Oleh:
Michael Yosafaat
104217031
Universitas Pertamina - ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan pelaksanaan kerja praktik beserta laporannya dengan judul “Pemanfaatan
Limbah Fly Ash dan Bottom ash di Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih
Bantargebang” dengan baik dan lancar. Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan dan memberi dukungan selama
melaksanakan kerja praktik ini.
2. Bapak Dr.Eng. Ari Rahman, S. T., M. Eng. selaku dosen pembimbing kerja praktik program
studi yang telah mengarahkan dalam pengerjaan laporan KP dan sebagai Ketua Program
Studi Teknik Lingkungan Universitas Pertamina.
3. Ibu Natasya Putri Agatha, S.T. selaku pembimbing instansi yang telah memberikan ilmu
selama pelaksanaan KP.
4. Seluruh karyawan PLTSa Merah Putih Bantargebang, khususnya Operator paving block yang
telah memberikan ilmu produksi pemanfaatan paving block.
5. Seluruh rekan-rekan Amerta (EV-2017) yang telah memberikan dukungan dalam
pelaksanaan kerja praktik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kerja praktik ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan kerja praktik ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
Michael Yosafaat
NIM: 104217031
Universitas Pertamina - iv
Insinerasi ....................................................................................................................................... 22
5.3 Pemanfaatan Insinerasi ............................................................................................................ 23
BAB VI ............................................................................................................................................. 24
6.1 Simpulan ................................................................................................................................. 25
6.2 Saran ........................................................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 27
LAMPIRAN...................................................................................................................................... 28
Universitas Pertamina - v
DAFTAR TABEL
Universitas Pertamina - vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Universitas Pertamina -
viii
Universitas Pertamina -
BAB I PENDAHULUAN
Laporan kerja praktik yang berjudul Pemanfaatan Limbah Fly ash dan Bottom ash di Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih Bantargebang ini disusun atas dasar pertimbangan
yang akan dijelaskan pada bagian pendahuluan. Bagian pendahuluan menjelaskan mengenai latar
belakang, tujuan, tempat, dan waktu pelaksanaan kerja praktik.
1.1 Latar Belakang
Sampah menjadi masalah lingkungan yang terus dicari alternatif penangananya selama dipandang
sebagai buangan yang tidak lagi bermanfaat, sementara di sisi lain pemerintah kesulitan menangani
pengelolaan sampah secara tuntas (Anis Artiyani, 2010). Dari kondisi sulitnya pengelolaan sampah,
maka perlu adanya sistem untuk memanfaatkan sampah secara optimal untuk memperpanjang umur
tempat pembuangan akhir (TPA). Upaya menanggulangi permasalahan sampah , peran dan tanggung
jawab masyarakat dan pelaku usaha (produsen) menjadi sangat penting. Undang-Undang Nomor 18
Pasal 14 dan 15 Tahun 2008 secara tegas mengamanatkan peran dan tanggung jawab masyarakat dan
tanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Extended Producer Responsibility (EPR) adalah suatu
penedekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk kemasannya,
selain EPR terdapat kebijakan waste to energy (WtE) (Damanhuri, 2019).
Teknologi insenerator tidak hanya dapatdigunakan untuk membakar limbah padat, tetapi dapat
digunakan untuk membakar limbah infectious, maka sasaran utaanya adalah membunuh kuman
penyakit yang bersifat patogen. Syarat utama adalah dioperasikan dengan panas yang tinggi. Prinsip
insenerator sampah kota didasarkan atas keterbakaran sampah sebagai bahan bakar utama. Konsep
insenerator terus diperbaiki, mengingat komposisi sampah juga yang terus berubah, tambah lama
tambah banyak bagian sampah yang mudah terbakar. Suatu insenerator yang baik akan dapat
mengurangi volume sampah sampai 80-95%, sedang pengurangan berat dapat mencapai 70-80%,
tergantung pada kualitas dan tipe tungku yang digunakan (Damanhuri, 2019).
Penerapan pengolahan sampah secara termal sebagai salah satu langkah untuk mengurangi
penggunaan fossil fuel untuk beralih menjadi ke renewable energy. Pemerintah membuat komitmen
yang tertuang di dalam PerMen No.79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Pemerintah menargetkan bahwa kebutuhan energi baru terbarukan dalam penyediaan energi nasional
di tahun 2025 sebesar 23% (BPPT, 2016). Hadirnya pilot plant pembangkit listrik tenaga sampah
(PLTSa) bertujuan untuk percontohan nasional sebagai solusi mengatasi timbunan sampah di kota
besar dan mendapatkan manfaat energi listrik (BPPT, 2019).
