Anda di halaman 1dari 31

TEORI BELAJAR MEDAN: KURT LEWIN

Makalah
diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliahDiagnosis Kesulitan Belajar
yang diampu oleh Dr. Suherman, M.Pd.

Disusun oleh.

Rifa Syafiya 1707562


Rian Adrian 1707199
Emria Fitri 1707587

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas selesainya penulisan
makalah dengan judul “Teori Belajar Medan: Kurt Lewin”.Makalah inidiajukan
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Diagnosis Kesulitan Belajar. Makalah ini
membahas teori belajar medan dari Kurt Lewin.

Keberhasilan penulisan makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai


pihak, pada kesempatan ini perkenankan penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. Suherman, M.Pd, selaku dosen pembimbing mata kuliah
Diagnosis Kesulitan Belajar.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, untuk
kepentingan pengembangan ilmu, khususnya ilmu Bimbingan dan Konseling.
Terakhir, mohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan, dengan segala
kerendahan hati penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Oktober2018

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Makalah...........................................................................................2
D. Sistematika Penulisan..................................................................................2
BAB II TEORI KEPRIBADIAN: KURT LEWIN
A. Biografi Kurt Lewin.....................................................................................4
B. Berkembangnya Teori Belajar Medan ........................................................4
C. Pengertian Dasar dan Hakikat Belajar.........................................................7
D. Prinsip/ Hukum Dasar Teori Belajar Medan...............................................8
E. Kondisi yang diperlukan dalam Proses Belajar Efektif.............................12
F. Konsep Pengembangan Motivasi..............................................................13
G. Jenis Kesulitan Belajar dan Faktor Penyebabnya......................................14
H. Peran Guru dan Konselor..........................................................................14
BAB III ANALISIS
A. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Medan .....................................17
B. Perbandingan Teori Belajar Medan dengan Teori Lainnya......................19
BAB IVPENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................23
B. Implikasi....................................................................................................25
C. Saran..........................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................26

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Ruang hidup menurut Kurt Lewin 6
Gambar 2.2 : Situasi yang mengandung hukuman 9
Gambar 2.3 : Situasi yang mengandung hadiah 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang baik disadari atau tidak selalu melakukan aktivitas belajar.
Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali seseorang selalu dihadapkan
kepada stimulus. Stimulus tersebut kadang disadari dan kadang tidak disadari.
Apabila stimulus tersebut disadari maka orang tersebut akan memperoleh
pengetahuan tentang stimulus yang bersangkutan. Namun belajar tidak hanya
sekedar memetakan pengetahuan dan informasi yang disampaikan. Tetapi
bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil
belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalaman yang bermanfaat bagi
pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang membantu individu
belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungannya.
Akibat dari sulitnya menjelaskan proses belajar bagi individu oleh para
psikolog pendidikan, maka muncullah berbagai teori belajar. Teori belajar
merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun
terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai
integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi
tercapainya tujuan pendidikan. Oleh karena itu, dengan adanya teori belajar
akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Kapasitas manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang
membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Kajian tentang
kemampuan manusia untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar
terjadi pada manusia mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan
beragam teori. Salah satu teori belajar yang terkenal adalah teori belajar Kurt
Lewin.
Kurt Lewin (1890-1947) salah seorang tokoh aliran psikologi gestalt yang
memfokuskan diri pada bidang psikologi sosial. Salah satu teorinya yang
berjasa dalam dunia pendidikan baik di lapangan maupun dalam pembelajaran
di kelas adalah Teori Medan Kognisi. Menurut Edgar H. Schein, Profesor of

1
Management Emeritus MIT Sloan School of Management: "There is Nothing
So Practical as a Good Theory:" Lewin's Change Model Elaborated
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah lahir dan berkembangnya teori belajar medan?
2. Bagaimana dasar dan hakikat belajar menurut teori belajar medan?
3. Bagaimana hukum-hukum/ prinsip-prinsip belajar menurut teori belajar
medan?
4. Bagaimana kondisi yang efektif dalam proses belajar menurut teori belajar
medan?
5. Bagaimana kondisi yang efektif dalam proses belajar menurut teori belajar
medan?
6. Bagaimana jenis kesulitan belajar dan faktor penyebabnya menurut teori
belajar medan?
7. Bagaimana peran guru dan konselor menurut teori belajar medan?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui sejarah lahir dan berkembangnya teori belajar medan
2. Untuk mengetahui dasar dan hakikat belajar menurut teori belajar medan
3. Untuk mengetahui hukum-hukum/ prinsip-prinsip belajar menurut teori
belajar medan
4. Untuk mengetahui kondisi yang efektif dalam proses belajar menurut teori
belajar medan
5. Untuk mengetahui kondisi yang efektif dalam proses belajar menurut teori
belajar medan
6. Untuk mengetahui jenis kesulitan belajar dan faktor penyebabnya menurut
teori belajar medan
7. Untuk mengetahui peran guru dan konselor menurut teori belajar medan
D. Sistematika Penulisan
Sistematika makalah ini terdiri dari empat Bab. Bab I adalah pendahuluan
yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sistematika penulisan
makalah. Bab II berisi tentang teori belajar medan dari Kurt Lewin. Bab III

2
merupakan analisis terhadap teori belajar medan terkait kritikan, kelebihan, dan
kelemahan teori belajar medan. Bab IV berisikan Kesimpulan dan Penutup

