Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sampai saat ini mortalitas dan mordibitas neonatus pada bayi
preterm/premature masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas
organ pada bayi lahir seperti paru, otak dan gastrointestinal.
Di Negara barat sampai 80% dari kematian neonatus adalah akibat
prematuritas, dan pada bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan
dalam jangka panjang.Penyebab persalinan preterm sering dapat dikenali
dengan jelas.Namun, pada banyak kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui.
Beberapa faktor mempunyai andil dalam terjadinya persalinan preterm seperti
faktor pada ibu, faktor janin dan plasenta, ataupun faktor lain seperti
sosioekonomik.Berdasarkan uraian diatas, maka saya tertarik untuk membahas
tentang “Prematur”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Konsep Dasar Kehamilan Premature Imminens ?
2. Bagaiman Konsep Dasar Persalinan Premature?
3. Bagaimana Konsep Dasar Nifas Normal?
4. Bagaimana Konsep Dasar BBL Dengan BBLR?
5. Bagaimana Askeb Kebidanan Dari Kasus Diatas?

1.3 TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Kehamilan Premature Imminens
2. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Persalinan Premature
3. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Nifas Normal
4. Untuk Mengetahui Konsep Dasar BBL Dengan BBLR
5. Untuk Mengetahui Askeb Kebidanan Dari Kasus Diatas

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR KEHAMILAN PREMATURE IMMINENS


2.1.1 Pengertian
1. Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum waktunya, biasanya
kurang dari 37 minggu dengan berat badan bayi prematur antara
1.000-2.500 gram (suspardan, 2001:26 )
2. Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada minggu ke 37 usia
kehamilan (glover, 1995: 17)
3. Bayi prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi
lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram serta umur hamil
kurang dari 37 minggu (manuaba, 1998: 326)
4. Prematur imminens yaitu mengancam terjadinya persalinan
prematur tetapi masih dapat dipertahankan.
Berdasarkan atas timbulnya bermacam-macam
problematika pada derajat prematuritas maka usher (1975)
menggolongkan bayi tersebut dalam tiga kelompok :
a) Bayi yang sangat prematur (extremely premature ) : 24-30
minggu bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu masih
sangat sukar hidup terutama di negara yang belum atau
sedang berkembang .
b) Bayi pada derajat prematur sedang (moderately premature) :
31-36 minggu .
c) Borderingle premature : masa gestasi 37-38 minggu bayi ini
mempunyai sifat prematur dan matur. (Nita norma D,
Mustika Dwi S. 2013)
2.1.2 Etiologi
1. Faktor ibu
a) Gizi saat hamil yang kurang
b) Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

4
c) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
d) Penyakit menahun ibu : hipertensi , jantung, gangguan
pembuluh darah (perokok).
e) Faktor pekerja yang terlalu berat.
2. Faktor kehamilan
a) Hamil dengan hidramnion
b) Hamil ganda
c) Perdarahan antepartum
d) Komplikasi hamil : pre-eklamsisa/eklamsia , ketubah pecah
dini.
3. Faktor janin
a) Cacat bawaan
b) Infeksi dalam rahim
4. Keadaan sosial ekonomi rendah
5. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok.
6. Faktor yang masih mungkin belum diketahui. (Nita norma D,
Mustika Dwi S. 2013)

2.1.3 Tanda Dan Gejala


Partus prematurus imminens ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos
dari kewaspadaan tenaga medis. (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.1.4 Diagnosis
a. Kriteria
1. Usia gestasi 22-36 minggu
2. HIS 1kali/10menit /selama 30detik

4
3. Dilatasi serviks 2cm atau perubahan dilatasi pada waktu satu jam
4. Pendataran serviks >50-80%
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah rutin, Kimia darah, golongan ABO, faktor Rhesus
2. Urinalisis atau kultur Urin
3. Bakteriologi Vagina
4. Amniosentesis : Surfaktan
5. Gas dan PH darah janin
c. USG untuk mengetahui
1. Usia gestasi,Jumblah Janin,besar janin, kativitas Biofisik
2. Cacat Kongenital
3. Letak dan Maturasi Plasenta
4. Volume cairan tuba dan kelainan Uterus
d. CTG guna menilai
1. Kesejahteraan Janin
2. Frekuensi dan kekuatan kontraksi (Nita norma D, Mustika Dwi S.
2013)

2.1.5 Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens
yang terjadi adalah terjadinya persalinan premature.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak
dan immaturitas jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur
dibanding bayi aterm
5. Cerebral palsy

4
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan
sebelum aterm). (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.1.6 Penanganan
Prinsip penanganan Persalinan preterm lakukan evakuasi keadaan
umum ibu, upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Adapun  hal yang perlu diketahui dalam penanganan  umum persalinan
preterm adalah :
1. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan
prognosis daripada berat janin.
2. Demam atau tidak
3. Kondisi janin (jumlahnya, letak / presentasi, taksiran berat janin,
hidup/gawat janin/mati, kelainan kongenital dan sebagainya dengan
USG)
4. Letak plasenta perlu diketahui untuk mengantisipasi irisan sectio
cesarea
5. Fasilitas dari petugas yang mampu menangani calon bayi terutama
adanya seorang neonatologis, bila perlu dirujuk (Saifuddin, 2002).

2.1.7 Penatalaksanaan
a. Segera lakukan penilaian tentang :
1. Usia gestasi ( untuk prognosis)
2. Demam ada/tidak
3. Kondisi janin (jumlah, letak,TB) Hidup/gawat janin/mati,atau
kelainan Kongenital dll
4. Letak plasenta : perlukah SC
5. Kesiapan Untuk Menangani bayi prematur
b. Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya (ada 3)
1. Pertahankan Janin hingga kelahiran aterm
2. Tunda persalinan 2-3 hari untuk memberikan obat pematangan
paru janin

4
3. Biarkan terjadi persalinan
c. Penataklaksanaan belum dalam persalinan
1. Bedrest
2. Deteksi dan management faktor Resiko
3. Tokolitik
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi
penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagi induksi
maturasi paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu. Ibu
masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap his
dan pembukaan dan tindakan sebagai berikut:
- Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru
janin
- Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam
(atau berikan 4 dosis deksamethason 5 mg IM selang 6 jam)
- Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
- Pemberian obat-obatan tokolitik (Salbutamol, MgSo4,
Nifedipin, Nitrat)  tidak lebih dari 48 jam.Monitor keadaan
janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas,
kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau darah
pervaginam, DJJ, balance cairan , gula darah) Dosis
pemakaian obat tokolitik (Saifuddin, 2002).