Hasil dari teknologi insenerasi untuk memusnahkan sampah menghasilkan materi gas buang serta
residu yang berupa abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) (Damanhuri dkk, 2013). Menurut
Peraturan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2020 Tentang
Penanganan Abu Dasar dan Abu Terbang Hasil Pengolahan Sampah Secara Termal, penanganan abu
dasar harus dilakukan penanganan dengan cara pemanfaatan dan/atau pemrorsesan akhir.
Pemrosesan akhir perlu dilakukan penanganan lebih lanjut untuk mengembalikan hasil residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Selain itu penanganan abu dasar dan abu
terbang yang dihasilkan perlu disusun pelaporan, yang berisi informasi: jumlah sampah yang diolah,
jumlah abu dasar dan abu terbang yang dihasilkan, bentuk penanganan yang dilakukan, dan hasil uji
laboratorium terhadap abu dasar dan abu terbang.Berdasarkan hal tersebut pembahasan mengenai
studi pemanfaatan limbah fly ash dan bottom ash di pembangkit listrik tenaga sampah
(PLTSa)Bantargebang menjadi topik kerja paraktik yang akan dibahas selanjutnya.
1.2 Tujuan Kerja Praktik
1. Mempelajari sistem pengolahan sampah di PLTSaMerah Putih Bantargebang.
2. Mengidentifikasi jumlah timbulan limbah fly ash dan bottom ash yang dihasikan dari PLTSa
Merah Putih Bantargebang.
3. Menganalisis pemanfaatan limbah fly ash dan bottom ash yang dilakukan di PLTSa Merah Putih
Bantargebang.
Universitas Pertamina - 2
1.4 Timeline Pelaksanaan Kerja Praktik
Pelaksanaan Kerja Praktik di PLTSa Merah Putih Bantargebang dilakukan selama 4 minggu, dengan
uraian kegiatan seperti pada tabel 1.1, berikut timeline kerja praktik:
Tabel 1.1 Timeline Kerja Praktik
No. Uraian Kegiatan Minggu
1 2 3 4
1 Orientasi Perusahaan
2 Studi Kepustakaan
3 Praktik Lapangan
4 Tugas Khusus
Universitas Pertamina - 3
Universitas Pertamina - 4
BAB II
PROFIL PLTSA MERAH PUTIH
Pada bagian bab dua ini akan dijelaskan profil pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) Merah
Putih) yang meliputi: sejarah PLTSa, struktur organisasi, dan lokasi penempatan kerja
2.1 Sejarah PLTSa Merah Putih
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih di Bantargebang resmi dioperasikan pada
tanggal 25 Maret 2019, Pilot Project PLTSa Merah Putih merupakan kerjasama Badan Penerapan
dan Pengkajian Teknologi (BPPT) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. PLTSa Merah Putih
dibangun dengan kapasitas pengolahan sampah mencapai 100 ton per hari, dan dapat menghasilkan
bonus listrik sebanyak 700 kilowatt hour. Pilot Project PLTSa Merah Putih ditujukan sebagai
percontohan nasional, khususnya solusi mengatasi timbunan sampah di kota besar. PLTSa termasuk
dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), sesuai dengan Perpres No.58/2017 Tentang Proyek
Infrastruktur Strategis Nasional, tentang percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah
menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan. Pilot Project PLTSa Merah Putih
menggunakan teknologi insenerasi jenis reciprocating grate, teknologi yang digunakan sudah
banyak untuk aplikasi dan pengembangan Waste To Energy (Wte) di dunia. Teknologi ini didukung
dengan alat pengendali polusi. Pembangunan Pilot Project berlangsung selama satu tahun, dimulai
pada tanggal 21 Maret 2018 sampai hari peresmian pada tanggal 25 Maret 2019. (BPPT, 2019).
Universitas Pertamina - 5
Gambar 2.2 Struktur Organisasi PLTSa Merah Putih Bantargebang
Universitas Pertamina - 6
Universitas Pertamina - 7
BAB III
KEGIATAN KERJA PRAKTIK
Pada bab tiga ini dijelaskandeskripsi serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi
tujuan pelaksanaan kerja praktik dan pengulasan sistem pengolahan sampah di PLTSa Merah Putih.
Kegiatan kerja praktik diawali dengan pengenalan profil perusahaan melalui media presentasi.
Dalam pelaksanaan kerja praktik dilakukan dengan mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh
masingmasing operator dari divisi Operation. Kerja praktik dilakukan mengikuti waktu kerja
karyawan nonshift selama kerja praktik berlangsung. Kegiatan kerja pratik yang dilakukan adalah
mempelajari dan mengevaluasi hasil pemanfaatan materi gas buang yang dihasilkan dan melakukan
pengulasan hasil paving block yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah yang dihasilkan PLTSa
Merah Putih Bantargebang.