3
BAB II
TEORI BELAJAR MEDAN:KURT LEWIN

A. Biografi Kurt Lewin


Kurt Lewin lahir pada tanggal 9 September 1890 desa Mogilno, Jerman.
Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara, Lewin menyelesaikan sekolah
menengahnya di Berlin tahun 1905. Kemudian, ia melanjutkan studinya ke
Universitas di Freiburg dengan maksud belajar ilmu kedokteran. Setelah
meraih gelar doktornya pada tahun 1914, Lewin bertugas di ketentaraan
Jerman selama empat tahun. Pada akhir perang ia kembali ke Berlin sebagai
instruktur dan asisten penelitian pada lembaga Psikologi.
Lewin menghabiskan sisa-sisa hidupnya di Amerika Serikat. Ia adalah
profesor dalam bidang psikologi anak-anak pada Universitas Cornell selama
dua tahun (1933-1935) sebelum dipanggil ke Universitas negeri Iowa sebagai
profesor psikologi pada Badan Kesejahteraan Anak. Pada tahun 1945, Lewin
menerima pengangkatan sebagai profesor dan direktur Pusat Penelitian untuk
dinamika kelompok di Institut Teknologi Massachussetts. Pada waktu yang
sama, ia menjadi direktur dari Commission of Community Interrelation of The
Amerika Jewish Congress, yang aktif melakukan penelitian tentang masalah
masalah kemasyarakatan. Ia meninggal secara mendadak karena serangan
jantung di Newton Ville, Massachussetts, pada tanggal 9 Februari 1947 pada
usia 56 tahun.
B. Berkembangnya Teori Belajar Medan
Kurt Lewin mendapat julukan sebagai Bapak Psikologi Sosial karena
buah karya dan pemikiran-pemikirannya yang memiliki dampak yang
mendalam terhadap psikologi sosial terutama dalam masalah dinamika
kelompok dan penelitian tindakan. Namun demikian, buah karya dan
pemikirannya tersebut juga sangat relevan bagi para pendidik dalam dunia
pendidikan. Salah satu buah pemikirannya yang masih dapat dijadikan
referensi guna merujuk perkembangan metode pembelajaran yang makin

4
beragam adalah Teori Medan kognitif yang lebih dikenal dengan Teori
Medan.
Teori Medan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam
psikologi Gestalt. Konstribusi penting dari psikologi ini adalah kritiknya
terhadap pendekatan molekular yang tidak menyeluruh dari behaviorisme S-R.
Ahli-ahli gestalt juga beranggapan bahwa benda-benda hidup berbeda dengan
mesin, selalu hidup dan saling mempengaruhi dengan lingkungannya.
Diantara prinsip penting dalam belajar ala psikologi Gestal adalah adanya
insight atau pemahaman dan pencerahan. Kemudian Lewin menambah unsur
baru dari teori belajar gestalt yang disebut sebagai Teori Medan Kognitif.
Menurut Lewin, individu berada dalam suatu medan kekuatan psikologis.
Individu bereaksi dengan life space (Ruang Hidup) yang mencakup
perwujudan lingkungan di mana siswa bereaksi dengan orang-orang yang
ditemui, obyek material yang dihadapi serta fungsi-fungsi kejiwaan yang
dimiliki. Selain faktor-faktor yang sifatnya personal, perilaku individu juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat sosial lingkungan. Lewin
berpendapat bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor yang bersifat pribadi dan faktor yang bersifat social
Inti dari teori ini adalah adanya Life space (LS) yang merupakan
konstelasi dari faktor-faktor yang menentukan baik individual maupun
lingkungan. Perilaku seseorang (B) dapat digambarkan sebagai fungsi dari 
Life space (LS) dimana LS terdiri dari faktor personal (P) dan lingkungan (E).
Jadi dalam bentuk persamaan maka  B= f (P,E). Life space terbentuk dari
motif-motif, sikap dan hal lain yang merupakan keunikan dari kepribadian
seseorang ditambah dengan tekanan-tekanan sosial seperti norma, hukum dan
sebagainya. Life space ini terbagi atas area atau daerah-daerah yang berbeda
dimana lifespace ini merupakan semua kemungkinan yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Perilaku dikatakan sebagai pergerakan
dalam life space yang merupakan resultan dari kekuatan-kekuatan. Kombinasi
kekuatan positif dan negatif akan menentukan perilaku dari seseorang.

5
Belajar merupakan fenomena kognisi yang penekanannya  lebih tertuju
pada proses mental dan bukan sekedar pengalaman empiris. Disinilah letak
perbedaan mendasar antara kaum kognitivisme dengan behavioralisme. 
Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk
mencapai tujuan. Dalam ruang hidup, siswa memiliki tujuan yang ingin
dicapai, didorong oleh motif hidupnya, sehingga ia berupaya melakukan
sesuatu untuk mencapai tujuan itu. Akan tetapi, selalu ada hambatan yang
merintangi. Bila ia mampu mengatasi hambatan dan dapat mencapai tujuan
itu, maka ia akan memasuki medan kognitif baru, yang di dalamnya berisi
tujuan yang baru pula, dan dia akan berusaha lagi untuk mengatasi hambatan
baru itu, demikian seterusnya pola belajar berlangsung sepanjang hayat. Hal
ini tergambar sebagai berikut.

