Disusun Oleh :
10. Menghitung rendemen cabe yang dapat diolah lebih lanjut (bagian yang dapat
dimakan).
11. Menghitung bagian yang tidak dapat dimakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Utuh
196 ,0 39 , 2 % Mutu I
Bahan dari
bagian yang
tidak terpakai 32 , 3 6 , 46 % -
= x 100 %
=0,7332 x 100%
=73,72 %
= x 100%
=0,3496 x 100%
=34,96 %
= x 100%
=0,6128 x 100%
=1,628 %
= x 100%
= 0,0922 x 100%
=9,22 %
Presentase
Pengelompokan Penampakan Berat Bagian Kelas Mutu
Berat
4.2 Pembahasan
Pada praktikum yang kami lakukan ini, percobaan yang pertama adalah sortasi dan
grading bahan pertanian yaitu cabe merah. Sortasi ini bertujuan untuk memisahkan hasil
panen yang baik dan yang jelek, dan bagian yang tidak terpakai. Pengertian hasil panen
yang baik adalah yang tidak mengalami kesusakan fisik dan terlihat menarik. Sedangkan
hasil panen yang jelek adalah hasil yang telah mengalami kebusukan atau kerusakan fisik
akibat penguapan atau serangan hama dan penyakit.
Cabe merah dengan berat 500 gram di sortasi berdasarkan bahan utuh, bahan bagus,
bahan jelek dan bahan yang tidak terpakai. Untuk memperoleh data yang diharapkan,
pertama pisahkan cabe merah dari tangkainya. Kemudian memisahkan bagian yang utuh,
bagus dan jelek ke masing-masing wadah yang telah di siapkan. Setelah itu timbang
bahan hasil sortasi dan grading menggunakan timbangan. Untuk bahan utuh diperoleh
berat 196,0 gram dengan persentase berat 39,2%. Untuk bahan bagus diperoleh berat
140,5 gram dengan persentase berat 28,1%. Untuk bahan jelek di peroleh berat 114,5
gram dengan persentase berat 22,9%. Dan yang terakhir untuk bagian dari bahan yang
tidak terpakai di peroleh berat 32,3 gram dengan persentase berat 6,46%.
Setelah mendapatkan data hasil sortasi dan grading, langkah selanjutnya adalah
mencari kelas mutu dari cabe merah. Kelas mutu ini di peroleh dari SNI Cabai yang
tetapkan, berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa cabe
merah termasuk kedalam kelas mutu 1 dengan kerusakan 3,6% berdasarkan Syarat mutu
cabai (SNI 4480 :2016).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Unit operasi yang terlibat dalam pembuatan cabe rawit menjadi bubuk yaitu sortasi
cabe rawit berdasarkan bentuk , ukuran, warna, cacat dan partikel yang tidak diinginkan.
Untuk pengawasan mutu bahan dengan cara uji fisik dan kimia adalah dengan cara
uji secara parameter organoleptik.
5.2 Saran
Pada proses praktikum sebaiknya dilakukan secara hati – hati dikarenakan pada
bahan cabai merah pada proses pengayakan dan pada proses pemblenderan rentan
terkena mata.
DAFTAR PUSTAKA
Santoso. 2009. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia. STPP.2015. Petunjuk
Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Pertanian. Yogyakarta : UGM.
Sudaryanto. 2011. Penuntun Praktikum Mata Kuliah Teknologi Hasil Pertanian. Jawa Barat :
Universitas Padjadjaran.
Tjahjadi.2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Jatinangor: Universitas
Padjadjaran.
Afrianti, Anton, dkk. 2008. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.
Astutik. 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah Dengan Cara Perlakuan Suhu dan
Tekanan Fakum. Buletin Teknik Pertanian Vol.13 No.2
Barus, P. 2009. Pemanfaatan bahan pengawet dan antioksidan alami pada industri bahan
makanan. Universitas Sumatera Utara : Medan.
Pinem, C, dkk. 2010. Bahan Pangan dan Dasar – Dasar Pengolahan. Jatinangon :
Padjadjaran.
Apriyantono, Anton, dkk. 2010. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.
Choirunnisa, F. 2009. Dasar-Dasar Keteknikan Pengolahan. Liberty : Yogyakarta.
Earle, R.L. 2014. Satuan operasi dalam Pengolahan Pangan. PT Sastra Hudaya. : Jakarta
Stumbo.2011. Modul Praktikum Teknik Pengawetan dan Pengolahan Hasil Pertanian.
UNSOED : Fakultas Pertanian.
Supardi,N.2012. Pengecilan Ukuran Produk Pertanian. Andi Offset : Yogyakarta.
Kanoni, Sri, 2009. Handout Viskositas TPHP. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Khatir, Rita, 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi dan Teknologi Penanganan pencampuran
bahan pangan. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.
Shela. 2009. Petunjuk Praktikum Satuan Operasi. FTP UNEJ : Jember.
Soedojo. 2009. Modul Praktikum Teknik Pengawetan dan Pengolahan Hasil Pertanian.
UNSOED : Fakultas Pertanian.
Suharto, dkk. 2010. Penggembangan Teknologi Pasca Panen. Erlangga : Jakarta
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mahasiswa dapat menghitung laju pengeringan pada alat penegring buatan (oven).
2. Mahasiswa dapat menghitung laju penegringan padda alat pengering rumah kaca dan
alat pengering oven.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat
pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada. Cabai
dikeringkan dengan penjemuran atau cara pengeringan mekanis. Pengeringan cabai dapat
dilakukan dengan suhu 60 C dalam waktu 24-30 jam. Cabai dapat dikeringkan dalam bentuk
utuh atau dibelah. Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam presentase berat terhadap
bahan basah/basis basah (bb) ( Erlina, 2009).
