Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM SATUAN OPERASI

Disusun Oleh :

Nama : Jesika Iranti


NPM : E1G020028
Shift : Rabu/10.00 WIB
Kelompok : 2 ( Dua )
Dosen : 1. Ir. Marniza, M.Si.
2. Drs. Bosman Sidebang, M.Si
Ko- Ass : 1. Ria Ropiani, S.TP.
2. Iman Darmatama, S.T.
3. Sunandar, S.TP.
4. Trio Putra Setiawan, S.TP.
5. Deddy Muladi Togatorop, S.TP.

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan hasil pertanian yang telah dipanen akan mendapatkan perlakuan pasca panen,
bik itu berupa pengolahan secara langsung untuk menjadi produk olahan atau untuk
langsung dapat dipasarkan, maupun disimpan terlebih dahulu sebelum dilakukan
pengolahan. Bahan hasil pertanian yang dipasarrkan langsung baik itu ppasar tradisionnal
attaupun pasar modern memiliki kualitas dan juga harga yang berbeda.
Grading adalah operasi pengkelasan mutu berdasrkan tingkat mutu kualita. Standar
kualitas yang berbeda-beda untuk komoditi yang berbeda. Grading adalah pemilihan
berdasarkan kelas kualitas biasanya dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas A, kelas B, dan
kelas C.
Sortasi dan grading memegang peranan penting dalam industri khususnya industri
pertanian. Secara tidak langsung hasil kegiatan sortasi dan grading akan berpengaruh
nyata terhadap mutu produk akhir industri pengolahan hasil pertanian. Hasil industri yang
berkualitas tinggi, tidak saja memberikan penampakan tekstur, berat, ukuran, warna dan
rasa yang baik tetapi ditinjau dari segi keawetan juga memberikan hasil yang memuaskan.
Sortasi adalah sesuatu kegiatan pemilihan dan pemisahan bahan industri, untuk
mendapatkan keseragaman dengan kriteria tertentu.
Penanganan pascapanen Bahan Hasil Pertanian (BHP) harus dilakukandengan baik
dan benar agar BHP dapat sampai kepada tangan konsumen dengan kualitas yang baik
pula. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dari BHP adalah dengan perlakuan
pascapanen yakni sortasi dan grading. Dalam praktikum kali ini proses sortasi dan grading
akan diujicobakan terhadap komoditas cabe guna menilai kualitas dari beras tersebut.
Cabai merah (Capsium annum var. Longum) merupakan komoditas yang tidak dapat
ditinggalkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai nilai ekonomis
tinggi. Cabai selain berguna sebagai penyedap makanan, juga mengandung zat-zat gizi
yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai mengandung protein, lemak,
karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), Besi (Fe), vitamin-vitamin dan mengandung
senyawa-senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid, dan minyak esensial. Kandungan
zat buah cabai segar (dalam 100 gram bahan ) terdiri dari kalori 31,00 kal, protein 1,00
gram, karbohidrat 7,30 gram, kalsium 29,00 mg, fosfor 24,00 mg, vit A 470 SI, vit C
18,00 mg, dan air 90,90 gram (setiadi, 2006).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Pengenalan bermacam – macam satuan operasi sortasi dan grading, khususnya untuk
bahan buah sayuran sortasi berdasarkan ukuran, bentuk dan warna.
2. Melakukan tindakan pengawasan mutu bahan dengan cara uji fisik dan kimia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sortasi dan grading memegang peran penting dalam industri khususnya


industri pertanian. Secara tidak langsung sortasi dan grading akan berpengaruh
nyata terhadap mutu produk akhir pengolahan hasil prtanian. Sortasi adalah
pemilihan dan pemisahan bahan industri untuk mendapatkan keseragaman dengan
kriteria tertentu (Wendi, 2011).
Pengekelasan (grading) adalah aktivitas mengelompokan bahan baku/ produk
yang sudah disortasi atau diolah ke dalam kelas -kelas atau kelompok tertentu
berdasarkan karakteristik bahan yang gigunakan sebagai faktor pemisah. Beberapa
karakteristik bahan yang dijadikan sebagai faktor pemisah adalah ukuran, bentuk,
densitas, sifat magnetik,warna dan sifat optis lain, sifat elektrik al, sifat akustik,
sifat kimia, sifat aerodinamika dan penampakan/ tampilan (Hariyadi & Ariyanti
Hartari, 2014).
Sortasi adalah pemisahan bahan yang sudah dibbersihkan ke dalam berbagai
fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, uk uran, berat
jenis, tekstur, warna, benda asing/kotoran), kimia (komposisi bahan, bau, dan rasa
ketengikan) dan biologis (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga, jumlah
mikroba dan daya tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk bijian)
(Rusendi, 2014)
Operasi sortasi atau penyortiran sering dilakukan diawal proses, setelah
pembersihan untuk memisahkan mana bahan yang layak proses selanjutnya atau
mana yang harus berupa kotoran atau kontaminan yang harus dibuang. Bias jadi
produk “off grade” bias dimanfaatkan untuk keperluan lain atau keperluan lain atau
dijual dengan harga yang lebih murah. Berbagai macam pemanfaatan sortasi yakni
untuk proses pengupasan (Hariyadi & Ariyanti Hartari, 2014).
Ada dua macam proses sortasi, yaitu sortasi basah dan sortasi kering. Sortasi
basah dilakukan pada saat bahan segar. Proses ini untuk memisahkan kotoran -
kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya dari
simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, maka bahan -bahan asing,
kerikil, rumput, akar, daun, tanah, batang, serta pengotoran lainnya harus dibuang.
Hal tersebut karena tanah merupakan salah satu sumber mikroba yang potensial.
Sehingga, pembersihan tanah dapat mengurangi kontaminasi mikroba pada bahan.
Sedangkan sortasi kering pada dasarnya merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuannya untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginakan dan pengotoran lain yang masih tertinggal pada
simplisia kering. Sortasi dapat dilakukan dengan cara meka nik (Tjahjadi, 2011).
Tujuan utama sortasi adalah untuk mengoptimalkan kegunaannya untuk tugas -
tugas tertentu. Sortasi merupakan pemisahan makanan ke dalam kategori
berdasarkan sebuah fisik yang dapat diukur property a tau proses pengklasifikasian
bahan berdasarkan sifat fisiknya. Hampir semua produk makanan melewati tahap
penyortiran. Terdapat beberapa manfaat, termasuk kebutuhan penyortiran unit
berdasarkan operasi berat dan pengisian dan keuntungan pemasaran yang
menyediakan berbagai jenis ataupun warna yang berbeda. Contohnya seperti
membersihkan dan menyortir harus digunakan sebaik mungkin untuk memastikan
suatu produk pengolahan pangan. Keempat sifat fisik yang terdapat dalam
pemisahan makanan atau sortasi adalah berat, ukuran, bentuk dan warna
(Pradiskagita, 2012).
Buah-buahan dan sayuran bbiiasanya dikelompokkan berdasarkan warna,
kerusakan dan ukuran. Umumnya warna, kerusakan dan ukuran. Umumnya warna
dan kerusakan dikelompokkan secara manual, tetapi banyak juga yang sudaah
mengggunakan peralatan elektrik. Pengelompokkan buah-buahan dan sayuran dapat
dilakukan dengan pengayakan, diverging belts, dan roller sorters (Purwantana,
2013).
BAB III
METODELOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan 3.1.2 Bahan yang digunakan
1. Pisau 1. Cabe merah
2. Talen
3. Nampan/Loyang
4. Timbangan

3.2. Prosedur Kerja


1. Menghitung Rendemen Cabe.
2. Timbang cabe sebanyak 500 gr.
3. Pisahkan bagian cabe yang utuh, cabe yang patah, cabe yang busuk, cabe belang dan
cabe yang bagus dengan menggunakan panca indra (lihat, pegang/raba).
4. Timbang berat masing-masing kelompok.
5. Sortasi berdasarkan nilai cacat.
6. Cabe yang dipanen, selanjutnya disortasi dan diklasifikasi. Sebelum
disortasi/klasifikasi, cabe di timbang sebagai berat awal.
7. Pengkelasan cabe dibedakan atas : cabe hijau, cabe busuk, cabe patah, cabe utuh.
8. Setiap hasil pengkelasan ditimbang dan dihitung.
9. Hitung rendemen setiap kelompok cabai
Persen cabe busuk = Berat Benda Asing x 100%
Berat Cabe Awal

Persen cabe patah = Berat Cabe Patah x 100%


Berat Cabe Awal

Persen cabe belang = Berat Cabe Belang x 100%


Berat Cabe Awal

Persen cabe utuh = Berat Cabe Utuh x 100%


Berat Cabe Awal
Persen berat tangkai dan kotoran = Berat Tangkai Cabe x 100%
Berat Cabe Awal

10. Menghitung rendemen cabe yang dapat diolah lebih lanjut (bagian yang dapat
dimakan).
11. Menghitung bagian yang tidak dapat dimakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Hasil Pengamatan Kelompok 2 Shift Rabu Jam 10.00
Sortasi dan grading
Pengelompokan Penampakan Berat Bagian Persentase Kelas Mutu
Berat

Bahan Utuh
196 ,0 39 , 2 % Mutu I

Bahan Bagus 140 ,5 28 ,1 % Mutu II

Bahan Jelek 114 , 5 22 , 9 %


-

Bahan dari
bagian yang
tidak terpakai 32 , 3 6 , 46 % -

 % Bahan utuh = × 100 % = 39 , 2 %

 % Bahan bagus = × 100 % = 28 ,1 %

 % Bahan jelek = × 100 % = 22 , 9 %


 % Bahan tidak terpakai = × 100 % = 6 , 46 %

4.1.2 Hasil Pengamatan Kelompok 5 Shift Sabtu Jam 14.00


Sortasi dan grading
Nama Bahan : Cabe Merah
Berat Awal : 349 gram
Pengelompokan Penampakan Berat Persentase
Berat
Bahan Utuh 349 gram 100%

Bahan Bagus 196,5 gram 56,3 %

Bahan Jelek 95,8 gram 27,4 %

Bagian dari bahan 51,6 gram 14,8 %


yang tidak terpakai

 % Bahan utuh = × 100 % = 100 %

 % Bahan bagus = × 100 % = 56,3 %


 % Bahan jelek = × 100 % = 27,4 %

 % Bahan tidak terpakai = × 100 % = 14,8 %

4.1.3 Hasil Pengamatan Shift Rabu Jam 14.00


Nama Bahan : Cabe Merah
Berat Awal : 500 gram
Berat Persentase
Pengelompokan Penampakan Kelas Mutu
Bagian Berat