2.1.8 Problematik Bayi Premature


Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur, oleh
sebab itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus
ibunya. Makin pendek masa kehamilanya makin kurang pertumbuhan alat-
alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi
dan makin tinggi kematiannya. Dalam hubungan ini sebagian besar
kematian perinatal terjadi pada bayi prematur.
Berdasarkan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam
tubunhnya baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul beberapa
kelainan diantaranya :

4
a. Suhu tubuh
 Pusat mengatur nafas badan masih belum sempurna
 Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah .
 Otot bayi masih lemah.
 Lemah kulit dan lemak coklat kurang sehingga cepat kehilangan
panas badan.
 Kemampuan metabolik panas masih rendah, sehingga bayi dengan
berat badan lahir perlu diperhatikan agar tidak terjadi atau banyak
kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan sekitar 38◦ C-
37◦C
b. Gangguan pernafasan
 Disebabkan oleh kurangnya surfaktan (rasio lesitin / sfingo myelin
kurang dari 2)
 Pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna
 Otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang muka
melengkung
 Penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita bayi premature
adalah penyakit membrane hialin dan aspirasi pheumonia
c. Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi
 Distensi abdomen akibat dari motalitas usus berkurang
 Volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan
lambung bertambah
 Daya untuk mencernakan dan mengabserbsi lemak, laktosa,
vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu
berkurang
d. Hepar yang belum matang (immature)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga
mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) sampai kern ikterus
e. Ginjal masih belum matang (immature)
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air
masih belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema

4
f. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh
(fragile), kekurangan faktor pembukuan seperti protrombin, faktor
vitamin, dan faktor christmas
g. Gangguan monologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya
kadar 19E gamma glubolin. Bayi premature relatif belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
peradangan masih belum baik.
h. Perdarahan intraventrikuler
Lebih dari 50% bayi premature menderita perdarahan
intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena bayi premature sering
menderita apnea asfiksia berat dan sindroma gangguan pernafasan
i. Pemberian O belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi
perdarahan dan nekrosis. (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.2 KONSEP DASAR PERSALINAN PREMATURE


2.2.1 Pengertian
Persalinan premature adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 – 37 minggu) atau dengan
berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221). Persalinan
premature merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan
kematian perinatal sebesar 65-75%, umunya berkaitan dengan berat lahir
rendah. (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.2.2 Etiologi
Mengenai penyebab belum banyak yang diketahui :
1. Eastman : kausa premature 61,9% kausa ignota (sebab yang
tidak diketahui)
2. Greenhill : kausa premature 60% kausa ignota (sebab yang
tidak diketahui)
3. Holmer : Sebagian besar tidak diketahui (Mochtar, 1998 :
219)

4
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan
premature dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :
1. Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia
5. Perokok berat dengan lebih dari 10 batang/hari
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari 20 tahun atau terlalu tua
diatas 35 tahun
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan
8. Penyulit kebidanan (Manuaba 1998 : 221)
Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya
persalinan premature diantaranya :
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre eklamsi
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta,
plasenta previa, pecahnya sinus marginalis
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini terjadi gawat janin,
temperatur tinggi
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini : serviks
inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amnionitis
Sedangkan menurut mochtar (1998 : 220), faktor yang mempengaruhi
prematuritas adalah sebagai berikut :
1. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kecing)
3. BB ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin : tidak syah 15% premature, kawin sah 13%
premature
5. Prenatal (antenatal) care
6. Anemia, penyakit jantung

4
7. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan premature, misalnya pada
plasenta previa, toksemia gravidarum, solusio plasenta, atau
kehamilan ganda. (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.2.3 Kondisi Yang Menimbulkan Kontraksi


Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi
spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin :
1. Kelainan bawaan uterus meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan
hubungan kejadian partus premature dengan kelainan uterus yang ada
2. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau
sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti
serviks inkompeten, hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan
serviks, dan lain-lain, infeksi asenden merupakan teori yang cukup
kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban pecah
3. Serviks inkompeten
Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus
prematur, riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dapat
terjadinya inkompeten. Mc.Donald menemukan 59% pasiennya pernah
mengalami dilatasi kuretase dan 8% mengalami konisasi, demikian
pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60% dari pasien
serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49%
mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam
4. Kehamilan ganda
Sebanyak 10% pasien dengan persalinan preterm ialah kehamilan
ganda dan secara umum kehamilan ganda mempunyai panjang usia
gestasi yang lebih pendek. (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.2.4 Tanda dan Gejala Persalinan Premature


1. Rasa tertekan dalam panggul atau rasa kencang pada abdomen

4
2. Bertambah banyaknya secret vagina
3. Kram usus
4. Kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan effecement
(penipisan). (Dr.Lyndon Saputra, 2014)

2.2.5 Faktor Resiko Prematuritas


Mayor
1. Kehamilan multipel
2. Hidramnion
3. Anomali uterus
4. Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
5. Serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu
6. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali
7. Riwayat persalinan prematur sebelumnya
8. Operasi abdominal pada kehamilan prematur
9. Riwayat operasi konisasi
10. Iritabilitas uterus ( cermin dunia kedikteran no. 145, 2004 31)
Minor
1. Penyakit yang disertai demam
2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
3. Riwayat pielonefritis
4. Merokok lebih dari 10 batang perhari
5. Riwayat abortus pada trimester II
6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali. (Nita norma D,
Mustika Dwi S. 2013)

2.2.6 Kriteria Diagnosis


Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan
259 hari.
1. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo
adanya pembukaan dan servisitis.

