Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN AKHIR

KULIAH KERJA LAPANGAN

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

DI BALI ISLAND

Disusun :

Choirul Umam (33010190111)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini dinyatakan sah dan memenuhi syarat untuk diajukan sebagai laporan akhir

Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

S1 Fakultas Syariah Program Studi Hukum Keluarga Islam

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga Tahun Akademik 2021/2022

Salatiga, 31 Mei 2022

Salatiga, 31 Mei 2022

MENYETUJUI

Ketua Program Studi Dosen Pembimbing

Yahya, S.Ag., M.H.I. Nurrun Jamaludin, M.H.I.

NIP: 19700915201121001 NIP: 199201042018021001

II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Kuliah Kerja Lapangan ini pada
waktunya. Shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW,
yang telah kita nantikan syafa'atnya di Yaumul Qiyamah. Kegiatan KKL ini dilaksanakan pada
tanggal dari Senin, 23 Mei 2022 sampai dengan Jum’at, 27 Mei 2022 di Bali Island.

Tujuan dari KKL ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa Prodi
Hukum Keluarga Islam yang bertujuan untuk memberi bekal pengetahuan, pemahaman serta
pengkayaan informasi kepada mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI) baik secara praktis,
informatif maupun komparatif tentang pembentukan, penegakan, penerapan, penyebarluasan serta
penyelesaian sengketa hukum perkawinan adat dan hukum waris adat. Bekal Pengetahuan,
Pemahaman serta Pengkayaan informasi tentang hukum perkawinan adat dan hukum waris adat di
Bali dalam rangka mengikuti perkembangan masyarakat dan tatanan kehidupan keluarga serta
budayanya.

Selesainnya Laporan Akhir Kuliah Kerja Lapangan ini tentunnya tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan rasa hormat saya ingin
Mengucapkan Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu saya secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan dan penyusunan
Laporan Akhir Kuliah Kerja Lapangan, khususnya kepada Dosen Pembimbing, Tour Guide, Biro,
dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Semoga kebaikan Bapak/Ibu maupun
rekan-rekan mendapatkan balasan yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan segala keterbatasan ilmu dan sarana yang dimiliki, kami menyadari banyak
kekurangan yang harus diperbaiki dalam laporan KKL ini. Untuk itu saya mengharapkan saran
maupun kritikan yang membangun untuk penyempurnaan lebih lanjut dari laporan KKL ini.
Semoga isi dari laporan KKL ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi mereka yang ingin
mengetahui tentang lokasi kunjungan kerja KKL Jawa-Bali.

III
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................................... II


KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... III
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... IV
BAB I ..................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Tujuan ........................................................................................................................................ 2
C. Manfaat ...................................................................................................................................... 2
D. Jadwal Kegiatan......................................................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PELAKSANAA KULIAH KERJA LAPANGAN ................................................................................ 5
A. Hasil Observasi MUI Provinsi Bali ........................................................................................... 5
B. Hasil Observasi Kemenag Provinsi Bali .................................................................................... 8
C. Hasil Observasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali .......................... 12
D. Hasil Observasi Desa Panglipuran .......................................................................................... 17
E. Hasil Observasi Desa Cempaka ............................................................................................... 24
BAB III ................................................................................................................................................ 33
PENUTUP............................................................................................................................................ 33
A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 33
B. Saran ......................................................................................................................................... 35
LEMBAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... 36
A. Foto Kegiatan Observasi.............................................................................................................. 36
B. Absensi Kegiatan ........................................................................................................................ 37

IV
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam usaha perwujudan mahasiswa yang berkualitas dan berdedikasi tinggi
terhadap tugas dan kewajibannya tentu harus diiringi dengan pembekalan pengetahuan
pengetahuan mengenai profesi yang disandanginya, sebagai mahasiswa jurusan Hukum
Keluarga Islam (HKI) dalam melaksanakan kuliah hendaknya tidak hanya memperoleh
meteri didalam kelas saja, namun juga langsung praktek di lapangan. Melalui Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) sangat relevan diterapkan bagi mahasiswa, supaya mahasiswa
pengetahuannya tidak menonton di dalam ruang kalas saja, namun juga mengetahui kondisi
sosial budaya yang ada.
Lingkungan Masyarakat atau Instansi baik swasta maupun pemerintah merupakan
dunia kerja nyata yang akan di hadapi oleh mahasiswa kelak setelah menyelesaikan
studinya. Berangkat dari pemahaman tersebut maka suatu lembaga penyelenggara
pendidikan tinggi perlu memberikan suatu kesempatan kepada para mahasiswanya untuk
mengenal lebih dekat kondisi, nyata di lapangan selain itu di harapkan setiap mahasiswa
untuk mengetahui, mendalami dan sekaligus menerapkan ilmu secara praktis yang
diperolehnya selama memempuh kuliah untuk diaplikasikan pada dunia kerja nyata.
KKL (Kuliah Kerja Lapangan) merupakan kegiatan wajib yang harus diikuti oleh
seluruh mahasiswa STMIK BINA PATRIA, kegiatan ini bertujuan untuk menambah
wawasan mahasiswa tentang dunia kerja atau industri yang akan dihadapinya setelah lulus,
karena sebuah teori atau praktek didalam kelas tidaklah akan bermanfaat jika mahasiswa
tidak memanfaatkan dan mengembangkan dalam dunia kerja, maka dari itu kegiatan KKL
ini bertujuan untuk, agar mahasiswa dapat mengetahui cara mengaplikasikan ilmu yang
didapatkan di bangku kuliah ke dalam dunia kerja pada umumnya dan agar mahasiswa
mempunyai daya saing tersendiri setelah mengetahui cara mengaplikasikan ilmu yang di
dapatkan ke dalam dunia kerja.
Kuliah Kerja Lapangan dapat dikatakan sebagai ajang simulasi dan pengenalan
profesi mahasiswa Hukum Keluarga Islam. Paradigma yang harus ditanamkan adalah
bahwa selama Kuliah Kerja Lapangan mahasiswa harus ikut serta dalam kegiatan

1
perencanaan, perancangan, perbaikan, penerapan dan pemecahanan masalah. Oleh karena
itu, dalam kuliah kerja lapangan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa adalah :
1. Mengenali ruang lingkup lembaga.
2. Mengikuti proses kerja di lembaga.
3. Mengamati system lembaga.
4. Menyusun laporan dalam bentuk tertulis.
5. Melaksanakan kuliah kerja lapangan.

B. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk memberi bekal pengetahuan, pemahaman serta
pengkayaan informasi kepada mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI) baik secara
praktis, informatif maupun komparatif tentang pembentukan, penegakan, penerapan,
penyebarluasan serta penyelesaian sengketa hukum perkawinan adat dan hukum waris
adat. Bekal Pengetahuan, Pemahaman serta Pengkayaan informasi tentang hukum
perkawinan adat dan hukum waris adat di Bali dalam rangka mengikuti perkembangan
masyarakat dan tatanan kehidupan keluarga serta budayanya. Selain itu juga terdapat
tujuan lain yaitu:
1. Melatih kedisiplinan.
2. Melatih kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan.
3. Mengamati secara langsung aktivitas lembaga dalam menjalankannya.
4. Melengkapi teori yang diperoleh di perkuliahan dengan praktek yang ada di
lembaga.
5. Memberikan gambaran dunia, kerja bagi para mahasiswa tingkat akhir.

C. Manfaat
Berdasarkan latar belakang dan tujuan di atas, maka pelaksanaan kuliah kerja
lapangan ini dimaksudkan agar penulis dapat memahami, mendalami dan
mengimplementasikan ilmu-ilmu yang sesuai dengan keahlian bidang ilmu yang dituntut.
Adapun manfaat dilaksanakannya Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah :
1. Memperoleh pengalaman dunia kerja yang nantinya berguna bagi penulis sendiri,
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan dunia kerja.
2. Memberikan motivasi yang sangat besar dalam mengembangkan ilmu di dunia kerja
baik di dalam perusahaan atau pengembangan usaha mandiri.

2
3. Dapat mengetahui perbedaan antara teori dan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan
dengan praktek di lapangan.
4. Menggunakan ilmu dan keterampilan yang sudah dimiliki pada masa kuliah dan
menambah wawasan dalam berfikir.
5. Meningkatnya kedisiplinan dan tanggungjawab dalam bekerja.

D. Jadwal Kegiatan
No Hari/Tanggal Waktu Uraian Kegiatan
1. Senin, 23 Mei 2022 07.00 – 17.00 Perjalanan Salatiga sampai Bali
2. Selasa, 24 Mei 2022 07.00 – 08.00 Perjalanan ke MUI di Bali
08.00 – 12.00 Paparan MUI tentang problematika
dan istinbantul hukmi atas perkara
perkawinan dan waris di Bali

12.00 – 13.00 ISOMA plus perjalanan ke


Pengadilan Tinggi Agama
13.00 – 16.00 Perjalanan ke Penginapan
16.00 – 17.00 Cek in
17.00 – 07.00 Istirahat
3 Rabu, 25 Mei 2022 07.00 – 08.00 Perjalanan ke Komisi Peraturan
Perundang-undangan DPRD
Provinsi Bali

08.00 – 12.00 Paparan Komisi Peraturan


Perundang-undangan DPRD
Provinsi Bali tentang pembentukan
dan pengaturan perundang-undangan
terkait masalah perkawinan dan
kewarisan di Bali.