Teknologi pemprosesan bahan pangan terus berkembang dari waktu ke waktu
perkembangan terhadap teknolohi ini didorong oleh kebutuhan pangan manusia yang terus
mengingkat yang diakibatkan oleh semakin meningkatnnya jumlah penduduk dunia. Pada saat
yang sama, luas lahan penghasil bahan pangan semakin menyempit. Hal ini tersebut
menyebabkan dibutuhkannya teknologi-teknologi pemprosesan pangan yang mampu
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk makana, salah satunnya adalah teknologi
pengeringan bahan makanan (Rohman, 2008).
Pengeringan dengan penjemuran ini sangat tergantung dengan kondisi lingkungan
seperti suhu, kelembaban, dan kecepatan aliran air. Penjemuran juga rentan kontaminasi
seperti debu atau kotoran- kotoran yang tidak terlihat. Selain itu penjemuran juga rentan
serangan hama seperti burung. Contohnya pada saat menjemur cabe perlakuan blasing 3
menit, terdapat satu buah cabe yang dimakan burung. Hal ini menunjukan bahwa pengeringan
dengan sinar matahari juga menyebabkan rusaknya pigmen cabe, yang semula berwarna
merah menjadi merah hitam. Hal ini menyebabkan pigmen sangat mudah mengalami
kerusakan akibat oksidasi (Tjahjadi, 2011).
Pengeringan pahan dibawah sinar mata hari juga menyebabkan sel mikroorganisme
rusak. Karena mikroorganisme memerlukan air untukuntuk dapat tumbuh dan berkembang
biak. Air yang terdapat dalam sel mikroorganisme dikeluarkan melalui prosesosmosis.
Osmosis adalah suatu proses pergerakan air melaui membrane semi-paralel, dari lautan
berkontraksi tinggi ke laurtan yang berkontraksi rendah. Saat air dihilangkan dari bahan
pangan melalui pengeringan, maka konsentrasi zat terlarut dalam bahan pangan menjadi lebih
pekat. Dengan demikian air yang terdapat dalam sel mikroorganisme (larutan berkonsentrasi
rendah) berdifusi kelarutan berkonsentrasi lebih tinggi disekitarnya akibatnya sel
mikroorganisme kontaminan juga tidak dapat aktif karena tidak tersedia cukup air untuk
melanjutkan substrat untuk reaksi-reaksi kimia dan biokimia (Tjahadi, 2011).
Faktor pengeringan yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk golongan
ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pengeringan adalah perubahan mutu produk yang dikeringkan sebagai
akibat perubahan faktor-faktor tertentu yaitu suhu, luas permukaan, kecepatan penggerakan
udara, dan tekanan atmosfir. Jenis alat pengeringan yang cocok untuk suatu bahan pangan dan
presepsi yang harus diberikan pada bahan pangan tersebut untuk mendapatkan kondisi
pengeringan terbaik (Afrianti, Leni H. 2008).
Salah satu metoda pengolahan dan pengawetan makanan adalah pengeringan. Proses
pengeringan merupakan salah satu penanganan bahan pangan untuk meningkatkan mutu dan
memperpanjang masa simpan bahan pangan. Pada penelitian ini metode traydrying dipilih
karena memiliki kelebihan untuk proses pengeringan, yaitu penggunaan udara panas yang
diharapkan membuat proses pengeringannya menjadi lebih cepat dan efektif (Rintis dkk,
2019).
Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang dilakukan
dengan tujuan pengawetan. Selain itu kegunaan pengeringan yaitu dapat memperkecil volume
dan berat dibanding kondisi awal sebelum pengeringan sehingga akan menghemat ruang
pengepakan dan memudahkan pengangkutan (Priastuti, R. C.,dkk. 2017).
Salah satu proses pasca panen yang berperan penting terhadap mutu simplisia adalah
proses pengeringan. Proses pengeringan berpengaruh terhadap kandungan senyawa kimia
maupun efek farmakologis yang terkandung dalam suatu tanaman obat terutama senyawa
yang berkhasiat sebagai antioksidan. Kandungan fenolik dan flavonoid total dalam suatu
simplisia yang mempunyai aktivitas antioksidan kestabilannya dapat dipengaruhi oleh proses
pengeringan (Pratiwi, D.,dkk. (2019).
Pengeringan didefinisikan sebagai proses penghilangan sejumlah air dari suatu zat
padat atau dari campuran gas. Pengeringan meliputi proses perpindahan panas, massa dan
momentum. Operasi pengeringan terjadi oleh adanya panas yang terjadi secara fisik yaitu
operasi penguapan. Dalam arti umum pengeringann pada prinsipnya menggunakan perbedaan
kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan (material),
operasi pengeringan tidak hanya berarti pengambilan sejumlah kecil air saja melainkan
berlaku juga untuk cairan-cairan selain air yang menghasilkan bahan padat yang kering.
Bahan yang akan dikeringkan biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian
terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering sehingga panas akan
dipindahkan dari udara panas ke bahan basah tersebut, dimana panas ini akan menyebabkan
air menguap ke dalam udara. Dalam pengeringan ini, dapat mendapatkan produk dengan satu
atau lebih tujuan produk yang diinginkan, misalnya diinginkan bentuk fisiknya (bubuk, pipih,
atau butiran), diinginkan warna, rasa dan strukturnya, mereduksi volume, serta memproduksi
produk baru. Adapun dasar dari tipe pengering yaitu panas yang masuk dengan cara konveksi,
konduksi, radiasi, pemanas elektrik, atau kombinasi antara tipe cara-cara tersebut. Operasi
pengeringan terdiri dari peristiwa perpindahan massa dan panas yang terjadi secara simultan,
laju alir yang diuapkan tergantung pada laju perpindahan massa dan perpindahan panasnya.
Sebelum memulai proses pengeringan, harus diketahui terlebih dahulu data keseimbangan
bahan yang akan digunakan.
1 Tipe konvensional, merupakan pengeringan yang dilakukan secara pemaparan
kunyit pada sinar matahari, dimana pengeringan tipe ini memiliki banyak
kekurangan, baik dari segi kualitas beras, produktivitas dan biaya operasional
yang dibutuhkan untuk mengeringkan kunyit.