4
2. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-
80% , atau sedikitnya 2 cm.
3. Selaput ketuban seringkali telah pecah.
4. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku
menstruasi , rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang.
5. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah.
Diagnosis banding
- Kontraksi pada kehamilan preterm
- Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat. (Nita norma D,
Mustika Dwi S. 2013)

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Laboratorium
- Pemeriksaan kultur urine
- Pemeriksaan gas dan pH darah janin
- Pemeriksaan darah tepi ibu :
 Jumlah lekosit
 C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita yang
menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan
kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida
somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut
fraksi C.CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap
IL-1,IL-6,TNF.
2) Amniosentesis
- Hitung lekosit
- Pewarnaan Gram bakteri (+) pasti amnionitis
- Kultur
- Kadar IL-, IL-6 ()
- Kadar glukosa cairan amnion
3) Pemeriksaan ultrasonografi
- Oligohidramnion : Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara
oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum.

4
Vintzileos dkk. (1986) mendapati hubungan antara
oligohidramnion dengan koloni bakteri pada amnion.
- Penipisan serviks : lams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan
seriks < 3 cm (USG). Dapat dipastikan akan terjadi persalinan
preterm. Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat
menghindari manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus
KPD dan plasenta preia.
- Kardiotokografi : kesejahteraan janin , frekuensi dan kekuatan
kontraksi. (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.2.8 Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki resiko persalinan preterm akibat
amnionitis dan yang mengalami gejala persalinan preterm membakat harus
ditangani seksama untuk meningkatkan keluaran neonatal. Pada kasus-
kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani ekspektatif, harus
dilakukan intervensi, yaitu dengan :
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x
selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im) sampai 4
dosis.
Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen
inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2. Pemberian antibiotika
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan bahwa pemberian antibitika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan
sepsis neonatorum.
3. Pemberian tokolitik
a. Nifedipine 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6
jam. Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3
x 10 mg.

4
b. Golongan beta-mimetik
- Salbutamol
Per infus : 20 -50
μg/menit
Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance). (Nita norma D,
Mustika Dwi S. 2013)

2.2.9 Penanganan
Penanganan Persalinan Premature
Penanganan Umum :
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan umum
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi
Prinsip Penanganan :
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan
2. Apabila persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan
selanjutnya. (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.2.10 Model Pelahiran


Tim kebidanan, obstetri dan pediatri harus siap sedia untuk
merawat ibu dan bayi. Model pelahiran bergantung pada presentasi janin.
Jika presentasi adalah bokong, atau terdapat bayi kembar atau lebih, seksio
sesaria merupakan model pelahiran yang paling mungkin dipilih. Seksio
sesaria juga diindikasikan apabila ditemukan gangguan pada ibu atau
janin, seperti eklamsia berat yang disertai konvulsi. Kebanyakan
persalinan premature cenderung berlangsung dengan cepat dan dalam
durasi singkat, dan kemungkinan bayi akan lahir melalui vagina. Forcep
dapat digunakan untuk melindungi kepala janin guna mengurangi trauma
intrakranial. Ventosa tidak boleh digunakan pada bayi yang berusia kurang
dari 34 minggu karena dapat menyebabkan hemorragi dan trauma
intrakranial.
Idealnya persalinan dan pelahiran premature harus berlangsung di
unit rumah sakit konsultan, akan tetapi, bidan dapat juga dipanggil untuk

4
membantu ibu yang akan melahirkan di komunitas. Bidan harus meminta
bantuan tenaga bidan tambahan dan layanan paramedik, jika dilingkungan
tersebut tidak ada “regu penyelamat” obstetri. Bidan mungkin harus
meresusitasi dan mengintubasi bayi premature begitu bayi lahir dan
mengupayakan pemindahannya segera ke unit perawatan intensif
neonatus. (Holmes, Debbie, 2011)
2.2.11 Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan prematur, infeksi endometrium lebih
sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi.
Bayi-bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi,
Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang
menderita amnionitis memiliki resiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan
resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar. (Nita norma D, Mustika
Dwi S. 2013)

2.3 KONSEP DASAR MASA NIFAS dengan Infeksi


2.3.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari partus selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil,lamanya 6-8 minggu.
Pembagian pada masa nifas ada 3 periode :
a. Puerperium dini adalah kepulihan di mana ibu telah dibolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium untermedial adalah kepulihan menyeluruh,alat-alat
genetakinya yang lamanya 6-8 minggu
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan dan tahunan. (Anita Lockhart,
Dr.Lyndon Saputra. 2014)

4
2.3.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya.
2. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila tejadi
komplikasipada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi,KB, cara dan manfaat. menyusui, imunisasi serta perawatan
bayi sehari-hari.
4. Memberikan pelayanan KB
5. Memberikan kesehatan emosional pada ibu. (Anita Lockhart,
Dr.Lyndon Saputra. 2014)

2.3.3 Tahapan Masa Nifas


1) Puerperium Dini (immidiate puerperium)
Kepulihan dimana ibu tlah diperbolehkan untuk berjalan-
jalan,  Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
2) Puerperium Intermedial (early puerperium)
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
3) Remote Peurperium (later puerperium)
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan memiliki komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.
(Anita Lockhart, Dr.Lyndon Saputra. 2014)

2.3.4 Program dan Kebijakan Teknis


Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai
status ibu dan BBL, dan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani
masalah-masalah yang terjadi antara lain sebagai berikut :
Kunjungan Waktu Asuhan
I 6-8 jam post a. Mencegah perdarahan masa nifas
partum karena atonia uteri

4
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
pendarahan
c. Memberikan konseling pada ibu
mengenai bagaimana cara pencegahan
pendarahan
d. Pemberian ASI awal
e. Melakukan hubungan antara ibu dengan
bayi yang baru lahir
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hypothermi
II 6 hari post a. Memastikan involusi uterus berjalan
partum normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilikus dan tidak ada tanda-
tanda perdarahan abnormal
b. Menilai adaanya tanda-tanda demam,
infeksi, perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi,tali pusat
dan merawat bayi sehari-hari
III 2 minggu a. Memastikan involusi uterus berjalan
post partum normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilikus dan tidak ada tanda-
tanda perdarahan abnormal
b. Menilai adaanya tanda-tanda demam,
infeksi, perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makan,cairan dan istirahat  

4
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali pusat
dan merawat bayi sehari-hari
IV 6 minggu a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
post partum penyulit yang ia alami
b. Memberikan konseling untuk KB secara
dini, imunisasi, senam nifas, dan tanda-
tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan
bayi.
(Anita Lockhart, Dr.Lyndon Saputra. 2014)

2.3.5 PERUBAHAN FISIOLOGI MASA NIFAS


2.3.5.1 Perubahan fisiologi masa nifas pada sistem reproduksi
a) Uterus
1) Pengerutan rahim (Involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada
kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar
dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
neurotic (layu/mati).

Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan


pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU- nya (Tinggi
fundus uteri).

4
1. Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat
1000 gram.
2. Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari di bawah pusat.
3. Pada 1 minggu post partum, TFU teraba diatas simphisis
dengan berat 500 gram.
4. Pada 2 minggu post partum, TFU teraba di atas simphisis
dengan berat 350 gram.
5. Pada 6 minggu post partum, fundus uteri mengecil (tak
teraba) dengan berat 50 gram.
Perubahan ini berhubungan erat dengan perubahan
miometrium yang bersifat proteolisis.

Gambar : TFU pada proses involusi

Tabel 2.2 : Tinggi Fundus Uterus dan berat uterus menurut masa
involusi
Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan 500 gram
Pusat-symphisis
2 minggu Tidak teraba 350 gram
Diatas symphisis
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

4
Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain :
1. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan
jringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya
dari semula dan lima kali lebarnya dari sebelum hamil. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
2. Atrofi jaringan
Jaringan yang berpolifersi dengan adanya estrogen dalam
jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap
penghentin produksi estrogen yang menyerti pelepasan plasenta.
Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan
mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkn lapisan basal
yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
3. Efek oksitosin (kontraksi)
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan.

b) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
mengandung darah dan sisa jaringan desidu yang nekrotik dari dalam
uterus. Lokhea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat
orgnisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada
vaginal normal.lokhea tidak lain daripada sekret luka, yang berasal dari
luka dalam rahim terutama luka placenta. Sifat lokhea berubah seperti
sekret luka berubah menurut tingkat penyembuhan luka. Perubahan
lokhea berdasarkan warna dan waktu keluarnya :
a. Lochea rubra (cruenta) : berupa darah segar dan sisa selaput
ketuban, sel desidu, verniks caseosa, lanugo, dan mekonium,
selama 2 hari pertama nifas.

4
b. Lochea sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir,
pada hari 3-7 nifas
c. Lochea serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi,
pada hari ke 7-14 nifas.
d. Lochea alba : cairan putih, keluar setelah 2 minggu masa nifas.

Terdapat jenis lochea yang tidak normal, yaitu :

a. Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah


berbau busuk dan amis.
b. Locheastasis : lochea tidak lancar keluarnya.
Kalau lochea tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada
kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi
yang kurang sempurna yang sering disebabkan retroflexio uteri.
c) Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks :
1. Bentuk serviks agak menganga seperti corong, segera setelah
bayi lahir.
Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara corpus dan serviks
berbentuk semacam cincin.
2. Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan
pembuluh darah.
3. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau
perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama
berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke
keadaan seperti sebelum hamil.
4. Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus.
5. Setelah persalinan, ostium uteri eksterna dapat dimasuki oleh 2
hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks akan
menutup.
d) Vulva dan vagina
Perubahan pada vulva dan vagina adalah :

4
1. Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini
tetap berada dalam keadaan kendur.
2. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali ke keadaan tidak
hamil.
3. Setelah 3 minggu rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
e) Perineum
Perubahan yang terjadi pada perineum adalah :
1. Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak
maju.
2. Pada masa nifas hari ke 5, tonus otot perineum sudah kembali
seperti keadaan sebelum hamil, walaupun tetap lebih kendur dari
pada kedaan sebelum melahirkan. Untuk mengembalikan tonus
otot perineum, maka pada masa nifas perlu dilakukan senam
kegel.
2.3.5.2 Perubahan sistem pencernaan
Biasanya, ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu persalinan,alat pencernaan mengalami
tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, kurangnya asupan
cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh. Supaya buang air
besar kembali normal,dapat diatasi dengan diet tinggi serat,peningkatan
asupan cairan saat ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil dalm 2-3 hari
dapat diberikan obat laksansia.
2.3.5.3 Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung,biasanya ibu akan sulit untuk
buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari
keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung
kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kandung kemih

4
dalam masa nifas menjadi kurang sensitif dan kapasitas bertambah
sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine residual (normal
kurang lebih 15cc).
2.3.5.4 Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi muskuloskeletal ini mencakup : peningkatan berat badan,
bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas.
Namun demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal akan
berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah
melahirkan, untuk membantu mencegah kompllikasi dan mempercepat
involusi uteri.
2.3.5.5 Perubahan Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada
sistem endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut,
antara lain :
1. Hormon oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Hormon oksitosin
berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi
sehinga mencegah pendarahan.
2. Hormon prolaktin
Menurunkan kadar ekstrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar
pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi
susu.
3. Hormon estrogen dan progesterone
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti.
2.3.5.6 Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain:
1. Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5oC-
38oC). Sebagai akibat kerja keras saat melahirkan,  kehilangan
cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan akan

4
biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada
pembentukan ASI, buah dada akan menjadi bengkak, berwarna
merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan
adanya infeksi pada endometrium, mastitis, dan lain-lain.
2. Nadi
Denyut nadi orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi  itu akan lebih cepat. Setiap
denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini
mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan post partum yang
tertunda.
3. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada post partum dapat menandakan
terjadinya pre-eklamsi post partum.
4. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal
pernafasan juga akan akan mengikutinya kecuali ada gangguan
khusus pada saluran pernafasan 
2.3.5.7 Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 CC.
Bila persalinan dengan Sectio Caesaria kehilangan darah bisa dua kali
lipat. Apabila pada persalinan pervaginam haemokonsentrasi akan naik
dan pada  Seksio sesarea haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali
normal setelah 4-6 minggu. Meskipun kadar estrogen mengalami
penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih
tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung
cairan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah
harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada
ambulasi dini
2.3.5.8 Perubahan Perubahan Hematologi

