0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan14 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang halusinasi, yaitu persepsi palsu tanpa stimulus nyata. Terdapat beberapa jenis halusinasi seperti pendengaran, penglihatan, dan perabaan. Dokumen juga menjelaskan faktor-faktor penyebab halusinasi, manifestasi klinis, dan tahapan perkembangannya dimana pasien akan mengalami ansietas hingga mengikuti perintah halusinasi.
Dokumen tersebut membahas tentang halusinasi, yaitu persepsi palsu tanpa stimulus nyata. Terdapat beberapa jenis halusinasi seperti pendengaran, penglihatan, dan perabaan. Dokumen juga menjelaskan faktor-faktor penyebab halusinasi, manifestasi klinis, dan tahapan perkembangannya dimana pasien akan mengalami ansietas hingga mengikuti perintah halusinasi.
Dokumen tersebut membahas tentang halusinasi, yaitu persepsi palsu tanpa stimulus nyata. Terdapat beberapa jenis halusinasi seperti pendengaran, penglihatan, dan perabaan. Dokumen juga menjelaskan faktor-faktor penyebab halusinasi, manifestasi klinis, dan tahapan perkembangannya dimana pasien akan mengalami ansietas hingga mengikuti perintah halusinasi.
A DEFENISI Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010). Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2011) Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2014). ari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. B ETIOLOGI 1. Faktor Predisposisi Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah : a. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. b. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. d. Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. e. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. 2. Faktor Presipitasi Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. C MANIFESTASI KLINIS Menurut Keliat (1999) dikutip oleh Syahbana (2009) tanda dan gejala klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi adalah : a) Bicara, senyum dan tertawa sendiri; b) Menarik diri dan menghindar dari orang lain; c) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata; d) Tidak dapat memusatkan perhatian; e) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), dan takut; f) kspresi muka tegang, mudah tersinggung. Menurut Hamid (2000) yang dikutip oleh Jallo (2008), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut : a) Bicara sendiri, senyum sendiri, dan ketawa sendiri; b) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat.; c) Menarik diri dari orang lain, berusaha untuk menghindari orang lain;\Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata; d) terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah; e) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya; f) Sulit berhubungan dengan orang lain; g) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah;
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
h) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat; i) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton; j) Curiga dan bermusuhan, bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan; k) Ketakutan dan tidak dapat mengurus diri; l) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang. D KLASIFIKASI Menurut Stuart (2006) ada beberapa jenis halusinasi, yaitu : a. Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. b. Penglihata Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. c. Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. d. Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
E TAHAPAN HALUSINASI Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan. Manifestasi Klinis Fase I a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
c. Gerakan mata yang cepat d. Respon verbal yang lambat e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan Fase II a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas. Fase III a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk Fase IV a. Prilaku menyerang teror seperti panic b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri atau katatonik d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
F Rentang Respon Rentang respon neurobiologist Respon adaptif respon maladaptive
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
Pengalaman atau kurang Perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa Isolasi sosial
Menarik diri
Rentang Respon Halusinasi ( Stuart & Sundeen, 2007 )
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2005). Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangka formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi a. Identitas klien b. Keluhan utama atau alasan masuk c. Faktor predisposisi d. Aspek fisik atau biologis e. Aspek psikososial f. Status mental g. Kebutuhan persiapan pulang h. Mekanisme koping i. Masalah psikososial dan lingkungan j. Pengetahuan k. Aspek medic Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut : a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. b. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder. Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut : a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan 1. Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tetapi hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan tindak lanjut secara periodik karena tidak ada masalah serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah. 2. Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi, sebagai program antisipasi terhadap masalah. b. Ada masalah dengan kemungkinan 1. Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah. 2. Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung merumuskan masalah keperawatan dan masalah kolaboartif. Menurut FASID pada tahun 1983 dan INJF di tahun 1996, umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat, 2005). Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab, dan akibat. Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya, masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab masalah utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian seterusnya. Akibat adalah adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek atau akibat dari masalah utama.
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
Berikut adalah pohon masalah dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi.
Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2005)
2. Diagnosa Keperawatan a) Risiko tinggi kekerasan berhubungan dengan halusinasi b) Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri c) Kerusakan interaksi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. d) Defisit perawatan diri: mandi / kebersihan, berpakaian / berhias berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
3. Rencana Tindakan Keperawatan a. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi kekerasan berhubungan dengan halusinasi TUM: klien tidak melakukan kekerasan TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan keperawatan Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik i. Sapa klien dengan ramah (baik verbal maupun non verbal) ii. Perkenalkan diri dengan sopan iii. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien iv. Jelaskan tujuan pertemuan v. Jujur dan menepati janji vi. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian kepada klien b. TUK 2: klien dapat mengenal halusinasinya Tindakan keperawatan i. Adakan kontak sering dan singkat ii. Observasi perilaku (verbal dan non verbal) yang berhubungan dengan halusinasi iii. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat iv. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi v. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul vi. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
c. TUK 3: klien dapat mengendalikan halusinasinya Tindakan keperawatan i. Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan bila suara-suara tersebut ada ii. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang positif iii. Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi iv. Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengendalikan halusinasi v. Dorong klien untuk memilih cara yang akan digunakannya dalam menghadapi halusinasi vi. Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan kata yang benar vii. Dorong klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan cara yang telah dipilih dalam menghadapi halusinasi viii. Diskusikan dengan klien hasil upaya yang telah dilakukan ix. Beri penguatan atas upaya yang berhasil dan beri jalan keluar atas upaya yang belum berhasil d. TUK 4: klien mendapat dukungan keluarga untuk mengendalikan halusinasinya Tindakan keperawatan i. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga ii. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat klien iii. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang positif iv. Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda dan cara merawat klien di rumah v. Anjurkan keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien di rumah vi. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang tepat
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
e. TUK 5: klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan halusinasinya Tindakan keperawatan i. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat untuk mengendalikan halusinasi ii. Bantu klien untuk pastikan bahwa klien minum obat sesuai dengan program dokter iii. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping obat iv. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna., Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta : EGC. Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Keliat, Anna Budi. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Stuart, Gail Wiscarz, Sandra J Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC. Syahbana, A. R. (2009). Laporan Pendahuluan Halusinasi. Dalam Asuhan Keperawatan Rizki. Yosep, Iyus. (2009). Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
ABI DENGEN DATU ., S.Kep.STIKES LAKIPADADA PROFESI NERS