Anda di halaman 1dari 40

TEMPLATE

PROPOSAL ,SKRIPSI DAN TESIS


PENELITIAN KUANTITATIF

UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT


INSTITUT ILMU KESEHATAN (IIK) STRADA INDONESIA
KEDIRI
2021
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DENGAN
GANGGUAN POLA TIDUR KELUARGA PASIEN DI RUANG
TUNGGU ICU RS. ELIZABETH SITUBONDO

Disusun Oleh:
Doni Januarindra NIM
Lingga Kusuma,M.Kes NIDN

PROGRAM STUDI ……………………………


FAKULTAS ……………………………
INSTITUT ILMU KESEHATAN (IIK) STRADA INDONESIA
KEDIRI
TAHUN 2021
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DENGAN GANGGUAN POLA
TIDUR KELUARGA PASIEN DI RUANG TUNGGU ICU RS. ELIZABETH
SITUBONDO

Diajukan Oleh:
Doni Januarindra
NIM

TELAH DISETUJUI UNTUK DILAKUKAN UJIAN

Kediri, tanggal-bulan-tahun
Dosen Pembimbing

Lingga Kusuma,M.Kes
NIDN

MENGETAHUI,
Dekan Fakultas ………………………………
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia

Nama Lengkap Dekan Beserta Gelar


NIDN.
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DENGAN GANGGUAN POLA
TIDUR KELUARGA PASIEN DI RUANG TUNGGU ICU RS. ELIZABETH
SITUBONDO

Oleh:
Doni Januarindra
NIM

Usulan proposal penelitian / SKRIPSI ini telah diuji dan dinilai


oleh Panitia Penguji
Pada Program Studi ............................. Fakultas .......................................................
Pada hari .......tanggal ................................

DOSEN PENGUJI
Ketua Penguji
Nama Lengkap beserta Gelar (penguji 1) ..........................................

Anggota Penguji
Nama Lengkap beserta Gelar (Penguji 2) ..........................................

Nama Lengkap beserta Gelar (Pembimbing) ..........................................

MENGETAHUI,
Dekan Fakultas ………………………………
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia

Nama Lengkap Dekan Beserta Gelar


NIDN.
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DENGAN
GANGGUAN POLA TIDUR KELUARGA PASIEN DI RUANG
TUNGGU ICU RS. ELIZABETH SITUBONDO