Bahan Utuh 366,6 gr 73,32 % Kelas Super

Bahan Bagus 174,8 gr 34,96 % Kelas 1

Bahan Jelek 81,4 gr 0,1628 % Kelas 2

Bahan dari bagian


46,1 gr 9,22 % Kelas 3
yang tidak terpakai

 % Bahan utuh = × 100 %

= x 100 %
=0,7332 x 100%
=73,72 %

 % Bahan bagus = × 100 %

= x 100%
=0,3496 x 100%
=34,96 %

 % Bahan jelek = × 100 %

= x 100%
=0,6128 x 100%
=1,628 %

 % Bahan tidak terpakai = × 100 %

= x 100%

= 0,0922 x 100%

=9,22 %

4.1.4 Hasil Pengamatan Shift Selasa Jam 10.00


1. Sortasi dan grading

Presentase
Pengelompokan Penampakan Berat Bagian Kelas Mutu
Berat

Bahan Utuh 222,94 44,588%

Bahan Bagus 52,20 10,44%

Bahan Jelek 168,99 33,79%


Bahan dari
bagian yang 32,27 6,45%
tidak terpakai

 % Bahan utuh = × 100 %


= x 100%
= 44,588%

 % Bahan bagus = × 100 %


= x 100%
= 10,44%
 % Bahan jelek = × 100 %
= x 100%
= 33,798%

 % Bahan tidak terpakai = × 100 %


= x 100%
= 6,454%

4.2 Pembahasan
Pada praktikum yang kami lakukan ini, percobaan yang pertama adalah sortasi dan
grading bahan pertanian yaitu cabe merah. Sortasi ini bertujuan untuk memisahkan hasil
panen yang baik dan yang jelek, dan bagian yang tidak terpakai. Pengertian hasil panen
yang baik adalah yang tidak mengalami kesusakan fisik dan terlihat menarik. Sedangkan
hasil panen yang jelek adalah hasil yang telah mengalami kebusukan atau kerusakan fisik
akibat penguapan atau serangan hama dan penyakit.
Cabe merah dengan berat 500 gram di sortasi berdasarkan bahan utuh, bahan bagus,
bahan jelek dan bahan yang tidak terpakai. Untuk memperoleh data yang diharapkan,
pertama pisahkan cabe merah dari tangkainya. Kemudian memisahkan bagian yang utuh,
bagus dan jelek ke masing-masing wadah yang telah di siapkan. Setelah itu timbang
bahan hasil sortasi dan grading menggunakan timbangan. Untuk bahan utuh diperoleh
berat 196,0 gram dengan persentase berat 39,2%. Untuk bahan bagus diperoleh berat
140,5 gram dengan persentase berat 28,1%. Untuk bahan jelek di peroleh berat 114,5
gram dengan persentase berat 22,9%. Dan yang terakhir untuk bagian dari bahan yang
tidak terpakai di peroleh berat 32,3 gram dengan persentase berat 6,46%.
Setelah mendapatkan data hasil sortasi dan grading, langkah selanjutnya adalah
mencari kelas mutu dari cabe merah. Kelas mutu ini di peroleh dari SNI Cabai yang
tetapkan, berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa cabe
merah termasuk kedalam kelas mutu 1 dengan kerusakan 3,6% berdasarkan Syarat mutu
cabai (SNI 4480 :2016).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Unit operasi yang terlibat dalam pembuatan cabe rawit menjadi bubuk yaitu sortasi
cabe rawit berdasarkan bentuk , ukuran, warna, cacat dan partikel yang tidak diinginkan.
Untuk pengawasan mutu bahan dengan cara uji fisik dan kimia adalah dengan cara
uji secara parameter organoleptik.

5.2 Saran
Pada proses praktikum sebaiknya dilakukan secara hati – hati dikarenakan pada
bahan cabai merah pada proses pengayakan dan pada proses pemblenderan rentan
terkena mata.
DAFTAR PUSTAKA

Santoso. 2009. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia. STPP.2015. Petunjuk
Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Pertanian. Yogyakarta : UGM.
Sudaryanto. 2011. Penuntun Praktikum Mata Kuliah Teknologi Hasil Pertanian. Jawa Barat :
Universitas Padjadjaran.
Tjahjadi.2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Jatinangor: Universitas
Padjadjaran.
Afrianti, Anton, dkk. 2008. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.
Astutik. 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah Dengan Cara Perlakuan Suhu dan
Tekanan Fakum. Buletin Teknik Pertanian Vol.13 No.2
Barus, P. 2009. Pemanfaatan bahan pengawet dan antioksidan alami pada industri bahan
makanan. Universitas Sumatera Utara : Medan.
Pinem, C, dkk. 2010. Bahan Pangan dan Dasar – Dasar Pengolahan. Jatinangon :
Padjadjaran.
Apriyantono, Anton, dkk. 2010. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.
Choirunnisa, F. 2009. Dasar-Dasar Keteknikan Pengolahan. Liberty : Yogyakarta.
Earle, R.L. 2014. Satuan operasi dalam Pengolahan Pangan. PT Sastra Hudaya. : Jakarta
Stumbo.2011. Modul Praktikum Teknik Pengawetan dan Pengolahan Hasil Pertanian.
UNSOED : Fakultas Pertanian.
Supardi,N.2012. Pengecilan Ukuran Produk Pertanian. Andi Offset : Yogyakarta.
Kanoni, Sri, 2009. Handout Viskositas TPHP. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Khatir, Rita, 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi dan Teknologi Penanganan pencampuran
bahan pangan. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.
Shela. 2009. Petunjuk Praktikum Satuan Operasi. FTP UNEJ : Jember.
Soedojo. 2009. Modul Praktikum Teknik Pengawetan dan Pengolahan Hasil Pertanian.
UNSOED : Fakultas Pertanian.
Suharto, dkk. 2010. Penggembangan Teknologi Pasca Panen. Erlangga : Jakarta
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka
semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang
dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya
masih ada. Cabai dikeringkan dengan penjemuran atau cara pengeringan mekanis.
Pengeringan cabai dapat dilakukan dengan suhu 60 C dalam waktu 24-30 jam. Cabai
dapat dikeringkan dalam bentuk utuh atau dibelah. Kadar air suatu bahan biasanya
dinyatakan dalam presentase berat terhadap bahan basah/basis basah (bb).
Ada beberapa keuntungan dari pengeringan yaitu bahan menjadi lebih awet, volume
bahan lebih ringan sehingga mudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengemasan serta berat menjadu lebih ringan dan biaya tranportasi menjadi lebih muda.
Sedangkan kerugian dari pengeringan adlah sifat asal bahan yang dikeringkan dapat
berubah seperti bentuk, sifat-sifat fisik dan kimianya serta penurunan mutu.
Cabai merah (Capsium annum var. Longum) merupakan komoditas yang tidak dapat
ditinggalkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai nilai ekonomis
tinggi. Cabai selain berguna sebagai penyedap makanan, juga mengandung zat-zat gizi
yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai mengandung protein, lemak,
karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), Besi (Fe), vitamin-vitamin dan mengandung
senyawa-senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid, dan minyak esensial. Kandungan
zat buah cabai segar (dalam 100 gram bahan ) terdiri dari kalori 31,00 kal, protein 1,00
gram, karbohidrat 7,30 gram, kalsium 29,00 mg, fosfor 24,00 mg, vit A 470 SI, vit C
18,00 mg, dan air 90,90 gram (setiadi, 2006).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mahasiswa dapat menghitung laju pengeringan pada alat penegring buatan (oven).
2. Mahasiswa dapat menghitung laju penegringan padda alat pengering rumah kaca dan
alat pengering oven.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat
pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada. Cabai
dikeringkan dengan penjemuran atau cara pengeringan mekanis. Pengeringan cabai dapat
dilakukan dengan suhu 60 C dalam waktu 24-30 jam. Cabai dapat dikeringkan dalam bentuk
utuh atau dibelah. Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam presentase berat terhadap
bahan basah/basis basah (bb) ( Erlina, 2009).
Teknologi pemprosesan bahan pangan terus berkembang dari waktu ke waktu
perkembangan terhadap teknolohi ini didorong oleh kebutuhan pangan manusia yang terus
mengingkat yang diakibatkan oleh semakin meningkatnnya jumlah penduduk dunia. Pada saat
yang sama, luas lahan penghasil bahan pangan semakin menyempit. Hal ini tersebut
menyebabkan dibutuhkannya teknologi-teknologi pemprosesan pangan yang mampu
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk makana, salah satunnya adalah teknologi
pengeringan bahan makanan (Rohman, 2008).
Pengeringan dengan penjemuran ini sangat tergantung dengan kondisi lingkungan
seperti suhu, kelembaban, dan kecepatan aliran air. Penjemuran juga rentan kontaminasi
seperti debu atau kotoran- kotoran yang tidak terlihat. Selain itu penjemuran juga rentan
serangan hama seperti burung. Contohnya pada saat menjemur cabe perlakuan blasing 3
menit, terdapat satu buah cabe yang dimakan burung. Hal ini menunjukan bahwa pengeringan
dengan sinar matahari juga menyebabkan rusaknya pigmen cabe, yang semula berwarna
merah menjadi merah hitam. Hal ini menyebabkan pigmen sangat mudah mengalami
kerusakan akibat oksidasi (Tjahjadi, 2011).
Pengeringan pahan dibawah sinar mata hari juga menyebabkan sel mikroorganisme
rusak. Karena mikroorganisme memerlukan air untukuntuk dapat tumbuh dan berkembang
biak. Air yang terdapat dalam sel mikroorganisme dikeluarkan melalui prosesosmosis.
Osmosis adalah suatu proses pergerakan air melaui membrane semi-paralel, dari lautan
berkontraksi tinggi ke laurtan yang berkontraksi rendah. Saat air dihilangkan dari bahan
pangan melalui pengeringan, maka konsentrasi zat terlarut dalam bahan pangan menjadi lebih
pekat. Dengan demikian air yang terdapat dalam sel mikroorganisme (larutan berkonsentrasi
rendah) berdifusi kelarutan berkonsentrasi lebih tinggi disekitarnya akibatnya sel
mikroorganisme kontaminan juga tidak dapat aktif karena tidak tersedia cukup air untuk
melanjutkan substrat untuk reaksi-reaksi kimia dan biokimia (Tjahadi, 2011).
Faktor pengeringan yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk golongan
ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pengeringan adalah perubahan mutu produk yang dikeringkan sebagai
akibat perubahan faktor-faktor tertentu yaitu suhu, luas permukaan, kecepatan penggerakan
udara, dan tekanan atmosfir. Jenis alat pengeringan yang cocok untuk suatu bahan pangan dan
presepsi yang harus diberikan pada bahan pangan tersebut untuk mendapatkan kondisi
pengeringan terbaik (Afrianti, Leni H. 2008).
Salah satu metoda pengolahan dan pengawetan makanan adalah pengeringan. Proses
pengeringan merupakan salah satu penanganan bahan pangan untuk meningkatkan mutu dan
memperpanjang masa simpan bahan pangan. Pada penelitian ini metode traydrying dipilih
karena memiliki kelebihan untuk proses pengeringan, yaitu penggunaan udara panas yang
diharapkan membuat proses pengeringannya menjadi lebih cepat dan efektif (Rintis dkk,
2019).
Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang dilakukan
dengan tujuan pengawetan. Selain itu kegunaan pengeringan yaitu dapat memperkecil volume
dan berat dibanding kondisi awal sebelum pengeringan sehingga akan menghemat ruang
pengepakan dan memudahkan pengangkutan (Priastuti, R. C.,dkk. 2017).
Salah satu proses pasca panen yang berperan penting terhadap mutu simplisia adalah
proses pengeringan. Proses pengeringan berpengaruh terhadap kandungan senyawa kimia
maupun efek farmakologis yang terkandung dalam suatu tanaman obat terutama senyawa
yang berkhasiat sebagai antioksidan. Kandungan fenolik dan flavonoid total dalam suatu
simplisia yang mempunyai aktivitas antioksidan kestabilannya dapat dipengaruhi oleh proses
pengeringan (Pratiwi, D.,dkk. (2019).
Pengeringan didefinisikan sebagai proses penghilangan sejumlah air dari suatu zat
padat atau dari campuran gas. Pengeringan meliputi proses perpindahan panas, massa dan
momentum. Operasi pengeringan terjadi oleh adanya panas yang terjadi secara fisik yaitu
operasi penguapan. Dalam arti umum pengeringann pada prinsipnya menggunakan perbedaan
kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan (material),
operasi pengeringan tidak hanya berarti pengambilan sejumlah kecil air saja melainkan
berlaku juga untuk cairan-cairan selain air yang menghasilkan bahan padat yang kering.
Bahan yang akan dikeringkan biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian
terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering sehingga panas akan
dipindahkan dari udara panas ke bahan basah tersebut, dimana panas ini akan menyebabkan
air menguap ke dalam udara. Dalam pengeringan ini, dapat mendapatkan produk dengan satu
atau lebih tujuan produk yang diinginkan, misalnya diinginkan bentuk fisiknya (bubuk, pipih,
atau butiran), diinginkan warna, rasa dan strukturnya, mereduksi volume, serta memproduksi
produk baru. Adapun dasar dari tipe pengering yaitu panas yang masuk dengan cara konveksi,
konduksi, radiasi, pemanas elektrik, atau kombinasi antara tipe cara-cara tersebut. Operasi
pengeringan terdiri dari peristiwa perpindahan massa dan panas yang terjadi secara simultan,
laju alir yang diuapkan tergantung pada laju perpindahan massa dan perpindahan panasnya.
Sebelum memulai proses pengeringan, harus diketahui terlebih dahulu data keseimbangan
bahan yang akan digunakan.
1 Tipe konvensional, merupakan pengeringan yang dilakukan secara pemaparan
kunyit pada sinar matahari, dimana pengeringan tipe ini memiliki banyak
kekurangan, baik dari segi kualitas beras, produktivitas dan biaya operasional
yang dibutuhkan untuk mengeringkan kunyit.
2 Tipe Pengeringan buatan, metode ini terdiri dari beberapa tipe yang sudah
ditemukan oleh inventor. Salah satunya adalah tipe rotary dryer, pada
penelitian sebelumnya tipe rotary dryer menggunakan sumber listrik sebagai
penyuplai suhu maupun penggerak tabung rotary dryer. Menurut Ifa dkk,
pengeringan menggunakan tipe rotary dryer ini sangat potensial untuk
dikembangkan, namun kendalanya saat ini adalah tingkat efisiensi dari segi
energi yang digunakan untuk mengeringkan kunyit ( Nurmacrifah, P. 2017).
BAB III
METODELOGI

