PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelabuhan Amamapare ( Port Site Amamapare ) adalah pelabuhan khusus
yang dikelola oleh PT. Freeport Indonesia, dan khusus untuk pengoperasian
kapal-kapal termasuk pemanduan dipelabuhan Amamapare di bawah
manajemen PT. Kuala Pelabuhan Indonesia.
Laut dan sungai sebagai jalur lalu lintas pelayaran baik untuk angkutan
penumpang maupun barang. Sebagai konsekwensi dari kegiatan tersebut maka
perlu ditentukan alur pelayaran bagi kepentingan pelayaran di pelabuhan
Amamapare, beserta fasilitas keselamatan pelayaran seperti sarana bantu
navigasi pelayaran ( SBNP ) dan infrastruktur lainnya. Pengaturan arus lalu
lintas dan perambuannya guna kelancaran dan keselamatan pelayaran
merupakan konsekwensi dari penguasaan dan pengelolaan.
Proses pemanduan di Amamapare dilaksanakan sesuai dengan Undang-
Undang Pelayaran Tahun 2008, Peraturan Pemerintah No. PM 57 Tahun 2015
tentang Pemanduan. Atas pertimbangan koefisien tingkat resiko yang tinggi
serta keselamatan dan dilatar belakangi ramainya kunjungan kapal-kapal
ekspor dan impor yang dicarter oleh Perusahaan yang akan memuat hasil
produksi tambang ataupun yang membawa barang-barang logistic untuk
menunjang operasi pertambangan perusahaan. Dalam proses pemanduan,
Pandu membantu para Nakhoda kapal dalam memberikan petunjuk mulai dari
luar alur pelabuhan ( Outer Buoy ) sampai kapal tiba di pelabuhan dan di
sandarkan dengan aman di dermaga ataupun sebaliknya dari dalam pelabuhan
sampai kapal tiba diluar alur pelabuhan.
1
Letak pelabuhan amamapare secara geografis terletak pada koordinat lintang
dan bujur : 04º 49’.44” S / 136º 50’.22” T ( Gambar Pelabuhan dan Alur
Pelayaran Amamapare terlampir ).
Panjang alur dari Outer Buoy yang ditandai dengan buoy A sampai di Bouy
16 & 21 (dermaga Cargo Dock) adalah 12 Nautical Mile dengan lebar alur
100 meter sampai dengan 300 meter dan kedalaman alur 4 sampai 13 meter
serta pasang surut antara 0.2 sampai dengan 3.7 meter dan kondisi alur
bervariasi tergantung pasang surut air dialur rata-rata 3 sampai 5 knot.
Alur pelayaran di Amamapare memiliki tingkat kesulitan pemanduan yang
cukup Tinggi serta terdapat 8 belokan / tikungan tajam. Alur pelayaran di
Amamapare dilengkapi dengan sarana bantu navigasi sebanyak 21 buoy
antara lain 1 unit beacon dan 5 rambu penuntun ( leading lights ) dan pada
umumnya berfungsi dengan baik.
Proses pemanduan di Amamapare dibantu oleh sarana dan prasarana
pemanduan diantaranya 1 unit pilot boat, 3 unit tug boat, dan 2 unit mooring
boat. Dalam pelaksanaan pemanduan dialur pelayaran Amamapare juga
dilengkapi dengan sistem VTIS Control berfungsi untuk mengawasi dan
mengatur traffic lalu lintas kapal-kapal yang keluar masuk dialur pelabuhan.
Dermaga atau jetty tempat bersandarnya kapal-kapal untuk kegiatan bongkar
muat, terdapat 3 buah dermaga yaitu Dermaga Cargo Dock, Main Jetty, dan
Coal Jetty. Dermaga Cargo Dock digunakan untuk kegiatan kapal bongkar
muat container dan barang-barang logistic untuk kebutuhan PT. Freeport
Indonesia. Dermaga Main Jetty digunakan untuk kegiatan pemuatan hasil
produksi tambang tembaga dan tambang emas yang dimuat kekapal untuk di
ekspor dan untuk kebutuhan dalam negeri. Dermaga Coal Jetty digunakan
untuk kegiatan kegiatan bongkar kapal batu bara dan juga digunakan untuk
kegiatan bongkar minyak dari kapal tanker untuk kebutuhan perusahaan.