Nama Doni Jauarindra, Nama Lingga Kusuma


RS. Elizabeth Situbondo
Email Korespondensi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan sebuah institusi yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan perseorangan secara paripurna mulai
dari pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan unit gawat darurat. Penyelenggaraan ini
bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan,
perlindungan dan keselamatan kepada pasien, masyarakat, lingkungan serta sumber
daya
Intensive Care Unit ( ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus yang ditunjukkan untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien-pasien
yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa. ICU
menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana peralatan khusus untuk menunjang
fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat dan staf
yang lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut
(Kemenkes RI, 2010).
Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat biasa, karena
mereka mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat, dokter,
maupun ketergantungan terhadap alat seperti ventilator. Reaksi pasien yang akan
dirawat di ruang ICU berbeda-beda yang diantaranya adalah muncul kecemasan.
Perasaan cemas ini muncul ketika seseorang terlalu mengkhawatirkan kemungkinan
peristiwa yang menakutkan yang terjadi di masa depan yang tidak bisa dikendalikan,
dan jika itu terjadi akan dinilai menjadi sesuatu yang mengerikan (Silvatar, 2007
dalam Saragih dan Yulia Suparmi, 2017). Pasien dan keluarga seringkali menganggap
perawatan di ICU adalah suatu tanda penyakit yang kritis dan suatu tanda kematian
akan terjadi. Pemahaman terhadap makna perawatan kritis dapat membantu perawat
dalam merawat mereka
Kecemasan pada keluarga pasien di ruang ICU perlu menjadi perhatian
perawat karena hal ini akan menyebabkan pengambilan keputusan. Keluarga
mempunyai peran penting dalam pengambilan keputusan secara langsung maupun
tidak langsung dalam tindakan pertolongan (perawatan dan pengobatan kepada pasien
(Kiptiyah, 2016). Penelitian Badra (2018) mendapatkan bahwa sebagian besar
keluarga mengalami kecemasan (82,3%). Penelitian Simamora (2017) mendapatkan
bahwa sebagian kecil responden tidak mengalami cemas (9,1%), hampir setengah
responden mengalami kecemasan ringan (27,3%), lebih dari setengah responden
mengalami kecemasan sedang (51,5%), dan sebagian kecil responden mengalami
kecemasan berat (12,1%). Sedangkan penelitian Idarahyuni (2018) mendapatkan
bahwa keluarga pasien mengalami kecemasan berat 41,5%, kecemasan sedang 31,7%,
kecemasan ringan 9,8%, kecemasan berat sekali 9,8% dan tidak ada kecemasan 7,3%.
Pasien yang masuk ke ruang ICU ini adalah dalam keadaan mendadak dan tidak
direncanakan. Pasien yang dirawat di ICU pada umumnya dalam keadaan mengancam
jiwa (Aro et al., 2012) dan terpasang alat-alat medis dengan menunjang kebutuhan
hidup untuk fungsifungsi vitalnya seperti airway (fungsi jalan napas), breathing
(fungsi pernapasan), circulation (fungsi sirkulasi), brain (fungsi otak), dan fungsi
organ lainnya (Anggani, Setyarini, dan Sutono, 2015). Semua stressor ini
menyebabkan keluarga jatuh pada kondisi psikologis yang tidak stabil berupa rasa
takut yang berlebihan, perasaan menyerah dan putus asa, kecemasan hingga depresi
(Maria, 2017).
Pada umumnya pasien, datang ke ruangan Intensive Care Unit (ICU) dengan
berbagai macam kondisi dan rata-rata pasien datang dalam keadaan kritis hal ini
menyebabkan keluarga pasien datang dengan berbagai macam perasaan antara stress,
cemas dan takut kehilangan. Dalam sebuah unit keluarga, penyakit yang diderita salah
satu anggota keluarga akan mempengaruhi salah satu atau lebih anggota keluarga
dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Bila
salah satu individu dalam sebuah keluarga menderita penyakit dan memerlukan
tindakan perawatan, maka hal ini tidak akan menimbulkan cemas pada dirinya sendiri
tapi juga dengan keluarganya (Sugiyanto, 2014). Perawatan intensif merupakan unit
yang berbeda dengan unit di ruangan yang lain. Perawatan di ruangan Intensive Care
Unit (ICU) berfokus pada kondisi pasien serta peralatan yang digunakan. Kondisi
pasien tersebut dapat menyebabkan terjadinya kecemasan pada keluarga (Herawati
dan Faradilla, 2017).
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Sentana, 2016). Kecemasan
pada keluarga bisa menghambat proses perawatan pasien, karena dengan kecemasan
bisa menimbulkan stress pada keluarga yang bisa berdampak pada dukungan
perawatan. Kondisi stress yang dialami oleh keluarga dapat menghambat kemampuan
keluarga dalam memberikan dukungan kepada anggota keluarganya yang sedang
dirawat di ruang perawatan intensif (Zahara, Ibrahim, & Sriati, 2014).
Kecemasan menimbulkan respon kognitif, psikomotor dan fisiologis, dan
untuk mengurangi perasaan tidak nyaman seseorang akan menggunakan mekanisme
pertahanan diri yaitu dengan adaptasi, seperti melakukan relaksasi tubuh mulai dari
jari kaki, kepala, bernafas dalam pelan dan teratur, memfokuskan perhatian terhadap
pemandangan indah dan sebagainya. Respon maladaptif terhadap kecemasan dapat
mengakibatkan sakit kepala, sindrom nyeri dan gangguan imun (Baradero, Dayrit, &
Maratning, 2016). Salah satu faktor yang dapat menyebabkan keluarga pasien ICU
mengalami cemas berat adalah karena unit perawatan intensif menjadi tempat yang
menantang bagi anggota keluarga pasien, terutama jika salah satu dari anggota
keluarga mengalami peningkatan resiko untuk kematian, sakit kritis akut, pasien
terbius, beberapa tindakan yang komplek, meninggalkan pasien serta tidak dapat
berpartisipasi dalam perawatan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang
merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun
wujudnya (Sutardjo Wiramihardja, 2015). Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa
hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan
reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan
bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan
emosi (Savitri Ramaiah, 2014).
Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan
merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan,
perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemu
kanidentitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami
siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan
menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.
Kecemasan yang terjadi pada keluarga pasien biasanya disebabkan oleh
kurangnya informasi yang disampaikan oleh perawat melalui komunikasi khususnya
tentang kondisi dan proses perawatan pasien di ruang ICU, ketatnya aturan kunjungan
di ruang ICU yang membuat keluarga merasa tidak dapat mendampingi pasien secara
maksimal sehingga menimbulkan kecemasan pada keluarga (Davidson et all, 2014).
Kecemasan pada keluarga ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi
pasien yang dirawat di ruang ICU, hal ini terjadi jika keluarga mengalami kecemasan
maka berkibat pada pengambilan keputusan yang tertunda sehubungan dengan proses
pengobatan dan perawatan yang akan diterima pasien (Budi K dkk, 2017).
Tidur merupakan perilaku atau aktivitas yang sangat diperlukan manusia.
Istirahat yang cukup penting bagi tubuh agar bisa berfungsi secara normal. Selama
proses tidur tubuh akan melakukan penyembuhan yang dapat mengembalikan daya
tahan tubuh pada keadaan optimal, oleh sebab itu sangat penting bagi individu untuk
selalu tidur sesuai kebutuhannya agar dapat beraktivitas tanpa adanya gangguan yang
bermakna (A. P. Dewi, 2015).
Ketika kebutuhan tidur tidak dapat terpenuhi secara kuantitas maupun kualitas
maka akan mengakibatkan adanya suatu masalah gangguan tidur. Gangguan tidur
dapat menyebabkan kelelahan, penurunan sistem kekebalan tubuh dan konsentrasi
dalam berpikir. Selain itu, gangguan tidur juga dapat memengaruhi pengaturan emosi,
perhatian, proses pembelajaran, daya ingat, dan keberhasilan akademis pada seorang
individu. Gangguan rentang waktu tidur pada anak dan remaja juga dikaitkan dengan
adanya masalah fungsi kognitif dan gangguan pemusatan perhatian (Yasmien, Tarigan
and Lidyana, 2020).
Gangguan pola tidur mempengaruhi keadaan psikologis dan psikososial, dapat
menurunkan tekanan darah, mudah merasa lelah, kurang tidur, sakit kepala, berpikir
menjadi tidak fokus, kemudian beraktivitas menjadi lebih lambat, tidak dapat
berkonsentrasi sehingga banyak membuat kesalahan, dan mudah lupa, dan risiko
mengalami cedera atau kecelakaan karena penurunan konsentrasi diakibatkan
mengantuk (Mauliku, 2020)
Penelitian yang dilakukan oleh Rina Loriana dkk di ruang ICU Rumah Sakit
RSUD A.M Parikesit Tenggarong pada tahun 2017 tentang Hubungan Kecemasan
Keluarga Pasien dan didapatkan bahwa 62,1% keluarga menunjukkan kecemasan
kategori Sedang sedangkan 37,9% menunjukkan kecemasan kategori Ringan.
Selanjutnya, hasil penelitian Rina Budi Kritiani (2017) di ruang ICU Rumah Sakit
Adi Husada Kapasari didapatkan bahwa tingkat kecemasan keluarga kategori Sedang
mencapai 47% dan kecemasan kategori Berat mencapai 20%.
Berdasarkan studi awal peneliti di ruang ICU RSUP Dr. M. Djamil Kota
Padang menunjukkan bahwa sebanyak 4 orang dari 6 orang yang memiliki keluarga
yang dirawat di ICU mengatakan cemas karena takut kehilangan, ada juga yang
mengungkapkan masalah biaya perawatan sehubungan dengan lamanya proses
pengobatan. Sebagian keluarga juga mengungkapkan masih belum bisa memahami
informasi yang disampaikan perawat terkait kondisi pasien.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Saboe Gorontalo selama 3 bulan terakhir di dapatkan 140 orang jumlah pasien yang
dirawat diruangan ICU, dari bulan Oktober 2013 ada 59 pasien, November 2013 ada
42 pasien, Desember 2013 ada 39 pasien yang dirawat diruangan ICU, yang pindah
ruangan 31,9% orang, yang pulang 57,8% dan yang meninggal 10,2% pasien.
Sedangkan penyakit yang paling banyak ditemukan yaitu diantaranya penyakit stroke
hemoragik, penurunan kesadaran, cedera kepala, cronic hard failure, sepsis, stroke
non hemoragik dan syhok hipovolemik. Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa
angka kematian pasien di ICU tinggi, hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada
peningkatan kecemasan sehingga terjadi gangguan pola tidur keluarga pasien.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan
penilitian tentang “Hubungan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan gangguan
pola tidur di ruang tunggu ICU RS. Elizabeth Situbondo”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti dapat mengambil rumusan
masalah sebagai berikut “Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecemasan keluarga
dengan Gangguan pola tidur Keluarga Pasien di ruang ICU RS.Elizabeth Situbondo.?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum dari penelitian
Untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan keluarga dengan gangguan pola tidur
keluarga pasien diruang tunggu ICU RS. Elizabeth Situbondo.
2. Tujuan Khusus dari penelitian
a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat diruang tunggu
ICU RS. Elizabeth Situbondo
b. Mengidentifikasi gangguan pola tidur pada keluarga pasien yang dirawat diruang
tunggu ICU RS. Elizabeth Situbondo
c. Menganalisis hubungan tingkat kecemasan keluarga dengan gangguan pola tidur
keluarga pasien diruang tunggu ICU RS. Elizabeth Situbondo.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-
kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi lembaga yang diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Akademik Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang
berguna bagi para pembaca untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan juga
sebagai acuan pembelajaran tentang penerapan asuhan keperawatan terkait
dengan kecemasan dengan gangguan pola tidur, khususnya kecemasan
keluarga dalam menghadapi perawatan salah satu anggota keluarganya di
ruangan ICU.
b. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan
program pelayanan kesehatan bukan saja kepada pasien yang di rawat di ICU
tetapi juga pelayanan kepada keluarga pasien terlebih yang mengalami
kecemasan dan juga gangguan pola tidur keluarga pasien
c. Bagi Keluarga Pasien Dengan adanya penelitian ini diharapkan keluarga
pasien dapat mengelola kecemasan yang muncul sehingga tidak mengalami
gangguan pola tidur
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau
informasi tambahan tentang pentingnya penjelasan kepada keluarga pasien
dalam setiap intervensi keperawatan di rawat di ruang ICU, sehingga dapat
mengurangi kecemasan dan menghindari terjadinya gangguan pola tidur
keluarga pasien

E. Keaslian Penelitian
1. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Penderita Asma Di RSUD
Kabupaten Karanganyar
2. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien PreOperasi di
Ruang Bedah RSUP D. M. Djamil Padang
3. Hubungan antara nyeri dan kecemasan Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien Post
Laparatomi di IRNA Ruang Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang

• Judul Penelitian : “Hubungan Tingkat Kecemasan Keluarga dengan Gangguan Pola


Tidur Keluarga Pasien di Ruang Tunggu ICU RS. Elizabeth Situbondo”
• Penelitian sebelumnya dengan tema yang sama yaitu tentang Tingkkat Kecemasan .
Namun dengan judul “Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur
Penderita Asma Di RSUD Kabupaten Karanganyar”
• Perbedaan dengan penelitian ini adalah :
• Judulnya tidak sama yakni penelitian sebelumnya Apakah tingkat kecemasan
berhubungan dengan kualitas tidur penderita asma Di RSUD Kabupaten
Karanganyar? sedangkan penelitian ini Hubungan Tingkat Kecemasan Keluarga
dengan Gangguan Pola Tidur Keluaga Pasien di Ruang Tunggu ICU RS. Elizabeth
Situbondo.
• Tahun penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2015 sedangkan penelitian ini
pada tahun 2022.
• Tempat penelitian tidak sama yakni pada penelitian sebelumnya di RSUD
Kabupaten Karanganyar sedangkan pada penelitian ini di RS. Elizabeth Situbondo
BAB II
KONSEP TEORI