3. 1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan 3.1.2 Bahan yang digunakan
1. Pisau 1. Cabe merah
2. Alat Pengering Tenaga Surya
3. Nampan/Loyang
4. Timbangan

3.2 Prosedur Kerja


1. Menyiapkan kotak/piring (tempat) pengeringan
2. Menimbang bahan yang telah disiapkan (3 bagian/tempat bahan yang sudah disiapkan
kemudian beri keterangan pada setiap bagian tempat bahan
3. Melakukan pengeringan, penimbangan dan pengamatan penampakan dari hari ke 0
sampai ke 3 dengan selang waktu pengeringan 2 jam
4. Membuat grafik laju pengeringan
5. Menghitung kadar air bahan

Kadar air =
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Hasil Pengamatan Kelompok 2 Shift Rabu Jam 10.00
Pengeringan
Hari ke : 0
Pengeringan (jam Berat (gram)
ke-) 1 2 3
0 ( 12.00) 109 , 2 gram 114 ,2 gram 110 , 5 gram
2 ( 14.00 ) 101,1 gram 99,5 gram 101,16 gram
4 ( 16 .00 ) 95 ,34 gram 94 ,44 gram 94 ,95 gram

1.1. Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari Ke 0
400

300

200

100

0
0 2 4

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air Rak 1 = = 12 ,69 %

Kadar air Rak 2 = = 17 , 30 %

Kadar air Rak 3 = = 14, 07 %

2. Tabel Pengamatan
Hari ke : 1
Pengeringan ( jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 ( 08.00 ) 88,3 gram 87,4 gram 88 ,1 gram
2 (10.00 ) 85,25 gram 84,58 gram 84,68 gram
3 (12.00 ) 76,8 gram 76 ,0 gram 73,4 gram
6 (14.00 ) 73,8 gram 73 ,8 gram 69,6 gram
8 (16.00 ) 68,7 gram 67,7 gram 62,6 gram

2.1 Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari Ke 1
300
250
200
150
100
50
0
0 2 4 6 8

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air Rak 1 = = 17,94 %

Kadar air Rak 2 = = 17 ,25 %

Kadar air Rak 3 = = 23, 07 %

3. Tabel Pengamatan
Hari ke : 2
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 ( 08.00 ) 63 gram 62 gram 58 gram
2 (10.00 ) 60 , 3 gram 58 , 7 gram 53 , 8 gram
3 (12.00 ) 52 , 31 gram 50 , 63 gram 45 , 38 gram
6 (14.00 ) 47 , 2 gram 43 , 7 gram 38 , 5 gram
8 (16.00) 41 , 8 gram 37 ,7 gram 31 ,4 gram

3.1 Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari Ke 2
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0 2 4 6 8

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air Rak 1 = = 19 , 41 %

Kadar air Rak 2 = 21 , 27 %

Kadar air Rak 3 = = 24 , 07 %

4.1.2 Hasil Pengamatan Kelompok 1 Shift Selasa Jam 10.00


Pengeringan
1. Tabel Pengamatan
Hari ke : 0
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 (12.00) 89,9 gram 89,9 gram 89,9 gram

2 (14.00) 80,98 garm 80,78 gram 79,23 gram

4 (16.00) 77,79 gram 77,04 gram 75,23 gram


1.1 Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari 0
95
90
85
Berat

80
75
70
65
0 2 4
Jam

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air rak 1 =


=
= 13,47%
Kadar air rak 2 =
=
= 14,30%
Kadar air rak 3 =
=
= 16,32%

2. Tabel Pengamatan
Hari ke : 1
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 (08.00) 70,94 gram 70,40 gram 69,37 gram

2(10.00) 68,25 gram 67,39 gram 66,04 gram

4(12.00) 63,0 gram 62,7 gram 59,7 gram

6(14.00) 58, 82 gram 57,53 gram 52,83 gram

8(16.00) 55 gram 53 gram 48 gram

2.1 Grafik Laju Pengeringan Bahan


Hari 1
80
60
Berat

40
20
0
0 2 4 6 8
Jam

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air rak 1 =


=
= 17,73%
Kadar air rak 2 =
=
= 19,35%
Kadar air rak 3 =
=
= 23,77%

3. Tabel Pengamatan
Hari ke : 2
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 (08.00) 49 gram 49 gram 45 gram
2 (10.00) 48,30 gram 48,78 gram 44,33 gram
4 (12.00) 44 gram 43 gram 37 gram
6 (14.00) 40 gram 41 gram 34 gram
8 (16.00) 36 gram 37 gram 30 gram

3.1. Grafik Laju Pengeringan Bahan


Hari 2
60
50
40
Berat

30
20
10
0
0 2 Jam 4 6 8

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air rak 1 =


=
= 14,46%
Kadar air rak 2 =
=
= 13,35%
Kadar air rak 3 =
=
= 16,68%

4.1.3 Hasil Pengamatan Shift Rabu Jam 14.00

Pengamatan Hari Ke-0


Tabel Pengamatan
Harike : 0
Pengeringan (jam Berat (gram)
ke-) 1 2 3
0 151 gr 208,8 gr 170,8 gr
2 146,3 gr 204,1 gr 166,1 gr
3 - - -
6 - - -
8 - - -
Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari ke-0
250

200
Berat (gr)

150

100

50

0
0 2

Kadar air=
Kadar air rak 1 =
=
= 3,11 %
Kadar air rak 2 =
=
= 2,25%
Kadar air rak 2 =
=
= 2,75%

Pengamatan Hari Ke-1

Tabel Pengamatan

Hari ke : 1

Pengeringan (jam Berat (gram)


ke-) 1 2 3
0 142 gr 197,1 gr 164,2 gr
2 136,52 gr 192,65 gr 157,01 gr
3 118,1 gr 160,7 gr 139,4 gr
6 110,3 gr 152,8 gr 129,3 gr
8 104,9 gr 146,7 gr 121,2 gr

Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari ke-1
250

200
Berat (gr)

150

100

50

0
0 2 3 6 8

(contohgrafik)

Kadar air=
Kadar air rak 1 =
=
= 24,56%
Kadar air rak 2 =
=
= 24,13 %
Kadar air rak 3 =
=
= 25,17%

Pengamatan Hari Ke-2


Tabel Pengamatan
Hari ke : 2
Pengeringan (jam Berat (gram)
ke-) 1 2 3
0 97 gr 142 gr 106,61gr
2 76,11 gr 107,59 gr 77,33 gr
3 57,59 gr 82,0 gr 58,2 gr
6 52,06 gr 76,97 gr 53,4 gr
8 47,6 gr 72,8 gr 48,5 gr

Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari Ke-2
160
140
120
100
Berat (gr)

80
60
40
20
0
0 2 3 6 8

(contohgrafik)

Kadar air=
Kadar air rak 1 =
=
= 32,71 %
Kadar air rak 2 =
=
=33,14%
Kadar air rak 3 =
=
= 34,02%

4.1.4 Hasil Pengamatan Selasa Jam 10.00

Pengeringan
1. 1 Tabel Pengamatan
Hari ke : 0
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 (12.00) 96,15 gram 96,15 gram 93,29 gram
2 (14.00) 93,5 garm 94,4 gram 93,1 gram

1.2 Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari 0
97
96
95
Berat

94
93
92
91
0 2
Jam

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air rak 1 =


=
= 2,76%
Kadar air rak 2 =
=
= 1,82%

Kadar air rak 3 =


=
=0,20 %

4. Tabel Pengamatan
Hari ke : 1
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0(09.00) 68,42 gram 72,23 gram 68,43 gram

2(10.00) 54,07gram 57,97 gram 50,98 gram

4(12.00) 48,49 gram 49,92 gram 40,39 gram

6(14.00) 44,16gram 43,09 gram 45,67 gram

8(16.00) 29,20 gram 30,02 gram 31,09 gram


2.2 Grafik Laju Pengeringan Bahan

Hari 1
80
60
Berat

40
20
0
0 2 4 6 8
Jam

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air rak 1 =


=
=40,79 %
Kadar air rak 2 =
=
= 42,79%

Kadar air rak 3 =


=
= 40,11%

5. Tabel Pengamatan
Hari ke : 2

Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)


1 2 3
0 (08.00) 24,17 gram 28,45 gram 28,66 gram
2 (10.00) 14,78 gram 18,49 gram 16,95 gram
4 (12.00) 14,04 gram 15,46 gram 15,11 gram
6 (14.00) 13,89 gram 14,40 gram 13,80gram
8 (16.00) 13,94 gram 13,42 gram 13,97 gram

3.1. Grafik Laju Pengeringan Bahan


Hari 2
35
30
25
Berat

20
15
10
5
0
0 2 Jam 4 6 8

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Kadar air =

Kadar air rak 1 =


=
= 10,64%

Kadar air rak 2 =


=
=28,55 %

Kadar air rak 3 =


=
= 15,79%

4.2 Pembahasan
Pengeringan merupakan suatu proses penting yang terjadi dalam industri pangan. Hal
ini disebabkan karena pengeringan dapat digunakan untuk mengawetkan bahan pangan
yang mudah rusak taupun busuk saat penyimpanan, sehingga secara tidak
langsung pengeringan dapat memperpanjang umur simpan suatu produk. Pengeringan
memiliki pengertian yaitu aplikasi panas di bawah kondisi terkontrol yang berfungsi
untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui penguapan.
Pada praktikum kedua ini kami melakukan pengeringan terhadap bahan yang diamati.
Kami melakukan pengeringan selama 3 hari menggunakan sinar matahari. Bahan yang
dikeringakan dibagi ke dalam 3 wadah yang ditempatkan di rak yang berbeda. Pengamatan
dimulai dari jam 08.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Selama penjemuran setiap 2 jam sekali
bahan di timbang untuk menghitung kadar air nya.
Pada hari ke-0 pengeringan pengamatan dimulai dari jam 10.00 WIB dan di peroleh
hasil timbangan yang selalu mengalami penurunan berat, setelah di peroleh data hasil
timbangan berat bahan langkah selanjutnya adalah menghitung kadar air bahan setiap rak nya,
untuk rak 1 kadar airnya 12,69%, rak 2 17,30% dan rak 3 14,07%.
Pada hari pertama pengeringan pengamatan dimulai dari jam 08.00 WIB sampai jam
16.00 WIB dan di peroleh hasil timbangan juga yang selalu mengalami penurunan berat,
untuk kadar air bahan setiap rak nya, untuk rak 1 kadar airnya 17,94, rak 2 17,25% dan rak 3
23,07%.
Pada hari kedua pengeringan pengamatan juga dimulai dari jam 08.00 WIB sampai
jam 16.00 WIB dan di peroleh hasil timbangan juga yang selalu mengalami penurunan berat,
untuk kadar air bahan setiap rak nya, untuk rak 1 kadar airnya 19,41%, rak 2 21,27% dan rak
3 24,07%.
Faktor penurunan bobot bahan, adalah suhu matahari dan alam seperti hujan juga
sangat berpengaruh terhadap proses pengeringan. menurut (Affian dkk, 2012) Pada proses
pengeringan, suhu udara selain berpengaruh terhadap waktu pengeringan juga akan
mempengaruhi kualitas bahan yang dikeringkan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa menghitung
laju pengeringan pada alat pengering dengan metode traydrying karena memiliki
kelebihan untuk proses pengeringan, yaitu penggunaan udara panas yang diharapkan
membuat proses pengeringannya menjadi lebih cepat dan efektif.
Laju pengeringan terhadap kadar air terdiri dari laju meningkat dan menurun.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya praktikan mendengarkan penjelasan
dari Co Ass agar bisa melakukan praktikum sesuai instruksi yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Nurmacrifah, P. (2017). Rancang Bangun Sistem Pengendalian Suhu Pada Mini Plant
Pengering Kunyit Berbasis Mikrokontroler Atmega 16 (Doctoral dissertation, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember).
Pratiwi, D.,dkk. (2019). Pengaruh Variasi Perlakuan (Segar dan Simplisia) Rimpang Kunyit
(Curcuma domestica) terhadap Aktivitas Antioksidan dan Kadar Fenol Total. Jurnal
Farmasi Higea, 11(2), 159-165.
Priastuti,R.C.,dkk. (2017). Pengaruh Arah Dan Ketebalan Irisan Kunyit Terhadap Sifat Fisik
Tepung Kunyit Yang Dihasilkan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung (Journal of
Agricultural Engineering), 5(2).
Rintis Manfaati, Hibah Baskoro dan Muhammad Muhlis Rifa. 2019. Pengaruh Waktu dan
Suhu terhadap Proses Pengeringan Bawang Merah menggunakan Tray Dryer. Jurnal
Fluida Volume 12 (2): 43 – 49.
Tjandra, E., 2011, Panen Cabai Rawit Di Polybag, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengecilan ukuran adalah proses atau sistem operasi dalam teknologi pangan yang
mengubah ukuran pangan dari bentuk yang besar ke bentuk atau ukuran yang lebih kecil.
Bentuk akhir setelah bahan mengalami proses pengecilan ukuran dapat berupa tepung/
bubuk, butiran, irisan/potongan bahan sesuai dengan pengecilan ukuran yang diinginkan.
Contoh alat-alat yang digunakan untuk pengecilan ukuran adalah mesin penggiling, parutan,
mesin atau alat pengiris.
Pengecilan ukuran adalah suatu proses yang mencakup proses pemotongan,
pemecahan, penggerusan, penggilasan, dan penggilingan. Secara umum pengecilan ukuran
merupakan salah satu tahapan dari berbagai proses lainnya dalam mata rantai penanganan
hasil pertanian. Tujuan dari pengecilan ukuran adalah untuk memperluas permukaan bahan
hasil pertanian hasil pertanian agar proses penanganan selanjutnya seperti pengeringan,
adsorbsi, serta pencampuran dapat berlangsung secara efektif.
Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dibedakan menjadi
pengecilan yang ekstrim (penggiling) dan pengecilan ukuran yang relative masih berukuran
besar misalnnya pemotong manjadi bentuk-bentuk yang khas. Dalam pengecilan ukuran
dikenal tiga gaya yang bekerja untuk mendapatkan efek pengecilan ukuran.
Tingkat kehalusan tekstur/sifat bahan dan ukuran yang seragam dari bahan yang
dihasilkan dapat dipengaruhi oleh segi peralatan/mesin pengecil yang digunakan, serta
karakteristik bahan. Kecepatan putaran alat yang digunakan juga akan mempengaruhi oleh
hasil dari proses screening. Semakin cepat putaran yang digunakan maka tekstur akan
semakin halus.
Ada tiga macam gaya yang digunakan untuk mendapatkan efek pengecilan ukuran
gaya yang digunakan untuk mendapatkan efek pengecilan ukuran. Ketiga macam gaya
tersebut adalah penekanan (compressive), pukulan (impact) dan gaya sobek (shear, attrision).
Jenis gaya yang digunakan akan menentukan tipe atau rancangan peralatan yang tepat.
Performansi mesin untuk size reduction ditentukan oleh: kapasitas, daya yang digunakan per
unit bahan, ukuran dan bentuk produk. Setiap alat penggiling akan menghasilkan partikel-
partikel dengan ukuran dan bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Salah satu masalah yang cukup
mendasar adalah bagaimana menentukan diameter masing-masing partikel sehingga diameter
rata-rata awal dan akhir dapat diketahui. Cara yang sering digunakan adalah dengan analisis
ayakan.
Setiap bahan hasil pertanian memiliki teknik pengecilan ukuran yang berbeda-beda,
tergantung karakteristik bahan, sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologisnya. Selain itu dalam
proses pengolahan pangan kita juga memperhitungkan nilai kehalusan suatu bahan untuk
mengetahui efektifitas pada proses pengolahan selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
praktikum mengenai pengecilan ukuran terhadap bahan hasil pertanian.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mengetahui ulangan penggiling terrhadap kelembutan dan keseragaman produk yang
dihasilkan.
2. Mengetahui distribusi ukuran hasil pengecilan ukuran pada berbagai ulangan
penggilingan.
3. Mengetahui indeks keseragaman dan tingkat kehalusan pada berbagai ulangan
penggilingan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bahan mentah sering berukuran lebih besar daripada kebutuhan, sehingga ukuran
bahan ini harus diperkecil. Operasi pengecilan ukuran ini dapat dibagi menjadi dua kategori
utama, tergantung kepada apakah bahan tersebut bahan cair attau bahan padat. Apabila bahan
padat, operasi pengecilan disebut penghancuran dan pemotongan, dan apabila bahan cair
disebut emulsifikasi atau atomisasi (Stumbo, 2014).
Pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi pengecilan ukuran yang ekstrim atau
penggilingan pengecilan ukuran yang relatif masih berukuran lebih besar atau sering menjadi
bentuk khusus atau pemotongan. Pengecilan ukuran merupakan usaha untuk mengurangi
ukuran bahan dengan kerja mekanis, membaginya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
(Apriyantono, 2011).
Pengecilan ukuran merupakan proses lanjutan yang memungkinkan untuk
mengendalikan sifat-sifat bahan hasil pertanian dan meningkatkan efisiensi pencampuran
serta perpindahan energi panas. Tekstur dari beberapa bahan hasil pertanian (contohnya
tepung, pulp buah-buahan) dikendalikan selama pengecilan ukuran berlangsung. Disamping
itu, terdapat efek tidak langsung pada aroma dan rasa dari beberapa bahan hasil pertanian,
kehilangan unsur volatil dari pengecilan rempah-rempah terjadi bila terjadi kenaikan suhu
selama penggilingan berlangsung. Kerusakan sel dan peningkatan luas permukaan bahan
mempercepat kerusakan melalui oksidasi dan menaikkan laju mikrobiologi serta menaikkan
aktivitas enzimatis. Oleh karena itu, pengecilan ukuran tidak memiliki pengaruh dalam
pengawetan bahan hasil pertanian. Bahan-bahan kering contohnya biji-bijian memiliki nilai
aktivitas air (water activity) yang rendah sehingga memungkinkan disimpan beberapa bulan
setelah digiling tanpa terjadi perubahan nilai gizi atau kualitasnya (Purnomo, 2015).
Tingkat kehalusan tekstur/sifat bahan dan ukuran yang seragam dari bahan yang
dihasilkan dapat dipengaruhi oleh segi peralatan/mesin pengecil ukuran yang digunakan, serta
karakteristik bahan. Kecepatan putaran alat yang digunakan juga akan mempengaruhi hasil
dari proses scenning. Semakin cepat putaran yang digunakan maka tekstur akan sedikit lebih
halus (M. Arifyandi Sangun, 2010).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan alat size reduction: (Sukma
Dwi, 2004).
a) Ukuran umpan
b) Size reduction ratio
c) Distribusi ukuran partikel diarus produk
d) Kapasitas
e) Sifat bahan: seperti hardness, abrasiveness, stickiness, densitas, flymmability.
f) Kondisi basah atau kering.
Modulus kehalusan menyatakan tingkat kehalusan, atau menunjukkan besar dan
kecilnya ukuran pertikel yang dihasilkan. Nilai modulus kehalusan yang besar, maka
bahan yang dihasilkan mempunyai partikel kasar. Nilai modulus kehalusan dipengaruhi
oleh banyaknya bahan yang tertinggal pada ayakan. Semakin besar ukuran partikel bahan
maka jumlah partikel yang tertinggal semakin banyak sehingga modulus kehalusan maka
semakin besar (Rizal, 2013).
BAB III
METODELOGI

3.1 Alat dan Bahan


Alat: Bahan :
 Timbangan  Cabe Merah yang sudah
 Oven dikeringkan
 Pisau
 Nampan
 Plastik
 Mixer/ Mesin penggiling
 Ayakan bertingkat