Motif kegiatan
H
A
M TUJUAN
B
A
T
A
N

Gambar 2.1 ruang hidup menurut Kurt Lewin (Sukmadinata, 2004,


hlm.17)

Kurikulum sekolah dengan segala macam tuntutannya, berupa kegiatan


belajar di dalam kelas, laboratorium, di workshop, di luar sekolah,
penyelesaian tugas-tugas, ujian, ulangan dan lain-lain, pada dasarnya
merupakan hambatan yang harus diatasi. Tantangan yang dihadapi dalam
bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar

6
yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan
membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi
kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang
telah diolah secara tuntas oleh guru sehingga tinggal menelan saja kurang
menarik bagi siswa. Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara  optimal.
C. Pengertian Dasar dan Hakikat Belajar
Teori medan merupakan sekumpulan konsep dengan dimana seseorang
dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Lewin mengatakan bahwa
perilaku manusia pada awal tertentu ditentukan oleh jumlah total dari fakta
psikologis pada waktu tertentu. Menurutnya fakta psikologis adalah segala
sesuatu yang disadari manusia, seperti rasa lapar, ingatan masa lalu, memiliki
sejumlah uang, berada di tempat tertentu atau di depan orang lain. Menurut
Lewin hanya hal-hal yang dialami secara sadar itu yang akan memengaruhi
perilaku; jadi, agar segala sesuatu yang pernah dialami di masa lalu bisa
memengaruhi perilaku saat ini, seseorang harus lebih dahulu menyadarinya.
Perubahan dalam fakta psikologis akan menata ulang seluruh ruang
kehidupannya. Jadi, sebab sebab perilaku senantiasa berubah; sebab-sebab itu
bersifat dinamis. Seseorang berada dalam medan pengaruh yang terus-
menerus berubah, dan satu perubahan dalam salah satu sebab akan
memengaruhi semua sebab lainnya. Inilah yang dimaksud dengan teori medan
psikologis (Lubis, 2012).
Kurt Lewin mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field dengan
menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin
memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan
yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space.
Life space mencakup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi,
misalnya; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi
serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung

7
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur
kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan
kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu.
Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward
(Kurniasih, 2012).
D. Hukum-hukum Dasar/Prinsip Teori Belajar Medan
1. Belajar Sebagai Perubahan Sistem Kognitif
Teori Medan (Field Theory) Lewin mengemukakan bahwa siswa
dalam situasi belajar berada dalam satu medan atau lapangan psikologis
(Dimyati & Mudjiono, 2006, hlm.47). Menghadapi suatu tujuan yang
ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan
belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan
mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi,
artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk ke dalam medan
baru dan tujuan baru, demikian seterusnya.
Menurut Lewin belajar terjadi akibat adanya perubahan struktur
kognitif. Perubahan kognitif adalah hasil dari dua macam kekuatan yaitu
struktur medan kognitif dan motivasi internal individu (Sugandi, 2006,
hlm.31). Apabila seseorang belajar, maka dia akan
tambah pengetahuannya. Artinya tahu lebih banyak dari pada sebelum ia
belajar. Ini berarti ruang hidupnya lebih terdiferensiasi, lebih banyak
subregion yang dimilikinya, yang dihubungkan dengan jalur-jalur tertentu.
Dengan kata lain orang tahu lebih banyak tentang fakta-fakta dan saling
berhubungan antara fakta-fakta itu (Alwisol, 2004).
Perubahan struktur pengetahuan (struktur kognitif) dapat terjadi
karena ulangan; situasi mungkin perlu diulang-ulang sebelum strukturnya
berubah. Akan tetapi yang penting bukanlah bahwa ulangan itu terjadi,
melainkan bahwa struktur kognitif itu berubah. Dengan pengaturan
masalah (problem) yang lebih baik, struktur mungkin dapat berubah
dengan ulangan yang sangat sedikit. Hal ini telah terbukti dalam
ekserimen mengenai insight. Terlalu banyak ulangan tidak menambah

8
belajar; sebaliknya ulangan itu mungkin menyebabkan kejenuhan
psikologis (pychological satiation) yang dapat membawa disorganisasi
(kekacauan) dan dediferensiasi (kekaburan) dalam sistem kognitif
(Suryabrata, 2010, hlm. 282-283).
Perubahan dalam struktur kognitif ini untuk sebagian berlangsung
dengan prinsip pemolaan (patterning) dalam pengamatan, jadi disinilah
lagi terbukti betapa pentingnya pengamatan itu dalam belajar. Perubahan
itu disebabkan oleh kekuatan yang telah intrinsik ada dalam struktur
kognitif. Tetapi struktur kognitif itu juga berubah-ubah sesuai dengan
kebutuhan yang ada pada individu (Suryabrata, 2010, hlm. 283). Kekuatan
psikologis yang bersangkutan dengan suatu kebutuhan dapat berakibat
salah satu di antara dua keadaan berikut.
a. Hal itu dapat dapat mengakibatkan locomotion dalam arah kekuatan,
itu artinya kebutuhan itu dipuaskan dengan jalan biasa, belajar yang
baru tak perlu lagi, dan struktur kognitif tetap baik.
b. Kekuatan itu dapat mengakibatkan perubahan dalam struktur kognitif,
sehingga dengan demikian locomotion dimungkinkan, artinya
hubungan-hubungan dalam situasi dilihat dengan pandangan baru,
sehingga kebutuhan dapat dipuaskan.
2. Hadiah dan Hukuman Menurut Kurt Lewin
Bila kaum Behavioral memandang hadiah dan hukuman sebagai The
Law of Effect and The Law of Reinforcement, maka Kurt Lewin
menggambarkan situasi yang mengandung hadiah atau hukuman sebagai
situasi yang mengandung konflik. Hal ini digambarkannya dalam topologi
berikut:
a. Situasi yang mengandung hukuman
B
Hk p Tg
(-) fHk Ftg (-)