3.1 Pengulasan Sistem Pengolahan Sampah di PLTSa Merah Putih Bantargebang
Sistem pengolahan sampah di PLTSa Merah Putih Bantargebang menggunakan teknologi insenerasi
berangkat dari tungku pembakaran biasa, dengan prinsip adanya bahan yang akan dibakar, ada bahan
bakar, dan tersedianya oksigen (udara). Bahan yang dibakar berasal dari timbulan sampah dari sistem
pretreatment dan/atau berasal dari sampah yang sudah ditimbun di landfill. Sistem pengolahan
sampah di PLTSa Merah Putih berawal dari sistem pra-pengolahan, penyimpanan sampah pada
sistem bunker, dan dilanjutkan proses pengolahan sistem insenerasi.
3.1.1 Pra-pengolahan
Pengolahan sampah di PLTSa Merah Putih diawali dengan masuknya sampah di sistem pretreatment,
sampah yang masuk dilakukan pemilahan dengan bantuan mesin trommel dan konvensional dengan
bantuan tenaga manusia. Mesin trommel membantu dalam melakukan pemilahan material kecil,
material besar, material yang dapat di daur ulang. Pemilahan material besar dilakukan untuk
menghindari sampah yang dimasukkan ke dalam sistem feeding tidak tersangkut di dalam sistem
hopper akibat kondisi sampah yang masih dalam keadaan besar, (seperti sofa). Sistem pre-treatment
dilakukan di area kompos yang terletak di belakang area PLTSa Merah Putih.
Universitas Pertamina - 8
Gambar 3.2 Pengisian sampah di sistem bunker
Universitas Pertamina - 9
3.1.4 Sistem Grate Stoker (Furnace)
Sistem grate stoker (furnace) terdiri dari tiga bagian, yaitu pengeringan (drying grate), pembakaran
(combustion grate), dan pasca pembakaran (post-combustion), pada bagian pengeringan (drying
grate) sampah yang masuk berada pada posisi pembakaran awal. Output dari proses pembakaran
(combustion grate) adalah sampah sudah terbakar sempurna, sehingga pada kondisi pasca
pembakaran (post-combustion) sampah telah menjadi menjadi abu. Kondisi pada sistem furnace
sangat bergantung kepada kondisi sampah yang masuk karena pada saat kondisi sampah yang basah
dapat menyebabkan suhu furnace turun, sehingga menyebabkan kondisi turbin dan generator tidak
dapat beroperasi.
Universitas Pertamina - 10
Gambar 3.5 Alat pengendalian gas buang (bag filter)
Universitas Pertamina - 11
listrik. Energi tersebut dihasilkan dari perputaran medan magnet dari terminal output generator.
Sistem yang digunakan PLTSa Merah putih mengadaptasi seperti sistem di Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU), yang membedakan adalah bahan bakar yang digunakan.
Universitas Pertamina - 12
Steam
Pre-treatment Steam Boiler Listrik
turbine
Sampah
Pemasukan Pembakaran
Unloading dan Pengendalian
sampah ke sampah di grate Cerobong
Pengisian bunker Gas Buang
hopper stoker (furnace)
Gambar 3.12 Pemanfaatan limbah fly ash Gambar 3.11 Pembuangan khusus limbah bottom ash
Universitas Pertamina - 13
3.3 Aktivitas Pelaksanaan Kerja Praktik
Kegiatan kerja praktik dilakukan selama 21 hari yang dimulai pada tanggal 16 Februari 2021 – 12
Maret 2021, berikut detail kegiatan kerja praktik di PLTSa Merah Putih Bantargebang:
Universitas Pertamina - 14
No Hari Tanggal Waktu Kegiatan
Pengumpulan serta melakukan
16 Selasa 7-Mar 07.30-17.00 review data timbulan sampah dan
presentasi progress laporan akhir
Melakukan kajian studi literatur
17 Rabu 8-Mar 07.30-17.00 dan melanjutkan pengerjaan
laporan kerja praktik
Melakukan kajian studi literatur
18 Kamis 9-Mar 07.30-17.00 dan melanjutkan pengerjaan
laporan kerja praktik
Melakukan kajian studi literatur
19 Jumat 10-Mar 07.30-17.00 dan melanjutkan pengerjaan
laporan kerja praktik
Melakukan kajian studi literatur
20 Senin 11-Mar 07.30-17.00 dan melanjutkan pengerjaan
laporan kerja praktik
Melanjutkan pengerjaan laporan
21 Selasa 12-Mar 07.30-17.00 kerja praktik dan presentasi kerja
praktik akhir kepada pihak instansi
Universitas Pertamina - 15
Universitas Pertamina - 16
BAB IV
HASIL KERJA PRAKTIK
Pada bagian bab ini akan dijelaskan mengenai hasil kerja praktik yang dilakukan di PLTSa Merah
Putih. Kesempatan mengetahui pengetahuan baru dan aplikasi di lapangan yang sesuai dengan tujuan
kerja praktik, akan dibahas pada bab empat ini.
