Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
DI WISMA UTARI
RSJ PROF. DR. SOEROJO MAGELANG

DISUSUN OLEH :
MUSHLIHAH INDZAARIYAH NOVITASARI
NIM. 20101440116063

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO
SEMARANG
2019
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar).Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati &
Hartono, 2010).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan,.Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).

2. Jenis Halusinasi
Menurut  Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara
lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara
– suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang
terhidu bau harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin
atau feses.
f. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
g. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan. Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart &
Sudden, (1998) dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara kata
yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa
pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat
membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris,


gambar karton dan atau panorama yang luas dan komplek.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya


baubau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman
biasanya sering akibat stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang


Perabaan jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri),


pencernaan makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

4. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau


ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan) kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat) agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

5. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam
Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu
yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut
sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Reaksi emosi
 Hubungan >/<
sosial harmonis  Perilaku tidak
biasa

6. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-
faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah
sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote,
peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%.
2) Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan
tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
a) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
b) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga
kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
c) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor
predisposisi skizofrenia antara lain anak yang
diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi,
dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
b. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan
frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi,
obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya latihan,
hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis
masalah di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup,
perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari,
kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi
social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang
ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri
rendah, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal,
kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang
lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
7. Mekanisme Koping
a. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
b. Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan
berusaha untuk  mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal. (Pembayun, 2015)

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Genogram : menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat
dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri : gambaran diri, identitas dri, fungsi peran, ideal
diri, harga diri
c. Hubungan sosial : Tanyakan orang yang paling berarti dalam
hidup klien, tanyakan upaya yang biasa dilakukan bila ada
masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan
kelompok / masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain.
d. Spiritual : Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan
keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
e. Status mental : penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik,
afek, interaksi selama wawancara, proses pikir, kebutuhan
persiapan pulang.
f. Aspek medis
g. Identitas diri : melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang : nama mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama
panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang
akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No RM,
tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
h. Alasan masuk : apa yang menyebabkan klien atau keluarga
datang, atau dirawat di rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit
sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah ini.
i. Faktor Predisposisi dan presipitasi : menanyakan apakah
keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil
pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal.
Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada yang
mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang
pengalaman yang tidak menyenangkan.
j. Pemeriksaan fisik : memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan,
berat badan, dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang
dirasakan klien.

2. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Efek)

Perubahan sensori perseptual : Halusinasi (Core Problem)

Isolasi sosial : menarik diri (Causa)

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan dari pohon masalah pada gambar adalah
sebagai berikut (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
Gangguan presepsi sensori : Halusinasi

4. Rencana Asuhan Keperawatan


Dx Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan TUM: Klien Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling


sensori dapat mengontrol menunjukkan tanda – percaya dengan
persepsi: halusinasi yang tanda percaya kepada menggunakan prinsip
dialaminya perawat : komunikasi terapeutik :
halusinasi
Tuk 1 : 1.Ekspresi wajah a. Sapa klien dengan ramah
(lihat/dengar/p bersahabat. baik verbal maupun non
enghidu/raba/k Klien dapat 2.Menunjukkan rasa verbal
ecap) membina senang. b. Perkenalkan nama, nama
hubungan saling 3.Ada kontak mata. panggilan dan tujuan
percaya 4.Mau berjabat tangan. perawat berkenalan
5.Mau menyebutkan c. Tanyakan nama lengkap
nama. dan nama panggilan yang
6.Mau menjawab salam. disukai klien
7.Mau duduk d. Buat kontrak yang jelas
berdampingan dengan e. Tunjukkan sikap jujur dan
perawat. menepati janji setiap kali
8.Bersedia interaksi
mengungkapkan f. Tunjukan sikap empati
masalah yang dihadapi. dan menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi
perasaan klien
TUK 2 : Setelah 1x interaksi klien 2.1. Adakan kontak sering
Klien dapat menyebutkan : dan singkat secara
mengenal 1.Isi bertahap
halusinasinya 2.Waktu 2.2. Observasi tingkah laku
3.Frekunsi klien terkait dengan
4.Situasi dan kondisi yang halusinasinya (* dengar
menimbulkan halusinasi /lihat /penghidu
/raba /kecap), jika
menemukan klien yang
sedang halusinasi:
1. Tanyakan apakah
klien mengalami
sesuatu ( halusinasi
dengar/ lihat/
penghidu /raba/ kecap
)
2. Jika klien menjawab
ya, tanyakan apa
yang sedang
dialaminya
3. Katakan bahwa
perawat percaya klien
mengalami hal
tersebut, namun
perawat sendiri tidak
mengalaminya
( dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
4. Katakan bahwa ada
klien lain yang
mengalami hal yang
sama.
5. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
2.3 Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya
pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien :
1. Isi, waktu dan
frekuensi terjadinya
halusinasi ( pagi,
siang, sore, malam
atau sering dan
kadang – kadang )
2. Situasi dan kondisi
yang menimbulkan
atau tidak
menimbulkan
halusinasi
2. Setelah 1x interaksi 2.4Diskusikan dengan klien
klien menyatakan apa yang dirasakan jika
perasaan dan responnya terjadi halusinasi dan beri
saat mengalami kesempatan untuk
halusinasi : mengungkapkan
 Marah perasaannya.
 Takut 2.3. Diskusikan dengan
 Sedih klien apa yang
 Senang dilakukan untuk
 Cemas mengatasi perasaan
 Jengkel tersebut.
2.4. Diskusikan tentang
dampak yang akan
dialaminya bila klien
menikmati
halusinasinya.