3
12.00 – 13.00 ISOMA plus perjalanan ke Desa
Adat Penglipuran
13.00 – 16.00 Pengamatan dan Pendalaman
permasalahan perkawinan adat
Penglipuran
16.00 – 19.00 Perjalanan ke Penginapan

19.00-07.00 Istirahat
4 Kamis, 26 Mei 2022 07.00 – 08.00 Perjalanan ke Desa Adat Cepaka
08.00 – 12.00 Pengamatan dan Pendalaman
permasalahan perkawinan adat dan
kewarisan adat di Desa Adat Cepaka

13.00 – 18.00 Tadabur Alam


18.00 – 20.00 Isoma
20.00 – 23.59 Perjalanan ke Salatiga
5 Jumat, 27 Mei 2022 00.01 – 08.00 Perjalanan ke salatiga

4
BAB II

PELAKSANAA KULIAH KERJA LAPANGAN


A. Hasil Observasi MUI Provinsi Bali
1. Profil Lembaga MUI Bali
Sebelum tahun 60-an sudah banyak masyarakat islam namun secara komunikasi
tidak intensif, tahun 63 pernah di adalan mtq bali dari disini sudah bisa dilihat
bagaimana kreativitas para ulama di bali, dari tahun itu mulailah ada mtq di kota-kota
yang ada di bali, mulai dari situ komunikasi masyarakat islam mulai terbangun.
Terbentuknya MUI Bali pada awalnya lahir 24 Oktober tahun 1975.
MUI Bali memulai aktif pada 18 Juni 2002 dengan tujuan mententramkan umat
Islam dalam mengkonsumsi produk pangan, obat, kosmetika, dan manfaat bagi
produsen adalah terbantunya dalam merebut pasar konsumen muslim. pada tahun 2022
MUI Bali di ketuai oleh Drs. H. Mahrusun Hadiono, M.Pdi. dan Ir. H. Yusar Hilmi.
Tujuan dari MUI Bali yaitu menggerakan kepemimpinan dan kelembagaan Islam
yang dinamis dan efektif sehingga mampu mengarahkan dan mendorong umat Islam
untuk melaksanakan akidah Islamiyah, membimbing umat dalam menjalankan ibadah,
menuntun umat dalam mengembangkan muamalat dan menjadi panutan dalam
mengembangkan akhlak karimah untuk mewujudkan masyarakat yang aman, damai,
adil, dan yang diridhoi Allah SWT.
MUI Bali adalah kantor cabang MUI yang terletak di Jl. Palau Menjangan No. 28
Dauh Puri Klod, Kota Denpasar, Bali, kode pos (80114). MUI bali ini lahir pada 23
Oktober 1975.
2. Administrasi Lembaga MUI Bali
Bahwa semua produk yang beredar di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal
(SH). Selain untuk memenuhi aspek perundangan, dengan memiliki SH, pelaku
usaha dapat memperluas pangsa pasar dan memberikan keamanan serta kenyamanan
bagi konsumen. Banyak pertanyaan muncul dari pelaku usaha, terkait proses
pendaftaran sertifikat halal dan cara mendapatkannya.ada pada UU No. 33/2014
tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

5
Sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), selama 32 tahun LPPOM telah bekerja
melayani masyarakat dalam sertifikasi halal. Sejak 2017, LPPOM MUI telah
menerapkan sistem CEROL yaitu pendaftaran dan sertifikasi halal secara online.
Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan mendaftar proses
sertifikasi halal :
a. Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan Sistem
Jaminan Halal (SJH).
b. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH).
c. Menyiapkan dokumen sertifikasi halal.
d. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data).
e. Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi.
f. Pelaksanaan audit (pengecekan).
g. Melakukan monitoring pasca audit.
h. Memperoleh Sertifikat halal.
Selain perusahaan yang akan mendaftar juga harus menyelesaikan tahap
administrasi antara lain:
a. Sebelum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tarif layanan sertifikasi
halal diterbitkan, maka :
1) pengajuan permohonan sertifikat halal di BPJPH dan Satgas Daerah
tidak dikenakan biaya.
2) biaya pemeriksaan dan/atau pengujian produk halal sesuai ketentuan
yang berlaku pada LPH yang diakui regulasi.
b. Apabila PMK tentang tarif terbit, besaran biaya layanan sertifikasi halal akan
dilakukan penyesuaian dengan ketetapan dari Kepala BPJPH.
3. Proses Kinerja MUI Bali
Dalam menjalankan program kerja MUI Bali mempunyai visi, misi, dan strategi
yang harus dilakukan guna mencapai tujuan kerja.
a. Visi
Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan
kenegaraan yang baik sebagai hasil penggalangan potensi dan partisipasi umat

6
Islam melalui aktualisasi potensi ulama, zuama, aghniya dan cendekiawan Muslim
untuk kejayaan Islam dan umat Islam.
b. Misi
Menggerakan kepemimpinan dan kelembagaan Islam secara efektif,
sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan
memupuk akidah Islamiyah dan menjadikan ulama sebagai panutan dalam
mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat yang khair al-ummah.
c. Strategi
Strategi yang dilakukan oelh MUI Bali antara lain: Peningkatan kualitas
beragama umat islam yang berbasis Masjid, Peningkatan sosial ekonomi
umatberbasis ekonomi syariah, Peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan
kualitas Lembaga, pendidikan umat, dan peningkatan kesadaran berbangsa dan
bernegara.
4. Sarana dan Prasarana MUI Bali
Adapun sarana / fasilitas yang diberikan MUI Bali guna melayani masyarakat
maupun pegawai agar memberi kenyamanan dan mempermudah kinerja antara lain:
a. Ruang Tunggu,
b. Tempat duduk,
c. Sarana Antrean,
d. Toilet,
e. Televisi,
f. Majalah,
g. AC,
h. Loket/Meja Pelayanan,
i. Sarana Pengukur Kepuasan Pelanggan,
j. Loket/Ruang Pengaduan,
k. Kendaraan kantor.
5. Kendala dan Persoalan MUI Bali
Dalam menjalankan suatu kinerja, MUI Bali juga mengalami kendala dalam
menjalankan tujuan tertentu antara lain:
a. Dana.

7
b. Periode umat islam di bali, periode sebelum 70 an adalah golongan birokrat,
dan setelah itu terjadi banyak pendatang baru yang di anggap menjadi saingan
ekonomi penduduk asli.

B. Hasil Observasi Kemenag Provinsi Bali


1. Profil Lembaga Kemenag Provinsi Bali
Mengingat bahwa sejak dahulu Pemerintah di Bali telah mengatur berlakunya
Hukum Adat dan Agama yang hingga kini ditaati oleh penduduk Daerah Bali serta
dalam Undang-Undang NIT Nomor: 44 Tanggal 14 Juni 1950 tidak menarik kekuasaan
Daerah Bali untuk mengatur urusan Agama. Sejarah Perkembangan Kantor wilayah
Kementerian Agama Bali diawali dengan berdirinya Dinas Agama otonom Daerah Bali
setelah adanya usul dari Dewan Pemerintah Daerah Bali pada tanggal 14 November
1952 yang diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyak Daerah Sementara Daerah Bali
untuk membentuk Kementrian Agama Daerah Bali yang otonom. Setelah itu untuk
menyempurnakan usaha pemerintah dalam urusan agama ,sehingga agama-agama yang
dianut oleh penduduk daerah Bali dapat kedudukan dan penghargaan yang sama dari
pemerintah pusat. Memperhatikan pembicaraan-pembicaraan dalam sidang Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Sementara Daerah Bali pada tanggal 23 maret 1953, dengan
pertimbangan bahwa dipandang perlu membentuk Kementrian Agama di Bali yang
Otonom serta usulan yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Bali dapat disetujui.
Melalui Kementerian Agama RI pembinaan dan pelayanan terhadap kehidupan
beragama pada umumnya dan kehidupan beragama Hindu di Bali pada khususnya,
sangat penting dapat menumbuh kembangkan pola sikap dan mental spritual yang
mantap dan berguna bagi pembangunan Bangsa Negara Indonesia. Upaya pembinaan
kehidupan beragama sebelum masa kemerdekaan (terutama pada masa penjajahan
Belanda dan Jepang), khusus untuk pembinaan beragama non Hindu, sudah
mendapatkan pembinaan dari berbagai instansi pemerintah. urusan agama dan
pengangkatan pejabat agama seperti urusan kemesjidan, haji, dan sebagainya menjadi
urusan Departemen Dalam Negeri (Departemen Van Binnenlandsche Zaken) dan
Mahkamah Islam Tinggi (Hof voor Islamitische Mohamedaasche Zaken) dan
Mahkamah Islam Tinggi (Hof voor Islamitische Zaken) menjadi wewenang
Kementerian (Van Justitie).

