Anda di halaman 1dari 156

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI

UMUM, BELANJA MODAL DAN BELANJA PEGAWAI


TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

(Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun


Anggaran 2012-2020)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Akuntansi

Oleh:
Sonya Widiana
NIM 102118110020

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS INDONESIA MEMBANGUN
BANDUNG
2022
ABSTRAK

Sonya Widiana, “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,


Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
(Studi Kasus Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-
2020)”. Dibawah bimbingan: Kartika Berliani, SE., M.M.
Kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten Bandung yang masih
rendah menunjukkan kemampuan pembiayaan pelaksanaan pemerintah dan
pembangunan daerah masih bergantung pada subsidi dari pemerintah pusat
daripada meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja
Pegawai Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
melalui pendekatan deskriptif dan verifikatif. Data yang digunakan adalah data
sekunder diperoleh dari Badan Keuangan dan Aset Daerah pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu teknik
studi pustaka dan dokumentasi. Populasi dalam objek penelitian ini pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dengan Laporan Realisasi Anggaran tahun
2012-2020 sebanyak 9 tahun dengan menggunakan purposive sampling jenuh dari
seluruh populasi yang diambil. Pengujian data dalam penelitian ini menggunakan
uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda. Analisis koefisien korelasi
pearson, analisis koefisien determinasi dan pengujian hipotesis baik secara parsial
maupun simultan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengujian hipotesis (uji t)
diperoleh hasil: (1) Pendapatan Asli Daerah secara parsial berpengaruh positif
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dimana thitung sebesar 7,155 dari ttabel 2,776
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002>0,05 (2) Dana Alokasi Umum secara
parsial tidak berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dimana thitung
sebesar -2,646 lebih kecil dari ttabel 2,776 dan nilai signifikansinya sebesar
0,057>0,05 (3) Belanja Modal secara parsial tidak berpengaruh terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah dimana thitung sebesar -2,205 lebih kecil dari ttabel
2,776 dan tingkat signifikansi sebesar 0,092>0,05. (4) Belanja Pegawai secara
parsial tidak berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dimana thitung
sebesar -2,223 lebih kecil dari ttabel 2,776 dan nilai signifikansi sebesar 0,090>0,05.
Adapun hasil pengujian hipotesis secara simultan (uji f) Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai secara simultan
berpengaruh signifikan sehingga fhitung 27,809>ftabel 27,809 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,004<0,05 dan memberikan pengaruh simultan yang tinggi
sebesar 77,8% terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Sedangkan sisanya 22,2%
dipengaruhi oleh faktor lain.

Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal,
Belanja Pegawai dan Kemandirian Keuangan Daerah

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu


Wa Ta’ala karena rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan
Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020)” dengan
baik dan tepat waktu.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Kartika
Berliani, S.E., M.M, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan proposal skripsi. Selain itu, penulis sampaikan juga ucapan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yoyo Sudaryo, S.E, M.M., Ak., C.A. selaku Rektor Universitas
Indonesia Membangun.
2. Ibu Dr. Erna Herlinawati, S.E., M.Si. selaku Wakil Rektor Bidang Akademik.
3. Ibu Hj. Devyangthi Sjarif, SE.,M,Ak, selaku Ketua Program Studi Akuntansi
4. Ibu Astrin Kusumawardani, SE., Ak., MM., CA. selaku Wali Dosen yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam setiap semester. Dari awal
perkuliahan hingga penyelesaian Skripsi tepat pada waktunya.
5. Para Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Akuntansi Universitas Indonesia
Membangun yang telah memberikan pembelajaran, membimbing,
mengarahkan dan membantu penulis selama perkuliahan.
6. Kedua orangtua tercinta, Bapak Ujang Suhana dan Ibu Nursiti yang senantiasa
menjadi motivasi semangat belajar, menginspirasi dan sumber do’a bagi
penulis, serta adikku tersayang Saila Nur alfina dan seluruh keluarga penulis,
yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan canda tawa kepada
penulis.
7. Kepada teman-teman saya, Asri Ayu Wandani, Mirawati, Syarfina Intan M,
Ananda Lia, Melinia dan Aka Ahmad yang telah memberikan semangat kepada

ii
peneliti untuk memulai perjalanan hingga menyelesaikan studi di Universitas
Indonesia Membangun
8. Rekan seperjuangan Program Studi Akuntansi 2018, semangat kalian luar biasa
untuk bisa berjuang dalam dunia pendidikan dan pekerjaan.
9. Seluruh pihak yang tak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah SWT memberikan
balasan yang berlipat ganda, Aamiin.
Penulis menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dalam teknis penelitian, struktur bahasa ataupun persepsi
ilmiah. Untuk itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk membangun
perbaikan di masa mendatang.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan
bagi pembaca umumnya serta bagi semua pihak. Aamiin.

Bandung, Februari 2022


Penulis,

Sonya Widiana

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 9
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 10
1.4.1 Kegunaan Teoritis .................................................................. 10
1.4.2 Kegunaan Praktis .................................................................... 10
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 13
2.1 Kajian Pustaka................................................................................... 13
2.1.1 Akuntansi Pemerintah ............................................................ 13
2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Pemerintah .............................. 14
2.1.1.2 Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintah....................... 14
2.1.1.3 Karakteristik Akuntansi Pemerintah .......................... 15
2.1.1.4 Tujuan Akuntansi Pemerintah .................................... 15
2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah .................................. 17
2.1.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Daerah ....................... 17
2.1.2.2 Tujuan Laporan Keuangan Pemerintah ...................... 17
2.1.2.3 Karakteristik Laporan Keuangan................................ 19
2.1.2.4 Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ..... 20
2.1.2.5 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah ............... 21
2.1.2.6 Peranan Laporan Keuangan ........................................ 24
2.1.3 Laporan Realisasi Anggaran .................................................. 25
2.1.3.1 Pengertian Laporan Realisasi Anggaran .................... 25
2.1.3.2 Tujuan Laporan Realisasi Anggaran .......................... 26
2.1.3.3 Struktur Laporan Realisasi Anggaran......................... 27
2.1.4 Kemandirian Keuangan Daerah ............................................. 28
2.1.4.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah ............... 28
2.1.4.2 Indikator Rasio Kemandirian Keuangan Daerah........ 29
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah ......................................................... 30
2.1.5.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ........................... 30
2.1.5.2 Sumber Pendapatan Asli Daerah ................................ 31
2.1.6 Dana Alokasi Umum .............................................................. 33

iv
2.1.6.1 Pengertian Dana Alokasi Umum ................................ 33
2.1.6.2 Tujuan Dana Alokasi Umum ...................................... 34
2.1.6.3 Tahapan Perhitungan Dana Alokasi Umum ............... 34
2.1.7 Belanja Modal ........................................................................ 36
2.1.7.1 Pengertian Belanja Modal .......................................... 36
2.1.7.2 Indikator Belanja Modal ............................................. 36
2.1.8. Belanja Pegawai ..................................................................... 36
2.1.8.1 Pengertian Belanja Pegawai ....................................... 36
2.1.8.2 Indikator Belanja Pegawai.......................................... 37
2.2 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 37
2.2.1 Hubungan Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah ................................................................... 38
2.2.2 Hubungan Dana Alokasi Umum terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah ................................................................... 38
2.2.3 Hubungan Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah .................................................................................... 39
2.2.4 Hubungan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah .................................................................................... 40
2.2.5 Hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal, dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah ................................................................... 41
2.2.6 Model Penelitian..................................................................... 43
2.3 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 44
2.3 Hipotesis Penelitian........................................................................... 46
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 48
3.1 Metode Yang Digunakan .................................................................. 48
3.2 Operasionalisasi Variabel.................................................................. 50
3.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 53
3.3.1 Jenis Data ............................................................................... 53
3.3.2 Sumber Data ........................................................................... 53
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 54
3.5 Teknik Penarikan Sampel ................................................................. 54
3.5.1 Populasi Penelitian ................................................................. 55
3.5.2 Sampel Penelitian ................................................................... 55
3.6 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ................................. 56
3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif.................................................... 56
3.6.1.1 Nilai Maksimum ......................................................... 57
3.6.1.2 Nilai Minimum ........................................................... 57
3.6.1.3 Mean ........................................................................... 57
3.6.1.4 Standar Deviasi ........................................................... 57
3.6.2 Analisis Statistik Verifikatif ................................................... 58
3.6.2.1 Uji Asumsi Klasik ...................................................... 58
3.6.2.1.1 Uji Normalitas ............................................. 59
3.6.2.1.2 Uji Multikolinieritas .................................... 60
3.6.2.1.3 Uji Heteroskedastisitas ................................ 61

v
3.6.2.1.4 Uji Autokorelasi .......................................... 61
3.6.2.2 Analisis Regresi Linear Berganda ............................. 62
3.6.2.3 Analisis Koefisien Korelasi Berganda ........................ 63
3.6.2.4 Analisis Koefisien Determinasi (R2) .......................... 64
3.6.3 Teknik Pengujian Hipotesis.................................................... 64
3.6.3.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) .................. 65
3.6.3.2 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ............. 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 69
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 69
4.1.1 Gambaran Umum Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung .. 69
4.1.1.1 Sejarah Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung ....... 69
4.1.1.2 Visi dan Misi Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung ...................................................................... 72
4.1.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian .................................. 73
4.1.2.1 Analisis Deskriptif Kemandirian Keuangan Daerah .. 73
4.1.2.2 Analisis Deskriptif Pendapatan Asli Daerah .............. 76
4.1.2.3 Analisis Deskriptif Dana Alokasi Umum ................... 78
4.1.2.4 Analisis Deskriptif Belanja Modal ............................. 80
4.1.2.5 Analisis Deskriptif Belanja Pegawai .......................... 82
4.1.3 Uji Asumsi Klasik ................................................................... 84
4.1.3.1 Uji Normalitas ............................................................ 84
4.1.3.2 Uji Multikolinearitas................................................... 85
4.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas ............................................... 87
4.1.3.4 Uji Autokorelasi ......................................................... 88
4.1.4 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal dan Belanja Daerah terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah ............................................. 89
4.1.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda .............................. 89
4.1.4.2 Analisis Koefisien Korelasi Pearson (Koefisien
Product Moment) ........................................................ 91
4.1.4.3 Analisis Pengujian Koefisien Determinasi (R2) ......... 94
4.1.5 Hasil Pengujian Hipotesis ...................................................... 95
4.1.5.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) .................. 95
4.1.5.2 Pengujian Hipotesis Simultan (Uji F) ....................... 100
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 102
4.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Analisis Deskriptif ................ 102
4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Analisis Verifikatif ................ 105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 109
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 109
5.2 Saran ............................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 118

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah .............................. 3


Tabel 1.2 Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020 ............................... 5
Tabel 1.2 Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai ......................... 7
Tabel 1.3 Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................ 12
Tabel 2.1 Kriteria Efektivitas ............................................................................. 25
Tabel 2.2 Kriteria Efisiensi ................................................................................ 26
Tabel 2.3 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah ............................ 29
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 44
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel .................................................................. 51
Tabel 3.2 Nilai Durbin-Watson Atas Pengambilan Keputusan ......................... 62
Tabel 3.3 Tingkat Hubungan Korelasi ............................................................... 63
Tabel 3.4 Pedoman Interpretasi Koefisien Determinasi .................................... 64
Tabel 4.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah ............................ 73
Tabel 4.2 Data Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Tahun Anggaran
2012-2020........................................................................................... 74
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Kemandirian Keuangan Daerah 2012-2020 ........ 76
Tabel 4.4 Data Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2012-2020 .............. 76
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Pendapatan Asli Daerah ...................................... 78
Tabel 4.6 Data Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2012-2020 ................... 78
Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Dana Alokasi Umum .......................................... 80
Tabel 4.8 Data Belanja Modal Tahun anggaran 2012-2020 .............................. 80
Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Belanja Modal ..................................................... 82
Tabel 4.10 Data Belanja Pegawai Tahun anggaran 2012-2020 ........................... 82
Tabel 4.11 Statistik Deskriptif Belanja Pegawai.................................................. 84
Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas .......................................................................... 85
Tabel 4.13 Uji Multikolinearitas .......................................................................... 86
Tabel 4.14 Nilai Durbin-Watson Atas Pengambilan Keputusan ......................... 88

vii
Tabel 4.15 Uji Autokorelasi ................................................................................. 88
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Regresi Linear Berganda ...................................... 90
Tabel 4.17 Pedoman untuk memberian interpretasi koefisien korelasi ............... 92
Tabel 4.18 Hasil Uji Koefisien Korelasi Pearson (Product Moment) ................. 92
Tabel 4.19 Hasil Analisis Koefisien Korelasi Berganda Secara Simultan........... 93
Tabel 4.20 Hasil Uji Koefisien Determinasi ........................................................ 94
Tabel 4.21 Pedoman Interpretasi Koefisien Determinasi .................................... 95
Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Pengujian Parsial (Uji t) ....................................... 97
Tabel 4.23 Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji f) ..................................... 101

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 43


Gambar 2.2 Model Penelitian ............................................................................ 43
Gambar 4.1 Grafik Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2012-
2020 ............................................................................................... 75
Gambar 4.2 Grafik Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2012-2020 ...... 77
Gambar 4.3 Grafik Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2012-2020 ........... 79
Gambar 4.4 Grafik Belanja Modal Tahun Anggaran 2012-2020 ..................... 81
Gambar 4.5 Grafik Belanja Modal Tahun Anggaran 2012-2020 ..................... 83
Gambar 4.6 Uji Heteroskedastisitas terhadap Kemandirian Keuangan Daerah 87
Gambar 4.7 Model Autokorelasi ....................................................................... 89
Gambar 4.8 Pengujian Hipotesis Variabel Pendapatan Asli Daerah (X1) ........ 97
Gambar 4.9 Pengujian Hipotesis Variabel Dana Alokasi Umum (X2) ............ 98
Gambar 4.10 Pengujian Hipotesis Variabel Belanja Modal (X3) ....................... 99
Gambar 4.11 Pengujian Hipotesis Variabel Belanja Pegawai (X4) .................. 100
Gambar 4.12 Kurva Uji f Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah .......................................................................... 101

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Variabel penelitian yang diolah SPSS 25.0 ........................ 118
Lampiran 2 Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten
Bandung di Provinsi Jawa Barat.................................................. 118
Lampiran 3 Data Fenomena yang diolah ke SPSS 25.0 ................................. 119
Lampiran 4 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ............................................... 119
Lampiran 5 Hasil Analisis Statistik Verifikatif............................................... 120
Lampiran 6 Hasil Uji Hipotesis ...................................................................... 123
Lampiran 7 Tabel Durbin Watson................................................................... 124
Lampiran 8 Tabel Uji t .................................................................................... 125
Lampiran 9 Tabel Uji f .................................................................................... 126
Lampiran 10 Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung ....................................................................................... 127

x
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era reformasi yang terjadi di negara kita saat ini memberikan banyak
perubahan di berbagai aspek kehidupan, dan masyarakat banyak menghendaki
pemerintah terkait dengan pengelolaan pemerintahan yang baik. Ini dikarenakan
pemerintah daerah masih belum bisa menata dan memenuhi kebutuhan daerahnya.
Hal itu dapat dilihat dari daerah yang masih bergantung pada subsidi dari
pemerintah pusat daripada meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam
upaya memperbesar peran pemerintah daerah dalam pembangunan, pemerintah
daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasional rumah
tangganya. Salah satu perubahan tersebut yaitu timbulnya otonomi daerah. Dengan
adanya otonomi daerah diharapkan menjadikan masing-masing daerah dapat
mencapai suatu kemandirian keuangan daerah. (Nasution, dkk 2018)
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2014:5). Keuangan Daerah
adalah keseluruhan tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijakan penganggaran
kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja
daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah
(PAD), dana perimbangan, pinjaman, serta pendapatan daerah lain yang sah.
Kemandirian keuangan daerah diharapkan bisa terwujud dengan otonomi daerah
karena tentunya pemerintah pusat menyadari bahwa yang paling mengetahui
kondisi daerah adalah pemerintah daerah itu sendiri, baik dari segi permasalahan
yang ada sampai kepada sumber pendapatan yang bisa digali oleh pemerintah
daerah tersebut (Andriani, dkk 2018).
Menurut data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Djohermansyah
menyebut ketergantungan fiskal pemerintah daerah kepada pusat hanya satu

1
2

kabupaten saja yang dinilai sangat mandiri dalam urusan fiskal, yaitu Kabupaten
Badung, Bali. Selain itu, Djohermansyah juga memaparkan sejumlah masalah
lainnya yang perlu diperbaiki Rancangan Undang-undang (RUU) Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) terkait dengan masalah
fiskal daerah, Rabu (7/7/2021). Di antaranya adalah pendapatan asli daerah (PAD)
yang lebih kecil dibandingkan dengan belanja daerah, penerimaan pajak rendah
bahkan berkurang, serta banyak program pemda tidak tepat sasaran dan berbiaya
mahal dengan pinjaman terbatas. Esensi kemandirian adalah melepaskan diri dari
ketergantungan fiskal pusat. Dengan adanya kesenjangan ini bertolak belakang
dengan semangat otonomi daerah dan cenderung menghambat kemandirian fiskal
daerah. Kondisi yang tidak efisien tersebut disebabkan beberapa hal. Pos anggaran
masih dominan digunakan untuk belanja pegawai dan sistem penyerapan anggaran
yang rendah dan tidak optimal, terutama belanja modal dan belum diterapkannya
kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah. (https://m.bisnis.com, 2021)
Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Bandung H. Yayat Hidayat membacakan
Laporan Hasil Kerja Badan Anggaran (Bangar) DPRD Kabupaten Bandung. Ia
menyampaikan bahwa Bangar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah
melaksanakan rapat kerja, Kesepakatan tersebut antara lain adalah jumlah
pendapatan dalam Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
T.A 2020 sebesar 4,208 triliun dan disepakati sebesar 4,252 triliun, sehingga
terdapat selisih sebesar Rp. 44 miliar, kemudian jumlah belanja dalam Rancangan
PPAS T.A 2020 sebesar 4,702 triliun dan disepakati sebesar 4,738 triliun, sehingga
terjadi penambahan belanja sebesar 35 miliar. Sedangkan kebijakan belanja tidak
langsung dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja bantuan keuangan pada
pemerintah desa, belanja bantuan keuangan kepada partai politik, belanja hibah dan
belanja bantuan sosial serta belanja tidak terduga, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku,” bebernya pula. Rancangan
KUA/PPAS APBD Kabupaten Bandung T.A 2020, disusun berdasarkan pada
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Bandung Tahun 2020.
(https://jabarprov.go.id/,2021)
3

Dari fenomena diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kemandirian di


Pemerintah Kabupaten Bandung termasuk kedalam pola hubungan instruktif atau
mempunyai tingkat kemandirian keuangan yang sangat rendah. Berikut pola
hubungan dan tingkat kemandirian keuangan daerah.
Tabel 1.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah
Kemampuan Rasio Kemandirian Pola Hubungan
Keuangan (%)
Rendah Sekali 0-25 Instruktif
Rendah >25-50 Konsultatif
Sedang >50-75 Partisipatif
Tinggi >75-100 Delegatif
Sumber: Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah menurut
Pemerintah antara lain Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal, dan Belanja Pegawai.
Menurut Mahmudi (2016:140) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
adalah:
“Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dihitung dengan cara
membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi
dengan jumlah transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman
daerah. Semakin tinggi Rasio Kemandirian mengandung arti bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama
pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula
sebaliknya, semakin rendah rasio kemandirian daerah maka semakin tinggi
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.”
Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, bahwa:
“Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang bersumber dari
hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang
bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.”
Hal ini berarti PAD memiliki peranan yang sangat penting bagi
pertumbuhan daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif
atau baik mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan per kapita yang
lebih baik. Serta peningkatan ini akan menguntungkan pemerintah, karena dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan daerahnya.
4

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020


tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bahwa:
“Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang
bersumber dari APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

Hal ini berarti bahwa daerah yang mempunyai kemampuan fiskal rendah
akan mendapatkan Dana Alokasi Umum dalam jumlah yang relatif besar,
sebaliknya daerah yang mempunyai kemampuan fiskal tinggi akan mendapat Dana
Alokasi Umum dalam jumlah yang kecil.
Berdasarkan Peraturan Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar akuntansi
Pemerintahan, bahwa:
“Belanja Modal adalah belanja pemerintah daerah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti
biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.”

Bahwa hal ini menunjukkan belanja modal menjadi salah satu ukuran
perencanaan yang baik dengan melihat alokasi APBD yang diberikan untuk
perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana bagi masyarakat sehingga
kemandirian suatu daerah dapat tercapai. Jika dalam suatu daerah tingkat perbaikan
pembangunan dan prasarananya tidak baik maka kemandirian suatu daerah tidak
tercapai.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang
Klasifikasi Anggaran menyatakan:
“Belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang maupun
barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan
pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai
lingkup pemerintahan baik yang bertugas didalam maupun di luar negeri,
sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka
mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah. Tingginya belanja
pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap realisasi belanja modal untuk
pembangunan hal ini disebabkan karena terjadi kesenjangan dalam
anggaran APBD.”
Hal ini dengan upaya untuk meningkatkan kemandirian pembangunan
daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan
5

otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya-upaya
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme sumber daya
manusia dan lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya
pemerintah daerah. Hal tersebut tidak lepas dari peran para pegawai pemerintah
daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah dan kemandirian daerah
yang banyak berkaitan dengan pelayanan publik.
Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, pencapaian rasio
kemandirian daerah nasional yaitu sebesar 24,2% bahwa dengan begitu daerah
Kabupaten Bandung belum dikatakan mandiri karena Kabupaten Bandung berada
pada angka 19,06% dengan kemampuan keuangan rendah sekali dan pola hubungan
instruktif. Sehingga ketergantungan terhadap transfer pemerintah pusat masih
tinggi dan kemandirian daerahnya sangat rendah.
Berikut adalah hasil perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah pada
Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020
Tabel 1.2 Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020
Rasio
Total Pendapatan Pola Kemampuan
Realisasi PAD Kemandirian
Tahun Daerah Hubungan Keuangan
(Rp) Keuangan
(Rp) (%) (%)
Daerah (%)
Rendah
2012 366.316.690.578,00 2.902.414.601.182,00 12,62 Instruktif
Sekali
Rendah
2013 507.243.684.130,50 3.368.043.981.175,50 15,06 Instruktif
Sekali
Rendah
2014 702.045.372.759,08 4.038.777.825.787,08 17,38 Instruktif
Sekali
Rendah
2015 784.216.215.215,60 4.476.817.591.835,60 17,52 Instruktif
Sekali
Rendah
2016 856.514.244.254,37 4.607.669.372.893,37 18,59 Instruktif
Sekali
2017 1.288.971.770.680,24 5.081.260.297.655,24 25,27 Konsultatif Rendah
Rendah
2018 927.543.321.132,26 5.259.974.811.369,26 17,63 Instruktif
Sekali
2019 1.025.354.252.357,57 5.730.185.099.103,00 17,89 Instruktif Rendah
Sekali
2020 1.019.355.741.053,99 5345.992.773.327,00 19,06 Instruktif Rendah
Sekali
Sumber: Data diolah
6

Berdasarkan tabel 1.2 bahwa tingkat Rasio Kemandirian pada Pemerintah


Daerah Kabupaten Bandung dari tahun 2012-2020 tergolong masih sangat rendah
dan pola hubungannya termasuk pola hubungan instruktif dan konsultatif dimana
peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah
(daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). Nilai terendah terjadi
pada tahun 2012 dimana nilainya sebesar 12,62% dan nilai tertinggi terjadi pada
tahun 2017 yaitu sebesar 25,37% serta pada tahun 2020 yaitu sebesar 19,06%.
Sedangkan di tahun lainnya yaitu tahun 2013 sebesar 15,06% tahun 2014 sebesar
17,38% tahun 2015 17,52% tahun 2016 sebesar 18,59% tahun 2017 sebesar 25,27%
tahun 2018 sebesar 17,63% dan tahun 2019 sebesar 17,89%. Menurut Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan, Rasio kemandirian daerah secara nasional yaitu
sebesar 24,2% bahwa dengan begitu Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung
belum dikatakan mandiri.
Kemandirian keuangan pemerintah daerah dalam hal ketergantungan daerah
terhadap sumber dana pemerintah pusat dan provinsi. Rasio kemandirian keuangan
pemerintah Kabupaten Bandung yang masih rendah menunjukkan kemampuan
pembiayaan pelaksanaan pemerintah dan pembangunan daerah masih sangat
tergantung bantuan dari pemerintah pusat. Sehingga Kemandirian Keuangan
Kabupaten Bandung dikatakan belum mandiri. Hal tersebut terlihat bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap sumber dana dari pusat masih sangat tinggi.
Pemerintah daerah belum mampu mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan
Pendapatan Asli Daerah untuk membiayai kegiatan daerahnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah menurut
Pemerintah antara lain Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal, dan Belanja Pegawai. Berikut adalah hasil ringkasan Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal,
Belanja Pegawai dan Kemandirian Keuangan Daerah. Berikut data Laporan
Realisasi Anggaran dari tahun 2012-2020 pada tabel dibawah ini:
7