B
Gambar 2.2 Situasi yang mengandung hukuman

9
Di dalam situasi yang digambarkan di atas, pribadi (P) harus
melakukan pekerjaan atau tugas yang tidak menyenangkan (Tg),
karenanya ada kebutuhan untuk meninggalkan tugas yang tidak
menyenangkan itu. Supaya ia tetap mengerjakan tugas itu, ada ancaman
hukuman bila ia tidak menyelesaikan tugas tersebut (Hk). Sehingga dalam
situasi seperti ini lalu timbul konflik, yaitu si pribadi harus memilih
diantara dua kemungkinan yang tidak menyenangkan tersebut. Dalam
situasi ini, malah ada kecenderungan pribadi menghindarkan diri dari
kedua kondisi yang tidak menyenangkan dirinya. Supaya pribadi tidak
meninggalkan medan itu maka harus dibuat barier (B); barier dalam
kehidupan nyata adalah kekuasaan atau pengawasan.

b. Situasi mengandung hadiah

B
Tg (-) Hd (+)
P
fHdFTg

Gambar 2.3 Situasi yang mengandung hadiah

Dalam situasi yang mengandung hadiah, pribadi tidak perlu


dimasukkan dalam tembok pengawasan seperti yang digambarkan pada
topologi yang mengandung hukuman, karena sifat menariknya hadiah akan
menahan pribadi untuk tetap berada dalam medan. Akan tetapi barier (B)
tetap diperlukan untuk mencegah supaya pribadi jangan sampai
memperoleh hadiah secara langsung tanpa mengerjakan tugas yang
seharusnya dikerjakan. Pengawasan dalam situasi ini masih diperlukan
karena hadiah (Hd) berhubungan dengan aktivitas menjalankan tugas (Tg)
secara eksternal, maka selalu ada kecenderungan untuk mencari jalan
lebih singkat bahkan bila mungkin mendapatkan hadiah tanpa
mengerjakan tugasnya. Karena ada kecenderungan yang demikian itu,
maka haruslah dicegah supaya jangan sampai dia (P) mencari Hd melalui

10
jalan yang tidak seharusnya. Karena itu di sini pengawasan itu juga perlu,
tetapi tidak sekeras dalam situasi mengandung hukuman (Suryabrata,
2010).
3. Masalah Berhasil dan Gagal
Kurt Lewin lebih setuju penggunaan istilah sukses dan gagal dari
pada istilah hadiah dan hukuman. Suatu pengalaman sukses haruslah
dimengerti sesuai dengan apa yang telah dikerjakan atau dicapai oleh
seseorang (pelajar) dan hubungan antara sukses pencapaian tujuan ternyata
bukanlah hal-hal yang sederhana. Menurut Suryabrata (2010) gejala
psikologis mengenai sukses dipandang dari segi pelajar, setidak-tidaknya
mengandung kemungkinan hal-hal berikut.
a. Orang akan mendapatkan pengalaman sukses kalau dia mencapai apa
yang menjadi keinginannya.
b. Orang juga mungkin sudah mendapatkan pengalaman sukses kalau dia
mendekati atau dalam daerah tujuan.
c. Kadang-kadang dapat juga terjadi bahwa orang telah mendapatkan
pengalaman sukses kalau dia berbuat dalam cara yang oleh umum
dianggap sebagai tindakan yang dapat menuju ke pencapaian tujuan.
Suryabrata (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa pengalaman
sukses dan gagal itu bersifat individual. Kejadian yang sama mungkin
dialami sebagai sukses oleh seseorang, sedang oleh orang lain mungkin
dialami sebagai kegagalan.
4. Sukses Memberi Mobilisasi Energi Cadangan
Kurt Lewin beranggapan bahwa dinamika kepribadian itu
dikarenakan oleh adanya energi dalam diri seseorang yang disebut energi
psikis. Energi psikis inilah yang dipergunakan untuk berbagai aktivitas
seperti mengamati, mengingat, berpikir dan sebagainya. Dalam keadaan
sehari-hari, hanya sedikit saja energi psikis yangdipergunakan dan sisanya
tersimpan sebagai energi cadangan. Apabila orang mendapat pengalaman
sukses, maka akan terjadi mobilisasi energi cadangan sehingga
kemampuan individu  untuk  menyelesaikan problem bertambah. Oleh

11
sebab itu secara praktis sangat dianjurkan untuk sebanyak mungkin
memberikan kesempatan kepada para peserta didik kita supaya mereka
mendapatkan pengalaman sukses.
E. Kondisi yang Diperlukan dalam Proses Belajar Efektif
Teori Medan (Field Theory) Kurt Lewin (Bernard Weiner)
mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam satu medan
atau psikologis lapangan. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan
yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan
belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan
mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya
tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk ke dalam medan baru dan
tujuan baru, demikian seterusnya. Teori Lewin menganggap belajar sebagai
proses relativistik dimana seorang terpelajar mengembangkan wawasan baru
atau perubahan yang lama.Pembelajaran bukanlah proses mekanistik untuk
menghubungkan rangsangan dan respon dalam organisme biologis.
Suryabrata (2010, hlm. 290) mengemukakan beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk mencapai pembelajaran yang efektif berdasarkan teori
belajar medan, yaitu sebagai berikut.
1. Proses belajar dipengaruhi oleh banyak sekali faktor-faktor. Pendidik
harus mengatur faktor-faktor tersebut supaya terpengaruh menguntungkan
bagi belajarnya anak didik.
2. Motif merupakan faktor yang menentukan dalam belajar, menentukan
berhasil atau tidaknya usaha belajar. Karena itu pendidik harus berusaha
mempergunakan faktor ini sebaik-baiknya.
3. Taraf aspirasi para anak didik bermacam-macam, maka pendidik harus
mengenal taraf aspirasi peserta didik dan bertindak sesuai dengan
pengetahuan tersebut.
4. Anak didik perlu dibuatkan tujuan sementara untuk memberi arah kepada
usaha mereka dalam belajar.
5. Berdasar atas pendirian eklektik, hendaklah digunakan hukum-hukum
belajar yang setempat mungkin, supaya usaha belajar lebih berhasil.