8
Sejak 1 Januari 1959 bahwa urusan aliran kepercayaan di Kementerian Agama
Republik Indonesia telah diperbaharui menjadi Bagian Urusan Hindu
Bali. Selanjutnya pada tahun 1963 ada perubahan lagi yang semula Bagian Urusan
Hindu Bali menjadi Biro Urusan Agama Hindu Bali. Dalam pertumbuhannya di Pusat
bahwa Lembaga Biro sejak tahun 1965 ada penambahan satu bentuk lembaga Menteri
Urusan Hindu Bali. Akhirnya pada tahun 1966 terjadi peningkatan bentuk organisasi
dengan memasukkan Urusan Agama Buddha ke dalamnya. Sedangkan tahun 1968
nama Hindu Bali disesuaikan dengan istilah”Hindu”, sehingga nama organisasi Ditjen
Bimas Hindu Bali dan Buddha mengalami perubahan bentuk istilah menjadi Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha.
2. Administrasi Kemenag Provinsi Bali
Adapun yang dilakukan Kemenag dalam proses melayani masyarakat guna
mencapai tujuan tertentu antara lain:
a. Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan sebuah penyelenggaraan pelayanan
yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai tahap
terbitnya dokumen dilakukan secara terpadu pada satu tempat dan dikontrol oleh
sistem pengendalian manajemen guna mempermudah, mempercepat, dan
mengurangi biaya.
b. Sistem informasi yang mempermudah masyarakat untuk mendapatkan layanan di
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali secara online.
c. Ketahanan Pangan Umat merupakan inovasi dari salah satu program
Kementerian Agama terkait Pemberdayaan ekonomi umat. Sejalan dengan
harapan pemerintah dimasa pandemi covid 19 untuk pemulihan ekonomi maka
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali bekerjasama dengan Panenpa
memberdayakan pasar tradisional.
d. Sistem Aplikasi Kepuasan Pelayanan, sistem Aplikasi Kepuasan Pelayanan,
merupakan sebuah metode survei kepuasan layanan melalui polling pada
aplikasi SIPADU.
e. Bimbingan Intensif Anak Remaja merupakan inovasi pelayanan publik yang
dibuat untuk menjawab tantangan dalam memenuhi kebutuhan psikologis dan
sosial remaja serta memberikan suasana yang lebih nyaman bagi remaja dalam

9
menjalani kehidupannya sehari-hari, baik dalam hal perkembangan dan
keselamatan mereka di usianya yang masih labil. Inovasi ini dilaksanakan
melalui pembinaan dan konseling dalam hal bimbingan pra nikah, penguatan
moderasi beragama, dan bijaksana dalam mempergunakan media sosial
didampingi oleh tenaga psikolog yang memang kompeten di bidangnya
f. Media Informasi & Kreatifitas, media Informasi dan Kreatifitas merupakan
sebuah wadah informasi dan komunikasi dalam bentuk media sosial yang
dikelola oleh Humas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali yang
menampilkan segala bentuk informasi dan kinerja Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Bali yang dikemas dalam bentuk semenarik dan sekreatif mungkin
disesuaikan dengan perkembangan social masyarakat sehingga dapat diterima
dan bermanfaat bagi masyarakat.
3. Proses kinerja Kemenag Provinsi Bali
Dalam mencapai tujuan tertentu maka diperlukan kineja yang baik. Berikut proses
kinerja Kemenag Provinsi Bali, antara lain:
a. Terwujudnya masyarakat bali yang taat beragama, rukun, cerdas, dan sejahtera lahir
batin dalam rangka mewujudkan indonesia yang berdaulat, mandiri dan
berkepribadian berlandaskan gotong royong.
b. Meningkatkan pemahaman dan pengamalanajaran agama.
c. Memantapkan kerukunan intra dan antar umat beragama.
d. Menyediakan pelayanan kehidupan beragama yang merata dan berkualitas.
e. Meningkatkan pemanfaatan dan kualitas pengelolaan potensi ekonomi keagamaan.
f. Mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang berkualitas dan
akuntabel.
g. Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan umum berciri agama, pendidikan
agama pada satuan pendidikan umum, dan pendidikan keagamaan.
h. Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan terpercaya.
i. Peningkatan kualitas umat beragama dalam menjalankan ibadah ritual dan sosial.
j. Penguatan kualitas moderasi beragama dan kerukunan umat beragama.
k. Peningkatan umat beragama yang menerima layanan keagamaan.

10
l. Peningkatan peserta didik yang memperoleh layanan pendidikan umum berciri
khas agama, pendidikan agama dan pendidikan keagamaan berkualitas.
m. Peningkatan budaya birokrasi pemerintahan yang bersih, melayani dan responsif
4. Sarana dan Prasarana
Adapun sarana / fasilitas yang diberikan MUI Bali guna melayani masyarakat
maupun pegawai agar memberi kenyamanan dan mempermudah kinerja antara lain:
a. Ruang Tunggu,
b. Tempat duduk,
c. Sarana Antrean,
d. Toilet,
e. Televisi,
f. Majalah,
g. AC,
h. Loket/Meja Pelayanan,
i. Sarana Pengukur Kepuasan Pelanggan,
j. Loket/Ruang Pengaduan,
k. Kendaraan kantor.
5. Kendala dan Persoalan Lembaga
Dalam mempertimbangkan berbagai kondisi objektif dan hasil evaluasi capaian
program pembangunan bidang agama periode 2015-2019 serta tantangan pada periode
2020-2024, maka diperlukan identifikasi yang cermat terhadap potensi (kekuatan) yang
mempengaruhi hasil capaian yang baik, peluang yang dihadapi, tantangan dan
permasalahan (kelemahan) yang dimiliki sebagai salah satu masukan penting bagi
perumusan kebijakan dan penetapan strategi pembangunan bidang agama lima tahun
mendatang, yakni periode 2020-2024. Terkait hal tersebut, terdapat beberapa potensi,
kelemahan, peluang, dan tantangan yang mendukung keberhasilan capaian tujuan ini,
meliputi:
a. Potensi/kekuatan dari kemenag Bali :
1) Peran yang telah dilakukan oleh penyuluh agama sebagai ujung tombak
dalam peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama
cukup efektif sehingga menjadi modal yang luar biasa selama ini.

11
2) Pembiasaan nilai kesalehan di lingkungan keluarga terbukti memberi
pengaruh yang tinggi, sehingga perlu pelestarian tradisi yang dicontohkan
oleh kedua orang tua terhadap anak-anak sejak dini, seperti ibadah, literasi
kitab suci dan silaturahmi antar sesame. Penyuluhan agama diarahkan pada
kepedulian sosial, penguatan relasi antarmanusia berbeda SARA, etika di
ruang publik, pelestarian lingkungan, dan kepatuhan pada negara
pemerintah.
3) Selain penyuluh agama, penyebaran pesan-pesan keagamaan oleh para
tokoh agama, rohaniawan, dan tokoh-tokoh masyarakat memberikan
kontribusi yang berarti. Kondisi faktual ini dapat menjadi alternatif dalam
mengatasi kekurangan jumlah penyuluh agama.
4) Kegiatan keagamaan meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan
ajaran agama. Perhatian Pemerintah sangat tinggi dalam penyelenggaraan
kegiatan keagamaan ditunjukkan pada penyelenggaraan kegiatan
keagamaan yang dilakukan dalam skala regional, nasional, bahkan
internasional.
b. kendala dan persoalan yang dihandapi Kemenag Bali antara lain:
1) Akhir-akhir ini telah bermunculan berbagai platform digital untuk
pembelajaran jarak jauh (on-line) menjadi tantangan yang dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif metode penyuluhan, yang diterapkan guna
menjangkau umat lebih banyak, terutama kaum milenial.
2) Beragam kegiatan keagamaan yang lahir dan berkembang di masyarakat
dapat menjadi instrumen untuk membangun jalinan interaksi sesama anak
bangsa serta meneguhkan sikap toleransi intra dan antarumat beragama.
Melalui sarana tersebut turut pula memupuk dan memperkuat solidaritas
kolektif di lingkungan masyarakat, selain dapat pula menjadi ajang
kompetitif yang memunculkan semangat sportifitas, baik melalui ajang
lomba di tingkat nasional maupun internasional.

C. Hasil Observasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali


1. Profil DPRD Provinsi Bali

12
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali (DPRD Bali) adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah di Provinsi Bali, Indonesia. DPRD Bali
beranggotakan 55 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun
sekali. Pimpinan DPRD Bali terdiri dari 1 Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal
dari partai politik pemilik jumlah kursi dan suara terbanyak. Anggota DPRD Bali
yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 2
September 2019 oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar, Ida Bagus Djagra,
di Gedung DPRD Provinsi Bali. Komposisi anggota DPRD Bali periode 2019-2024
terdiri dari 7 partai politik dimana PDI Perjuangan adalah partai politik pemilik kursi
terbanyak yaitu masing-masing 33 kursi.
2. Administrasi DPRD Provinsi Bali
Dari keterangan profil diatas, maka DPRD Provinsi Bali juga mempunyai fungsi,
antara lain:
a. Pembentukan Perda,
b. Anggaran,
c. Pengawasan.
Dalam membuat perda harus melalui tahap-tahap sesuai dengan prosedur, sebagai
berikut:
a. TAHAP I : Penyampaian Raperda oleh Gubernur Bali / Ketua DPRD dalam
Rapat Paripurna.
b. TAHAP II : Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD dalam Rapat Paripurna.
c. TAHAP III : Jawaban Gubernur atas PU Fraksi-fraksi DPRD dalam Rapat
Paripurna.
d. TAHAP IV : Sikap / Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD.
3. Proses Kinerja DPRD Provinsi Bali
Dalam menjalankan program kerja DPRD Provinsi Bali mempunyai visi, misi, dan
strategi yang harus dilakukan guna mencapai tujuan kerja.
a. Visi
Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru
“Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk

13
Mewujudkan Kehidupan Krama Bali Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-
Niskala Menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali Sesuai Dengan Prinsip Trisakti
Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari Secara Ekonomi, dan
Berkepribadian dalam Kebudayaan Melalui Pembangunan Secara Terpola,
Menyeluruh, Terencana, Terarah, dan Terintegrasi Dalam Bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945.”
b. Misi
1) Memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan dalam
jumlah dan kualitas yang memadai bagi kehidupan Krama Bali.
2) Mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing
pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan petani.
3) Mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat yang terjangkau, merata,
adil dan berkualitas serta didukung dengan pengembangan sistem dan data
base riwayat kesehatan Krama Bali berbasis kecamatan.
4) Memastikan tersedianya pelayanan pendidikan yang terjangkau, merata, adil,
dan berkualitas serta melaksanakan wajib belajar 12 tahun.
5) Mengembangkan sistem pendidikan dasar dan pendidikan menengah berbasis
keagamaan Hindu dalam bentuk Pasraman di Desa Pakraman/Desa Adat.
6) Mengembangkan sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi yaitu
berkualitas dan berintegritas: bermutu, profesional dan bermoral serta
memiliki jati diri yang kokoh yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai
kearifan lokal Krama Bali.
7) Mengembangkan sistem jaminan sosial secara konprehensif dan terintegrasi
bagi kehidupan Krama Bali sejak mulai kelahiran, tumbuh dan berkembang
sampai akhir masa kehidupannya.
8) Menghasilkan tenaga kerja yang kompeten, produktif, berkualitas dan
memiliki daya saing tinggi serta memperluas akses kesempatan kerja di dalam
dan di luar negeri.
9) Mengembangkan sistem jaminan sosial dan perlindungan tenaga kerja yang
komperhensif, mudah dijangkau, bermutu, dan terintegrasi bagi Krama Bali
yang bekerja di dalam dan di luar negeri.

14
10) Memajukan kebudayaan Bali melalui peningkatan pelindungan, pembinaan,
pengembangan dan pemanfaatan nilai-nilai adat, agama, tradisi, seni, dan
budaya Krama Bali.
11) Mengembangkan tata kehidupan Krama Bali secara sakala dan niskala
berdasarkan nilai-nilai filsafat Sad Kertih yaitu Atma Kertih, Danu Kertih,
Wana Kertih, Segara Kertih, Jana Kertih, dan Jagat Kertih.
12) Memperkuat kedudukan, tugas dan fungsi Desa Pakraman/ Desa Adat dalam
menyelengarakan kehidupan krama Bali yang meliputi Parahyangan,
Pawongan, dan Palemahan.
13) Mengembangkan destinasi dan produk pariwisata baru berbasis budaya dan
berpihak kepada rakyat yang terintegrasi antar kabupaten/kota se-Bali.
14) Meningkatkan promosi pariwisata Bali di dalam dan di luar negeri secara
bersinergi antar kabupaten/kota se-Bali dengan mengembangkan inovasi dan
kreatifitas baru.
15) Meningkatkan standar kualitas pelayanan kepariwisataan secara
konprehensif.
16) Membangun dan mengembangkan pusat-pusat perekonomian baru sesuai
dengan potensi kabupaten/kota di Bali dengan memberdayakan sumber daya
lokal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam arti luas.
17) Membangun dan mengembangkan industri kecil dan menengah berbasis
budaya (branding Bali) untuk memperkuat perekonomian Krama Bali.
18) Meningkatkan pembangunan infrastruktur (darat, laut dan udara) secara
terintegrasi serta konektivitas antar wilayah untuk mendukung pembangunan
perekonomian serta akses dan mutu pelayanan publik di Bali.
19) Mengembangkan sistem keamanan terpadu yang ditopang dengan sumber
daya manusia serta sarana prasarana yang memadai untuk menjaga keamanan
daerah dan Krama Bali serta keamanan para wisatawan.
20) Mewujudkan kehidupan Krama Bali yang demokratis dan berkeadilan dengan
memperkuat budaya hukum, budaya politik dan kesetaraan gender dengan
memperhatikan nilai-nilai budaya Bali.

15
21) Mengembangkan tata kehidupan Krama Bali, menata wilayah, dan
lingkungan yang, hijau, indah, dan bersih.
22) Mengembangkan sistem tata kelola pemerintahan daerah yang efektif efisien,
terbuka, transparan, akuntabel dan bersih serta meningkatkan pelayan publik
terpadu yang cepat, pasti dan murah.
4. Sarana dan Prasarana DPRD Provinsi Bali
Adapun sarana / fasilitas yang diberikan DPRD Provinsi Bali guna melayani
masyarakat maupun pegawai agar memberi kenyamanan dan mempermudah kinerja
antara lain:
a. Mobil dinas,
b. Toilet,
c. Lift,
d. Sofa dan meja rapat,
e. Pura,
f. Ruang rapat,
g. Balkon,
h. Parkiran kendaraan,
i. Lapangan upacara,
j. AC,
k. Papan tulis,
l. Proyektor.
5. Kendala dan Persoalan DPRD Provinsi Bali
Dalam menjalankan suatu kinerja, DPRD Provinsi Bali juga mengalami kendala
dalam menjalankan tujuan tertentu antara lain:
a. Ada banyak kasus dan persoalan di Bali, diantaranya adalah persoalan tentang
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang kurang mendapat perhatian
menjadi atensi khusus DPRD Bali. Untuk
itu, Komisi IV DPRD Bali melakukan rapat kerja dengan stakeholder tekait
untuk membahas hal tersebut, Rabu 11 Mei 2022. Rapat kerja tersebut
melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Sosial, Rumah Sakit
Jiwa, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Badan Perencanaan

16
Pembangunan Daerah (Bappeda), dan Satpol PP Provinsi Bali. Salah satu
yang menjadi pembahasan adalah mengenai pembentukan rumah singgah
bagi ODGJ di kabupaten/kota se-Bali. Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Gusti
Putu Budiarta mengatakan bahwa dalam beberapa waktu terakhir,
menurutnya kasus ODGJ di Bali sudah mencapai tahap yang
mengkhawatirkan. Apalagi, dalam beberapa kasus yang terjadi, seringkali
ODGJ lepas kendali yang justru membahayakan masyarakat di sekitarnya.
Dalam hal ini ditemukan solusi yakni di harapkan pemerintah membuat
rumah singgah khusus untuk menangani ODGJ yang terlantar di jalanan.
b. Adapun kasus lain yakni dugaan pemalsuan ijazah dengan terlapor anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Klungkung, I Nyoman Mujana,
masih berlanjut di Polres Klungkung. Pihak kepolisian saat ini masih
mengumpulkan keterangan saksi dan bukti terkait kasus yang menyerat nama
kader Partai Perindo Klungkung tersebut. Kasus dugaan pemalsuan ijazah
oleh Mujana dilaporkan oleh I Wayan Sukarta pada 12 Februari 2022
lalu. Pelapor berharap kasus ini dikebut oleh pihak kepolisian. Kasat Reskrim
Polres Klungkung, Iptu Arung Wiratama, mengaku sudah memeriksa
beberapa saksi untuk mendalami kasus tersebut.
D. Hasil Observasi Desa Panglipuran
2. Profil Desa Panglipuran
Penglipuran adalah salah satu desa adat dari Kabupaten Bangli, Provinsi Bali,
Indonesia. Desa ini terkenal sebagai salah satu destinasi wisata di Bali karena
masyarakatnya yang masih menjalankan dan melestarikan budaya tradisional Bali di
kehidupan mereka sehari-hari. Arsitektur bangunan dan pengolahan lahan masih
mengikuti konsep Tri Hita Karana, filosofi masyarakat Bali mengenai keseimbangan
hubungan antara Tuhan, manusia ,dan lingkungannya. Mereka berhasil membangun
pariwisata yang menguntungkan seluruh masyarakatnya tanpa menghilangkan budaya
dan tradisi mereka. Pada tahun 1995, Desa Penglipuran juga mendapatkan penghargaan
Kalpataru dari Pemerintah Indonesia atas usahanya melindungi Hutan Bambu di
ekosistem lokal mereka.