Tabel 1.3 Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai
Tahun Realisasi Anggaran Rasio
PAD DAU Belanja Modal Belanja Pegawai Kemandirian
(RP) (RP) (RP) (RP) Keuangan
Daerah
(%)
2012 366.316.690.578 1.518.230.253.000 489.588.416.448 1.642.096.587.189 12,62
2013 507.243.684.130 1.730.063.709.000 449.078.124.664 1.835.236.943.975 15,06
2014 702.045.372.759 1.897.769.300.000 473.371.826.705 2.077.797.617.868 17,38
2015 784.216.215.215 1.957.538.845.000 708.464.526.697 2.034.705.180.786 17,52
2016 856.514.244.254 2.096.677.101.000 569.467.789.003 2.177.870.511.698 18,59
2017 1.288.971.770.680 2.059.845.225.000 628.497.495.405 2.040.022.998.438 25,27
2018 927.543.321.132 2.060.202.697.000 713.093.010.271 2.119.011.282.357 17,63
2019 1.025.354.252.357 2.149.817.107.000 1.088.249.765.480 2.442.139.184.821 17,89
2020 1.019.355.741.054 1.967.815.290.000 733.918.711.581 2.306.148.949.991 19,06
Sumber: Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung
Berdasarkan tabel 1.3 diatas terlihat bahwa pada Tahun 2019-2020
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami penurunan sebesar Rp 5.998.511.303
dan Kemandirian Keuangan Daerah mengalami kenaikan sebesar 1,17%. Hal ini
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malau, dkk (2020), menyatakan
hubungan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemandirian daerah keuangan.
Sedangkan Bayu, dkk (2020), menyatakan secara parsial Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh negatif terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Karena semakin
besar Pendapatan Asli Daerah maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan
daerahnya.
Dana Alokasi Umum mengalami kenaikan pada Tahun 2018-2019 sebesar
Rp 89.614.410.000 dan Kemandirian Keuangan Daerah mengalami kenaikan
sebesar 0,26%. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani,
dkk (2022), menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.
Sedangkan Nareswari, dkk (2018) menyatakan bahwa Secara parsial, dana Alokasi
Umum tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Karena
semakin kecil Dana Alokasi Umum maka semakin besar tingkat kemandirian
keuangan daerahnya.
8

Belanja Modal mengalami penurunan pada Tahun 2019-2020 sebesar Rp


354.331.053.899 dan Kemandirian Keuangan Daerah mengalami kenaikan sebesar
1,17%. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afiffah, dkk
(2022), menyatakan bahwa Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah secara simultan berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan
daerah. Sedangkan Eny dan Lilis (2018), menyatakan bahwa Belanja Modal tidak
memiliki pengaruh terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, artinya alokasi
belanja modal tidak tepat sasaran dan penurunan kualitas layanan publik maka
Kemandirian Keuangan Daerah menurun. Karena semakin besar belanja modal
maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerahnya.
Belanja Pegawai mengalami kenaikan pada Tahun 2018-2019 sebesar Rp
323.127.902.464 dan Kemandirian Keuangan Daerah mengalami kenaikan sebesar
0,26%. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh fitriani, dkk
(2022), menyatakan bahwa Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.
Sedangkan menurut Eny dan Lilis (2018), menyatakan bahwa Belanja Pegawai
memiliki pengaruh negatif signifikan dan positif tidak signifikan terhadap
kemandirian keuangan daerah. Karena semakin besar belanja pegawai maka
semakin rendah tingkat kemandirian keuangan daerahnya.
Berdasarkan teori dan uraian di atas dan didukung dengan beberapa
penelitian terdahulu, maka dengan ini peneliti tertarik untuk membuat suatu pokok
bahasan dan bahan penelitian dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020)”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah
yang akan dibuat judul penelitian tersebut adalah:
1. Bagaimana Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung tahun anggaran 2012-2020?
9

2. Bagaimana Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten


Bandung tahun anggaran 2012-2020?
3. Bagaimana Dana Alokasi Umum pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung tahun anggaran 2012-2020?
4. Bagaimana Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung
tahun anggaran 2012-2020?
5. Bagaimana Belanja Pegawai pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung
tahun anggaran 2012-2020?
6. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal, dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung tahun anggaran 2012-
2020 secara parsial ?
7. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal, dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung tahun anggaran 2012-
2020 secara simultan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui tujuan penelitian ini berkaitan erat dengan masalah yang
dituliskan sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung tahun anggaran 2012-2020.
2. Untuk mengetahui Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung tahun anggaran 2012-2020.
3. Untuk mengetahui Dana Alokasi Umum pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung tahun anggaran 2012-2020.
4. Untuk mengetahui Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung tahun anggaran 2012-2020.
5. Untuk Mengetahui Belanja Pegawai pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung tahun anggaran 2012-2020.
10

6. Untuk mengetahui Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja


Modal, dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung tahun anggaran 2012-2020 secara
parsial.
7. Untuk mengetahui Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal, dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung tahun anggaran 2012-2020 secara
simultan.

1.4 Kegunaan Penelitian


Penulisan penelitian ini juga memiliki kegunaan untuk para pembaca di
kemudian hari, berikut merupakan kegunaan dari penelitian ini:

1.4.1 Kegunaan Teoritis


a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber
pengetahuan serta menjadi referensi terkait dalam perkembangan ilmu
di bidang akuntansi khususnya tentang Kemandirian keuangan daerah
pada Pemerintah Daerah berdasarkan hasil perhitungan Rasio
Keuangan Daerah, serta dapat mengembangkan teori yang sudah ada
sebelumnya.
b. Selain itu penelitian ini bisa menambah wawasan bagi pembaca dan
bisa membandingkan permasalahan yang terjadi pada masa lampau,
masa sekarang dan dimasa yang akan datang tentang Kemandirian
Keuangan Daerah.

1.4.2 Kegunaan Praktis


a. Bagi Peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan
menambah ilmu pengetahuan tentang pendapatan asli daerah, dana
alokasi umum, belanja modal, dan belanja pegawai serta dapat
memperluas kajian ilmu akuntansi yang menyangkut pada tingkat
kemandirian keuangan daerah.
11

b. Bagi Peneliti Selanjutnya, diharapkan dapat menambah pengetahuan


para pembaca maupun sebagai salah satu bahan referensi atau bahan
pertimbangan dalam penelitian selanjutnya serta memberikan informasi
kepada pihak-pihak terkait yang memerlukan hasil penelitian mengenai
dibidang yang sama yaitu tentang Kemandirian Keuangan Daerah.
c. Bagi Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, diharapkan
dapat memberikan manfaat dan masukan bagi Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah agar dapat mempertimbangkan
pengelolaan keuangan daerah yaitu dengan membuat kebijakan secara
efisiensi dan efektifitas sehingga dapat meningkatkan kemandirian
keuangan daerahnya dan mensejahterakan masyarakatnya melalui
pembangunan maupun dalam pelayanan.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Dalam penyusunan skripsi ini untuk memperoleh sampel dan pengambilan
sumber data penelitian maka lokasi dan waktu penelitian yang dilakukan oleh
peneliti yaitu di Badan Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung Jl. Raya Soreang KM 17 Soreang 40911 Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada Semester Genap Tahun Ajaran 2021-
2022, yaitu pada bulan Oktober sampai dengan selesai dengan alokasi sebagai
berikut:
12

Tabel 1.4 Jadwal Kegiatan Penelitian


Waktu
Oktober November Desember Januari Februari
No Kegiatan
2022 2022 2022 2022 2022
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
2 Pengajuan
Judul
3 Pengambilan
Data
4 Penyusunan
UP
5 Seminar UP
6 Pengolahan
Data
7 Analisis Data
8 Sidang Skripsi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka


Menurut Sugiyono (2019:58), “Kajian pustaka adalah suatu kegiatan
penelitian yang bertujuan melakukan kajian secara sungguh-sungguh tentang teori-
teori dan konsep-konsep yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti.”
Sedangkan menurut Pohan (2017:81) tujuan dari kajian pustaka adalah:
“Mengumpulkan data dan informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau
pendekatan yang pernah berkembang dan telah didokumentasikan dalam
bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarang, dokumen-
dokumen, dan lain-lain yang terdapat di perpustakaan.”
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kajian pustaka yaitu
menggali informasi dari penelitian-penelitian sebelumnya sebagai bahan
perbandingan, baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang sudah ada. Serta
kegiatan mendalami, menelaah, mencermati dan mengidentifikasi dengan objek
penelitian yang sedang dikaji.

2.1.1 Akuntansi Pemerintah


Akuntansi pemerintahan merupakan salah satu bidang ilmu akuntansi yang
berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan
adanya transparansi dan akuntabilitas publik atas dana-dana masyarakat yang
dikelola pemerintah memunculkan kebutuhan atas penggunaan akuntansi dalam
mencatat dan melaporkan kinerja pemerintah. Oleh karena itu instansi pemerintah
itu sendiri juga memerlukan suatu standar akuntansi di bidangnya sendiri dalam
menjalankan aktivitas layanan kepada masyarakat luas. Dengann ditetapkannnya
sistem akuntansi pemerintah maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah
memiliki suatu pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional.

13
14

2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Pemerintah


Pengertian Akuntansi Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010, bahwa:
“Akuntansi Pemerintah adalah suatu aktivitas pemberian jasa untuk
menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses
pencatatan, pengklarifikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan
pemerintah, serta penafsiran atas informasi keuangan dan tunduk pada
Standar Akuntansi Pemerintah.”

Menurut Sudaryo (2017:33) akuntansi pemerintahan sebagai berikut:


“Akuntansi pemerintahan diartikan sebagai aktivitas pemberian jasa untuk
menyediakan informasi keuangan pemerintah kepada para pengguna
berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi
keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut.”
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
akuntansi pemerintah adalah suatu aktivitas jasa berdasarkan proses pencatatan
pengklasifikasian, pengikhtisaran serta pelaporan transaksi keuangan dari entitas.
Sehingga nantinya sebagai penyedia informasi terkait keuangan kepada suatu
entitas sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan tertentu baik pihak
eksternal maupun pihak internal.

2.1.1.2 Ruang Lingkup Akuntansi Pemerintah


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, bahwa ruang
lingkup akuntansi pemerintah terdiri dari:
"1. Standar akuntansi pemerintah diterapkan di lingkup pemerintahan, yaitu
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi di
lingkungan pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan
perundang-undangan satuan organisasi yang dimaksud wajib
menyajikan laporan keuangan, dan
2. Keterbatasan dari penerapan standar akuntansi pemerintah akan
dinyatakan secara eksplisit pada setiap standar yang diterbitkan.”
Menurut Hasanah dan Fauzi (2017:3) Ruang Lingkup Akuntansi
Pemerintah adalah:
“Perkembangan akuntansi pemerintahan tidaklah secepat akuntansi bisnis.
Penyebabnya adalah karakteristiknya tidak banyak mengalami perubahan.
Dengann adanya tuntutan masyarakat menyebabkan akuntansi
pemerintahan menjadi penting. Semakin besarnya dana yang dikelola oleh
15

pemerintah semakin besar pula tuntutan akuntabilitas keuangan sebagai


wujud transparansi keuangan dalam pemerintahan.”
Pemerintah sebagai lembaga sektor publik yang menjadi prasyarat utama
mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan yaitu mensejahterakan
rakyat. Dengann begitu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
akuntabilitas yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil, bersih dan
bertanggung jawab. Dengann begitu rakyat membuat aturan umum yang harus
dipenuhi pemerintah berupa peraturan undang-undang yang telah ditetapkan.

2.1.1.3 Karakteristik Akuntansi Pemerintah


Karakteristik akuntansi pemerintahan menurut Hasanah dan Fauzi (2017:3)
sebagai berikut:
“1. Dalam akuntansi pemerintahan tidak ada laporan laba.
2. Pemerintah membukukan anggaran ketika anggaran tersebut
dibukukan.
3. Akuntansi pemerintahan bisa menggunakan lebih dari satu jenis dana.
4. Akuntansi pemerintahan akan membukukan pengeluaran modal
dalam perkiraan neraca dan hasil operasional.
5. Akuntansi pemerintahan bersifat kaku karena sangat bergantung pada
peraturan perundang-undangan.
6. Didalam akuntansi pemerintahan tidak ada perkiraan modal dan laba
ditahan didalam neraca.”

Berdasarkan Mardiasmo (2018:10) bahwa, “karakteristik dari akuntansi


pemerintahan disebabkan karena adanya lingkungan yang mempengaruhi
organisasi sektor publik bergerak dalam lingkungan kompleks dan turbelence.”
Berdasarkan uraian tersebut penulis menyimpulkan karakteristik akuntansi
pemerintah adalah entitas yang tidak berorientasi pada laba disebabkan karena
adanya lingkungan yang mempengaruhinya.

2.1.1.4 Tujuan Akuntansi Pemerintah


Pada dasarnya tujuan akuntansi pemerintahan sama dengann tujuan
akuntansi bisnis, yaitu memberian informasi keuangan atas transaksi keuangan
yang dilakukan organisasi tersebut dalam periode tertentu dan posisi keuangan pada
tanggal tertentu kepada para penggunanya dalam rangka pengambilan keputusan.
16

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, bahwa tujuan


akuntansi pemerintah ada 3, yaitu:
"1. Akuntabilitas
Dalam suatu pemerintahan, keuangan Negara yang dikelola harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai amanat konstitusi. Pelaksanaan fungsi ini
di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat (5).
2. Manajerial
Akuntansi pemerintahan memungkinkan pemerintah untuk melakukan
perencanaan berupa penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara
dan strategi pembangunan lain, untuk melakukan pelaksanaan kegiatan
pembangunan dan pengendalian atas kegiatan tersebut dalam rangka
pencapaian ketaatan kepada peraturan perundang-undangan, efisiensi,
efektivitas, dan ekonomis.
3. Pengawasan
Pengawasan keuangan di Indonesia terdiri dari pemeriksaan keuangan
secara umum, pemeriksaan ketaatan, dan pemeriksaan operasional atau
manajerial.”

Tujuan akuntansi pemerintah menurut Hasanah dan Fauzi (2017:3) sebagai


berikut:
"1. Akuntabilitas
Fungsi akuntabilitas lebih luas dari sekedar ketaatan kepada peraturan
perundangan yang berlaku, tetapi tetap memperhatikan penggunaan
sumber daya secara bijaksana, efisien, efektif dan ekonomis.
Tujuan utama akuntabilitas ditekankan kepada setiap pengelola atau
manajemen dapat menyampaikan akuntabilitas keuangan dengann
menyampaikan laporan keuangan.
2. Manajerial
Akuntansi pemerintah memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan
fungsi manajerial dengann melakukan perencanaan berupa penyusunan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan strategi pembangunan lain.
3. Pengawasan
Akuntansi pemerintahan dibuat untuk memungkinkan diadakannya
pengawasan pengurusan keuangan negara dengan lebih mudah oleh
aparat pemeriksa seperti Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia.”
Berdasarkan uraian tersebut penulis menyimpulkan tujuan akuntansi
pemerintahan adalah untuk meningkatkan akuntabilitas, manajerial, pengawasan
serta keandalan dalam pengelolaan keuangan pemerintah.
17

2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah


2.1.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Daerah
Menurut paragraf 24 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010:
“Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu
entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan
terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan,
menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu
entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap
peraturan perundang-undangan.”

“Laporan keuangan adalah salah satu media untuk menyampaikan informasi


kepada masyarakat dalam bentuk pemenuhan hak-hak publik. Hak-hak
publik tersebut berupa hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi dan hak
untuk didenganr aspirasinya.” (Mahmudi, 2016:4).

Dari beberapa pengertian laporan keuangan, maka dapat disimpulkan bahwa


laporan keuangan pemerintah daerah adalah bentuk pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara/daerah selama satu periode. Serta untuk
menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan sesuai dengann
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.2.2 Tujuan Laporan Keuangan Pemerintah


Tujuan umum laporan keuangan dalam paragraf 26 dan 27 Peraturan
Pemerintah No. 71 Tahun 2010 adalah:
"1. menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber
daya keuangan
2. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode
berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran
3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
dicapai
4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan
mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya
5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pelaporan berkaitan dengann sumber-sumber penerimaannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari
pungutan pajak dan pinjaman
6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
18

kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.”

Menurut Halim (2014:20) tujuan pelaporan keuangan daerah adalah


menyajikan laporan tentang:
"1. Posisi keuangan
Posisi keuangan atau neraca adalah laporan keuangan yang menyajikan
aktiva, kewajiban, dan modal perusahaan pada tanggal tertentu
(contohnya akhir bulan, akhir semester, atau akhir tahun). Neraca,
disebut juga laporan posisi keuangan, merupakan sumber informasi utama
tentang posisi keuangan perusahaan karena neraca merangkum elemen-
elemen yang berhubungan langsung dengann pengukuran posisi
keuangan, yaitu aktiva, kewajiban, dan ekuitas.
2. Realisasi anggaran
Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar, sumber, alokasi dan
pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara
langsung oleh laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan, belanja
transfer dan pembiayaan.
3. Arus kas
Arus kas menyajikan informasi kas sehubungan dengann aktivitas
operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi non
anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran
dan saldo akhir kas pemerintah pusat atau daerah selama periode tertentu.
4. Kinerja pelaporan
Keuangan Kinerja pelaporan keuangan adalah laporan realisasi
pendapatan dan belanja yang disusun berdasarkan basis akrual. Dalam
laporan dimaksud, perlu disajikan informasi mengenai pendapatan
operasional, belanja berdasarkan klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan
surplus atau defisit.”
Dengan demikian dapat disimpulkan untuk memenuhi tujuan-tujuan
tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai sumber dan
penggunaan sumber daya keuangan atau ekonomi, posisi keuangan, realisasi
anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang berguna bagi
pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan
atas sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan publik kepada
pemerintah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
19

2.1.2.3 Karakteristik Laporan Keuangan


Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, empat karakteristik dibawah ini merupakan syarat
normatif yang diperlukan agar laporan keuangan dapat memenuhi kualitas yang
dikehendaki, maka karakteristik tersebut terdiri dari:
“1. Relevan
Laporan keuangan dapat dikatakan relevan apabila informasi
didalamnya dapat memenuhi keputusan pengguna dengan membantu
mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan
memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil
evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan
keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud
penggunaannya. Informasi yang relevan yaitu:
a. Memiliki manfaat umpan balik
Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau
mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.
b. Memilih manfaat prediktif
Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa
yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa
kini.
c. Tepat waktu
Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan
berguna dalam pengambilan keputusan.
d. Lengkap
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap
mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memperhatikan
kendala yang ada. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir
informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan
diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan
informasi tersebut dapat dicegah.
2. Andal
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunaanya
sebagai penyajian yang tulus atau jujur dari yang seharusnya disajikan
atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin
relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan
maka penggunaannya informasi tersebut secara potensial dapat
menyesatkan. Keandalan informasi dipengaruhi oleh:
a. Penyajian jujur
Informasi menggambarkan dengann jujur transaksi serta peristiwa
lainnya yang seharusnya disajikan atau secara wajar dapat
diharapkan untuk disajikan.
20

b. Dapat diverifikasi (verifiability)


Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan
apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang
berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda
jauh.
c. Netralitas
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak
pada kebutuhan pihak tertentu.
3. Dapat dibandingkan
Informasi dalam laporan keuangan harus dapat membandingkan
laporan keuangan perusahaan instansi antar periode untuk
mengidentifikasi realisasi anggaran dan sebagai evaluasi kinerja.
Laporan keuangan yang disajikan harus sesuai dengan standar yang
ditetapkan agar dapat dilakukan uji antar instansi untuk mengevaluasi
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
Oleh karena itu, pengukuran dan dampak penyajian keuangan dari
transaksi maupun peristiwa lain yang berupa harus dilakukan secara
konsisten.
4. Dapat dipahami
Informasi yang disajikan laporan keuangan adalah kemudahan untuk
segera dapat dipahami pengguna laporan keuangan. Pengguna laporan
keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang
aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk
mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar, namun demikian
informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan
keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan
bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh
pengguna tertentu.”

2.1.2.4 Pengguna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah


Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 terdapat
beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah yaitu:
“1. Masyarakat
Merupakan kelompok terbesar dari pengguna laporan keuangan
pemerintah, yang terdiri dari para wajib pajak, warga negara yang andil
dalam pemilihan pemimpin daerah atau pusat serta kelompok-
kelompok yang mempunyai ketertarikan khusus dalam laporan
keuangan pemerintah.
2. Para wakil rakyat, lembaga, pengawas, lembaga pemeriksa
Merupakan salah satu pengguna laporan keuangan yang nantinya akan
memberian penilaian tentang laporan keuangan yang disajikan oleh
entitas pelaporan. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses
donasi, investasi dan pinjaman Entitas pelaporan harus memberian
informasi yang berguna bagi investor dan kreditur pemerintahan yang
21

nantinya akan berguna untuk penilaian kemampuan pemerintah dalam


membiayai kegiatan serta memenuhi kewajibannya.
3. Pemerintah
Merupakan pengguna laporan keuangan yang juga turut memberian
penilaian aktivitas pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh suatu
entitas, pemerintah biasanya keberhasilan suatu entitas apabila laporan
keuangan yang disajikan telah sesuai dengan realisasinya akan
melihat.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan pemerintah
berguna untuk menentukan dan memprediksi kondisi kesehatan keuangan
pemerintah dan perubahan-perubahan terjadi, memonitor kinerja, dan kesesuaian
dengan peraturan perundang-undangan. Terdapat beberapa pengguna laporan
keuangan pemerintah seperti masyarakat, para wakil rakyat, lembaga pengawas,
lembaga pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi,
investasi dan pinjaman serta pemerintah.

2.1.2.5 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintah, bentuk laporan keuangan pemerintah daerah adalah:
“1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan
pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara
langsung oleh laporan realisasi anggaran terdiri dari:
a. Pendapatan-Laporan Realisasi Anggaran adalah penerimaan oleh
Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh
entitas pemerintah lainnya yang menambah Saldo Anggaran Lebih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak
pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
b. Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo
Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
c. Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana
perimbangan.
d. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang
tidak berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar
kembali dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam
22

penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup


defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan
pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil
divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk
pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada
entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL) menyajikan pos-
pos berikut, yaitu: saldo anggaran lebih awal (saldo tahun sebelumnya),
penggunaan saldo anggaran lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan
Anggaran (SILPA/SIKPA) tahun berjalan, koreksi kesalahan
pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain dan saldo anggaran lebih akhir
untuk periode berjalan. Pos-pos tersebut disajikan secara komparatif
dengan periode sebelumnya.
3. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Dalam
neraca, setiap entitas mengklasifikasikan kewajibannya menjadi
kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. Unsur-unsur neraca
tersebut yaitu:
a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki
oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari
mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan
dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta
dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya
nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah.
c. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
antara aset dan kewajiban pemerintah.
4. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan
aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang
menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir
kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur-unsur
laporan arus kas tersebut, yaitu:
a. Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara
Umum Negara/Daerah.
b. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari
Bendahara Umum Negara/Daerah.
5. Laporan Operasional
Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan laporan
keuangan dengan basis akuntansi akrual wajib menyusun laporan arus
23

kas untuk setiap periode penyajian laporan keuangan sebagai salah satu
komponen laporan keuangan pokok. Unsur-unsur laporan operasional
tersebut, yaitu:
a. Pendapatan Laporan Operasional adalah hak pemerintah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
b. Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih;
c. Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang
dari/oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain,
termasuk dana perimbangan.
d. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa
yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan
operasi biasa, tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada
di luar kendali atau pengaruh entitas bersangkutan.
6. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
7. Catatan Atas Laporan Keuangan
Agar informasi dalam laporan keuangan pemerintah dapat dipahami
dan digunakan oleh pengguna dalam melakukan evaluasi dan menilai
pertanggungjawaban keuangan negara diperlukan Catatan Atas
Laporan Keuangan (CALK). Catatan Atas Laporan Keuangan meliputi
penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih,
Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan
Laporan Arus Kas. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup
informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas
pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk
diungkapkan didalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-
ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan
keuangan secara wajar. Catatan atas laporan keuangan
mengungkapkan/menyajikan/ menyediakan hal- hal sebagai berikut:
a. Mengungkapkan informasi Umum Entitas Pelaporan dan Entitas
Akuntansi;
b. Menyajikan informasi kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi
makro;
c. Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun
pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target;
d. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan
dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan
atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
e. Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang
disajikan pada lembar muka laporan keuangan;
f. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan
24

Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam


lembar muka laporan keuangan;
g. Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian
yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan
keuangan.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komponen laporan keuangan
pemerintah adalah untuk memberikan informasi yang bermanfaat dan melaporkan
hasil capaian pelaksanaan kegiatan suatu periode pelaporan yang terdiri dari laporan
realisasi anggaran, perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan arus kas,
laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan.

2.1.2.6 Peranan Laporan Keuangan


Laporan keuangan dapat dikatakan sebagai suatu penyajian yang terstruktur
tentang posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Peraturan Pemerintah
No. 71/2010 Paragraf 25 menyatakan bahwa:
“Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-
upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk
kepentingan:
1. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
2. Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan
fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset,
kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
3. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang
undangan.
4. Keseimbangan Antargenerasi (intergenerasional equity)
Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan
pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh
pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang
diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
5. Evaluasi Kinerja
25

Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan


sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai
kinerja yang direncanakan.”
Peranan laporan keuangan adalah “menyajikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas
sumber daya yang dipercayakan.” (Halim, 2014:20).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan laporan keuangan
adalah untuk memberian informasi yang bermanfaat dan melaporkan hasil capaian
pelaksanaan kegiatan suatu periode pelaporan untuk kepentingan akuntabilitas,
manajemen, transparansi, keseimbangan antar generasi, dan evaluasi kinerja.

2.1.3 Laporan Realisasi Anggaran


2.1.3.1 Pengertian Laporan Realisasi Anggaran
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010:
“Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan
pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam satu periode pelaporan.”

