara hafalan
ayat-ayatnya maupun dari segi pemahaman dan pengamalannya. Rasulullah SAW menyadari
sulitnya mengingat dan menghafal Al-Qur‟an terutama bagi umat yang tidak terbiasa
menghafal.

Hadis ini menerangkan tentang sulitnya mengingat dan menghafal Al-Qur‟an dan
kemudian diumpamakan seperti menguasai seekor unta. Maksudnya adalah orang yang
membaca Al-Qur‟an secara kontinu akan lancar lisannya dan mudah bacaannya. Orang yang
menghafal Al-Qur‟an harus diulang-ulang dan dirawat dengan baik (dengan tadarus dan
dibaca saat sholat) agar hapalannya terjaga dan tidak terlupakan. Sama halnya seperti orang
yang menguasai unta, unta haruslah diikat dengan kuat karena ia merupakan binatang yang
cepat larinya dan jika sudah lari akan sulit ditangkap.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Taat Kepada Allah dan Rasul

a.Kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya secara absolut tak ada batasan tertentu berbeda
dengan kepatuhan selainnya.

b.Kepatuhan dan ketaatan hanya didasarkan pada keimanan seseorang kepada Allah dan
Rasul-Nya.

c.Allah memuliakan umat Muhammad SAW dengan memberikan keringanan beban yang
tidak seperti umat sebelumnya.

d.Kondisi para sahabat sangat mematuhi hokum syara yang diturunkan kepada mereka.

e.Kata hati yang belum diselesaikan dalam bentuk tindakan atau perkataan tidak ada tuntutan,
tetapi dalam kebaikan sudah dihargai pahalai sebagai kemurahan Allah kepada umat
Muhammad SAW.

Bertanya dan Menghargai Perbedaan

a.Perlunya berguru dalam belajar membaca Al-Qur‟an dan dalam mencari ilmu,

b.Guru sebagai narasumber dalam pembelajaran,

c.Anjuran murid bertanya kepada guru mengenai ilmu yang belum dipahami atau ragu pada
suatu kebenaran dengan memerhatikan kesopanan,

d.Murid menghargai perbedaan dengan menjunjung tinggi persaudaraan.

Belajar Bersama

a.Anjuran model belajar, muzakarah, diskusi dan zikir bersama.

b.Orang yang belajar, muzakarah, diskusi dan zikir bersama dijaga para malaikat, diberi
rahmat dan ketenangan.

c.Banyak kelebihan belajar bersama yang dapat dirasakan dalam pendidikan, minimal
menambah semangat/ gairah dalam pembelajaran.

Tekun Belajar
a.Dorongan sungguh sungguh mencari ilmu dengan cara membaca, mencatat atau menulis
ilmu dari berbagai referensi

b.Perintah membaca berulang-ulang sehingga lancer, tidak lupa dan fasih bacaannya.

c.Perintah menghafal Alquran dan ilmu, serta larangan melalaikannya.

d.Perawat Al-Quran dan ilmu disamakan dengan perawat unta.


DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. 2014. Hadis tarbawi : Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai