DIFFICULT VENTILATION
Oleh
Zhafirah Rana Labibah
212011101055
Pembimbing
dr. Taufiq Gemawan, Med.Klin, Sp. An
DIFFICULT VENTILATION
Oleh
Zhafirah Rana Labibah
212011101055
Pembimbing
dr. Taufiq Gemawan, M.Ked.Klin, Sp. An
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
DAFTAR TABELv
DAFTAR GAMBARi
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cedera Vertebra Cervikal
2.1.1 Definisi
2.1.2 Patofisiologi
2.1.3 Manifestasi Klinis
2.1.4 Diagnosis
2.1.5 Tatalaksana
2.2 Tindakan Operasi
2.2.1 Preoperatif
2.2.2 Perioperatif
2.2.3 Postoperatif
BAB 3. LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
3.2 Anamnesis
3.3 Pemeriksaan fisik
3.4 Pemeriksaan laboratorium
3.5 Pemeriksaan Radiologi
3.6 Diagnosis
3.7 Pre Operatif
3.8 Intra Operatif
3.9 Pasca Operatif
3.10Follow Up Pasien
4
BAB 4. PEMBAHASAN
4.1 Pre Operasi
4.2 Intra Operasi
4.3 Pasca Operasi
4.4 Follow Up
BAB 5. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB 1. PENDAHULUAN
2.1 Anatomi
Saluran napas atas terdiri dari faring, hidung, mulut, laring, trakea, dan
bronkus. Mulut dan faring juga merupakan bagian dari saluran cerna bagian atas.
Struktur laring sebagian berfungsi untuk mencegah aspirasi ke dalam trakea.
Terdapat dua jalan napas pada manusia, yaitu hidung yang mengarah ke
nasofaring dan mulut yang mengarah ke orofaring. Keduanya dipisahkan di
bagian anterior oleh palatum dan bergabung di bagian posterior di faring. Faring
adalah struktur fibromuskular berbentuk U yang memanjang dari dasar tengkorak
ke kartilago krikoid pada jalan masuk esofagus. I Bagian depannya terbuka ke
dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars
laryngeal). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh bidang imajiner yang
memanjang ke posterior.
Di dasar lidah, epiglotis secara fungsional memisahkan orofaring dari
laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah aspirasi dengan menutup
glotis selama menelan. Laring adalah kerangka kartilago yang disatukan oleh
3
ligamen dan otot. Laring terdiri dari sembilan tulang rawan, yaitu tiroid, krikoid,
epiglotis, dan (sepasang) arytenoid, corniculate, dan cuneiform. Kartilago tiroid
Saraf sensorik saluran napas bagian atas berasal dari saraf kranial.
Membran mukosa hidung dipersarafi oleh divisi ophthalmic (V1) nervus
trigeminal anterior (nervus etmoidalis anterior) dan pada bagian posterior oleh
divisi maxillary (V2) (nervus sphenopalatina). mendapat serabut saraf sensori dari
nervus trigeminus (V) untuk mempersarafi permukaan superior dan inferior dari
palatum molle dan palatum durum. Nervus olfaktoris (saraf kranial I)
menginervasi mukosa hidung untuk memberikan indera penciuman.
Nervuslingual (cabang dari divisi mandibula [V3] nervus trigeminal) dan nervus
glossopharyngeal (saraf kranial kesembilan) memberikan sensasi umum pada dua
pertiga anterior dan sepertiga posterior lidah. Cabang dari nervus fasialis (VII)
dan fnervus glossopharyngeal masing-masing memberikan sensasi rasa pada area
tersebut. Nervus glossopharyngeal juga mempersarafi atap faring, tonsil, dan
4
dari nervus laring superior dapat menyebabkan suara serak atau suara lemah,
tetapi tidak membahayakan kontrol jalan napas.
Paralisis unilateral dari nervus laringeus rekuren menyebabkan paralisis
pita suara ipsilateral yang menyebabkan penurunan kualitas suara. Dengan asumsi
nervus laring superior yang utuh, kelumpuhan nervus laring rekuren bilateral akut
dapat menyebabkan stridor dan gangguan pernapasan karena masih ada tekanan
otot krikotiroid yang tersisa. Masalah jalan napas lebih jarang pada kerusakan
nervus laring rekuren bilateral kronis karena adanya mekanisme kompensasi
(misalnya, atrofi otot laring).
