Anda di halaman 1dari 14

NEGARA ISLAM DAN NEGARA SEKULER

Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Muqaranah Madzahib Fiqih Siyasah
Dosen Pengampu : Prof. Dr. K.H Mujar Ibnu Syarif, M.Ag.

Disusun Oleh
Kelompok VIII
A‟idah Elsa Rafidah 11190430000058
Agung Romelo 11190430000033
Dyah Hafidah 11190430000032
Dina Hanifah 11190430000067
Fadhlullah Syafi‟i 11190430000066
Fandi Muhammad 11190430000059
Kasyifatul Himah 11190430000053
Moh.Nabil Syibawaih 111904300000

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
2022 M/1443 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Segala puji serta syukur selalu kita panjatkan kepada Allah Swt. Atas
berkat rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi kita tercinta, yakni Nabi
Muhammad Saw. Mudah mudahan kita selalu istiqomah menjalankan sunnah-sunnahnya dan
kelak mendapat syafaat darinya.
Penulisan tugas makalah berjudul "Negara Islam dan Negara Sekuler". Pemahaman
dari berbagai macam ahli yang diambil dari beberapa buku bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah hukum perbankan syariah yang diampu oleh Prof. Dr. K.H Mujar Ibnu Syarif,
M.Ag” pada tugas makalah ini, kami insya Allah akan menguraikan tentang negara islam dan
negara sekuler serta para pendapat ahli tentang hal tersebut.
Kami menyadari bahwa karya ilmiyah atau biasa yang disebut sebagai makalah ini
jauh dari kesempurnaan oleh karenanya kami berharap kepada teman-teman dan juga kepada
para pembaca yang budiman sangat besar harapan kita untuk memberikan kritikan yang
membangun dan juga sarannya dikarenakan hal itu adalah upaya yang kalian berikan dalam
mencerdaskan generasi bangsa sehingga para generasi berikutnya telah difilter dengan baik
dan benar.

Jakarta, 23 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Negara Islam
B. Pendapat Ulama Yang Setuju Dan Tidak Setuju Dengan Konsep Negara Islam
C. Pengertian Negara Sekuler
D. Pendapat Yang Setuju Dengan Negara Sekuler
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna karena segala aspek kehidupan diatur dengan
sedemikian rupa dari hal terkecil hingga hal terbesar. Contoh dalam masalah terbesar adalah
masalah tentang aspek dalam bernegara. Dalam aspek benegara, islam telah mengatur dalam
pembahasan atau bab fiqih yakni fiqih siyasah. Seiring berjalannya zaman, terdapat banyak
perbedaan yang ditemukan dikarenakan perbedaan masa dan tempat. Seperti dengan masalah
fiqih siyasah. Banyak para ulama yang berbeda pendapat mengenai permasalahan kenegaraan
yang muncul ilmu fiqih dengan perbandingan atau muqaranah.

Dalam fiqih siyasah disebut dengan muqaranah madzahib Fiqih Siyasah. Ilmu
perbandingan dalam fiqih siyasah ini adalah produk hukum dari ijtihad para ulama yang
berbeda pendapat tentang suatu permasalahan hukum di dalam fiqih siyasah. Dalam ilmu
perbandingan fiqih, tentu para ulama tidak sembarang dalam memutuskan hukum, mereka
mempunyai ilmu yang dasar yang sangat luar biasa sehingga diputuskanlah sebuah hukum
disertai dalil-dalil yang sehingga menghasilkan pendapat yang terperinci.