2 Tipe Pengeringan buatan, metode ini terdiri dari beberapa tipe yang sudah
ditemukan oleh inventor. Salah satunya adalah tipe rotary dryer, pada
penelitian sebelumnya tipe rotary dryer menggunakan sumber listrik sebagai
penyuplai suhu maupun penggerak tabung rotary dryer. Menurut Ifa dkk,
pengeringan menggunakan tipe rotary dryer ini sangat potensial untuk
dikembangkan, namun kendalanya saat ini adalah tingkat efisiensi dari segi
energi yang digunakan untuk mengeringkan kunyit ( Nurmacrifah, P. 2017).
BAB III
METODELOGI
Kadar air =
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hari Ke 0
400
300
200
100
0
0 2 4
Kadar air =
2. Tabel Pengamatan
Hari ke : 1
Pengeringan ( jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 ( 08.00 ) 88,3 gram 87,4 gram 88 ,1 gram
2 (10.00 ) 85,25 gram 84,58 gram 84,68 gram
3 (12.00 ) 76,8 gram 76 ,0 gram 73,4 gram
6 (14.00 ) 73,8 gram 73 ,8 gram 69,6 gram
8 (16.00 ) 68,7 gram 67,7 gram 62,6 gram
Hari Ke 1
300
250
200
150
100
50
0
0 2 4 6 8
Kadar air =
3. Tabel Pengamatan
Hari ke : 2
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 ( 08.00 ) 63 gram 62 gram 58 gram
2 (10.00 ) 60 , 3 gram 58 , 7 gram 53 , 8 gram
3 (12.00 ) 52 , 31 gram 50 , 63 gram 45 , 38 gram
6 (14.00 ) 47 , 2 gram 43 , 7 gram 38 , 5 gram
8 (16.00) 41 , 8 gram 37 ,7 gram 31 ,4 gram
Hari Ke 2
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0 2 4 6 8
Kadar air =
Hari 0
95
90
85
Berat
80
75
70
65
0 2 4
Jam
Kadar air =
2. Tabel Pengamatan
Hari ke : 1
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 (08.00) 70,94 gram 70,40 gram 69,37 gram
40
20
0
0 2 4 6 8
Jam
Kadar air =
3. Tabel Pengamatan
Hari ke : 2
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 (08.00) 49 gram 49 gram 45 gram
2 (10.00) 48,30 gram 48,78 gram 44,33 gram
4 (12.00) 44 gram 43 gram 37 gram
6 (14.00) 40 gram 41 gram 34 gram
8 (16.00) 36 gram 37 gram 30 gram
30
20
10
0
0 2 Jam 4 6 8
Kadar air =
Hari ke-0
250
200
Berat (gr)
150
100
50
0
0 2
Kadar air=
Kadar air rak 1 =
=
= 3,11 %
Kadar air rak 2 =
=
= 2,25%
Kadar air rak 2 =
=
= 2,75%
Tabel Pengamatan
Hari ke : 1
Hari ke-1
250
200
Berat (gr)
150
100
50
0
0 2 3 6 8
(contohgrafik)
Kadar air=
Kadar air rak 1 =
=
= 24,56%
Kadar air rak 2 =
=
= 24,13 %
Kadar air rak 3 =
=
= 25,17%
Hari Ke-2
160
140
120
100
Berat (gr)
80
60
40
20
0
0 2 3 6 8
(contohgrafik)
Kadar air=
Kadar air rak 1 =
=
= 32,71 %
Kadar air rak 2 =
=
=33,14%
Kadar air rak 3 =
=
= 34,02%
Pengeringan
1. 1 Tabel Pengamatan
Hari ke : 0
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0 (12.00) 96,15 gram 96,15 gram 93,29 gram
2 (14.00) 93,5 garm 94,4 gram 93,1 gram
Hari 0
97
96
95
Berat
94
93
92
91
0 2
Jam
Kadar air =
4. Tabel Pengamatan
Hari ke : 1
Pengeringan (jam ke-) Berat (gram)
1 2 3
0(09.00) 68,42 gram 72,23 gram 68,43 gram
Hari 1
80
60
Berat
40
20
0
0 2 4 6 8
Jam
Kadar air =
5. Tabel Pengamatan
Hari ke : 2
20
15
10
5
0
0 2 Jam 4 6 8
Kadar air =
4.2 Pembahasan
Pengeringan merupakan suatu proses penting yang terjadi dalam industri pangan. Hal
ini disebabkan karena pengeringan dapat digunakan untuk mengawetkan bahan pangan
yang mudah rusak taupun busuk saat penyimpanan, sehingga secara tidak
langsung pengeringan dapat memperpanjang umur simpan suatu produk. Pengeringan
memiliki pengertian yaitu aplikasi panas di bawah kondisi terkontrol yang berfungsi
untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui penguapan.
Pada praktikum kedua ini kami melakukan pengeringan terhadap bahan yang diamati.
Kami melakukan pengeringan selama 3 hari menggunakan sinar matahari. Bahan yang
dikeringakan dibagi ke dalam 3 wadah yang ditempatkan di rak yang berbeda. Pengamatan
dimulai dari jam 08.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Selama penjemuran setiap 2 jam sekali
bahan di timbang untuk menghitung kadar air nya.
Pada hari ke-0 pengeringan pengamatan dimulai dari jam 10.00 WIB dan di peroleh
hasil timbangan yang selalu mengalami penurunan berat, setelah di peroleh data hasil
timbangan berat bahan langkah selanjutnya adalah menghitung kadar air bahan setiap rak nya,
untuk rak 1 kadar airnya 12,69%, rak 2 17,30% dan rak 3 14,07%.
Pada hari pertama pengeringan pengamatan dimulai dari jam 08.00 WIB sampai jam
16.00 WIB dan di peroleh hasil timbangan juga yang selalu mengalami penurunan berat,
untuk kadar air bahan setiap rak nya, untuk rak 1 kadar airnya 17,94, rak 2 17,25% dan rak 3
23,07%.