12
Misalnya saja untuk belajar yang bersifat keterampilan atau kecekatan
(skill) lebih tepat didasarkan pada hukum-hukum moleculer, tetapi belajar
yang bersifat konseptual lebih tepat kalau di dasarkan pada hukum-hukum
molar.
F. Konsep Pengembangan Motivasi Menurut Teori Belajar Medan
Hadiah dan Hukuman merupakan sarana motivasi yang efektif. Tetapi
dalam penggunaannya memerlukan pengawasan. Nilai yang baik bagi peserta
didik pada umumnya merupakan sesuatu hal yang diinginkan (hadiah). Tetapi,
tugas-tugas dalam belajar untuk mencapai nilai tersebut pada umumnya
dianggap sebagai hukuman yang membebani dan kurang menarik.
Ahli-ahli yang mengikuti/menerima law of effect dan law of reinforcement
seringkali menganalisis sampai mengungsur lingkungan atau keadaan yang
mendorong pelajar untuk mendekati hadiah dan menjauhi hukuman. Kurt
Lewin menggambarkan situasi yang mengandung hadiah atau hukuman itu
sebagai suatu yang mengandung konflik.
a. Situasi yang mengandung hukuman.
Sebagai contoh: Dalam suatu situasi terdapat seseorang yang harus
melakukan suatu pekerjaan yang ia tidak suka atau tidak menyenangkan,
karena adanya kebutuhan untuk meninggalkan tugas yang tidak menyenangkan
itu. Supaya ia tetap dalam pekerjaan itu maka ada ancaman hukuman kalau dia
tak mengerjakan (Suryabrata, 2010).
Dalam situasi ini seseorang mengalami konflik antara dua hal yang tidak
menyenangkan itu, maka kecenderungannya ialah ia akan meninggalkan situasi
yang serba tidak menyenangkan, untuk menghindari dua hal itu. Supaya
seseorang tidak meninggalkan medan itu maka harus ada rintangan. Rintangan
ini dalam kehidupan biasa adalah kekuasaan, konkretnya lagi, dalam situasi
konflik seperti yang digambarkan di atas perlu pengawasan.
b. Situasi yang mengandung hadiah.
Sebagai contoh : Dalam situasi yang mengandung hadiah tidak perlu lagi
seseorang dilakukan pengawasan seperti hal diatas, karena sifat menarik hadiah
itu akan menahan pribadi seseorang untuk tetap dalam medan tersebut. Tetapi,

13
tantangan perlu diberikan untuk mencegah supaya seseorang tidak langsung
mencapai hadiah tersebut tanpa mengerjakan tugas yang harus dikerjakannya.
Karena hadiah itu sangat berhubungan dengan aktivitas melaksanakan
tugas secara eksternal, maka selalu ada kecenderungan untuk mencari jalan
pintas, yaitu mendapatkan hadiah tanpa melaksanakan tugasnya terlebih
dahulu. Karena ada kecenderungan hal tersebut, maka harus dicegah agar
seseorang mendapat hadiah dengan jalan yang tidak seharusnya. Karena itu,
disini pengawasan sangat diperlukan, tetapi tidak sekeras pengawasan pada
situasi yang mengandung hukuman.
G. Jenis Kesulitan Belajar dan Faktor Penyebabnya
Dalam konsep terori Medan dari Kurt Lewin, belajar terjadi akibat
adanya perubahan struktur kognitif. Perubahan kognitif adalah hasil dari dua
macam kekuatan yaitu struktur medan kognitif dan motivasi internal individu.
Kedua mecam kekuatan tersebut adakalanya menimbulkan suatu konflik.
Konflik terjadi didaerah lingkungan psikologis (Hergenhahn& Olson, 2008).
Lewin mendefinisikan konflik sebagai situasi dimana seseorang menerima
kekuatan-kekuatan yang sama besar tapi arahnya berlawanan. Lewin
membagi konflik menjadi 3 tipe:

1. Konflik tipe 1: Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada 2 kekuatan
yang mengenai individu.
2. Konflik tipe 2: Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua
kekuatan. Konflik ini dapat memuat seseoran terpaku dan tidak dapat
menentukan pilihan.
3. Konflik tipe 3: Seseorang berusaha mengatasi kekuatan-kekuatan
penghambat, sehingga konflik menjadi terbuka, ditandai dengan sikap
kemarahan, agresi, pemberontakan atau sebaliknya penyerahan diri yang
neorotik.
H. Peran Guru dan Konselor
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar.
Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa

14
mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai.
Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori
kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel
penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang (Mulyati, 2005).
Teori ini telah sedikit banyak memberi panduan kepada seluruh
stakeholder pendidikan, khususnya praktisi pendidikan, tentang perkembangan
yang dilalui oleh seseorang anak didik dan setiap anak didik tersebut adalah
berbeda dari segi perkembangan kognitifnya yang kemungkinan dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal maupun eksternal mereka seperti bakat, lingkungan,
makanan, kecerdasan dan sebagainya.
Aplikasi teori Lewin banyak dilakukan dalam konteks dinamika
kelompok. Dasar berpikirnya adalah kelompok dianalogikan dengan individu.
Maka perilaku kelompok menjadi fungsi dari lingkungan, dimana salah satu
faktornya adalah para anggota kelompok dan hubungan interpersonal mereka.
Apabila hubungan ini bervalensi negatif, maka perilaku anggota akan
menjauhinya dan dengan demikian tujuan kelompok semakin tidak tercapai.
Sebaliknya, hubungan yang baik akan membuat anggota saling mendekati
sehingga memungkinkan kerjasama yang lebih baik dalam mencapai tujuan
kelompok.
Implikasi pandangan Lewin dalam belajar, secara ideal adalah sebuah
proses yang mengedepankan hal-hal berikut.
a. Perlu adanya medan khusus (dalam istilah Lewin) yang mendukung
terciptanya suasana psikologis yang mendukung proses belajar. Jika
menjauh dari medan maka motivasi untuk belajarpun akan berkurang.
b. Perlu adanya motivasi yang dikembangkan dengan reward dalam
belajar. Yang dikembangkan bukan rewardnya tetapi motivasi dari
reward tersebut, yang secara esensial dapat berpengaruh terhadap
proses belajar.
c. Dalam belajar diperlukan keterlibatan kesadaran. Belajar akan
bermakna apabila dalam prosesnya peserta belajar. Agar segala sesuatu

15
yang pernah dialami di masa lalu bisa memengaruhi perilaku saat ini,
seseorang harus lebih dahulu menyadarinya.
d. Sebaik baiknya proses belajar adalah belajar yang dilakukan selain
dengan kesadarn juga perlu diset dalam suasana kerjasama dalam
kelompok, yang diupayakan semua anggota kelompok terlibat di
dalamnya.
Dengan memerhatikan implikasi teori medan kurt lewin terhadap belajar
tersebut, maka berimplikasi pula terhadap peran guru dan konselor dalam
mendukung efektivitas dan efisiensi belajar siswa di sekolah. Sekurang-
kurangya guru berperan dalam hal berikut.
a. Menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan
sehingga mendukung terciptanya suasana psikologis yang mendukung
proses belajar.
b. Memberikan stimulasi yang membangkitkan motivasi belajar siswa
melalui pemberian reward.
c. Menstimulasi kesadaran siswa dengan menetapkan tujuan belajar
d. Menciptakan kegiatan pembelajaran di kelas dalam bentuk kegiatan
kelompok sehingga siswa selain mampu belajar secara individual juga
mampu bekerja sama dalam kelompok.
Adapun peran konselor dalam mendukung perkembangan belajar siswa
berdasarkan teori medan Kurt Lewin yaitu sebagai berikut.
a. Memberikan layanan bimbingan dan konseling yang dapat menstimulasi
kesadaran belajar siswa.
b. Memberikan layanan bimbingan dan konseling yang dapat memperkuat
motivasi belajar siswa.
c. Menciptakan kegiatan bimbingan yang menyenangkan bagi siswa
d. Memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam setting kelompok
secara efektif.
e. Merancang program bimbingan dan konseling yang sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan siswa.

16
BAB III
ANALISIS TEORI BELAJAR MEDAN

Bab ini menjelaskan tentang analisis terhadap teori belajar medan: Kurt
Lewin yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan, serta perbandingan teori
belajar medan dengan teori kognitif lainnya.
A. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Medan
1. Kelebihan Teori Belajar Medan
Adapun kelebihan teori belajar medan: Kurt Lewin adalah sebagai
berikut ini.
a. Menganalisa tingkah laku dimulai dengan keseluruhan dari komponen-
komponen tingkah laku yang terpisah dan berbeda. Konsep-konsep
teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala psikologis
dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak-anak, masa
remaja, keterbelakangan mental, masalah-masalah kelompok
minoritas, perbedaan karakter nasional dan dinamika kelompok.
b. Teori belajar medan memberikan perhatian terhadap faktor lingkungan
dalam proses belajar
c. Teori belajar medan menjelaskan bahwa belajar dapat dilakukan
dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada di lingkungan sekitar.
d. Teori belajar medan sangat memperhatikan situasi pemberian hadiah
dan hukuman sebagai sarana motivasi. Hadiah dan motivasi yang
diberikan perlu diberikan pengawasan, apakah hadiah dan hukuman itu
wajar dan tepat penggunaannya.
2. Kekurangan Teori Belajar Medan
Adapun kritikan terhadap teori belajar medan: Kurt Lewin dapat
dikelompokkan dalam 5 topik yaitu sebagai berikut.
a. Lewin tidak mengelaborasi pengaruh lingkungan luar atau lingkungan
obyektif, memang dikemukakan sifat bondaris antara lingkungan
psikologis dengan lingkungan obyektif yang permenable, namun hal

17
ini tidak diikuti oleh penjelasan dinamika bagaimana lingkungan luar
itu mempengaruhi region-region atau menjadi region baru.
b. Lewin kurang memperhatikan sejarah individu pada masa lalu sebagai
penentu tingkah laku. Ini merupakan resiko teori yang mementingkan
masa kini dan masa yang akan datang. Teori ini juga terlalu bersibuk
diri dengan aspek-aspek yang mendalam dari kepribadian sehingga
mengabaikan tingkah laku motoris yang nampak dari luar.
c. Lewin menyalahgunakan konsep ilmu alam dan konsep matematika.
Memang tidak mudah memahami jiwa dengan memakai rumus-rumus
matematika. Bahkan Lewin berani mengambil resiko dengan memakai
istilah-istilah dalam matematika dan fisika untuk dipakai dalam
psikologi dengan makna yang sangat berbeda dengan makna aslinya.
d. Penggunaan konsep-konsep topologi telah menyimpang dari arti
sebenarnya. Penggambaran topologis dan vaktorial dari Lewin tidak
mengungkapkan sesuatu yang baru tentang tingkah laku.
e. Banyak konsep dan konstruk yang tidak didefinisikan secara jelas
sehingga memberikan arti yang kabur.