2
Keselamatan pelayaran merupakan faktor penunjang untuk kelancaran
transportasi laut dan mencegah terjadinya kecelakaan dimana penetapan alur
pelayaran dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan
pelayaran melalui pemberian alur pelayaran bagi kapal-kapal berlayar
melintasi perairan yang diikuti dengan penandaan bagi bahaya kenavigasian.
Penyelenggaraan alur pelayaran yang meliputi kegiatan program, penataan,
pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya ditujukan untuk mampu
memberikan pelayanan dan arahan kepada pihak pengguna jasa untuk
memperhatikan kapasitas dan kemampuan alur di kaitkan dengan bobot kapal
yang akan melalui alur tersebut agar dapat berlayar dengan aman, lancar dan
nyaman.
Tetapi kenyataannya masih sering terjadi kecelakaan kapal pada saat berolah
gerak berupa tubrukan antara kapal, kandas, menabrak dermaga, berlabuh
bukan pada tempatnya. Melihat kenyataan ini mendorong penulis mimilih
judul makalah : “UPAYA MENINGKATKAN KESELAMATAN DAN
MUTU PELAYANAN PEMANDUAN DI PELABUHAN AMAMAPARE”.
Diharapkan dengan adanya makalah ini secara tidak langsung dapat
menunjang kelancaran proses pada saat di alur pelayaran untuk kepentingan
keselamatan berlayar.
B. RUANG LINGKUP
Sesuai judul yang penulis pilih dan agar tidak meluas bahasannya maka
penulis batasi hanya pada “Upaya Meningkatkan Keselamatan Dan Mutu
Pelayanan Pemanduan Di Pelabuhan Amamapare”.
3
C. METODELOGI PENULISAN
D. SISTIMATIKA PENULISAN
4
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini menguraikan tentang latar belakang
masalah, ruang lingkup, metodologi penelitian dan sistimatika
penulisan makalah.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini merupakan bab terakhir, akan dikemukakan
kesimpulan terhadap permasalahan-permasalahan yang terdapat
pada bab sebelumnya serta saran-saran penulis terhadap
permasalahan tersebut.
Daftar Pustaka
Lampiran
5
BAB II
A. FAKTA
1. Adanya hambatan atau rintangan pemanduan di alur perairan
Amamapare.
Alur perairan di pelabuhan Amamapare PT. Freeport Indonesia yang
sempit dan dangkal disertai dengan tikungan yang tajam. Alur pelayaran
adalah perairan yang segi kedalaman, lebar dan bebas hambatan pelayaran
lainnya dianggap aman untuk dilayari.
Dimana kita ketahui bahwa pemanduan di pelabuhan Amamapare adalah
perairan wajib pandu yang memiliki panjang alur 12 Nautical Mile dan
lebar alur 100 sampai dengan 300 meter. Dari hal tersebut maka seorang
pandu sering mengalami hambatan saat melaksanakan tugas pemanduan
kapal-kapal carter maupun kapal-kapal milik PT. Freeport Indonesia
dibawah manajemen PT. Kuala Pelabuhan Indonesia, adapun factor-faktor
yang menyebabkan yaitu :
a. Cuaca Buruk
Yang dimaksud dengan cuaca buruk disini adalah ombak besar,
gelombang dengan ketinggian ± 3.0 meter sampai dengan 4.0 meter
dan kecepatan angin ± 25 knot sampai dengan 40 knot, sehingga
seorang pandu yang melaksanakan pemanduan kapal dari dalam
pelabuhan Amamapare sampai ke Outer Buoy (Buoy A) tidak dapat
turun dari kapal yang dipandu karena motor pandu tidak mampu keluar
untuk menjemput.
6
Maka dari itu semua kapal-kapal yang akan keluar dan masuk harus
melihat daftar pasang surut dan menunggu air pasang sesuai draft
kapal dengan under keel clearance (UKC) minimum 0,5m sesuai
dengan SOP pemanduan KPI, jadi proses pemanduan di alur pelabuhan
Amamapare sangat tergantung pada air pasang sehingga membutuhkan
personil pandu 3 ( tiga ) orang,karena pandu sering konvoi membawa
kapal masuk dan keluar pelabuhan.
c. Kekuatan Arus
Kekuatan arus yang dimaksud disini adalah selisih nilai pasang surut
lebih dari 3 ( tiga ) berarti kekuatan arus 3 ( tiga ) knot yang dapat
dilihat dari daftar pasang surut setempat. Yang mana dalam hal
tersebut diatas sangat berisiko tinggi untuk menyandarkan kapal dan
sering terjadinya benturan keras antara kapal dengan dermaga yang
dapat menyebabkan kerusakan pada fender maupun kapal itu sendiri.
d. Ruang Putar Di Depan Dermaga Sempit
Panjang kapal yang masuk di pelabuhan Amamapare rata-rata 150
sampai 200 meter, sedang lebar alur perairan di depan Main Jetty dan
Coal Jetty ± 250 meter, tetapi khusus didepan dermaga Cargo Dock
lebar alur perairan ± 200 meter, jadi kapal yang akan sandar di
dermaga Cargo Dock panjang kapalnya maksimal 160 meter.