Pada hari kedua pengeringan pengamatan juga dimulai dari jam 08.00 WIB sampai
jam 16.00 WIB dan di peroleh hasil timbangan juga yang selalu mengalami penurunan berat,
untuk kadar air bahan setiap rak nya, untuk rak 1 kadar airnya 19,41%, rak 2 21,27% dan rak
3 24,07%.
Faktor penurunan bobot bahan, adalah suhu matahari dan alam seperti hujan juga
sangat berpengaruh terhadap proses pengeringan. menurut (Affian dkk, 2012) Pada proses
pengeringan, suhu udara selain berpengaruh terhadap waktu pengeringan juga akan
mempengaruhi kualitas bahan yang dikeringkan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa menghitung
laju pengeringan pada alat pengering dengan metode traydrying karena memiliki
kelebihan untuk proses pengeringan, yaitu penggunaan udara panas yang diharapkan
membuat proses pengeringannya menjadi lebih cepat dan efektif.
Laju pengeringan terhadap kadar air terdiri dari laju meningkat dan menurun.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya praktikan mendengarkan penjelasan
dari Co Ass agar bisa melakukan praktikum sesuai instruksi yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurmacrifah, P. (2017). Rancang Bangun Sistem Pengendalian Suhu Pada Mini Plant
Pengering Kunyit Berbasis Mikrokontroler Atmega 16 (Doctoral dissertation, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember).
Pratiwi, D.,dkk. (2019). Pengaruh Variasi Perlakuan (Segar dan Simplisia) Rimpang Kunyit
(Curcuma domestica) terhadap Aktivitas Antioksidan dan Kadar Fenol Total. Jurnal
Farmasi Higea, 11(2), 159-165.
Priastuti,R.C.,dkk. (2017). Pengaruh Arah Dan Ketebalan Irisan Kunyit Terhadap Sifat Fisik
Tepung Kunyit Yang Dihasilkan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung (Journal of
Agricultural Engineering), 5(2).
Rintis Manfaati, Hibah Baskoro dan Muhammad Muhlis Rifa. 2019. Pengaruh Waktu dan
Suhu terhadap Proses Pengeringan Bawang Merah menggunakan Tray Dryer. Jurnal
Fluida Volume 12 (2): 43 – 49.
Tjandra, E., 2011, Panen Cabai Rawit Di Polybag, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mengetahui ulangan penggiling terrhadap kelembutan dan keseragaman produk yang
dihasilkan.
2. Mengetahui distribusi ukuran hasil pengecilan ukuran pada berbagai ulangan
penggilingan.
3. Mengetahui indeks keseragaman dan tingkat kehalusan pada berbagai ulangan
penggilingan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan mentah sering berukuran lebih besar daripada kebutuhan, sehingga ukuran
bahan ini harus diperkecil. Operasi pengecilan ukuran ini dapat dibagi menjadi dua kategori
utama, tergantung kepada apakah bahan tersebut bahan cair attau bahan padat. Apabila bahan
padat, operasi pengecilan disebut penghancuran dan pemotongan, dan apabila bahan cair
disebut emulsifikasi atau atomisasi (Stumbo, 2014).
Pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi pengecilan ukuran yang ekstrim atau
penggilingan pengecilan ukuran yang relatif masih berukuran lebih besar atau sering menjadi
bentuk khusus atau pemotongan. Pengecilan ukuran merupakan usaha untuk mengurangi
ukuran bahan dengan kerja mekanis, membaginya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
(Apriyantono, 2011).
Pengecilan ukuran merupakan proses lanjutan yang memungkinkan untuk
mengendalikan sifat-sifat bahan hasil pertanian dan meningkatkan efisiensi pencampuran
serta perpindahan energi panas. Tekstur dari beberapa bahan hasil pertanian (contohnya
tepung, pulp buah-buahan) dikendalikan selama pengecilan ukuran berlangsung. Disamping
itu, terdapat efek tidak langsung pada aroma dan rasa dari beberapa bahan hasil pertanian,
kehilangan unsur volatil dari pengecilan rempah-rempah terjadi bila terjadi kenaikan suhu
selama penggilingan berlangsung. Kerusakan sel dan peningkatan luas permukaan bahan
mempercepat kerusakan melalui oksidasi dan menaikkan laju mikrobiologi serta menaikkan
aktivitas enzimatis. Oleh karena itu, pengecilan ukuran tidak memiliki pengaruh dalam
pengawetan bahan hasil pertanian. Bahan-bahan kering contohnya biji-bijian memiliki nilai
aktivitas air (water activity) yang rendah sehingga memungkinkan disimpan beberapa bulan
setelah digiling tanpa terjadi perubahan nilai gizi atau kualitasnya (Purnomo, 2015).
Tingkat kehalusan tekstur/sifat bahan dan ukuran yang seragam dari bahan yang
dihasilkan dapat dipengaruhi oleh segi peralatan/mesin pengecil ukuran yang digunakan, serta
karakteristik bahan. Kecepatan putaran alat yang digunakan juga akan mempengaruhi hasil
dari proses scenning. Semakin cepat putaran yang digunakan maka tekstur akan sedikit lebih
halus (M. Arifyandi Sangun, 2010).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan alat size reduction: (Sukma
Dwi, 2004).
a) Ukuran umpan
b) Size reduction ratio
c) Distribusi ukuran partikel diarus produk
d) Kapasitas
e) Sifat bahan: seperti hardness, abrasiveness, stickiness, densitas, flymmability.
f) Kondisi basah atau kering.
Modulus kehalusan menyatakan tingkat kehalusan, atau menunjukkan besar dan
kecilnya ukuran pertikel yang dihasilkan. Nilai modulus kehalusan yang besar, maka
bahan yang dihasilkan mempunyai partikel kasar. Nilai modulus kehalusan dipengaruhi
oleh banyaknya bahan yang tertinggal pada ayakan. Semakin besar ukuran partikel bahan
maka jumlah partikel yang tertinggal semakin banyak sehingga modulus kehalusan maka
semakin besar (Rizal, 2013).