Menurut Mahmudi (2013:180) Laporan Realisasi Anggaran adalah:


”Dalam mengatur tingkat selisih anggaran baik menguntungkan maupun
tidak menguntungkan antara realisasi dengan anggaran, harus diketahui
tingkat efektivitas dalam pencapaian target dan tingkat efisiensi belanja,
sehingga besaran nominal selisih anggaran dengann realisasi dapat dinilai
signifikan atau tidak.”

Maka nilai untuk mengukur efektivitas dapat dikategorikan sebagai berikut:


Tabel 2.1 Kriteria Efektivitas
Kemampuan Keuangan Persentase Efisiensi
Sangat Efektif 100%
Efektif 90% - 99%
Cukup Efektif 80% - 89,9%
Kurang Efektif 60% - 79,9%
Tidak Efektif Dibawah 60%
Sumber: Mahmudi (2013:180)
“Efisiensi berhubungan erat dengann konsep produktivitas. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan
terhadap output atau input yang digunakan.” (Mardiasmo, 2018:133).
26

Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk


atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana
yang serendah-rendahnya. Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara
masukan sumber daya oleh suatu unit organisasi dan keluaran yang dihasilkan.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan efisiensi diukur dengann rasio antara output
dengan input. Semakin besar output dibandingkan input, maka semakin tinggi
efisiensi suatu organisasi. Dengan demikian efisiensi dapat dirumuskan sebagai
berikut:

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑎𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 × 100%

Adapun kriteria efisiensi, perbandingannya diukur dengann kriteria


penilaian kinerja dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Kriteria Efisiensi
Presentasi Efisiensi Kemampuan Keuangan
Diatas 100% Tidak Efisien
90 % - 100 % Kurang Efisien
80 % - 90 % Cukup Efisien
60 % - 80 % Efisien
Dibawah 60 % Sangat Efisien
Sumber: Mardiasmo (2018:133)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan
rencana yang dilaksanakan oleh suatu organisasi untuk masa yang akan datang
dalam jangka waktu tertentu.

2.1.3.2 Tujuan Laporan Realisasi Anggaran


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, tujuan utama dari pelaporan realisasi anggaran adalah
“menetapkan dasar‒dasar penyajian laporan realisasi anggaran untuk pemerintah
dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh
peraturan perundang‒undangan.”
Menurut Bastian (2013:189) tujuan laporan realisasi anggaran adalah
“Pengelola realisasi anggaran harus membantu memutuskan produk atau layanan
jasa apa saja yang diberikan, apa yang diprioritaskan dalam organisasi, apa tujuan
kualitasnya dan bagaimana mengelola sumber daya nya.”
27

Laporan realisasi anggaran memberian informasi realisasi dan anggaran


entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dengann realisasinya
menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara
legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan
begitu untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan
serta keperluan pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah.
Laporan realisasi anggaran disajikan sekurang‒kurangnya sekali dalam setahun.

2.1.3.3 Struktur Laporan Realisasi Anggaran


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah yang disajikan berdasarkan PSAP No. 02 Laporan realisasi
anggaran menyajikan informasi yang masing-masing diperbandingkan dengan
anggarannya dalam satu periode. Dalam laporan realisasi anggaran harus
diidentifikasikan secara jelas. Struktur Laporan Realisasi Anggaran menyajikan
informasi realisasi antara lain:
"1. Pendapatan
a. Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh bendahara umum
negara/bendahara umum daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya
yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan yang menjadi hak, pemerintah dan tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah.
b. Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
2. Belanja
a. Belanja (Basis Kas) adalah semua pengeluaran oleh bendahara
umum negara/bendahara umum daerah yang mengurangi ekuitas
dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak
akan diperoleh pembayaran kembali oleh pemerintah.
b. Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
3. Transfer
Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang dari suatu entitas
pelaporan kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan
dan dana bagi hasil.
4. Surplus atau Defisit
Surplus atau defisit adalah selisih lebih atau kurang antara pendapatan
dan belanja selama satu periode pelaporan.
28

5. Pembiayaan (Financing)
Pembiayaan (Financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.”
Bahwa laporan realisasi anggaran menyajikan informasi realisasi
pendapatan- Laporan Realisasi Anggaran (LRA), belanja, transfer, surplus/defisit-
LRA, dan pembiayaan yang masing-masing diperbandingkan dengann dengan
anggarannya dalam satu periode.

2.1.4 Kemandirian Keuangan Daerah


2.1.4.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, “Kemandirian keuangan
daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban
keuangan sendiri,melaksanakan sendiri dalam rangka asas desentralisasi.”
Menurut Halim (2014:5) Kemandirian Keuangan Daerah adalah:
“Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi
sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.”
Menurut Mahmudi (2016:140) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
adalah:
“Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dihitung dengann cara
membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan
jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta
pinjaman daerah. Semakin tinggi Rasio Kemandirian mengandung arti
bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern
(terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian
pula sebaliknya.”
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian
keuangan daerah adalah gambaran pemerintah daerah dalam hal ketergantungan
daerah terhadap sumber dana pemerintah pusat dan provinsi. Semakin tinggi
kemandirian keuangan daerah, maka ketergantungan daerah terhadap bantuan
pemerintah pusat akan semakin rendah.
29

2.1.4.2 Indikator Rasio Kemandirian Keuangan Daerah


Rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Kemandirian menurut
Halim (2014: 5) adalah:
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rasio Kemandirian = × 100%
Total Pendapatan Daerah

Berdasarkan rumus di atas dapat diketahui bahwa Rasio Kemandirian


Keuangan Daerah menggambarkan sejauh mana ketergantungan daerah terhadap
sumber dana ekstern. Semakin tinggi Rasio Kemandirian mengandung arti bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah
pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio
Kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
membangun daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi partisipasi
masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan
komponen dari Pendapatan Asli Daerah akan menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.
Tabel 2.3 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah
Kemampuan Keuangan Kemandirian Pola Hubungan
(%)
Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif
Rendah 25% - 50% Konsultatif
Sedang 50% - 75% Partisipatif
Tinggi 75% - 100% Delegatif
Sumber: Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

1. Pola Hubungan Instruktif, peran pemerintah pusat lebih dominan daripada


kemandirian Pemerintah Daerah. (daerah yang tidak mampu melaksanakan
otonomi daerah).
2. Pola Hubungan Konsultatif, dimana campur tangan pemerintah pusat sudah
mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu, melaksanakan
otonomi.
3. Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang,
mengingat daerah bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu
melaksanakan urusan otonomi.
30

4. Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada
karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan
urusan otonomi daerah.

2.1.5 Pendapatan Asli Daerah


2.1.5.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Menurut UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan hak pemerintah daerah yang dapat diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih yang diperoleh dari hasil pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan dipisahkan serta dari hasil lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 71
Tahun 2010 mengenai dana perimbangan diganti dengann istilah pendapatan
transfer, sehingga klasifikasi pendapatan daerah menjadi pendapatan asli daerah,
pendapatan transfer, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah.
Menurut Mardiasmo (2018:132) Pendapatan asli daerah adalah
“Penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
Pendapatan asli daerah yang sah.”
Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Kertabudi (2014:2):
“Penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber wilayahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan undang-undang. Pendapatan asli daerah
merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberian
keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.”
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan
asli daerah merupakan pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
31

2.1.5.2 Sumber Pendapatan Asli Daerah


Sumber-sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 12
Tahun 2018 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yaitu:
“ 1. Hasil pajak daerah merupakan pungutan daerah yang ditetapkan oleh
daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum
publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah
daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas
jasanya tidak langsung diberikan sedangkan pelaksanaannya dapat
dipaksakan.
2. Hasil retribusi daerah merupakan hasil yang didapatkan dari pungutan
yang secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran
pemakaian atau memperoleh jasa karena memperoleh jasa pekerjaan,
usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah
mempunyai sifat pelaksanaannya yang bersifat ekonomis, imbalan
langsung walaupun harus dulu memenuhi persyaratan formil maupun
materiil, tetapi alternatif untuk tidak membayar, merupakan pungutan
yang sifatnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah
adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat.
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan merupakan hasil pendapatan daerah dari keuntungan
bersih perusahaan daerah berupa dana hasil dari pembangunan daerah
dan untuk anggaran belanja daerah yang selanjutnya disetor ke kas
daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif
pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu
kesatuan produksi yang bersifat dapat menambah pendapatan daerah,
memberi jasa, dan memperkembangkan perekonomian daerah.
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan-pendapatan
yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan
pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai
sifat pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan
yang akan menghasilkan baik berupa materi dalam kegiatan yang
bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan
kebijakan daerah di suatu bidang tertentu.
5. Dana perimbangan diperoleh melalui hasil pendapatan daerah dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan,
pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil,
dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
6. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah yang
sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah pihak
yang dilaksanakan sesuai dengann peraturan perundangan-
undangan.”
32

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Sumber Pendapatan


Asli Daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
“ 1. Pajak daerah
Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.
Pajak daerah terbagi atas dua jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Pajak Provinsi dan;
b. Pajak Kota/Kabupaten.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus dibedakan atau dapat diberikan oleh pemerintah untuk
kepentingan pribadi atau badan. Tentang pajak daerah dan retribusi
daerah yang dapat dipungut dari pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota menjadi tiga, yaitu:
a) Retribusi jasa umum
Retribusi jasa umum merupakan pelayanan yang disediakan atau
diberikan pemerintah daerah untuk tujuan sebagai kepentingan dan
memanfaatkan umum serta dapat dinikmati orang pribadi atau
badan.
b) Retribusi jasa usaha
Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.
c) Retribusi Perizinan Tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang
pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan
pengawasan atas kegiatan memanfaatkan ruang, penggunaan
SDA, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Jenis pendapatan menurut objek pendapatan yang
mencakup:
a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/
BUMD
b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN; dan
c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
4. Lain-lain PAD yang sah
Lain-lain Pendapatan sah yang dihasilkan merupakan hasil penerimaan
daerah berasal dari pendapatan lain-lain milik pemerintah daerah.
Transaksi disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah
selain yang disebut diatas. Jenis pendapatan yang sah meliputi:
a) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan
33

b) Jasa giro
c) Pendapatan bunga
d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah
f) penerimaan berupa keuangan dari selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing
g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
h) Pendapatan denda pajak
i) Pendapatan denda retribusi
j) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan
k) Pendapatan dari pengembalian
l) Fasilitas sosial dan fasilitas umum
m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
n) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
o) Hasil pengelolaan dana bergulir.”

Menurut Mardiasmo (2018:132) rumus untuk menghitung PAD, yaitu:

𝑃𝐴𝐷 = 𝑃𝐷 + 𝑅𝐷 + 𝐻𝐾𝐷𝑌𝐷 + 𝐿𝐿𝐴𝑃𝐴𝐷𝑌𝑆

Keterangan:
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PD : Pajak Daerah
RD : Retribusi Daerah
HKDYD : Hasil Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
LLPADYS : Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

2.1.6 Dana Alokasi Umum


2.1.6.1 Pengertian Dana Alokasi Umum
Menurut Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan
daerah Dana Alokasi Umum adalah “Dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”
Menurut Nordiawan (2017:87) mengatakan bahwa, “Dana Alokasi Umum
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”
Sedangkan Dana Alokasi Umum menurut Anggoro (2017:24) yaitu:
34

“Pendapatan yang diperoleh dari alokasi APBN untuk tujuan pemerataan


kemampuan keuangan antar daerah guna mengurangi ketimpangan
kemampuan keuangan antar daerah. Alokasi DAU merupakan pelaksanaan
asas desentralisasi dalam otonomi daerah.”
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dana alokasi
umum adalah dana yang bersumber dari dana APBN yang memiliki tujuan untuk
pemerataan kemampuan keuangan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dalam penelitian ini DAU dapat dilihat dari laporan realisasi anggaran
(LRA). Adapun ketentuan dalam menetapkan DAU menurut ketentuan undang-
undang nomor 23 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
“ 1. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
2. Dana Alokasi Umum (DAU) daerah provinsi dan Kabupaten/Kota yang
ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum
sebagaimana ditetapkan diatas.
3. Dana Alokasi Umum (DAU) suatu Kabupaten atau Kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk
Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
4. Porsi Kabupaten atau Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan
proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.”

2.1.6.2 Tujuan Dana Alokasi Umum


Dana alokasi umum sebagai salah satu bagian dari dana perimbangan yang
ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah daerah. Menurut
Mardiasmo (2018:115) beberapa tujuan pemerintah pusat dalam memberian dana
bantuan berbentuk grant kepada pemerintah daerah, yaitu:
“ 1. Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah
2. Untuk meningkatkan akuntabilitas
3. Untuk meningkatkan sistem pajak yang progresif
4. Untuk meningkatkan keberterimaan pajak daerah.”

2.1.6.3 Tahapan Perhitungan Dana Alokasi Umum


Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bahwa Proporsi DAU
antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan
kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.
Pembagian Dana Alokasi Umum Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014:
35

“1. Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum yang telah ditetapkan yaitu
sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang
ditetapkan dalam APBN;
2. DAU suatu daerah yang akan dialokasikan atas dasar celah fiskal dan
alokasi dasar;
3. Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kebutuhan
fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah;
4. Alokasi dasar sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) yang sudah
dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.”

Metode perhitungan dana alokasi umum menurut undang-undang nomor 23


tahun 2014 tentang pemerintah daerah mengenai suatu daerah provinsi maupun
daerah kabupaten/kota dapat dihitung dengann formula sebagai berikut:

DAU = AD + CF

Keterangan:
DAU : Dana Alokasi Umum
AD : Alokasi Dasar
CF : Celah Fiskal
Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Perimbangan keuangan besaran alokasi dasar (AD) dihitung berdasarkan realisasi
gaji pegawai negeri sipil daerah tahun sebelumnya (t-1) yang meliputi gaji pokok
dan tunjangan-tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian PNS
yang berlaku. Sedangkan untuk mendapatkan alokasi berdasarkan celah fiskal suatu
daerah dihitung dengan mengalikan bobot celah fiskal daerah bersangkutan (CF
daerah dibagi CF nasional) dengan alokasi DAU CF nasional. Untuk celah fiskal
suatu daerah dihitung berdasarkan selisih antara KbF dengan KpF. KbF atau
kebutuhan fiskal adalah kebutuhan untuk mendanai anggaran belanja negara. KpF
atau kapasitas fiskal adalah kemampuan keuangan negara dari pendapatan negara
untuk mendanai anggaran belanja negara.
36

2.1.7 Belanja Modal


2.1.7.1 Pengertian Belanja Modal
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah bahwa:
“Belanja Modal adalah belanja pemerintah daerah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti
biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.”
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 bahwa:
“Belanja modal adalah semua pengeluaran negara yang dilakukan dalam
rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.”
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belanja modal adalah
anggaran yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap atau aset lainnya yang
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

2.1.7.2 Indikator Belanja Modal


Rumus yang digunakan untuk menghitung Belanja Modal berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 adalah:

Belanja Modal = Belanja Modal Tanah + Belanja Modal Peralatan dan Mesin
+ Belanja Modal Gedung dan Bangunan
+ Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan + Belanja Modal Fisik Lainnya

2.1.8. Belanja Pegawai


2.1.8.1 Pengertian Belanja Pegawai
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang
Klasifikasi Anggaran menyatakan:
“Belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang maupun
barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan
pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai
lingkup pemerintahan baik yang bertugas didalam maupun di luar negeri,
sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka
37

mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah. Tingginya belanja


pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap realisasi belanja modal untuk
pembangunan hal ini disebabkan karena terjadi kesenjangan dalam
anggaran APBD.”
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006, bahwa:
“Belanja pegawai adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk
membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan
kepada pegawai pemerintah pusat, pensiun, anggota Tentara Nasional
Indonesia/ Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik
yang bertugas didalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan
pembentukan modal.”
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belanja pegawai adalah
belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam
bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat,
pensiunan. Belanja pegawai berarti uang yang dikeluarkan untuk pembayaran gaji
rutin pegawai.

2.1.8.2 Indikator Belanja Pegawai


Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011 cara
perhitungan Belanja Pegawai yaitu:

Belanja Pegawai = Pembayaran Gaji + Tunjangan + Honorarium + Lembur + Pensiun


+ Pegawai Negeri Sipil + Pejabat Negara
+ Anggota Tentara Nasional Indonesia
+ Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

2.2 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran merupakan “konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting.” (Sugiyono, 2019:95).
“Kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran dari penelitian yang
disintesiskan dari fakta-fakta, observasi, dan kajian kepustakaan.” (Riduwan,
2015:9).
38

Dari dua teori diatas, dapat disimpulkan bahwa kerangka pemikiran adalah
dasar pemikiran dari penelitian tentang bagaimana teori-teori saling berkaitan
dengan berbagai faktor yang ditentukan sebagai masalah yang penting.

2.2.1 Hubungan Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan


Daerah
Menurut UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan hak pemerintah daerah yang dapat diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih yang diperoleh dari hasil pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan dipisahkan serta dari hasil lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah yaitu Pendapatan asli daerah yang tinggi akan menunjukkan kemampuan
daerah dalam memenuhi kebutuhannya sendiri dan menggambarkan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. serta kemandirian keuangan
daerah dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli daerah yang diperoleh oleh setiap
pemerintahan kabupaten/kota, jika rasio kemandirian semakin tinggi, maka tinggi
pula partisipasi masyarakat dalam hal membayar pajak dan retribusi daerah yang
merupakan komponen utama dari PAD. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan Malau dan Parapat (2020), menyatakan bahwa Pendapatan Asli
Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kemandirian daerah keuangan. Sedangkan Dharmawan, dkk (2020),
menyatakan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar Pendapatan Asli
Daerah maka akan semakin tinggi pula tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

2.2.2 Hubungan Dana Alokasi Umum terhadap Kemandirian Keuangan


Daerah

Menurut Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah, bahwa:
“Dana Alokasi Umum adalah “Dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
39

antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan


desentralisasi.”
Hubungan antara Dana Alokasi Umum terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah yaitu Pemerintah pusat memberian bantuan (transfer) kepada pemerintah
daerah, salah satunya dengann pemberian Dana Alokasi umum. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum dapat sepenuhnya lepas dari
pemerintah pusat didalam mengatur rumah rangga daerah, yang ditunjukkan
dengan adanya ketergantungan yang lebih besar kepada Dana Alokasi Umum
dibandingkan pendapatan asli daerah dalam mendanai belanja daerah. Menurut
Fitriani dan Suwarno (2022), menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum terhadap
tingkat kemandirian keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap kemandirian
keuangan daerah. Sedangkan Nindita dan Rahayu (2018), menyatakan bahwa
Secara parsial, Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah. Hal ini berarti jika Dana Alokasi Umum yang
dialokasikan Pemerintah Pusat ke daerah relatif besar maka daerah tersebut
dikatakan kurang mandiri karena daerah tersebut masih mengandalkan dana dari
pemerintah pusat sebagai penerimaan utama. Karena semakin kecil Dana Alokasi
Umum maka semakin besar tingkat kemandirian keuangan daerahnya.

2.2.3 Hubungan Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah, bahwa:
“Belanja Modal adalah belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi
satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya
pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.”
Hubungan antara Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
yaitu Belanja Modal membutuhkan anggaran tidak sedikit, apabila suatu daerah
tidak dapat membiayai belanjanya maka akan dibantu dari pemerintah pusat berupa
dana perimbangan. Kemandirian keuangan daerah berkaitan dengan realisasi
pendapatan terhadap anggaran pendapatan daerah sehingga penyerapan belanja
modal yang baik akan membantu pemerintah daerah meningkatkan kemandirian
keuangan daerah serta kinerja keuangan daerah semakin efektif. Jika belanja modal
40

besar mencerminkan dari banyaknya infrastruktur dan sarana prasarana yang akan
dibangun. Hal ini didukung dengan penelitian Afiffah dan Rahayu (2022), juga
menyatakan bahwa Belanja Modal secara simultan mempunyai pengaruh positif
dan signifikan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Sedangkan menurut
Wahyuni dan Ardini (2018), menyatakan bahwa Belanja Modal tidak memiliki
pengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Hal ini terjadi mungkin
disebabkan oleh belanja modal yang dilakukan belum merata dan tidak tepat
sasaran sehingga menyebabkan penurunan kualitas layanan publik maka
kemandirian keuangan daerah menurun. Karena semakin besar belanja modal maka
semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerahnya.

2.2.4 Hubungan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang
Klasifikasi Anggaran menyatakan:
“Belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang maupun
barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan
pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai
lingkup pemerintahan baik yang bertugas didalam maupun di luar negeri,
sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka
mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah. Tingginya belanja
pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap realisasi belanja modal untuk
pembangunan hal ini disebabkan karena terjadi kesenjangan dalam anggaran
APBD.”
Hubungan antara Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
yaitu tidak terlepas dari peran serta para pegawai pemerintah daerah untuk
menunjang pelaksanaan otonomi daerah yang banyak berkaitan dengan birokrasi
pemerintah daerah yang berhubungan dengan pelayanan publik. Jika belanja modal
naik maka tingkat kemandirian keuangan daerah akan naik karena belanja modal
bertujuan untuk memberian pemasukan atau pendapatan bagi daerah sehingga
pendapatan asli daerah semakin bertambah dan menjadi semakin maju. Dalam hal
ini adanya keterkaitan antara belanja modal dan pendapatan asli daerah. Menurut
fitriani dan Suwarno (2022), menyatakan bahwa Belanja Pegawai terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah. Sedangkan menurut Wahyuni dan Ardini (2018), menyatakan
41

bahwa Belanja Pegawai memiliki pengaruh negatif signifikan dan positif tidak
signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. Karena semakin besar belanja
pegawai maka semakin rendah tingkat kemandirian keuangan daerahnya.
Tingginya belanja pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap realisasi belanja
modal untuk pembangunan hal ini disebabkan karena terjadinya kesenjangan dalam
anggaran APBD. Sehingga akan berimbas pada pembangunan yang berjalan tidak
baik dan maksimal.

2.2.5 Hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja


Modal, dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Mardiasmo (2018:132) Pendapatan asli daerah adalah “Penerimaan
daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan asli
daerah yang sah.”
Menurut Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, bahwa “Dana Alokasi Umum adalah “Dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengann tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.”
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah, bahwa “Belanja Modal adalah belanja pemerintah daerah
yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau
kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti
biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.”
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang
Klasifikasi Anggaran menyatakan:
“Belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang maupun
barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan
pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai
lingkup pemerintahan baik yang bertugas didalam maupun di luar negeri,
sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka
mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah. Tingginya belanja
pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap realisasi belanja modal untuk
42

pembangunan hal ini disebabkan karena terjadi kesenjangan dalam


anggaran APBD.”

