Anda di halaman 1dari 3

Cerita ini disadur dari kisah nyata Eksistensi Manusia.

‘’Tragikomedi”

Oleh: PRHA

Disebuah Desa yang berjarak tidak terlalu jauh dari Kota, tinggal seorang Tabib yang mempunyai
reputasi sebagai Tabib terbaik seantero Negeri. Rumor yang beredar di Masyarakat, Tabib tersebut
dapat membuat orang-orang “Sembuh” dari Kesedihan yang diderita masyarakat sekitar hanya
dengan menuliskan mantra pada secarik kertas yang ditulis memakai tinta dari Gurita bermata satu
yang langka diperairan sekitar Desa tersebut.

Salma (19) dan Nanda (21) adalah dua pemuda di Desa tersebut yang kebetulan berencana membawa
Farhan (21) temen mereka ke Tabib tersebut. Farhan sudah berhari-hari berkubang dalam kesedihan
karena kehilangan ayahnya yang meninggal dunia beberapa minggu silam.

Farhan dikenal pemuda yang riang dan terlihat sangat menikmati kehidupannya, Farhan selama ini
bekerja serabutan di Kota, disaat teman-teman sebayanya menempuh Pendidikan, dia harus bekerja
keras demi membiayai Pendidikan kedua adik kembarnya Runa dan Rani (10). Keluarga Farhan
termasuk keluarga yang tidak mampu secara finansial, Ibunya hanya seorang Buruh cuci di Desa
sedangkan Ayahnya yang seorang Doktor dalam disiplin Ilmu Teknik Mesin juga gagal mendapatkan
pekerjaan yang layak, keseharian Ayahnya hanya membaca berita dari surat kabar bekas tetangga
mereka, sesekali ayahnya menghababiskan waktu berhari-hari untuk membaca Filsafat ataupun Sastra
tanpa memikirkan bagaimana keluarganya hidup. Akhirnya semua kebutuhan keluarga tersebut
dipenuhi oleh Farhan seorang. Ayahnya mengakhiri hidupnya sendiri beberapa bulan yang lalu dengan
cara meminum cairan pembasmi hama yang dia curi dari gudang padi milik masyarakat sekitar karena
besarnya tekanan kehidupan yang dia terima.
Salma: “Nan hari ini jadikan kita bawa Farhan ke Psikolog itu?”

Tanya salma dalam sambungan telepon.

Nanda: “Jadilah, kasian Farhan sal kalau dia begini terus, keluarganya mau makan apa, belum
biaya sekolah adek-adeknya kan.”

Salma: “Oke nan, lu jemput gw ya dirumah, kita bareng-bareng jemput Farhan.”

Nanda: “Sip, otw nih!”

Sementara Nanda dan Salma menuju rumah Farhan, Farhan mengurung dirinya di ruangan yang
sempit disudut rumahnya yang kecil, dia sudah mengurung diri selama berhari-hari.

Runa: “Abang aku tadi dikasih tau ibu guru, kalo aku dan Rani gaperlu lagi bayar uang
sekolah, jadi abang ga perlu lagi pusing-pusing cari uang sekolah aku sama Rani

Ucap Runa yang coba membohongi abangnya agar mau keluar dari ruangan tersebut, sambil menahan
air mata yang sudah membendung dikelopak matanya.
Rani: “Iya bener bang, sekarang juga aku sama Runa kalo sekolah bawa bekel yang ibu buat,
jadi ga perlu lagi deh pake uang jajan, jadi abang ga perlu lagi ya bang cari uang buat kita
sekolah.”
Ibunya yang menyaksikan hal tersebut tidak sanggup lagi menahan air mata, sambil menangis dia
merangkul Runa dan Rani.
Ibu: Maafin ibu yah!

Sampailah Salma dan Nanda dirumah Farhan.