Terdapat banyak permasalahan dalam pembahasan tentang muqaranah fiqih


siyasah ini, contohnya masalah tentang negara islam dan pendapat tentang negara sekuler.
Islam dan sebuah negara dapat menjadi sebuah korelasi yang baik guna terciptanya
masyarakat yang sejahtera. Namun bukanlah hal tepat pula mendirikan negara islam ditengah
negara demokrasi, seperti Indonesia. Namun menjadi sebuah ancaman pula untuk negara
yang mayoritas masyarakatnya muslim, namun terdapat pemikiran sekuler. Penjelasan
mengenai masalah tersebut akan dibahas dalam masalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian negara islam ?
2. Bagaimana pendapat ulama/kelompok yang setuju dan tidak setuju dengan negara
islam?
3. Apakah tarjih dari pendapat mengenai negara islam?
4. Apakah pengertian negara sekuler?
5. Bagaimana pendapat ulama/kelompok mengenai negara sekuler?
6. Apakah tarjih dari pendapat mengenai negara sekuler?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari negara islam
2. Untuk mengetahui berbagai pendapat ulama/kelompok mengenai negara islam
3. Untuk mengetahui pendapat yang paling kuat
4. Untuk mengetahui pengetian dari negara sekuler
5. Umtuk mengetahui berbagai pendapat mengenai negara sekuler
6. Untuk mengetahui pendapat yang paling kuat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Negara Islam

Salah satu pandangan tentang negara Islam muncul dari negara Islam Iran, yang
menjadikan syariat-syariat Islam sebagai dasar bernegara. Iran menamakan dirinya sebagai
wilāyāt al-faqīh (negara para ulama) berawal dari sebuah alasan karena tampuk kekuasaan
dan kenegaraannya diatur oleh orang-orang muslim versi Syiah. Iran merupakan satu-satunya
negara yang telah berhasil menjadikan syariat sebagai basis bernegara.

Pandangan lain yang menarik tentang negara Islam adalah pendapat yang
dilontarkan oleh Muhammad Natsir. Menurutnya, negara Islam bukan berarti 100% harus
semuanya Islam, begitupun negara Demokrasi, bukan maksudnya semuanya bertumpuh pada
ajaran sekuler dan Barat. Dalam negara, sangat mungkin dasar negaranya menggunakan apa
saja dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sedangkan yang dimaksud Islam adalah
dalam sistem kebijakannya.

Teori Muhammad Asad mengenai Negara Islam banyak persamaannya dengan tokoh
Islam modernis Indonesia. Asad mengambil Pakistan sebagai basis empiris bagi perumusan
teori politiknya. Bagi Asad yang sebelum memeluk Islam bernama Leopold Weiss
menjelaskan bahwa suatu negara dapat menjadi benar-benar islami hanyalah dengan
keharusan pelaksanaan yang sadar dari ajaran Islam terhadap kehidupan bangsa dan dengan
jalan menyatukan ajaran-ajaran itu ke dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut kerangka berpikirnya, suatu negara yang dihuni oleh mayoritas Islam seperti
halnya Indonesia tidak otomatis menjadi suatu negara Islam kecuali bila ajaran Islam tentang
sosio-politik dilaksanakan dalam kehidupan rakyat dengan berdasarkan konstitusi.

Dalam suatu Negara Islam menurut Muhammad Asad nilai-nilai moral tidak berubah
dari satu kasus ke kasus lain atau dari waktu ke waktu, tetapi validitasnya tetap bertahan buat
seluruh waktu dan kondisi. Fungsi suatu Negara Islam hanyalah sebagai sarana untuk
memaksakan nilai-nilai moral Islam dalam kehidupan sosio-politik umat.

Pendapatnya tidak berbeda dengan Ibnu Taimiyah, Fazlur Rahman dan M. Natsir
mengenai kedaulatan negara, Muhammad Asad menempuh jalan tengah antara kubu
Maududi-Khomeini dan golongan modernis. Pada satu pihak Muhammad Asad membela dan
mempertahankan hak-hak rakyat untuk memerintah namun pada sisi lain Negara Islam
menurut Muhammad Asad yang eksistensinya bergantung pada kemauan rakyat dan ia
berhak dikontrol olehnya mendapatkan kedaulatan pada akhirnya dari Tuhan. Akan tetapi
sebenarnya apa yang dimaksudkannya dengan kedaulatan Tuhan itu tidak lain dari kedaulatan
syariah atas seluruh warga negara suatu Negara Islam.