18
B. Perbandingan Teori Kurt Lewin dengan Teori Kognitif Lainnya

Persamaan 1. Cara pendekatannya dari sisi psikologis serta menggunakan pengamatan dan
pelatihan
2. Menggunakan ide pembentukan
3. Hasil persepsi terhadap objeknya sama-sama meninggalkan jejak ingatan
4. Menggunakan konsep menurut J. Dewey untuk memecahkan masalah (realisasi
adanya masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data atau informasi,
menilai dan mencoba usaha pembuktian hipotesa, dan mengambil kesimpulan
Tokoh Lewin Gestalt
Asusmsi Dasar Setiap individu berada dalam suatu medan 1. Perilaku “molar” hendaknya lebih
Perkembangan kekuatan yang bersifat psikologis disebut banyak dipelajari dibandingkan
Kognitif ruang hidup (life space) yaitu manifestasi perilaku “molecular”
lingkungan di mana individu bereaksi.
2. Hal yang penting dalam mempelajari
perilaku adalah membedakan antara
lingkungan geografis dengan
lingkungan behavioral
3. Organisme tidak mereaksi terhadap

19
rangsangan lokal atau
4. Pemberian makna terhadap suatu
rangsangan sensori
Hukum/Prinsip 1. Belajar sebagai perubahan sistem 1. Hubungan bentuk dan latar
kognitif 2. Kedekatan
2. Hadiah dan hukuman 3. Kesamaan
3. Masalah berhasil dan gagal 4. Arah bersama
4. Sukses memberi mobilisasi energi 5. Kesederhanaan
cadangan 6. Ketertutupan
Mekanisme Belajar berlangsung karena adanya Belajar merupakan fenomena kognitif
Perkembangan perubahan struktur kognitif (medan (dipahami sebagai proses mental) karena
Belajar kognitif dan motivasi internal individu). kognisi mencerminkan pemikiran dan
tidak dapat diamati secara langsung.
Peran Guru 1. Menciptakan suasana 1. Dapat mengembangkan kemampuan
dan Konselor pembelajaran/layanan BK yang siswa dalam memecahkan masalah
nyaman dan menyenangkan. dengan melihat berbagai sudut
Menstimulasi yang membangkitkan pandang
motivasi belajar. 2. Melakukan pembelajaran yang
2. Menstimulasi kesadaran siswa bermakna, selalu dihubungkan dnegan

20
dengan menetapkan tujuan belajar. peristiwa atau objek yang pernah atau
3. Memberikan kegiatan sering dialami siswa
pembelajaran/layanan BK dalam 3. Selalu mengemukakan tujuan dalam
setting kelompok secara efektif. pembelajaran/layanan BK
4. Selalu menghubungkan antara proses
pembelajaran/layanan BK dengan
tuntutan dan kebutuhan lingkungan
5. Mentransfer pengetahuan dalam
pembelajaran/layanan BK
Kelebihan Dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah juga
meningkatkan motivasi belajar siswa
karena siswa dikondisikan untuk
menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan serta pengalaman dirinya,
menimbulkan ketertarikan sendiri.
Kekurangan 1. Tidak mengelaborasi pengaruh Membutuhkan biaya banyak karena
lingkungan luar atau lingkungan disatukan banyak fasilitas pendukung serta
obyektif. keberhasilan belajar tidak dapat dilihat

21
2. Kurang memperhatikan sejarah dari siswa saja tapi harus dilihat secara
individu pada masa lalu sebagai keseluruhan.
penentu tingkah laku.
3. Menyalahgunakan konsep ilmu
alam dan konsep matematika.
4. Penggunaan konsep-konsep
topologi telah menyimpang dari arti
sebenarnya.
5. Banyak konsep dan konstruk yang
tidak didefinisikan secara jelas
sehingga memberikan arti yang
kabur.

22
23
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kurt Lewin (1890-1947) di sebut sebagai Bapak Psikologi Sosial karena


buah karya dan pemikiran-pemikirannya yang memiliki dampak yang
mendalam terhadap psikologi sosial terutama dalam masalah dinamika
kelompok dan penelitian tindakan. Namun demikian, buah karya dan
pemikirannya tersebut juga sangat relevan bagi para pendidik dalam dunia
pendidikan. Salah satu buah pemikirannya yang masih dapat dijadikan
referensi guna merujuk perkembangan metode pembelajaran yang makin
beragam adalah Teori Medan kognitif yang lebih dikenal dengan Teori
Medan.
Teori Medan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam
psikologi Gestalt. Konstribusi penting dari psikologi ini adalah kritiknya
terhadap pendekatan molekular yang tidak menyeluruh dari behaviorisme S-
R. Ahli-ahli gestalt juga beranggapan bahwa benda-benda hidup berbeda
dengan mesin, selalu hidup dan saling mempengaruhi dengan lingkungannya.
Diantara prinsip penting dalam belajar psikologi Gestal adalah adanya insight
atau pemahaman dan pencerahan. Kemudian,Lewin menambah unsur baru
dari teori belajar gestalt yang disebut sebagai Teori Medan Kognitif. Menurut
Lewin, individu berada dalam suatu medan kekuatan psikologis. Individu
bereaksi dengan life space (Ruang Hidup) yang mencakup perwujudan
lingkungan di mana siswa bereaksi dengan orang-orang yang ditemui, obyek
material yang dihadapi serta fungsi-fungsi kejiwaan yang dimiliki. Selain
faktor-faktor yang sifatnya personal,perilaku individu jugadipengaruhi oleh
faktor-faktor yang bersifat sosial lingkungan. Lewin berpendapat bahwa
perilaku seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang bersifat
pribadi dan faktor yang bersifat sosial
Inti dari teori ini adalah adanya Life space (LS) yang merupakan
konstelasi dari faktor-faktor yang menentukan baik individual maupun
lingkungan. Perilaku seseorang (B) dapatdigambarkan sebagai fungsi dariLife

