Anda di halaman 1dari 5

RAGAM BANGSA

“Waw, ternyata seperti ini tempat yang kuimpikan sejak dulu. Aku sungguh
tidak percaya telah pergi sejauh ini,” ucap Nindi setelah sampai di Kota Padang,
Sumatera Barat.

Desir angin tanah Sumatera yang menyejukkan. Keindahan Kota Padang yang
tak kalah dengan Ibu kota Jakarta. Berbagai tempat wisata yang mengagumkan.
Membuat Nindi kembali mengingat kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah.

“Kira-kira aku pergi kemana dulu ya?” Ucap Nindi dalam hati.

Kebetulan saat itu dia bertemu dengan perempuan seumurannya sedang


memotret sekitar dengan kamera digital. Ia pun menyapa dengan ramah.

“Assalamualaikum, perkenalkan aku Anindita Adiratna biasa dipanggil Nindi.


Aku berasal dari Jawa Timur. Aku sedang berlibur dan kurang tahu tentang Kota
Padang. Apa kamu bisa menunjukkan sebuah tempat yang indah di dekat sini?”

“Waalaikumsalam, aku Najwa Zahira, panggil saja aku Najwa. Aku asli orang
Padang, kebetulan aku juga akan berkeliling. Apa kau mau ikut denganku?” Tawar
Najwa.

“Tentu saja,” sahut Nindi.

Mereka bercerita tentang asal usul mereka. Kebudayaan di daerah mereka.


Perbedaan itu tidak membuat mereka canggung, tetapi justru membuat satu sama lain
saling takjub.

Di tengah perjalanan mereka bertemu seorang traveler berkulit gelap bernama


Afu Tamatoa dari Papua Barat. Mereka pun saling menyapa dan berkenalan dengan
hangat. Mereka juga berniat berkeliling bersama. Namun adzan dhuhur berkumandang,
Najwa dan Nindi meminta izin untuk melaksanakan sholat dhuhur dulu kepada Afu
yang non-muslim.

“Baiklah, aku akan menunggu disini. Jangan terburu-buru,” ucap Afu


memahami.
15 menit berlalu, Nindi dan Najwa pun sudah kembali dari sholat dhuhur. Nindi
mengawali pembicaraan untuk memulai perjalanan mereka.

“Apa ada yang bisa memberikan tempat rekomendasi yang bisa kita kunjungi
sekarang?”

“Bagaimana kalau Pantai Air Manis? Apa kalian pernah dengar?” Usul Najwa
yang lebih tahu Kota Padang.

“Maksudmu pantai yang terkenal dengan legenda Malin Kundang itu?” Tanya
Nindi memastikan.

“Ah iyaa, aku sangat ingin pergi ke sana. Aku ingin melihat patung Malin
Kundang secara langsung,” sahut Afu.

“Baiklah, ayo kita ke sana, kebetulan jaraknya tidak begitu jauh,” jawab Najwa
semangat.

Mereka sangat bersemangat hingga selama perjalanan menyanyikan salah satu


lagu kebangsaan negara Indonesia yaitu ‘Tanah Air’. Mereka akan mengunjungi Pantai
yang memiliki legenda populer yaitu Malin Kundang. Pantai Air Manis ini adalah
pantai yang terletak ±10km ke selatan dari pusat Kota Padang. Lokasinya berada di
belakang Gunung Padang atau tepatnya di Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang.

“Apa kalian tahu? Aku sangat menyukai semua lagu kebangsaan Indonesia, tapi
yang paling kusukai adalah lagu ‘Tanah Air’. Bahkan aku pernah menangis saat
menyanyikannya di sekolah dulu,” cerita Nindi.

“Apa iya? Hahaha betul juga sih, kalau didengar, aku juga sedikit terbawa
suasana, apalagi sambil melihat kekayaan negeri ini yang beragam.”

10 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di Pantai Air Manis. Mereka


sungguh takjub dengan pemandangan pantainya, patung Malin Kundang yang
melegenda dan pemandangan Gunung Padang.

“Di sini terkenal dengan ombaknya yang kecil jadi bisa berenang di pinggir
pantai,” ucap Najwa.
Setelah 1 jam berada di pantai itu, akhirnya mereka kelelahan dan pulang, Najwa
kembali ke rumahnya yang tak begitu jauh, sedangkan Nindi dan Afu kembali ke hotel
atau penginapan masing-masing.

Malamnya, Najwa menghubungi Nindi dan Afu. Najwa meminta mereka untuk
datang ke rumahnya karena hotel mereka dekat dengan rumahnya.

“Maaf karena telah membuat kalian ke rumahku malam-malam,” ucap Najwa.