A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Definisi Kecemasan Pada dasarnya kecemasan adalah kondisi psikologis
seseorang yang penuh dengan rasa takut dan khawatir, dimana perasaan takut dan
khawatir akan sesuatu hal yang belum pasti akan terjadi. Kecemasan berasal dari
bahasa Latin (anxius) dan dari bahasa Jerman (anst), yaitu suatu kata yang digunakan
untuk menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologis (Muyasaroh et al.
2020). Menurut American Psychological Association (APA) dalam (Muyasaroh et al.
2020), kecemasan merupakan keadaan emosi yang muncul saat individu sedang
stress, dan ditandai oleh perasaan tegang, pikiran yang membuat individu merasa
khawatir dan disertai respon fisik (jantung berdetak kencang, naiknya tekanan darah,
dan lain sebagainya).
Ketakutan, kekhawatiran dan kegelisahan yang tidak beralasan pada akhirnya
menghadirkan kecemasan, dan kecemasan ini tentu akan berdampak pada perubahan
perilaku seperti, menarik diri dari lingkungan, sulit fokus dalam beraktivitas, susah
makan, mudah tersinggung, rendahnya pengendalian emosi amarah, sensitive, tidak
logis, susah tidur. (Jarnawi 2020).
Kecemasan merupakan penilaian dan respon emosional terhadap sesuatu yang
berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap
kondisi ketakutan, kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau
ketakutan terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan (Saputro & Fazrin, 2017).
Menurut Kurniati dkk., (2017) kecemasan adalah respons yang tidak terfokus,
membaur, yang meningkatkan keaspadaan individu terhadap sebuah ancaman, nyata
atau dalam imaginasinya.
2. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart & Sandeen (dalam Mardjan, 2016), Tingkat kecemasan atau anxietas
terdiri dari :
a. Kecemasan Ringan Kecemasan ringan merupakan perasaan bahwa ada sesuatu
yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat
dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan
masalah, berfikir, bertindak, merasakan dan melindungi dirinya sendiri.
Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan kreatifitas dan
pertumbuhan (Mardjan, 2016). Pada tingkat kecemasan ringan seseorang
mengalami ketegangan yang dirasakan setiap hari sehingga menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Seseorang
akan lebih tanggap dan bersikap positif terhadap suatu peningkatan minat dan
motivasi. Tanda-tanda tingkat kecemasan ringan berupa gelisah, mudah marah
dan perilaku mencari perhatian (Saputro & Fazrin, 2017). Kecemasan ringan
berkaitan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
klien menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsi. Respon yang
ditimbulkan 20 dari aspek kognitif, afektif, fisiologi, perilaku dan sosial ini
masih dalam batas normal. Dampak dari kecemasan tingkat ringan adalah
meningkatnya suatu kewaspadaan serta kemampuan dalam belajar (Zaini,
2019). Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan kehidupan sehari-
hari dan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta
kreativitas (Annisa & Ifdil, 2016).
b. Kecemasan Sedang Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu
bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau
agitasi (Mardjan, 2016). Kecemasan sedang menginginkan seseorang untuk
memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan hal-hal yang
lain, sehingga seseorang akan mengalami perhatian yang selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang terarah. Pada tingkat kecemasan sedang ini, seseorang
akan kelihatan serius dalam memperhatikan segala sesuatu. Tanda-tanda
tingkat kecemasan sedang berupa suara bergetar, perubahan dalam nada suara,
tachicardi, gemetaran, peningkatan ketegangan otot (Saputro & Fazrin, 2017).
Pada tingkat kecemasan sedang ini memungkinkan klien untuk memusatkan
pada hal penting dan mengesampingkan hal lain sehingga klien mengalami
perhatian yang selektif, namun masih dapat melakukan aktifitas yang terarah.
Efek yang ditimbulkan adalah kemampuan berfokus pada masalah utama, tetap
mampu melakukan perhatian dan mampu belajar. Respon fisiologis dalam
kondisi normal mulai terjadi peningkatan. Respon kognitif juga menunjukkan
penyempitan lapang persepsi, sedangkan respon emosi dan perilaku
ditunjukkan dengan sikap waspada dan bertentangan (Zaini, 2019). Pada
kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal-hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain. 21 Kecemasan ini mempersempit
lapang pandang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak
perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika
diarahkan untuk melakukannya (Annisa & Ifdil, 2016).
c. Kecemasan Berat Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada
sesuatu yang berbeda dan mengancam. Individu memperlihatkan respon takut
dan distress. Ketika individu mencapai tingkat tertinggi anxietas, panik berat,
semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut mengalami respon
fight, yakni kebutuhan untuk pergi secepatnya dan tidak dapat melakukan
sesuatu (Mardjan, 2016). Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi
serta cenderung memusatkan pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak
dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
menurunkan kecemasan dan fokus pada kegiatan lain berkurang. Tanda-tanda
kecemasan berat berupa perasaan terancam, ketegangan otot berlebihan,
perubahan pernafasan, perubahan gastrointestinal (mual, muntah, rasa terbakar
di ulu hati, sendawa, anoreksia, diare), perubahan kardiovaskuler, dan
ketidakmampuan konsentrasi (Saputro & Fazrin, 2017). Skala kecemasan berat
memungkinkan klien mengalami suatu penurunan lapang persepsi klien.
Perilaku yang ditunjukkan oleh klien mengarah pada perilaku untuk
mengurangi ketegangan serta membutuhkan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pikiran. Dampak yang ditimbulkan adalah ketidakmampuan
berfokus atau tidak mampu menyelesaikan masalah serta terjadinya aktifitas
sistem saraf simpatis. Respon yang ditunjukkan adalah terjadi gangguan fungsi
adaptif dan mempengaruhi interaksi sosial dengan orang lain. Kecemasan berat
dengan orang lain. Kecemasan berat menyebabkan seseorang sulit berfikir dan
mengambil keputusan, perubahan 22 tanda tanda vital, memperlihatkan
kegelisahan, dan klien akan menggunakan cara untuk mengatasi suatu
ketegangan (Zaini, 2019). Kecemasan ini sangat mengurangi lapang persepsi
individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik
serta tidak berfikir hal lain. Semua prilaku yang muncul ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain (Annisa & Ifdil, 2016).
d. Panik Pada keadaan panik, terjadi disorganisasi pada individu. Individu
tersebut tidak dapat mengendalikan diri dan tidak dapat melakukan apa-apa
walaupun sudah diberi saran dan arahan. Panik dapat menyebabkan diare,
mulut kering, sering kencing, sulit menelan (Sandjaja, Sarjana, & Jusup, 2017).
Menurut Mardjan (2016), tingkat kecemasan atau yaitu:
a. Cemas ringan merupakan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu menfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah,
berfikir, bertindak, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri.
b. Cemas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu
yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi.
c. Cemas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu berbeda dan ada
ancaman. Memperhatikan respons takut dan distress. Ketika individu
mencapai tingkat tertinggi ansietas, panic berat, semua pemikiran rasional
berhenti dan individu tersebut mengalami respons fight.
d. Panik berhubungan dengan ketakutan terror, karena mengalami kehilangan
kendali. Orang yang mengalami panic atau tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan, panic melibatkan disorganisasi kepribadian,
dengan panic terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan
dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan
yang sangat bahkan kematian.
3. Tanda Dan Gejala Kecemasan
Menurut Association et al (2017), tanda dan gejala kecemasan yaitu:
a. Perasaan akan adanya bahaya yang akan datang, kematian, atau menjadi gila
b. Nadi cepat
c. Perasaan dada tertekan
d. Merasa susah bernapas
e. Cegukan, kesulitan menelan
f. Berkeringat banyak
g. Mulut kering
h. Sering berkemih
i. Tremor
j. Aktivitas berlebihan
k. Usaha untuk keluar dari lokasi sesegera mungkin
4. Cara Menghindari Cemas
Menurut Retno (2018), cara menghindari kecemasan adalah :
a. Tetap Terhubung Dengan Orang Lain Ketika sedang cemas, beberapa orang
ingin menarik diri dari berhubungan dengan orang lain, keluarga dan
masyarakat. Berpartisipasi dengan orang lain dalam pergaulan dapat
membantu menumbuhkan rasa saling memiliki dan memungkinkan kita untuk
merasa berguna, dengan menjaga tubuh dan fikiran tetap sibuk.
b. Menemukan Teman Untuk Bicara Kecemasan bisa membuat kita percaya
bahwa kita sendirian dan tidak ada orang yang memahami. Menemukan orang
yang bisa dipercaya untuk berbicara, berbagi perasaan serta tantangan yang
dialami tetap mungkin terjadi dan berguna untuk 28 mengatasi gejala
kecemasan. Berbagi dengan seseorang adalah hal penting agar orang dapat
memahami apa yang dirasakan.
c. Mencari Bantuan Menemukan bantuan dan dukungan sangat penting ketika
seseorang bergelut dengan masalah kecemasan. Ada beberapa dukungan yang
tersedia misalnya melalui komunitas yang berisi orang-orang yang mengalami
hal yang sama untuk mencari cara mengatasi gangguan kecemasan
menyeluruh dan mencari cara menghilangkan kecemasan.
d. Tertawa Kecemasan cenderung akan menghilangkan kesenangan dari diri dan
menghalangi kita dari merasa senang. Ingatlah untuk memelihara kemampuan
tertawa, dan bersenang-senang misalnya dengan membaca buku humor,
menonton film. Cari waktu untuk bisa bersenang-senang agar kecemasan tidak
menyita waktu.
e. Menjaga Pikiran Ada beberapa cara untuk membantu pikiran agar tetap
rasional sebagai cara mengatasi gangguan kecemasan. Menggunakan teknik
seperti meditasi, berdoa, latihan pernafasan bisa membantu memperlambat
proses pikiran dan emosional kita.
f. Mengetahui Pemicu Cara untuk mengatasi kecemasan menyeluruh bisa
dilakukan jika mengetahui situasi yang dapat memicu kecemasan atau
penyebab kecemasan. Mewaspadai pemicu bisa membantu untuk mengambil
langkah untuk mengelola stres.
g. Mempertahankan Perilaku Positif Banyak orang yang tertantang oleh
kegelisahan seperti dengan gangguan kecemasan menyeluruh. Banyak orang
yang mengalami gangguan kecemasan menyeluruh dan tetap dapat berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Kuncinya 29 adalah dengan
mengambil waktu untuk mempelajari strategi yang paling cocok tetap bersikap
dan berfikir positif.
h. Makan Dengan Benar Konsumsi makanan dapat mempengaruhi diri baik
secara fisik maupun emosional. Makanan tidak menyebabkan kecemasan,
namun membuat pilihan makanan yang baik bisa membantu kita
mempertahankan pikiran dan tubuh yang sehat. Mengkonsumsi makanan yang
manis dapat menyebabkan naik turunnya gula darah dengan cepat yang bisa
mempengaruhi perasaan gelisah dan kelelahan.
i. Melakukan Gerak Tubuh Menggerakkan tubuh bisa menjadi cara yang paling
baik untuk mengatur stres. Olah raga membantu menaikkan hormon endhorfin
dan mengurangi ketegangan. Cobalah melakukan aktifitas favorit yang
biasanya dinikmati. Pertahankan jadwal yang konsisten dan coba untuk
melakukan latihan 3 sampai 4 kali perminggu atau lebih, bisa juga melakukan
pijat atau menghilangkan ketegangan otot untuk membantu melemaskan otot
yang tegang ketika mengalami kecemasan.
j. Tidur Yang Cukup Menciptakan rutinitas jam tidur akan membantu untuk
lebih rileks dan menyiapkan tidur yang berkualitas. Relaksasi, membaca, dan
mematikan semua peralatan elektronik bisa membantu menyiapkan tubuh
untuk beristirahat.
k. Melakukan Latihan Pernafasan Ketika sedang mengalami kecemasan,
pernafasan penderita juga akan terpengaruh dan sulit untuk bernafas normal.
Cara bernafas yang pendek pendek merupakan salah satu gejala umum
kecemasan diiringi otot dada yang mengencang dan ketegangan otot. Pada saat
kecemasan biasanya penderita lupa bernafas dan pernafasan menjadi cepat dan
dangkal.
5. Cara penilaian pengukuran
Menurut Chrisnawati & Aldino (2019), cara penilaian kecemasan adalah dengan
memberikan nilai dengan kategori:
a. 0 = tidak pernah
b. 1 = jarang
c. 2 = kadang-kadang
d. 3 = sering
e. 4 = selalu