4.1 Limbah Residu Hasil Pembakaran Insenerasi
Hasil dari pembakaran sampah secara termal/atau dengan teknologi insenerasi akan menghasilkan
residu berupa abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash). Hasil residu abu yang dihasilkan di
PLTSa saat ini sudah dilakukan pemanfaatan berupa pembuatan paving block setiap dari bahan dasar
fly ash yang dihasilkan dari setiap pembakaran. Berikut data jumlah timbulan sampah yang dibakar,
jumlah timbulan limbah fly ash yang dihasilkan, dan jumlah timbulan limbah bottom ash yang
dihasilkan.
Gambar 4.1 Total sampah terbakar dan hasil residu hasil pembakaran
Gambar 4.1 menunjukan jumlah timbulan sampah yang dibakar, limbah fly ash, dam bottom ash
pada Bulan Januari 2021. Hasil data timbulan sampah terbakar dan timbulan limbah fly ash & bottom
ash pada tanggal 11 Januari 2021 – 31 Januari 2021, didapatkan jumlah timbulan sampah dibakar
sebesar 861.764 ton, hasil timbulan limbah bottom ash didapatkan sebesar 179.568 ton, dan hasil
timbulan limbah fly ash sebesar 14.58 ton. Dari data timbulan sampah terbakar, timbulan limbah fly
ash, dan timbulan limbah bottom ash didapatkan presentase, yaitu sebesar 81.61%; 1.38%; dan
17.01%.
4.2 Limbah Fly Ash
Limbah yang dihasilkan PLTSa Merah Putih Bantargebang yaitu limbah fly ash kemudian dilakukan
pengujian toxicity characteristics leaching procedure (TCLP). Sampel yang dilakukan pengujian
dibandingan dengan baku mutu yang tertera pada PP No.101 Tahun 2014 dan didapatkan hasil bahwa
Universitas Pertamina - 17
sampel masih berada dibawah baku mutu peraturan. Limbah fly ash PLTSa Merah Putih berada
dibawah ambang baku mutu, sehingga limbah residu pembakaran dapat dilakukan penanganan.
Residu abu terbang yang dihasilkan di PLTSa Merah Putih dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar
paving block. Hasil paving block yang dihasilkan dimanfaatkan di area PLTSa sendiri. Berdasarkan
PerMenLHK No.26 Tahun 2020 laporan pegawasan penanganan fly ash dan bottom ash perlu
dilakukan paling sedikit 1 (Satu) kali dalam 6 (enam) bulan. Selain itu perlu ada perubahan analisis
konsentrasi kromium (Cr) menjadi Krom Valensi Enam (Cr6+) sesuai dengan peraturan terbaru. Hasil
pemanfaatan Limbah fly ash yang dijadikan sebagai paving block dilakukan pengujian Toxicity
Characteristics Leaching Procedure (TCLP) bersamaan dengan sampel limbah fly ash pada tanggal,
11 Desember 2020. Berdasarkan hasil uji TCLP untuk sampel paving block juga masih berada
dibawah ambang baku mutu PP No.101 Tahun 2014, sehingga paving block yang dihasilkan dari
pemanfaatan limbah fly ash tidak termasuk limbah berbahaya dan beracun (B3). Di dalam peraturan
PerMenLHK Nomor 26 Tahun 2020 untuk baku mutu abu dasar (bottom ash) disamakan dengan
baku mutu abu terbang (fly ash). Setelah dibandingkan dengan peraturan terbaru peraturan
PerMenLHK Nomor 26 Tahun 2020 didapatkan hasil sampel paving block yang dimanfaatkan
PLTSa Merah Putih berada dibawah ambang baku mutu, sehingga dapat disimpulkan hasil sampel
tidak tergolong ke dalam limbah berbahaya dan beracun (B3).
4.3 Limbah Bottom ash
Limbah bottom ash yang dihasilkan dari sistem insinerasi PLTSa Merah Putih, memiliki karakteristik
basah karena pada prosesnya terdapat sistem ash cooling system,yaitu ketika bottom ash yang jatuh
dari tungku pembakaran (furnace) menuju tempat pengumpulan bottom ash akan disemprotkan
dengan air yang bertujuan agar bottom ash yang turun dari furnace tidak terdapat api yang masih
tersisa. Limbah bottom ash sama halnya dengan limbah fly ash, telah dilakukan pengujian toxicity
characteristics leaching procedure (TCLP). Sampel yang diuji dibandingan dengan baku mutu yang
tertera pada PP No.101 Tahun 2014 dan didapatkan hasil sampel berada dibawah baku mutu
peraturan..