3.2 Cara Kerja


1. Menghubungkan dengan listrik dan menghidupkan motor penggerak (mixer)
2. Menimbang bahan kering yag sudah ditimbang (tergantung berat bahan yang
dihasilkan dari acara sebelumnya) dibagi menjadi 2 tempat
3. Memasukkan bahan ke-1 ke dalam alat penggiling
4. Menghidupkan alat pengecil ukuran selama 1 menit pada kecepatan level 1
5. Mengeluarkann hasil penggilingan dan melakukan pengayakan dengan mesh yang
sudah disiapkan
6. Ayak dan pisahkan bagian kasar dan bagian yang lolos pada mesh
7. Hitung berat bagian kasar, halus dan losisi pada bahan ke-1
8. Memasukkan bahan ke-2 ke dalam alat penggiling
9. Mengatur kecepatan alat pengecil ukuran secara bergantian kecepatan level 2
10. Menimbang bahan hasil penggilingan 2
11. Ayak dan pisahkan bagian kasar dan bagian yang lolos pada mesh
12. Hitung berat bagian kasar, halus dan losisi pada bahan ke-2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 . Tabel Shift Selasa 10.00 WIB

Berat bahan Waktu


No Kecepatan Kasar Halus Loses
setelah dioven (menit)
14,925 6,925
1 21,85 gram 1 1 menit 0 gram
gram gram
12,555 9,215 0,08
2 21,85 gram 2 1 menit
gram gram gram

4.1.2 Tabel Shift Rabu 08.00 WIB

Berat bahan Waktu


No. Kecepatan Kasar Halus Loses
setelah dioven (menit)
1. 33 gram 1 1 menit 21 gram 11 gram 1 gram

2. 33 gram 2 1 menit 17 gram 15 gram 1 gram

4.1.3 Tabel Shift Rabu 10.00 WIB

Berat bahan
No Kecepatan Waktu Kasar Halus Loses
setelah dioven
16,06
1 24,61 gram 1 1 menit 8,46 gram 0,09 gram
gram
14,51
2 27,86 gram 2 1 menit 13,3 gram 0,05 gram
gram

4.1.4 Tabel Shift Rabu 14.00 WIB

Berat Bahan Setelah Waktu


No. Kecepatan Kasar Halus Loses
Di Oven (Menit)
1. 35,6 gr 1 1 menit 27,8 gr 7,62 gr 0,18
2. 37,4 gr 2 1 menit 25,16 gr 12,74 gr -0,5
4.1.5 Tabel Shift Sabtu 14.00 WIB

No Berat Bahan Kecepatan waktu kasar Halus loses


Setelah Diolah
1 20,77 gram 1 1 menit 16,47 gram 3,74 gram 0,29 gram
2 20,39 gram 2 1 menit 14,62 gram 5,95 gram -0,18 gram

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum dengan judul pengecilan ukuran.
Objek praktikum yang kami gunakan untuk acara ke-3 kali ini adalah cabai merah yang sudah
melalui proses pengeringan pada acara sebelumnya. Pengecilan ukuran yang kami lakukan ini
merupakan proses lanjutan dari acara-acara sebelumnya. Pengecilan ukuran juga dapat
meningkatkan efisiensi bahan seperti menghemat penyimpanan. Menurut Sosrodiharjo (2011)
pengecilan ukuran merupakan istilah yang umum yang di dalamnya meliputi pemotongan,
pemecahan dan penggilingan. Pengecilan ukuran dilakukan secara mekanis tanpa terjadi
perubahan sifat-sifat kimianya. Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian kecil atau
sebaliknya pembentukan satuan-satuan yang lebih besar dari bahan yang terpecah halus
adalah operasi yang penting dalam industri pangan.
Sebelum memasuki proses pengecilan ukuran, cabai merah kering yang menjadi objek
praktikum ini dikeringkan lagi menggunakan oven dengan suhu 60o C selama 1 jam.
Tujuannya agar cabai merah yang sudah lama berada di tempat yang lembab dan
berkemungkinan kadar airnya bertambah dapat kembali dalam kondisi yang kering. Setelah 1
jam dikeringkan, cabai merah yang sudah kering dikeluarkan dari oven dan dipisah ke dalam
2 wadah untuk masing-masing digiling di dalam blender dengan waktu yang sama namun
kecepatan yang berbeda, yaitu wadah 1 dengan kecepatan 1 dalam waktu satu menit, dan
wadah 2 dengan kecepatan 2 dalam waktu satu menit.
Setelah melalui proses pengecilan ukuran, bubuk cabe merah kemudian di ayak dengan
manggunakan ayakan. Dari hasil pengayakan didapat bahwa pada wadah 1 dengan berat awal
setelah di oven seberat 24,61 gram, bubuk kasar yang tertinggal di ayakan seberat 16,06 gram
sedangkan bubuk halus yang tidak tertinggal di ayakan sebanyak 8,46 gram. Dengan begitu,
dapat disimpulkan bahwa jumlah loses (bahan yang terbuang atau yang tertinggal di dalam
blender) seberat 0,09 gram. Untuk wadah 2 dengan berat awal setelah di oven seberat 27,86
gram didapati bahwa bubuk kasar yang tertinggal di ayakan seberat 13,3 gram sedangkan
bubuk halus yang lolos dari ayakan seberat 14,51 gram. Artinya jumlah loses (bahan yang
terbuang atau yang tertinggal di blender) seberat 0,05 gram.
Dari percobaan yang telah kami lakukan, terlihat bahwa semakin cepat kecepatan
blender maka semakin halus hasil yang didapatkan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Rizal
(2013) dimana modulus kehalusan menyatakan tingkat kehalusan, atau menunjukkan besar
dan kecilnya ukuran pertikel yang dihasilkan. Nilai modulus kehalusan yang besar, maka
bahan yang dihasilkan mempunyai partikel kasar. Nilai modulus kehalusan dipengaruhi oleh
banyaknya bahan yang tertinggal pada ayakan. Semakin besar ukuran partikel bahan maka
jumlah partikel yang tertinggal semakin banyak sehingga modulus kehalusan maka semakin
besar.
Dilihat dari hasil pengamatan shift lain, terdapat data loses yang negatif. Hasil negatif
ini kemungkinan dapat terjadi dikarenakan masih ada bubuk yang tertinggal pada blender dan
ayakan dari percobaan wadah 1 kecepatan 1.
Adapun penyebab loses mendapatkan hasil negatif karena kemungkinan bahan asing
masuk dan banyaknya bahannya yang terbuang.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada proses pengecilan ukuran, atau proses penggilingan dilihat dari tingkat
kelembutan dan keseragaman dimana semakin rata maka hasil seduh produk akan baik
pula. Pada saat penyaringan ukuran dari hasil pengecilan ukuran kita dapatkan hasil
yang berbeda-beda yaitu ada yang halus dan ada yang terbilang masih kasar. Kami
melakukan 3 kali penggilingan pada saat pengeciloan ukuran.
Pada proses penggilingan distribusi ukuran hasil pengecilan ukuran dari berbagai
ulangan penggilingan . Saat belum di oven cabai merah ditimbang terlebih dahulu agar
berat sebelum di oven diketahui,tap karena kami tidak melakukan timbangan sebelum
dioven maka data berat mula- mula itu 0. Tujuan pengovenan adalah supaya
pengeringan bahan itu maksimal dan pada saat pengecilan ukuran tidak terjadi
masalah dalam menghitung datanya. Kecepatan dan waktu juga mempengaruhi
distibusi ukurannya apakah berat itu bertambah atau malah berkurang.
Indeks keseragaman dan tingkat kehalusan pada berbagai ulangan penggilingan
untuk mengetahui kehalusan dari suatu bahan sehingga kita bisa membedakan mutu
bahannya yang mana termasuk dalam mutu kasar dan mutu halus dengan cara, bahan
yang telah di oven tersebut diblender dan diayak. Perlakuan ini dilakukan untuk
mencari bahan halus , kasar dan loses tersebut.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya praktikan lebih tertib dalam
melaksanakan praktikum agar suasana di laboratorium tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Anton. 2011. Analisis Pangan Pusbangtepa. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Prabowo , Bimo. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning Dan Tepung Millet
Merah . Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Purnomo, Eko, Et Al. 2015. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Kacang Hitam Dan
Aplikasinya Pada Brownies Panggang. Jurnal Mutu Pangan, Vol. 2 (1): 26-33, 2015.
Issn 2355-5017. Lnstitut Pertanian Bogor.
Rizal, Saifur, Et Al. Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu Pengeringan Terhadap
Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus). Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. Vol. 1 No. 2, Agustus 2013. Fakultas Teknologi Pertanian -
Universitas Brawijaya.
Sosrodiharjo, S. 2011. Peranan Teknologi Pasca Panen. Bogor: IPB.
Stumbo, G.R. 2014. Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Sastra Hudaya.
Suharto, 1991.Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam pengolahan hasil pertanian, pencampuran adalah suatu kombinasi dari
beberapa bahan dasar dan bahan tambahan yang menyebar secara acak dan merata.
Campuran yang rata dinamakan campuran homogen. Pencampuran dimaksudkan untuk
membuat suatu bentuk yang utuh (berupa campuran) dari beberapa bahan. Pencampuran
bahan pangan kering umumnya terjadi pada bahan pangan yang berbentuk tepung-
tepungan (powder) atau granula. Proses pencampuran pada bahan pangan kering
bertujuan untuk membuat suatu bentuk yang seragam dari beberapa bahan pangan
kering.
Proses pencampuran yang dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk dan
beberapa konstituan baik liquid-solid (pasta), atau solid-solid dan kadang-kadang liquid-
gas. Prinsip pencampuran didasarkan pada peningkatan pengacakan dan distribusi dua
atau lebih komponen yang mempunyai sifat yang berbeda. Derajat pencampuran dapat
dikarakterisasi dan waktu yang dibutuhkan, keadaan produk bahkan jumlah tenaga yang
dibutuhkan untuk melakukan pencampuran. Derajat keseragaman pencampuran dapat
diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran.
Suatu industri yang memproduksi suatu produk pasti melakukan
proses pencampuran dari satu baahan dengan bahaan lain, baik bahan padat dengan
padat,padat dengan cair. Proses pencampuran merupakan suatu proses yang penting
dilakukan dalam industri, bahkan mesin pencampur ditemukan di hampir semuaindustri
pengolahan pangan maupun non pangan mulai dari pencampuran yangsederhana sampai
pencampuran yang rumit seperti pada industri farmasi.
Mesin pencampur dapat digolongkan dalam kategori mesin pengolah dalam suatu
industry yang menunjang proses pengolahan bahan menjadi produk. Tujuan operasi
pencampuran adalah bergabungnya bahan mrnjadi suatu campuran yang
sedapat mungkin memiliki kesamaan penyebaran yang semurna.
Berhubung secara fisik bahan-bahan yang ada di alam tersedia dalam berbagai
bentuk fasa, maka secara teoritis banyak sekalivariasi pencampuran bahan yang mungkin
timbul. Peralatan pencampuran mempunyai pemanfaatan yang bermacam-macam. Untuk
menentukan jenis dari alat pencampur tergantung pada jenis bahan yang akan di
campurkan, cairan paatan, atau gas.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Memperkenalkan prinsip kerja dan operasi pencampuran bahan pasta, granula dan
cair.
2. Memperkenalkan prinsip perhitungan variabel pencampuran berbentuk pasta,
granula dan cair.
3. Membandingkan laju pencampuran pada masing-masing bentuk bahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pencampuran merupakan operasi yang bertujuan mengurangi ketidaksamaan kondisi,


suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan. Pencampuran dapat terjadi dengan cara
menimbulkan gerak di dalam bahan itu yang menyebabkan bagian-bagian bahan saling
bergerak satu terhadap yang lainnya, sehingga operasi pengadukan hanyalah salah satu cara
untuk operasi pencampuran. Pencampuran fasa cair merupakan hal yang cukup penting dalam
berbagai proses kimia. Pencampuran fasa cair dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama,
pencampuran antara cairan yang saling tercampur (miscible), dan kedua adalah pencampuran
antara cairan yang tidak tercampur atau tercampur sebagian (immiscible).
Pencampuran adalah suatu operasi yang menggabungkan dua macam atau
lebihkomponen bahan yang berbeda hingga tercapai suatu keseragaman. Prinsip pencampuran
bahan banyak diturunkan dari prinsip mekanika fluida dan perpindahan bahan akan ada bila
terjadi gerakan atau perpidahan bahan yang akan dicampur secara horizontal ataupun vertikal.
Derajat keseragaman pencampuran diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran,
jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random, maka
dikatakan pencampuran dengan baik (Irma.L.Y. 2016).
Pencampuran diartikan sebagai suatu proses menghimpun dan membaurkan bahan-
bahan. Dalam hal ini diperlukan gaya mekanik untuk menggerakkan alat pencampur supaya
pencampuran dapat berlangsung dengan baik (Lubis, 2012).
Proses pencampuran adalah suatu proses yang penting dilakukan dalam industri,
bahkan mesin pencampur ditemukan di hampir semua industri pengolahan pangan maupun
non pangan mulai dari pencampuran yang sederhana sampai pencampuran yang rumit seperti
pada industri farmasi. Mesin pencampur dapat digolongkan dalam kategori mesin pengolah
dalam suatu industri yang menunjang proses pengolahan bahan menjadi produk (Rizkiana dan
Putra, 2012).
Pencampuran dengan bentuk liquid memiliki maksud untuk mensuspensikan partikel
padatan, menggabungkan bahan cair yang dapat saling bercampur, mendispersikan gas dalam
bentuk gelembung halus, mendisperisikan bahan cair lain yang tidak dapat bercampur,
menigkatkan pindah panas antar bahan cair dan sumber panas. Pengadukan bahan cair
umumnya dilakukan dalam suatu bejana, biasanya berbentuk silinder yang memilki sumbu
vertical (Shela, 2015).
Selain pencampuran fasa cair dikenal pula operasi pencampuran fasa cair yang pekat
seperti lelehan, pasta, dan sebagainya; pencampuran fasa padat seperti bubuk kering,
pencampuran fasa gas, dan pencampuran antar fasa. Mixer merupakan proses mencampurkan
satu atau lebih bahan dengan menambahkan satu bahan ke bahan lainnya sehingga membuat
suatu bentuk yang seragam dari beberapa konstituen baik cair-padat, padat -padat, maupun
cair-gas. 7 Komponen yang jumlahnya lebih banyak disebut fasa kontinyu dan yang lebih
sedikit adalah fasa disperse.
Proses pengadukan atau mixing memiliki tujuan utama untuk
membentuk jaringan gluten yang terdapat dalam terigu. Saat terigu ditambahkan air. Serta
mengalami proses pengadukan maka seiring waktu jaringan gluten akan mulai
terbentuk. Proses pengadukan akan dihentikan apabila jaringan gluten sudah terbentuk dengan
sempurna atau dikenal dengan istilah kalis (well develoved) (Hermanto dkk, 2015).
Bila suhu ruangan panas, adonan ditutup kain basah supaya tidak kering.
Tujuantahap ini adalah untuk memperbaiki susunan fisik gluten yang rusak selama pengaduka
n dan mempermudah penanganan adonan selanjutnya. (Wahab,2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran adalah ukuran partikel bentuk dan
pengaduk dari masing-masing komponen, kadar air permukaan bahan pangan dan
karakteristik aliran masing-masing bahan. Homogenisasi adalah operasi ganda penurunan
dropler (ukuran partikel) dari fase terdispersi dan sekaligus mendistribusikannya kedalam fasa
kontinyu (Putra, 2013).
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan 3.1.2 Bahan yang digunakan
1. Wadah ukuran sedang 1. Cabe Bubuk
2. Sendok 2. Bawang Goreng
3. Timbangan
4. Piring
5. Blender
6. Pisau
7. Ayakan
8. Stopwatch

3.2. Prosedur Kerja


3.2.1 Pencampuran Bahan Berbentuk Granula
1. Bersihkan pan, vessel dan pelanetary.
2. Masukkan tepung cabe yang telah diketahui beratnya kedalam mixer.
3. Tambahkan bawang goreng dengan rasio 1:1, 1:2, dan 2:1.
4. Jalankan mixer, catat waktu mulai terbentuknya adonan.
5. Ambil sampai secara acak setiap selang waktu 1 menit sampel, masing-masing .
6. Analisa contoh yang diambil dan labulasi datanya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Presentase bahan Penampakan Berat
Bahan
Sampel Bahan Gabungan Seragam Kurang Tidak Lolos Tertahan Loses
Pencampur

19, 30 19,30 38 ,6 5 ,97 32 ,96 -0,03


1 - -
gr gr gr gr gr gr
14, 75 29 , 5 44 , 25 5 ,04 39 ,37 -0,16
2 - -
gr gr gr gr gr gr
16,08 8,04 5, 54 19 , 24 -0,66
3 24 ,12 gr - -
gr gr gr gr gr

Shift Rabu Jam 14.00-16.00 WIB


Presentase bahan Penampakan Berat
Bahan
Sampel Seragam Kurang Tidak Lolos Tertahan Loses
Pencampur
20,35 40,70 3,78 56,72 0,55
- -
gr gr gr gr gr
20,49 20,49 3,92 36,90 0,16
- -
gr gr gr gr gr
32,44 16,22 4,06 44,32 0,28
- -
gr gr gr gr gr

Shift Selasa Jam 10.00-12.00 WIB Kelompok 1


Presentase bahan Penampakan Berat
Bahan
Sampel Seragam Kurang Tidak Lolos Tertahan Loses
Pencampur
11,15 11,15 3,18 19,04 0,08
- -
gr gr gr gr gr
11,15 22,30 2,34 30,46 0,65
- -
gr gr gr gr gr

22,28 11,14 - - 5,19 28,14 0,09


gr gr gr gr gr

Shift Selasa Jam 14.00-16.00 WIB Kelompok 5


Presentase bahan Penampakan Berat
Bahan
Sampel Seragam Kurang Tidak Lolos Tertahan Loses
Pencampur
15,65 15,65 2,09 27,99 2,16
- -
gr gr gr gr gr
15,23 30,46 1,50 42,95 1,24
- -
gr gr gr gr gr
10,50 5,25 1,82 14,11 -0,18
- -
gr gr gr gr gr

4.2 Pembahasan
Pada praktikum satuan operasi ini, Dan kami melakukan pengamatan pada bahan hasil
pertanian dan bahan yang digunakan adalah cabe merah yang khusus digunakan sebagai obat-
obatan, dan alat yang kami gunakan yaitu pisau, wadah, saringan (ayakan teh), timbangan
analitik dengan ketelitian 0,00 gram dan berat maksimal 500 gram dan grinder dengan
pembuatan bahan hasil pertanian tersebut menjadi bubuk sehingga melibatkan beberapa unit
operasi yaitu sortasi, pengeringan dan pengecilan ukuran.
Pencampuran adalah suatu kombinasi dari beberapa bahan dasar dan bahan tambahan
yang menyebar secara acak dan merata. Campuran yang rata dinamakan campuran
homogen. Pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk yang utuh (berupa
campuran) dari beberapa bahan. Seperti yang dijelaskan oleh Tujuan pencampuran adalah
untuk memastikan bahwa ada keseragaman bentuk antara bahan tercampur yang dapat
ditentukan dengan mengambil sampel dari bagian terbesar bahan dan menganalisisnya, yang
harus mewakili komposisi dari keseluruhan campuran. Untuk memulai atau meningkatkan
reaksi fisika atau kimia seperti difusi, disolusi.
Pencampuran bahan pangan kering umumnya terjadi pada bahan pangan yang
berbentuk tepung-tepungan (powder) atau granula. Proses pencampuran pada bahan pangan
kering bertujuan untuk membuat suatu bentuk yang seragam dari beberapa bahan pangan
kering. Pada praktikum kami, kami mencampurkan bahan produk kami yaitu cabe merah
dengan bawang goreng, alat yang digunakan yaitu piring dan sendok.
Pencampuran pertama yaitu dengan waktu 1 menit dengan perbandingan 1 : 1 dimana
berat bubuk cabe merah dan bawang goreng sama yaitu 19,30 gram, mendapatkan hasil tidak
seragam, dan penampakan warna setelah dicampur bawang goreng masih dominan ke cabe
yaitu kemerahan dengan aroma yang sangat harum yaitu aroma khas bawang goreng. Dan
bahan yang lolos itu ada 5,97 gram, bahan tertahan ada 32,96 gram, dan yang loses itu -0,03
gram. Pada pencampuran ke dua yaitu pencampuran bubuk cabe merah dengan bawang
goreng dengan perbandingan 1 : 2 dimana berat bubuk cabe merah 14,75 gram dan bawang
goreng nya 29,5 gram, dimana pada waktu 1 menit tidak seragam, penampakan warna setelah
dicampur bawang goreng masih dominan ke cabe yaitu kemerahan dengan aroma yang
sangat harum yaitu aroma khas bawang goreng. Dan bahan yang lolos itu ada 5,04 gram,
bahan tertahan ada 39,37 gram, dan yang loses itu -0,16 gram. Dan pada pencampuran yang
terakhir, yaitu pencampuran cabe merah dan bawang goreng dengan perbandingan 2 : 1
dimana berat cabe merah bubuk 16,8 gram dan bawang goreng 8,04 gram, pada waktu
pencampuran ketiga ini, masih tidak seragam dengan waktu 1 menit. Penampakan warna
setelah dicampur bawang goreng masih dominan ke cabe yaitu kemerahan dengan aroma
yang sangat harum yaitu aroma khas bawang goreng. Dan bahan yang lolos itu ada 5,54 gram,
bahan tertahan ada 19,24 gram, dan yang loses itu -0,66 gram. Loses yang didapatkan setiap
sampel itu negative (-) itu terjadi karena ada kesalahan dalam penimbangan dan adanya
bahang asing yang masuk.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Prinsip kerja dan operasi pencampuran bahan padat dengan padat ialah dengan cara
mencampurkan cabe yang tidak lolos ayakan dengan bawang goreng dengan perbandingan 1 :
1. Dan tidak didapatkan hasil yang homogen, karena perbedaan bentuk masing-masing bahan.
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa :
Produk baru dari hasil pencampuran pada praktikum adalah campuran cabe rawit
bubuk dan bawang goreng.
Pencampuran dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ukuran partikel, waktu
pencampuran,dan jenis bahan.
Semakin lama waktu pencampuran,tingkat homogenitas campuran akan meningkat.