Penentuan derajat kecemasan adalah dengan cara menjumlahkan skor 1-14 dengan
hasil:

a. Skor < 14 : tidak ada kecemasan


b. Skor 14-20 : kecemasan ringan
c. Skor 21-27 : kecemasan sedang
d. Skor 28-41 : kecemasan berat
e. Skor 42-52 : kecemasan berat sekali

Menurut Hamilton anxiety rating scale (HARS), pertama kali dikembangkan oleh
Max Hamilton pada tahun 1956 untuk mengukur semua tanda kecemasan baik
kecemasan psikis maupun somatik. Hamilton anxiety rating scale (HARS) terdiri dari
14 item pertanyaan untuk mengukur adanya tanda kecemasan pada anak dan orang
dewasa. Hamilton anxiety rating scale (HARS) telah distandarkan untuk
mengevaluasi tanda kecemasan pada individu yang sudah menjalani pengobatan 31
terapi setelah mendapatkan obat depresan dan sudah mendapatkan obat psikotropika.
Menurut Claresta (2014) Hamilton anxiety rating scale (HARS) telah dibuktikan
memiliki validitas dan reliablitias cukup tinggi untuk melakukan pengukuran
kecemasan. Hamilton anxiety rating scale (HARS) terdiri dari 14 item pertanyaan
yaitu :
a. Perasaan cemas, firasat buruk, takut akan fikiran sendiri, mudah tersinggung.
b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu, dan lesu.
c. Ketakutan takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan
takut pada binatang besar.
d. Gangguan tidur yaitu sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak pulas dan mimpi buruk.
e. Gangguan kecerdasan yaitu penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
f. Perasaan depresi yaitu hilang minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,
sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
g. Gejala somatik yaitu nyeri pada otot, kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil
dan kedutan otot.
h. Gejala sensorik yaitu perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat serta merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler yaitu tachicardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras, dan
detak jantung hilang sesaat.
j. Gejala pernafasan yaitu rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik nafas panjang dan merasa nafas pendek.
k. Gejala gastrointestinal yaitu sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,
mual muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di
perut.
l. Gejala urogenital yaitu sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
amenorrhoe, ereksi lemah dan impotensi.
m. Gejala vegetatif yaitu mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu
kuduk berdiri, pusing atau sakit kepala
n. Perilaku sewaktu wawancara yaitu gelisah, jari jari gemetar, mengkerutkan
dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat.
Cara penilaian kategori kecemasan adalah dengan memberi nilai
dengan kategori :
0 : tidak ada gejala sama sekali.
1 : satu dari gejala yang ada.
2 : sedang atau separuh dari gejala yang ada.
3 : berat atau lebih dari setengah gejala yang ada.
4 : Sangat berat semua gejala ada.
Penentuan derajat kecemasan dengan menjumlah nilai skor dari
item 1 sampai 14 dengan hasil :
1. Skor <14 tidak ada kecemasan.
2. Skor 14 – 20 kevemasan ringan.
3. Skor 21 – 27 kecemasan sedang.
4. Skor 28 - 41kecemasan berat.
5. Skor > 41 panik
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan.
Menurut Annisa & Ifdil (2016), menjelaskan faktor-faktor yang menimbulkan
kecemasan, seperti pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai situasi yang
sedang dirasakannya, apakah situasi tersebut mengancam atau tidak memberikan
ancaman, serta adanya pengetahuan mengenai kemampuan diri untuk mengendalikan
dirinya (seperti keadaan emosi serta fokus kepermasalahannya). Pelaksanaan
pembatasan sosial berskala besar berpotensi memicu terjadinya gangguan kecemasan
(anxiety), depresi dan stress di masyarakat. Faktor lain yang dapat menyebabkan
seseorang mengalami gangguan kecemasan adalah kondisi stress yang dialami oleh
keluarga dapat menghambat kemampuan keluarga dalam memberikan dukungan
kepada anggota keluarganya yang sedang dirawat di ruang perawatan intensif
(Zahara, Ibrahim, & Sriati, 2014).

B. Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga secara universal didefinisikan bagaikan landasan dasar unit social ekonomi
terkecil dari seluruh institusi dalam warga. Keluarga terdiri dari dua ataupun lebih
orang yang memiliki ikatan interpersonal, ikatan darah, ikatan pernikahan, serta
adopsi (Bakri, 2017: 10).
2. Tipe Keluarga
Tipe keluarga Tradisional (Bakri, 2017: 16). sebagai berikut:
a. Keluarga inti (nuclear family) Keluarga inti ialah keluarga kecil dalam satu
rumah. Dalam keseharian, anggota keluarga inti ini hidup bersama serta saling
melindungi. Mereka merupakan bapak, ibu, dan kanak- kanak.
b. Keluarga Besar (extended family) Keluarga besar merupakan gabungan dari
beberapa keluarga inti yang bersumbu dari satu keluarga inti. Satu keluarga
memiliki beberapa anak, lalu anak-anak-nya menikah dan memiliki anak, dan
kemudian menikah lagi dan memiliki anak pula. Anggota keluarga besar
terdiri dari kakek, nenek, paman, tante, keponakan, saudara sepupu, cucu,
cicit, dan lain sebagainya.
c. Keluarga Dyat (Pasangan inti) Pasangan inti adalah sepasang suami istri yang
baru menikah. Mereka telah membina rumah tangga tetapi belum dikaruniai
anak atau keduanya bersepakat untuk tidak memiliki anak lebih dulu. Akan
tetapi jika dikemudian hari memiliki anak, maka status tipe keluarga ini
menjadi keluarga inti.
d. Keluarga Single Parent Single parent adalah kondisi seseorang tidak memiliki
pasangan lagi. Hal ini bisa disebabkan oleh perceraian atau meninggal dunia.
Akan tetapi, single parent mensyaratkan adanya anak, baik anak kandung
maupun anak angkat. Jika ia sendirian maka tidak bisa dikatakan sebagai
keluarga meski sebelumnya pernah membina rumah tangga.
e. Keluarga Single Adult Keluarga single adult yaitu pasangan yang mengambil
jarak atau berpisah sementara waktu untuk kebutuhan tertentu, misalnya
bekerja atau kuliah. Seseorang yang berada jauh dari keluarga ini kemudian
tinggal di rumah kontrakan atau indekost. Orang dewasa inilah yang kemudian
disebut sebagai single adult. Meski ia telah memiliki pasangan di suatu tempat
namun ia terhitung single di tempat lain
Tipe Keluarga Modern (Nontradisional) (Bakri, 2017: 18)
a. The Unmarriedteenage Mother The Unmarriedteenage Mother adalah
kehidupan seorang ibu bersama anaknya tanpa pernikahan
b. Reconstituded Nuclear Sebuah keluarga yang tadinya berpisah, kemudian
kembali membentuk keluarga inti melalui perkawinan kembali. Mereka
tinggal serta hidup bersama anak-anaknya, baik anak dari pernikahan
sebelumnya, maupun hasil dari perkawinan baru.
c. The Stepparent Family Keluarga The Stepparent Family adalah seorang anak
diadopsi oleh sepasang suami-istri, baik yang sudah memiliki anak maupun
belum. Kehidupan anak dengan orantua tirinya inilah yang dimaksud dengan
the stepparent family
d. Commune Family Keluarga ini berada di dalam penampungan atau memang
memiliki kesempatan bersama untuk hidup satu atap titik. Hal ini bisa
berlangsung dalam waktu yang singkat, sampai dengan waktu yang lama.
Mereka tidak memiliki hubungan darah namun memutuskan hidup bersama
dalam satu rumah, satu fasilitas, dan pengalaman yang sama.
e. Thenon Marital Heretosexual Conhibitang Family Tanpa ikatan pernikahan,
sesorang memutuskan hidup bersama pasangannya. Namun dalam waktu
yang relative singkat, sesorang itu kemudian berganti pasangan lagi dan tetap
tanpa hubungan pernikahan
f. Gay and Lesbian Family Seseorang dengan jenis kelamin yang sama
menyatakan hidup bersama sebagaimana pasangan suami istri (material
partners).
g. Cohabiting Couple Sesorang yang tinggal merantau karena merasa satu
negara atau satu daerah, kemudian dua atau lebih orang bersepakatan untuk
tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Kehidupan mereka seperti
kehidupan berkeluarga
h. Group-Marriage Family Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat
rumah tangga bersama dan mereka merasa sudah menikah, sehingga berbagai
sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anaknya.
i. Group Network Family Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-
nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya, dan saling
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung
jawab membesarkan anaknya.
j. Foster Family Seorang anak kehiangan orangtua nya, lalu ada sebuah
keluarga yang bersedia menampungnya dalam kurun waktu tertentu. Hal ini
dilakukan hingga anak tersebut bertemu dengan kedua orangtua kandungnya.
Dalam kasus lain, bisa jadi orangtua si anak menitipkan kepada seseorang
dalam waktu tertentu hingga ia kembali mengambil anaknya.
k. Institutional Anak atau orang dewasa yang tinggal dalam suatu panti. Entah
dengan alasan dititipkan oleh keluarga atau memang ditemukan atau
kemudian ditampung oleh panti atau dinas social.
l. Homeless Family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
3. Struktur Keluarga
Menurut Friedman, dalam Bakri, (2017: 20-25). Menjelaskan bahwa struktur dalam
keluarga terbagi menjadi empat, antara lain
a. Pola Komunikasi Keluarga Komunikasi yang dibangun akan menentukan
kedekatan antara anggota keluarga. Pola komunikasi ini bisa menjadi salah
satu ukuran kebahagiaan sebuah keluarga. Di dalam keluarga ada interaksi
yang berfungsi memiliki karakterisitik terbuka, jujur, berpikiran positif, dan
selalu berupaya menyelesaikan konflik keluarga. Komunikasi berkualitas
antara pembicara dan pendengar (Stimulus-respons). Sedangkan pola
komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan berbagai
persoalan. Karakteristik pola komunikasi keluarga tidak berfungsi seperti:
fokus pembicaraan hanya pada satu orang, tidak ada diskusi di dalam rumah,
seluruh anggota keluarga hanya menyetujui atau terpaksa, hilangnya empati
dalam keluarga karena masing-masing anggota keluarga tidak bisa
menyatakan pendapatnya sehingga keluarga menjadi tertutup.
b. Struktur Peran Struktur peran merupakan serangkaian perilaku yang
diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Bapak berperan
sebagai kepala rumah tangga, ibu berperan sebagai wilayah domestik, anak
dan lain sebagainya memiliki peran masing-masing dan diharapkan saling
mengerti dan mendukung. Peran informal dijalankan dalam kondisi tertentu
atau sudah menjadi kesepakatan antara anggota keluarga. Misalnya seorang
suami memperbolehkan istrinya bekerja di luar rumah, begitu pula sebaliknya
suami juga tidak segan mengerjakan membantu istri mengurus rumah.
c. Struktur Kekuatan Menggambarkan adanya kekuasaan atau kekuatan dalam
sebuah keluarga yang digunakan untuk mengendalikan dan memengaruhi
anggota keluarga. Kekuasaan ini terdapat pada individu di dalam keluarga
untuk mengubah perilaku anggota keluarganya ke arah positif, baik dari sisi
perilaku maupun kesehatan
d. Nilai-Nilai Dalam Kehidupan Keluarga Nilai merupakan suatu sistem, sikap,
dan kepercayaan yang mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya.
4. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman, dalam Bakri, (2017: 31). Mengelompokkan fungsi pokok keluarga
sebagai berikut;
a. Fungsi Reproduktif Keluarga Fungsi reproduktif keluarga adalah Sebuah
peradaban dimulai dari rumah, yaitu dari hubungan suami-istri terkait pola
reproduksi. Sehingga adanya fungsi ini ialah untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan keluarga.
b. Fungsi Sosial Keluarga Fungsi yang mengembangkan dan melatih anak untuk
hidup bersosial sebelum meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang
lain. Dalam hal ini, anggota keluarga belajar disiplin, normanorma, budaya,
dan perilaku melalui interaksi dengan anggota keluarganya sendiri.
c. Fungsi Afektif Keluarga Fungsi ini hanya bisa diperoleh dalam kelarga, tidak
dari pihak luar. Maka komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi
afektif yaitu mendukung, menghormati, dan saling asuh. Intinya, antara
anggota keluarga satu dengan anggota yang lain berhubungan baik secara
dekat, dengan cara inilah, seorang anggota keluarga merasa mendapatkan
perhatian, kasih saying, dihormati, kehangatan dan lain sebagainya.
Pengalaman di dalam keluarga ini akan mampu membentuk perkembangan
individu dan psikologis anggota keluarga.
d. Fungsi Ekonomi Keluarga Faktor ekonomi menjadi hal penting dalam sebuah
keluarga. Kondisi ekonomi yang stabil akan mampu menjamin kebutuhan
anggota keluarga sehingga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan
baik. Terutama dalam hal kebutuhan pokok, paling tidak kebutuhan ini harus
terpenuhi. Fungsi ekonomi keluarga meliputi keputusan rumah tangga,
pengelolaan keuangan pilihan asuransi, jumlah uang yang digunakan,
perencanaan pension, dan tabungan. Kemampuan keluarga untuk memiliki
penghasilan yag baik dan mengelola finansialnya dengan bijak merupakan
factor kritis untuk mencapai kesejahteraan ekonomi.
e. Fungsi Perawatan Keluarga Keluarga merupakan perawat primer bagi
anggotanya. Untuk itu, fungsi ini penting ada untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga agar tetao memiliki produktivitas tinggi
5. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan (Setiadi, dalam Bisnu et al, 2017).
a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan
b. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
c. Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit
d. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan
kesehatan
e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan setempat
C. Pola tidur
1. Pengertian Pola Tidur
Pola tidur adalah bentuk yang bervariasi dari suatu keadaan dimana sistem
fisiologis manusia mengistirahatkan tubuhnya dalam waktu tertentu untuk
memulihkan dan memperbaiki sistem tubuh manusia melakukan kegiatan seharihari
yang bisa dibangunkan dengan bantuan stimulus sensorik, audio maupun stimulus
lainnya (Savira & Suharsono, 2013). Menurut Widiyanto (2016), pola tidur adalah
model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi
jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari,
mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan tidur.
a. Faktor faktor yang mempengaruhi pola tidur
Sejumlah faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur, kualitas
tidur mengandungan arti kemampuan individu untuk tetap tidur dan bangun
dengan jumlah tidur REM dan NREM yang cukup. Sedangkan kuantitas tidur
berarti total waktu tidur individu. Faktor psikologis, fisiologi dan lingkungan
dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Beberapa faktor tersebut
adalah sebagai berikut (Bruno, 2019):
1) Usia Durasi dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari
semua kelompok usia
2) Penyakit Fisik Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri,
ketidaknyamanan (seperti kesulitan bernafas), atau masalah hati
seperti kecemasan atau depresi dapat menyebabkan masalah tidur
3) Gaya Hidup
4) Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur
seseorang.Individu dengan waktu kerja tidak sama setiap harinya
seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan pola
tidur. Perubahan lain yang menggunakan pola tidur merupakan
kerja berat yang tidak biasanya, terlihat dalam aktivitas sosial pada
larut malam, perubahan waktu makan malam
5) Lingkungan
Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada
kemampuan untuk tertidur.Ventilasi yang baik adalah esensial
untuk tidur yang tenang. Ukuran dan posisi tempat tidur
mempengaruhi kualitas tidur.
6) Kelelahan Apabila mengalami kelelahan dapat memperpendek
periode pertama dari tahap REM
7) Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf
simpatis sehingga menggangu tidurnya.