17
Asal muasal kata Desa Penglipuran, ada 2 persepsi berbeda yang diyakini oleh
masyarakatnya. Yang pertama adalah Penglipuran berarti “pengeling pura” dengan
“pengeling” berarti ingat dan “pura” berarti tempat leluhur.[3] Presepsi yang kedua
mengatakan bahwa penglipuran berasal dari kata “pelipur” yang berarti hibur dan “lipur”
yang berarti ketidakbahagiaan. Jika digabungkan maka penglipuran berarti tempat untuk
penghiburan. Persepsi ini muncul karena Raja Bangli pada saat itu dikatakan sering
mengunjungi desa ini untuk bermeditasi dan bersantai.
Hampir seluruh warga desa ini percaya bahwa mereka berasal dari Desa Bayung
Gede. Dahulu orang Bayung Gede adalah orang-orang yang ahli dalam kegiatan agama,
adat dan pertahanan. Karena kemampuannya, orang-orang Bayung Gede sering dipanggil
ke Kerajaan Bangli. Tetapi karena jaraknya yang cukup jauh, Kerajaan Bangli akhirnya
memberikan daerah sementara kepada orang Bayung Gede untuk beristirahat. Tempat
beristirahat ini sering disebut sebagai Kubu Bayung. Tempat inilah kemudian yang
dipercaya sebagai desa yang mereka tempati sekarang. Mereka juga percaya bahwa inilah
alasan yang menjelaskan kesamaan peraturan tradisional serta struktur bangunan antara
desa Penglipuran dan desa Bayung Gede.
3. Administrasi
Dalam hal Keadministrasian Desa adat di Provinsi Bali di bawahi oleh :
a. Dinas pemanduan masyarakat adat yang bertugas membawahi desa adat se bali
Majelis desa adat provinsi bali yang mengkordinasi biasa disebut sebagai
(majelis agung).
b. Di tingkat kabupaten ada majelis desa adat kabupaten tabanan biasa disebut
dengan (majelis madya).
c. Di tigkat kecamatan ada majelis kecamatan yang biasa disebut dengan (majelis
alit).
d. Di tinggat desa ada ketua adat di setiap atau masing-masing desa adat biasa
disebut dengan (pendesa adat)
Jadi, merekalah yang biasanya menangani jika terdapat masalah adat di desa atau
kota bali. Aturan yang mengatur hukum adat di bali memiliki sebuah nama yakni awig-
awig, yang menjadi pegangan oleh ketua adat untuk mengatur masyarakat adat tersebut,

18
dimana awig-awig itu sendiri dibuat oleh masyarakat adat dan sudah menjadi seperti UU
bagi masyarakat adat itu sendiri.
4. Adat istiadat Desa Panglipuran terkhusus perkawinan dan Kewarisan
Untuk mencapai keharmonisan bersama dalam bermasyarakat, warga Desa Adat
Penglipuran mempunyai 2 jenis hukum yang mereka taati dan ikuti yaitu Awig (peraturan
tertulis) dan Drestha (adat kebiasaan tak tertulis).
Monogami bagi masyarakat Desa Penglipuran, mempunyai lebih dari satu istri
merupakan hal yang dilarang. Jika seseorang mempunyai lebih dari satu istri maka ia dan
istri-istrinya harus pinda dari karang kerti ke karang memadu (masih didalam desa tetapi
bukan bagian utama). Hak dan kewajibannya sebagai warga Desa Adat Penglipuran juga
akan dicabut. Setelah orang tersebut pindah, maka akan dibuatkan rumah oleh warga desa
tetapi mereka tidak akan boleh melewati jalanan umum ataupun memasuki Pura dan
mengikuti kegiatan adat.
5. Sarana dan prasarana Desa Panglipuran
a. Sistem Adat
Di desa Penglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu menurut sistem
pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan sistem yang otonom
atau Desa adat. Kedudukan desa adat maupun desa formal berdiri sendiri-sendiri dan
setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut adat
istiadat di daerah penglipuran dengan catatan aturan tersebut tidak bertentangan
dengan pancasila dan Undang-undang pemerintah.Undang-undang atau aturan yang
ada di desa penglipuran disebut dengan awig-awig. Awig-awig tersebut merupakan
implementasi dari landasan operasional masyarakat penglipuran yaitu Tri Hita
Karana.Tri Hita Karana tersebut yaitu sebagai berikut :
1) Prahyangan, adalah hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari
suci,tempat suci dan lain-lain.
2) Pawongan, adalah hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan
masyarakat penglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan
dengan orang yang bedaagama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya
meliputi sistem perkawinan,organisasi, perwarisan dan lain-lain.

19
3) Hubungan manusia dan lingkungan, masyarakat desa penglipuran diajarkan
untuk mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran
kalau desa penglipuran terlihat begitu asri.
Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia
mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat jelas di
Penglipuran dan daerah lain di Bali. Oleh karena itu visualisasi estetika pada kawasan
ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan sudah menyatu
dalam tata lingkungannya.
b. Tata Ruang
Tata ruang desa penglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari tiga
bagian yaitu :
1) Utama Mandala
Orang Penglipuran biasa menyebutnya sebagai Utama Mandala ,
yang bias diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang
Penglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hyng Widi
yang mereka percaya sebagai Tuhan mereka.
2) Madya Mandala
Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar
sepanjang jalan utama desa.Barisan itu berjejer menghadap kearah barat dan
timur.Saat ini jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70 buah.Tata
ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah utara atau timur adalah
purakeluarga yang telah diaben.Sedangkan Madya Mandala adalah rumah
keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh
adat.Tata ruang nya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur,
tengah digunakan sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur
dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK. Dan bagian nista dari
pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempat penyimpanan kayu.
3) Nista Mandala
Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana terdapat kuburan
dari masyarakat penglipuran.

20
Konsep tri mandala tidak hanya berlaku bagi tata ruang desa tetapi juga bagi tata
ruang rumah hunian. Setiap kapling rumah warga Penglipuran terbagi menjadi tiga
bagian. Di halaman depan, terdapat bangunan angkul-angkul dan ruang kosong yang
disebut natah; bagian tengah adalah tempat berkumpulnya keluarga; dan di bagian
paling belakang erdapat toilet, tempat jemuran, atau kandang ternak.
c. Perkawinan
Di desa ini ada adat yang berlaku soal perkawinan yakni pelarangan poligami
terhadap para penduduknya. Adat melarang hal tersebut demi menjaga para wanita.
Meskipun ada yang boleh melakukan poligami namun akan mendapat sanksi. Sanksi
biasanya si poligami akan ditempatkan pada tempat yang bernama nista mandala.
Dan dilarang melakukan perjalanan dari selatan ke utara karena wilayah utara bagi
orang penglipuran adalah wilayah yang paling suci. Masyarakat Penglipuran juga
pantang untuk menikahi tetangga dan sebelah kiri juga sebelah depan dari rumahnya.
Karena tetangga-tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga sendiri.. Bagi
warga yang ingin menikah dengan orang di luar Penglipuran bisa saja. Dengan
ketentuan bila mempelai laki-laki dari Penglipuran maka mempelai perempuan yang
dari daerah lain harus masuk menjadi bagian dari adat Penglipuran. Yang menarik
adalah jika mempelai perempuan dari desa penglipuran dan laki-lakinya dari adat
yang lain, maka bisa saja laki-laki tersebut masuk ke dalam adat Penglipuran dan
hidup di desa Penglipuran tetapi dengan konsekuensi laki-laki tersebut dianggap
wanita oleh warga lainnya. Maksudnya tugas-tugas adat yang dialaksanakan adalah
tugas untuk para wanita bukan tugas para lelaki.
d. Bentuk Bangunan dan Topografi
Topografi desa tersusun sedimikian rupa dimana pada daerah utama desa
kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah hilir. Pada
daerah desa terdapat Pura penataran dan Pura Puseh yang merupakan daerah utama
desa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa hanya digunakan
untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-atribut struktur
desa; seperti tembok penyengker, angkul-angkul dan telajakan yang seragam.
Keseragaman dari wajah desa tersebut disamping karena adanya keseragaman bentuk
juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanah untuk tembok penyengker dan

21
angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bambu yang dibelah untuk seluruh bangunan
desa. Penggunaan bambu baik untuk atap, dinding maupun lain-lain kebutuhan
merupakan suatu keharusan untuk digunakan karena desa Penglipuran dikelilingi
oleh hutan bambu dan masih merupakan teritorial desa Penglipuran.
e. Upacara Kematian (Ngaben)
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di Penglipuran masyarakatnya mengadakan
upacara yang biasa disebut ngaben. Dimana ngaben ini adalah suatu upacara
kematian dalam rangka mengembalikan arwah orang yang meninggal yang awalnya
menurut kepercayaan orang Bali arwah tersebut masih tersesat kemudian
dikembalikan ke pura kediaman si arwah. Yang membedakan daerah ini hanyalah
pada ritualnya saja. Dimana apabila orang bali lain ngaben dilakukan dengan cara
membakar mayat, di Penglipuran mayat di kubur. Menurut analisa hal tersebut
dilakukan oleh masyarakat Penglipuran sebagai tanda hormat dan juga sebagai cara
untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan buruk mengingat daerah Penglipuran
yang berada didaerah pegunungan yang jauh dari laut, seperti yang kita tahu bahwa
abu jenasah yang telah dibakar harus dilarung atau dibuang ke laut sedangkan bagi
orang Bali menyimpan abu jenasah adalah suatu pantangan, jadi solusi terbaik adalah
dimakamkan.
f. Stratifikasi Sosial
Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta yaitu Kasta Sudra, jadi di
Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja ada seseorang yang
diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat. Pada saat ini ketua adat yang
masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan lima
tahun sekali.
g. Kesenian
Di Desa Penglipuran terdapat tari-tarian yaitu tari Baris. Tari Baris sebagai salah
satu bentuk seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan masyarakatnya dan
hidup secara mentradisi atau turun temurun, dimana keberadaan Tari Baris Sakral di
Desa Adat Penglipuran adalah merupakan tarian yang langka, dan berfungsi sebagai
tari penyelenggara upacara dewa yadnya. Adapun iringan gambelan yang mengiringi
pada saat pementasan semua jenis Tari Baris Sakral tersebut adalah seperangkat