TUK 3 : 3.1. Setelah 1x interaksi 3.1. Identifikasi bersama


Klien dapat klien menyebutkan klien cara atau tindakan
mengontrol tindakan yang biasanya yang dilakukan jika
halusinasinya dilakukan untuk terjadi halusinasi (tidur,
mengendalikan marah, menyibukan
halusinasinya diri dll)
3.2. Setelah 1x 3.2. Diskusikan cara yang
interaksi klien digunakan klien,
menyebutkan cara baru  Jika cara yang
mengontrol halusinasi digunakan adaptif
beri pujian.
3.3. Setelah 1x interaksi  Jika cara yang
klien dapat memilih digunakan
dan memperagakan maladaptif
cara mengatasi diskusikan kerugian
halusinasi cara tersebut
(dengar/lihat/penghidu/ 3.3. Diskusikan cara baru
raba/kecap ) untuk memutus/
mengontrol timbulnya
3.4. Setelah 1x interaksi halusinasi :
klien melaksanakan j. Katakan pada diri
cara yang telah dipilih sendiri bahwa ini tidak
untuk mengendalikan nyata ( “saya tidak
halusinasinya mau dengar/ lihat/
3.5. Setelah 1x penghidu/ raba /kecap
pertemuan klien pada saat halusinasi
mengikuti terapi terjadi)
aktivitas kelompok k. Menemui orang lain
(perawat/teman/anggot
a keluarga) untuk
menceritakan tentang
halusinasinya.
l. Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari
yang telah di susun.
m. Meminta
keluarga/teman/
perawat menyapa jika
sedang berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih cara
yang sudah dianjurkan
dan latih untuk
mencobanya.
3.5 Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
dipilih dan dilatih.
3.6. Pantau pelaksanaan
yang telah dipilih dan
dilatih , jika berhasil beri
pujian
3.7. Anjurkan klien
mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi

TUK 4 : 4.1. Setelah 1x 4.1 Buat kontrak dengan


Klien dapat pertemuan keluarga, keluarga untuk
dukungan dari keluarga menyatakan pertemuan ( waktu,
keluarga dalam setuju untuk mengikuti tempat dan topik )
mengontrol pertemuan dengan 4.2 Diskusikan dengan
halusinasinya perawat keluarga ( pada saat
4.2. Setelah 1x interaksi pertemuan keluarga/
keluarga menyebutkan kunjungan rumah)
pengertian, tanda dan n. Pengertian halusinasi
gejala, proses o. Tanda dan gejala
terjadinya halusinasi halusinasi
dan tindakan untuk p. Proses terjadinya
mengendali kan halusinasi
halusinasi q. Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk
memutus halusinasi
r. Obat- obatan
halusinasi
s. Cara merawat anggota
keluarga yang
halusinasi di rumah
( beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian
bersama, memantau
obat – obatan dan cara
pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi )
t. Beri informasi waktu
kontrol ke rumah sakit
dan bagaimana cara
mencari bantuan jika
halusinasi tidak tidak
dapat diatasi di rumah
TUK 5 : 1.1 Setelah 1x interaksi 5.1 Diskusikan dengan klien
Klien dapat klien menyebutkan; tentang manfaat dan
memanfaatkan 2. Manfaat minum obat kerugian tidak minum
obat dengan baik 3. Kerugian tidak minum obat, nama , warna,
obat dosis, cara , efek terapi
4. Nama,warna,dosis, dan efek samping
efek terapi dan efek penggunan obat
samping obat 5.2 Pantau klien saat
4.2 Setelah 1x interaksi penggunaan obat
klien 5.3 Beri pujian jika klien
mendemontrasikan menggunakan obat
penggunaan obat dgn dengan benar
benar 5.4 Diskusikan akibat
4.3 Setelah 1x interaksi berhenti minum obat
klien menyebutkan tanpa konsultasi dengan
akibat berhenti minum dokter
obat tanpa konsultasi 5.5 Anjurkan klien untuk
dokter konsultasi kepada
dokter/perawat jika
terjadi hal – hal yang
tidak di inginkan.