4.4 Komposisi Limbah Bottom ash
Limbah bottom ash yang dihasilkan dari pembakaran memiliki residu sisa, seperti besi, kawat,
kaleng-kaleng produk makanan dan minuman, dan lainnya. Residu sisa tersebut tidak terbakar
sempurna, sehingga pada saat keluar dari tungku pembakaran tidak berubah menjadi abu, residu
seperti logam yang masuk ke dalam tungku pembakaran tidak berubah bentuk karena jenis logam
memiliki titik lebur lebih dari suhu yang beroperasi di sistem insenerasi PLTSa. Dalam pembakaran
sampah dipengaruhi oleh karakteristik sampah yang masuk, sampah yang memiliki kadar air tinggi
akan menyebabkan sulitnya pembakaran. Dari pengambilan sampel data yang dilakukan pada
tanggal 10 Maret 2021 didapatkan hasil karakteristik bottom ash dengan pengambilan sampel pada
sistem pengumpul bottom ash. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan wadah ember
dan dilakukan pengayakan dengan penyaring ukuran 2 mm. Hal ini dilakukanuntuk mendapatkan
komposisi selain kandungan abu dasar (bottom ash). Proses pemilahandilakukan menjadi dua jenis,
yaitu residu keramik dan residu logam (besi, alumunium, tembaga). Tabel 4.1 menunjukan data
komposisi bottom ash PLTSa Merah Putih.
Universitas Pertamina - 18
Suhu Berat ash < Berat ash Residu Residu logam
Furnace (°C) 2 mm (g) >2mm (g) keramik dan besi,
Waktu kaca (g) alumunium,
(Jam) tembaga (g)
52%
Residu logam besi, alumunium,
tembaga (gram)
Universitas Pertamina - 19
Hasil grafik presentase komposisi limbah bottom ash didapatkan hasil, 52% jumlah bottom ash
dengan ukuran > 2mm, 37% jumlah bottom ash dengan ukuran < 2mm, 7% jumlah residu keramik
dan kaca, dan 4% residu logam besi, alumunium, dan tembaga. Dari hasil komposisi, limbah bottom
ash diperlukan pengolahan lanjutan karena limbah bottom ash yang dihasilkan masih terdapat
beragam jenis residu sisa.
Gambar 4.4 Hasil Paving Block yang dimanfaatkan PLTSa Merah Putih
Limbah hasil pembakaran sampah secara termal menghasilkan limbah fly ash dan bottom ash. Dalam
pembuatan paving block yang telah dimanfaatkan PLTSa Merah Putih, material yang digunakan
adalah campuran fly ash dan semen. Pada pemanfaatan paving yang dibuat oleh PLTSa untuk
komposisi semen : fly ash adalah 1 : 2. Pada kondisi visual dari paving yang dihasilkan dari warna
paving yang dihasilkan memiliki warna abu-abu, warna yang dihasilkan dari paving dapat
berpengaruh dari fly ash yang dihasilkan. Jika fly ash yang dihasilkan dalam kondisi basah maka
kondisi warna dari paving yang dapat dihasikan adalah berwarna abu-aabu kehitaman. Untuk ukuran
paving pada PLTSa Merah putih memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi sebesar 20.5 cm, 10 cm,
dan 5 cm. Jika mengacu dengan SNI 03-0691-1996 untuk standar bata beton (paving block) maka
untuk ukuran dari bata beton harus memiliki tebal minimum 6cm atau 60 mm dengan toleransi +
8%. Selain itu perlu adanya analisis lanjutan mengenai kualitas paving tersebut.
Universitas Pertamina - 20
Universitas Pertamina - 21
BAB V
TINJAUAN TEORITIS
Pada bagian ini dilakukan studi perbandingan antara teori yang didapatkan pada perkuliahan dengan
kondisi pengaplikasian dilapangan. Proses analisis dilakukan jika terdapat -gap antara teori dan
aplikasi, sehingga dapat menambah saran dan masukan terkait pengetahuan baru khususnya di
bidang sistem Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
5.1 Teknologi Insinerasi
Teknologi insinerasi merupakan alat pengolah limbah secara combustible dengan cara oksidasi
(pembakaran) pada temperatur yang sangat tinggi (˃805°C). Teknologi insenerasi identik dengan
teknologi pembakaran (combustion) sebagaimana pembakaran batu bara untuk mendapatkan panas
yang bertujuan untuk menghasilkan energi listrik pada pembangkitan listrik tenaga uap (PLTU).