“Tidak apa-apa, lagipula aku tidak ada kegiatan di penginapan,” jawab Afu.

“Iya, benar,” sahut Nindi.

“Kapan kalian kembali ke kampung masing-masing?” Tanya Najwa.

“Aku mungukin satu pekan lagi,” jawab Nindi.

“Aku tiga hari lagi, karena aku sudah di sini selama satu pecan,” jawab Afu.

“Mau bepergian lagi besok?” Tawar Najwa.

“Tentu saja!” Jawab Nindi dan Afu serentak.

“Kita kemari memang untuk bepergian bukan untuk berdiam di penginapan.


Hahaha,” mereka pun tertawa bersama seperti taka da perbedaan sama sekali.

“Kalau begitu mari berunding kemana sebaiknya kita bepergian besok.”

Mereka pun melakukan musyawarah untuk menentukannya. Di sela


musyawarah Nindi ditelepon oleh orang tuanya. Orang tuanya memberitahu Nindi
bahwa lusa ada upacara adat yang mendadak.

Di musyawarah itu Najwa menaruh kesepakatan pada Nindi dan Afu yang
datang dari luar pulau. Namun Nindi dan Afu berselisih. Nindi lebih menyukai hutan,
sedangkan Afu ingin pergi ke museum sejarah. Mereka belum bisa membuat
kesepakatan sekarang. Akhirnya Najwa menengahi.

“Bagaimana jika kita mendatangi keduanya dalam dua hari?”

“Tidak bisa, lusa aku ada upacara adat yang mendadak di Jawa. Jadi harus
kembali secepatnya,” jawab Nindi.
“Begitukah?”

Najwa pun kebingungan karena mereka juga tidak mungkin bisa pergi ke hutan
dan museum hanya dalam satu hari. Waktunya terlalu pendek dan pasti melelahkan.

“Apa sebegitu pentingnya upacara adat itu?” Tanya Afu mulai menyinggung
Nindi.

“Lalu bagaimana sikapmu jika kamu memiliki jadwal seperti aku?” Tanya Nindi
balik.

Afu pun paham dan sadar bahwa ia telah salah. Afu masih memiliki waktu
sekitar tiga hari di Kota Padang, sedangkan Nindi hanya memiliki waktu satu hari.

“Nindi sudah menempuh jarak yang cukup jauh untuk kemari. Lalu jika dia
tidak bisa pergi ke tempat yang sangat ingin ia kunjungi, mungkin dia akan menyesal.
Kita semua juga tidak tahu kapan dia bisa mengunjungi kota ini lagi. Sedangkan aku
bisa pergi ke museum di hari berikutnya,” pikir Afu.

“Baiklah, ayo kita ke hutan besok,” ucap Afu.

“Yeey, terima kasih atas pemahamannya Afu.”

“Sama-sama,” jawab Afu sambil tersenyum.

Esoknya pun mereka pergi ke hutan bersama. Lalu mengantar Nindi ke bandara
untuk kembali ke Jawa.

“Jika ada waktu, datanglah kesini lagi ya..kita main lagi,” ucap Najwa.

“Pasti, kita juga harus bertemu lagi ya, Afu,” Ucap Nindi sambil melirik Afu.

“Ayo, aku tidak akan menolaknya,”

Dua hari kemudia Afu pergi ke museum bersama Najwa. Satu minggu
kemudian, Nindi mendengar berita bahwa Kota Padang sedang dilanda banjir dan tanah
longsor. Tepatnya di dekat rumah Najwa. Nindi yang khawatir pun menghubungi
Najwa. Najwa mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Tapi Najwa juga bercerita bahwa
korban lainnya cukup banyak.
“Syukurlah kamu baik-baik saja. Aku berjanji dengan Afu akan ke Kota Padang
lusa untuk memberikan bantuan, baik berupa barang maupun uang secara langsung,”
kata Nindi.

“Baik, kutunggu ya.”

Lusa pun Nindi dan Afu datang ke Kota Padang dengan bantuan yang telah
mereka kumpulkan.

“Nindi! Afu! Aku rindu kalian!” Sapa Najwa sambil berlari menuju Nindi lalu
memeluknya erat.

Mereka bertiga membagikan bantuan bersama-sama tanpa memandang


perbedaan, baik suku, agama, maupun ras.

Jalan Semeru, 24 Mei 2022

Andhini Kusuma

Siswa SMPN 9 Mojokerto, suka menulis dan membaca, Juara 3 Lomba Menulis Cerpen
UFEST 2022.

Rekening Bank: CIMB NIAGA 705566006900 a/n Ari Wibowo

Anda mungkin juga menyukai