b. Penilaian Pola Tidur


Menurut Susilo (2017), kualitas tidur dapat dilihat melalui tujuh komponen,
yaitu:
1) Kualitas tidur subjektif : yaitu penilaian subjektif diri sendiri
terhadap kualitas tidur yang dimiliki, adanya perasaan terganggu
dan tidak nyaman pada diri sendiri berperan terhadap penilaian
kualitas tidur.
2) Latensi tidur : yaitu berapa waktu yang dibutuhkan sehingga
seseorang bisa tertidur, ini berhubungan dengan gelombang tidur
sesorang.
3) Efisiensi tidur : yaitu didapatkan melalui presentase kebutuhan
tidur manusia, dengan menilai jam tidur seseorang dan durasi tidur
seseorang dan durasi tidur sehingga dapat disimpulkan apakah
sudah tercukupi atau tidak.
4) Durasi tidur : yaitu dinilai dari waktu mulai tidur sampai waktu
terbangun, waktu tidur yang tidak terpenuhi akan menyebabkan
kualitas tidur yang buruk.
5) Gangguan tidur : yaitu seperti adanya mengorok, gangguan
pergerakan sering terbangun dan mimpi buruk dapat
mempengaruhi proses tidur seseorang.
6) Penggunaan obat tidur dapat menandakan seberapa berat gangguan
tidur yang dialami, karena penggunaan obat tidur diindikasikan
apabila orang tersebut sudah sangat terganggu pola tidurnya dan
obat tidur dianggap perlu untuk membantu tidur.
7) Gangguan tidur yang dialami pada siang hari atau adanya
gangguan pada kegiatan sehari-hari diakibatkan oleh perasaan
mengantuk
c. Jenis Pola Tidur
Menurut Bruno (2019), jenis tidur dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1) Tipe Rapid Eye Movement (REM) Seseorang biasanya mencapai
tidur REM sekitar 90 menit ke siklus tidur, mimpi yang seperti
kenyataan terjadi di fase REM. Mimpi merupakan hasil dari
neuron-neuron bagian bawah otak atau yang disebut dengan Pons
yang bekerja secara spontan selama tidur REM. Tidur REM terlihat
penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan
perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktifitas
kortikol, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan
epinefrin.Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan
pembelajaran.Selama tidur otak menyaring informasi yang
disimpan tentang aktifitas hari tersebut.
2) Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) Terdapat 4 tahap yaitu :
a) Tahap stadium Satu Merupakan tahap paling dangkal tidur,
tahap ini berakhir beberapa menit dan pengurangan aktifitas
dimulai dengan penurunan secara bertahap tanda-tanda vital
dan metabolisme, biasanya tahap ini seseorang sangat mudah
terbangun oleh stimulus sensori dan ketika terbangun
seseorang merasa lelah seperti telah melamun.
b) Tahap stadium Dua Merupakan periode tidur bersuara,
kemajuan relaksasi dan mudah terbangun masih relatif mudah.
Tahap ini berakhir10 menit hingga 20 menit dan kelanjutan
fungsi tubuh melambat.
c) Tahap stadium Tiga Meliputi tahap awal dari tidur yang
dalam, orang akan sulit dibangunkan dan jarang bergerak,
otot-otot dalam keadaan santai penuh dan tanda-tanda vital
menurun tetapi tetap teratur.
d) Tahap stadium Empat Merupakan tahap tidur terdalam dan
sangat sulit membangunkan orang yang tidur. Pada tahap ini
tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibandingselama
jam terjaga, dan tidur sambil berjalan dan enuresis dapat
terjadi pada tahap ini
d. Pengukuran Pola Tidur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI), yang telah dikembangkan oleh Contreras et al.,
(2014). Instrument ini telah baku dan banyak digunakan dalam penelitian
kualitas tidur seperti dalam penelitian (Majid, 2014). Menurut Contreras et
al., (2014) dalam (Majid, 2014), untuk menilai pola tidur pada keluarga
pasien diperlukan suatu alat ukur.
Pengukuran pola tidur pada keluarga pasien dilakukan dengan
wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang akan
diukur dari subjek penelitian. Interpretasi nilai skor kualitas tidur :
a. Kualitas tidur tinggi nilai : 1-5
b. Kualitas tidur cukup nilai : 6-7
c. Kualitas tidur kurang nilai : 8-14
d. Kualitas tidur rendah nilai : 15-21
e. Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat perkembangan.
Tabel berikut merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia.

Usia Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan

0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari

1 bulan-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari

18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari

3 tahun-6 tahun Masa prasekolah 11-12 jam/hari

6 tahun-12 tahu Masa sekolah 11 jam /hari

12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari

18 tahun-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam/hari

40 tahun-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari

60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari

Penelitian ini akan dilakukan pada dewasa yang berumur 18 tahun


ke atas. Kebutuhan tidur pada kelompok usia 18 tahun ke atas normalnya
adalah sekitar 7-8 12 jam/hari. Kebutuhan tidur yang terpenuhi tentunya
dapat menghasilkan pengeluaran serotonin yang cukup. (Mubarak, et. All,
2015).
Selama tidur, denyut jantung turun sampai 60 denyut per menit
atau kurang. Ini berarti bahwa selama tidur jantung berdetak 10-20 kali
lebih lambat dalam setiap menit atau 60-120 kali lebih sedikit dalam setiap
jam. Oleh karena itu, tidur yang cukup bermanfaat dalam mempertahankan
fungsi jantung. Fungsi biologis lainnya yang menurun selama tidur adalah
pernapasan, tekanan darah, dan otot (McCance dan Huether, 2006 dalam
potter & Perry 2010).