Salma: (sambil merangkul Ibu, Runa dan Rani) “Ada apa bu, kok semuanya pada nangis, Farhan
kemana bu?”
Runa: “Abang ada didalem mbak, dia udah 3 hari gakeluar-keluar, bantuin aku sama Rani ajak
abang keluar ya mbak”
Mendengar hal tersebut, Nanda langsung mendobrak pintu ruangan tersebut dan mendapati Farhan
sudah lemas dan tidak berdaya tetapi masih dalam keadaan sadar.
Nanda: “Woy kenapa lu kaya gini, lu ga kasian sama nyokap dan adek lu apa?!”

Nanda membawa Farhan yang sudah mengkhawatirkan kedalam Mobil untuk membawanya ke Tabib
di Desa tersebut.

Salma: “Ibu sekarang berhenti ya nangisnya, kita mau bawa Farhan berobat dulu, Rani sama
Runa juga jangan nangis yah jagain ibu-nya.”

Salma dan Nanda membawa Farhan menuju tempat Psikolog tersebut, dalam perjalanan,

Nanda: “Han kenapa lu jadi kaya gini sih, gw tau lu merasa kehilangan karena almarhum
bokap lu, tapi hidup harus terus berjalan, lu gabisa begini, lu ga kasian sama ibu dan adek lu
apa?!”

Salma: “Udah nan, jangan bikin suasananya gaenak deh”

Salma: “Lu tenangin diri ya han, sebentar lagi kita sampe yah, yang sabar ya han.”

Akhirnya sampailah mereka di tempat Tabib tersebut.

Salma: “Coba lu cek deh nan, banyak ga pasiennya, sekalian ambil nomor antrian yak, gw
sama Farhan nunggu disini (Ruang tunggu).”
Nanda: “oke sal”

Beberapa saat nanda masuk untuk mengecek dan mengambil nomor antrian, nanda kembali menemui
Salma dan Farhan diruang tunggu.

Salma: “Gimana nan?”

Nanda: “Aman, kita yang pertama, ayo bantu gw bawa Farhan masuk keruangan Sal”

Sampai didalam ruangan mereka disambut seorang Laki-Laki tua yang yang mana adalah Tabib
tersebut.

Tabib: “Teman kalian kenapa ini, ko gabisa jalan sendiri?”

Nanda: “Ceritanya Panjang Pak, yang jelas dia hampir putus asa sama hidupnya.”

Tabib: Loh, saya tetap harus tau apa yg terjadi sama calon Pasien saya, bagaimana cara saya
mendiagnosa dan memberikan terapi pengobatan yang tepat kalau saya tidak diberi tahu apa -
apa.
Salma: “Jadi teman saya ini kehilangan Ayahnya yang meninggal dunia beberapa bulan yang
lalu Pak, setelah itu dia jadi pribadi yang pemurung dan selalu bersedih sepanjang hari,
padahal dulu dia sangat penghibur dan riang”
Tabib: “Apakah teman kalian pernah melakukan percobaan bunuh diri atau melakukan
tindakan menyakiti diri sendiri?”

Salma: “Setahu kami sih tidak dok, cuma sebelum sampai kesini tadi kata Ibunya dia sudah
mengurung diri dalam kamar beberapa hari”
Mendengar hal tersebut, Tabib tersebut langsung menarik laci meja kerjanya untuk mengambil
secarik kertas dan pena.

Tabib: “Oke baik, saya akan memberikan kalian sebuah alamat, dikota ada seorang Badut
penghibur yang sangat lucu, semua jenis kesedihan mampu teratasi olehnya, Alamat yang
akan saya berikan adalah Alamat badut tersebut, bawalah teman kalian menemuinya ya,
saya jamin teman kalian akan kembali sediakala. Semua orang yang datang kesini pasti saya
rekomendasikan untuk menemui badut tersebut, dan semua pasien saya sembuh tanpa
terkecuali.

Saat Tabib tersebut sedang menuliskan alamat badut tersebut, tiba-tiba Farhan berkata.
Farhan: 221B Baker Street!

Salma: Hah, maksudnya apa han?

Tabib: Loh kamu sudah pernah kesana, ko kamu tau alamat itu?

Farhan: Sayang sekali pak, Badut yang Bapak maksud itu selama ini adalah saya!

Anda mungkin juga menyukai