B.Pendapat Ulama Yang Setuju Dan Tidak Setuju Dengan Konsep Negara Islam

Konsep negara Islam pernah ditegaskan oleh Gus Dur, di mana beliau mengatakan
bahwa konsep negara Islam tidak pernah ada. Islam hanya menawarkan nilai-nilai luhurnya
untuk mengisi setiap sendi perpolitikan, perekonomian, kebudayaan, seni, dan lain-lain. Islam
tidak pernah dikerek menjadi bendera. Gus Dur juga menegaskan bahwa gagasan negara
Islam adalah sesuatu yang tidak konseptual dan tidak diikuti oleh mayoritas umat Islam.
Gagasan tersebut hanya dipikirkan oleh sejumlah orang saja yang terlalu memandang Islam
dari sudut pandang institusionalnya belaka. Karena lebih dari itu, Islam menyuguhkan nilai-
nilai yang merupakan ruh dari seluruh sistem politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. 1

Nurcholis Madjid berpendapat bahwa agama dan negara tidak dapat di pisahkan,
karena agama merupakan landasan hidup dan menjadi kultur kehidupan masyarakat dalam
bernegara, namun Nurcholis Madjid menolak tegas konsep negara Islam, Karena menurut
beliau Negara Islam merupakan distoris hubungan proposional antara agama dan negara.
Oleh karena itu negara Islam bukanlah negara agama dan bukan pula negera sekuler.2

NU (Nahdatul Ulama) yang dipimpin oleh KH Hasyim Asy‟ari ini menolak gagasan
Kartosoewirjo untuk mendirikan negara Islam karena pertimbangan historis dan kebangsaan.
Pendirian negara Islam juga tidak mempunyai pijakan syariat karena Nabi Muhammad SAW
tidak pernah melakukannya. Lagipula, Indonesia merupakan kumpulan bangsa majemuk
yang sedang berusaha secara bersama-sama dalam berjuang mencapai kemerdekaan. Sikap
tegas NU terkait darul Islam dibahas melalui Muktamar ke-11 NU tahun 1936 di
Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ini menunjukkan bahwa ketegasan NU menolak darul

1
Fathoni Ahmad, “Kelakar Gus Dur tentang Konsep Negara Islam Jumat,” artikel diakses pada 23 Mei 2022 dari
https://www.nu.or.id/opini/kelakar-gus-dur-tentang-konsep-negara-islam-zl7dx.
2
Yusafrida Rasyidin, “Menjelajahi Pemikiran Politik Nurcholis Madjid Tentang Agama dan Negara,” artikel
diakses pada 23 Mei 2022 dari http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/view/6840.
Islam Kartosoewirjo mempunyai dasar, tidak dilakukan secara srampangan. Hal ini juga
menggambarkan bahwa para ulama NU selalu mendasarkan diri dengan pijakan syariat.
Apalagi konsep negara bangsa sama sekali tidak mengekang agama Islam sehingga negara
bangsa merupakan perwujudan aspirasi Islam. 3

Pendapat lain adalah apa yang diutarakan oleh Taqī al-Dīn al-Nabhāni. Ia
menyatakan bahwa Islam di dalamnya membahas tentang keagamaan dan kenegaraan.
Menururtnya, hal itu telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad Saw. Tokoh yang juga pro
dalam negara Islam adalah Sayyiq Quṭb. Konsep negara yang dikenalkan oleh dirinya ialah
supranasional. Konsep ini menginginkan keberadaan sebuah negara yang menyeluruh,
melintasi batas-batas teritorial dan nasionalisme, serta hukum-hukumnya berasal dari Islam.
Dalam kitabnya yang lain; Ma„ālim fī Ṭarīq, ia menyatakan bahwa di dunia hanya ada dua
sistem, yaitu sistem Islam dan sistem jahiliyyah. Oleh itu sistem yang tidak berdasarkan
Islam berupa negara selain negara Islam tidak bisa dikatakan sebagai sistem Islam,
sebagaimana seperti Demokrasi. Senada dengan pernyataan Quṭb, juga apa yang dinyatakan
oleh alMaudūdī. Ia menyatakan, Islam merupakan ajaran yang menyeluruh, tak membatasi
ruang lingkup kegiatan sebagaimana dalam negara demokrasi. alMaudūdī juga tidak setuju
dengan konsep negara-bangsa, karena menurutnya, model tersebut telah melawan otentisitas
Islam sebagai agama yang universal.