Cedera bilateral pada nervus vagus mempengaruhi nervus laringeus
superior dan rekuren. Dengan demikian, denervasi vagus bilateral menghasilkan
pita suara flasid dan midposisi yang serupa saat setelah pemberian suksinilkolin.
Meskipun fonasi sangat terganggu pada pasien ini, kontrol jalan napas jarang
menjadi masalah.
Suplai darah untuk laring berasal dari cabang-cabang arteri tiroid. Arteri
krikotiroid muncul dari arteri tiroid superior itu sendiri, cabang pertama yang
keluar dari arteri karotis eksterna, dan melintasi membran krikotiroid bagian atas
yang memanjang dari kartilago krikoid ke kartilago tiroid. Arteri tiroid superior
ditemukan di sepanjang tepi lateral dari membrane krikotiroid. Arteri tiroidea
superior ditemukan sepanjang tepi lateral dari membran krikotiroid. Ketika
merencanakan krikotirotomi, anatomi dari arteri krikoid dan arteri tiroid harus
dipertimbangkan tetapi jarang berefek pada praktek klinis. Teknik paling baik
adalah untuk tetap pada garis tengah, antara kartilago krikoid dan tiroid.
Trakea dimulai di bawah kartilago krikoid dan meluas ke carina, titik di
mana bronkus utama kanan dan kiri bercabang, Di bagian anterior, trakea terdiri
dari cincin tulang rawan, sedangkan pada posterior, trakea adalah membrane
(Butterworth dkk., 2018).
trakea atau penyisipan alat jalan napas. Perannya sebagi teknik penyelamatan
untuk ventilasi jika intubasi trakea gagal atau terbukti sulit. Oleh karena itu, ahli
anestesi harus memiliki kemampuan dan keterampilan ventilasi sungkup,
pengetahuan tentang penyebab sulit ventilasi sungkup, dan mengembangkan
pilihan manajemen alternatif ketika teknik ventilasi sungkup sulit atau tidak
mungkin. Ini bentuk titik awal dari mayoritas anestesi umum dan yang lebih
penting, ini adalah teknik fall-back penting untuk mempertahankan oksigenasi
selama gagal atau sulit intubasi (El-Orbany dan Woehlck, 2009).
lidah, yang dapat menyumbat jalan napas. Jari kelingking ditempatkan di bawah
sudut rahang dan digunakan untuk mendorong rahang ke depan. Ini merupakan
manuver yang paling penting untuk memungkinkan ventilasi bagi pasien.
Dalam situasi sulit, dua tangan mungkin diperlukan untuk memberikan
dorongan rahang yang memadai dan untuk membuat sungkup tertutup rapat. Oleh
karena itu, asisten mungkin diperlukan untuk memeras kantong pernapasan (bag),
atau ventilator mesin dapat digunakan. Dalam kasus seperti itu, ibu jari menahan
sungkup ke bawah, dan ujung jari atau buku jari menggeser rahang ke depan.
Obstruksi selama ekspirasi mungkin karena tekanan ke bawah yang berlebihan
dari sungkup atau efek ball-valve dari jaw thrust. Pertama, dengan mengurangi
tekanan pada masker, dan yang terakhir dengan melepaskan dorongan rahang
selama fase siklus pernapasan ini. Seringkali sulit untuk membentuk masker yang
pas dengan pipi pasien edentulous. Ventilasi tekanan positif menggunakan masker
biasanya harus dibatasi hingga 20 cm H2O untuk menghindari inflasi lambung.
Jika jalan napas paten, meremas bag akan menyebabkan naiknya dada. Jika
ventilasi tidak efektif (tidak ada tanda-tanda dada naik, tidak ada CO2 end-tidal
yang terdeteksi, tidak ada kabut di sungkup), oral atau nasal airway dapat
ditempatkan untuk meringankan obstruksi jalan napas sekunder akibat jaringan
faring yang berlebihan. Ventilasi sungkup yang sulit sering ditemukan pada
pasien dengan obesitas morbid, janggut, dan deformitas kraniofasial.
