Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

HIPERTENSI ESENSIAL

Oleh:

Muhamad Febry 1110313002

Raja Nona Millani 1110313002

Perseptor:

dr. Weni Fitria Nuzulis

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PUSKESMAS BELIMBING

PADANG

2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan kondisi yang paling umum ditemukan dalam praktik


pelayanan primer. Pada tahun 2008 terdapat 40% orang dewasa berusia 25 tahun
ke atas yang tersebar di seluruh dunia, didiagnosis dengan hipertensi. Angka ini
telah meningkat sejak tahun 1980 sebesar 600 juta hingga tahun 2008 mencapai 1
milyar.1 Untuk Indonesia sendiri, prevalensi penderita hipertensi tahun 2008 yang
berusia 25 tahun ke atas sebesar 41%. Angka ini menempati peringkat kedua
tertinggi di daerah Asia Tenggara setelah negara Myanmar.2
Peningkatan prevalensi hipertensi dipengaruhi oleh pertumbuhan
populasi, usia, serta perilaku sebagai faktor risiko seperti diet tidak sehat,
penggunaan alkohol yang membahayakan, kurangnya aktivitas fisik, berat badan
yang berlebihan dan paparan terhadap stress secara persisten. Tingginya tekanan
1

pada pembuluh darah menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dalam
usahanya untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Apabila kondisi ini tidak
diatasi maka hipertensi dapat menuju pada serangan jantung, pembesaran jantung
dan pada akhirnya kegagalan jantung. Tingginya tekanan pembuluh darah dapat
juga menyebabkan darah bocor ke dalam otak, menjadi stroke. Hipertensi juga
dapat menyebabkan kegagalan ginjal, kebutaan, ruptur tekanan darah, dan
gangguan kognitif.1
Selama lebih dari 30 tahun terakhir telah dilakukan upaya dalam
meningkatkan kesadaran, pencegahan, penatalaksanaan terhadap hipertensi
mengingat kontribusi penyakit ini dalam angka kematian. Sejak publikasi pertama
tahun 1997 lalu, kini di tahun 2013, kembali dipublikasikan sebuah pedoman
penatalaksanaan hipertensi pada dewasa (2014 Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults, Report From the Panel Members
Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8)) yang dibuat oleh para
ahli berdasarkan systemtic review dan uji klinis. Pedoman ini menyediakan
pendekatan berbasis bukti dalam rekomendasi, target serta terapi penatalaksanaan
hipertensi pada dewasa yang sesuai bagi petugas pelayanan primer.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang persisten
ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90
mmHg.4

2.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai
hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks
antara genetik dan interaksi lingkungan.5
Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang
diakibatkan adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan
adrenal, penyempitan aorta, obstructive sleep apneu, gangguan neurogenik,
endokrin, dan obat-obatan.4

2.3 Klasifikasi
Penentuan derajat hipertensi dilakukan berdasarkan rata-rata dari dua atau
lebih pengukuran tekanan darah (dalam posisi duduk) selama dua atau lebih
kunjungan pasien rawat jalan.6 Klasifikasi hipertensi dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi


4
Klasifikasi Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 -89
Hipertensi tingkat 1 140 –159 atau 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 atau ≥ 100

2.4 Faktor risiko


Terdapat beberapa gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko
berkembangnya hipertensi, termasuk diantaranya adalah: konsumsi makanan yang

3
mengandung banyak garam dan lemak, sedikit sayur dan buah, penggunaan
alkohol hingga di tingkat yang membahayakan, kurangnya aktivitas fisik, serta
pengelolaan stress yang rendah. Gaya hidup tersebut juga sangat dipengaruhi oleh
kondisi pekerjaan dan kehidupan individu.1

Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor
yang dapat dan tidak dapat dikendalikan.
I. Faktor yang tidak dapat dikendalikan
a. Usia
Risiko kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada
umur 45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 tahun sebesar 65%.
Peningkatan tekanan darah dapat terjadi seiring dengan bertambahnya
usia, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar,
sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah
menjadi lebih kaku.7,8

b. Jenis Kelamin
Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita, dengan peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan
tekanan darah sistolik. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan
hipertensi dari pada wanita, seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status
pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan
pengangguran.7

c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi akan meningkatkan
risiko kejadian hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi
2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, kemungkinan
anaknya menderita hipertensi sebesar 45%, sedangkan jika hanya salah
satu dari orang tuanya yang menderita hipertensi maka kemungkinan
anaknya menderita hipertensi sebesar 30%.8

4
d. Genetik
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50
tahun akan timbul manifestasi klinis.8