C.Pengertian Negara Sekuler

Negara sekuler atau sekulerisme merupakan sebuah pemikiran yang menyatakan


bahwa negara harus berpisah dari agama/kepercayaan. Ada juga yang memaknai sekulerisme
sebagai sebuah pemahaman yang menghindarkan manusia dalam kehidupannya yang
bersandar kepada Allah dan agama. Paradigma sekulerisme memandang agama perlu terpisah
dari negara. Menurut ideologi ini, agama hanya segala aliran yang merupakan wilayah privat
warga dan tidak dapat diatur dengan negara. Dan sebaliknya, agama tidak dapat mengatur
atau mempengaruhi suatu negara4.

Negara-negara yang menganut paham sekulerisme telah melakukan pemisahan


antara agama dan negara. Dalam negara sekuler, sistem dan norma hukum positif dipisahkan
3
Fathoni Ahmad, “Munas NU 2019 Pertegas Bentuk Negara Bangsa,” artikel diakses pada 23 Mei 2022 dari
https://www.nu.or.id/opini/perdebatan-istilah-darul-islam-dan-daulah-islamiyah-dalam-munas-nu-BbLky
4
Rd. Datoek A. Pachoer. Sekulerisasi dan Sekulerisme agama, uin sunan gunung Djati Bandung, hal 100, jurnal
agama dan lintas budaya, vol 1 No. 1
dengan nilai dan norma agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak
berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, seperti paham teokrasi, meskipun mungkin
norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Sekalipun paham ini
memisahkan antara agama dan negara, akan tetapi pada lazimnya negara sekuler
membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini dan
negara tidak intervensi (campur tangan) dalam urusan agama.5

D.Pendapat Yang Setuju Dengan Negara Sekuler

Abdullah Ahmed An-Na'im, lahir di Sudan pada tahun 1946. ia meyelesaikan


pendidikan S1 di Universitas Khartoum Sudan dan mendapat gelar LL.B dengan predikat
cumlaude. Tiga tahun kemudian pada tahun 1973 An-Na'im mendapat tiga gelar sekaligus.
An-Naim berargumen bahwa sebuah negara tidak boleh bercorak relijius. Negara manapun,
termasuk negara mayoritas muslim, harus menjadi sekuler.

An-Naim mendefinisikan negara sekuler sebagai negara yang mengambil posisi


netral terhadap doktrin agama dan persoalan keagamaan secara umum. Namun, An-naim
tegas-tegas menolak penerapan syariah yang dipaksakan oleh tangan-tangan negara. Karena
Menurutnya prinsip-prinsip atau aturan-aturan syariah tidak dapat diberlakukan dan
diterapkan secara formal oleh negara sebagai hukum dan kebijakan publik hanya karena
alasan bahwa prinsip prinsip dan aturan-aturan itu diusahakan. 6