5.2 Saran
Saran praktikum ini adalah agar praktikum lebih kondusif dalam melakukan
percobaan agar ruangan praktikum tetap tenang.
.
DAFTAR PUSTAKA

Hermanto, Abdurrahman Baco dan Nur Asyik, 2015. Penuntun Praktikum Satuan Operasi
Industri Pangan. Universitas Halu Oleo. Kendari
Purba Febriani, 2012. Mesin pencampur (Mixing Equipment)
http://febrianipurba.blogspot.com/2015/12/mesin
pencampurmixingedupment.html.Diakses pada tanggal 13 juni 2015.
Risky, 2015. Fermentasi Roti. http://rizkyherliananiswita.blogspot.com/2015/05/
laporanpraktikumfermentasipurba.html
Octavia, M. D., Halim, A., Indriyani, R. 2012. Pengaruh Besar Ukuran PartikelTerhadap
Sifat-Sifat Tablet Metronidazol. Jurnal Farmasi Higea, 4 (2) :74-92.
Irma.L.Y. (2016). “Laporan Akhir Praktikum Satuan Operasi”,
https://www.scribd.com/embeds/379387041/content?start_page=1&view_mode=scroll
&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf
Lubis, Ahmad Husni. 2012. Pencampuran Bahan Kimia (MIXING PROCESS).
http://ahmadhusnilubis.blogspot.com/2012/02/pencampuran-bahan-kimia-mixing-process.html
Rizkiana, Wening dan Putra, Ari Permana. 2012. Mixing Equipment. Bogor : IPB.
Shela. 2015. Pengeringan. Perpustakaan Indonesia. Jakarta
Putra.2013 Drying Product System. Yrama Widya. Bandung
Hilmawan, Ardi. 2011. Mixing.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk granula.
Granula pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi dan buah. Pati pada
tanaman berperan sebagai sumber energi untuk fase dorman, geminasi dan pertumbuhan.
Pati sangat banyak diperoleh di alam dan merupakan cadangan dari karbohidrat pada
tanaman. Pati dapat diperoleh dari berbagai biji-bijian seperti padi, ketela, sagu, jagung dan
sebagainya. Pati merupakan karbohidrat polimer tinggi yang tersusun dalam satuan
Gluko pyranosa dengan rangkaian gluosida. Karbohidrat mempunyai klasifikasi
secara sistematis sebagai monosakarida, disakarida, trisakarida, tetrasakarida dengan
mengandung 5 atau 6 atom karbon yang dikenal dengan pentosan dan hexosan serta
merupakan bahan yang tidak berwarna, berbentuk kristal dan tidak mudah larut.
Pengamatan dalam praktikum ini yaitu berat pati, rendemen,warna, kadar air.
Berdasarkan uraian tersebut maka dilaksanakan praktikum Produksi Pati Dari Bahan
Berkarbohidrat.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Memproduksi pati dari bahan berkarbohidrat.
2. Mengidentifikasi unit operasi yang terlibat dalam produksi pati.
3. Menghitung persentase hasil pemisahan (ampas kering, pati kering, pati halus dan pati
kasar).
4. Membuat dan menghitung neraca bahan pada setiap unit operasi.
5. Menghitung rendemen pati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh manusia yang
befungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia. Karbohidrat sebagai zat gizi
merupakan nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-
beda, meski terdapat persamaan-persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua
karbohidrat terdiri atas unsur Carbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) (Siregar, 2014) .
Jagung merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia, yang mempunyai
kedudukan penting setelah beras. Alternatif bentuk olahan yang relatif tahan lama disimpan
adalah dengan diolah menjadi tepung jagung, pati jagung, emping jagung, serta makanan
ringan yang terbuat dari tepung maupun pati jagung itu sendiri (Purwandani dkk, 2016).
Jagung mengandung senyawa anti nutrisi salah satunya adalah asam fitat. Beberapa
metode digunakan untuk mengurangi asam fitat, salah satu metode yang mudah untuk
menghilangkan maupun mengurangi kandungan asam fitat yaitu dengan fermentasi.
Fermentasi merupakan perubahan kimiawi material organik menjadi senyawa yang lebih
sederhana akibat reaksi enzimatis, katalis organik yang kompleks yang diproduksi oleh
mikroorganisme seperti jamur, khamir atau bakteri. Pada serealia yang difermentasi, bakteri
asam laktat menghasilkan komponen utama berupa asam laktat yang merupakan aroma non
volatile utama disamping komponen flavor yang lain yaitu asam karboksilat, ester, dan
aldehid (Claudia dkk, 2015).
Sebagai sumber karbohidrat utama, jagung juga mengandung protein, vitamin dan
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Jagung mengandung energi sebesar 149 kalori/100 g
untuk jagung lokal dan 114,2 kalori/100 g untuk jagung manis (Suarni dan Yasin, 2011).
Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji. Komponen
karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa, dan fruktosa hanya 1%-3%
dari bobot biji jagung. Tepung jagung dapat diperoleh dengan cara mengekstrak biji jagung.
Komposisi kimia tepung jagung adalah: karbohidrat (74,5%), protein (9%), serat (1%), abu
(1,1%) dan lemak (3,4%). Pati terdiri dari dua jenis polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin. Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa.
Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik
percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Dalam amilosa satuan-satuan gula
dihubungkan dengan ikatan 1,4, sedangkan dalam amilopektin ikatannya pada 1,6 atau
dengan kata lain atom C1 dari satu gula dihubungkan dengan atom C6 dari satuan gula
berikutnya (Murni, 2015).
Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan
furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil
bahan farmasi. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu,
namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat
sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang
muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung
lignin.Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu
tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah
bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif,
dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan
2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (Saleh, 2013)
Pati jagung merupakan salah satu jenis pati yang mengandung komponen hidrokoloid
yang dapat dimanfaatkan untuk membentuk matriks film. Pati jagung memiliki kadar amilosa
tinggi sekitar 25% sehingga mengembangkan potensi kapasitas pembentukan film dan
menghasilkan film yang lebih kuat dari pati yang mengandung lebih sedikit amilosa
(Kusumawati, 2013).
Tepung jagung juga mengandung protein (8-11%). Tepung jagung memiliki tekstur
agak kasar dan kandungan gluten relatif rendah (< 1%). Kandungan gizi tepung jagung tidak
kalah dengan terigu, bahkan jagung memiliki keunggulan karena tepung jagung merupakan
pangan fungsional seperti serat pangan, unsur Fe, dan betakaroten yang merupakan pro
vitamin A (Papunas dkk, 2013).
BAB III
METODELOGI

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan 3.1.2 Bahan yang digunakan
1. Baskom 1. Jagung
2. Talenan
3. Nampan/Loyang
4. Plastik PP
5. Ayakan 80 Mesh
6. Mortal
7. Pisau

3.2. Prosedur Kerja


1. Menimbang bahan.
2. Melakukan pembersihan pada bahan dengan cara mengupas kulit bagian luar dan
menyeleksi bahan yang tidak digunakan.
3. Menimbang bahan yang telah bersih dan mencuci bahan tersebut sampai keadaan
bersih.
4. Memarut bahan yang telah bersih dengan menggunakan parutan.
5. Menimbang kembali bahan yang telah diparut dan menambahkan air ke dalam hasil
parutan sebanyak 3:1 (b:b) (secara bertahap).
6. Mencampurkan bahan dengan air sampai homogen
7. Menyaring bahan tersebut dengan menggunakan kain halus
8. Mengeringkan ampas dari hasil penyaringan selama 12-24 jam dan kemudian
menimbang ampas tersebut
9. Mengendapkan hasil saringan (bahan yang tersuspensi dalam air) selama semalam
(12-24 jam).
10. Memisahkan air dengan pati secara perlahan-lahan dan menimbang pati tersebut.
11. Mengeringkan pati ke dalam oven selama 2 jam dengan suhu 800C .
12. Menimbang pati yang telah kering dan menghaluskan pati tersebut menggunakan
mortal.
13. Pati yang telah dihaluskan kemudian melakukan pengayakan dengan menggunakan
80 mesh.
14. Menimbang pati yang halus (lolos) dan pati yang kasar (tertahan) dari ayakan.
15. Menghitung rendemen pati.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 𝑥 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Hasil Pengamatan Kelompok 2 Shift Rabu Jam 10.00
1. Penampakan Bahan Pada Setiap Unit Operasi
Unit operasi penampakan Berat Bagian

Sampah : 55 gr
Pengecilan ukuran
Bagus : 942 gr

Bahan : 493 gr
Pencampuran
Air : 1. 479 ml

Ekstraksi 269,79gram

Pengeringan 26,79gram

Tertahan :7,12
Penyaringan gr
Lolos :18,39 gr
2. Identifikasi Randemen Dalam Produksi Pati
Parameter Berat awal Berat akhir Rendemen
Ampas kering 942 gram 57,60 gram 6,1 %
Pati kering 942 gram 26,79 gram 2,8%
Pati halus 942 gram 18,39 gram 1,95%
Pati kasar 942 gram 7,12 gram 0,75%
3. Neraca Massa dari Komoditi Jagung

Jagung
1000 gram Losesnya
1022 gram 0,3 gram

Pengupasan Kulit (output)


942 gram 440 gram
Losesnya
9 gram

Pemarutan
493 gram

Losesnya
Air (input) Pencampuran 40,64 gram
1479 gram 1972 gram

Penyaring Ampas Basah Ampas Kering


1972 gram 493 gram 57,60 gram

Pengendapan selama 24 jam


209,19 gram

Pati Kering
26,39 gram

Pati Halus Pati Kasar


18,39 gram 7,12gram

Losenya
0,88 gram
4.1.2 Hasil Pengamatan Shift Rabu Jam 08.00
Penampakan Bahan pada Setiap Unit Operasi
Unit Operasi Penampakan Berat Bahan
Pengecilan ukuran Jagung: 733gr
Kulit: 159gr

Pencampuran Jagung: 460gr


Air: 1400ml

Ekstraksi Pati Basah: 31gr


Pengeringan Pati: 18gr

Penyaringan Pati Halus:12gr


Pati kasar:19gr

Identifikasi Rendemen dalam Produksi Pati


Parameter Berat Awal Berat akhir Rendemen

Ampas kering 142 gram 34gr 4,17%

Pati kering 18 gram 15 gram 13,1%

Pati halus 12 gram 11 gram 8,7%

Pati kasar 19 gram 17 gram 14,6%


4.1.3 Hasil Pengamatan Shift Rabu Jam 14.00
Penampakan Bahan pada Setiap Unit Operasi
Berat awal bahan (Jagung) : 750 gram
Unit operasi Penampakan Berat bagian
Pengecilan Ukuran 463,1 gram

Pencampuran 127,4 gram

Ektraksi 48,2 gram

Pengeringan 23,7 gram

Penyaringan 13,92 gram

Identifikasi Rendemen dalam Produksi Pati


Parameter Berat Awal Berat Akhir Rendemen
Ampas Kering 127,4 gram 90,4 gram 70,95 %
Pati Kering 48,2 gram 23,7 gram 49,17%
Pati Halus 23,7 gram 13,92 gram 58,73%
Pati Kasar 23,7 gram 12,44 gram 52,48%
4.1.4 Hasil Pengamatan Shift Selasa Jam 10.00
1. Penampakan Bahan pada Setiap Unit Operasi
Unit operasi Penampakan Berat bagian
Pengecilan 465,00 gram
Ukuran

Pencampuran 103,00 gram

Ektraksi 59,00 gram

Pengeringan 26,25 gram

Penyaringan 23,63 gram

2. Identifikasi Rendemen dalam Produksi Pati


Parameter Berat Awal Berat Akhir Rendemen
Ampas Kering 465,00 gram 61,00 gram 13,12%
Pati Kering 465,00 gram 59,00 gram 12,69%
Pati Halus 465,00 gram 17,68 gram 3,80%
Pati Kasar 465,00 gram 5,95 gram 1,28%