Sebagian besar saluran udara pasien dapat dipertahankan dengan sungkup
wajah dan oral atau nasofaring airway. Ventilasi sungkup untuk waktu yang lama
dapat mengakibatkan cedera karena tekanan pada cabang saraf trigeminal atau
wajah. Karena tidak adanya tekanan positif jalan napas selama ventilasi spontan,
hanya sedikit gaya ke bawah pada masker wajah yang diperlukan untuk membuat
segel yang memadai. Jika sungkup wajah dan tali sungkup digunakan untuk waktu
yang lama, posisinya harus diubah secara teratur untuk mencegah cedera.
Perawatan harus dilakukan untuk menghindari sungkup atau kontak jari dengan
mata, dan mata harus ditutup lakban untuk meminimalkan risiko abrasi kornea
(Butterworth dkk., 2018).
8
dapat diventilasi dengan mudah dan Grade 4 adalah mereka yang tidak mungkin
untuk diventilasi. Pasien grade 3 dan 4 cenderung meningkatkan risiko ventilasi
yang tidak memadai setelah induksi anestesi. Skala ini untuk menstandardisasi
bahasa dan mencegah kebingungan dalam perbandingan data. Ada beberapa
batasan skala Han yang harus dipertimbangkan. Pertama, skala belum divalidasi.
Ini mungkin berguna untuk deskripsi klinis, tetapi mungkin tidak dapat
direproduksi atau cukup sensitif ketika digunakan untuk perbandingan data
dan/atau tujuan penelitian. Kedua, mirip dengan menilai tampilan laring,
interpretasi derajat sulit ventilasi sungkup sebagian subjektif dan tergantung
operator.
2.3.2 Patofisiologi
Ketidakmampuan untuk ventilasi sungkup yang memadai dapat
disebabkan oleh mekanisme dasar yang berbeda yang secara luas dapat dibagi
menjadi dua, yaitu terkait teknik dan terkait jalan napas. Kesalahan dalam teknik,
malfungsi peralatan, posisi kepala yang kurang optimal, efek samping obat-obatan
tertentu, obstruksi jalan napas parsial atau total secara patologis dapat
menyebabkan sulit ventilasi sungkup. Meskipun mekanisme yang mendasarinya
diperbaiki akan ada risiko kegagalan ventilasi sungkup yang berulang. Misalnya,
pasien obstructive sleep apnea merupakan risiko berulang kecuali jika patologi
faring dikoreksi. Di sisi lain, meskipun spasme laring karena anestesi ringan dapat
13
mungkin sulit karena pengukuran sungkup yang digunakan atau kesalahan dengan
mesin anestesi.
Beberapa aspek anestesi umum itu sendiri diperkirakan memainkan
peran. Opioid dosis tinggi, kedalaman anestesi yang tidak memadai dan relaksasi
otot yang tidak memadai semua dapat menyebabkan untuk meningkatkan
kekakuan otot, penurunan pengembangan dinding dada dan sulit ventilasi
sungkup. Kekakuan dinding dada terkait dengan opioid dosis tinggi tidak terlihat
pada pasien dengan trakeostomi. Hal ini mengarah pada dugaan bahwa resistensi
terhadap ventilasi sungkup sebenarnya karena penutupan pita suara yang dapat
diperbaiki dengan relaksan otot. Faktor-faktor ini telah menyebabkan perdebatan
tentang waktu pemberian relaksan otot dan apakah mungkin untuk ventilasi
sungkup pada pasien sebelum pemberian relaksan otot. Relaksan otot dapat
membuat ventilasi sungkup lebih mudah dengan menghilangkan kekakuan dan
laringospasme, atau lebih sulit, dengan menyebabkan hilangnya tonus dan kolaps
saluran napas bagian atas. The 4th National Audit Project by the Royal College of
Anaesthetists and Difficult Airway Society (DAS) menemukan itu dalam beberapa
kasus, anestesi ringan dan keengganan untuk memberikan relaksan otot mungkin
telah menyebabkan cedera pada pasien. Oleh karena itu, dibuatlah rekomendasi
berikut:
1. Jika sungkup muka atau sungkup laring anestesi diperumit oleh kegagalan
ventilasi dan meningkatkan hipoksia, ahli anastesi harus mempertimbangkan
pemberian awal agen anestesi yang lebih lanjut dan atau relaksan otot untuk
menyingkirkan dan mengobati laringospasme.