5. Penatalaksanaan
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan
keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai
dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling
percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut.
Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan
pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang
dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat
harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa
keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga
harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan
klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang
diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa
mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi
muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana
cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses
ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila
ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat
perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif,
bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara
yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
a. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya,
klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara
internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…,
tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi
muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-
cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
b. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara
tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam
pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan
secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana
penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan
kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan.
Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap
keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien
mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak
didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi
bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala
psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke
rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik
keluarga tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga
dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih pasien
menggunakan obat secara teratur: Jenis-jenis obat yang biasa
digunakan pada pasien halusinasi adalah:
1) Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi,
ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi,
waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya terdapat pada
penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas,
psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian: Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral
atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100
mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg
perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian
dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan
tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat
dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi: Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan
keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika,
dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping: Yang sering terjadi misalnya lesu dan
mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung
tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau
hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk
penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan
gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali
menimbulkan intoksikasi.
2) Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi: Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma
gilies de la tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada
gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian: Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang
terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral
untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam,
tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi: Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma,
penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping: Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor,
lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson.
Efek samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi,
hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek
samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis.
Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi
dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan,
tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
3) Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih
kecil
Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya
gejala skizofrenia.
Cara pemberian: Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal
sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek
samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval
pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan,
tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg
sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi: Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat,
hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif
terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala –
gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over
dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif,
atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan
ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
c. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan
sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen
akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga
mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan
orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien
terhadap stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih
pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap
dengan orang lain.
Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang
tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik
dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana
kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur
dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor
pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada
waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.

6. Evaluasi
Lakukan evaluasi setiap selesai melakukan intervensi pada pasien
serta kaji ulang respon pasien.

7. Dokumentasi
Dokumentasikan mulai dari pengkajian, menentukan diagnosa,
menyusun intervensi, implementasi hingga evaluasi, termasuk respon pasien
setiap setelah pemberian terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati F dan Hartono Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.
Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan
Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan
Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd
Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.
Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan
Psikiatri Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PENDENGARAN

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HALUSINASI PENDENGARAN


A. Kondisi
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya
bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang
berbahaya.
B. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
C. Tujuan
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria
sebagai berikut.
a. Ekspresi wajah bersahabat
b. Menunjukkkan rasa senang
c. Klien bersedia diajak berjabat tangan
d. Klien bersedia menyebutkan nama
e. Ada kontak mata
f. Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
g. Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
2. Membantu klien mengenal halusinasinya
3. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi
D. Intervensi Keperawatan
1.     Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar
klien.
2.  Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi
halusinasi
3.     Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1)        Jelaskan cara menghardik halusinasi
2)        Peragakan cara menghardik halusinasi
3)        Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku
klien yang sesuai
5)        Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
E.     Strategi Pelaksanaan
1.   Orientasi
a.    Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan
dengan Ibu? Nama Saya………….. boleh panggil Saya………
Saya Mahasiswa Akper Muhammadiyah Kendal, Saya sedang
praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00
WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang
dipanggil dengan sebutan apa?”
b.    Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi
malam? Ada keluhan tidak?”
c.    Kontrak
1)   Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?
Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau
kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini Ibu
dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”
2)   Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3)   Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???
Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???
2.    Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-
waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau
bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1)    Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati,
“Pergi Saya tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu
suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu…………..
bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
2)    Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi
Saya tidak mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu
palsu. Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat
lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba lagi!
Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3.   Terminasi
a.    Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa
senang tidak dengan latihan tadi?”
b.    Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu
simpulkan pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu
agar tidak muncul lagi.”
c.    Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau
jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri makan
ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan
oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak
melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?).
d.   Kontrak yang akan datang
1)   Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu
muncul?”
2)   Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam
09.30 WIB, bisa?”
3)   Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana
ya? Sampai jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………

STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)


A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
C. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
D. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Bagaimana kabarnya hari
ini? mas masih ingat dong dengan saya? Ibu sudah mandi belum?
Apakah massudah makan?
 Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan mas hari ini? Kemarin kita
sudah berdiskusi tentang halusinasi, apakah mas bisa menjelaskan
kepada saya tntang isi suara-suara yang mas dengar dan apakah mas
bisa mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu
dengan menghardik?”
 Kontrak :
Topik :
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di
ruamg tamu mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering mas
dengar dulu agar suara itu tidak muncul lagi dengan cara yang kedua
yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu :
Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit
saja, bagaimana mas setuju?”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? mas setuju?”
2. Fase kerja
 ”kalau mas mendengar suara yang kata mas kemarin
mengganggu dan membuat mas jengkel. Apa yang mas lakukan
pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan kemarin apakah
sudah dilakukan?”
 ”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat.
Katakan pada perawat bahwa mas mendengar suara. Nanti
perawat akan mengajak mas mengobrol sehingga suara itu
hilang dengan sendirinya.
3. Fase terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-
bincang lama. Saya senag sekali mas mau berbincang-bincang
denagan saya. Bagaimana perasaan mas setelah kita berbincang-
bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang mas katakan tadi, cara
yang mas pilih untuk mengontrol halusinasinya adalah......
 Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, mas terus
praktekkan cara yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak
menguasai pikiran mas.”
 Kontrak yang akan datang :
Topik :
”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang
cara mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu
menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat.”
waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam .....? mas
setuju?”
tempat :
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain?
Termakasih mas sudah berbincang-bincang dengan saya.
Sampai ketemu besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3)

A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktifitas / kegiatan harian.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian
klien.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
 Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana
perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ?
masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas
masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin
 Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang-
bincang tentang suara- suara yang sering mas dengar agar bisa
dikendalikan engan cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana
mas setuju?”
2. Fase Kerja
 ”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah
berdiskusi tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam
mengontrol halusinasi yaitu caar ketiga adalah mas
menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang bermanfaat.
Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
 ”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan
diri dengan kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau
menyibukkan dengan kegiatan lain.”
F. Fase Terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang
lama, saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya.
Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi cara mengontrol
halusinasi yang ketiga?
 Tindak lanjut : ”tolong nanti mas praktekkan cara mengontrol
halusinasi seperti yang sudah diajarkan tadi?
 Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh
obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih
mas sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu
besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4)

A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu
penggunaan obat secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek
samping)
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Masih ingat saya ???
 Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana
perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih
ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih
mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin.
 Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang obat-obatgan yang mas minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih ..... menit, bagaimana mas
setuju?”
1. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang
warnanya....ini namanya....dosisnya.....mg dan yang
warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini diminum....sehari siang dan
malam, kalau yang warna...minumnya....kali sehari. Obat yang
warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering mas
dengar sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa gelisah.
Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering,
mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah
jelas mas? Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa yang mas
rasakan setelah minum obat ini. Obat ini harus diminum terus,
mungkin berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kemudian mas
jangan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, gejala
seperti yang mas alami sekarang akan muncul lagi, jadi ada lima hal
yang harus diperhatikan oleh mas pada saat mionum obat yaitu beanr
obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar frekuensi. Ingat
ya mas..?!!”
4. Fase Terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang
lama, saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya.
Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi obat apa yang diminum
tadi? Kemudian berapa dosisnya?
 Tindak lanjut : ”tolong nanti mas minta obat ke perawat kalau
saatnya minum obat.”
 Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi
Aktifitas Kelompok) yaitu menggambar sambil mendengarkan
musik.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam .....? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih
mas sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu
besok pagi.”

Anda mungkin juga menyukai