BAB III
METODELOGI
Berat bahan
No Kecepatan Waktu Kasar Halus Loses
setelah dioven
16,06
1 24,61 gram 1 1 menit 8,46 gram 0,09 gram
gram
14,51
2 27,86 gram 2 1 menit 13,3 gram 0,05 gram
gram
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum dengan judul pengecilan ukuran.
Objek praktikum yang kami gunakan untuk acara ke-3 kali ini adalah cabai merah yang sudah
melalui proses pengeringan pada acara sebelumnya. Pengecilan ukuran yang kami lakukan ini
merupakan proses lanjutan dari acara-acara sebelumnya. Pengecilan ukuran juga dapat
meningkatkan efisiensi bahan seperti menghemat penyimpanan. Menurut Sosrodiharjo (2011)
pengecilan ukuran merupakan istilah yang umum yang di dalamnya meliputi pemotongan,
pemecahan dan penggilingan. Pengecilan ukuran dilakukan secara mekanis tanpa terjadi
perubahan sifat-sifat kimianya. Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian kecil atau
sebaliknya pembentukan satuan-satuan yang lebih besar dari bahan yang terpecah halus
adalah operasi yang penting dalam industri pangan.
Sebelum memasuki proses pengecilan ukuran, cabai merah kering yang menjadi objek
praktikum ini dikeringkan lagi menggunakan oven dengan suhu 60o C selama 1 jam.
Tujuannya agar cabai merah yang sudah lama berada di tempat yang lembab dan
berkemungkinan kadar airnya bertambah dapat kembali dalam kondisi yang kering. Setelah 1
jam dikeringkan, cabai merah yang sudah kering dikeluarkan dari oven dan dipisah ke dalam
2 wadah untuk masing-masing digiling di dalam blender dengan waktu yang sama namun
kecepatan yang berbeda, yaitu wadah 1 dengan kecepatan 1 dalam waktu satu menit, dan
wadah 2 dengan kecepatan 2 dalam waktu satu menit.
Setelah melalui proses pengecilan ukuran, bubuk cabe merah kemudian di ayak dengan
manggunakan ayakan. Dari hasil pengayakan didapat bahwa pada wadah 1 dengan berat awal
setelah di oven seberat 24,61 gram, bubuk kasar yang tertinggal di ayakan seberat 16,06 gram
sedangkan bubuk halus yang tidak tertinggal di ayakan sebanyak 8,46 gram. Dengan begitu,
dapat disimpulkan bahwa jumlah loses (bahan yang terbuang atau yang tertinggal di dalam
blender) seberat 0,09 gram. Untuk wadah 2 dengan berat awal setelah di oven seberat 27,86
gram didapati bahwa bubuk kasar yang tertinggal di ayakan seberat 13,3 gram sedangkan
bubuk halus yang lolos dari ayakan seberat 14,51 gram. Artinya jumlah loses (bahan yang
terbuang atau yang tertinggal di blender) seberat 0,05 gram.
Dari percobaan yang telah kami lakukan, terlihat bahwa semakin cepat kecepatan
blender maka semakin halus hasil yang didapatkan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Rizal
(2013) dimana modulus kehalusan menyatakan tingkat kehalusan, atau menunjukkan besar
dan kecilnya ukuran pertikel yang dihasilkan. Nilai modulus kehalusan yang besar, maka
bahan yang dihasilkan mempunyai partikel kasar. Nilai modulus kehalusan dipengaruhi oleh
banyaknya bahan yang tertinggal pada ayakan. Semakin besar ukuran partikel bahan maka
jumlah partikel yang tertinggal semakin banyak sehingga modulus kehalusan maka semakin
besar.
Dilihat dari hasil pengamatan shift lain, terdapat data loses yang negatif. Hasil negatif
ini kemungkinan dapat terjadi dikarenakan masih ada bubuk yang tertinggal pada blender dan
ayakan dari percobaan wadah 1 kecepatan 1.
Adapun penyebab loses mendapatkan hasil negatif karena kemungkinan bahan asing
masuk dan banyaknya bahannya yang terbuang.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada proses pengecilan ukuran, atau proses penggilingan dilihat dari tingkat
kelembutan dan keseragaman dimana semakin rata maka hasil seduh produk akan baik
pula. Pada saat penyaringan ukuran dari hasil pengecilan ukuran kita dapatkan hasil
yang berbeda-beda yaitu ada yang halus dan ada yang terbilang masih kasar. Kami
melakukan 3 kali penggilingan pada saat pengeciloan ukuran.
Pada proses penggilingan distribusi ukuran hasil pengecilan ukuran dari berbagai
ulangan penggilingan . Saat belum di oven cabai merah ditimbang terlebih dahulu agar
berat sebelum di oven diketahui,tap karena kami tidak melakukan timbangan sebelum
dioven maka data berat mula- mula itu 0. Tujuan pengovenan adalah supaya
pengeringan bahan itu maksimal dan pada saat pengecilan ukuran tidak terjadi
masalah dalam menghitung datanya. Kecepatan dan waktu juga mempengaruhi
distibusi ukurannya apakah berat itu bertambah atau malah berkurang.
Indeks keseragaman dan tingkat kehalusan pada berbagai ulangan penggilingan
untuk mengetahui kehalusan dari suatu bahan sehingga kita bisa membedakan mutu
bahannya yang mana termasuk dalam mutu kasar dan mutu halus dengan cara, bahan
yang telah di oven tersebut diblender dan diayak. Perlakuan ini dilakukan untuk
mencari bahan halus , kasar dan loses tersebut.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya praktikan lebih tertib dalam
melaksanakan praktikum agar suasana di laboratorium tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, Anton. 2011. Analisis Pangan Pusbangtepa. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Prabowo , Bimo. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning Dan Tepung Millet
Merah . Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Purnomo, Eko, Et Al. 2015. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Kacang Hitam Dan
Aplikasinya Pada Brownies Panggang. Jurnal Mutu Pangan, Vol. 2 (1): 26-33, 2015.