Hal itu merupakan kehendak politik negara dan bukan hukum Islam. Bahwa adanya
klaim elite penguasa yang kadang melegitimasi kekuasaan negara atas nama syariah tidak
lantas berarti bahwa klaim itu benar atau mungkin dilaksanakan. Mengingat prinsip-prinsip
syariah ditinjau dari watak dan fungsinya memang menolak setiap kemungkinan penerapan
syariah oleh negara, klaim untuk melakukan hal itu bertentangan dengan logika, sekalipun
berbagai upaya dilakuk an untuk mengatasi pertentangan itu. Dengan kata lain, masalahnya
bukan sekedar karena kurangnya pengalaman sehingga dapat ditingkatkan disana sini, tapi
karena tujuan yang ingin dicapai memang mustahil untuk diraih. Namun, pernyataan ini tidak
berarti bahwa Islam harus dikeluarkan dari perumusan kebijakan publik pada umumnya.
Sebaliknya, negara tidak perlu berusaha menerapkan syariah secara formal agar umat Islam

5
Edi gunawan, Relasi agama dan Negara : Perspektif Pemikiran Islam IAIN Manado, hal 113
6
Muawaliah, Skripsi, “Analisis Kritis Terhadap Pemikiran Abdullh bin Na‟im Tentang Negara Sekuler”, 2018,
UIN Sunang Gunung Djati, Hal 24
benar-benar dapat menjalankan keyakinan Islamnya secara sungguh-sungguh, sebagai bagian
darikewajibanberagamabukankarenapaksaan Negara

Pandangan An-Naim yaitu berasumsi bahwa Islam dimana pun, baik sebagai
minoritas, ataupun mayoritas, dituntut untuk menjalankan syariah Islam sebagai bagian dari
kewajiban agamanya. Tuntutan ini akan dapat diwujudkan dengan sebaikbaiknya manakala
negara bersikap netral terhadap semua doktrin keagamaan dan tidak berusaha menerapkan
prinsip-prinsip syariah sebagai kebijakan atau perundang-undangan negara. Artinya
masyarakat tidak dapat benar-benar menjalankan agama sesuai dengan keyakinan dan
pemahamannya tentang Islam apabila orang-orang yang menggunakan kekuasaan negara.

Menurut An-Naim Umat muslim tidak boleh mendiskriminasi orang lain


berdasarkan jenis kelamin, ras, kebangsaan maupun agama. Karena, untuk bisa menjustifikasi
secara moral atas klaim HAM kita, tanpa melakukan diskriminasi kepada orang lain, umat
Islam harus menyadari bahwa orang lainpun memiliki hak yang sama dengan kita. Hal yang
sama bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi umat muslim. Namun, Konsep yang
diinginkan An-Naim yaitu dengan menegosiasikan masa depan syariah. Jadi yang diinginkan
AnNaim Negara Sekuler itu tidak menjadikan Syariah (Negara ) Islam) sebagai konstitusi
dalam Negara, karena An-Naim melihat di Negara Modern ini yang diperlukan yang itu
netralisasi atau tidak adanya diskriminasi terhadap agama lain. Dan An-Naim merupakan
pemikir yang selalu mengedepankan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu pemikirannya tidak
jauh dari permbelaan terhadap hak-hak asasi manusia. Sebab, Hak asasi Manusia (HAM)
adalah hak yang paling dasar dimilki oleh semua manusia sebagai anugrah tuhan yang maha
esa.

Menurut Syekh Yusuf Al-Qardhawi Sekularisme yang terjadi di Barat7, enurut beliau
tidak dikenal dalam warisan Islam. Karena pemisahan antara Agama dan non Agama adalah
pemisahan yang tidak ada akarnya dalam tradisi Islam. Pemisahan tersebut datang dari luar
tradisi Islam, yaitu dari Barat Masehi. Dalam tradisi Islam tidak dikenal adanya dua
kekuasaan, kekuasaan Agama dan kekuasaan Duniawi. Agama dan dunia diibaratkan antara
ruh dan jasad, tidak ada pemisahan antara keduanya, Ruh dan jasad menyatu dalam satu
kesatuan.