7
sempitnya alur perairan. Secara otomatis ruang untuk berolah gerak
juga sangat sempit mengakibatkan kapal yang akan sandar dari
berlabuh juga harus hati-hati begitu juga kapal yang akan berlabuh,
dan dengan adanya kapal-kapal yang berlabuh jangkar disekitar alur
perairan mengakibatkan alur semakin sempit untuk kapal-kapal yang
melewati alur tersebut.
Selain itu sebuah bouy special mark, sebagaimana di definisikan oleh
International Association of Lighthouse Authorities ( IALA ) adalah
sarana bantu navigasi pelayaran yang digunakan dalam pemanduan
maritim untuk menunjukkan batas dari obtruksi, wilayah administrasi
atau untuk meminta perhatian dari fitur lain seperti pada kerangka
kapal yang terletak diantara buoy no. 3 dan buoy no. 5 ini dikenali
sebagai buoy dengan warna kuning dan tanda X diatasnya. Peletakan
buoy kuning sebagai sarana bantu navigasi pelayaran ( SBNP ) pada
area tersebut sangatlah penting sebagai perhatian kapal-kapal yang
berlayar tidak melintasi area tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya
buoy tersebut sering padam, rusak dikarenakan beberapa hal seperti :
pencurian oleh orang yang tidak bertanggung jawab, ditabrak lari oleh
kapal atau tongkang yang melintas dialur tersebut.
Kapal yang sedang berlayar menyusuri alur perairan terutama alur
pelayaran sempit diantara buoy no. 3 di posisi lintang 04º 52’.80” S
bujur 136º 48’.50” T dan buoy no. 5 posisi lintang 04º 56’.81” S bujur
136º 47’.49” T serta diantara buoy no. 11 diposisi lintang 04º 58’.33”
S bujur 136º 49’.30” T dan buoy no. 13 di posisi lintang 04º 58’.58” S
bujur 136º 50’.25” T, ketika akan melewati buoy-buoy tersebut agar
tidak melakukan penyusulan terhadap kapal lain pada saat berada
dialur perairan disekitar buoy tersebut.
Berdasarkan data dari PT. Freeport Indonesia melalui manajemen PT.
Kuala Pelabuhan Indonesia dalam 9 ( Sembilan ) tahun terakhir ada 4
( empat ) kali mengalami kecelakaan kapal dari semua personil pandu,
dan sejak dimulainya pemanduan oleh pandu PT. Pelabuhan Indonesia
8
IV ( Persero ) terhitung mulai bulan Maret 2008 sampai dengan 2019
sudah 11 ( Sebelas ) kali terjadi kecelakaan kapal, baik kapal
menabrak buoy, kapal kandas, maupun kapal membentur dermaga
yang menyebabkan kerugian karena keterlambatan kapal dalam proses
bongkar muat dan kerusakan fasilitas pelabuhan Amamapare.
B. PERMASALAHAN
9
BAB III
PEMBAHASAN
A. DASAR HUKUM
Dimana merupkan landasan hukum sekaligus pedoman bagi suatu badan usaha
pelabuhan dalam menyelenggarakan dan menerapkan sistem operasional.
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008, tentang
pelayaran
a. Bab I, ketentuan umum
b. Bab VII kepelabuhan, bagi kesatuan tentang tatananan Kepelabuhanan
Nasional
c. Bab VIII keselamatan dan keamanan pelayaran, bagian kedua tentang
keselamatan da keamanan angkutan perairan.
d. Bab X kenavigasian, bagian keenam tentang pemanduan.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009, tentang
kepelabuhanan
Bab IV, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan
Bagian kedua tentang kegiatan pengusahaan di pelabuhan
3. Peraturan menteri perhubungan Nomor 57 tahun 2015, tentang pemanduan
dan penundaan kapal.
10
B. ANALISIS MASALAH
Amamapare.