Tujuan utama dari pembakaran sampah dengan insinerasi adalah untuk mengolah sampah, untuk
mengurangi volume dan berat sampah, danpada masa yang akan datang dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan energi listrik /atau energi baru terbarukan (EBT). Insenerasi dapat mengurangi sampah
sampai 85-95% dan pengurangan berat sampai 70-80%. Dari hasil pengolahan sampah secara termal
akan menghasilkan residu berupa abu dasar (Bottom ash) dan abu terbang (Fly ash) (Damanhuri,
2019). Pada kondisi eksisting di PLTSa Merah Putih teknologi insenerator beroperasi pada suhu >
800°C, kondisi sampah yang masuk ke dalam TPA Bantargebang yang masih tercampur antara
sampah organik dan anorganik sangat mempengaruhi sistem operasi insenerator. Dalam
mengoptimalkan sistem pemusnahan sampah pada PLTSa, diperlukan treatment sebelum dilakukan
pembakaran pada sistem tungku pembakaran. Perlu dilakukan pemilahan sesuai karakteristik dari
sampah, teknologi yang dapat digunakan dalam pemilahan, seperti: teknologi magnetic separator
yang bertujuan untuk memilah sampah berjenis besi, selain itu terdapat teknologi movable grate
lainnya yang memili tujuan pemilahan sampah untuk melakukan pemilahan sampah yang bertujuan
sampah yang masuk ke dalam tungku pembakaran dalam kondisi homogen (Kahle, Kamuk,
Kallesoe, & Fleck, 2015). Hasil residu yang dihasilkan dari limbah bottom ash terdapat banyak
produk yang belum terbakar maksimal, seperti: besi, alumunium, dan produk lainnya yang sejenis.
Hal tersebut perlu dilakukan treatment lanjutan untuk mengurangi residu sisa yang dihasilkan.
Sampah yang masuk ke PLTSa Merah Putih masih bercampur antara limbah organik dan anorganik,
sehingga menyebabkan kondisi sampah menjadi basah dan mengakibatkan sulitnya proses
pembakaran sampah pada tungku pembakaran.Kondisi sampah yang basah mempengaruhi sistem
insenerator di PLTSa berhenti beroperasi beberapa waktu karena kondisi sampah yang basah
menyebabkan sulitnya sampah terbakar, sehingga perlu adanya penambahan bakar solar untuk
membantu membakar sampah yang masuk ke dalam sistem tungku pembakaran.
5.2 Penanganan Limbah fly ash dan Bottom ash Hasil Pembakaran Sampah Secara Termal
Insinerasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor. 26
Tahun 2020 Tentang Penanganan Abu Dasar dan Abu Terbang Hasil Pengolahan Sampah Secara
Termal, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan sampah secara termal berkewajiban
melakukan penanganan abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash). Dalam penaganannya abu
dasar dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar jalan, bahan baku semen, dan/ atau pemanfaatan
lainnya sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemrosesan akhir abu dasar juga bisa dilakukan
dengan cara pengembalian abu dasar dengan fasilitas lahan urug saniter dan lahan urug terkendali
Universitas Pertamina - 22
dan perlu disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bottom ash bisa digunakan
untuk bahan alternative pengganti agregat halus (pasir) pada campuran beton, batako, paving karena
memiliki sifat pengisi ruang dan dapat bermanfaat meningkatkan kuat tekan paving (Qomarudin,
2019). Penanganan limbah fly ash dan bottom ash pada PLTSa Merah Putih dilakukan pemanfaatan
dengan mejadikan limbah fly ash menjadi bahan dasar pembuatan paving block. Untuk penanganan
limbah bottom ash di PLTSa Merah Putih terdapat lahan urug sebagai landfill khusus limbah bottom
ash. Limbah bottom ash tidak dilakukan pemanfaatan karena limbah yang dihasilkan banyak terdapat
residu-residu seperti kaca dan besi/logam, sehingga pemanfaatan dari limbah bottom ash tidak
dimanfaatkan. Kondisi paving block yang dihasilkan oleh PLTSa Merah Putih memiliki ukuran
paving sebesar 20,5 cm x 10 cm x 5 cm. Jika mengacu dengan SNI 03-0691-1996 untuk standar bata
beton (paving block) maka untuk ukuran paving block yang dimanfaatkan PLTSa Merah Putih harus
memiliki tebal minimum 6 cm atau 60 mm dengan toleransi + 8%. Selain itu perlu adanya analisis
lanjutan mengenai uji kekuatan dan kualitas paving block tersebut.