7
Adian Husaini. Wajah Peradaban Barat, Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005) h. 48
Apa yang diungkapkan Yusuf Qardhawi dengan mengatakan bahwa sekularisme
muncul di Barat Kristen disebabkan oleh pemisahan antara kekuasaan Tuhan (Gereja) dan
Kekuasaan Kaisar (Negara). Dan pemisahan tersebut sudah terdapat dalam ajaran Bibel,
bahkan Bibel sangat mendukung gerakan sekularisasi hal ini juga diakui oleh Harvey Cox
yakni Pemisahan antara kehidupan Tuhan dan kehidupan kaisar menurutnya telah ada dalam
ajaran Barat Kristen8.

Faktor pemisahan antara kekuasan Agama dan Negara inilah yang menyebabkan
cepatnya perkembangan Sekularisasi, apalagi di Barat telah terjadi apa yang di sebut dengan
Trauma sejarah terhadap Gereja, ketika Gereja berkuasa telah terjadi pengalaman yang
menakutkan, telah terjadi banyak perpecahan dan pertumpahan darah pada akhirnya ummat
Kristen mencari penguatan dari Bibel dengan mengatakan bahwa dalam Ajaran Kristen
terdapat ajaran tentang Sekularisasi. Namun kenyataannya hal tersebut tidak benar dan itu
hanya penafsiran Barat terhadap Bibel saja, dan bukan dari ajaran Bibel sendiri. Karena
Sekularisasi muncul dengan maksud untuk mendamaikan ketegangan antara filsafat dan
Agama.

Seperti yang telah diungkapkan Al-Qardhawi bahwa di dalam Islam tidak ada
pemisahan antara Agama dan Negara, Al-Qur‟an telah memaparkan tentang politik, bahkan
politik merupakan aktifitas Rasulallah saw dan para Khulafa‟ Ar-Rasyidin. Para ulama telah
mendefinisikan politik sebagai berikut: politik adalah untuk melanjutkan peran Rasulallah
saw dalam penegakan Agama dan pengaturan dunia. Jelaslah sudah bahwa Islam tidak
mengenal pemisahan antara Agama dan Negara.

Agus salim adalah seorang tokoh nasionalis-Islamis yang telah banyak membantu
Negara Indonesia untuk merebut kemerdekaan bangsa ini dari bangsa asing. Agus salim di
anugerahi kecerdasan yang mumpuni. Dalam pemikiran ideologi, Agus Salim menolak
konsep-konsep kapitalisme, komunisme (sosialisme marxis) dan sekuler (duniawi)9. Menurut
beliau semua itu dasarnya bersumber dari paham materialisme yang dikembangkan oleh
dunia Barat dalam rangka mengganti kesetiaan tertinggi bukan pada ajaran agama, melainkan

8
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum, h. 13-14. dalam Adian Husaini.Wajah Peradaban Barat, Dari
Hegemoni Kristen ke Dominasi SekularLiberal. (Jakarta: Gema Insani Press, 2005) h. 270
9
SS, Suradi. Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik Sarekat Islam. Jakarta: Mata
Padi Pressindo, 2014
pada bangsa. Sebagai alternatif ia menyodorkan paham sosialisme Islam yang mengajarkan
bahwa semua pihak akan menikmati kebahagiannya, yaitu bagi yang bemodal besar harus
membantu yang lemah atau tidak mampu. Beliau mengatakan tujuan Islam yaitu persamaan
manusia, keadilan, yang sempurna dan ikhtiar serta usaha bersama, kebajikan orang bersama..

Beliau menentang dengan keras konsep sekuler adalah yang ber prinsip bahwa dalam
kehidupan politik kenegaraan harus ada pemisahan tegas antara agama dan politik. Pada
umumnya,yaitu menyakini bahwa agama hanyalah merupakan ajaran-ajaran yang
menyangkut masalah akhirat dan urusan pribadi, sedangkan politik kenegaraan merupakan
masalah duniawi.10

Dengan munculnya pemikiran sekuler maka Agus Salim yang berada di pihak islamis
mengkritik dengan tajam, dia mengatakan bahwa pemikiran sekuler mengandung kesesatan
terhadap agama. Menurut Agus Salim, nasionalisme seperti itu dapat melupakan lingkungan
sosial.