2. Ahli anestesi tidak boleh membiarkan obstruksi jalan napas dan hipoksia untuk
berkembang ke tahap dimana pembedahan jalan nafas darurat diperlukan tanpa
memberikan relaksan otot (Registrar dkk., 2015).
2. Faktor pasien
Mampu mengantisipasi sulit ventilasi sungkup dapat membantu dokter
anestesi merumuskan rencana pengelolaan jalan napas yang aman untuk pasien.
Sebuah cara sederhana dan meyakinkan untuk menilai pasien adalah memeriksa
16
Tabel 2.4 Faktor pasien yang terkait dengan ventilasi sungkup sulit
Pembesaran jaringan lunak Abnormal anatomi
Lidah besar/epiglottis Edentulous
Hiperplasia tonsilar Berjenggot
Oedem jalan nafas Tumor jalan nafas atas atau
Reaksi fisiologis bawah
Laringospasme Kompresi ekstrinsik jalan
Bronkospasme nafas
Benda asing
Pneumothorak
Fistula bronkopleural
Deformitas dinding dada
Leher sebelumnya tidak disinar
Tabel 2.6 Mnemonik OBESE fator pasien yang berhubungan dengan ventilasi
sulit
OBESE
O Obese (BMI >26kg/m2)
B Bearded
E Edentulous
S Snoring
E Eldery (>55 tahun)
Sumber: Registrar dkk. (2015)
18
ventilasi masker tidak mungkin dilakukan dan itu juga merupakan faktor risiko
yang signifikan untuk intubasi sulit. Pertimbangan cermat rencana jalan nafas
pasien dengan sebelumnya pernah radiasi pada leher memungkinkan untuk
menyulitkan akses jalan napas melalui pembedahan.
2.3.4 Manajemen
Pengelolaan ventilasi sungkup sulit dapat dibagi menjadi dua skenario:
dicurigai dan tak terduga. Pada sulit ventilasi sungkup yang dicurigai, langkah-
langkah sederhana yang dapat diambil seperti mencukur jenggot, penurunan berat
badan dan menjaga gigi palsu in situ untuk memperbaiki segel dan
menghilangkan mereka segera sebelum intubasi. Beberapa dokter anestesi
menemukan bahwa merapikan jenggot dengan jelly bisa memperbaiki penguncian
sungkup, namun pengelolaan yang optimal adalah mencukur jenggot dengan
kerjasama pasien. Rencana jalan napas harus dibentuk dan didiskusikan dengan
asisten anestesi untuk memungkinkan persiapan peralatan yang diperlukan.
Preoksigenasi optimal sangat penting dengan tujuan memberikan peningkatan
waktu apneu untuk memungkinkan lebih banyak waktu untuk manajemen jalan
napas sebelum saturasi oksigen pasien menurun. Posisi yang tepat dari pasien
membantu meningkatkan waktu apneu dengan mengurangi atelektasis. Pada
pasien obesitas, telinga harus pada tingkat yang sama seperti sternalis notch dan
mungkin ada kebutuhan untuk meninggikan pasien. Peninggian posisi leher pasien
membantu untuk memperbaiki baik ventilasi dan tampilan laringoskopi dengan
menyelaraskan mulut, sumbu faring dan laring.
Metode alternatif untuk mempertahankan oksigenasi pasien
menggunakan Transnasal Humidified Rapid-Insufflation Ventilatory Exchange
(THRIVE). Aliran tinggi oksigen yang dilembabkan terus-menerus dihantarkan
transnasal pre dan post induksi anestesi sebelum jalan nafas definitif aman.
THRIVE hanya bekerja jika jalan napas tetap paten, yang merupakan kunci sukses
ventilasi sungkup, jadi jika dimungkinkan untuk menggunakan THRIVE maka itu
memungkin untuk dilakukan ventilasi sungkup. Dalam kasus di mana ada tanda-
20
tanda yang mengarah sulit ventilasi sungkup dan berpotensi intubasi sulit, intubasi
fiberoptik mungkin pilihan yang tepat.