Issn 2355-5017. Lnstitut Pertanian Bogor.
Rizal, Saifur, Et Al. Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu Pengeringan Terhadap
Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus). Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. Vol. 1 No. 2, Agustus 2013. Fakultas Teknologi Pertanian -
Universitas Brawijaya.
Sosrodiharjo, S. 2011. Peranan Teknologi Pasca Panen. Bogor: IPB.
Stumbo, G.R. 2014. Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Sastra Hudaya.
Suharto, 1991.Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
4.2 Pembahasan
Pada praktikum satuan operasi ini, Dan kami melakukan pengamatan pada bahan hasil
pertanian dan bahan yang digunakan adalah cabe merah yang khusus digunakan sebagai obat-
obatan, dan alat yang kami gunakan yaitu pisau, wadah, saringan (ayakan teh), timbangan
analitik dengan ketelitian 0,00 gram dan berat maksimal 500 gram dan grinder dengan
pembuatan bahan hasil pertanian tersebut menjadi bubuk sehingga melibatkan beberapa unit
operasi yaitu sortasi, pengeringan dan pengecilan ukuran.
Pencampuran adalah suatu kombinasi dari beberapa bahan dasar dan bahan tambahan
yang menyebar secara acak dan merata. Campuran yang rata dinamakan campuran
homogen. Pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk yang utuh (berupa
campuran) dari beberapa bahan. Seperti yang dijelaskan oleh Tujuan pencampuran adalah
untuk memastikan bahwa ada keseragaman bentuk antara bahan tercampur yang dapat
ditentukan dengan mengambil sampel dari bagian terbesar bahan dan menganalisisnya, yang
harus mewakili komposisi dari keseluruhan campuran. Untuk memulai atau meningkatkan
reaksi fisika atau kimia seperti difusi, disolusi.
Pencampuran bahan pangan kering umumnya terjadi pada bahan pangan yang
berbentuk tepung-tepungan (powder) atau granula. Proses pencampuran pada bahan pangan
kering bertujuan untuk membuat suatu bentuk yang seragam dari beberapa bahan pangan
kering. Pada praktikum kami, kami mencampurkan bahan produk kami yaitu cabe merah
dengan bawang goreng, alat yang digunakan yaitu piring dan sendok.
Pencampuran pertama yaitu dengan waktu 1 menit dengan perbandingan 1 : 1 dimana
berat bubuk cabe merah dan bawang goreng sama yaitu 19,30 gram, mendapatkan hasil tidak
seragam, dan penampakan warna setelah dicampur bawang goreng masih dominan ke cabe
yaitu kemerahan dengan aroma yang sangat harum yaitu aroma khas bawang goreng. Dan
bahan yang lolos itu ada 5,97 gram, bahan tertahan ada 32,96 gram, dan yang loses itu -0,03
gram. Pada pencampuran ke dua yaitu pencampuran bubuk cabe merah dengan bawang
goreng dengan perbandingan 1 : 2 dimana berat bubuk cabe merah 14,75 gram dan bawang
goreng nya 29,5 gram, dimana pada waktu 1 menit tidak seragam, penampakan warna setelah
dicampur bawang goreng masih dominan ke cabe yaitu kemerahan dengan aroma yang
sangat harum yaitu aroma khas bawang goreng. Dan bahan yang lolos itu ada 5,04 gram,
bahan tertahan ada 39,37 gram, dan yang loses itu -0,16 gram. Dan pada pencampuran yang
terakhir, yaitu pencampuran cabe merah dan bawang goreng dengan perbandingan 2 : 1
dimana berat cabe merah bubuk 16,8 gram dan bawang goreng 8,04 gram, pada waktu
pencampuran ketiga ini, masih tidak seragam dengan waktu 1 menit. Penampakan warna
setelah dicampur bawang goreng masih dominan ke cabe yaitu kemerahan dengan aroma
yang sangat harum yaitu aroma khas bawang goreng. Dan bahan yang lolos itu ada 5,54 gram,
bahan tertahan ada 19,24 gram, dan yang loses itu -0,66 gram. Loses yang didapatkan setiap
sampel itu negative (-) itu terjadi karena ada kesalahan dalam penimbangan dan adanya
bahang asing yang masuk.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Prinsip kerja dan operasi pencampuran bahan padat dengan padat ialah dengan cara
mencampurkan cabe yang tidak lolos ayakan dengan bawang goreng dengan perbandingan 1 :
1. Dan tidak didapatkan hasil yang homogen, karena perbedaan bentuk masing-masing bahan.
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa :
Produk baru dari hasil pencampuran pada praktikum adalah campuran cabe rawit
bubuk dan bawang goreng.
Pencampuran dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ukuran partikel, waktu
pencampuran,dan jenis bahan.
Semakin lama waktu pencampuran,tingkat homogenitas campuran akan meningkat.
5.2 Saran
Saran praktikum ini adalah agar praktikum lebih kondusif dalam melakukan
percobaan agar ruangan praktikum tetap tenang.
.
DAFTAR PUSTAKA
Hermanto, Abdurrahman Baco dan Nur Asyik, 2015. Penuntun Praktikum Satuan Operasi
Industri Pangan. Universitas Halu Oleo. Kendari
Purba Febriani, 2012. Mesin pencampur (Mixing Equipment)
http://febrianipurba.blogspot.com/2015/12/mesin
pencampurmixingedupment.html.Diakses pada tanggal 13 juni 2015.
Risky, 2015. Fermentasi Roti. http://rizkyherliananiswita.blogspot.com/2015/05/
laporanpraktikumfermentasipurba.html
Octavia, M. D., Halim, A., Indriyani, R. 2012. Pengaruh Besar Ukuran PartikelTerhadap
Sifat-Sifat Tablet Metronidazol. Jurnal Farmasi Higea, 4 (2) :74-92.