Wilayah laut dan pesisir merupakan wilayah yang strategis untuk berbagai
aktifitas serta mempunyai karakteristik dan masalah yang unik dan
kompleks yang ditandai dengan berbagai pengguna jasa melakukan
aktifitas dalam memanfaatkan sumber daya alam menurut cara pandang
yang berbeda.
Keanekaragaman aktifitas yang menghasilkan berbagai produktifitas
sumber daya alam menjadi daya tarik bagi pengguna jasa untuk melakukan
pengelolaan dengan memanfaatkan kemudahan dalam pengelolaannya.
Hal ini dapat diartikan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah meningkat
dan untuk mendukung aneka kegiatan angkutan lalu lintas laut maka perlu
dialokasikan kawasan tertentu guna difungsikan sebagai alur perairan yang
terbebas dari segala aktifitas kelautan.
Dalam pembahasan diatas tentang pemanfaatan alur perairan dapat
menimbulkan resiko tubrukan / kecelakaan dialur perairan pelabuhan
Amamapare , adapun proses pelaksanaan pemanduan di pelabuhan
Amamapare yaitu :
a. Proses Pemanduan di Pelabuhan Amamapare.
Proses pemanduan di pelabuhan Amamapare dibuat agar supaya semua
kapal kapal yang masuk atau keluar perairan maupun yang sandar atau
lepas sandar serta berlabuh jangkar didalam kolam Bandar dapat
dilaksanakan dengan baik demi untuk keselamatan kapal dan
lingkungan serta membantu nakhoda agar dapat bernavigasi dialur
dengan tertib, lancar dan aman serta memberi informasi tentang
keadaan alur perairan.
11
Informasi kapal-kapal yang akan datang di pelabuhan Amamapare
diperoleh dari agen 2 x 24 jam sebelum kapal tiba di Outer Buoy dan
diteruskan ke Port Control via email, dan selanjutnya diinformasikan
kepada petugas pandu serta loading master . Setelah pandu menerima
informasi kedatangan kapal, maka petugas pandu membuat jadwal
untuk membawa kapal masuk dari Outer Buoy sampai sandar di
dermaga mulai dari tanggal dan jam berapa petugas pandu akan naik
dikapal.
12
- Pada saat berpapasan harus tetap menjaga kecepatan kapal dalam
keadaan kecepatan aman begitupun pada saat over taking atau
menyusul kapal lain. Hal ini merupakan faktor yang bisa
menyebabkan kapal besenggolan atau mengalami tubrukan karena
kurangnnya koordinasi antar kapal dan tidak memperhatikan arah
dan kekuatan angin serta arus ditambah alur yang sempit dan
dangkal.
- Jika kapal dijadwalkan sandar pada saat arus kencang yang
berisiko bahaya, pandu dapat menangguhkan pemanduan hingga
arus memungkinkan untuk olah gerak kapal sandar dengan aman.
b. Tingkat Kesulitan Pemanduan di Pelabuhan Amamapare.
Proses pemanduan di Amamapare mempunyai beberapa tingkat
kesulitan antara lain :
- Pada saat kapal sandar dengan kondisi arus kuat dan angin bertiup
kencang, petugas pandu harus sangat berhati-hati karena hanya
menggunakan satu kapal tunda yang diikat di haluan kapal.
- Pada saat kapal akan sandar maupun lepas sandar, ruang putar
didepan dermaga sangat sempit.
- Petugas pandu kesulitan untuk naik kekapal maupun turun dari
kapal di Outer Bouy ( Bouy A ) pada saat cuaca buruk ombak
besar, angin kencang.
- Kedalaman alur perairan pelabuhan Amamapare terbatas
khususnya antara buoy no.2 (dua) dan 3 ( tiga ) sampai dengan
buoy no.4 (empat) dan 5 ( lima ).
13
sandar maupun yang lepas sandar harus ektra hati-hati karena hanya
menggunakan satu unit kapal tunda yang diikat dihaluan kapal yaitu
TB.Ocean Zircon sedangkan TB. Tembaga II atau TB. Mimika I tidak di
ikat diburitan hanya bisa untuk mendorong buritan kapal serta Horse
power yang kecil, sementara ruang putar didepan dermaga sangat sempit
di tambah dengan kekuatan arus yang kuat dan angin sering bertiup
kencang, jadi saat kapal akan sandar dan maneuver berputar didepan
dermaga, buritan kapal cenderung membentur dermaga karena kapal tunda
diburitan kapal tidak di ikat sehingga buritan kapal tidak bisa ditarik. Pada
saat kapal akan sandar, harus membutuhkan konsentrasi penuh dan
berhati-hati agar supaya menghindari benturan antara kapal dengan
dermaga.