Jika sulit ventilasi sungkup diprediksi tetapi intubasi mudah diketahui
sebelumnya, dipertimbangkan untuk rapid sequence induction. Manfaat dari
pendekatan ini adalah onset lebih cepat dari blokade neuromuskular untuk
memfasilitasi intubasi lebih awal tanpa perlu untuk ventilasi sungkup. Risiko yang
terkait dengan ini adalah multipel dan harus dianggap dasar case by case. Risiko
utama termasuk desaturation dalam waktu onset relaksasi otot dan kegagalan
untuk intubasi. Dalam kasus elektif rencana cadangan untuk risiko ini akan
menyisipkan supraglottic airway devices untuk menyediakan ventilasi tetapi
dalam kasus-kasus darurat tanpa berpuasa, ini berisiko terjadi aspirasi.
Pertimbangan harus diberikan untuk intubasi fiberoptik terjaga pada pasien ini.
Kunjungan pra operasi harus termasuk diskusi tentang pilihan dan risiko dengan
pasien.
Ketika ventilasi sungkup tiba-tiba sulit, manajemen menjadi proses yang
dinamis. Ada yang tidak setuju algoritma dewasa tapi the Association of
Paediatric Anaesthetists of Great Britain and Ireland bersama dengan DAS telah
menghasilkan suatu algoritma untuk sulit MV pada anak usia 1-8 tahun. Ada
algoritma yang diusulkan oleh El-Orbany dan Woehlck merinci langkah-langkah
manajemen dalam sulit MV. Meskipun kebanyakan kelompok anestesi belum
mengadopsi ini, itu merupakan pendekatan yang bijak untuk masalah ini.
Langkah pertama dalam manajemen: mengoptimalkan posisi pasien dan
penggunaan tambahan saluran napas seperti jalan nafas oropharyngeal dan
nasofaring, aplikasi berkelanjutan dari tekanan positif jalan nafas, memeriksa
kedalaman anestesi, relaksasi otot dan mengurangi tekanan krikoid. Jika kesulitan
menetap, yaitu saturasi yang menurun atau ada penurunan dari end- tidal karbon
dioksida kemudian harus memanggil bantuan untuk teknik 2 orang (atau 4 tangan)
dan/atau perubahan operator dan minta untuk trolley jalan nafas sulit. Jika ini
tidak memperbaiki situasi dan saturasi sekarang < 90 %, situasi harus dianggap
sebagai skenario ventilasi sungkup tidak mungkin.
21
Gambar 2.5 Algoritma ventilasi sungkup yang sulit (Registrar dkk., 2015)
2.3.5 Komplikasi
Sulit ventilasi sungkup dapat menyebabkan berbagai komplikasi dengan
perhatian utama menjadi kegagalan untuk mengoksidasi pasien menyebabkan
kematian, cidera otak hipoksia atau iskemia miokard. Komplikasi lain termasuk
luka pada mata, hidung dan mulut. Cedera mata dapat terjadi karena trauma
langsung dari masker atau jari; gas kering bocor dari masker bisa sendiri
menyebabkan kerusakan. Tambahan jalan napas hidung dapat menyebabkan
bagian palsu dan perdarahan yang selanjutnya dapat kompromi jalan napas. Pasien
23
BAB 3. KESIMPULAN
Ventilasi sulit menjadi salah satu tantangan terbesar ahli anestesi. Ahli
anestesi harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk intubasi sehingga
bisa menyelamatkan banyak nyawa. Ventilasi termasuk dalam manajemen jalan
napas. Jalan napas sulit bisa mengancam nyawa pasien. Ventilasi yang sulit
merupakan masalah yang sering dan signifikan ditemui selama anestesi yang
menjadi faktor utama yang mendasari morbiditas dan mortalitas terkait anestesi.
Perannya adalah sebagai teknik penyelamatan jika intubasi trakea gagal atau
terbukti sulit. Oleh karena itu, ahli anestesi harus memiliki kemampuan dan
keterampilan ventilasi sungkup, pengetahuan tentang penyebab sulit ventilasi
sungkup, dan mengembangkan pilihan manajemen alternatif ketika teknik
ventilasi sungkup sulit atau tidak mungkin sehingga bisa menyelamatkan nyawa
pasien.
25
DAFTAR PUSTAKA