Menurut penelitian Malau dan Parapat (2020), menyatakan bahwa


Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kemandirian daerah keuangan. Untuk penelitian
Fitriani dan Suwarno (2022), menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum terhadap
tingkat kemandirian keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap kemandirian
keuangan daerah. Untuk penelitian Afiffah dan Rahayu (2022), juga menyatakan
bahwa Belanja Modal secara simultan mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Untuk penelitian Wahyuni dan Ardini
(2018), menyatakan bahwa Belanja Pegawai memiliki pengaruh negatif signifikan
dan positif tidak signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kejelasan
pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, dan
Belanja Pegawai berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Adapun
gambar mengenai kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:
43

Akuntansi Pemerintah

Laporan Keuangan
Pemerintah

Laporan Realisasi
Anggaran

Pendapatan Asli Dana Alokasi Belanja Belanja


Daerah Umum Modal Pegawai

Kemandirian
Keuangan Daerah

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.2.6 Model Penelitian


Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka gambaran tentang model
penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

Pendapatan Asli
Daerah

Dana Alokasi
Umum Kemandirian
Keuangan Daerah

Belanja Modal

Belanja
Pegawai

Gambar 2.2 Model Penelitian


44

2.3 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu


No. Judul Penelitian/Tahun Hasil Perbedaan
1. Pengaruh Pendapat Eve Ida Malau, Eka Hasil penelitian Pada penelitian
Asli Daerah (PAD) Pratiwi Septania bahwa pendapatan terdahulu tidak
dan Belanja Modal Parapat (2020). asli daerah terdapat variabel
Terhadap Jurnal EK & BI, berpengaruh Dana Alokasi
Kemandirian Volume 3 Nomor 2 positif dan Umum dan Belanja
Keuangan Daerah Desember 2020 E- signifikan terhadap Pegawai, sedangkan
ISSN: 2621-4695 kemandirian pada penelitian ini
ISSN: 2620-7443 keuangan daerah. terdapat variabel
Sedangkan belanja Dana Alokasi
modal berpengaruh Umum dan Belanja
negatif dan Pegawai. Kemudian
signifikan terhadap pada penelitian
kemandirian terdahulu dilakukan
keuangan daerah pada
Kabupaten/Kota
Provinsi Sumatera
Utara.
2. Pengaruh Bayu Adji Hasil penelitian ini Penelitian terdahulu
Pendapatan Asli Dharmawan, Ihyaul menunjukkan terdapat variabel
Daerah, Dana Ulum, dan Endang bahwa Pendapatan Dana Alokasi
Alokasi Umum dan Dwi Wahyuni Asli Daerah, Dana Khusus sedangkan
Dana Alokasi (2020). Jurnal Alokasi Umum dan dalam penelitian ini
Khusus Pada Akuntansi Indonesia Alokasi Khusus tidak terdapat
Kemandirian Volume 16 Nomor 2, secara bersama- variabel Dana
Daerah Di Badan Agustus 2020. P- sama memiliki Alokasi Khusus.
Keuangan Daerah ISSN: 1829-8532 E- pengaruh terhadap Kemudian pada
Provinsi ISSN: 2614-2252 kemandirian penelitian terdahulu
Kalimantan Selatan daerah. Secara dilakukan pada
2013-2017 parsial, Daerah Provinsi
Pendapatan Asli Kalimantan Selatan.
Daerah Sedangkan
berpengaruh penelitian ini
negatif terhadap dilakukan pada
Kemandirian Pemerintah Daerah
Daerah, Dana Kabupaten
Alokasi Umum Bandung.
berpengaruh
positif terhadap
Kemandirian
Daerah, sedangkan
Dana Alokasi
Khusus
berpengaruh
negatif terhadap
Kemandirian
Daerah.
3. Pengaruh Nareswari Listya Hasil penelitian Pada penelitian
Pendapatan Asli Nindita dan Sri dapat diperoleh terdahulu tidak
Daerah (PAD), Rahayu (2018). kesimpulan bahwa terdapat variabel
Dana Alokasi Journal Accounting secara simultan Belanja Pegawai,
Umum (DAU), and Finance Volume Pendapatan Asli Sedangkan pada
45

Dana Alokasi 2 Nomor 1 Maret Daerah, Dana penelitian ini


Khusus (DAK), 2018. E-ISSN 2581- Alokasi Umum, terdapat Belanja
Serta Belanja Modal 1088 dan Belanja Modal Pegawai. Pada
Terhadap Tingkat berpengaruh penelitian terdahulu
Kemandirian terhadap Tingkat dilakukan pada
Keuangan Daerah Kemandirian Kabupaten/Kota
Kabupaten /Kota Keuangan. Provinsi Jawa Barat
sedangkan
penelitian ini
dilakukan pada
Pemerintah Daerah
di Kabupaten
Bandung.
4. Pengaruh PAD, Ema Nur Indah Dari hasil Pada penelitian
DAU, Belanja Fitriyangi, Agus penelitian terdahulu tidak
Modal, Belanja Endro Suwarno menyatakan bahwa terdapat variabel
Pegawai Terhadap (2022). Jurnal variabel Dana Alokasi
Tingkat Prosiding Senapan Pendapatan Asli Khusus, sedangkan
Kemandirian Seminar Akuntansi Daerah, Dana pada penelitian ini
Keuangan Daerah Volume 1, Nomor 1, Alokasi Umum dan terdapat Dana
1 Mei 2022, Hal 61- Belanja Modal Alokasi Khusus.
69. ISSN 2776-2092 berpengaruh Sedangkan pada
terhadap Tingkat penelitian terdahulu
Kemandirian dilakukan pada
Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa
Tengah sedangkan
pada penelitian ini
dilakukan pada
Pemerintah Daerah
Kabupaten
Bandung.
5. Pengaruh Belanja Riska Afiatul Affiah, Hasil pengujian Pada penelitian
Modal, Dana Sri Rahayu (2022) secara parsial, terdahulu tidak
Alokasi Khusus e-Proceedling of menunjukkan terdapat variabel
(DAK), dan Management Vol.8, bahwa pendapatan Dana Alokasi
Pendapatan Asli No.2 April 2022 asli daerah Khusus, sedangkan
Daerah (PAD) ISSN: 2355-9357 berpengaruh pada penelitian ini
terhadap Tingkat positif terhadap terdapat Dana
Kemandirian tingkat Alokasi Khusus.
Keuangan Daerah kemandirian Sedangkan pada
Kabupaten dan kota keuangan daerah penelitian terdahulu
Pada Provinsi Jawa Sedangkan belanja dilakukan pada
Barat Tahun 2015- modal dan dana Kabupaten/Kota di
2018 alokasi khusus Provinsi Jawa Barat
tidak berpengaruh sedangkan pada
terhadap tingkat penelitian ini
kemandirian dilakukan pada
keuangan daerah. Pemerintah Daerah
Hasil pengujian Kabupaten
secara simultan, Bandung.
menunjukkan
bahwa
belanja modal,
dana alokasi
46

khusus dan
pendapatan asli
daerah
berpengaruh
terhadap tingkat
kemandirian
keuangan daerah.
6. Pengaruh Kinerja Eny Wahyuni dan Hasil penelitian Pada penelitian
Pendapatan Asli Lilis Ardini (2018). menunjukkan terdahulu terdapat
Daerah, Belanja Jurnal Ilmu dan Riset bahwa pengaruh variabel Kinerja
Modal, dan Belanja Akuntansi Volume 7, Kinerja Pendapatan Asli
Pegawai Terhadap Nomor 6, Juni 2018. Pendapatan Asli Daerah sedangkan
Tingkat e-ISSN: 2460-0585. Daerah, Belanja penelitian ini tidak
Kemandirian Modal, dan terdapat Kinerja
Keuangan Daerah Belanja Pegawai Pendapatan Asli
memiliki pengaruh Daerah. Kemudian
negatif signifikan penelitian terdahulu
dan positif tidak dilakukan pada
signifikan terhadap Kabupaten/Kota
Kemandirian Provinsi Jawa
Keuangan Daerah Timur. Sedangkan
pada penelitian ini
pada Pemerintah
Daerah Kabupaten
Bandung.

2.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah pernyataan tentang sesuatu yang untuk sementara dianggap
benar. “Hipotesis merupakan jawaban sementara mengenai suatu masalah yang
masih perlu diuji secara empiris untuk mengetahui apakah pernyataan atau dengan
jawaban itu dapat diterima atau tidak.” (Sugiyono, 2019:58).
Menurut Nazir (2014:151) menjelaskan hipotesis adalah pernyataan yang
diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat
fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi.
Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran diatas, penulis
mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah.
2. Terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah.
3. Terdapat pengaruh Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan Daerah.
4. Terdapat pengaruh Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah.
47

5. Terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja


Modal dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah secara
simultan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Yang Digunakan


Beberapa pengertian mengenai metode penelitian dapat diketahui pada
penjelasan berikut ini. Menurut Sugiyono (2019:9) bahwa:
“Metode penelitian bisnis dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid, reliabel dan objektif dengan tujuan untuk
menggambarkan, membuktikan, mengembangkan, menentukan, dan
menciptakan ilmu, produk dan tindakan baru sehingga dapat digunakan
untuk memahami, memecahkan, mengantisipasi masalah dan membuat
kemajuan dalam bisnis.”

Sedangkan menurut Sudaryono (2018:69) bahwa “Metode penelitian adalah


suatu cara atau prosedur untuk memperoleh pemecahan terhadap pemecahan-
pemecahan terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.” Berdasarkan penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu serta untuk memecahkan
masalah dalam penelitian dengan menarik kesimpulan dari hasil penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
dengan pendekatan deskriptif, dan verifikatif (inferensial). Metode penelitian
kuantitatif memiliki ciri khas berhubungan dengan numerik dan bersifat objektif.
Fakta atau fenomena yang diamati memiliki realitas objektif yang bisa diukur.
Variabel-variabel penelitian dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat
diukur.
Menurut Sugiyono (2019:48) bahwa “Metode deskriptif adalah suatu
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan dengan variabel lain.”
Sedangkan Sugiyono (2019:36) menyatakan bahwa “Metode verifikatif
adalah suatu penelitian yang dilakukan terhadap populasi atau sampel tertentu
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.”

48
49

Metode penelitian terbagi menjadi dua yaitu metode penelitian kuantitatif


dan kualitatif. Adapun pengertian dari metode penelitian kuantitatif menurut
Sugiyono (2019:23) yaitu:
“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menggambarkan dan menguji
hipotesis yang telah ditetapkan.”
Pengertian metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2019:26) adalah
sebagai berikut:
“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai
lawannnya adalah eksperimen) di mana peneliti sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulais (gabungan), analisis
data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan pemahaman makna, dan mengkonstruksi fenomena daripada
generalisasi.”
Berdasarkan pengertian dan jenis metode penelitian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam melakukan penelitian dibutuhkan data yang relevan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan dapat tercapai sesuai dengan keinginan
tertentu. Tujuan dari pendekatan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan
dan pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan:
1. Metode deskriptif untuk menjawab rumusan masalah 1-5
2. Metode verifikatif untuk menjawab rumusan masalah 6-7.
Dalam penelitian ini metode verifikatif digunakan untuk mengetahui
hubungan antar variabel dan menguji hipotesis yang menyatakan adanya hubungan
antar variabel tersebut. Variabel yang dibahas adalah Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran
2012-2020.
50

3.2 Operasionalisasi Variabel


Menurut Sugiyono (2019:55) Operasional variabel adalah, "Suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”.
Dalam sebuah penelitian terdapat beberapa variabel yang harus ditetapkan
dengan jelas sebelum mulai pengumpulan data. “Variabel penelitian adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya” (Sugiyono, 2019:57).
Sedangkan menurut Sudaryono (2018:151): “Secara teoritis variabel dapat
didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai variansi antara
satu dengan yang lainnya.” Sesuai dengann judul penelitian yang penulis teliti, yaitu
Pengaruh Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal
dan Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Variabel tersebut
merupakan variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel
bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel (dependent) variabel terikat. Maka terdapat
5 (lima) variabel yang terdiri atas 4 (empat) variabel independen, dan 1 (satu)
variabel dependen dengann penjelasan sebagai berikut:
1. Variabel Bebas / Independent (X)
Definisi variabel independen menurut Sugiyono (2019:57) yaitu, “Variabel
Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menyebabkan
timbulnya variabel dependen (terikat)”.
Variabel bebas yang diteliti pada penelitian ini adalah Pendapatan Asli
Daerah (X1), Dana Alokasi Umum (X2) Belanja Modal (X3) dan Belanja
Pegawai (X4).
2. Variabel Terikat / Dependent (Y)
Definisi variabel dependen menurut Sugiyono (2019:57) yaitu, “Variabel
Dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
51

dari variabel bebas, karena adanya variabel bebas”. Variabel terkait yang
diteliti pada penelitian ini adalah Kemandirian Keuangan Daerah (Y).
Untuk memudahkan peneliti dalam pengukuran variabel-variabel yang akan
diteliti, maka objek penelitian ini diuraikan kedalam tabel berikut:
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Variabel Indikator Skala
Kemandirian
Kemandirian Keuangan Daerah
Keuangan adalah:
Daerah (Y) “Kemandirian
keuangan daerah
menunjukkan
kemampuan
pemerintah daerah 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖𝑎𝑛
dalam membiayai 𝑃𝐴𝐷
= × 100%
sendiri kegiatan 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
pemerintahan,
Rasio
pembangunan dan
pelayanan kepada
masyarakat yang telah
membayar pajak dan
retribusi sebagai
sumber pendapatan
yang diperlukan
daerah.”
Sumber: Halim
(2014:5)
Pendapatan Pendapatan asli daerah
Asli Daerah merupakan “hak
(X1) pemerintah daerah
yang dapat diakui
sebagai penambah
nilai kekayaan bersih
yang diporoleh dari
hasil pajak daerah,
Laporan Realisasi Anggaran Tahun
retribusi daerah, hasil
2012-2020 Nominal
pengelolaan kekayaan
daerah dan dipisahkan
serta hasil lain-lain
pendapatan asli daerah
yang sah.”
Sumber: UU No. 23
tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah.
Dana “Dana Alokasi Umum
Alokasi adalah “Dana yang
Laporan Realisasi Anggaran Tahun
Umum (X2) bersumber dari
2012-2020
pendapatan APBN Nominal
yang dialokasikan
dengann tujuan
pemerataan
52

kemampuan keuangan
antar daerah untuk
mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka
pelaksanaan
desentralisasi.”
Sumber: Undang-
Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Belanja “Belanja Modal adalah
Modal(X3) belanja pemerintah
daerah yang
manfaatnya melebihi
satu tahun anggaran
dan akan menambah
aset atau kekayaan
daerah dan selanjutnya
akan menambah Laporan Realisasi Anggaran Tahun
belanja yang bersifat 2012-2020
rutin seperti biaya Nominal
pemeliharaan pada
kelompok belanja
administrasi umum.”
Sumber: Peraturan
Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi
Pemerintah.
Belanja “Belanja pegawai
Pegawai merupakan
(X4) kompensasi dalam
bentuk uang maupun
barang yang diberikan
kepada pegawai
negeri, pejabat negara,
dan pensiunan serta
pegawai honorer yang
akan diangkat sebagai
pegawai lingkup
pemerintahan baik
Laporan Realisasi Anggaran Tahun
yang bertugas didalam
2012-2020
maupun di luar negeri, Nominal
sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah
dilaksanakan dalam
rangka mendukung
tugas dan fungsi unit
organisasi pemerintah.
Tingginya belanja
pegawai tentunya akan
berpengaruh terhadap
realisasi belanja modal
untuk pembangunan
hal ini disebabkan
53

karena terjadi
kesenjangan dalam
anggaran APBD.”
Sumber: Peraturan
Menteri Keuangan No.
101/PMK.02/2011
tentang Klasifikasi
Anggaran

3.3 Jenis dan Sumber Data


Adapun objek dalam penelitian ini yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung Tahun Anggaran 2012-2020, maka data yang digunakan sebagai dasar
untuk penelitian ini yaitu:

3.3.1 Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu
berupa data dari laporan realisasi anggaran.
Adapun pengertian dari metode penelitian kuantitatif menurut Sugiyono
(2019:23) yaitu:
“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik, dengann tujuan untuk menggambarkan dan menguji
hipotesis yang telah ditetapkan.”
Hal yang dilakukan dengann cara mengumpulkan data-data yang
merupakan faktor pendukung terhadap pengaruh antara variabel-variabel yang
bersangkutan kemudian dianalisis dengan menggunakan alat uji statistik regresi
linier berganda.

3.3.2 Sumber Data


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data
sekunder. Menurut Sugiyono (2019:213): “Sumber-sumber yang tidak langsung
memberian data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen”.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka sumber data yang diambil dalam
penelitian ini adalah data sekunder, karena data yang diperoleh secara tidak
54

langsung yang artinya data-data tersebut berupa data primer yang telah diolah lebih
lanjut dan data yang disajikan oleh pihak atau sumber lain. Data yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. Dengann data Laporan Keuangan
pemerintah daerah atas laporan Realisasi Anggaran selama 9 tahun dari tahun
2012– 2020.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono (2019:224): “Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data”. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai
setting, berbagai sumber dan berbagai cara.
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan menganalisis data sekunder dan studi kepustakaan dengann
memperoleh data melalui berbagai literatur seperti buku, jurnal penelitian, artikel,
dan skripsi. Dalam memperoleh data-data pada penelitian, peneliti menggunakan
dua cara yaitu penelitian dokumentasi dan penelitian kepustakaan.
1. Metode Dokumentasi
“Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda, dan sebagainya” (Arikunto, 2016:231). Laporan keuangan dan
laporan tahunan yang dipublikasikan oleh Badan Keuangan dan Aset
Daerah (BKAD) Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.
2. Studi Kepustakaan
“Studi kepustakaan merupakan kegiatan mempelajari, mendalami dan
mengutip teori-teori atau konsep-konsep dari sejumlah literature baik dari
buku, jurnal, majalah, koran atau karya tulis lainnya yang relevan dengan
topik, fokus atau variabel penelitian.” (Widodo, 2017:75).

3.5 Teknik Penarikan Sampel


Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2019:81). Pada penelitian ini, penulis menggunakan
55

teknik pengambilan sampel dengan menggunakan Teknik nonprobability sampling.


“Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel” (Sugiyono, 2019:84). Salah satu teknik dalam nonprobability
sampling adalah purposive sampling. “Purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu” (Sugiyono, 2019:85).

3.5.1 Populasi Penelitian


Menurut Sugiyono (2019:130) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laporan keuangan
pemerintah daerah atas Laporan Realisasi Anggaran Periode 2012-2020 pada
Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung, jumlah populasi sebanyak 9 tahun.

3.5.2 Sampel Penelitian


Menurut Sugiyono (2019:138), “Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Menurut Sugiyono (2019:131),
menyatakan bahwa ”Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut.” Teknik penarikan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik sampling. Agar sampel yang diambil representatif, maka
diperlukan teknik pengambilan sampel. Penentuan sampel perlu dilakukan dengan
cara yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan data yang benar,
sehingga kesimpulan yang diambil dapat dipercaya.
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan nonprobability
sampling, dengan teknik sampel jenuh. Sedangkan menurut Sugiyono (2019:122)
menyatakan bahwa, “Non-probability sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel.” Teknik sampel ini meliputi: sampling
sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh dan snowball. “Teknik sampling
56

jenuh merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel” (Sugiyono, 2019:68). Hal ini dikarenakan populasi yang
digunakan pada penelitian ini relatif kecil, yang menjadi sampel dalam penelitian
ini yaitu laporan keuangan pemerintah daerah atas Laporan Realisasi Anggaran
Periode 2012-2020 pada Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemerintah
Daerah Kabupaten Bandung, jumlah populasi sebanyak 9 tahun.

3.6 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis


Analisis data dilakukan setelah semua data yang diperlukan untuk
memecahkan masalah telah terkumpul secara lengkap. Menurut Sugiyono
(2019:285), “Teknik analisis data berkenaan dengan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah dan pengujian hipotesis yang diajukan.”
Kegiatan dalam analisis data menurut Sugiyono (2019:226) adalah:
“Mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan
data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis
yang telah diajukan.”
Setelah melakukan pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah
menganalisa data yang selanjutnya diproses sehingga dapat menjawab persoalan
yang telah diajukan dalam penelitian. Teknik analisis data yang digunakan ada dua
yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis statistik verifikatif.

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif


Menurut Sugiyono (2019:226) statistik deskriptif adalah:
“Statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi.”
Menurut Ghozali (2018:19) Statistik deskriptif adalah:
“Memberian gambaran suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean),
standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan
skewness. Statistik deskriptif biasanya digunakan untuk menggambarkan
profil data sampel sebelum memanfaatkan teknik analisis statistik yang
berfungsi untuk menguji hipotesis.”
57

3.6.1.1 Nilai Maksimum


Menurut Robert (2019:8) Nilai Maksimum adalah: “Nilai tertinggi yang
terdapat dari suatu data untuk memberian ranking teratas dari suatu data”.

3.6.1.2 Nilai Minimum


Menurut Robert (2019:8) Nilai Minimum adalah: “Nilai terendah yang
terdapat dari suatu data untuk memberian ranking terbawah dari suatu data”.

3.6.1.3 Mean
Menurut Sujarweni dan Endrayangto (2019:24) Mean adalah “Alat
pengukur rata-rata yang paling populer untuk mengetahui karakteristik dari
sekelompok data dengan membagi jumlah dari keseluruhan isi data dengan jumlah
datanya”. Teknik ini digunakan untuk menjawab masalah penelitian mengenai
bagaimana Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung.
Untuk menilai variabel X dan variabel Y, maka analisis yang digunakan
berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata ini
didapat dengan menjumlahkan dari keseluruhan dalam setiap variabel, kemudian
dibagi dalam jumlah responden.
Rumus mean sebagai berikut:
∑𝑓𝑖 𝑥𝑖
Me =
∑𝑓𝑖

Kererangan:
Me : Mean
∑fi : Jumlah data/sampel
∑𝒇𝒊 𝒙𝒊 : jumlah perkalian antara jumlah data sampel dengann tanda kelas
(𝒙𝒊 ). Tanda kelas (𝒙𝒊 ) adalah rata-rata dari nilai terendah dan
tertinggi setiap interval data

3.6.1.4 Standar Deviasi


Menurut Sujarweni dan Endrayangto (2019:29) menyatakan bahwa
“Standar Deviasi adalah akar dari varians menunjukkan simpangan baku”.
58

Rumus standar deviasi sebagai berikut:

∑𝑓𝑖 (𝑥𝑖 𝑥̅ 2 )
α=
(𝑛−1)

Keterangan:
α : Standar Deviasi
x1 : Nilai x ke 1 sampai ke n
x : Nilai Rata-rata
n : Jumlah Sampel

3.6.2 Analisis Statistik Verifikatif


Analisis verifikatif merupakan analisis model dan pembuktian yang berguna
untuk mencari kebenaran dari hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian ini,
analisis verifikatif bermaksud untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh variabel
bebas (X) yaitu Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Alokasi Umum (X2), Belanja
Modal (X3) dan belanja Pegawai (X4) terhadap variabel terikat (Y) yaitu
Kemandirian Keuangan Daerah hasil penelitian yang berkaitan dengan pengaruh.
Menurut Sugiyono (2019:8) Metode analisis statistik verifikatif adalah
“Penelitian yang dilakukan terhadap populasi atau sampel tertentu dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.Maka dapat disimpulkan bahwa
analisis verifikatif adalah pembuktian yang berguna untuk mencari kebenaran dari
hipotesis yang diajukan dan mengetahui hasil penelitian yang berkaitan dengan
pengaruh.

3.6.2.1 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi digunakan untuk memberian pre-test, atau uji awal terhadap
suatu perangkat atau instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data, bentuk
data, dan jenis data yang akan diproses lebih lanjut dari suatu kumpulan data awal
yang telah diperoleh.
Menurut Sujarweni (2019:223) mengatakan bahwa, “Model Regresi linier
berganda dapat disebut model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi
normalitas data dan bebas dari asumsi klasik statistik baik multikolinieritas,
autokorelasi, dan heterokedastisitas.”
59

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas
model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Uji asumsi klasik terdiri dari
uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

3.6.2.1.1 Uji Normalitas


Menurut Ghozali (2018:154) tujuan dari uji normalitas adalah “Untuk
menguji apakah dalam model regresi variabel independen dan variabel dependen
atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Apabila variabel tidak
berdistribusi secara normal maka hasil uji statistik akan mengalami penurunan.”
Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal atau
mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik.
Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengann program SPSS dengan
uji Kolmogorov Smirnov. Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan membuat
hipotesis:
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
Menurut Ghozali (2018:161) dasar pengambilan keputusan yang digunakan
dalam uji kolmogorov smirnov adalah:
a. Jika nilai Probabilitas nilai signifikansi > 0,05 berarti data residual berdistribusi
normal.
b. Jika nilai Probabilitas nilai signifikansi < 0,05 berarti data residual tidak
berdistribusi normal.”
Uji normalitas data juga dapat dilihat dengan memperhatikan penyebaran titik pada
normal P plot of regression standardized variabel independen, dimana syaratnya
adalah:
1. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal maka model regresi mempunyai residual yang normal.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis
normal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
60

3.6.2.1.2 Uji Multikolinieritas


Menurut Sunyonto (2013:87) menjelaskan uji multikolinearitas sebagai
berikut:
“Uji asumsi klasik jenis ini diterapkan untuk analisis regresi berganda yang
terdiri atas dua atau lebih variabel bebas atau independent variabel
(X1,2,...,n) di mana akan di ukur keeratan hubungan antarvariabel bebas
tersebut melalui besaran koefisien korelasi (r)."
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Indikator model
regresi yang baik adalah tidak adanya korelasi di antara variabel independen
(Ghozali, 2018:105). Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-
variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang
nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.
Menurut Ghozali (2018:105) menyatakan bahwa untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikolinearitas didalam model regresi adalah sebagai berikut:
“ 1. Jika R 2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris
sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen
banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar
variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas
0,90), maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinearitas. Tidak
adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti
bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena
adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3. Multikolinearitas juga dapat dilihat dari:
a. tolerance value dan lawanya
b. Variance Inflation Faktor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas
variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama
dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=1/tolerance). Pengujian
multikolinearitas dapat dilakukan sebagai berikut:
- Tolerance value < 0,10 atau VIF > 10: terjadi
multikolinearitas.
- Tolerance value > 0,10 atau VIF < 10: tidak terjadi
multikolinearitas". Rumus sebagai berikut:

1
𝑉𝐼𝐹 =
(1 − 𝑅𝑖 2 )
61

3.6.2.1.3 Uji Heteroskedastisitas


Menurut Sunyoto (2013:90) menyatakan bahwa uji heteroskedastisidas
sebagai berikut:
“Dalam persamaan regresi beranda perlu juga diuji mengenai sama atau
tidak varian dari residual dari observasi yang satu dengan observasi yang
lain. Jika residualnya mempunyai varian yang sama disebut terjadi
Homoskedastisitas dan jika variansnya tidak sama atau berbeda disebut
terjadi Heteroskedastisitas. Persamaan regresi yang baik jika tidak terjadi
heteroskedastisitas.”
Sedangkan menurut Ghozali (2018:139), bahwa “Tujuan uji
heteroskedastisitas yaitu untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas, ditunjukkan dengan grafik
scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen (ZPRED) dengan residualnya
(SRESID). Jika terdapat pola tertentu dalam grafik, maka mengindikasikan telah
terjadi heteroskedastisitas. Dasar pengambilan keputusan menurut Ghozali
(2018:139) adalah:
“a. Jika ada pola tertentu pada grafik, seperti titik-titik yang membentuk pola
yang terartur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik yang menyebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.”
Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Glejser.
Kriteria yang berlaku adalah jika nilai sigifikan ujit > 0,05, maka artinya varian
residual sama (homokedastisitas) atau tidak terjadi heterokedastisitas.