24
space (LS) dimana LS terdiri dari faktor personal (P) dan lingkungan (E).Jadi
dalam bentuk persamaan maka, B= f(P,E). Life space terbentuk dari motif-
motif, sikap dan hal lainyang merupakan keunikan darikepribadian seseorang
ditambah dengan tekanan-tekanan sosial seperti norma,hukum dan
sebagainya.Life space ini terbagi atas area atau daerah-daerah yang berbeda
dimana lifespace inimerupakan semua kemungkinan yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Perilaku dikatakan sebagaipergerakan
dalam lifespace yang merupakan resultan dari kekuatan-kekuatan. Kombinasi
kekuatanpositif dan negatif akan menentukan perilaku dari seseorang.
Belajar merupakan fenomena kognisi yang penekanannya lebih tertuju
pada proses mental dan bukan melulu pengalaman empiris. Disinilah letak
perbedaan mendasar antara kaum kognitivisme dengan behavioralisme.
Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk
mencapai tujuan. Kurikulum sekolah dengan segala macam tuntutannya,
berupa kegiatan belajar di dalam kelas, laboratorium, di workshop, di luar
sekolah, penyelesaian tugas-tugas, ujian, ulangan dan lain-lain, pada dasarnya
merupakan hambatan yang harus diatasi.Tantangan yang dihadapi dalam
bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar
yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan
membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi
kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prnsip-prinsip, dan
generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang
telah diolah secara tuntas oleh guru sehingga tinggal menelan saja kurang
menarik bagi siswa.Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan
sungguh-sungguh.

25
B. Implikasi Teori
1. Bila teori-teori Behavioral menurunkan strategi belajar yang inovatif,
dengan pengkondisian dan rekayasa lingkungan, maka kaum gestaltian dan
kognitivisme mendekatkan kita pada strategi belajar inquiri (penemuan).
2. Belajar adalah proses mental karena itu menurut gagasan ini, belajar adalah
memuaskan secara personal dan tidak perlu didorong-dorong oleh penguatan
eksternal. Kelas yang berorientasi gestalt akan dicirikan oleh hubungan
memberi dan menerima antara murid dengan guru.
3. Bila dalam teori Thorndike belajar dan memahami terjadi secara bertahap
atau incremental, dalam teori ini belajar harus melalui insight.
C. Saran
1. Karena perilaku belajar dalam pandangan ini harus dilihat secara
menyeluruh bagian interaksi diri dengan lingkungannya, maka
hendaknya guru memilih tema-tema menarik, mengundang
pertanyaan, yang sesuai dengan konteks kekinian siswa seperti lewat
metode pembelajaran kontekstual.
2. Dalam kelas yang berorientasi Gestalt, atensi (pengamatan)
merupakan hal pokok untuk belajar, karena itu langkah pertama guru
dalam pembelajaran hendaknya mencari upaya agar perhatian siswa
tertuju padanya antara lain dengan cara: menampilkan topik-topik
menarik, guru sering-sering mengajukan pertanyaan penyela ditengah-
tengah pembahasan, menyegerakan waktu istirahat, mengatur tempat
duduk siswa yang mengalami kesulitan dalam atensi belajar dengan
memberi tempat duduk mereka dekat dari guru.
3. Hendaknya para guru berupaya mencari jalan tengah diantara konsep
belajar behavioral dengan kognitivisme, dimana prinsip-prinsip
inovatif dan rekayasa lingkungan belajar, reward dan reinforcemen
tetap dapat dikombinasikan dengan prinsip dan Teori Medan dalam
gestalt.

26
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Edgar H. Schein. (1996). Kurt Lewin’s Change Theory in the Field and in the
Classroom: Notes Toward a Model of Managed Learning. Diakses
https://hsi2011.wikispaces.com/file/view/Schein_Lewin.pdf

Kurniasih, Yeni. (2012). Belajar dalam Perspektif Kurt Lewin. Online. Diakses
pada tanggal 23 Oktober 2017, dari: http://yenikurniasih-
kurniashare.blogspot.co.id/2012/04/belajar-dalam-perspektif-kurt-
lewin.html.

Lubis, Ibrahim. (2012). Teori Belajar Medan Kognitif Karya Kurt Lewin. Online.
Diakses pada tanggal 23 Oktober 2017, dari:
http://www.anekamakalah.com/2012/05/teoribelajarkurtlewin.html.

Mulyati. (2005). Psikologi Belajar. Surakarta: Andi.

Schein, E, H. (1996). Kurt Lewin’s Change Theory in the Field and in the
Classroom: Notes Toward a Model of Managed Learning. Systems
Practice, 9 vol. 1: 27–47.

Sugandi, A. dkk. (2006). Teori Pembelajaran. Semarang: Unnes Pers.

Sukmadinata, N.S. (2005). Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Suyono & Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Suryabrata, S. (2010). Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pres),

27

Anda mungkin juga menyukai