C. PEMECAHAN MASALAH
14
b. Setiap petugas Pandu haruslah cakap dan mengenal kondisi perairan
pelabuhan Amamapare agar dapat memberi advice kepada nakhoda
kapal dengan benar dan sesuai dengan kondisi perairan yang ada.
c. Alur perairan pelabuhan Amamapare haruslah dilengkapi dengan sarana
bantu navigasi guna menghindari tubrukan antar kapal seperti buoy yang
berfungsi dengan baik serta rambu penuntun yang terpasang sesuai
dengan yang ada di peta area setempat.
d. Adanya pemetaan terhadap daerah yang mempunyai hambatan yang
dapat menyebabkan kecelakaan serta penertiban perahu-perahu nelayan
yang dapat menggangu lalu lintas pelayaran.
15
4. Perkiraan lebih tepat dari penglihatan yang sekiranya mungkin
dilakukan bilamana radar digunakan untuk menentukan jarak antara
kapal dengan benda yang lain disekitarnya.
b. Dalam hal olah gerak sandar maupun lepas sandar harus benar-benar
memperhatikan kondisi perairan disekelilingnya karena ruang putar
didepan dermaga sangat sempit dan harus hati-hati. Dalam hal ini tunda
yang membantu olah gerak sandar maupun lepas sandar haruslah terikat
dihaluan maupun tunda yang berada diburitan harus dalam posisi terikat
supaya memudahkan olah gerak kapal berputar didepan dermaga yang
sempit sehingga meminimalisir terjadinya kecelakaan, selain itu
kekuatan atau daya tunda yang digunakan harus sesuai dengan panjang
kapal sesuai dengan PM 57 tahun 2015 tentang Pemanduan dan
Penundaan Kapal.
16
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan pada bab II dan III dapat
disimpulkan bahwa fakta yang paling dominan sehingga dapat mempengaruhi
adanya resiko tubrukan / kecelakaan dialur perairan Amamapare dan
sempitnya alur, kolam yang mengakibatkan harus ekstra hati-hati dalam olah
gerak yaitu :
1. Human error baik dari kesalahan petugas pandu maupun kesalahan
nakhoda, mualim jaga serta juru mudi yang tidak cakap.
2. Sarana bantu navigasi buoy-buoy tidak berfungsi dengan baik serta
terjadinya pergeseran buoy-buoy yang tidak sesuai dengan yang ada di
peta area setempat.
3. Adanya faktor dari luar yaitu kondisi alam seperti arus kuat, angin
kencang, dan gelombang tinggi. Dimana kekuatan arus 3 knot sampai
dengan 5 knot dan bila cuaca buruk kecepatan angin ± 40 knot ditambah
ketinggian gelombang 4 meter.
4. Adanya sarana bantu pemanduan yang kurang maksimal dalam
membantu olah gerak kapal, dimana hanya ada satu tunda yang bisa
terikat dihaluan sedangkan diburitan hanya bisa mendorong, dan daya
tunda tersbut tidak sesuai dengan kebutuhan dalam membantu olah gerak
kapal-kapal besar.
17
B. SARAN
Mengingat betapa pentingnya keselamatan untuk semua pihak maka
disarankan agar dalam upaya meningkatkan keselamatan dan mutu pelayanan
pemanduan di pelabuhan Amamapare dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Agar pelaksanaan pemanduan dapat berjalan dengan baik, maka petugas
pandu harus cakap dan berpengalaman dan mengerti kondisi perairan
yang ada, begitupun setiap crew kapal harus bisa dan mengerti akan
tanggung jawabnya diatas kapal.
2. Pengadaan sarana bantu navigasi haruslah up to date sesuai dengan yang
ada dilapangan dan dipetakan sesuai dengan area dimana buoy tersebut
berada.
3. Dalam proses pemanduan, seorang pandu haruslah pandai melihat
kondisi cuaca yang ada, jangan sampai melakukan pemanduan bila
kondisi cuaca tidak memungkinkan karena dapat berakibat fatal bagi
keselamatan.
4. Sarana bantu pemanduan berupa tunda yang membantu dalam proses
olah gerak kapal harus sesuai dengan kebutuhan dan di ikat di haluan dan
buritan kapal sesuai dengan PM 57 Tahun 2015 tentang Pemanduan.
18
DAFTAR PUSTAKA
19