3.6.2.1.4 Uji Autokorelasi


Menurut Sunyoto (2013:97) menjelaskan uji autokorelasi sebagai berikut:
"Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah
autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi
tidak baik atau tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru
timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode
t (berada) dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa uji asumsi klasik autokorelasi
dilakukan untuk data time series atau data yang mempunyai seri waktu,
misalnya data dari tahun 2000 s/d 2012".
62

Menurut Danang Sunyoto (2013:98) menyatakan bahwa, “Akibat dari


adanya autokorelasi dalam model regresi, koefisien regresi yang diperoleh menjadi
tidak effisien, artinya tingkat kesalahan prediksinya menjadi besar.” Menurut
Ghozali (2018:112) dasar penentuan ada atau tidaknya kasus autokorelasi didasari
oleh kaidah berikut:
Tabel 3.2 Nilai Durbin-Watson Atas Pengambilan Keputusan
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokrelasi positif Tidak ada keputusan dl ≤ d ≤ du
Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi
Tidak ada keputusan 4 – du ≤ d ≤ - dl
negative
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ditolak du < d ≤ 4 – du
atau negatif
Sumber: Ghozali (2018:112)

3.6.2.2 Analisis Regresi Linear Berganda


Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier
berganda. Menurut Sugiyono (2019:305) analisis regresi berganda adalah:
“Analisis yang digunakan peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana
keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel
independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya)”.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Adapun persamaan regresi
tersebut adalah sebagai berikut:

Y = 𝒶 + 𝑏1 𝑥 1 + 𝑏2 𝑥2 + 𝑏3 𝑥3 + 𝑏4 𝑥4

Dimana:
Y = Kemandirian Keuangan Daerah
a = Nilai Konstanta
b1 = Koefisien regresi Pendapatan Asli Daerah
X1 = Variabel independen Pendapatan Asli Daerah
b2 = Koefisien regresi Dana Alokasi Umum
X2 = Variabel independen Dana Alokasi Umum
b3 = Koefisien regresi Belanja Modal
63

X3 = Variabel independen Belanja Modal


b4 = Koefisien regresi Belanja Pegawai
X4 = Variabel independen Belanja Pegawai
e = Error

3.6.2.3 Analisis Koefisien Korelasi Berganda


Menurut Sugiyono (2019:224), “Korelasi merupakan angka yang
menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih.”
Menurut Sugiyono (2019:305) “Korelasi Product Moment digunakan untuk
mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data
kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dua variabel atau
lebih tersebut adalah sama.”
Rumus Korelasi Product Moment adalah:

𝑛 ∑ XY − (∑ X. ∑ Y)
√[n ∑ n2 − (∑ n2 )][n ∑ y 2 − (∑ y 2 )]

Dimana:
Rxy = Korelasi antara variabel X dan Y
X = Variabel X
Y = Variabel Y
n = Jumlah sampel/periode yang diteliti
Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka
dapat digunakan pedoman seperti yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Tingkat Hubungan Korelasi
Interval Tingkat hubungan
0,00 – 0,199 Sangat lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Sumber: Sugiyono (2019:278)
Dalam analisis korelasi yang dicari adalah koefisien yaitu angka yang
menyatakan derajat hubungan antara variabel independen (X) dengan variabel
dependen (Y) atau untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
64

3.6.2.4 Analisis Koefisien Determinasi (R2)


Untuk mencari besarnya pengaruh variabel X1, X2 dan X3 terhadap
variabel Y, digunakan analisis koefisien determinasi dengan rumus yang
dikemukakan oleh Sugiyono (2019:252) sebagai berikut:

𝐾𝑑 = 𝑟 2 𝑥100%

Keterangan:
Kd : Koefisien determinasi
r2 : Nilai koefisien korelasi
Interprestasi dan koefisien determinasi dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.4 Pedoman Interpretasi Koefisien Determinasi
Nilai Koefisien Determinasi Tingkat Hubungan
0% - 20% Sangat rendah
21% - 40% Rendah
41% - 60% Sedang
61% – 80% Tinggi
>80% Sangat tinggi
Sumber: Sugiyono (2019:231)

3.6.3 Teknik Pengujian Hipotesis


Hipotesis merupakan asumsi atau dugaan mengenai suatu hal yang dibuat
untuk menjelaskan hal tersebut dan dituntut untuk melakukan pengecekannya.
Menurut Sugiyono (2019:105) Hipotesis adalah “Jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan hanya didasarkan
pada teori relevan. Belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data.”
Sedangkan menurut Gunawan (2016:107) Hipotesis adalah suatu
pernyataan mengenai nilai suatu parameter populasi yang dimaksudkan untuk
pengujian atau kesimpulan sementara yang harus di uji kebenarannya yang berguna
untuk pengambilan keputusan.”
65

Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan hipotesis dapat berarti


bahwa rumusan masalah dalam penelitian yang menjelaskan tentang adanya
hubungan antara variabel variabel yang diteliti dimaksudkan untuk menguji
kebenarannya dalam pengambilan keputusan.
Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan ada
tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel teikat. Hipotesis nol (Ho) dan
Hipotesis alternatif (Ha) menunjukkan adanya pengaruh antara variabel bebas dan
variabel terikat. Rancangan pengujian hipotesis ini untuk menguji ada tidaknya
pengaruh variabel independen (X) dengan indikator Pendapatan Asli Daerah (X1),
Dana Alokasi Umum (X2), Belanja Modal (X3), dan Belanja Pegawai (X4) terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebagai variabel dependen. Hipotesis yang
diuji dapat dirumuskan sebagai berikut:

3.6.3.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)


Menurut Sugiyono (2019:239) Korelasi parsial merupakan “Angka yang
menunjukan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih, setelah satu
variabel yang diduga dapat mempengaruhi hubungan variabel tersebut tetap
dikendalikan.”
Untuk menguji apakah ada pengaruh signifikan antara variabel X dan
variabel Y, maka digunakan statistik uji t. Uji t statistik yaitu dengan menggunakan
rumus statistik t. Uji signifikan terhadap hipotesis yang telah ditentukan dengan
menggunakan uji t.
Menurut Sugiyono (2019:184) rumus untuk menguji uji t yaitu:

𝑟√𝑛 − 2
𝑡=
√1 − 𝑟²

Kererangan:
r : Korelasi parsial yang ditentukan
n : Jumlah sampel
t : t hitung, nilai t dengann a = 0,05 (5%)
66

Uji parsial t dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh


satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen
(Ghozali, 2018:98). Cara melakukan uji t dengan membandingkan antara nilai t
hitung statistik dengann titik kritis menurut tabel dengan tingkat kesalahan 0,05.
Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. thitung > ttabel , maka H1 diterima atau H0 ditolak (suatu variabel independen
secara individual mempengaruhi variabel dependen). Maka terdapat
pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
b. thitung < ttabel , maka H1 ditolak atau H0 diterima (suatu variabel independen
secara individual tidak mempengaruhi variabel dependen). Maka tidak
terdapat pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah.
Dengan keputusan sebagai berikut:
𝐻1 : Terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah
𝐻2 : Terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah
𝐻3 : Terdapat pengaruh Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah
𝐻4 : Terdapat pengaruh Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah

3.6.3.2 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)


Menurut Ghozali (2018:98) Uji statistik F pada dasarnya “Menunjukan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat.”
Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara statistik. Untuk menguji
pengaruh variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat.
67

Menurut Ghozali (2018:98) Uji statistik F pada dasarnya “Menunjukan


apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat.”
Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara statistik. Untuk menguji
pengaruh variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat.
Adapun rumusnya menurut Sugiyono (2019:192) yaitu:

𝑅²/𝑘
Fh =
(1−𝑅²)/(𝑛−𝑘−1)

Keterangan:
R2 = Koefisien korelasi berganda
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah anggota sampel

Cara melakukan uji F dengan membandingkan antara nilai F hitung dengan


F tabel. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Fhitung > Ftabel , maka H1 diterima atau H0 ditolak (suatu variabel
independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen).
b. Fhitung < Ftabel , maka H1 ditolak atau H0 diterima (suatu variabel
independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel
dependen).
Pada statistik dapat membandingkan nilai probabilitas (sig) dengan nilai α
(0,05) dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika nilai sig < 0,05 maka Ho ditolak atau H1 diterima. Maka terdapat
pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah.
b. Jika nilai sig > 0,05 maka Ho diterima atau H1 ditolak. Maka tidak
terdapat pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah.
68

c. Dengan keputusan sebagai berikut:


𝐻5 : Terdapat pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah secara Simultan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, dan Belanja Pegawai sebagai variabel
independen, Kemandirian Keuangan Daerah sebagai variabel dependen.

4.1.1 Gambaran Umum Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung


4.1.1.1 Sejarah Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Ibukotanya adalah Soreang. Secara geografis letak Kabupaten Bandung
berada pada 6°,41' - 7°,19' Lintang Selatan dan diantara 107°22' - 108°5' Bujur
Timur dengan luas wilayah 176.239 ha. Batas Utara Kabupaten Bandung Barat;
Sebelah Timur Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut; Sebelah Selatan
Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur sebelah Barat Kabupaten Bandung Barat;
di bagian Tengah Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kabupaten Bandung terdiri atas
31 kecamatan, 266 Desa dan 9 Kelurahan. Dengan jumlah penduduk sebesar
2.943.283 jiwa (Hasil Analisis 2006) dengann mata pencaharian yaitu disektor
industri, pertanian, pertambangan, perdagangan dan jasa.Sebagian besar wilayah
Bandung adalah pegunungan. Di antara puncak-puncaknya adalah: Sebelah utara
terdapat Gunung Bukittunggul (2.200 m), Gunung Tangkubanperahu (2.076 m)
(Wilayah KBB) di perbatasan dengann Kabupaten Purwakarta. Sedangkan di
selatan terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), serta
Gunung Papandayang (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya di
perbatasan dengan Kabupaten Garut. Wilayah Kabupaten Bandung beriklim tropis
dipengaruhi oleh angina muson dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 1500
sampai dengan 4000 mm/tahun, suhu rata-rata berkisar antara 19°C sampai dengan
24°C.

69
70

Berdirinya Kabupaten Bandung, berarti di daerah Bandung terjadi


perubahan terutama dalam bidang pemerintahan. Daerah yang semula merupakan
bagian (bawahan) dari pemerintah kerajaan (Kerajaan Sunda-Pajararan kemudian
Sumedanglarang) dengan status yang tidak jelas, berubah menjadi daerah dengan
status administrative yang jelas, yaitu Kabupaten. Setelah ketiga bupati tersebut
dilantik di pusat pemerintahan Mataram, mereka kembali ke daerah masing-masing.
Sajarah Bandung (naskah) menyebutkan bahwa Bupati Bandung Tumeggung
Wiraangunangun beserta pengikutnya dari Mataram kembali ke Tatar Ukur.
Pertama kali mereka datang ke Timbanganten. Di sana bupati Bandung
mendapatkan 200 cacah. Selanjutnya Tumenggung Wiraangunangun bersama
rakyatnya membangun Krapyak, sebuah tempat yang terletak di tepi Sungat
Citarum dekat muara Sungai Cikapundung, (daerah pinggiran Kabupaten Bandung
bagian Selatan) sebagai ibukota Kabupaten. Sebagai daerah pusat Kabupaten
Bandung, Krapyak dan daerah sekitarnya disebut Bumi Tatar Ukur Gede.
Wilayah administratif Kabupaten Bandung di bawah pengaruh Mataram
(hingga akhir abad ke-17), belum diketahui secara pasti, karena sumber akurat yang
memuat data tentang hal itu tidak/belum ditemukan. Menurut sumber pribumi, data
tahap awal Kabupaten Bandung meliputi beberapa daerah antara lain Tatar Ukur,
termasuk daerah Timbanganten, Kahuripan, Sagaraherang, dan sebagian Tanah
medang. Boleh jadi, daerah Priangan di luar Wilayah Kabupaten Sumedang,
Parakanmuncang, Sukapura dan Galuh, yang semula merupakan wilayah Tatar
Ukur (Ukur Sasanga) pada masa pemerintahan Dipati Ukur, merupakan wilayah
administrative Kabupaten Bandung waktu itu. Bila dugaan ini benar, maka
Kabupaten Bandung dengann ibukota Karapyak, wilayahnya mencakup daerah
Timbanganten, Gandasoli, Adiarsa, Cabangbungin, Banjaran, Cipeujeuh,
Majalaya, Cisondari, Rongga, Kopo, Ujungberung dan lain-lain, termasuk daerah
Kuripan, Sagaraherang dan Tanahmedang.
Kabupaten Bandung sebagai salah satu Kabupaten yang dibentuk
Pemerintah Kerajaan Mataram, dan berada di bawah pengaruh penguasa kerajaan
tersebut, maka sistem pemerintahan Kabupaten Bandung memiliki sistem
pemerintahan Mataram. Bupati memiliki berbagai jenis symbol kebesaran,
71

pengawal khusus dan prajurit bersenjata. Simbol dan atribut itu menambah besar
dan kuatnya kekuasaan serta pengaruh Bupati atas rakyatnya. Besarnya kekuasaan
dan pengaruh bupati, antara lain ditunjukkan oleh pemilikan hak-hak istimewa yang
biasa dmiliki oleh raja. Hak-hak dimaksud adalah hak mewariskan jabatan, hak
memungut pajak dalam bentuk uang dan barang, hak memperoleh tenaga kerja
(ngawula), hak berburu dan menangkap ikan dan hak mengadili.
Dengan sangat terbatasnya pengawasan langsung dari penguasa Mataram,
maka tidaklah heran apabila waktu itu Bupati Bandung khususnya dan Bupati
Priangan umumnya berkuasa seperti raja. Ia berkuasa penuh atas rakyat dan
daerahnya. Sistem pemerintahan dan gaya hidup bupati merupakan miniatur dari
kehidupan keraton. Dalam menjalankan tugasnya, bupati dibantu oleh pejabat-
pejabat bawahannya, seperti patih, jaksa, penghulu, demang atau kepala cutak
(kepala distrik), camat (pembantu kepala distrik), patinggi (lurah atau kepala desa)
dan lain-lain.
Kabupaten Bandung berada dibawah pengaruh Mataram sampai akhir tahun
1677. Kemudian Kabupaten Bandung jatuh ketangan Kompeni. Hal itu terjadi
akibat perjanjian Mataram - Kompeni (perjanjian pertama) tanggal 19-20 Oktober
1677. Di bawah kekuasaan Kompeni (1677-1799), Bupati Bandung dan Bupati
lainnya di Priangan tetap berkedudukan sebagai penguasa tertinggi di Kabupaten,
tanpa ikatan birokrasi dengan Kompeni.Sistem pemerintahan Kabupaten pada
dasarnya tidak mengalami perubahan, karena Kompeni hanya menuntut agar bupati
mengakui kekuasaan Kompeni, dengan jaminan menjual hasil-hasil bumi tertentu
kepada VOC. Dalam hal ini bupati tidak boleh mengadakan hubungan politik dan
dagang dengan pihak lain. Satu hal yang berubah adalah jabatan bupati wedana
dihilangkan. Sebagai gantinya, Kompeni mengangkat Pangeran Aria Cirebon
sebagai pengawas (opzigter) daerah Cirebon - Priangan (Cheribonsche
Preangerlandan). Bupati juga tidak boleh mengangkat atau memecat pegawai
bawahan bupati tanpa pertimbangan Bupati Kompeni atau penguasa Kompeni di
Cirebon. Agar bupati dapat melaksanakan kewajiban yang disebut terakhir dengan
baik, pengaruh bupati dalam bidang keagamaan, termasuk penghasilan dari bidang
72

itu, seperti bagian zakat fitrah, tidak diganggu baik bupati maupun rakyat (petani)
mendapat bayaran atas penyerahan kopi yang besarnya ditentukan oleh Kompeni.
Hingga berakhirnya kekuasaan Kompeni - VOC akhir tahun 1779,
Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak. Selama itu Kabupaten Bandung
diperintah secara turun temurun oleh enam orang bupati. Tumenggung
Wiraangunangun (merupakan bupati pertama) angkatan Mataram yang memerintah
sampai tahun 1681. Lima bupati lainnya adalah bupati angkatan Kompeni yakni
Tumenggung Ardikusumah yang memerintah tahun 1681-1704, Tumenggung
Anggadireja I (1704-1747), Tumenggung Anggadireja II (1747-1763), R.
Anggadireja III dengann gelar R.A. Wiranatakusumah I (1763-1794) dan R.A.
Wiranatakusumah II yang memerintah dari tahun 1794 hingga tahun 1829. Pada
masa pemerintahan Bupati R.A. Wiranatakusumah II, ibukota Kabupaten Bandung
dipindahkan dari Karapyak ke Kota Bandung.

4.1.1.2 Visi dan Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung


Visi:
Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing,
melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Sinergi Pembangunan Perdesaan,
Berlandaskan Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan.
Misi:
Untuk mewujudkan Visi di atas, disusun Misi sebagai langkah pelaksanaan
Visi oleh Pemerintah Kabupaten Bandung yaitu:
1. Peningkatan Kualitas SDM.
2. Menciptakan Pembangunan Ekonomi yang Berdaya saing.
3. Mewujudkan Pembangunan Infrastruktur Dasar Terpadu Tata Ruang
wilayah.
4. Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup.
5. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih.
73

4.1.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian


Pada bagian ini dimaksudkan untuk memberian gambaran mengenai
distribusi dan perilaku data sampel yang telah ditentukan dilihat dari nilai rata-rata
(mean), minimum, maksimum, dan standar deviasi yang digunakan pada masing-
masing variabel yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal, dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020. Analisis
deskriptif bertujuan untuk memberian informasi sesuai dengan data atau fakta di
lapangan yang menjadi objek penelitian dan bukan suatu kesimpulan.

4.1.2.1 Analisis Deskriptif Kemandirian Keuangan Daerah


Tingkat rasio kemandirian keuangan daerah dapat dilihat dari pola
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-
undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah terdapat empat pola hubungan kemandirian keuangan
daerah yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah
Kemampuan Kemandirian Pola
Keuangan (%) Hubungan
Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif
Rendah 25% - 50% Konsultatif
Sedang 50% - 75% Partisipatif
Tinggi 75% - 100% Delegatif
Sumber: Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

1. Pola Hubungan Instruktif, peran pemerintah pusat lebih dominan daripada


kemandirian Pemerintah Daerah. (daerah yang tidak mampu melaksanakan
otonomi daerah).
2. Pola Hubungan Konsultatif, dimana campur tangan pemerintah pusat sudah
mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu,
melaksanakan otonomi.
3. Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang,
mengingat daerah bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu
melaksanakan urusan otonomi.
74

4. Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada
karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan
urusan otonomi daerah.
Berikut adalah rekapitulasi nilai Kemandirian Keuangan Daerah pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020.
Tabel 4.2 Data Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pada Tahun Anggaran
2012-2020
Tahun Rasio Kemandirian Pola Hubungan Kemampuan Keuangan
Keuangan Daerah (%) (%)
(%)
2012 12,62 Instruktif Rendah Sekali
2013 15,06 Instruktif Rendah Sekali
2014 17,38 Instruktif Rendah Sekali
2015 17,52 Instruktif Rendah Sekali
2016 18,59 Instruktif Rendah Sekali
2017 25,27 Konsultatif Rendah
2018 17,63 Instruktif Rendah Sekali
2019 17,89 Instruktif Rendah Sekali
2020 19,06 Instruktif Rendah Sekali
Sumber: Data diolah
Dari data pada tabel diatas dapat dilihat perhitungan Kemandirian Keuangan
Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020
selama 9 tahun berturut-turut, Kemandirian Keuangan Daerah tertinggi pada tahun
2017 sebesar 25% dan terendah adalah pada tahun 2012 sebesar 13%.
Dari tabel diatas dapat diketahui kemandirian keuangan daerah pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020 mengalami
fluktuasi untuk sebagian besar, terdapat grafik mengenai Kemandirian Keuangan
Daerah untuk mempermudah pembaca dalam menganalisa. Berikut gambar grafik
Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung
Tahun Anggaran 2012-2020:
75

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (%)


30

25

20

15
Rasio
10 Kemandirian
Keuangan
5 Daerah (%)

0
12,62 15,06 17,38 17,52 18,59 25,27 17,63 17,89 19,06
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Gambar 4.1 Grafik Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2012-


2020
Dari Tabel dan Grafik diatas menunjukkan bahwa persentase Kemandirian
Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada tahun 2012-
2020 mengalami fluktuasi anggaran. Dimana Kemandirian Keuangan Daerah yang
paling rendah terdapat pada tahun 2012 mengalmi penurunan sebesar 12,62%, pada
tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 15,06%, pada tahun 2014 mengalami
kenaikan sebesar 17,38%, lalu pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar
17,52%, pada tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 18,59%, kemudian pada
tahun 2017 mengalami kenaikan tertinggi sebesar 25,27%, pada tahun 2018
mengalami penurunan sebesar sebesar 17,63%, lalu pada tahun 2019 mengalami
sedikit kenaikan sebesar 17,89%, dan pada tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar
19,06%. Sehingga pada tahun 2012-2016 kemandirian keuangan daerah di
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung tergolong Instruktif yaitu sangat rendah,
sedangkan pada tahun 2017 kemandirian keuangan daerah pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung tergolong Konsultatif yaitu rendah, dan pada tahun 2018-2019
kemandirian keuangan daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung
tergolong Instruktif yaitu sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa
Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada
tahun 2019-2020 masih tergolong rendah sehingga masih bergantung pada
Pemerintah Pusat.
76

Berdasarkan data Kemandirian Keuangan Daerah tahun 2012-2020


dilakukan analisis deskriptif untuk menentukan nilai minimum, maksiumum, rata-
rata dan standar deviasi. Hasil perhitungan data tersebut menggunakan Software
IBM SPSS 25. Berikut hasil analisis data deskriptif pada variabel Kemandirian
Keuangan Daerah Tahun 2012-2020:
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Kemandirian Keuangan Daerah 2012-2020
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
Kemandirian Keuangan
9 12,62 25,27 17,8911 3,40165
Daerah
Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
Berdasarkan hasil tabel analisis deskriptif pada Kemandirian Keuangan
Daerah menunjukkan bahwa nilai minimum Kemandirian Keuangan Daerah
sebesar 12,62% dan nilai maksimum pada Kemandirian Keuangan Daerah sebesar
25,27%. Sedangkan rata-rata dari Kemandirian Keuangan Daerah sebesar 17,89%
dengan tingkat standar deviasi sebesar 3,40%. Berdasarkan Undang-undang no. 33
tahun 2004 bahwa analisis deskriptif pada Kemandirian Keuangan Daerah
menunjukkan pola hubungan instruktif dengan kriteria 0% - 25%, dimana peran
Pemerintah Pusat lebih dominan daripada Kemandirian Pemerintah Daerah.

4.1.2.2 Analisis Deskriptif Pendapatan Asli Daerah


Berikut adalah data mengenai Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah
Daerah Kabupaten Bandung untuk Tahun Anggaran 2012-2020.
Tabel 4.4 Data Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2012-2020
Pendapatan Asli Daerah
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Persentase
114,85 117,93 120,26 116,6 112,59 110,03 1111,12 109,38 114,03
(%)
Sumber: Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung

Berdasarkan data tersebut, terdapat grafik mengenai Pendapatan Asli


Daerah untuk mempermudah pembaca dalam menganalisa. Berikut gambar grafik
77

Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tahun Anggaran


2012-2020.

Pendapatan Asli Daerah


122
120
118
116
114
112
110 PAD
108
106
104
102
114,85 117,93 120,26 116,6 112,59 110,03 111,12 109,38 114,03
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Gambar 4.2 Grafik Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2012-2020


Dari Tabel dan Grafik diatas menunjukkan bahwa realisasi anggaran
Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada tahun
2012-2020 mengalami fluktuasi anggaran. Dimana Pendapatan Asli Daerah pada
tahun 2012 sebesar 114,85%, pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar
117,93%, pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 120,26%, pada tahun 2015
mengalami penurunan sebesar 116,6%, lalu pada tahun 2016 mengalami penurunan
sebesar 112,59%, kemudian pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar
110,03, pada tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 111,12%, pada tahun 2019
mengalami penurunan sebesar 109,38%, dan pada tahun 2020 mengalami kenaikan
sebesar 114,03%.
Maka dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2012-2020 Pendapatan Asli
Daerah tertinggi di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung adalah sebesar
120,26%, sedangkan Pendapatan Asli Daerah terrendah pada tahun 2019 sebesar
109,38%.
Berdasarkan data realisasi anggaran pendapatan asli daerah dapat dilakukan
analisis deskriptif untuk menentukan nilai minimum, maksimum, rat-rata dan
78

standar deviasi. Hasil perhitungan data tersebut menggunakan software IBM SPSS
Statistic 25. Berikut hasil analisis data deskriptif pada variabel Pendapatan Asli
Daerah Tahun 2012-2020.
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Pendapatan Asli Daerah
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
Pendapatan Asli
9 109 120 114,09 3,699
Daerah
Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Pendapatan Asli Daerah
menunjukkan bahwa nilai minimum Pendapatan Asli Daerah sebesar 109 dan nilai
maksimum pada Pendapatan Asli Daerah sebesar 120. Sedangkan rata-rata dari
Pendapatan Asli Daerah sebesar 114,09 dengan tingkat standar deviasi sebesar
3,699. Jika dilihat dari rata-rata Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung tahun 2012-2020 cenderung mengalami penurunan yaitu pada
tahun 2015-2017 dan 2019. Menurut UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan hak pemerintah daerah yang
dapat diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih yang diperoleh dari hasil
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan dipisahkan
serta dari hasil lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Hal ini dikarenakan masih
kurangnya Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh dari pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung untuk dapat mengurangi ketergantungan sumber dana yang
diberikan oleh pemerintah pusat.

4.1.2.3 Analisis Deskriptif Dana Alokasi Umum


Berikut adalah data mengenai Dana Alokasi Umum pada Kabupaten
Bandung untuk Tahun Anggaran 2012-2020:
Tabel 4.6 Data Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2012-2020
Dana Alokasi Umum
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Persentase
100 100 100 100 100 100 100 99,43 98,8
(%)
Sumber: Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung
79

Berdasarkan data tersebut, terdapat grafik mengenai Pendapatan Asli


Daerah untuk mempermudah pembaca dalam menganalisa. Berikut gambar grafik
Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tahun Anggaran
2012-2020.