Randemen = x 100%
= x 100%

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini adalah mengenai pembuatan pati dari bahan berkarbohidrat. Bahan
yang kami gunakan adalah jagung. Jagung adalah salah satu bahan hasil pertanian yang
tumbuh subur diindonesia yang biasa digunakan sebagai penganti beras sesuai dengan
literatur Purwandani dkk, 2016 yang menyatakan bahwa Jagung merupakan salah satu
makanan pokok di Indonesia, yang mempunyai kedudukan penting setelah beras. Alternatif
bentuk olahan yang relatif tahan lama disimpan adalah dengan diolah menjadi tepung jagung,
pati jagung, emping jagung, serta makanan ringan yang terbuat dari tepung maupun pati
jagung itu sendiri.
Jagung merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia, yang mempunyai
kedudukan penting setelah beras. Alternatif bentuk olahan yang relatif tahan lama disimpan
adalah dengan diolah menjadi tepung jagung, pati jagung, emping jagung, serta makanan
ringan yang terbuat dari tepung maupun pati jagung itu sendiri (Purwandani dkk, 2016).
Disini kami menggunakan jagung segar sebanyak 920,8 gram. Pada praktikum yang
kami lakukan, kami melakukan sortasi dengan memisahkan antara kulit jagung dengan
buahnya lalu kami menimbangnya kembali sehingga didapat berat kulit sebanyak 120,6 gram
dan berat buah yang sudah dikupas sebanyak 798,2 gram. Pemisahan antara kulit dengan buah
ini kami lakukan untuk mendapatkan buah yang bersih dan siap diolah ke tahap selanjutnya.
Bagian kulit yang sudah dipisahkan tidak akan digunakan dalam proses pembuatan pati dari
jagung. Pada shift rabu jam 8.00 didapat berat buah sebanyak 733 gram dan berat kulit
sebanyak 159 gram. Pada shift rabu jam 10.00 didapat berat buah sebanyak 942 gram dan
berat kulit sebanyak 55 gram. Sedangkan pada shift rabu jam 14.00 tidak dijelaskan secara
rinci berapa banyak berat buah bagus dan berat kulit yang didapat.
Kami juga melakukan identifikasi pada penampakan setiap bahan. Parameter satuan
operasi yang kami amati adalah pengecilan ukuran. Tujuan dari satuan operasi ini adalah agar
didapatkan buah yang bagus dan terpisah dari kulit serta bagian-bagian yang tidak terpakai
lainnya. Pada satuan operasi ini kami melakukan pemarutan buah jagung, didapat hasil berat
bagian yang sudah diparut sebanyak 465 gram dan berat bonggol sebanyak 300,8 gram.
Bonggol yang tidak terpakai kemudian disatukan dengan kulit jagung yang tidak terpakai.
Pada shift rabu jam 8.00 didapat berat jagung hasil parutan sebanyak 460 gram. Pada
pengamatan yang dilakukan oleh kelompok shift rabu jam 10 berat jagung yang sudah diparut
tidak diberitahu sebanyak apa sedangkan pada shift rabu jam 14.00, berat jagung yang diparut
sebanyak 463,1 gram, lebih sedikit dibandingkan dengan shift selasa jam 10.
Pada satuan operasi pencampuran, kami mencampurkan hasil jagung yang sudah
diparut dengan air menggunakan perbandingan 3:1. Pada shift rabu jam 10, kami
menambahkan air sebanyak 1479 ml. Kami mencampurkannya secara perlahan lalu
menyaringnya menggunakan kain tipis, disini kami menggunakan kerudung bekas sebagai
saringan. Setelah itu dipisahkan antara ampas dengan hasil perasan. Dari pengamatan yang
dilakukan didapat berat ampas sebanyak 493 gram. Pada shift rabu jam 8.00 tidak dijelaskan
berapa banyak berat ampas yang didapat. Sedangkan pada shift rabu jam 10.00 didapat berat
ampas tidak diketahui dan pada shift rabu, jam 14.00 didapat berat ampas sebanyak 127,4
gram.
Pada satuan operasi pengeringan, ada 2 macam metode pengeringan yaitu secara alami
dan dengan oven. Pada praktikum kali ini kami menggunakan oven karena untuk menghemat
waktu. Pengerigan menggunakan oven memakan waktu yang lebih cepat dibandingkan
pengeringan secara alami. Hal ini sesuai dengan literatur Winangsih, 2013 Pengeringan
dengan oven dianggap lebih menguntungkan karena akan terjadi pengurangan kadar air dalam
jumlah besar dalam waktu yang singkat, akan tetapi penggunaan suhu yang terlampau tinggi
dapat meningkatkan biaya produksi selain itu terjadi perubahan biokimia sehingga
mengurangi kualitas produk yang dihasilkan sedang metode kering angin dianggap murah
akan tetapi kurang efisien waktu dalam pengeringan simplisia. Pati yang sudah diendapkan
dimasukkan kedalam oven selama 2 jam dengan suhu 60oC. Namun setelah 2 jam pati masih
lembab dan belum kering sehingga dilakukan pengovenan kembali selama 1 jam dengan suhu
80oC. setelah pengovenan sekitar 3 jam, didapat hasil berat pati sebanyak 26,25 gram. Saat
pengovenan kadar air akan berkurang sehingga terjadi penyusutan berat pati. Pada shift rabu
jam 8.00 tidak dijelaskan berapa banyak pati yang didapatkan setelah melalui proses
pengovenan. Sedangkan pada shift rabu, jam 10.00 didapat berat pati sebanyak 26,79 gram.
Dan pada shift rabu jam 14.00 didapat berat pati sebanyak 23,7 gram.
Satuan operasi yang selanjutnya adalah penyaringan. Penyaringan dilakukan untuk
memisahkan antara bagian kasar dan bagian halus dari suatu bahan. Pati yang sudah dioven
kemudian dihaluskan dan disaring. Saringan yang kami gunakan adalah mesh 80. Dari hasil
penyaringan didapat berat bagian kasar sebanyak 5,95 gram dan berat bagian halus sebanyak
17,68 gram. Sedangkan pada shift rabu jam 10.00 didapat berat bagian kasar sebanyak 7,12
gram dan berat bagian halus sebanyak 18,39 gram. Pada shift rabu jam 14.00 tidak dijelaskan
secara rinci mengenai berat bagian kasar dan berat bagian halusnya.
Tahap selanjutnya adalah menghitung rendemen pati. Parameter yang diamati adalah
ampas kering, pati kering, pati halus dan pati kasar. Dari pengamatan yang telah dilakukan,
didapat rendemen ampas kering sebanyak 13,12%, pati kering sebanyak 12,69%, pati halus
sebanyak 3,80% dan pati kasar sebanyak 1,28%. Pada shift rabu jam 8.00 didapat rendemen
ampas kering sebanyak 34 gram, pati kering sebanyak 15 gram, pati halus sebanyak 11 gram
dan pati kasar sebanyak 17 gram. Sedangkan pada shift rabu, jam 10.00 didapat rendemen
ampas kering sebanyak 6,1 gram, pati kering sebanyak 2,8%, pati halus sebanyak 1,95% dan
pati kasar sebanyak 0,75%. Shift rabu jam 14.00 didapat rendemen ampas kering sebanyak
70,95%, pati kering sebanyak 49,17%, pati halus sebanyak 58,73% dan pati kasar sebanyak
52,48%. Pada shift ini rendemen yang didapat lebih banyak dibandingkan dengan hasil
rendemen dari shift lain.
Kelompok shift sabtu jam 14.00 tidak mengirimkan data laporan hasil pengamatan
kepada kami, sehingga kami tidak bisa membandingkan hasil yang didapat pada shiftsabtu
jam 14.00 dengan data hasil pengamatan dari shift lain.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Memproduksi pati dari bahan jagung dapat menambah nilai potensial dari
jagung itu sendiri. Menurut Murni, 2015 komponen utama jagung adalah pati, yaitu
sekitar 70% dari bobot biji. Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu
glukosa, sukrosa, dan fruktosa hanya 1%-3% dari bobot biji jagung. Tepung jagung
dapat diperoleh dengan cara mengekstrak biji jagung.
Unit operasi yang terlibat dalam proses produksipati adalah pengecilan ukuran,
pencampuran, ekstraksi, pengeringan dan penyaringan.
Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap pembuatan pati dari bahan
jagung didapat persentase ampas kering sebanyak 13,12%, pati kering sebanyak
12,69%, pati halus sebanyak 3,80% dan pati kasar sebanyak 1,28%.

5.2. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan pada praktikum kali ini yaitu para praktikan
sebaiknya memerhatikan asisiten untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi dan
kepada praktikan memahami materi terlebih dahulu sehingga praktikum berjalan
dengan lancar dan tidak terjadi kesalahan baik dalam pengamatan dan hal lain
sebagainya. Serta praktikan haruslah serius dalam melakukannya, agar produk yang
akan kita buat terjamin higenis dan hasil yang didapatkan sesuai dengan keinginan.
DAFTAR PUSTAKA

Claudia, R., Estiasih, T., Ningtyas, D. W., & Widyastuti, E. 2015. PENGEMBANGAN
BISKUIT DARI TEPUNG UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) DAN
TEPUNG JAGUNG (Zea mays) FERMENTASI: KAJIAN PUSTAKA [IN PRESS
SEPTEMBER 2015]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(4).
Kusumawati, D. H., & Putri, W. D. R. 2013. Karakteristik fisik dan kimia edible film pati
jagung yang diinkorporasi dengan perasan temu hitam. Jurnal pangan dan
agroindustri, 1(1), 90-100.
Murni, S. W. 2015. Pembuatan edible film dari tepung jagung (Zea Mays L.) dan kitosan. In
Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan (pp. 17-1).
Papunas, M. E., Djarkasi, G. S., & Moningka, J. C. 2013. Karakteristik fisikokimia dan
sensoris flakes berbahan baku tepung jagung (Zea mays L), tepung pisang goroho
(Musa acuminafe, sp) dan tepung kacang hijau (Phaseolus radiates). In Cocos (Vol.
3, No. 5).
Purwandani, L., Indrastuti, E., & Ramadhia, M. 2016. Fortifikasi tepung ikan lele (Clarias
gariepinus) pada pembuatan snack dari pati jagung (Zea mays).
Saleh, A. 2013. Efisiensi konsentrasi perekat tepung tapioka terhadap nilai kalor pembakaran
pada biobriket batang jagung (Zea mays L.). TEKNOSAINS: MEDIA
INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI , 7(1), 78-89.
Siregar, N. S. 2014. Karbohidrat. Jurnal Ilmu Keolahragaan, 13(02), 38-44.
Suarni dan M. Yasin. 2011. Jagung Sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman
Pangan vol. 6 no 1 – 2011.
Vachlepi, A., & Suwardin, D. 2013. Penggunaan biobriket sebagai bahan bakar alternatif
dalam pengeringan karet alam. Warta Perkaretan, 32(2), 65-73.
Winangsih, W., & Parman, S. 2013. Pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas
simplisia lempuyang wangi (Zingiber aromaticum L.). Anatomi Fisiologi, 21(1), 19-
25.
LAMPIRAN

Pengecilan
ukuran

Pencampuran

Ekstraksi

Pengeringan

Penyaringan

Anda mungkin juga menyukai