Yang mana menurut beliau bahwa ide Sekuler yang memuliakan tanah air di atas
segalanya,akan mencairkan keyakinan Tauhid seseorang dan akan mungkin mengurangi bakti
seseorang kepada Tuhan. Beliau juga setuju dengan dipentingkannya ide persatuan dan cinta
tanah air, tetapi hendaklah cinta ini jangan sekedar slogan kosong yang tidak akan berarti
bagi rakyat. Selanjutnya Agus Salim mengatakan bahwa cinta tanah air yang berlebihan dapat
membahayakan rakyat sendiri dan rakyat lain diluar negeri.11

10
Syaukani, Ahmad. Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam. Solo: Pustaka Setia, 1997
11
Salam, Solichin.Haji Agus Salim: Hidup Dan Perjuangannya. Jakarta: Djajamurni, 1961
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara Islam adalah pendapat yang dilontarkan oleh Muhammad Natsir. Menurutnya,

negara Islam bukan berarti 100% harus semuanya Islam, begitupun negara Demokrasi, bukan

maksudnya semuanya bertumpuh pada ajaran sekuler dan Barat. Dalam negara, sangat mungkin

dasar negaranya menggunakan apa saja dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sedangkan

yang dimaksud Islam adalah dalam sistem kebijakannya.

Negara sekuler atau sekulerisme merupakan sebuah pemikiran yang menyatakan bahwa

negara harus berpisah dari agama/kepercayaan. Ada juga yang memaknai sekulerisme sebagai

sebuah pemahaman yang menghindarkan manusia dalam kehidupannya yang bersandar kepada

Allah dan agama. Paradigma sekulerisme memandang agama perlu terpisah dari negara. Menurut

ideologi ini, agama hanya segala aliran yang merupakan wilayah privat warga dan tidak dapat

diatur dengan negara. Dan sebaliknya, agama tidak dapat mengatur atau mempengaruhi suatu

negara.
DAFTAR PUSTAKA

Adian Husaini. Wajah Peradaban Barat, Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-
Liberal. (Jakarta: Gema Insani Press, 2005) h. 48
Edi gunawan, Relasi agama dan Negara : Perspektif Pemikiran Islam IAIN Manado, hal 113
Fathoni Ahmad, “Kelakar Gus Dur tentang Konsep Negara Islam Jumat,” artikel diakses pada
23 Mei 2022 dari https://www.nu.or.id/opini/kelakar-gus-dur-tentang-konsep-negara-islam-
zl7dx.

Muawaliah, Skripsi, “Analisis Kritis Terhadap Pemikiran Abdullh bin Na‟im Tentang Negara
Sekuler”, 2018, UIN Sunang Gunung Djati, Hal 24
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum, h. 13-14. dalam Adian Husaini.Wajah Peradaban
Barat, Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi SekularLiberal. (Jakarta: Gema Insani Press,
2005) h. 270

Rd. Datoek A. Pachoer. Sekulerisasi dan Sekulerisme agama, uin sunan gunung Djati
Bandung, hal 100, jurnal agama dan lintas budaya, vol 1 No. 1
Syaukani, Ahmad. Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam. Solo: Pustaka Setia,
1997

Salam, Solichin.Haji Agus Salim: Hidup Dan Perjuangannya. Jakarta: Djajamurni, 1961
SS, Suradi. Grand Old Man Of The Republic Haji Agus Salim Dan Konflik Politik Sarekat
Islam. Jakarta: Mata Padi Pressindo, 2014
Yusafrida Rasyidin, “Menjelajahi Pemikiran Politik Nurcholis Madjid Tentang Agama dan
Negara,” artikel diakses pada 23Mei 2022 dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/view/6840.

Anda mungkin juga menyukai