Irma.L.Y. (2016). “Laporan Akhir Praktikum Satuan Operasi”,
https://www.scribd.com/embeds/379387041/content?start_page=1&view_mode=scroll
&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf
Lubis, Ahmad Husni. 2012. Pencampuran Bahan Kimia (MIXING PROCESS).
http://ahmadhusnilubis.blogspot.com/2012/02/pencampuran-bahan-kimia-mixing-process.html
Rizkiana, Wening dan Putra, Ari Permana. 2012. Mixing Equipment. Bogor : IPB.
Shela. 2015. Pengeringan. Perpustakaan Indonesia. Jakarta
Putra.2013 Drying Product System. Yrama Widya. Bandung
Hilmawan, Ardi. 2011. Mixing.
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Memproduksi pati dari bahan berkarbohidrat.
2. Mengidentifikasi unit operasi yang terlibat dalam produksi pati.
3. Menghitung persentase hasil pemisahan (ampas kering, pati kering, pati halus dan pati
kasar).
4. Membuat dan menghitung neraca bahan pada setiap unit operasi.
5. Menghitung rendemen pati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh manusia yang
befungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia. Karbohidrat sebagai zat gizi
merupakan nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-
beda, meski terdapat persamaan-persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua
karbohidrat terdiri atas unsur Carbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) (Siregar, 2014) .
Jagung merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia, yang mempunyai
kedudukan penting setelah beras. Alternatif bentuk olahan yang relatif tahan lama disimpan
adalah dengan diolah menjadi tepung jagung, pati jagung, emping jagung, serta makanan
ringan yang terbuat dari tepung maupun pati jagung itu sendiri (Purwandani dkk, 2016).
Jagung mengandung senyawa anti nutrisi salah satunya adalah asam fitat. Beberapa
metode digunakan untuk mengurangi asam fitat, salah satu metode yang mudah untuk
menghilangkan maupun mengurangi kandungan asam fitat yaitu dengan fermentasi.
Fermentasi merupakan perubahan kimiawi material organik menjadi senyawa yang lebih
sederhana akibat reaksi enzimatis, katalis organik yang kompleks yang diproduksi oleh
mikroorganisme seperti jamur, khamir atau bakteri. Pada serealia yang difermentasi, bakteri
asam laktat menghasilkan komponen utama berupa asam laktat yang merupakan aroma non
volatile utama disamping komponen flavor yang lain yaitu asam karboksilat, ester, dan
aldehid (Claudia dkk, 2015).
Sebagai sumber karbohidrat utama, jagung juga mengandung protein, vitamin dan
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Jagung mengandung energi sebesar 149 kalori/100 g
untuk jagung lokal dan 114,2 kalori/100 g untuk jagung manis (Suarni dan Yasin, 2011).
Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji. Komponen
karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa, dan fruktosa hanya 1%-3%
dari bobot biji jagung. Tepung jagung dapat diperoleh dengan cara mengekstrak biji jagung.
Komposisi kimia tepung jagung adalah: karbohidrat (74,5%), protein (9%), serat (1%), abu
(1,1%) dan lemak (3,4%). Pati terdiri dari dua jenis polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin. Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa.
Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik
percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Dalam amilosa satuan-satuan gula
dihubungkan dengan ikatan 1,4, sedangkan dalam amilopektin ikatannya pada 1,6 atau
dengan kata lain atom C1 dari satu gula dihubungkan dengan atom C6 dari satuan gula
berikutnya (Murni, 2015).
Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan
furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil
bahan farmasi. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu,
namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat
sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang
muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung
lignin.Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu
tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah
bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif,
dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan
2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (Saleh, 2013)
Pati jagung merupakan salah satu jenis pati yang mengandung komponen hidrokoloid
yang dapat dimanfaatkan untuk membentuk matriks film. Pati jagung memiliki kadar amilosa
tinggi sekitar 25% sehingga mengembangkan potensi kapasitas pembentukan film dan
menghasilkan film yang lebih kuat dari pati yang mengandung lebih sedikit amilosa
(Kusumawati, 2013).
Tepung jagung juga mengandung protein (8-11%). Tepung jagung memiliki tekstur
agak kasar dan kandungan gluten relatif rendah (< 1%). Kandungan gizi tepung jagung tidak
kalah dengan terigu, bahkan jagung memiliki keunggulan karena tepung jagung merupakan
pangan fungsional seperti serat pangan, unsur Fe, dan betakaroten yang merupakan pro
vitamin A (Papunas dkk, 2013).
BAB III
METODELOGI
Sampah : 55 gr
Pengecilan ukuran
Bagus : 942 gr
Bahan : 493 gr
Pencampuran
Air : 1. 479 ml
Ekstraksi 269,79gram
Pengeringan 26,79gram
Tertahan :7,12
Penyaringan gr
Lolos :18,39 gr
2. Identifikasi Randemen Dalam Produksi Pati
Parameter Berat awal Berat akhir Rendemen
Ampas kering 942 gram 57,60 gram 6,1 %
Pati kering 942 gram 26,79 gram 2,8%
Pati halus 942 gram 18,39 gram 1,95%
Pati kasar 942 gram 7,12 gram 0,75%
3. Neraca Massa dari Komoditi Jagung
Jagung
1000 gram Losesnya
1022 gram 0,3 gram
Pemarutan
493 gram
Losesnya
Air (input) Pencampuran 40,64 gram
1479 gram 1972 gram
Pati Kering
26,39 gram
Losenya
0,88 gram
4.1.2 Hasil Pengamatan Shift Rabu Jam 08.00
Penampakan Bahan pada Setiap Unit Operasi
Unit Operasi Penampakan Berat Bahan
Pengecilan ukuran Jagung: 733gr
Kulit: 159gr
Randemen = x 100%
= x 100%
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini adalah mengenai pembuatan pati dari bahan berkarbohidrat. Bahan
yang kami gunakan adalah jagung. Jagung adalah salah satu bahan hasil pertanian yang
tumbuh subur diindonesia yang biasa digunakan sebagai penganti beras sesuai dengan
literatur Purwandani dkk, 2016 yang menyatakan bahwa Jagung merupakan salah satu
makanan pokok di Indonesia, yang mempunyai kedudukan penting setelah beras. Alternatif
bentuk olahan yang relatif tahan lama disimpan adalah dengan diolah menjadi tepung jagung,
pati jagung, emping jagung, serta makanan ringan yang terbuat dari tepung maupun pati
jagung itu sendiri.