4
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan,  kadar fibrinogen dan
plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama
post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi
darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Pada ibu masa nifas 72 jam
pertama biasanya akan kehilangan volume plasma daripada sel
darah,  penurunan plasma ditambah peningkatan sel darah pada waktu
kehamilan diasosikan dengan peningkatan hematoktir dan haemoglobin
pada hari ketiga sampai tujuh hari setelah persalinan. (Nita norma D,
Mustika Dwi S. 2013) 

2.3.6 Proses Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas


Wanita banyak mengalami perubahan emosi pada awal masa nifas
sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Sangat penting bagi
bidan untuk memantau perkembangan penyesuaian psikologis yang
normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan
khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari
penyesuian yang normal yang umum terjadi. Adaptasi psikologi ibu nifas
dibagi 3 yaitu :
1. Fase taking in
Fase ini adalah fase ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama
proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat
ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah
tersinggung. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra
makanan untuk proses pemulihannya.
2. Fase taking hold
Fase ini  berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada
fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawab dalam merawat bayinya. Selain itu perasaannya
mudah tersinggung dan komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena

4
itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan
yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri
dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
3. Fase leting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. (Nita norma D,
Mustika Dwi S. 2013)

2.3.7 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas


2.3.7.1 Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
1. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
2. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral,
dan vitamin yang cukup
3. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum
setiap kali menyusui)
4. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca bersalin
5. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan
vitamin A kepada bayinya melalui ASI nya 
2.3.7.2  Ambulasi/Mobilisasi
Ambulasi dapat dilakukan dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus
sudah bisa melakukan mobilisasi yang dapat dilakukan secara perlahan-
lahan dan bertahap diawali dengan miring kanan atau kiri terlebih dahulu,
kemudian duduk dan berangsur-angsur untuk berdiri dan jalan.
a. Manfaat mobilisasi Dini (Early mobilization) yaitu:
1) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium
2) Mempercepat involusi alat kandungan
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga
mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme

4
b.  Keuntungan ambulasi dini adalah :
1) Ibu merasa lebih sehat dan  kuat.
2) Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.
3) Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu.
4) Mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai 
5) Sesuai dengan keadaan Indonesia ( sosial ekonomis )
c. Tahap-tahap Mobilisasi Dini
Menurut Carpenito (2000), tahap-tahap dalam mobilisasi
dini terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentan gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif, misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan
kaki pasien
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta
sendi dengan menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya,
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktivitas yang diperlukan.
Pelaksanaan mobilisasi dini terdiri dari tahap-tahap sebagai
berikut tidur terlentang dulu selama 8 jam, kemudian boleh
miring-miring, duduk, berdiri dan bejalan-jalan. Sebelum
melakukan mobilisasi terlebih dahulu melakukan nafas dalam
dan latihan kaki sederhana. Tahapan mobilisasi dapat membantu
tubuh melakukan adaptasi dengan baik sehingga tidak
menimbulkan keluhan lain yang tidak di harapkan.Gerakan
mobilisasi ini diawali dengan gerakan ringan seperti :
a) Miring ke kiri-kanan
Memiringkan badan kekiri dan kekanan merupakan
mobilisasi paling ringan dan yang paling baik dilakukan

4
pertama kali. Disamping dapat mempercepat proses
penyembuhan, gerakan ini juga mempercepat proses
kembalinya fungsi usus dan kandung kemih secara
normal.
b) Menggerakkan kaki
Setelah mengembalikan badan ke kanan dan ke kiri,
mulai gerakan kedua belah kaki. Mitos yang menyatakan
bahwa hal ini tidak boleh dilakukan karena dapat
menyebabkan timbulnya varices adalah salah total. Justru
bila kaki tidak digerakkan dan terlalu lama diatas tempat
tidur dapat menyebabkan terjadinya pembekuan pembuluh
darah batik yang dapat menyebabkan varices ataupun
infeksi.
c) Duduk
Setelah merasa lebih ringan cobalah untuk duduk di
tempat tidur. Bila merasa tidak nyaman jangan dipaksakan
lakukan perlahan-lahan sampai terasa nyaman.
d) Berdiri atau turun dari tempat tidur
Jika duduk tidak menyebabkan rasa pusing,
teruskanlah dengan mencoba turun dari tempat tidur dan
berdiri. Bila tersa sakit atau ada keluhan, sebaiknya
hentikan dulu dan dicoba lagi setelah kondisi terasa lebih
nyaman.
e) Ke kamar  mandi
Hal ini harus dicoba setelah memastikan bahwa
keadaan ibu benar - benar baik dan tidak ada keluhan. Hal
ini bermanfaat untuk melatih mental karena adanya rasa
takut pasca persalinan.
2.3.7.3 Eliminasi BAK/BAB
Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam. Ibu
diusahakan mampu buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan tindakan
berikut ini :

4
1) Dirangsang dengan mengalirkan air keran di dekat klien
2) Mengompres air hangat diatas simpisis
3) Saat site bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK

Biasanya 2-3 hari post partum masih susah BAB maka sebaiknya
diberikan laksan atau paraffin (1-2 hari post partum), atau pada hari ke-3
diberi laksa supositoria dan minum air hangat. Berikut adalah cara agar
dapat BAB dengan teratur:

1) Diet teratur
2) Pemberian cairan yang banyak
3) Ambulasi yang baik
4) Bila takut buang air besar secara episiotomi, maka diberikan laksan
suposotria
2.3.7.4 Kebersihan Diri/Perineum
1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
2) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kemaluan dengan
sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan
daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru
kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan kepada
ibu untuk membersihkan vulva setiap kali buang air besar atau buang
air kecil.
3) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah
dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau
disetrika.
4) Sarankan ibu untuk cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
5) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada
ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.
2.3.7.5 Istirahat
1) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan

4
2) Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi
tidur
3) Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
a. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
b. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak
perdarahan
c. Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk
merawat bayi dan dirinya sendiri 
2.3.7.6 Seksual
1) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke
dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu
tidak merasa nyeri, aman untuk memulai, melakukan hubungan
suami istri kapan saja ibu siap
2) Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami
istri sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu
setelah persalinan. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan
2.3.7.7 Perawatan Payudara
1) Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil
supaya puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya
2) Perlu dilakukan perawatan payudara pada ibu nifas
3) Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara :
pembalutan payudara sampai tertekan, pemberian obat estrogen
4) Untuk supresi LH seperti tablet Lynoral dan Pardolel. (Anita
Lockhart, Dr.Lyndon Saputra. 2014)