5.3 Pemanfaatan Insinerasi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.11 Tahun 2014 limbah fly ash masih
masuk ke dalam kategori dua limbah B3, sehingga pemanfaatan limbah fly ash masih dibawah 30%
dan menyulitkan penghasil limbah fly ash untuk melakukan pemanfaatan akibat regulasi limbah
berbahaya dan menyebabkan pembengkakan biaya pemanfaatat. Jika keadaan ini tidak berubah,
maka akan terjadi penumpukan fly ash (Ekaputri danBari, 2020). Sebetulnya, peraturan pemanfaatan
fly ash untuk infrastruktur sudah diatur di dalam pasal 26 SNI 2847 Tahun 2019, dinyatakan fly ash
bisa digunakan sampai 50% sebagai material semetisius untuk campuran beton. Bottom ash dan
kapur dapat digunakan sebagai campuran pembuatan paving karena terbukti nilai kuat tekannya bisa
digunakan untuk taman kota atau pejalan kaki (Qomarudin, 2019). Bottom ash dari WTE di negara
Denmark dijadikan agregat untuk dijadikan konstruksi jalan, terbukti bahwa pemanfaatan dari
bottom ash sebanding dengan pembuangan bottom ash di tempat pembuangan sampah/landfill.
Dampak lingkungan yang ditumbulkan adalah leachate natrium klorida. Fasilitas AFATEK di
Kopenhagen memiliki fasilitas pemisah logam dari bottom ash. Peningkatan terus dilakukan untuk
meningkatkan jumlah logam yang disortir untuk di daur ulang karena fraksi halus bottom ash
memiliki kemunculan tinggi logam yang sangat berharga seperti emas dan perak (Birgisdottir,
Bhander, Hauschild, & Christensen, 2007). Sampah yang diolah PLTSa Merah Putih merupakan
sampah yang berasal dari landfill TPA Bantargebang dan sudah dilakukan pemilahan pada saat
proses pra-pengolahan dengan bantuan mesin trommel untuk dilakukan pemilahan sampah
berukuran besar yang bertujuan menghindari tidak adanya sampah yang menyangkut ketika masuk
ke dalam tungku pembakaran. PLTSa Merah Putih telah membangun dan menambahkan teknologi
prapengolahan tambahan berupa alat conveyor separator yang membantu pemilahan sampah
berukuran besar dan penambahan alat magnetic separator untuk melakukan pemilahan sampah yang
memiliki kandungan besi dan logam.
Universitas Pertamina - 23
Universitas Pertamina - 24
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian ini dibahas mengenai simpulan yang merupakan jawaban dari tujuan kerja praktik. Selain
itu terdapat saran yang dapat diberikan kepada pihak instansi PLTSa Merah Putih sebagai hasil kajian
pelaksanaan kerja praktik.
6.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari kegiatan kerja praktik ini adalah sebagai berikut:
1. Sistem pengolahan sampah di PLTSa Merah Putih meliputi tahapan awal sistem prapengolahan,
penyimpanan sampah pada sistem bunker, dan dilanjutkan proses pengolahan sistem insenerasi.
2. Dari data timbulan sampah terbakar dan timbulan limbah fly ash & bottom ash pada tanggal 11
Januari – 31 Januari 2021, didapatkan jumlah timbulan sampah dibakar sebesar 861.764 ton,
hasil timbulan limbah bottom ash didapatkan sebesar 179.568 ton, dan hasil timbulan limbah
fly ash sebesar 14.58 ton. Dari data timbulan sampah terbakar, timbulan limbah fly ash, dan
timbulan limbah bottom ash didapatkan presentase, yaitu sebesar 81.61%; 1.38%; dan 17.01%.
3. Pemanfaatan limbah fly ash di PLTSa Merah Putih dijadikan material pembuatan paving
block. Paving block kemudian dimanfaatkan sebagai material jalan untuk fasilitas umum,
seperti taman, parkiran, dan masjid di area PLTSa Merah Putih Bantargebang.
6.2 Saran
Dari pelaksanaan kerja praktik di PLTSa Merah Putih Bantargebang, terdapat beberapa saran untuk
perusahaan sebagai upaya perbaikan berkelanjutan (continues imporvement). Adapun saran yang dapat
penulis sampaikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan PerMenLHK 26 Tahun 2020 yang diterbitkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK), PLTSa Merah Putih perlu melakukan pelaporan kepada pejabat
penerbit izin lingkungan, berupa sampah yang diolah, jumlah abu dasar, dan abu terbang yang
dihasilkan, bentuk penanganan, dan hasil uji laboratorium terhadap abu terbang paling sedikit
1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. Selain itu erdapat perubahan parameter pengujian untuk
kandungan Kromium (Cr) menjadi Krom Valensi Enam (Cr6+) sesuai dengan peraturan.