22
gambelan Gong Gede yang didukung oleh Sekaa Gong Gede Desa Adat Penglipuran.
Unsur bentuk ini meliputi juga keanggotaan sekaa Baris sakral ini di atur di dalam
awig-awig Desa Adat Penglipuran. Kemudian nama-nama penari ketiga jenis Baris
sakral ini juga telah ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12 orang, dan
Baris Bedil 20orang.
6. Kendala dan persoalan Desa Panglipuran
Kendala dan persoalan yang terjadi di desa panglipuran sendiri yaitu
Pengembangan pariwisata di Desa Penglipuran dilakukan dengan lebih mengedepankan
peran serta desa adat. Pengembangan pariwisata dengan melibatkan desa adat merupakan
pengejawantahan dari konsep kebijakan pembangunan pariwisata berdimensi
kerakyatan. Wacana pembangunan berwawasan kerakyatan merupakan reaksi terhadap
kebijakan pembangunan konglomerasi yang selama ini lebih berpihak pada pemilik
modal yang bukan berasal dari anggota masyarakat setempat. Pembangunan berwawasan
kerakyatan lebih mengedepankan peningkatan ekonomi rakyat dan pemberdayaan
masyarakat. Para pemikir pembangunan pedesaan telah menyadari bahwa pembangunan
konglomerasi seringkali merugikan masyarakat setempat. Masyarakat sebagai pemilik
sah sumber daya setempat kerap mengalami marginalisasi sehingga kualitas hidupnya
justru menurun dibandingkan sebelum adanya pembangunan. Atas dasar itu beberapa
ahli menekankan pentingnya pembangunan sebagai social learning dan pembangunan
harus mulai dari bawah (buttom up).
Pembangunan dengan paradigma ini menuntut adanya partisipasi masyarakat lokal
dalam berbagai tahap pembangunan, sehingga pengelolaan pembangunan benar-benar
dilakukan oleh mereka yang hidup dan kehidupannya dipengaruhi oleh pembangunan
tersebut. Dalam pengembangan pariwisata, masyarakat Desa Penglipuran sebagai Desa
Bali Aga tetap mempertahankan nilai dan norma yang mengatur kehidupan masyarakat
setempat. Sistem nilai budaya adalah tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat-
istiadat karena nilai budaya terdiri atas konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang
dinilai berharga dan penting oleh masyarakat sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman
pada kehidupannya. Hal ini tampak pada berbagai aturan yang diterapkan di Desa
Penglipuran, seperti tidak diperbolehkan menjual tanah karena tanah tersebut adalah
milik desa, tidak diperbolehkan membuat bangunan bertingkat, dilarang menebang

23
pohon tanpa seijin desa, bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Pura Penataran harus
mentaati aturan yang ditetapkan seperti mengenakan selendang dan tidak memasuki pura
pada saat menstruasi, dan wisatawan juga diharapkan tidak mengunjungi tempat-tempat
sakral melewati waktu yang ditentukan.
E. Hasil Observasi Desa Cempaka
7. Profil Desa Cempaka
Di daerah Tabanan, salah satu dari kerajaan tersebut adalah kerajaan Kaba-Kaba yang
diperintah oleh keturunan Arya Belog dan pada masa kejayaannya Kaba-Kaba terletak
didaerah Kediri timur sampai ke wilayah Desa Cepaka. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya tanah-tanah retribusi di Desa Cepaka, yang merupakan bekas tanah milik Raja
Kaba-Kaba. Semasa Desa Cepaka masih dibawah kerajaan Kaba-Kaba, Desa Cepaka
mempunyai wilayah sebanyak 7 banjar yang terdiri dari 2 bagian.
Sebelah timur sungai Yeh Penet sebanyak 3 Banjar yaitu : Banjar Cepaka, Banjar
Lalangpasek, Banjar Batanduren. Sebelah barat sungai Yeh Penet sebanyak 4 Banjar
yaitu: Banjar Tegal Kepuh, Banjar Dangin Uma, Banjar Dangin Pangkung, Banjar
Gamongan.
Pada saat itu Desa Cepaka diperintah oleh Bendesa dari Desa Senapahan Distrik Kediri
bernama : Gusti Agusng Putu Gledeg ( 1925-1940 ). Setelah beliau mengakhiri masa
jabatannya, maka selanjutnya di Desa Cepaka diadakan pemilihan bendesa dan yang
terpilih adalah mekel Putu Gog dari banjar dauh peken ( 1941-1957 ). Setelah Mekel Putu
Gog selesai masa jabatannya, kemudian kembali diadakan pemilihan dan yang terpilih
adalah I Wayan Rapet dari banjar Batanduren. Dalam pemerintahan Mekel I Wayan
Rapet ini, Desa Cepaka mengalami perubahan wilayah. Adapun sebab-sebab adanya
perubahan wilayah karena pada saat musim hujan, air sungai Yeh Penet sering meluap
sedangkan jembatan yang menghubungkan kedua wilayah desa itu belum ada, sehingga
segala kegiatan baik dalam pemerintahan maupun kemasyarakatan, serta adat istiadat
sering terhalang, oleh sebab itulah maka ahirnya wilayah yang ada disebelah barat sungai
Yeh Penet memisahkan diri dari Desa Cepaka dan bergabung ke wilayah Desa Kaba-
Kaba. Sehingga mulai pada tahun 1957 wilayah Desa Cepaka hanya terdiri dari 3 banjar
yaitu : Banjar Cepaka, Banjar Lalangpasek, Banjar Batanduren.

24
Cepaka merupakan desa di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali. Wilayah desa
ini berkembang menjadi desa agraris, sehingga mata pencaharian penduduk sangat
dipengaruhi oleh keadaan desanya. Sebagai desa tradisional yang indah dan menarik,
kemasan budaya di desa menjadi potensi pariwisata.
8. Administrasi Desa Adat
Dalam hal Keadministrasian Desa adat di Provinsi Bali di bawahi oleh :
a. Dinas pemanduan masyarakat adat yang bertugas membawahi desa adat se bali
Majelis desa adat provinsi bali yang mengkordinasi biasa disebut sebagai
(majelis agung).
b. Di tingkat kabupaten ada majelis desa adat kabupaten tabanan biasa disebut
dengan (majelis madya).
c. Di tigkat kecamatan ada majelis kecamatan yang biasa disebut dengan (majelis
alit).
d. Di tinggat desa ada ketua adat di setiap atau masing-masing desa adat biasa
disebut dengan (pendesa adat)
Jadi, merekalah yang biasanya menangani jika terdapat masalah adat di desa atau
kota bali. Aturan yang mengatur hukum adat di bali memiliki sebuah nama yakni awig-
awig, yang menjadi pegangan oleh ketua adat untuk mengatur masyarakat adat tersebut,
dimana awig-awig itu sendiri dibuat oleh masyarakat adat dan sudah menjadi seperti UU
bagi masyarakat adat itu sendiri.
9. Visi Desa Adat Cepaka
Menjadi Desa CEPAKA HARUM ( Harmonis, Aman, Rukun, Utuh, dan Mandiri)
berlandaskan Tri Hita Karana.Untuk mewujudkan visi tersebut maka Misi Desa Cepaka
adalah :
a. Menyelenggarakan pemerintahan desa yang bersih, transparan dan profesional
(BTP).
b. Menjaga keberadaan Tri Kayangan, dalam rangka meningkatkan Crada Umat
Hindu, dengan membangun sinergi bersama Bendesa Adat.
c. Mejaga dan melestarikan seni budaya dan adat istiadat Bali yang selalu diselaraskan
dengan perkembangan jaman.

25
d. Membentuk SDM Desa Cepaka yang berkualitas, yang berorientasi kepada
peningkatan MASK ( Mind Set/ cara berfikir positif, Attitude/ sikap mental yang
baik, Skill/ berketerampilan yang mempunyai daya jual, Knowledge/
berpendidikan yang cukup).
e. Memupuk rasa persaudaraan masyarakat cepaka, untuk membangun persatuan dan
kesatuan Desa Cepaka.
f. Pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui ekonomi kerakyatan, dengan
penguatan peran BUMDES dalam mendukung kegiatan ekonomi masyarakat Desa
Cepaka.
g. Menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat Desa Cepaka dengan menegakkan
hukum dan awig-awig desa secara adil, konsisten dan konsekwen.
h. Menjaga, melestarikan, dan mengatur pemanfaatan potensi alam Desa Cepaka
untuk kemakmuran warga Desa Cepaka.
i. Menjaga, memelihara lingkungan Desa Cepaka dari pencemaran, baik berupa
sampah maupun limbah, dalam rangka menjaga kebersihan dan kesehatan
masyarakat Desa Cepaka.
10. Adat Istiadat Desa Adat terkhusus perkawinan dan Kewarisan
a. Adat Perkawinan Desa Adat Cepaka
Pada hakekatnya pernikahan adat tradisional di Bali atau dikenal dengan
“pawiwahan” adalah pengesahan perkawinan dua insan beda jenis antara seorang
laki-laki dan perempuan, dalam bentuk upacara keagamaan, melakukan janji suci
untuk menikah dan mengesahkannya ikatan perkawinan tersebut secara hukum,
norma agama dan sosial. Menurut tradisi adat Bali, ada 4 jenis pernikahan yang
sering dilakukan umat Hindu, yaitu:
1) Memadik
Memadik adalah pernikahan dimana pihak calon mempelai suami
datang ke rumah calon mempelai wanita. Biasanya kedua calon sudah
saling mengenal dan ada kesepakatan berumah tangga. Dalam
kepercayaan masyarakat dan adat Bali, cara ini dipandang sebagai cara
yang paling terhormat.
2) Ngererod atau Ngerangkat