2.3.8 Infeksi Kala Nifas


Setelah persalinan terjadi beberapa perubahan penting di antaranya
makin meningkatnya pembentukan urin untuk mengurangi hemodilusi

4
darah, terjadi penyerapan beberapa bahan tertentu melalui pembuluh darah
vena sehingga terjadi peningkatan suhu badan sekitar 0,5 derajat celcius
yang bukan merupakan keadaan yang patologis atau menyimpang pada
hari pertama. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya
kuman ke dalam tubuh sehinga menimbulkan infeksi pada kala nifas.
Infeksi pada kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat
genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan
meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung hari pertama
dan berturut-turut selama 2 hari.
2.3.8.1 Faktor Predisposisi Infeksi Kala Nifas
Faktor Predisposisi Infeksi Kala Nifas, diantaranya :
1. Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar
2. Tindakan operasi persalinan
3. Tertinggalnya placenta selaput ketuban dan bekuan darah
4. Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi 6
jam
5. Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum yaitu perdarahan
antepartum dan postpartum, anemia pada saat kehamilan, malnutrisi,
kelelahan, dan ibu hamil dengan penyakit infeksi.
2.3.8.2 Mekanisme Terjadinya Infeksi Kala Nifas
 Terjadinya infeksi kala nifas adalah sebagai berikut :
1. Manipulasi penolong : terlalu sering mellakukan pemeriksaan
dalam, alat yang dipakai kurang suci hama.
2. Infeksi yang didapat di rumah sakit (nosokomial)
3. Hubungan seks menjelang persalinan
4. Sudah terdapat infeksi intrapartum : persalinan lama terlantar,
ketuban pecah lebih dari 6 jam, terdapat pusat infeksi dalam
tubuh (lokal infeksi).
 Bentuk infeksi kala nifas bervariasi dari yang bersifat lokal sampai
terjadi sepsis dan kematian puerperium. Bentuk infeksi dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Bentuk infeksi lokal

4
- Infeksi pada luka episiotomi
- Infeksi pada vagina
- Infeksi pada seriks yang luka
2. Bentuk infeksi general (menyebar)
- Parametritis
- Peritonitas
- Sepsikemi dan piemia
3. Penyebaran infeksi kala nifas dapat melalui :’
- Berkelanjutan perkontinuitatum
- Melalui pembuluh darah
- Melalui pembuluh limfe
- Penyebaran melalui bekas implantasi plasenta
2.3.8.3 Gambaran Klinis
Gambaran klinis infeksi kala nifas dapat dalam bentuk :
a. Infeksi lokal
- Pembengkakan luka episiotomi
- Terjadi pemanahan
- Perubahan warna lokal
- Pengeluaran lokhea bercampur darah
- Mobilisasi terbatas karena rasa nyeri
- Temperatur badan dapat meningkat
b. Infeksi umum
- Tampak sakit dan lemah
- Temperatur meningkat di atas 39o celcius
- Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat
- Pernapasan dapat meningkat dan terasa sesak
- Kesadaran gelisah sampai menurun dan koma
- Terjadi gangguan involusi uterus
- Lokhea berbau dan bernanah serta kotor.

4
Dengan gambaran klinik tersebut bidan dapat menegakkan diagnosis
infeksi kala nifas. Pada kasus dengan infeksi ringan, bidan dapat
memberikan pengobatan, sedangkan infeksi kala nifas yang berat
sebaiknya bidan berkonsultasi atau merujuk penderita.

Persalinan normal yang ditolong dengan baik tidak terlalu banyak


terjadi infeksi kala nifas.

2.3.8.4 Upaya menurunkan infeksi kala nifas


a. Pencegahan pada waktu hamil
- Meningkatkan keadaan umum penderita
- Mengurangi faktor predisposisi infeksi kala nifas
b. Saat persalinan
- Perlukaan dikurangi sebanyak mungkin
- Perlukaan yang terjadi dirawat sebaik-baiknya
- Mencegah terjadi perdarahan postpartum
- Kurang melakukan pemeriksaan dalam
- Hindari persalinan yang berlansung lama
c. Kala nifas
- Lakukan mobilisasi dini
- Perlukaan dirawat dengan baik
- Rawat gabung dengan isolasi untuk mengurangi infeksi
nosokomial.
2.3.8.5 Pengobatan Infeksi Kala Nifas
Perlukaan jalan lahir sudah dapat dipastikan terjadi pada setiap
persalinan yang akan menjadi jalan masuknya bakteri yang bersifat
komensial dan menjadi infeksius. Pertolongan persalinan yang bersih tidak
memerlukan pengobatan umum tetapi pada persalinan yang di duga akan
dapat terjadi infeksi kala nifas memerlukan profilaksis antibiotika. Bidan
masih diperkenankan untuk memberikan antibiotika ringan seperti
penisilin kapsul, preparat sulfat dan sebagainya. Disamping itu perawatan
luka lokal perlu dilakukan sehingga mengurangi penyebaran infeksi kala
nifas.

4
Pada kasus dengan infeksi kala nifas yang berat sebaiknya dirujuk
dan dikonsultasikan sehingga mendapat pengobatan yang adekuat.
Sebagian infeksi kala nifas yang berat perlu dirawat di rs, seningga dapat
dilakukan observasi, karena dapat dilakukan tindakan operasi untuk
menyelamatkan jiwa penderita. (Nita norma D, Mustika Dwi S. 2013)

2.4 KONSEP DASAR BBL dengan BERAT BADAN LAHIR RENDAH


2.4.1 Pengertian
Menurut WHO, bayi premature adalah bayi lahir hidup sebelum
usia kehamilan minggu ke 37 ( dihitung dari hari pertama haid terakhir).
The American Academy of Pediatric, mengambil batasan 38 minggu untuk
menyebut premature.
Bayi premature atau bayi preterm adalah bayi yang berumur
kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat badan. Sebagian besar
bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram adalah bayi
premature.(Surasmi, Asrining, 2003)

2.4.2 Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.
Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta
seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR.
1. Faktor ibu
a. Penyakit ( malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-
lain )
b. Komplikasi pada kehamilan Ex: perdarahan antepartum, pre-
eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas ( <20 tahun / >35 tahun )
d. Faktor kebiasaan ibu Ex: perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu
pengguna narkotika.
2. Faktor Janin (Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda
(gemeli), kelainan kromosom).