II. Faktor yang dapat dikendalikan


a. Kebiasaan Merokok
Semakin lama seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang
dihisap maka kejadian hipertensi akan semakin meningkat. Zat-zat kimia
beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui
rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan
hipertensi. Selain itu merokok juga meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot jantung. Merokok pada
penderta hipertensi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pada
pembuluh darah arteri.9

b. Konsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari akan mengurangi risiko kejadian hipertensi, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Konsumsi garam yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium
atau 2400 mg/hari.9

c. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Mekanisme peningkatan
tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga,

5
peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.9,10

d. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak
aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri.10

e. Psikososial dan stress


Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar adrenal
melepaskan hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat
dan kuat, sehingga meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini
berlangsung terus menerus maka tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.10

f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan
kolesterol HDL darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan resistensi
perifer sehingga meningkatkan tekanan darah.10

Tabel 2. Batasan kadar lipid dalam darah10


Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi
Kolesterol total <200 Yang diinginkan
200-239 Batas tinggi
>240 Tinggi
Kolesterol LDL <100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Batas tinggi
160-189 Tinggi
>190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL <40 Rendah
>60 Tinggi
Trigliserida <150 Normal
150-199 Batas tinggi
200-499 Tinggi
>500 Sangat tinggi
6
g. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa
sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat
sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan
berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah.10

2.5 Patofisiologi
\

Gambar 2. Patofisiologi hipertensi11

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi


dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan resistensi
vaskular (peripheral vascular resistance). Fungsi kerja masing-masing penentu
tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.
Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut,
yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.11
Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output
secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload)
atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh
dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara
meningkatkan resistensi perifer. 11
Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena
peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga
meningkatkan cardiac output.11

7
Gambar 3. Peran natrium dan kalium dalam patofisiologi hipertensi12

2.6 Diagnosis

Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:

1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.


2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.13

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara


anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.10

2.6.1 Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi, perubahan aktivitas atau kebiasaan (seperti merokok,
konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,
pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran
tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa
ulang di kontrolateralnya.10

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

8
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk
berat dan tinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada
kedua lengan, dan dianjurkan pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri
sehingga dapat mengevaluasi hipotensi postural. Pasien yang berusia kurang
dari 30 tahun sebaiknya juga diukur tekanan arterinya di ekstremitas bawah,
setidaknya satu kali. Laju nadi juga dicatat.6

Cara pemeriksaan tekanan darah10

a) Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensi


meter yang dipasang/dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan
duduk bersandar, berdiri atau tiduran. Penurunan lengan dari posisi hampir
mendatar (setinggi jantung) ke posisi hampir vertikal dapat menghasilkan
kenaikan pembacaan dari kedua tekanan darah sistolik dan diastolik.
b) Untuk mencegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan
darah dapat dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat
selama 5 menit. Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran dengan
selang waktu 5 sampai 20 menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset
dapat mempengaruhi hasil.
c) Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya
harus dapat melingkari 2/3 1engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di
atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop.
d) Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-
lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik
dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), sedangkan
tekanan diastolik dicatat pada bunyi yang kelima (Korotkoff V).

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi inisial pada penderita
hipertensi meliputi pengurukan fungsi ginjal, elektrolit serum, glukosa puasa,
dan lemak dapat diulang kembali setelah pemberian agen antihipertensi dan
selanjutnya sesuai dengan indikasi klinis. Pemeriksaan laboratorium ekstensif

9
diperlukan pada pasien dengan hipertensi yang resisten terhadap obat dan
ketiga evaluasi klinis mengarah pada bentuk kedua dari hipertensi. 6,14

Tabel 3. Pemeriksaan Penunjang sebagai evaluasi awal 6,14


Sistem Pemeriksaan
Ginjal Urinanalisis mikroskopik, eksresi albumin, serum BUN
dan/atau kreatinin
Endokrin Serum natrium, kalium, kalsium, dan TSH
Metabolik Glukosa puasa atau HbA1c, profil lipid (kolesterol
total, HDL dan LDL, trigliserida)
Lainnya Darah lengkap, rontgen dan elektrokardiogram

2.7 Tatalaksana
2.7.1 Tatalaksana Farmakologis
Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani
hipertensi, beberapa rekomendasi tersebut antara lain:

Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg pada kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <150 mmHg dan tekanan darah diastolik <90
mmHg.

Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik
mulai diberikan jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target
terapi adalah tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-
59 tahun).

Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg.

Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90
mmHg.

10

Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90
mmHg.

Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita
diabetes melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide,
penghambat kanal kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor
(ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB).

Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes
melitus terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau
penghambat kanal kalsium.

Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk
memperbaiki outcomepada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien
gagal ginjal kronis dengan hipertensi tanpa memandang ras ataupun
penderita diabetes melitus atau bukan.)

Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk
mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila
target tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis
obat harus ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari
golongan yang sama (golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau ARB).
Jika target tekanan darah masih belum dapat tercapai setelah menggunakan
2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga (tidak boleh
menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target
tekanan darah belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari
rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat
untuk mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi dari
golongan yang lain dapat digunakan.3

11
12
Gambar 4. Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa 3

13
Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta
dosisnya yang dapat digunakan.

Tabel 4. Obat anti hipertensi beserta dosisnya3

Tabel 5. Strategi penggunaan obat anti hipertensi3

2.7.2 Tatalaksana Non Farmakologis

14
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh
seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang
terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan
dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup
merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan
penanganan hipertensi. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi
beberapa hal:
I. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.
Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar
10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan
darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.15

II. Olahraga dan aktifitas fisik


Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktivitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,
minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan
darah walaupun berat badan belum tentu turun. Melakukan aktivitas
secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui
sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai
19% hingga 30%.
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan
perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat
menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa
olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.11
III. Perubahan pola makan

15
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya
penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan
jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam.11
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak
jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal
dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.11
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah
lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko
terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium
bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-
sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti
seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan
(banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu
mengandung banyak kalsium.11

IV. Menghilangkan stress


Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres.13
2.8 Komplikasi
I. Jantung

16
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan
kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan
hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran
jantung kiri, disfungsi diastolik, dan gagal jantung.6
II. Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan
hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena
hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan
peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan
pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke
hemorgik.6
III. Ginjal
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering
terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati,
tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika
ada proteinuria.6

2.9 Pencegahan
Pencegahan dan kontrol dari hipertensi membutuhkan dukungan politik
sebagai peran dari pemerintah dan para pembuat kebijakan. Petugas kesehatan,
komunitas peneliti akademis, lembaga masyarakat, sektor privat, serta keluarga
dan penderita hipertensi sendiri semuanya ikut berperan.

BAB II

17
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur/MR: Ny. K/ Perempuan/ 65 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Pedagang
c. Alamat : Gunung Sarik
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : 13 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Penghasilan lebih kurang 4 juta/bulan.
d. KB :-
e. Kondisi Rumah :
 Rumah permanen, terdapat 3 buah kamar
 Listrik ada
 Sumber air : PDAM
 Jamban ada 1 buah, di dalam rumah
 Sampah di buang ke tempat pembuangan sampah
 Kesan: higine dan sanitasi baik

f. Kondisi Lingkungan Keluarga


 Jumlah penghuni 5 orang: pasien, suami pasien, 2 orang anak
pasien, cucu
 Tinggal di daerah pinggiran kota.

3. Aspek Psikologis di keluarga


 Pasien tinggal bersama suami, 2 orang anak, dan cucu.
 Hubungan dengan keluarga baik

4. Keluhan Utama
Sakit kepala sejak 2 hari yang lalu

5. Riwayat Penyakit Sekarang

18
 Sakit kepala sejak 2 hari yang lalu, keluhan ini diakui berlangsung
terus menerus.
 Nyeri kepala juga disertai dengan keluhan nyeri pada pundak dan
rasa pegal-pegal pada kaki pasien. Pasien merasakan sulit tidur 1
hari terakhir.
 Keluhan sesak nafas disangkal. Keluhan mual muntah disangkal.
 Pasien biasanya berobat kepraktek umum dokter yang ada didaerah
rumah pasien, namun lebih kurang 1 tahun ini tidak kontrol.
 Pasien memiliki riwayat stroke lebih kurang 13 tahun yang lalu
dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan, dan berbicara
pelo. Saat ini masih terjadi kelemahan anggota gerak kanan atas
dan menyeret kaki kanan saat berjalan.
 Riwayat tensi paling tinggi 200/130
 Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol.
6. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
- Pasien sudah dikenal menderita hipertensi sejak lebih kurang 20
tahun yang lalu.
- Orang tua pasien memiliki riwayat penyakit stroke.
7. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Frekuensi denyut nadi : 83x / menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Suhu : Afebris
Berat Badan : 55 kg
Tinggi badan : 155 cm

Pemeriksaan Sistemik

- Kulit : Teraba hangat

19
- Kepala : Bentuk bulat, simetris, rambut hitam tidak mudah
dicabut
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor,diameter 2mm, reflek cahaya +/+
- Mulut : Simetris kiri dan kanan , lidah dan mulut basah, oral
thrush tidak ada,
- Telinga : Tidak ditemukan kelainan
- Hidung : Tidak ditemukan kelainan
- Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
- Dada :
Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak
ada
- Abdomen: Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Punggung : Tidak ditemukan kelainan
- Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas : 444 555
444 555
8. Pemeriksaan labor :
- Kolesterol : 181
- GDP : 88
9. Diagnosis