26
Bentuk perkawinan yang berlangsung atas dasar cinta sama cinta
antara dua calon mempelai yang dipandang sudah cukup umur dan
biasanya disebut kawin lari.
3) Nyentana
Sistem perkawinan dimana mempelai wanita berubah status
hukum secara adat sebagai purusa dan laki-laki sebagai pradana, Dalam
hubungan perkawinan ini laki-laki tinggal di rumah istrinya.
4) Sistem Malegandang
Sistem perkawinan ini terjadi secara terpaksa dan tidak didasari
cinta sama cinta. Jenis pernikahan ini sama dengan Raksasa Wiwaha
dan Paisaca Wiwaha dalam Manawa Dharmasastra.
Dalam perkembangan selanjutnya dikenal sistem pernikahan Makaro
Lemah dan Campuran. Makaro lemah adalah upacara perkawinan yang
dilaksanakan di dua tempat, pihak purusa dan pradana. Dimana masing-masing
pihak diberikan hak waris. Sedangkan perkawinan campuran adalah perkawinan
yang dilaksanakan oleh mempelai wanita dan pria yang berbeda agama, suku, adat
atau beda negara.
Dalam adat bali ada beberapa tata cara atau rangkaian upacara yang
dilakukan saat pernikahan dilakukan, Adapun rangkaiannya yaitu :
1) Mesedek
Mesedek merupakan acara pertama pada adat pernikahan Bali. Pada
acara ini kedua orang tua dari mempelai pria mendatangi rumah
mempelai wanita untuk memperkenalkan diri. Mesedek juga dilakukan
untuk meminang wanita dan bersungguh-sungguh ingin menjadi
pasangan hidupnya.
2) Madewasa Ayu
Acara madewasa ayu dilakukan setelah orang tua dari pihak wanita
menyatakan setuju anaknya dipinang dan akan dinikahinoleh pria
pujaan hatinya. Dalam proses ini dilakukan penentuan hari dan tanggal
baik (dewasa) untuk menggelar acara pernikahan.
3) Ngekeb

27
Upacara ngekeb dilakukan dengan memandikan dan mencuci
rambut mempelai wanita dengan luluran khusus. Luluran khusus ini
terbuat dari campuran daun merak, bunga kenanga, kunyit, dan beras
yang telah dihaluskan. Luluran ini juga dibalurkan ke sekujur tubuh
mempelai wanita pada sore hari.
4) Ngungkab lawang
Ngungkab lawang berarti membuka pintu. Upacara ini dilakukan
dengan penjemputan wanita oleh pria dan dipertemukan untuk
menjalani sembilan rangkaian acara meliputi Pejati dan suci alit, Peras
pengambean, Caru ayam brumbun asoroh, Bayekawonan, Prayascita,
Pangulapan, Segehan panca warna, Segehan seliwang atanding, dan
Segehan agung.
5) Medagang-dagangan
Upacara selanjutnya adalah medagang-dagangan yang dalam
bahasa daerah Bali berarti berdagang. Dalam proses ini mempelai
wanita dan pria diminta untuk melakukan tawar-menawar tentang
barang dagangan hingga mencapai tahap pembayaran.
6) Upacara makala-kala
Upacara makala-kala atau yang dapat juga disebut dengan upacara
bhuta saksi/pertiwi saksi ini dilakukan kedua pengantin dengan cara
membakar tetimpug di atas tungku bata dan dalam posisi duduk.
7) Metegen-tegenan dan suun-suunan
Upacara selanjutnya adalah metegen-tegenan dan suun-suunan.
Metegen-tegenan dipikul mempelai pria, sedangkan suun-suunan
dijunjung mempelai wanita. Keduanya berjalan mengelilingi api suci
yang disebut dengan sanggah surya searah jarum jam sebanyak tujuh
kali.
8) Majauman
Majauman berupa kunjungan resmi ke rumah mempelai wanita
setelah semua rangkaian upacara selesai. Berdasarkan namanya, kata
“jaum” berarti jarum yang menyiratkan sebuah fungsi jarum untuk

28
merajut dan menyatukan kembali kedua keluarga setelah adanya
ketegangan yang terjadi.
9) Natab Pawetonan
Natab pawetonan merupakan sebuah ritual yang dilakukan pada
sistem perkawinan mepadik. Ritual ini dilakukan di atas tempat tidur
dengan cara menyerahkan seserahan berupa barang bernilai seperti
perhiasan dan pakaian oleh mempelai pria kepada ibu dari mempelai
wanita.
10) Bekal (Tadtadan)
Bekal (Tadtadan) dilakukan dengan cara memberikan seperangkat
perhiasan atau pakaian ibadah dari ibu kepada anak wanitanya.
11) Mejaya-jaya
Upacara mejaya-jaya merupakan acara adat pernikahan bali
terakhir. Upacara ini dilaksanakan setelah pasangan pengantin telah sah
menjadi suami istri. Upacara ini melambangkan harapan agar selalu
diberi kemudahan dan bimbingan dari para Sanghyang Pramesti Guru.
Rangkaian upacara pernikahan adat Bali memiliki makna yang dalam, Sama
halnya upacara di desa adat cepaka yang sejatinya menggunakan adat bali juga,
Dengan melakoni setiap prosesi itu, diharapkan kehidupan rumah tangga pasangan
itu akan berlangsung langgeng dan dipenuhi dengan kebahagiaan.
b. Kewarisan di Desa Adat Cempaka
Dalam sistem pewarisan adat masyarakat adat Bali, calon pewaris sangat
penting perannya dalam proses pewarisan. Kewajiban-kewajiban tersebut
didasarkan falsafah yang dianut dan dijadikan pedoman dalam kehidupan oleh
masyarakat adat Bali yaitu Falsafah Tri Hita Karana.
Pewarisan menurut hukum adat Bali tidak identik dengan membagi harta
peninggalan orang tua dan leluhur oleh ahli waris, melainkan mengandung makna
pelestarian, pengurusan dan penerusan swadharma (tanggung jawab) dan
swadikara (hak) terhadap peninggalan pewaris dalam berbagai wujud dan sifatnya.
Azas-azas dalam pewarisan di Desa Adat Cempaka menurut Hukum Adat
Bali ada 6, antar lain :

29
1) Keutuhan.
2) Keutamaan.
3) Ketergantungan.
4) Kebersamaan.
5) Keberlanjutan.
6) Kemanfaatan.
Adapun garis Keturunan atau undangan yang dapat memperoleh warisan
yang ada dibali yaitu ada 14 garis keturunan :
1) Kelewaran.
2) Kelepek.
3) Kelambyung.
4) Kelab.
5) Kumpi.
6) Pekak.
7) Bapa dan Meme.
8) Pianak.
9) Cucu.
10) Kumpi.
11) Kelab.
12) Kelambyung.
13) Kelepek.
14) Kelewaran.
Dalam Desa Adat juga ada orang-orang yang tidak boleh menerima waris
atau telah gugur mendapatkan waris yaitu :
1) wanita Bali yang tidak berhak atas warisan, melainkan waris
(keturunan) yang tidak melaksanakan swadharma (tanggung jawab)
terhadap peninggalan pewaris dalam berbagai wujud dan sifatnya.
2) Dari sebab keturunan, Keturunan ini disebut ninggal kedaton = ninggal
kawitan = ninggal swadharma = meninggalkan tanggung jawab sebagai
waris (keturunan).