4
3. Faktor Lingkungan(tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-
ekonomi dan paparan zat-zat racun). (Surasmi, Asrining, 2003)

2.4.3 Klasifikasi BBLR


1. Prematuritas Murni
Adalah bayi lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia
kehamilan kehamilan.
Gambaran klinik
a. Berat < 2500, Panjang Badan 45 cm
b. Lingkar kepala kurang 33, lingkar dada kurang
30
c. Masa kehamilan kurang 37 minggu
d. Kulit bayi tipis dan transparan, lanugo banyak,
lemak subcutan kurang
e. Kepala lebih besar daripada badan
f. Otot hypotonic-lemah
g. Tangis lemah, pernafasan tidak teratur, dan
sering apnoe
h. Reflek tonick leher lemah dan reflek moro
positif
i. Pernafasan 45-50 x/menit
j. Frekuensi nadi 100-140 x.menit
2. Dismaturitas
Adalah Bayi baru lahir yang mempunyai berat badan
kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan, ini
menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin.
Komplikasi Bayi Dismatur
a. Aspirasi meconium
b. Jumlah hemoglobinnya tinggi, sering diikuti ikterus
c. Hipoglikemia disebabkan oleh berkurangnya cadangan
glikogen hati dan meningginya metabolisme bayi

4
d. Keadaan lain yang dapat terjadi : asfiksi, perdarahan,
hipotermi, cacat bawaan akibat kelainan kromosom.
(Surasmi, Asrining, 2003)

2.4.4 Penilaian Bayi Baru Lahir


2.4.4.1 Ballard Score
Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada
prosedur ini penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan
bayi yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan selama
beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah
dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan
maturitas fisik.
a. Maturitas Neuromuskular

1. Postur
Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan
terlentang dan pemeriksa menunggu sampai bayi menjadi
tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemukan
terlentang, dapat dilakukan manipulasi ringan dari
ekstremitas dengan memfleksikan jika ekstensi atau
sebaliknya.

4
4
2. Jendela Pergelangan Tangan
Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan menekan
punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut.
Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi
dari preterm hingga posterm diperkirakan berturut-turut >
90 °, 90 °, 60 °, 45 °, 30 °, dan 0 °

3. Gerakan Lengan Membalik


Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi
terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan
bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu
rentangkan kedua lengan dan lepaskan.
Skor 0: tangan tetap terentang/ gerakan acak
Skor 1: fleksi parsial 140-180 °
Skor 2: fleksi parsial 110-140 °
Skor 3: fleksi parsial 90-100 °
Skor 4: kembali ke fleksi penuh

4
4. Sudut Poplitea
Dengan bayi berbaring telentang, dan tanpa popok,
paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut
tertekuk penuh
Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti
terhadap ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk antara paha
dan betis di daerah popliteal

5. Tanda Selendang
Bayi berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan
kepala bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong tangan
bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu
jari dari tangan sisi lain pemeriksa diletakkan pada siku
bayi. Amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan
dengan angka
- Penuh pada tingkat leher (-1)
- Garis aksila kontralateral (0)
- Kontralateral baris puting (1)
- Prosesus xyphoid (2)
- Garis puting ipsilateral (3)
- Garis aksila ipsilateral (4)

4
\\

6. Lutut ke Telinga
Posisi bayi terlentang, pegang kaki bayi dengan ibu
jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala
tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan
meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta
tingkat ekstensi lutut. Hasil dicatat, ketika tumit berada
pada atau dekat:
- Telinga (-1)
- Hidung (0)
- Dagu (1)
- Puting baris (2)
- Daerah pusar (3)
- Lipatan femoralis (4)

4
b. Maturitas Fisik

1.  Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan
struktur intrinsiknya bersamaan dengan hilangnya secara
bertahap dari lapisan pelindung, yaitu vernix caseosa
Oleh karena itu kulit menebal, mengering dan
menjadi keriput dan / atau mengelupas dan dapat timbul
ruam selama pematangan janin
2. Lanugo
Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh
fetus. Lanugo mulai tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25
minggu dan biasanya sangat banyak, terutama di bahu dan
punggung atas ketika memasuki minggu ke 28

4
3. Permukaan Plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian
anterior ini kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi
ketika di dalam kandungan.
Bayi very premature dan extremely immature tidak
mempunyai garis pada telapak kaki. Untuk menilai
maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan permukaan plantar
maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumit
jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -2, untuk jarak
antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1

4. Payudara
Pemeriksa menilai ukuran areola dan menilai ada
atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan papila
Montgomery. Kemudian dilakukan palpasi jaringan
mammae di bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk
untuk mengukur diameternya dalam milimeter 9.

4
5. Mata/Telinga
Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi
ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun
telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan pemeriksa
mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika
dilepaskan ke posisi semulanya
Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap
terlipat ketika dilepaskan.
Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan
berdasarkan perkembangan palpebra. Pemeriksa berusaha
membuka dan memisahkan palpebra superior dan inferior
dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari.