2. Berdasarkan SNI 03-0691-1996 untuk syarat mutu ukuran bata beton/paving block harus
mempunyai tebal minimum 60 mm dengan toleransi + 8% dari tebalan paving. Maka ketebalan
paving block yang dihasilkan PLTSa Merah Putih perlu ditambahkan sebesar +1 mm agar dapat
sesuai dengan syarat mutu yang ditentukan.
3. Untuk menghindari peningkatan jumlah timbulan bottom ash di landfill dan keterbatasan lahan
untuk penimbunan limbah bottom ash, PLTSa Merah Putih perlu melakukan pemanfaatan
limbah bottom ash.
4. Komposisi Limbah bottom ash yang dihasilkan dari pembakaran masih terdapat residu sisa,
seperti besi, kawat, kaleng-kaleng produk makanan dan minuman, dan lainnya. Residu sisa
tersebut masih terdapat sampai akhir proses karena tidak terbakar sempurna, sehingga
diperlukan proses treatment lanjutan.
Universitas Pertamina - 25
Universitas Pertamina - 26
DAFTAR PUSTAKA
Ariansyah, A. (2020). Studi Pemanfaatan Limbah Plastik Sebagai Bahan Utama Pembuatan Paving
Block (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Mataram).
Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi. (2016). Roadmap Kebijakan Energi Nasional: Sumber
Daya Energi Jangan Hanya Di Ekspor, Harus Menjadi Modal Pembangunan Nasional. Jakarta:
Badan Penerapan dan Pengkaian Teknologi. Diambil dari BADAN PENGKAJIAN DAN
PENERAPAN TEKNOLOGI - Roadmap Kebijakan Energi Nasional : Sumber Daya Energi
Jangan Hanya Di Ekspor, Harus Menjadi Modal Pembangunan Nasional. (bppt.go.id) Diakses
pada 26 Februari 2021.
Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi. (2019). BPPT Hadirkan Inovasi PLTSa Merah Putih
Bantargebang, Solusi Atasi Timbunan Sampah di Kota Besar. Jakarta: Badan Penerapan dan
Pengkajian Teknologi. Diambil dari BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN
TEKNOLOGI - BPPT Hadirkan Inovasi PLTSa Merah Putih Bantargebang, Solusi Atasi
Timbunan Sampah di Kota Besar Diakses pada 26 Februari 2021.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. Bata Beton (Paving block). SNI.No 0691:2002. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Birgisdóttir, H., Bhander, G., Hauschild, M. Z., & Christensen, T. H. (2007). Life cycle assessment of
disposal of residues from municipal solid waste incineration: recycling of bottom ash in road
construction or landfilling in Denmark evaluated in the ROAD-RES model. Wastemanagement
(New York, N.Y.), 27(8), S75–S84. https://doi.org/10.1016/j.wasman.2007.02.
E.Damanhuri dan Tri Padmi, 2019. Pengelolaan Sampah Terpadu Edisi Kedua. Bandung: ITB Press.
Ekaputri, J. J., & Bari, M. S. A. (2021). Perbandingan Regulasi Fly Ash sebagai Limbah B3 di Indonesia
dan Beberapa Negara. MEDIA KOMUNIKASI TEKNIK SIPIL, 26(2), 150-162.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkts/article/view/30762
Kahle, K., Kamuk, B., Kallesoe, J., & Fleck, E. (2015). Bottom ash From WTE PLANTS METAL
RECOVERY AND UTILIZATION. Denmark: ISWA.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P 26 tahun
2020 tentang Penanganan Abu Dasar dan Abu Terbang Hasil Pengolahan Sampah Secara
Termal. Indonesia, 2020.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun. Indonesia, 2020.
Qomaruddin, M. (2019). Teknologi Bahan Konstruksi. UNISNU PRESS.
Universitas Pertamina - 27
LAMPIRAN
Universitas Pertamina - 28
LAMPIRAN 1
Tahapan Dalam Sistem Pilot Project PLTSa Merah Putih
Universitas Pertamina - 29
Universitas Pertamina - 31
LAMPIRAN 2
Fasilitas PLTSa Merah Putih
Universitas Pertamina - 31
Universitas Pertamina - 33
LAMPIRAN 3
Surat Keterangan Selesai Kerja Praktik
Universitas Pertamina - 33
Universitas Pertamina - 34
LAMPIRAN 4
Form Bimbingan Kerja Praktik
Universitas Pertamina - 35
Paraf Pembimbing
Universitas Pertamina - 36
Universitas Pertamina - 37
Universitas Pertamina - 38
Universitas Pertamina - 39