30
3) Orang yang ninggal kedaton = ninggal kawitan = ninggal swadharma =
meninggalkan tanggung jawab sebagai waris (keturunan), tetap adalah
waris (keturunan) tetapi bukan ahli waris (tidak berhak atas warisan).
4) Keturunan (pria atau wanita) yang tidak lagi beragama Hindu (ninggal
kedaton penuh), hak atas warisan gugur.
5) Keturunan (pria atau wanita) yang “kawin ke luar” tetapi masih
beragama Hindu (ninggal kedaton terbatas) berahak atas warisan
setengah dari ahli waris lainnya.
Sebab keturunan ini Dapat diberikan warisan berupa jiwa dana (bekal
hidup), besarnya maksimal 1/3 dari warisan yang memiliki nilai ekonomi
(palemahan).
11. Sarana dan Prasarana Desa Adat
Selain Desa Adat, Desa Cepaka juga merupakan Desa Pariwisata dan untuk menunjang
aktifitas desa atau aktifitas pariwisata pemerintah desa juga memberikan beberapa sarana dan
prasarana baik itu untuk masyarakat atau untuk pengunjung darinluar daerah atau luar desa adapun
sarana dan prasarana itu antara lain :
a. Pura Agung
b. Aula Pertemuan
c. Jogingtrack
d. Motor Pengangkut Sampah
e. Peralatan untuk membersihkan Desa
12. Kendala dan Persoalan Desa Adat
Berbicara mengenai konflik ataupun persoalan adat yang melahirkan sengketa adat
ini, dapat dilihat bahwa konflik adat dapat terjadi manakala ada ketentuan adat (dalam
bentuk awig-awig) tidak terpenuhi oleh salah seorang warga dan walaupun telah
diperingatkan beberapa kali tetap membangkang sehingga menimbulkan adanya
tindakan dari masyarakat sebagai reaksi atas sikap warga yang bersangkutan dan sering
pula reaksi yang ada dalam bentuk tindak kekerasan. Tindakan yang diambil oleh
masyarakat adat tersebut bertujuan agar warga yang bersangkutan mau memenuhi
kewajiban yang seharusnya dipenuhi agar kehidupan masyarakat dapat terjaga
ketertibannya. Jadi manakala tuntuan masyarakat adat tidak mau dipenuhi oleh warga

31
yang bersangkutan dengan berbagai alasan maka konflik yang ada menampakkan dirinya
sebagai satu sengketa yang memerlukan penyelesaian.
Pada bagian lain sengketa adat dapat pula terjadi antara dua kelompok masyarakat
adat, berkenaan dengan satu obyek yang diperebutkan yang berada di wilayah
perbatasan. Di sini dapat dilihat adanya saling klaim atas wilayah perbatasan sebagai
bagian dari wilayah desa masing-masing. Dengan kata lain masing-masing pihak
menyatakan bahwa wilayah di perbatasan tersebut adalah hak mereka, dengan
mengemukakan berbagai macam dalih sebagai pembuktiannya. Tentu saja peristiwa
seperti ini perlu penanganan yang serius karena seringkali terjadi penyelesaian yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa tidak dapat memenuhi kepentingan para
pihak dan hal ini sering memunculkan bentrokan fisik yang tidak dapat menyelesaikan
masalahnya, bahkan menjadikan situasi menjadi tidak kondusif.
Melihat kenyataan seperti ini maka tampaknya ada sesuatu yang perlu mendapat
perhatian dalam penyelesaian sengketa yang ada terutama sekali berkaitan dengan proses
dan bentuk penyelesaian yang diberikan, baik yang terjadi di lingkungan masyarakat adat
secara internal maupun antar kelompok masyarakat adat yang melibatkan pihak ketiga
dalam penyelesaian sengketanya.

32
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan dari MUI Bali yaitu menggerakan kepemimpinan dan kelembagaan Islam yang
dinamis dan efektif sehingga mampu mengarahkan dan mendorong umat Islam untuk melaksanakan
akidah Islamiyah, membimbing umat dalam menjalankan ibadah, menuntun umat dalam
mengembangkan muamalat dan menjadi panutan dalam mengembangkan akhlak karimah untuk
mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil, dan yang diridhoi Allah SWT.
Inovasi ini dilaksanakan melalui pembinaan dan konseling dalam hal bimbingan pra nikah,
penguatan moderasi beragama, dan bijaksana dalam mempergunakan media sosial didampingi oleh
tenaga psikolog yang memang kompeten di bidangnya. Media Informasi & Kreatifitas, media
Informasi dan Kreatifitas merupakan sebuah wadah informasi dan komunikasi dalam bentuk media
sosial yang dikelola oleh Humas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali yang menampilkan
segala bentuk informasi dan kinerja Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali yang dikemas dalam
bentuk semenarik dan sekreatif mungkin disesuaikan dengan perkembangan social masyarakat
sehingga dapat diterima dan bermanfaat bagi masyarakat.
Kendala dan Persoalan Lembaga Dalam mempertimbangkan berbagai kondisi objektif dan
hasil evaluasi capaian program pembangunan bidang agama periode 2015-2019 serta tantangan pada
periode 2020-2024, maka diperlukan identifikasi yang cermat terhadap potensi (kekuatan) yang
mempengaruhi hasil capaian yang baik, peluang yang dihadapi, tantangan dan permasalahan
(kelemahan) yang dimiliki sebagai salah satu masukan penting bagi perumusan kebijakan dan
penetapan strategi pembangunan bidang agama lima tahun mendatang, yakni periode 2020-2024.
a. Visi Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru “Menjaga
Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali
Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala Menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali Sesuai
Dengan Prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari Secara Ekonomi, dan
Berkepribadian dalam Kebudayaan Melalui Pembangunan Secara Terpola, Menyeluruh, Terencana,
Terarah, dan Terintegrasi Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-
Nilai Pancasila 1 Juni 1945.”
b. Misi 1) Memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan dalam jumlah dan
kualitas yang memadai bagi kehidupan Krama Bali.

33
Administrasi Dalam hal Keadministrasian Desa adat di Provinsi Bali di bawahi oleh Dinas
pemanduan masyarakat adat yang bertugas membawahi desa adat se bali Majelis desa adat provinsi
bali yang mengkordinasi biasa disebut sebagai (majelis agung).
Sarana dan prasarana Desa Panglipuran Sistem Adat Di desa Penglipuran terdapat dua sistem
dalam pemerintahan yaitu menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan
RW, dan sistem yang otonom atau Desa adat.
Pada daerah desa terdapat Pura penataran dan Pura Puseh yang merupakan daerah utama
desa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa hanya digunakan untuk pejalan
kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-atribut struktur desa; seperti tembok penyengker,
angkul-angkul dan telajakan yang seragam.
Hal ini tampak pada berbagai aturan yang diterapkan di Desa Penglipuran, seperti tidak
diperbolehkan menjual tanah karena tanah tersebut adalah milik desa, tidak diperbolehkan membuat
bangunan bertingkat, dilarang menebang pohon tanpa seijin desa, bagi wisatawan yang ingin
mengunjungi Pura Penataran harus mentaati aturan yang ditetapkan seperti mengenakan selendang
dan tidak memasuki pura pada saat menstruasi, dan wisatawan juga diharapkan tidak mengunjungi
tempat-tempat sakral melewati waktu yang ditentukan.
Administrasi Desa Adat Dalam hal Keadministrasian Desa adat di Provinsi Bali di bawahi
oleh : a. Dinas pemanduan masyarakat adat yang bertugas membawahi desa adat se bali Majelis desa
adat provinsi bali yang mengkordinasi biasa disebut sebagai (majelis agung).
Adat Istiadat Desa Adat terkhusus perkawinan dan Kewarisan Adat Perkawinan Desa Adat
Cepaka Pada hakekatnya pernikahan adat tradisional di Bali atau dikenal dengan “pawiwahan”
adalah pengesahan perkawinan dua insan beda jenis antara seorang laki-laki dan perempuan, dalam
bentuk upacara keagamaan, melakukan janji suci untuk menikah dan mengesahkannya ikatan
perkawinan tersebut secara hukum, norma agama dan sosial.
Sarana dan Prasarana Desa Adat Selain Desa Adat, Desa Cepaka juga merupakan Desa
Pariwisata dan untuk menunjang aktifitas desa atau aktifitas pariwisata pemerintah desa juga
memberikan beberapa sarana dan prasarana baik itu untuk masyarakat atau untuk pengunjung
darinluar daerah atau luar desa adapun sarana dan prasarana itu antara lain :
a. Pura Agung
b. Aula Pertemuan
c. Jogingtrack

34
d. Motor Pengangkut Sampah
e. Peralatan untuk membersihkan Desa 6.
Kendala dan Persoalan Desa Adat Berbicara mengenai konflik ataupun persoalan adat yang
melahirkan sengketa adat ini, dapat dilihat bahwa konflik adat dapat terjadi manakala ada ketentuan
adat (dalam bentuk awig-awig) tidak terpenuhi oleh salah seorang warga dan walaupun telah
diperingatkan beberapa kali tetap membangkang sehingga menimbulkan adanya tindakan dari
masyarakat sebagai reaksi atas sikap warga yang bersangkutan dan sering pula reaksi yang ada dalam
bentuk tindak kekerasan.
Melihat kenyataan seperti ini maka tampaknya ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian
dalam penyelesaian sengketa yang ada terutama sekali berkaitan dengan proses dan bentuk
penyelesaian yang diberikan, baik yang terjadi di lingkungan masyarakat adat secara internal maupun
antar kelompok masyarakat adat yang melibatkan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketanya.
B. Saran

Mengenai kegiatan Kuliah Kerja Lapangan agar kedepannya lebih baik adapun
beberapa saran :

 Seharusnya dalam pelaksanaan KKL sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat sebelumnya
sehingga tidak membuat bingung mahasiswa dengan adanya perubahan jadwal.
 Waktu yang terbatas ditiap obyek yang dikunjungi sehingga para mahasiswa merasa
kurang puas.
 Saat kantor DPRD maupun di MUI mahasiswa yang masuk ruangan tidak mendapat
penjelesan dengan jelas karena beberapa alas an ruangan tidak cukup.

35
LEMBAR LAMPIRAN
A. Foto Kegiatan Observasi
1. Dokumentasi MUI Provinsi Bali

2. Dokumentasi Kemenag Provinsi Bali

3. Dokumentasi DPRD Provinsi Bali

4. Dokumentasi Desa Cempaka

5. Dokumentasi Desa Panglipuran

36
B. Absensi Kegiatan

37

Anda mungkin juga menyukai