6. Genital (Pria)
Testis pada fetus mulai turun dari cavum
peritoneum ke dalam scrotum kurang lebih pada minggu ke
30 gestasi

4
7. Genetalia wanita
Pada neonatus extremely premature labia datar dan
klitoris sangat menonjol dan menyerupai penis

Aplikasi Pengkajian Usia Gestasi :


a. Ketika dicocokkan dengan standar, penilaian maturitas di
dalam format NBS, nilai pengkajian usia gestasi
menghasilkan usia gestasi yang akurat dalam rentang 2
minggu. BBL kemudian dimasukkan kedalam salah satu
kategori berikut :
Kurang Bulan : usia gestasi kurang dari 38 minggu
Cukup Bulan : Usia gestasi 38 sampai 42 minggu
Lewat Bulan : Usia gestasi lebih dari 42 minggu
b. Penelitian yang lebih baru mempelajari berat lahir dan
dibandingkan dengan usia gestasi yang ditetapkan oleh nilai
Ballard dan Ultrasonografi.Bidan sebaiknya menggunakan
tabel yang berisi data antropomorfik yang sesuai dengan
daerahnya.
c. Setelah memiliki bagan hubungan berat lahir dan usia
gestasi,bidan menggolongkan BBL ke dalam 3 kategori :
Kecil Masa Kehamilan (KMK)
Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
Besar Masa Kehamilan (BMK). (Medical Mini Note. 2016)

4
2.4.4.2 Downe Score
Kreteria 0 1 2
Pernapasan <60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis
sianosis dengan menetap
pemberian walaupun diberi
oksigen oksigen
Air entry Udara masuk Penurunan Tidak ada udara
bilateral baik ringan udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan dengan alat
stetoskop bantu
Evaluasi
Total Diagnosis
<4 Gangguan pernapasan ringan
4-5 Gangguan pernapasan sedang
>6 Gangguan pernapasan berat, diperlukan analisis gas
darah
(Medical Mini Note. 2016)

2.4.5 Diagnosis Dan Gejala Klinik


1. Sebelum Bayi Lahir
a. Pada anamnesa sering di jumpai riwayat abortus, partus
prematurus dan lahir mati
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan
c. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin
lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut
d. Pertambahan berat badan ibu agak lambat dan tidak sesuai
menurut yang seharus nya

4
e. Sering dijumpai kehamilan dengan olygohidramnion atau
hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut
toksemia gravidarum atau perdarahan antepartum
2. Setelah Bayi Lahir
a. Bayi dengan retradarsi intrauterine tampak seperti bayi kelaparan,
tanda – tandanya adalah :
- Tengkorak kepala keras
- Gerakan bayi terbatas
- Vernik kaseosa sedikit
- Kulit kering ,tipis, berlipat – lipat, mudah diangkat
- Abdomen cekung dan kurang rata
- Jaringan lemak bawa kulit sedikit
- Tali pusat tipis, lembek dan verwarna kehijauhan
3. Bayi premature yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
a. Vernik caseosa
b. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
c. Tulang tengkorak lemah mudah bergerak
d. Muka seperti boneka ( doll – like )
e. Abdomen buncit
f. Tali pusat tebal dan segar
g. Menangis lemah
h. Tonus otot hipotoni
i. Kulit tipis , merah dan transparan
4. Bayi small for date dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan
intrauterin
5. Bayi premature kurang sempurna alat - alat dalam tubuhnya, karena
itu sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi , trauma
kelahiran, hipotermi.pada bayi kecil untuk masa kehamilan alat – alat
dalam tubuh lebih berkembang dibandingkan bayi premature berat
badan sama, karena itu akan mudah hidip diluar rahim, namun tetap
lebih peka tehadap infekis dan hipotermi jika dibandingkan bayi matur
dengan berat badan normal. (Surasmi, Asrining, 2003)

4
2.4.6 Komplikasi
1. Komplikasi lansung.
– Hipotermia.
– Gangguan cairan dan elektrolit.
– Hipoglikemia.
– Hiperbilirubinemia
– Sindroma gawat nafas.
– Paten duktus arteriosus.
– Infeksi
– Perdarahan intraventrikuler.
– Apnea of Prematurity.
– Anemia
2. Komplikasi jangka panjang.
– Gangguan perkembangan.
– Gangguan pertumbuhan.
– Gangguan penglihatan (Retinopati)
– Gangguan pendengaran
– Penyakit paru kronis
– Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
– Kenaikan frekuensi kelainan bawaan. (Surasmi, Asrining, 2003)

2.4.7 Penanganan
1. Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya
harus dipertahankan dengan ketat
2. Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat rentan terhadap infeksi
3. Pengawasan ASI/nutrisi
Reflek menelan BBLR belum sempurna, pemberian nutrisi
dilakukan dengan cermat
4. Penimbangan ketat

4
Perubahan berat badan mencerminkan kodisi gizi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh. (Wiknjosastro , Hanifa dkk .
2005)

2.4.8 Perawatan
1. Pengaturan suhu lingkungan
a. Bayi berat badan dibawah 2 kg 35 ˚C
b. Bayi berat badan 2 kg sampai 2,5 kg 34 ˚C
c. Suhu incubator diturunkan 1 ˚C setipa minggu sampai bayi
dapat ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24 – 27 ˚C
2. Makanan bayi berat badan lahir rendah
Umumnya bayi premature belum sempurna reflek menghisap dan
batuknya, kapasitas lambung masih kecil dan daya enzim pencernaan
terutama lipase masih kurang. Maka makanan diberikan dengan pipet
sedikit – sedikit tapi sering. (Wiknjosastro , Hanifa dkk . 2005)

4
BAB IV
PENUTUP

1.1 KESMPULAN
Bayi bisa terlahir prematur karena ada sebabnya, dan sebab itu
sangat beragam. Sebab-sebab tersebut ada yang datang dari sang ibu ada
juga yang datang dari sang bayi. Kelahiran prematur juga mempunyai
akibat tersendiri terhadap si bayi. Salah satu akibatnya adalah sang bayi
akan mengalami masalah kesehatan pada minggu-minggu awal
kehidupannya.
Bayi yang terlahir prematur juga membutuhkan perawatan
inkubator saat setelah lahir hingga si bayi bisa di bawa pulang. Gunanya
untuk menyamakan suhu udara saat bayi masih di dalam kandungan
dengan setelah ia lahir.

1.2 SARAN
Disini kami akan menerima kritik dan saran dari pembaca. Baik
secara langsung maupun tidak langsung guna untuk mencapai hasil yang
maksimal.Semoga makalah ini dapat bermanfaat.Umumnya bagi kami dan
khususnya bagi pembaca.

4
DAFTAR PUSTAKA

- Nita Norma D, Mustika Dwi S. 2013. Asuhan Kebidanan : Patologi Teori


Dan Tinjauan Kasus. Yogyakarta. Nuha Medika
- Dr. Lyndon Saputra. 2014. Catatan Ringkas Maternal-Neonatal.
Tanggerang Selatan. Binarupa Aksara Publisher
- Medical Mini Note, Edisi Pediatri. 2016

Anda mungkin juga menyukai