D. Ruang ICU
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk
membuat prioritas pasien masuk berdasarkan beratnya penyakit dan prognosis. Krietria
prioritas pasien masuk menurut Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Intensif RSUP
Dokter Kariadi Semarang (2016) yaitu:
a) Pasien prioritas 1 Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat
penunjang fungsi organ, infus, obat vasoaktif/inotropik obat anti aritmia. Sebagai
contoh pasien pasca bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
b) Pasien prioritas 2 Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih
di ICU, sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,
misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh
pasien yang mengalami penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat
atau pasien yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan
pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
c) Golongan pasien priorotas 3 Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak
stabil status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang
mendasarinya atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat
kecil. Sebagai contoh antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai
penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan jalan nafas, atau pesien
penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi penyakit akut berat.
http://repository.unimus.ac.id 11 Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya
untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi. atau resusitasi jantung paru.
d) Pengecualian Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala
Instalasi Rawat Intensif, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa
dikecualikan dengan catatan bahwa pasien golongan demikian sewaktu-waktu
harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas terbatas dapat digunakan untuk
pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien yang memenuhi kriteria masuk
tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi perawataan
yang aman saja, pasien dengan perintah “Do Not Resuscitate”, pasien dalam
keadaan vegetatif permanen, pasien yang dipastikan mati batang otak namun
hanya karena kepentingan donor organ, maka pasien dapat dirawat di ICU demi
menunjang fungsi organ sebelum dilakukan pengambilan organ untuk donasi.

Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat biasa, karena mereka
mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat, dokter, maupun
ketergantungan terhadap alat seperti ventilator. Reaksi pasien yang akan dirawat di ruang
ICU berbeda-beda yang diantaranya adalah muncul kecemasan. Perasaan cemas ini
muncul ketika seseorang terlalu mengkhawatirkan kemungkinan peristiwa yang
menakutkan yang terjadi di masa depan yang tidak bisa dikendalikan, dan jika itu terjadi
akan dinilai menjadi sesuatu yang mengerikan (Silvatar, 2007 dalam Saragih dan Yulia
Suparmi, 2017). Pasien dan keluarga seringkali menganggap perawatan di ICU adalah
suatu tanda penyakit yang kritis dan suatu tanda kematian akan terjadi. Pemahaman
terhadap makna perawatan kritis dapat membantu perawat dalam merawat mereka.

Respon dalam kamus bahasa berarti jawaban, balasan, tanggapan. Respon


seseorang terhadap stimulus yang berkaitan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makna serta lingkungan disebut dengan perilaku kesehatan. Respon atau reaksi
manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun bersikap aktif
(tindakan nyata atau praktis).Adapun stimulus atau rangsangan disini terdiri dari 4 unsur
pokok yaitu: sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Terkait dengan
respon keluarga pada anggota keluarga yang dirawat di ruang intensif, keluarga seringkali
merasakan stress ataupun cemas.
Kecemasan yang tinggi muncul akibat beban yang harus diambil dalam
pengambilan keputusan dan pengobatan yang terbaik bagi pasien. Respon keluarga
terhadap stres bergantung pada persepsi terhadap stress, kekuatan, dan perubahan gaya
hidup yang dirasakan terkait dengan penyakit kritis pada anggota keluarga. Pada titik
kritis ini, fungsi keluarga inti secara signifikan berisiko mengalami gangguan (Nurhadi,
2014).

E. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi Kecemasan


kecemasan : a. Ringan 
a. Faktor fisik  Cemas b. Sedang
b. Trauma c. Berat
c. Lingkungan d. Panik
d. Individu dan Keluarga

a. Kualitas Tidur Tinggi


Tidur b. Kualitas Tidur Cukup
c. Kalitas Tidur Sedang
d. Kualitas Tidur Rendah

Faktor yang mempengaruhi Tidur : Tahap-tahap Tidur


a. Usia • Non-rapid EyeMovement (NREM)
b. Penyakit - NREM stadium 1
c. Gaya Hidup - NREM stadium 2
d. Rutinitas Harian - NREM stadium 3
e. Lingkungan - NREM stadium 4
f. Kelelahan • Rapid Eye Movement(REM)
g. Kecemasan

Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Garis penghubung
Bagan 3.1.Kerangka konseptual hubungan antara tingkat kecemasan keluarga dengan
Gangguan pola tidur keluarga pasien di ruang ICU RS.Elizabeth Situbondo

Berdasarkan Bagan 3.1 Dapat di jelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi Kecemasan

yaitu Faktor fisik, Trauma, Lingkungan, Individu dan Keluarga, Dalam sebuah unit keluarga,

penyakit yang diderita salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi salah satu atau lebih

anggota keluarga dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota keluarga yang

lain. Bila salah satu individu dalam sebuah keluarga menderita penyakit dan memerlukan

tindakan perawatan, maka hal ini tidak akan menimbulkan cemas pada dirinya sendiri tapi juga

dengan keluarganya, kecemasan tersebut dapat mengakibatkan gangguan pola tidur, tahapan

tidur yaitu Non-rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Individu

yang mengalami gangguan pola tidurnya akan mengalami kualitas tidur yang rendah.

3.2 Hipotesis Penelitian

Secara umum pengertian hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan tesis (pernyataan),

yaitu suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan

apakah hipotesis tersebut dapat di terima atau harus di tolak. berdasarkan fakta atau data

empiris yang telah di kumpulkan dalam penelitian ( Nursalam,2016)

H1: Ada hubungan antara tingkat kecemasan keluarga dengan Gangguan pola tidur
keluarga pasien di ruang tunggu ICU RS.Elizabeth Situbondo
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desaine Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yaitu dengan
menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi yaitu penelitian yang bertujuan
mendeskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa
kini (Nursalam, 2015). Penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik responden,
tingkat kecemasan keluarga pasien diruang tunggu ICU, serta memaparkan hubungan
tingkat kecemasan keluarga dengan gangguan pola tidur keluarga pasien di ruang tunggu
ICU. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu jenis desain penelitian
yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2015). Dalam penelitian ini dilakukan
pengukuran tingkat kecemasan keluarga dengan gangguan pola tidur keluarga pasien di
ruang tunggu ICU

B. Kerangka Kerja

Penyusunan Masalah / penyusunan proposal

Menetapkan Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien yang
dirawat di ICU tahun 2022 rata rata perbulan sebanyak 30
orang
Sampel
Sampel penelitian sebanyak 30 orang
Sampling
Menggunakan Total sampling

Desain penelitian
deskriptif korelasional

Pengumpulan Data Data

pengetahuan diambil menggunakan quisioner kecemasan menggunakan


Pengolahan data
skala HARS
editing, coding, scoring, tabulating

Penarikan kesimpulan / penyusunan laporan


akhir

Gambar 4.1. Kerangka kerja hubungan tingkat kecemasan keluarga dengan gangguan pola tidur keluarga
pasien di ruang tunggu Intensive Care Unit (ICU) di RS. Elizabeth Situbondo

C. Populasi,sampel,sampling
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga
dari pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU).Dalam penelitian ini
populasinya adalah semua keluarga pasien di ruang tunggu ICU
2. Sampel
a. Kriteria Sampel
Dalam penelitian ini sampelnya adalah seluruh jumlah populasi sebanyak 30
orang yang anggota keluarganya dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU)
b. Besar Sampel
Dengan menggunakan rumus,maka besar sampel dalam penelitian ini adalah

Rumus Sampel Cross Sectional


3. Tehnik Sampling
Tehnik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Probability Sampling
menggunakan Simple Random Sampling

D. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan Observasi Crossectional

E. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent/ Bebas / yang mempengaruhi)
Variabel Independent dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan keluarga pasien
Dengan menggunakan skala ordinal
Skala data : N / O / I / R
Keterangan
N : Nominal O : Ordinal I : Interval R : Ratio
2. Variabel Dependent / terikat / yang dipengaruhi)
Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah gangguan pola tidur keluarga pasien
Dengan menggunakan skala ordinal
Skala data : N / O / I / R
Keterangan
N : Nominal O : Ordinal I : Interval R : Ratio

F. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Parameter / Alat Ukur Skala Data Kategori