20
Hipertensi Esensial Stage II ( ICD 10 : I10 )
Sequele Cerebrovaskuler Disease ( ICD 10 : I69 )
10. Diagnosis Banding :-
11. Manajemen
a. Preventif :
- Menjaga konsumsi makanan dengan diet rendah garam dan rendah
lemak.
- Menghindari faktor resiko yang dapat memperburuk kondisi pasien
seperti rokok, kopi, dan alkohol.
- Menjalani pola hidup sehat dengan memakan makanan yang
bergizi dan cukup nutrisi untuk tubuh, berolahraga secara teratur
(misalnya senam atau jalan cepat) setiap pagi minimal selama 30
menit selama 3-4 kali seminggu, dan beristirahat yang cukup 6-8
jam per harinya.
- Menghindari kelelahan dan faktor stress yang dapat memperburuk
kondisi pasien.
b. Promotif :
- Edukasi kepada pasien bahwa pasien menderita penyakit kronik
yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dan penyakit
tersebut mengharuskan pasien untuk selalu mengontrol tekanan
darahnya minimal setiap 10 hari (walaupun tidak memiliki
keluhan) dan selalu mengkonsumsi obat yang diberikan.
- Edukasi kepada pasien bahwa penyakit pasien merupakan penyakit
sistemik yang dapat mempengaruhi kinerja berbagai organ tubuh
lainnya seperti jantung, otak, ginjal, mata dan sebagainya.
- Edukasi kepada pasien bahwa jika tekanan darah pasien tidak
terkontrol akan menyebabkan berbagai macam komplikasi dan
komplikasi terburuk dapat mengancam jiwa pasien.
- Edukasi kepada pasien untuk tidak merokok dan meminum kopi
untuk mencegah perburukan dari penyakit pasien.

21
- Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien harus
mengurangi mengkonsumi makanan dengan kandungan garam dan
lemak yang tinggi.
- Edukasi kepada anak-anak pasien bahwa anak-anak pasien juga
memiliki faktor resiko yang tinggi untuk terkena hipertensi
sehingga harus menjalani pola hidup sehat sejak dini.
c. Kuratif :
 Amlodipine 1x10 mg

 Hidroclorotiazid 1x12,5 mg

 Vitamin B Komplek 2 x1 tablet

d. Rehabilitatif :
 Kontrol ulang setelah 10 hari atau lebih cepat jika keluhan tidak
mengalami perbaikan. Segera kefasilitas kesehatan jika ditemukan
gejala berupa penurunan penglihatan tiba-tiba, sakit kepala hebat,
kelemahan anggota gerak, penurunan kesadaran.
12. Prognosis
 Qua ad sanam : bonam
 Qua ad vitam : bonam
 Qua ad fungsionam : bonam
 Qua ad kosmetikum : bonam

22
Dinas Kesehatan Kota Padang

Puskesmas Belimbing

Dokter : Muhamad Febry, R. Nona Milani

Tanggal : 10 April 2017

R/ Amlodipin tab 10 mg No. X

S 1 dd tab 1

R/ Hidroklorotiazid tab 12,5 mg No. X

S 1 dd tab 1

R/ Vit. B Komplek tab No. X

S 2 dd tab 1

Pro : Ny. K

Umur : 65 tahun

Alamat: Gunung Sarik

23
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). A Global Brief on Hypertension: Silent


Killer, Global Public Health Crisis [Internet]. 2013 [diakses pada 28 Januari
2017]. Tersedia dari: http://chronicconditions.thehealthwell.info/search-
results/global-brief-hypertension-silent-killer-global-public-health-crisis?
source=relatedblock
2. Krishnan A, Garg R, Kahandaliyanage A. Hypertension in the South-East
Asia Region: an overview. Regional Health Forum. 2013; 17(1): 7-14.
3. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA:
2013.
4. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et
al. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 2003; 42:
1206–52.
5. Cowley AW Jr. The genetic dissection of essential hypertension. Nat Rev
Genet. 2006 Nov; 7(11):829–40. [PMID: 17033627].
6. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine
17th edition. New York: McGrawHill: 2008.
7. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor resiko
hipertensi studi ekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis].Jakarta: Program
Studi Epidemiologi Program Pasca Sarjana FKM-UI; 2006.
8. Hasurungan, JA.Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada
lansia di Kota Depok tahun 2002 [Tesis]. Jakarta:Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia; 2002.
9. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine
Concise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical
Education and Research: 2008.
10. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan RI.
Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. 2006.
11. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia,
USA: Lippincott Williams & Wilkins: 2006.
12. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of
Hypertension. N Engl J Med 2007; 356: 1966-78.
13. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7.
14. Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, O’Connor P, Pereira C,
Schlichte A, Woolley T. Institute for Clinical Systems Improvement.
Hypertension Diagnosis and Treatment. Updated November 2014.
15. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past
antihypertensive drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study. Med
J Indon. 2001; 10(1): 29-33.

24

Anda mungkin juga menyukai