Dana Alokasi Umum


100,5
100
99,5
99
DAU
98,5
98
100 100 100 100 100 100 100 99,43 98,8
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Gambar 4.3 Grafik Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2012-2020


Dari tabel dan Grafik di atas menunjukkan bahwa persentase Dana Alokasi
Umum pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada tahun 2012-2020
mengalami fluktuasi anggaran. Dimana Dana Alokasi Umum pada tahun 2012
sebesar 100%, pada tahun 2013 sebesar 100%, pada tahun 2014 sebesar 100%, pada
tahun 2015 sebesar 100%, pada tahun 2016 sebesar 100%, pada tahun 2017 sebesar
100%, kemudian pada tahun 2018 sebesar 100%, lalu pada tahun 2019 mengalami
penurunan sebesar 99,43% dan pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar
98,8%. Sehingga pada tahun 2012-2018 anggaran Dana Alokasi Umum di
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung mengalami stagnasi anggaran sehingga
anggaran tersebut sudah terserap 100% dari anggaran yang ditargerkan, sedangkan
pada tahun 2019 dan 2020 anggaran Dana Alokasi Umum di Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung mengalami defisit anggaran sehingga anggaran tidak terserap
100% dari anggaran yang ditargetkan.
Dari data di atas dapat disimpulkan selama tahun 2012-2020 realisasi
anggaran Dana Alokasi Umum mengalami defisit anggaran dan masih kurang dari
100% dana yang di realisasi tersebut tidak sesuai dengan target anggarannya.
Berdasarkan data realisasi anggaran pendapatan asli daerah dapat dilakukan analisis
deskriptif untuk menentukan nilai minimum, maksimum, rat-rata dan standar
80

deviasi. Hasil perhitungan data tersebut menggunakan software IBM SPSS Statistic
25. Berikut hasil analisis data deskriptif pada variabel Pendapatan Asli Daerah
Tahun 2012-2020.
Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Dana Alokasi Umum
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Dana Alokasi Umum 9 99 100 99,8 0,421


Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
Berdasarkan hasil tabel analisis deskriptif pada Dana Alokasi Umum
menunjukkan bahwa nilai minimum Dana Alokasi Umum sebesar 99%, dan nilai
maksimum sebesar 100%. Sedangkan nilai rata-rata dari Dana Alokasi Umum
sebesar 99,8% dengan tingkat standar deviasi sebesar 0,42%. Jika dilihat dari rata-
rata Dana Alokasi Umum pada Pemerintah Daerah Bandung tahun 2012-2020
cenderung mengalami penurunan pada tahun 2019-2020. Berdasarkan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2020 menjelaskan bahwa Dana Alokasi
Umum dana yang bersumber dari APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung belum dapat sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat didalam
mengatur rumah tangga daerah, yang ditunjukkan dengan adanya ketergantungan
yang lebih besar kepada Dana Alokasi Umum dibandingkan dengan Pendapatan
Asli Daerah dalam mendanai belanja daerah.

4.1.2.4 Analisis Deskriptif Belanja Modal


Berikut adalah data mengenai Belanja Modal pada Kabupaten Bandung
untuk Tahun Anggaran 2012-2020:
Tabel 4.8 Data Belanja Modal Tahun anggaran 2012-2020
Belanja Modal
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Persentase
86,72 88,36 73,54 87,84 91,45 87,48 73,65 93,47 97,23
(%)
Sumber: Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung
81

Berdasarkan data tersebut, terdapat grafik mengenai Pendapatan Asli


Daerah untuk mempermudah pembaca dalam menganalisa. Berikut gambar grafik
Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tahun Anggaran 2012-2020.

Belanja Modal
120

100

80

60
Belanja Modal
40

20

0
86,72 88,36 73,54 87,84 91,45 87,48 73,65 93,47 97,23
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Gambar 4.4 Grafik Belanja Modal Tahun Anggaran 2012-2020


Dari tabel dan Grafik di atas menunjukkan bahwa realisasi anggaran Belanja
Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada tahun 2012-2020
mengalami fluktuasi anggaran. Dimana Dana Alokasi Umum pada tahun 2012
sebesar 86,72%, pada tahun 2013 sebesar mengalami kenaikan 88,36%, pada tahun
2014 terjadi penurunan sebesar 73,54%, pada tahun 2015 mengalami kenaikan
sebesar 87,84%, pada tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 91,45%, pada tahun
2017 sebesar terjadi penurunan 87,48%, kemudian pada tahun 2018 mengalami
penurunan sebesar 73,65%, lalu pada tahun 2019 terjadi kenaikan sebesar 93,47%,
dan pada tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar 97,23%.
Dari data di atas dapat disimpulkan selama tahun 2012-2020 realisasi
anggarana dana alokasi umum pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung
anggaran tersebut tidak terserap 100% dari anggaran yang ditargetkan karena masih
kurang dari 100% dana yang di realisasi tersebut tidak sesuai dengan targetnya.
Berdasarkan data realisasi anggaran pendapatan asli daerah dapat dilakukan
analisis deskriptif untuk menentukan nilai minimum, maksimum, rat-rata dan
standar deviasi. Hasil perhitungan data tersebut menggunakan software IBM SPSS
Statistic 25. Berikut hasil analisis data deskriptif pada variabel Belanja Modal 2012-
2020.
82

Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Belanja Modal


Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Belanja Modal 9 74 97 86,64 8,119


Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
Berdasarkan hasil tabel analisis deskriptif pada Belanja Modal
menunjukkan bahwa nilai minimum Belanja Modal sebesar 74%, dan nilai
maksimum sebesar 97%. Sedangkan nilai rata-rata dari Dana Alokasi Umum
sebesar 86,64% dengan tingkat standar deviasi sebesar 8,12%. Jika dilihat dari rata-
rata Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung tahun 2012-2020
cenderung mengalami fluktuatif. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten
Bandung belum bisa mengalokasikan dana secara tepat untuk pembangunan
infrastruktur daerahnya karena semakin rendah belanja modal itu artinya belanja
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung masih banyak dialokasikan
untuk belanja diluar belanja modal. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus
mampu mengoptimalkan belanja daerah digunakan untuk ha-hal yang berdampak
positif terhadap daerahnya sehingga akan meningkatkan Kemandirian Keuangan
Daerah Kabupaten Bandung.

4.1.2.5 Analisis Deskriptif Belanja Pegawai


Berikut adalah data mengenai Belanja Pegawai pada Kabupaten Bandung
untuk Tahun Anggaran 2012-2020:
Tabel 4.10 Data Belanja Pegawai Tahun anggaran 2012-2020
Belanja Pegawai

Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Persentase
95 90,23 91,28 88,97 89,76 87,63 90,52 93,91 90,73
(%)
Sumber: Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung
Berdasarkan data tersebut, terdapat grafik mengenai Pendapatan Asli
Daerah untuk mempermudah pembaca dalam menganalisa. Berikut gambar grafik
Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tahun Anggaran 2012-2020.
83

Belanja Pegawai
96
94
92
90
88
Belanja Pegawai
86
84
82
95 90,23 91,28 88,97 89,76 87,63 90,52 93,91 90,73
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Gambar 4.5 Grafik Belanja Modal Tahun Anggaran 2012-2020


Dari tabel dan Grafik di atas menunjukkan bahwa realisasi anggaran Belanja
Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada tahun 2012-2020
mengalami fluktuasi anggaran. Dimana Dana Alokasi Umum pada tahun 2012
sebesar 95%, pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 90,23% , pada tahun
2014 mengalami kenaikan sebesar 91,28%, pada tahun 2015 mengalami penurunan
sebesar 88,97%, pada tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 89,76%, pada tahun
2017 mengalami penurunan sebesar 87,63%, kemudian pada tahun 2018
mengalami kenaikan sebesar 90,52%, lalu pada tahun 2019 mengalami kenaikan
sebesar 93,91% dan pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 90,73%.
Dari data di atas dapat disimpulkan selama tahun 2012-2020 realisasi
anggarana dana alokasi umum tertinggi pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung anggaran tersebut tidak terserap 100% dari anggaran yang ditargetkan
karena masih kurang dari 100% dana yang di realisasi tersebut tidak sesuai dengan
targetnya.
Berdasarkan data realisasi anggaran pendapatan asli daerah dapat dilakukan
analisis deskriptif untuk menentukan nilai minimum, maksimum, rat-rata dan
standar deviasi. Hasil perhitungan data tersebut menggunakan software IBM SPSS
Statistic 25. Berikut hasil analisis data deskriptif pada variabel Belanja Modal 2012-
2020.
84

Tabel 4.11 Statistik Deskriptif Belanja Pegawai


Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Belanja Pegawai 9 88 95 90,89 2,301


Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
Berdasarkan hasil tabel analisis deskriptif pada Belanja Modal
menunjukkan bahwa nilai minimum Belanja Modal sebesar 88% dan nilai
maksimum sebesar 95%. Sedangkan nilai rata-rata dari Dana Alokasi Umum
sebesar 90,89% dengan tingkat standar deviasi sebesar 2,30%. Jika dilihat dari rata-
rata Belanja Pegawai pada Pemerintah Daerah Kabupaten bandung tahun 2012-
2020 mengalami fluktuatif. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Bandung
Tingginya belanja pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap realisasi belanja
modal untuk pembangunan hal ini disebabkan karena terjadinya kesenjangan dalam
anggaran APBD. Sehingga akan berimbas pada pembangunan yang berjalan tidak
baik dan maksimal.

4.1.3 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik digunakan untuk memberian kepastian mengenai kualitas
data dan memberian bertepatan sehingga data dalam estimasi, tidak biasa dan
konsisten. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis menggunakan regresi linier
berganda, Pengujian asumsi klasik ini menggunakan empat uji, yaitu uji normalitas,
uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

4.1.3.1 Uji Normalitas


Menurut Ghozali (2018:154) tujuan dari uji normalitas adalah “Untuk
menguji apakah dalam model regresi variabel independen dan variabel dependen
atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Apabila variabel tidak
berdistribusi secara normal maka hasil uji statistik akan mengalami penurunan.”
Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal atau
mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik.
85

Dalam penelitian ini uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov. Berikut disajikan hasil output dengann program SPSS 25.0
data dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.
Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandarized Residual
N 9
Mean 0
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 1,60352944
Absolute 0,163
Most Extreme
Positive 0,163
Differences
Negative -0,139
Test Statistic 0,163
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS 25
Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa uji normalitas kolmogorov
smirnov pada penelitian ini adalah 0.200 > 0,05. Nilai signifikansi lebih besar dari
0,05 ini menunjukkan data pada penelitian ini berdistribusi secara normal.

4.1.3.2 Uji Multikolinearitas


Menurut Ghazali (2018:104), “Uji multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
independent.” Jika antar variabel independen saling berkorelasi maka variabel-
variabel ini tidak ortogonal sehingga tidak bisa diuji menggunakan model regresi.
Variabel ortogonal merupakan variabel bebas yang nilai korelasi antara variabel
bebasnya sama dengan nol. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas di
antara variabel independen dapat dilihat dari nilai toleran maupun varian inflation
factor (VIF).
86

Kriteria pengambilan keputusan penggunaan nilai toleran dan VIF tersebut


menurut Ghozali (2018:104), “Jika nilai toleran > 0,10 atau nilai VIF < 10 maka
tidak ada multikolinearitas di antara variabel independen. Sebaliknya, jika nilai
toleran ≤ 0,10 atau nilai VIF ≥ 10 maka ada multikolinearitas di antara variabel
independen.”
Uji Multikolinearitas dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 4.13 Uji Multikolinearitas
Coeficients
Unstandarized Standarized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model t Sig.
Std.
B Beta Tolerance VIF
Error
(Constant) 380,947 260,904 1,46 0,218
Pendapatan Asli
-0,442 0,229 -0,481 -1,934 0,125 0,898 1,114
Daerah
Dana Alokasi
1 -2,068 2,456 -0,256 -0,842 0,447 0,602 1,661
Umum
Belanja Modal -0,064 0,128 -0,152 -0,496 0,646 0,592 1,689

Belanja Pegawai -1,108 0,357 -0,749 -3,103 0,036 0,953 1,050

a. Dependent Variable: Kemandirian_Keuangan_Daerah


Sumber: Hasil pengolahan data SPSS 25
Berdasarkan hasil tabel pengujian di atas diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Pada variabel Pendapatan Asli Daerah (X1), nilai Tolerance sebesar 0,898
lebih besar dari 0,10. Sedangkan nilai Variance Influence Factor (VIF)
sebesar 1,114 lebih kecil daripada 10.
2. Pada variabel Dana Alokasi Umum (X2), nilai Tolerance sebesar 0,602 lebih
besar dari 0,10. Sedangkan nilai Variance Influence Factor (VIF) sebesar
1,661 lebih kecil daripada 10.
3. Pada variabel Belanja Modal (X3), nilai Tolerance sebesar 0,592 lebih besar
dari 0,10. Sedangkan nilai Variance Influence Factor (VIF) sebesar 1,689
lebih kecil daripada 10.
4. Pada variabel Belanja Pegawai (X4), nilai Tolerance sebesar 0,953 lebih
besar dari 0,10. Sedangkan nilai Variance Influence Factor (VIF) sebesar
1,050 lebih kecil daripada 10.
87

Maka dapat disimpulkan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana


Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai tidak terjadi multikolinearitas,
yang menunjukkan tidak adanya korelasi antara variabel independen dalam model
regresi.

4.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas


Menurut Ghozali (2018:139), bahwa “Tujuan uji heteroskedastisitas yaitu
untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain untuk mengetahui ada tidaknya
heteroskedastisitas, ditunjukkan dengan grafik scatterplot antara nilai prediksi
variabel dependen (ZPRED) dengann residualnya (SRESID). Jika terdapat pola
tertentu dalam grafik, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
Dasar pengambilan keputusan menurut Ghozali (2018:139) adalah:
“a. Jika ada pola tertentu pada grafik, seperti titik-titik yang membentuk pola
yang terartur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik yang menyebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.”

Berdasarkan pengertian tersebut hasil uji heterosedastisitas menggunakan


SPSS 25.0 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.6 Uji Heteroskedastisitas terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


88

Berdasarkan gambar 4.6 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan
berada diatas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y serta tidak membentuk
suatu pola. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada
model regresi tersebut, sehingga model regresi layak dipakai untuk analisa
berikutnya.

4.1.3.4 Uji Autokorelasi


Menurut Santoso (2012:241) tujuan autokorelasi adalah “Untuk mengetahui
apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).” Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi pada
sebagian besar kasus ditemukan pada regresi yang datanya adalah time series, atau
berdasarkan waktu berkala, seperti bulanan, tahunan, dan seterusnya, karena itu ciri
khusus uji ini adalah waktu. Menurut Ghozali (2018:112) Pengujian ini
menggunakan uji Durbin Watson dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 4.14 Nilai Durbin-Watson Atas Pengambilan Keputusan
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokrelasi positif Tidak ada keputusan dl ≤ d ≤ du
Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi
Tidak ada keputusan 4 – du ≤ d ≤ - dl
negative
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ditolak du < d ≤ 4 – du
atau negatif
Sumber: Ghozali (2018:112)
Hasil pengujian autokorelasi dengann menggunakan bantuan program SPSS
25.0 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.15 Uji Autokorelasi
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Durbin-Watson
Square Estimate

1 ,882a 0,778 0,556 2,268 3,380


a. Predictors: (Constant), Belanja Pegawai, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal
b. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS 25.0
89

Berdasarkan hasil pengolahan data diatas dapat diperoleh nilai statistik


Durbin-Watson (DW) sebesar Nilai Durbin -Watson output dapat dilihat pada tabel
3,380. Nilai tersebut akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan
signifikansi 5% (0,05). Untuk n = 9 dan K (jumlah variabel bebas) = 4, sehingga
diperoleh nilai dL = 0,2957 dan du = 2,588. Karena 4 – dL < d < 4 maka dapat
disimpulkan bahwa model tersebut tidak terjadi autokorelasi atau negative.

dL = 0,2957 4 - dL = 3,7043
du = 2,588 d = 3,380
4-du = 1,412

Gambar 4.7 Model Autokorelasi


4.1.4 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal dan Belanja Daerah terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis menggunakan teknik pengujian
hipotesis, ada beberapa analisis yang harus dipenuhi agar kesimpulan dari regresi
tersebut tidak biasa. Pengujian analisis ini terdiri atas 3, yakni Analisis Regresi
Linear Berganda, Analisis Korelasi Berganda dan Analisis Koefisien Determinasi.

4.1.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda


Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Adapun persamaan regresi
tersebut adalah sebagai berikut:

Y = 𝒶 + 𝑏1 𝑥 1 + 𝑏2 𝑥2 + 𝑏3 𝑥3 + 𝑏4 𝑥4

Dimana:
Y = Kemandirian Keuangan Daerah
a = Nilai Konstanta
90

b1 = Koefisien regresi Pendapatan Asli Daerah


X1 = Variabel independen Pendapatan Asli Daerah
b2 = Koefisien regresi Dana Alokasi Umum
X2 = Variabel independen Dana Alokasi Umum
b3 = Koefisien regresi Belanja Modal
X3 = Variabel independen Belanja Modal
b4 = Koefisien regresi Belanja Pegawai
X4 = Variabel independen Belanja Pegawai
e = Error

Dibawah ini didapat output hasil perhitungan regresi linear berganda


menggunakan SPSS 25.0 sebagai berikut:
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Regresi Linear Berganda
Coeficients
Unstandarized Standarized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 361,694 169,726 2,131 0,1
Pendapatan Asli Daerah 36,687 5,128 1,821 7,155 0,002
1 Dana Alokasi Umum -46,415 17,538 -0,64 -2,646 0,057
Belanja Modal -8,175 3,707 -0,292 -2,205 0,092
Belanja Pegawai -9,200 4,138 -0,276 -2,223 0,09
a. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS 25
Dari output di atas diketahui nilai konstanta dan koefisien regresi sehingga
dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = (361,694) + (36,687) X1 + (-46,415) X2 + (–8,175) X3 + (-9,200) X4
Persamaan di atas dapat diartikan sebagai berikut:
a = 361,694 Artinya jika variabel Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Alokasi
Umum (X2), Belanja Modal (X3) dan Belanja Pegawai (X4) bernilai
(0), maka nilai variabel Kemandirian Keuangan Daerah (Y)
diperoleh 361,694.
b1 = 36,687 Artinya setiap penambahan satu satuan variabel Pendapatan Asli
Daerah (X1) dan variabel lainnya konstan, maka akan menurunkan
nilai variabel Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar 36,687.
Sebaliknya setiap penurunan satu satuan variabel Pendapatan Asli
91

Daerah (X1) dan variabel lainnya konstan, maka akan meningkatkan


variabel Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar 36,687.
b2 = -46,415 Artinya setiap penambahan satu satuan variabel Dana Alokasi
Umum (X2) dan variabel lainnya konstan, maka akan meningkatkan
nilai variabel Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar -46,415.
Sebaliknya setiap penurunan satu satuan variabel Dana Alokasi
Umum (X2) dan variabel lainnya konstan, maka akan menurunkan
variabel Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar -46,415.
b3 = –8,175 Artinya setiap penambahan satu satuan variabel Belanja Modal (X3)
dan variabel lainnya konstan, maka akan menurunkan nilai variabel
Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar –8,175. Sebaliknya
setiap penurunan satu satuan variabel Belanja Modal (X3) dan
variabel lainnya konstan, maka akan meningkatkan variabel
Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar –8,175.
b4 = -9,200 Artinya setiap penambahan satu satuan variabel Belanja Pegawai
(X3) dan variabel lainnya konstan, maka akan menurunkan nilai
variabel Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar -9,200.
Sebaliknya setiap penurunan satu satuan variabel Belanja Pegawai
(X3) dan variabel lainnya konstan, maka akan meningkatkan
variabel Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar -9,200.

4.1.4.2 Analisis Koefisien Korelasi Pearson (Koefisien Product Moment)


Menurut Sugiyono (2019:305), “Korelasi Product Moment digunakan untuk
mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data
kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dua variabel atau
lebih tersebut adalah sama.” Perhitungan koefisien korelasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan korelasi Product Moment.
Menghitung korelasi berganda untuk empat variabel independen dan satu
dependen menggunakan rumus:
𝑛 ∑ XY − (∑ X. ∑ Y)
𝑅𝑥𝑦 =
√[n ∑ n2 − (∑ n2 )][n ∑ y 2 − (∑ y 2 )]
Sugiyono (2018:246)
92

Dimana:
𝑅𝑥𝑦 = Korelasi antara variabel X dan Y
X = Variabel X
Y = Variabel Y
n = Jumlah sampel/ periode yang diteliti
Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan, maka dapat
digunakan pedoman seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.17 Pedoman untuk memberian interpretasi koefisien korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat Rendah
0,20 - 0, 399 Rendah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2019:305)
Perhitungan Koefisien Korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan Korelasi Product Moment. Hasil perhitungan untuk koefisien
korelasi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.18 Hasil Uji Koefisien Korelasi Pearson (Product Moment)
Correlations
Kemandirian Dana
Pendapatan Belanja Belanja
Keuangan Alokasi
Asli Daerah Modal Pegawai
Daerah Umum

Kemandirian Pearson Correlation 1 -0,489 -0,122 0,119 -,706*


Keuangan Sig. (2-tailed) 0,181 0,754 0,761 0,033
Daerah
N 9 9 9 9 9
Pearson Correlation -0,489 1 0,221 -0,316 ,000
Pendapatan Sig. (2-tailed) 0,181 0,568 0,407 1,000
Asli Daerah
N 9 9 9 9 9

Pearson Correlation -0,122 0,221 1 -0,607 -0,197


Dana
Alokasi Sig. (2-tailed) 0,754 0,568 0,083 0,612
Umum
N 9 9 9 9 9
Pearson Correlation 0,119 -0,316 -0,607 1 0,049
Belanja
Sig. (2-tailed) 0,761 0,407 0,083 ,900
Modal
N 9 9 9 9 9
Pearson Correlation -,706* ,000 -0,197 0,049 1
Belanja
Sig. (2-tailed) 0,033 1,000 0,612 ,900
Pegawai
N 9 9 9 9 9
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS 25.0
93

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai koefisien korelasi antara


Pendapatan Asli Daerah (X1) dengan Kemandirian Keuangan Daerah (Y) sebesar -
0,489. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi negatif yang sedang
antara Pendapatan Asli Daerah dengan Kemandirian Keuangan Daerah, dimana
hasil skor intervalnya berada diantara 0,40 – 0,599 maka hubungan sedang.
Korelasi antara Dana Alokasi Umum (X2) dengan Kemandirian Keuangan
Daerah (Y) sebesar -0,122. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi
negatif yang sangat rendah antara Dana Alokasi Umum dengan Kemandirian
Keuangan Daerah, dimana hasil skor intervalnya berada diantara 0,00 - 0,199 maka
hubungannya sangat rendah.
Korelasi antara Belanja Modal (X3) dengan Kemandirian Keuangan Daerah
(Y) sebesar 0,119. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi negatif
yang sangat rendah antara Belanja Modal dengan Kemandirian Keuangan Daerah,
dimana hasil skor intervalnya berada diantara 0,00 - 0,199 maka hubungannya
sangat rendah.
Korelasi antara Belanja Pegawai (X3) dengan Kemandirian Keuangan
Daerah (Y) sebesar -0,706. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi
negatif yang sangat rendah antara Belanja Pegawai dengann Kemandirian
Keuangan Daerah, dimana hasil skor intervalnya berada diantara 0,00 – 0,199 maka
hubungannya sangat rendah.
Sedangkan pada analisis ini untuk mencari koefisien korelasi berganda
simultan dengan menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS)
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.19 Hasil Analisis Koefisien Korelasi Berganda Secara Simultan
Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square
Estimate
1 ,882a 0,778 0,556 2,268
a. Predictors: (Constant), Belanja Pegawai, Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Belanja Modal
b. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS 25.0
94

Berdasarkan tabel 4.19 diketahui bahwa besarnya hubungan antara


Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja
Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah yang dhitung dengann koefisien
korelasi adalah 0,882 hal ini menunjukkan pengaruh yang sangat kuat pada variabel
yang diteliti.

4.1.4.3 Analisis Pengujian Koefisien Determinasi (R2)


Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil
pengolahan data diperoleh koefisien determinasi sebagai berikut:
Tabel 4.20 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
R
Model R Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
Square
1 ,882a 0,778 0,556 2,268
a. Predictors: (Constant), Belanja Pegawai, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal
b. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS 25
Berdasarkan hasil uji diatas, dapat diketahui bahwa:
KD = R2 x 100%
= (0,882)2 x 100%
= 77,8%
Dari tabel 4.20 diperoleh nilai koefisien determinasi (R square) sebesar
0,778 yang berarti bahwa perubahan Kemandirian Keuangan Daerah dapat
dipengaruhi oleh perubahan variabel Pendapatan asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai sebesar 77,8%. Berdasarkan tabel
kriteria korelasi, termasuk pada nilai korelasi 61% - 80% mempunyai hubungan
yang tinggi. Sedangkan sisanya 22,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini. Berikut pedoman interpretasi koefisien determinasi:
95

Tabel 4.21 Pedoman Interpretasi Koefisien Determinasi


Nilai Koefisien Determinasi Tingkat Hubungan
0% - 20% Sangat Rendah
21% - 40% Rendah
41% - 60% Sedang
61% – 80% Tinggi
>80% Sangat Tinggi
Sumber: Sugiyono (2018:214)
Hal diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi dari Pendapatan
Asli Daerah terdapat pengaruh kuat pada variabel yang diteliti, nilai koefisien
determinasi dari Dana Alokasi Umum terdapat pengaruh sedang pada variabel
yang diteliti. Nilai koefisien determinasi dari Belanja Modal terdapat pengaruh
sedang pada variabel terdapat pengaruh sedang pada variabel yang diteliti. Nilai
koefisien determinasi dari Belanja Pegawai terdapat pengaruh sedang pada
variabel yang diteliti.