(menurut peneliti bersifat Indikator
operasional tidak boleh
bertentangan dengan teori,
bersifat operasional)
Bebas Kecemasan keluarga pasien Respon Lembar ordinal 1. Skor <
yang dirawat di ICU fisiologis dan quisioner 14 tidak
psikologis ada
dari 14 kecemasan
pertanyaan 2. Skor 14
dalam skala – 20
HARS kecemasan
ringan.
3. Skor 21
– 27
kecemasan
sedang.
4. Skor >
28 - 41
kecemasan
berat.
5. Skor >
41 panik
Terikat Gangguan pola tidur Mengetahui Lembar ordinal 1. Kualitas
kualitas pola quisioner tidur tinggi
keluarga pasien nilai : 1-5,
tidur
Pittsburght 2. Kualitas
tidur cukup
Sleep Quality
nilai : 6-7,
Index (PSQI) 3. Kualitas
tidur
kurang
nilai : 8-14
4. Kualitas
tidur
rendah
nilai : 15-
21)
G. Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Bahan dan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan Instrumen penelitian berupa lembar quisioner
untuk data demografis dan data pengetahuan. Pengisian quisioner ini dimaksudkan
untuk memperoleh data umum subyek penelitian seperti karakteristik responden,
serta mengetahui tingkat kecemasan keluarga pasien Intensive care Unit (ICU).
Instrumen untuk kecemasan menggunakan skala HARS
a. Data Kecemasan
Untuk mengetahui data tentang kecemasan keluarga maka peneliti
melakukan wawancara terhadap keluarga tentang kecemasan menggunakan
skala Hamilton anxiety rating scale (HARS). Kuisioner HARS disusun dari
14 indikator yaitu perasaan anxietas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur,
gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala sensorik,
gejala kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala gastrointestinal, gejala
urogenital, gejala otonom, tingkah laku,. Penilaian kecemasan diberi nilai 1
(tidak cemas), 2 (kecemasan ringan), 3 (kecemasan sedang), 4 (kecemasan
berat) dan 5 (panik
b. Data Gangguan Pola Tidur
Pengukuran pola tidur pada keluarga pasien dilakukan dengan wawancara
atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subjek penelitian. Interpretasi nilai skor kualitas tidur :Kualitas tidur tinggi
nilai : 1-5, Kualitas tidur cukup nilai : 6-7, Kualitas tidur kurang nilai : 8-14 ,
Kualitas tidur rendah nilai : 15-21
2. Waktu dan lokasi penelitian
Waktu penelitian : Penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2022 sampai dengan bulan
Juni 2022 mulai dari pengumpulan data dan pelaksanaan penelitian.
Lokasi Penelitian : di ruang Tunggu Intensive Care Unit (ICU) RS. Elizabeth Situbondo
3. Prosedur pengambilan data dan uji validitas
a. Peneliti mengurus surat permohonan untuk melaksanakan penelitian ke
bagian administrasi di program studi keperawatan S1 keperawatan alih
jenjang Institut Ilmu Kesehatan (IIK) STRADA Indonesia Kediri
b. Setelah mendapatkan surat ijin dari Institut Ilmu Kesehatan (IIK) STRADA
Indonesia Kediri, peneliti manyampaikan surat ijin penelitian ke bagian
Administrasi RS. Elizabeth Situbondo.
c. Peneliti menyampaikan surat ijin kepada direktur RS. Elizabeth Situbondo.
d. Peneliti mengajukan ijin dan kesepakatan kepada responden yang akan
dijadikan sampel penelitian dengan memberikan penjelasan dan
menandatangani inform consent.
e. Setelah responden menyetujui dan menandatangani inform consent,
kemudian peneliti memberikan quisioner untuk diisi oleh responden.
f. Sebelum mengisi quisioner peneliti menjelaskan kepada responden
bagaimana tehnik pengisian quisioner.
4. Cara Analisis data
Setelah data terkumpul peneliti melakukan pengolahan data dengan editing, coding,
processing, cleaning.
a. Editing
Editing adalah proses melengkapi dan merapikan data yang telah
dikumpulkan untuk menghindari konversi satuan yang salah dan mengurangi
bias yang bersumber dari proses wawancara (Dwiastuti, 2017).
b. Coding
Coding yaitu proses pemberian angka pada setiap pertanyaan yang ada dalam
instrument untuk menyederhanakan dalam pemberian nama kolom dalam
proses entry data. Coding pada instrumen observasi yaitu:
Umur (15 – 25: U1, 16 – 35: U2, 36 – 45: U3, 36 – 45: U4, 46 – 55: U5, lebih
dari 55: U6).
Jenis kelamin (Laki laki: 1, perempuan: 2),
Pekerjaan (tidak bekerja: K1, PNS: K2, wiraswasta: K3, Petani: K4,
Mahasiswa / Pelajar: K5).
Koding pola tidur (1.Kualitas tidur tinggi, 2.Kualitas tidur cukup, 3.Kualitas
tidur kurang, 4.Kualitas tidur rendah).
Koding kecemasan (tidak cemas: 1, kecemasan ringan: 2, kecemasan sedang:
3, kecemasan berat: 4, panik: 5).
c. Scoring
Scoring merupakan kegiatan menentukan nilai dari variabel yang datanya
diperoleh dari kuesioner. Penilaian pada jawaban pasien dengan variabel
tingkat kecemasan adalah :Tidak cemas diberi skor 1 , Ringan diberi skor 2,
Sedang diberi skor 3, Berat diberi skor 4, Panik diberi skor 5. Total skor pada
kuesioner tingkat kecemasan HARS adalah >41
Penilaian jawaban dari kuesioner gangguan pola tidur yaitu (a. Kualitas tidur
tinggi nilai : 1-5, b. Kualitas tidur cukup nilai : 6-7, c. Kualitas tidur kurang
nilai : 8-14 , d. Kualitas tidur rendah nilai : 15-21) Total score pada gangguan
pola tidur adalah 21
d. Tabulating
Tabulating Tabulating adalah kegiatan memasukkan data hasil penelitian ke
dalam tabel sesuai kriteria. Dalam proses tabulating, peneliti terlebih dahulu
memasukkan data yang ada secara manual dengan membuat tabel. Hal ini
bertujuan agar jumlah data yang didapatkan sesuai dengan kuesioner dan
selanjutnya data diolah dengan komputer.

H. Etika Penelitian
1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Inform Consent (Lembar Persetujuan Menjadi Responden) Lembar-Lembar
persetujuan diberikan kepada objek yang akan diteliti, peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan penelitian yang akan dilakukan, Setelah responden setuju responden
menandatangani lembar inform consent.
2. Anonymity (tanpa nama)
Anonimity (Kerahasiaan Identitas) Untuk menjaga kerahasiaan obyek, peneliti tidak
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data. Data cukup diberi kode pada
lembar instrument.
3. Confidentility (kerahasiaan)
Peneliti menjaga kerahasiaan informasi dengan cara memberikan kode pada semua
informasi diperlukan.

I. Keterbatasan Penelitian
1. Kesulitan mencari responden dalam jumlah yang banyak, dikarenakan jumlah bed
yang tersedia di ruang ICU hanya 5 bed, sehingga rata-rata pasien perbulan hanya 30
pasien.
2. Kesulitan untuk kontak dengan keluarga pasien yang anggota keluarganya dirawat di
ruang ICU.

REFERENSI

Annisa, D. F., & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan ( Anxiety ) Pada Lanjut Usia. Konselor, 93-99.

Asni, N. (2014). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Mahasiswa Keperawatan FIKES
UMP Menghadapi Praktek Klinik Keperawatan. Doctoral Dessirtation Universitas Muhammadiyah
Purwokerto

Azis, M. A. (2018). Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang Intensive Care Unit ( ICU ) Rumah Sakit
Islam Sakinah Kabupaten Mojokerto

Diferiansyah, O., Septa, T., & Lisiswanti, R. (2016). Gangguan Cemas Menyeluruh. Jurnal
Medula Unila

Jackson, M. (2020). Interactive Statistical Test Flowchart. Statsflowchart.Co.Uk.

http://www.statsflowchart.co.uk/ Sheskin, D. J. (2003). Handbook of Parametric and Non-


Parametric Statistical Procedures (3rd ed.). Chapman & Hall/CRC.

https://lizenhs.wordpress.com/2020/05/06/pengolahan-analisis-data-dan-interpretasi/#more-
4608
Anshori, M., & Iswati, S. (2017). Buku AJar Metodologi Penelitian Kuantitatif. Surabaya:
Airlangga University Press

Azis, M. A. (2018). Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang Intensive Care Unit ( ICU )
Rumah Sakit Islam Sakinah Kabupaten Mojokerto

Maulida. 2011. Test Reliabilitas dan Validitas Indeks Kualitas Tidur Dari Pittsburg (PSQI)
Versi Bahasa Indonesia Pada Lansia [Thesis]. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada

Rumayom Nukolause (2019). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur


Penderita Asma di Puskesmas Tindaret Kota Sirui. Jurnal keperawatan. Vol.1.No.1.(2019)
Guyton Dimas wahyu, dkk (2014). Analisi faktor dominan yang berhubungan dengan
kualitas tidur. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Notoadmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelititian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Saragih, Dameria & Yulia Suparmi. (2017). Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kecemasan Pasien yang Dirawat di Ruanng ICU/ICCU RS Husada Jakarta. Jurnal Kosala
JIK. Vol. 5 No.1.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Inform consent
Lampiran 2.Kisi – kisi kuesioner
Lampiran 3. Kuesioner yang digunakan / SOP
Lampiran 4. Bukti konsultasi

Anda mungkin juga menyukai