4.1.5 Hasil Pengujian Hipotesis


Menurut Sugiyono (2019:105) Hipotesis adalah “Jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan hanya didasarkan
pada teori relevan. Belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data.”
Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui kebenaran dugaan sementara dan
merupakan jawaban serta pembuktian penelitian. Maka dari itu dilakukan uji
hipotesis secara parsial (uji t) dan uji hipotesis secara simultan (uji f). Rancangan
pengujian hipotesis ini untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel independen
(X) dengan indikator Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Alokasi Umum (X2),
Belanja Modal (X3) dan Belanja Pegawai (X4) terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah (Y) sebagai variabel dependen.

4.1.5.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)


Menurut Sugiyono (2019:239) Korelasi parsial merupakan “Angka yang
menunjukan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih, setelah satu
96

variabel yang diduga dapat mempengaruhi hubungan variabel tersebut tetap


dikendalikan.”
Uji parsial (Uji t) digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel-variabel
dependen. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara nilai thitumg dan nilai
ttabel dengan derajat kesalahan (𝑎 = 0,05). Apabila thitumg ≥ ttabel, maka variabel
bebasnya memberian pengaruh terhadap variabel terikat. Untuk mencari ttabel
dengan menggunakan tabel distribusi. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja
Pegawai, maka perlu dihitung t tabel dengan menggunakan tabel distribusi. Dimana
ɑ = 0,025, df = n – k – 1 = 9-4-1 = 4, untuk pengujian dua sisi diperoleh t tabel ±
2,776.
Rumus untuk menghitung uji t menurut Sugiyono (2018:288) sebagai
berikut:

r √n − 2
t hitung =
√1 − r 2

Keterangan:
t = Nilai t hitung
r = Koefisien korelasi
r2 = Koefisien determinan
n = Jumlah anggota sampel

Kriteria pengujian dalam uji t adalah sebagai berikut:


1. Jika thitung > ttabel maka H0 akan ditolak dan H1 akan diterima, maka artinya
variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen
secara parsial.
2. Jika thitung < ttabel maka H0 akan diterima dan H1 akan ditolak, maka artinya
variabel independen tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel
dependen secara parsial.
97

Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Pengujian Parsial (Uji t)


Coeficients
Standarized
Unstandarized Coefficients
Coefficients
Model t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 361,694 169,726 2,131 ,100
Pendapatan Asli
36,687 5,128 1,821 7,155 0,002
Daerah
Dana Alokasi
1 -46,415 17,538 -0,64 -2,646 0,057
Umum
Belanja Modal -8,175 3,707 -0,292 -2,205 0,092

Belanja Pegawai -9,2 4,138 -0,276 -2,223 0,090


a. Dependent Variable: Kemandirian_Keuangan_Daerah
Sumber: Data diolah SPSS 25.0
1. Pengujian hipotesis variabel Pendapatan Asli Daerah (X1):
H0 : Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah (Y)
H1 : Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah (Y)
Berdasarkan data analisis diatas menunjukkan nilai t variabel Pendapatan
Asli Daerah diperoleh thitung sebesar 7,155 dan nilai ini akan dibandingkan dengan
nilai ttabel ±2,776 dengan demikian thitung (7,155) ≥ ttabel (2,776) atau sig (0,002) < ɑ
(0,05). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, artinya Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah secara parsial.
Hasil tersebut dapat digambarkan dalam bentuk kurva sebagai berikut:

Daerah Daerah
penolakan Ho penolakan Ho

Daerah Penerimaan H0

-2,776 2,776
7,155
Gambar 4.8 Pengujian Hipotesis Variabel Pendapatan Asli Daerah (X1)
98

2. Perumusan hipotesis Variabel Dana Alokasi Umum adalah sebagai berikut:


H0 : Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah (Y)
H2 : Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah (Y)
Berdasarkan data analisis diatas menunjukkan nilai t variabel Dana Alokasi
Umum diperoleh thitung sebesar -2,646 dan nilai ini akan dibandingkan dengan nilai
ttabel ±2,776 dengan demikian thitung (-2,646) ≥ ttabel (2,776) atau sig (0,057) > ɑ
(0,05). Hal ini berarti H0 diterima dan H2 ditolak, artinya Dana Alokasi Umum tidak
berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah secara parsial. Hasil tersebut
dapat digambarkan dalam bentuk kurva sebagai berikut:

Daerah Daerah
penolakan Ho penolakan Ho

Daerah Penerimaan H0

-2,776 2,776

-2,646

Gambar 4.9 Pengujian Hipotesis Variabel Dana Alokasi Umum (X2)


3. Perumusan hipotesis Variabel Belanja Modal adalah sebagai berikut:
H0 : Belanja Modal tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Pemerintah Daerah (Y)
H3 : Belanja Modal tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Pemerintah Daerah (Y)
Berdasarkan data analisis diatas menunjukkan nilai t variabel Belanja Modal
diperoleh thitung sebesar -2,205 dan nilai ini akan dibandingkan dengan nilai ttabel
±2,776 dengann demikian thitung (-2,205) ≥ ttabel (2,776) atau sig (0,092) > ɑ (0,05).
99

Hal ini berarti H0 diterima dan H2 ditolak, artinya Belanja Modal tidak berpengaruh
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah secara parsial. Hasil tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk kurva sebagai berikut:

Daerah Daerah
penolakan Ho penolakan Ho
Daerah Penerimaan H0

-2,776 2,776
-2,205 0
0

Gambar 4.10 Pengujian Hipotesis Variabel Belanja Modal (X4)


4. Perumusan hipotesis Variabel Belanja Pegawai adalah sebagai berikut:
H0 : Belanja Pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Pemerintah Daerah (Y)
H4 : Belanja Pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Pemerintah Daerah (Y)
Berdasarkan data analisis diatas menunjukkan nilai t variabel Belanja Modal
diperoleh thitung sebesar -2,223 dan nilai ini akan dibandingkan dengan nilai ttabel
±2,776 dengann demikian thitung (-2,223) ≥ ttabel (2,776) atau sig (0,090) > ɑ (0,05).
Hal ini berarti H0 diterima dan H2 ditolak, artinya Dana Alokasi Umum tidak
berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah secara parsial. Hasil tersebut
dapat digambarkan dalam bentuk kurva sebagai berikut:
100

Daerah Daerah penolakan


penolakan Ho Ho

Daerah Penerimaan H0

-2,776 2,776
-2,223

Gambar 4.11 Pengujian Hipotesis Variabel Belanja Pegawai (X4)

4.1.5.2 Pengujian Hipotesis Simultan (Uji F)


Uji simultan (uji f) digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam regresi memiliki pengaruh secara bersama-
sama (simultan) terhadap variabel independen. Uji f dalam penelitian ini digunakan
untuk menguji signifikansi pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan
Pemerintah Daerah secara bersama-sama atau simultan.
Untuk mengetahui apakah antara variabel bebas terhadap variabel terikat,
maka perlu ftabel dengan menggunakan tabel distribusi f. Dimana 𝑎= 0,05, ftabel =
f(k: n-k) = (4: 5), sehingga diperoleh Ftabel 6,256.
Setelah pengujian dilakukan, maka hasil perhitungan untuk masing-masing
hipotesis fhitung dibandingkan dengan ftabel dengan signifikan 0,05. Penerimaan atau
penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Fhitung > Ftabel , maka H1 diterima atau H0 ditolak (suatu variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen).
b. Fhitung > Ftabel , maka H1 ditolak atau H0 diterima (suatu variabel independen
secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen).
101

Dibawah ini merupakan hasil perhitungan uji secara simultan menggunakan


SPSS 25.0:
Tabel 4.23 Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji f)
ANOVAa
Sum of Mean
Model df F Sig.
Squares Square
Regression 89,356 4 22,339 27,809 ,004b
1 Residual 3,213 4 0,803
Total 92,57 8
a. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah
b. Predictors: (Constant), Belanja Pegawai, Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal, Pendapatan Asli_Daerah
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengann SPSS 25.0
Berdasarkan tabel diatas bahwa fhitung sebesar 27,809 sedangkan ftabel 6,256
sehingga fhitung > ftabel atau 27,809 > 6,256 dengan tingkat signifikansi 0,004 < 0,05.
Maka H0 ditolak, artinya secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah (X1),
Dana Alokasi Umum (X2), Belanja Modal (X3) dan Belanja Pegawai (X4) secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel Kemandirian Keuangan
Daerah (Y).

Daerah penolakan Ho

Daerah
Penerimaan H0

6.256
27,809

Gambar 4.12 Kurva Uji f Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana


Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai
Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
102

4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi Kemandirian Keuangan Daerah yang terdiri dari Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk mengetahui
deskripsi nilai mandiri dari variabel-variabel yang diteliti. Sementara analisis
verifikatif digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel independen
dengan variabel dependen melalui analisis regresi linear berganda dengan bantuan
SPSS 25.0.

4.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Analisis Deskriptif


Berikut adalah hasil penelitian analisis deskriptif untuk menjawab rumusan
masalah nomor 1-5 yang diajukan penulis:
1. Analisis Deskriptif Kemandirian Keuangan Daerah
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada variabel Kemandirian Keuangan
Daerah menunjukkan bahwa nilai minimum Kemandirian Keuangan
Daerah sebesar 12,62% pada tahun 2012, dan nilai maksimum pada
Kemandirian Keuangan Daerah sebesar 25,37% pada tahun 2017. Adapun
rata-rata dari Kemandirian Keuangan Daerah sebesar 17,89% dengan
tingkat standar deviasi sebesar 3,40%. Berdasarkan Undang-undang no. 33
tahun 2004 bahwa analisis deskriptif pada Kemandirian Keuangan Daerah
menunjukkan pola hubungan instruktif dengann kriteria 0% - 25% dimana
peran Pemerintah Pusat lebih dominan daripada Kemandirian Keuangan
Daerah.
2. Analisis Deskriptif Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan hak pemerintah daerah yang
dapat diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih yang diperoleh dari
hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan
dipisahkan serta dari hasil lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pendapatan asli daerah yang tinggi akan menunjukkan kemampuan daerah
103

dalam memenuhi kebutuhannya sendiri dan menggambarkan tingkat


partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Berdasarkan hasil
analisis deskriptif pada variabel Pendapatan Asli Daerah menunjukkan
bahwa nilai minimum Pendapatan Asli Daerah sebesar 109% pada tahun
2019, dan nilai maksimum pada Pendapatan Asli Daerah sebesar 120% pada
tahun 2014. Adapun rata-rata dari Pendapatan Asli Daerah sebesar 114,09%
dengan tingkat standar deviasi sebesar 3,699%. Pendapatan Asli Daerah
mengalami penurunan, hal ini dikarenakan masih kurangnya Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Bandung untuk dapat mengurangi ketergantungan
dari Pemerintah pusat.
3. Analisis Deskriptif Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum dana yang bersumber dari APBN kepada daerah
dengann tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada variabel Dana Alokasi Umum
menunjukkan bahwa nilai minimum Dana Alokasi Umum sebesar 99% pada
tahun 2012, dan nilai maksimum pada Dana Alokasi Umum sebesar 100%
pada tahun 2017. Adapun rata-rata dari Dana Alokasi Umum sebesar 99,8%
dengan tingkat standar deviasi sebesar 0,421%. Dana Alokasi Umum pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung belum dapat sepenuhnya lepas dari
pemerintah pusat didalam mengatur rumah tangga daerah, yang ditunjukkan
dengan adanya ketergantungan yang lebih besar kepada Dana Alokasi
Umum dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah dalam mendanai
belanja daerah.
4. Analisis Deskriptif Belanja Modal
Belanja Modal adalah belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi
satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya
pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Berdasarkan hasil
analisis deskriptif pada variabel Belanja Modal menunjukkan bahwa nilai
minimum Belanja Modal sebesar 74% pada tahun 2012, dan nilai
104

maksimum pada Belanja Modal sebesar 97% pada tahun 2017. Adapun rata-
rata dari Belanja Modal sebesar 86,64% dengan tingkat standar deviasi
sebesar 8,119%. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Bandung
belum bisa mengalokasikan dana secara tepat untuk pembangunan
infrastruktur daerahnya karena semakin rendah belanja modal itu artinya
belanja yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung masih
banyak dialokasikan untuk belanja diluar belanja modal. Oleh karena itu
Pemerintah Daerah harus mampu mengoptimalkan belanja daerah
digunakan untuk ha-hal yang berdampak positif terhadap daerahnya
sehingga akan meningkatkan Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten
Bandung.
5. Analisis Deskriptif Belanja Pegawai
Belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang maupun
barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan
pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai
lingkup pemerintahan baik yang bertugas didalam maupun di luar negeri,
sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka
mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah. Tingginya belanja
pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap realisasi belanja modal untuk
pembangunan hal ini disebabkan karena terjadi kesenjangan dalam
anggaran APBD. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada variabel Belanja
Pegawai menunjukkan bahwa nilai minimum Belanja Pegawai sebesar 88%
pada tahun 2012, dan nilai maksimum pada Belanja Pegawai sebesar 95%
pada tahun 2017. Adapun rata-rata dari Belanja Pegawai sebesar 90,89%
dengann tingkat standar deviasi sebesar 2,301%. Hal ini dikarenakan
Pemerintah Kabupaten Bandung Tingginya belanja pegawai tentunya akan
berpengaruh terhadap realisasi belanja modal untuk pembangunan hal ini
disebabkan karena terjadinya kesenjangan dalam anggaran APBD.
Sehingga akan berimbas pada pembangunan yang berjalan tidak baik dan
maksimal.
105

4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Analisis Verifikatif


Analisis verifikatif digunakan untuk menjawab kebenaran hipotesis yang
telah ditentukan pada variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah yang
dibuktikan melalui hitungan statistik 25.0, sehingga dapat diketahui hasilnya yang
menunjukkan hipotesis ditolak atau diterima. Berikut adalah analisis verifikatif
untuk menjawab nomor 5 dan 6 pada rumusan masalah.
1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara parsial, diperoleh hasil yang
mengungkapkan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah memiliki
pengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Karena nilai thitung
untuk Pendapatan Asli Daerah sebesar 7,155 dan ttabel sebesar 2,776 dan
nilai signifikansi sebesar 0,002 yang menunjukkan bahwa tingkat
signifikan lebih kecil dari 0,05. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0
ditolak dan H1 diterima, artinya Pendapatan Asli Daerah berpengaruh
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Berdasarkan hasil pengujian
koefisien korelasi, Pendapatan Asli Daerah memberian pengaruh terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah sebesar -48,9% dan menunjukkan bahwa
Pendapatan Asli Daerah dalam penelitian ini memiliki hubungan yang
sedang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa semakin besar Pendapatan
Asli Daerah maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan
daerahnya.
Pemerintahan yang memiliki Pendapatan Asli Daerah yang baik
menunjukkan pemerintahan tersebut mampu menggali potensi pendapatan
yang berasal dari daerahnya yang digunakan untuk membiayai
pelaksanaan Pemerintahan dan pelayanan publik. Hal ini sesuai dengann
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Malau dan Parapat (2020),
menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kemandirian daerah keuangan.
106

2. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Kemandirian Keuangan


Daerah
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara parsial, diperoleh hasil yang
mengungkapkan bahwa variabel Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Karena nilai thitung untuk Dana
Alokasi Umum sebesar -2,646 dan ttabel sebesar 2,776 dan nilai signifikansi
sebesar 0,057 yang menunjukkan bahwa tingkat signifikan lebih besar dari
0,05. Dikarenakan nilai thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H2 ditolak,
artinya Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah. Berdasarkan hasil pengujian koefisien
korelasi, Pendapatan Asli Daerah memberikan pengaruh terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah sebesar -12,2% dan menunjukkan bahwa
Dana Alokasi Umum dalam penelitian ini memiliki hubungan yang sangat
rendah. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum yang
dialokasikan Pemerintah Pusat ke daerah relatif besar maka daerah tersebut
dikatakan kurang mandiri karena daerah tersebut masih mengandalkan dana
dari pemerintah pusat sebagai penerimaan utamanya. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nindita dan Rahayu (2018),
menyatakan bahwa Secara parsial, Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh
terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

3. Pengaruh Belanja Modal terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara parsial, diperoleh hasil yang
mengungkapkan bahwa variabel Belanja Modal memiliki pengaruh
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Karena nilai thitung untuk Belanja
Modal sebesar -2,205 dan ttabel sebesar 2,776 dan nilai signifikansi sebesar
0,092 yang menunjukkan bahwa tingkat signifikan lebih besar dari 0,05.
Dikarenakan nilai thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H2 ditolak, artinya
Belanja Modal tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah. Berdasarkan hasil pengujian koefisien korelasi, Belanja
Modal memberian pengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
sebesar 11,9% dan menunjukkan bahwa Belanja Modal dalam penelitian ini
107

memiliki hubungan yang sangat rendah. Kondisi tersebut menunjukkan


bahwa belanja modal yang dilakukan belum merata dan tidak tepat sasaran
sehingga menyebabkan penurunan kualitas layanan publik maka
kemandirian keuangan daerah menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Wahyuni dan Ardini (2018), menyatakan
bahwa Belanja Modal tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh
belanja modal yang dilakukan belum merata dan tidak tepat sasaran
sehingga menyebabkan penurunan kualitas layanan publik maka
kemandirian keuangan daerah menurun. Karena semakin besar belanja
modal maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerahnya.

4. Pengaruh Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara parsial, diperoleh hasil yang
mengungkapkan bahwa variabel Belanja Pegawai tidak memiliki pengaruh
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Karena nilai thitung untuk Belanja
Modal sebesar -2,223 dan ttabel sebesar 2,776 dan nilai signifikansi sebesar
0,090 yang menunjukkan bahwa tingkat signifikan lebih besar dari 0,05.
Dikarenakan nilai thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H4 ditolak, artinya
Belanja Pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah. Berdasarkan hasil pengujian koefisien korelasi, Belanja
Pegawai memberian pengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
sebesar 70,6% dan menunjukkan bahwa belanja pegawai dalam penelitian
ini memiliki hubungan yang sangat kuat. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa tingginya belanja pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap
realisasi belanja pegawai untuk pembangunan hal ini disebabkan karena
terjadinya kesenjangan dalam anggaran APBD. Sehingga akan berimbas
pada pembangunan yang berjalan tidak baik dan maksimal. Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fitriani dan Suwarno
(2022), menyatakan bahwa Belanja Pegawai terhadap Kemandirian
108

Keuangan Daerah tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian


Keuangan Daerah.

5. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja


Modal dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa variabel independen yaitu
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja
Pegawai secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung Tahun Anggaran 2012-2020. Hal ini dibuktikan dengan nilai fhitung
sebesar 27,809 sedangkan ftabel 6,256 sehingga fhitung > ftabel atau 27,809 >
6,256 dengan tingkat signifikansi 0,004 < 0,05. Maka H0 ditolak, artinya
secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Alokasi Umum
(X2), Belanja Modal (X3) dan Belanja Pegawai (X4) secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel Kemandirian Keuangan Daerah
(Y). Berdasarkan hasil koefisien determinasi sebesar 77,8% yang
menunjukkan arti bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal dan Belanja Pegawai memberian pengaruh simultan
(bersama-sama) yang tinggi sebesar 77,8% terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah. Sedangkan sisanya sebesar 22,2% dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh
penulis dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal dan Belanja Pegawai terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020, maka penulis
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung, Kemandirian Keuangan Daerah pada tahun 2012-2020
mengalami fluktuasi anggaran. Maka dapat disimpulkan bahwa
Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung masih tergolong sangat rendah, sehingga masih bergantung pada
Pemerintah Pusat. Berdasarkan hasil analisis deskriptif variabel
Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan bahwa nilai minimum
Kemandirian Keuangan Daerah sebesar 12,62% pada tahun 2012, dan nilai
maksimum pada Kemandirian Keuangan Daerah sebesar 25,37% pada
tahun 2017. Adapun rata-rata dari Kemandirian Keuangan Daerah sebesar
17,89% dengann tingkat standar deviasi sebesar 3,40%. Kemandirian
Keuangan Daerah mengalami fluktuasi dimana peran Pemerintah Pusat
lebih dominan daripada Kemandirian Keuangan Daerah.
2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung, Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2012-2020 mengalami
fluktuasi anggaran. Maka dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah
pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada tahun 2012-2020 masih
kurang dari 100% dana yang terealisasi tersebut tidak sesuai dengan target
anggarannya. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Pendapatan Asli
Daerah menunjukkan bahwa nilai minimum Pendapatan Asli Daerah
sebesar 109 dan nilai maksimum pada Pendapatan Asli Daerah sebesar 120.

109
110

Sedangkan rata-rata dari Pendapatan Asli Daerah sebesar 114,09 dengann


tingkat standar deviasi sebesar 3,70%. Pendapatan Asli Daerah mengalami
penurunan, hal ini dikarenakan masih kurangnya Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Bandung untuk dapat mengurangi ketergantungan dari
Pemerintah pusat
3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung. Dana Alokasi Umum pada tahun 2012-2020 mengalami defisit
anggaran. Maka dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung pada tahun 2012-2020 dan masih
kurang dari 100% dan yang terealisasi tersebut tidak sesuai dengan target
anggarannya. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Dana Alokasi
Umum bahwa nilai minimum Dana Alokasi Umum sebesar 99%, dan nilai
maksimum sebesar 100%. Sedangkan nilai rata-rata dari Dana Alokasi
Umum sebesar 99,8% dengann tingkat standar deviasi sebesar 0,42%. Dana
Alokasi Umum pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung belum dapat
sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat didalam mengatur rumah tangga
daerah, yang ditunjukkan dengann adanya ketergantungan yang lebih besar
kepada Dana Alokasi Umum dibandingkan dengann Pendapatan Asli
Daerah dalam mendanai belanja daerah.
4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung. Belanja Modal pada tahun 2012-2020 mengalami defisit anggaran
dan masih kurang dari 100% dan yang terealisasi tersebut tidak sesuai
dengan target anggarannya. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada
Belanja Modal bahwa nilai minimum Belanja Modal sebesar 74%, dan nilai
maksimum sebesar 97%. Sedangkan nilai rata-rata dari Belanja Modal
sebesar 86,64% dengann tingkat standar deviasi sebesar 8,12%. Hal ini
dikarenakan Pemerintah Kabupaten Bandung belum bisa mengalokasikan
dana secara tepat untuk pembangunan infrastruktur daerahnya karena
semakin rendah belanja modal itu artinya belanja yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kabupaten Bandung masih banyak dialokasikan untuk belanja
diluar belanja modal. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus mampu
111

mengoptimalkan belanja daerah digunakan untuk ha-hal yang berdampak


positif terhadap daerahnya sehingga akan meningkatkan Kemandirian
Keuangan Daerah Kabupaten Bandung.
5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung. Belanja Pegawai pada tahun 2012-2020 mengalami defisit
anggaran dan masih kurang dari 100% dan yang terealisasi tersebut tidak
sesuai dengan target anggarannya. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada
Belanja Pegawai bahwa nilai minimum Belanja Pegawai sebesar 88% dan
nilai maksimum sebesar 95%. Sedangkan nilai rata-rata dari Dana Alokasi
Umum sebesar 90,89% dengann tingkat standar deviasi sebesar 2,30%. Hal
ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Bandung Tingginya belanja pegawai
tentunya akan berpengaruh terhadap realisasi belanja modal untuk
pembangunan hal ini disebabkan karena terjadinya kesenjangan dalam
anggaran APBD. Sehingga akan berimbas pada pembangunan yang berjalan
tidak baik dan maksimal.
6. Hasil Penelitian uji t dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendapatan Asli Daerah secara parsial berpengaruh signifikan positif
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Tahun
2012-2020. Penilaian tersebut didapatkan dari thitung Pendapatan Asli
Daerah sebesar 7,155 lebih besar dari ttabel sebesar 2,776.
b. Dana Alokasi umum secara parsial tidak berpengaruh terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2012-2020.
Penilaian tersebut didapatkan dari thitung Dana Alokasi Umum sebesar -
2,646 lebih kecil dari ttabel sebesar 2,776.
c. Belanja Modal secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2012-2020. Penilaian
tersebut didapatkan dari thitung -2,205 lebih kecil dari ttabel sebesar 2,776.
d. Belanja Pegawai secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2012-2020. Penilaian
tersebut didapatkan dari thitung -2,223 lebih kecil dari ttabel sebesar 2,776.
112

7. Berdasarkan hasil penelitian pada uji f, Pendapatan Asli Daerah, Dana


Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai secara bersama-sama
berpengaruh secara simultan terhadap Kemandirian Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012-2020. Penilaian
tersebut di dapat dari fhitung sebesar 27,809 lebih besar ftabel sebesar 6,256.
Sehingga dapat disimpulkan secara simultan berpengaruh signifikan.
Berdasarkan hasil pengujian koefisien berganda. Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Belanja Pegawai memiliki
hubungan simultan (bersama-sama) terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah yang sangat kuat sebesar 0,882 karena berada pada interval 0,80 –
1,000. Adapun nilai koefisien determinasi sebesar 77,8% yang
menunjukkan arti bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal dan Belanja Pegawai memberian pengaruh simultan
(bersama-sama) yang tinggi sebesar 77,8% terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah. Sedangkan sisanya sebesar 22,2% dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka penulis memberian saran sebagai
berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian yang dilakukan oleh penulis masih memiliki keterbatasan, baik
dalam pemilihan sampel maupun output dari pengujian. Hal ini sesuai
dengan hasil koefisien determinasi yang menunjukkan bahwa 22,2% ada
variabel yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Untuk penelitian
selanjutnya, penulis menyarankan untuk menambahkan jumlah sampel serta
menambah variabel dalam penelitian untuk melihat variabel mana yang
mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah. Peneliti selanjutnya
diharapkan memperluas objek penelitian tidak hanya pada Pemerintah
Daerah Kabupaten Bandung saja tetapi diberbagai daerah sehingga
penelitiannya akan lebih mudah disimpulkan secara umum.
113

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Bandung


Bagi Pemerintah Kabupaten Bandung, Bagi Pemerintah Kabupaten
Bandung, Diharapkan pemerintah dapat lebih mampu mengelola keuangan
daerahnya dan meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pengoptimalan
potensi sumber daya yang ada. Peningkatan PAD bisa dilakukan Pemerintah
Daerah dengan cara melaksanakan secara optimal pemungutan pajak dan
retribusi daerah. Selain itu Pemerintah daerah harus berusaha mencari
alternatif-alternatif yang memungkinkan untuk dapat mengatasi kekurangan
pembiayaannya, dan hal ini memerlukan kreativitas dari aparat pelaksaan
keuangan daerah untuk mencari sumber-sumber pembiayaan baru baik
melalui program kerjasama pembiayaan dengan pihak swasta dan juga
program peningkatan PAD, misalnya pendirian BUMD sektor potensial
dalam rangka mengurangi ketergantungan Daerah terhadap bantuan dari
pihak pusat maupun daerah. Pemerintah atau pihak terkait juga sebaiknya
merevisi dasar acuan dalam menetapkan anggaran penerimaan daerah
sehingga anggaran yang ditetapkan dapat terealisasi dengan baik. Sehingga
kedepannya Pemerintah daerah Kabupaten Bandung dapat tumbuh menjadi
kabupaten yang mandiri, mampu mengelola keuangan dengan baik dan
benar, serta sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan di masa yang akan
datang dalam melakukan segala urusannya agar tidak bergantung pada
bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dan kesejahteraan
masyarakat lebih meningkat.
3. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan
membayar pajak daerah dan diharapkan aktif mengontrol dan menilai
kinerja pemerintah daerah sebagai pengelola keuangan daerah, melalui
wakil rakyat di DPRD maupun melalui Lembaga-lembaga Sosial
Masyarakat (LSM). Serta masyarakat dapat ikut serta berkontribusi dalam
mengevaluasi untuk meningkatkan tingkat kemandirian keuangan daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:
Anggoro, D. D. (2017). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Malang: UB Press.

Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Bastian, I. (2013). Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Erlangga.

Danang, S. (2013). Metodologi Penelitian Akuntansi. Bandung: PT. Refika


Aditama Anggota Ikapi.

Endrayangto, W. S. (2019). Statistika Untuk Penelitian . Yogyakarta: Graham Ilmu.

Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengann Program IBM SPSS 25.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gunawan, I. (2016). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.

Halim. (2014). Manajemen Keuangan Sektor Publik problematika penerimaan dan


pengeluaran pemerintah. Jakarta: Salemba Empat.

Halim, A. (2012). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta:


Penerbit Salemba Empat.

Hasanah, N. &. (2017). Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: In Media.

Kertabudi, D. (2014). Pajak Daerah Dalam Transisi Otonomi Daerah. Kabupaten


Bandung: Serang.

Mahmudi. (2013). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Sekolah Tinggi


Ilmu Manajemen YKPN.

Mahmudi. (2016). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Edisi 3).


Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.

Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2018. Yogyakarta: Andi.

Nazir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nordiawan, D. (2017). Anggaran Di suatu Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat.

114
115

Chairil Anwar Pohan. (2017). Pembahasan Komprehensif Pengantar Perpajakan


Teori dan Konsep Hukum Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Riduwan. (2015). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Robert. (2019). Studi Kasus Desain & Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudaryo. (2017). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.

Sudaryono. (2018). Metodologi Penelitian. Depok: Raja Grafindo.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


PT. Alfabeta.

Sujarweni, V. W. (2019). Metodologi Penelitian-Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta:


PT. Pustaka Baru.

Widodo. (2017). Metodologi Penelitian Populer Dan Praktis. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Sumber Peraturan Perundang-Undangan:


Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Tahun 2011.
Tentang Deskripsi dan Analisis APBD

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 101/PMK.02/2011 Tentang


Klasifikasi Anggaran

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi


Pemerintah

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomo 9 Tahun 2020 Tentang Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Anggaran


Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019

Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah


dan Retribusi Daerah

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan


Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah


116

Sumber Jurnal:
Anggi Pratama Nasution,S.E, M.Si, Bagus Handoko, S.E, M.Si, Ilham Rizki Adi
Pohan, SE (2018). Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Transfer
Pemerintah Pusat dan Efesiensi Belanja Daerah Terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara 2018.
Jurnal Akuntansi Bisnis & Publik Volume 9 Nomor 1, Agustus 2018.
(ISSN: 2087-4669).
Bayu Adji Dharmawan, Ihyaul Ulum, dan Endang Dwi Wahyuni (2020). Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
Pada Kemandirian Daerah Di Badan Keuangan Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan 2013-2017. Jurnal Akuntansi Indonesia Volume 16
Nomor 2, Agustus 2020. (P-ISSN: 1829-8532 E-ISSN: 2614-2252).

Ema Nur Indah Fitriyangi, Agus Endro Suwarno (2022). Pengaruh PAD, DAU,
Belanja Modal, Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah. Jurnal Prosiding Senapan Seminar Akuntansi Volume
1, Nomor 1, 1 Mei 2021. Hal 61-69. (ISSN 2776-2092).

Eny Wahyuni dan Lilis Ardini (2018). Pengaruh Kinerja Pendapatan Asli Daerah,
Belanja Modal, dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 7, Nomor 6,
Juni 2018. (e-ISSN: 2460-0585).

Eve Ida Malau, Eka Pratiwi Septania Parapat (2020). Pengaruh Pendapat Asli
Daerah (PAD) dan Belanja Modal Terhadap Kemandirian Keuangan
Daerah. Jurnal EK & BI, Volume 3 Nomor 2 Desember 2020, (E-ISSN:
2621-4695 ISSN: 2620-7443).

Nareswari Listya Nindita dan Sri Rahayu (2018). Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),
Serta Belanja Modal Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kabupaten /Kota. Journal Accounting and Finance Volume 2 Nomor 1
Maret 2018. (E-ISSN 2581-1088).

R. Neneng Rina Andriani, Nisa Noor Wahid (2018). Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah dan Dana Perimbangan Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
(Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya Tahun 2006-2015). Jurnal
Akuntansi Vol. 13, Nomor 1 Januari-Juni 2018 30-39. (ISSN: 1907-9958).

Riska Afiatul Affiah, Sri Rahayu (2021). Pengaruh Belanja Modal, Dana Alokasi
Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten dan kota Pada Provinsi Jawa
Barat Tahun 2015-2018. e-Proceedling of Management Vol.8, No.2 April
2022. (ISSN: 2355-9357).
117

Sumber Lainnya:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210708/9/1415317/kemandirian-fiskal-daerah-
buruk-ruu-hkpd-diharapkan-bisa-jadi-solusi. Diakses pada 09 September
2021
https://jabarprov.go.id/index.php/news/34793/Pemkab_Bandung. Diakses pada 09
September 2021
https://repository.inaba.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1574&keywords=ke
mandirian+keuangan+daerah. Diakses pada 20 November 2021
https://repository.inaba.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1386&keywords=ke
mandirian+keuangan+daerah. Diakses pada 20 November 2021
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Variabel penelitian yang diolah SPSS 25.0


Belanja Kemandirian
Pendapatan Asli Dana Alokasi Belanja Modal
Tahun Pegawai Keuangan
Daerah (X1) Umum (X2) (X3)
(X4) Daerah (Y)
2012 114,85 100 86,72 95 12,62
2013 117,93 100 88,36 90,23 15,06
2014 120,26 100 73,54 91,28 17,38
2015 116,6 100 87,84 88,97 17,52
2016 112,59 100 91,45 89,76 18,59
2017 110,03 100 87,48 87,63 25,27
2018 111,12 100 73,65 90,52 17,63
2019 109,38 99,43 93,47 93,91 17,89
2020 114,03 98,8 97,23 90,73 19,06

Lampiran 2 Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten


Bandung di Provinsi Jawa Barat

Rasio
Total Pendapatan Pola Kemampuan
Realisasi PAD Kemandirian
Tahun Daerah Hubungan Keuangan
(Rp) Keuangan
(Rp) (%) (%)
Daerah (%)
Rendah
2012 366.316.690.578,00 2.902.414.601.182,00 12,62 Instruktif
Sekali
Rendah
2013 507.243.684.130,50 3.368.043.981.175,50 15,06 Instruktif
Sekali
Rendah
2014 702.045.372.759,08 4.038.777.825.787,08 17,38 Instruktif
Sekali
Rendah
2015 784.216.215.215,60 4.476.817.591.835,60 17,52 Instruktif
Sekali
Rendah
2016 856.514.244.254,37 4.607.669.372.893,37 18,59 Instruktif
Sekali
2017 1.288.971.770.680,24 5.081.260.297.655,24 25,27 Konsultatif Rendah
Rendah
2018 927.543.321.132,26 5.259.974.811.369,26 17,63 Instruktif
Sekali
2019 1.025.354.252.357,57 5.730.185.099.103,00 17,89 Instruktif Rendah
Sekali
2020 1.019.355.741.053,99 5345.992.773.327,00 19,06 Instruktif Rendah
Sekali
Sumber: Data diolah

118
119

Lampiran 3 Data Fenomena yang diolah ke SPSS 25.0


Tahun Realisasi Anggaran Rasio
PAD DAU Belanja Modal Belanja Pegawai Kemandirian
(RP) (RP) (RP) (RP) Keuangan
Daerah
(%)
2012 366.316.690.578 1.518.230.253.000 489.588.416.448 1.642.096.587.189 12,62
2013 507.243.684.130 1.730.063.709.000 449.078.124.664 1.835.236.943.975 15,06
2014 702.045.372.759 1.897.769.300.000 473.371.826.705 2.077.797.617.868 17,38
2015 784.216.215.215 1.957.538.845.000 708.464.526.697 2.034.705.180.786 17,52
2016 856.514.244.254 2.096.677.101.000 569.467.789.003 2.177.870.511.698 18,59
2017 1.288.971.770.680 2.059.845.225.000 628.497.495.405 2.040.022.998.438 25,27
2018 927.543.321.132 2.060.202.697.000 713.093.010.271 2.119.011.282.357 17,63
2019 1.025.354.252.357 2.149.817.107.000 1.088.249.765.480 2.442.139.184.821 17,89
2020 1.019.355.741.054 1.967.815.290.000 733.918.711.581 2.306.148.949.991 19,06
Sumber: Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung

Lampiran 4 Hasil Analisis Statistik Deskriptif


1. Kemandirian Keuangan Daerah
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
Kemandirian Keuangan
9 12,62 25,27 17,8911 3,40165
Daerah
Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
2. Pendapatan Asli Daerah
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
Pendapatan Asli
9 109 120 114,09 3,699
Daerah
Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
3. Dana Alokasi Umum
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
Dana Alokasi Umum 9 99 100 99,8 0,421
Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
120

4. Belanja Modal
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Belanja Modal 9 74 97 86,64 8,119


Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0
5. Belanja Pegawai
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
Belanja Pegawai 9 88 95 90,89 2,301
Valid N (listwise) 9
Sumber: Hasil pengolahan data dengann SPSS 25.0

Lampiran 5 Hasil Analisis Statistik Verifikatif


1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandarized Residual
N 9
Mean 0
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 1,60352944
Absolute 0,163
Most Extreme
Positive 0,163
Differences
Negative -0,139
Test Statistic 0,163
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.


121

b. Uji Multikolinearitas
Coeficients
Unstandarized Standarized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Model t Sig.
Std.
B Beta Tolerance VIF
Error
(Constant) 380,947 260,904 1,46 0,218
Pendapatan Asli
-0,442 0,229 -0,481 -1,934 0,125 0,898 1,114
Daerah
Dana Alokasi
1 -2,068 2,456 -0,256 -0,842 0,447 0,602 1,661
Umum
Belanja Modal -0,064 0,128 -0,152 -0,496 0,646 0,592 1,689

Belanja Pegawai -1,108 0,357 -0,749 -3,103 0,036 0,953 1,050

a. Dependent Variable: Kemandirian_Keuangan_Daerah

c. Uji Heteroskedastisitas
122

d. Uji Autokorelasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Durbin-Watson
Square Estimate
1 ,882a 0,778 0,556 2,268 3,380
a. Predictors: (Constant), Belanja Pegawai, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Belanja Modal
b. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah

2. Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Coeficients
Unstandarized Standarized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 361,694 169,726 2,131 0,1
Pendapatan Asli Daerah 36,687 5,128 1,821 7,155 0,002
1 Dana Alokasi Umum -46,415 17,538 -0,64 -2,646 0,057
Belanja Modal -8,175 3,707 -0,292 -2,205 0,092
Belanja Pegawai -9,200 4,138 -0,276 -2,223 0,09
a. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah

3. Hasil Uji Koefisien Korelasi Pearson

Correlations
Kemandirian Dana
Pendapatan Belanja Belanja
Keuangan Alokasi
Asli Daerah Modal Pegawai
Daerah Umum
Kemandirian Pearson Correlation 1 -0,489 -0,122 0,119 -,706*
Keuangan Sig. (2-tailed) 0,181 0,754 0,761 0,033
Daerah N 9 9 9 9 9
Pearson Correlation -0,489 1 0,221 -0,316 ,000
Pendapatan Sig. (2-tailed) 0,181 0,568 0,407 1,000
Asli Daerah
N 9 9 9 9 9
Pearson Correlation -0,122 0,221 1 -0,607 -0,197
Dana
Alokasi Sig. (2-tailed) 0,754 0,568 0,083 0,612
Umum
N 9 9 9 9 9
Pearson Correlation 0,119 -0,316 -0,607 1 0,049
Belanja
Modal Sig. (2-tailed) 0,761 0,407 0,083 ,900
N 9 9 9 9 9
Pearson Correlation -,706* ,000 -0,197 0,049 1
Belanja
Pegawai Sig. (2-tailed) 0,033 1,000 0,612 ,900
N 9 9 9 9 9
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
123

4. Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square
Estimate
1 ,882a 0,778 0,556 2,268
a. Predictors: (Constant), Belanja Pegawai, Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Belanja Modal
b. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah

Lampiran 6 Hasil Uji Hipotesis


1. Hasil Uji Parsial (Uji t)

Coeficients
Standarized
Unstandarized Coefficients
Coefficients
Model t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 361,694 169,726 2,131 ,100
Pendapatan Asli
36,687 5,128 1,821 7,155 0,002
Daerah
Dana Alokasi
1 -46,415 17,538 -0,64 -2,646 0,057
Umum
Belanja Modal -8,175 3,707 -0,292 -2,205 0,092

Belanja Pegawai -9,2 4,138 -0,276 -2,223 0,090


a. Dependent Variable: Kemandirian_Keuangan_Daerah

2. Hasil Uji Simultan (Uji f)

ANOVAa
Sum of Mean
Model df F Sig.
Squares Square
Regression 89,356 4 22,339 27,809 ,004b
1 Residual 3,213 4 0,803
Total 92,57 8
a. Dependent Variable: Kemandirian Keuangan Daerah
b. Predictors: (Constant), Belanja Pegawai, Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal, Pendapatan Asli_Daerah
124

Lampiran 7 Tabel Durbin Watson


k=1 k=2 k=3 k=4 k=5
n dL dU dL dU dL dU dL dU dL dU
6 0.6102 1.4002
7 0.6996 1.3564 0.4672 1.8964
8 0.7629 1.3324 0.5591 1.7771 0.3674 2.2866
9 0.8243 1.3199 0.6291 1.6993 0.4548 2.1282 0.2957 2.5881
10 0.8791 1.3197 0.6972 1.6413 0.5253 2.0163 0.3760 2.4137 0.2427 2.8217
11 0.9273 1.3241 0.7580 1.6044 0.5948 1.9280 0.4441 2.2833 0.3155 2.6446
12 0.9708 1.3314 0.8122 1.5794 0.6577 1.8640 0.5120 2.1766 0.3796 2.5061
13 1.0097 1.3404 0.8612 1.5621 0.7147 1.8159 0.5745 2.0943 0.4445 2.3897
14 1.0450 1.3503 0.9054 1.5507 0.7667 1.7788 0.6321 2.0296 0.5052 2.2959
15 1.0770 1.3605 0.9455 1.5432 0.8140 1.7501 0.6852 1.9774 0.5620 2.2198
16 1.1062 1.3709 0.9820 1.5386 0.8572 1.7277 0.7340 1.9351 0.6150 2.1567
17 1.1330 1.3812 1.0154 1.5361 0.8968 1.7101 0.7790 1.9005 0.6641 2.1041
18 1.1576 1.3913 1.0461 1.5353 0.9331 1.6961 0.8204 1.8719 0.7098 2.0600
19 1.1804 1.4012 1.0743 1.5355 0.9666 1.6851 0.8588 1.8482 0.7523 2.0226
20 1.2015 1.4107 1.1004 1.5367 0.9976 1.6763 0.8943 1.8283 0.7918 1.9908
21 1.2212 1.4200 1.1246 1.5385 1.0262 1.6694 0.9272 1.8116 0.8286 1.9635
22 1.2395 1.4289 1.1471 1.5408 1.0529 1.6640 0.9578 1.7974 0.8629 1.9400
23 1.2567 1.4375 1.1682 1.5435 1.0778 1.6597 0.9864 1.7855 0.8949 1.9196
24 1.2728 1.4458 1.1878 1.5464 1.1010 1.6565 1.0131 1.7753 0.9249 1.9018
25 1.2879 1.4537 1.2063 1.5495 1.1228 1.6540 1.0381 1.7666 0.9530 1.8863
26 1.3022 1.4614 1.2236 1.5528 1.1432 1.6523 1.0616 1.7591 0.9794 1.8727
27 1.3157 1.4688 1.2399 1.5562 1.1624 1.6510 1.0836 1.7527 1.0042 1.8608
28 1.3284 1.4759 1.2553 1.5596 1.1805 1.6503 1.1044 1.7473 1.0276 1.8502
29 1.3405 1.4828 1.2699 1.5631 1.1976 1.6499 1.1241 1.7426 1.0497 1.8409
30 1.3520 1.4894 1.2837 1.5666 1.2138 1.6498 1.1426 1.7386 1.0706 1.8326
31 1.3630 1.4957 1.2969 1.5701 1.2292 1.6500 1.1602 1.7352 1.0904 1.8252
32 1.3734 1.5019 1.3093 1.5736 1.2437 1.6505 1.1769 1.7323 1.1092 1.8187
33 1.3834 1.5078 1.3212 1.5770 1.2576 1.6511 1.1927 1.7298 1.1270 1.8128
34 1.3929 1.5136 1.3325 1.5805 1.2707 1.6519 1.2078 1.7277 1.1439 1.8076
35 1.4019 1.5191 1.3433 1.5838 1.2833 1.6528 1.2221 1.7259 1.1601 1.8029
36 1.4107 1.5245 1.3537 1.5872 1.2953 1.6539 1.2358 1.7245 1.1755 1.7987
37 1.4190 1.5297 1.3635 1.5904 1.3068 1.6550 1.2489 1.7233 1.1901 1.7950
38 1.4270 1.5348 1.3730 1.5937 1.3177 1.6563 1.2614 1.7223 1.2042 1.7916
39 1.4347 1.5396 1.3821 1.5969 1.3283 1.6575 1.2734 1.7215 1.2176 1.7886
40 1.4421 1.5444 1.3908 1.6000 1.3384 1.6589 1.2848 1.7209 1.2305 1.7859
41 1.4493 1.5490 1.3992 1.6031 1.3480 1.6603 1.2958 1.7205 1.2428 1.7835
42 1.4562 1.5534 1.4073 1.6061 1.3573 1.6617 1.3064 1.7202 1.2546 1.7814
43 1.4628 1.5577 1.4151 1.6091 1.3663 1.6632 1.3166 1.7200 1.2660 1.7794
44 1.4692 1.5619 1.4226 1.6120 1.3749 1.6647 1.3263 1.7200 1.2769 1.7777
45 1.4754 1.5660 1.4298 1.6148 1.3832 1.6662 1.3357 1.7200 1.2874 1.7762
46 1.4814 1.5700 1.4368 1.6176 1.3912 1.6677 1.3448 1.7201 1.2976 1.7748
47 1.4872 1.5739 1.4435 1.6204 1.3989 1.6692 1.3535 1.7203 1.3073 1.7736
48 1.4928 1.5776 1.4500 1.6231 1.4064 1.6708 1.3619 1.7206 1.3167 1.7725
49 1.4982 1.5813 1.4564 1.6257 1.4136 1.6723 1.3701 1.7210 1.3258 1.7716
50 1.5035 1.5849 1.4625 1.6283 1.4206 1.6739 1.3779 1.7214 1.3346 1.7708
125

Lampiran 8 Tabel Uji t


df=(n-k) α = 0.05 α = 0.025
1 6,314 12,706
2 2,920 4,303
3 2,353 3,182
4 2,132 2,776
5 2,015 2,571
6 1,943 2,447
7 1,895 2,365
8 1,860 2,306
9 1,833 2,262
10 1,812 2,228
11 1,796 2,201
12 1,782 2,179
13 1,771 2,160
14 1,761 2,145
15 1,753 2,131
16 1,746 2,120
17 1,740 2,110
18 1,734 2,101
19 1,729 2,093
20 1,725 2,086
21 1,721 2,080
22 1,717 2,074
23 1,714 2,069
24 1,711 2,064
25 1,708 2,060
26 1,706 2,056
27 1,703 2,052
28 1,701 2,048
29 1,699 2,045
30 1,697 2,042
31 1,696 2,040
32 1,694 2,037
33 1,692 2,035
34 1,691 2,032
35 1,690 2,030
36 1,688 2,028
37 1,687 2,026
38 1,686 2,024
39 1,685 2,023
40 1,684 2,021
41 1,683 2,020
126

Lampiran 9 Tabel Uji f

α =0,05 df =(k-1)
1
df =(n-k-
2 1) 1 2 3 4 5 6 7 8
1 161,448 199,500 215,707 224,583 230,162 233,986 236,768 238,883
2 18,513 19,000 19,164 19,247 19,296 19,330 19,353 19,371
3 10,128 9,552 9,277 9,117 9,013 8,941 8,887 8,845
4 7,709 6,944 6,591 6,388 6,256 6,163 6,094 6,041
5 6,608 5,786 5,409 5,192 5,050 4,950 4,876 4,818
6 5,987 5,143 4,757 4,534 4,387 4,284 4,207 4,147
7 5,591 4,737 4,347 4,120 3,972 3,866 3,787 3,726
8 5,318 4,459 4,066 3,838 3,687 3,581 3,500 3,438
9 5,117 4,256 3,863 3,633 3,482 3,374 3,293 3,230
10 4,965 4,103 3,708 3,478 3,326 3,217 3,135 3,072
11 4,844 3,982 3,587 3,357 3,204 3,095 3,012 2,948
12 4,747 3,885 3,490 3,259 3,106 2,996 2,913 2,849
13 4,667 3,806 3,411 3,179 3,025 2,915 2,832 2,767
14 4,600 3,739 3,344 3,112 2,958 2,848 2,764 2,699
15 4,543 3,682 3,287 3,056 2,901 2,790 2,707 2,641
16 4,494 3,634 3,239 3,007 2,852 2,741 2,657 2,591
17 4,451 3,592 3,197 2,965 2,810 2,699 2,614 2,548
18 4,414 3,555 3,160 2,928 2,773 2,661 2,577 2,510
19 4,381 3,522 3,127 2,895 2,740 2,628 2,544 2,477
20 4,351 3,493 3,098 2,866 2,711 2,599 2,514 2,447
21 4,325 3,467 3,072 2,840 2,685 2,573 2,488 2,420
22 4,301 3,443 3,049 2,817 2,661 2,549 2,464 2,397
23 4,279 3,422 3,028 2,796 2,640 2,528 2,442 2,375
24 4,260 3,403 3,009 2,776 2,621 2,508 2,423 2,355
25 4,242 3,385 2,991 2,759 2,603 2,490 2,405 2,337
26 4,225 3,369 2,975 2,743 2,587 2,474 2,388 2,321
27 4,210 3,354 2,960 2,728 2,572 2,459 2,373 2,305
28 4,196 3,340 2,947 2,714 2,558 2,445 2,359 2,291
29 4,183 3,328 2,934 2,701 2,545 2,432 2,346 2,278
30 4,171 3,316 2,922 2,690 2,534 2,421 2,334 2,266
31 4,160 3,305 2,911 2,679 2,523 2,409 2,323 2,255
32 4,149 3,295 2,901 2,668 2,512 2,399 2,313 2,244
127

Lampiran 10 Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten


Bandung
a. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2012
128

b. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2013


129
130

5. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2014


131
132

6. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2015


133
134

7. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2016


135
136

8. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2017


137
138

9. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2018


139
140

10. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2019


141
142

11. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2020


143

Anda mungkin juga menyukai