Jagung merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia, yang mempunyai
kedudukan penting setelah beras. Alternatif bentuk olahan yang relatif tahan lama disimpan
adalah dengan diolah menjadi tepung jagung, pati jagung, emping jagung, serta makanan
ringan yang terbuat dari tepung maupun pati jagung itu sendiri (Purwandani dkk, 2016).
Disini kami menggunakan jagung segar sebanyak 920,8 gram. Pada praktikum yang
kami lakukan, kami melakukan sortasi dengan memisahkan antara kulit jagung dengan
buahnya lalu kami menimbangnya kembali sehingga didapat berat kulit sebanyak 120,6 gram
dan berat buah yang sudah dikupas sebanyak 798,2 gram. Pemisahan antara kulit dengan buah
ini kami lakukan untuk mendapatkan buah yang bersih dan siap diolah ke tahap selanjutnya.
Bagian kulit yang sudah dipisahkan tidak akan digunakan dalam proses pembuatan pati dari
jagung. Pada shift rabu jam 8.00 didapat berat buah sebanyak 733 gram dan berat kulit
sebanyak 159 gram. Pada shift rabu jam 10.00 didapat berat buah sebanyak 942 gram dan
berat kulit sebanyak 55 gram. Sedangkan pada shift rabu jam 14.00 tidak dijelaskan secara
rinci berapa banyak berat buah bagus dan berat kulit yang didapat.
Kami juga melakukan identifikasi pada penampakan setiap bahan. Parameter satuan
operasi yang kami amati adalah pengecilan ukuran. Tujuan dari satuan operasi ini adalah agar
didapatkan buah yang bagus dan terpisah dari kulit serta bagian-bagian yang tidak terpakai
lainnya. Pada satuan operasi ini kami melakukan pemarutan buah jagung, didapat hasil berat
bagian yang sudah diparut sebanyak 465 gram dan berat bonggol sebanyak 300,8 gram.
Bonggol yang tidak terpakai kemudian disatukan dengan kulit jagung yang tidak terpakai.
Pada shift rabu jam 8.00 didapat berat jagung hasil parutan sebanyak 460 gram. Pada
pengamatan yang dilakukan oleh kelompok shift rabu jam 10 berat jagung yang sudah diparut
tidak diberitahu sebanyak apa sedangkan pada shift rabu jam 14.00, berat jagung yang diparut
sebanyak 463,1 gram, lebih sedikit dibandingkan dengan shift selasa jam 10.
Pada satuan operasi pencampuran, kami mencampurkan hasil jagung yang sudah
diparut dengan air menggunakan perbandingan 3:1. Pada shift rabu jam 10, kami
menambahkan air sebanyak 1479 ml. Kami mencampurkannya secara perlahan lalu
menyaringnya menggunakan kain tipis, disini kami menggunakan kerudung bekas sebagai
saringan. Setelah itu dipisahkan antara ampas dengan hasil perasan. Dari pengamatan yang
dilakukan didapat berat ampas sebanyak 493 gram. Pada shift rabu jam 8.00 tidak dijelaskan
berapa banyak berat ampas yang didapat. Sedangkan pada shift rabu jam 10.00 didapat berat
ampas tidak diketahui dan pada shift rabu, jam 14.00 didapat berat ampas sebanyak 127,4
gram.
Pada satuan operasi pengeringan, ada 2 macam metode pengeringan yaitu secara alami
dan dengan oven. Pada praktikum kali ini kami menggunakan oven karena untuk menghemat
waktu. Pengerigan menggunakan oven memakan waktu yang lebih cepat dibandingkan
pengeringan secara alami. Hal ini sesuai dengan literatur Winangsih, 2013 Pengeringan
dengan oven dianggap lebih menguntungkan karena akan terjadi pengurangan kadar air dalam
jumlah besar dalam waktu yang singkat, akan tetapi penggunaan suhu yang terlampau tinggi
dapat meningkatkan biaya produksi selain itu terjadi perubahan biokimia sehingga
mengurangi kualitas produk yang dihasilkan sedang metode kering angin dianggap murah
akan tetapi kurang efisien waktu dalam pengeringan simplisia. Pati yang sudah diendapkan
dimasukkan kedalam oven selama 2 jam dengan suhu 60oC. Namun setelah 2 jam pati masih
lembab dan belum kering sehingga dilakukan pengovenan kembali selama 1 jam dengan suhu
80oC. setelah pengovenan sekitar 3 jam, didapat hasil berat pati sebanyak 26,25 gram. Saat
pengovenan kadar air akan berkurang sehingga terjadi penyusutan berat pati. Pada shift rabu
jam 8.00 tidak dijelaskan berapa banyak pati yang didapatkan setelah melalui proses
pengovenan. Sedangkan pada shift rabu, jam 10.00 didapat berat pati sebanyak 26,79 gram.
Dan pada shift rabu jam 14.00 didapat berat pati sebanyak 23,7 gram.
Satuan operasi yang selanjutnya adalah penyaringan. Penyaringan dilakukan untuk
memisahkan antara bagian kasar dan bagian halus dari suatu bahan. Pati yang sudah dioven
kemudian dihaluskan dan disaring. Saringan yang kami gunakan adalah mesh 80. Dari hasil
penyaringan didapat berat bagian kasar sebanyak 5,95 gram dan berat bagian halus sebanyak
17,68 gram. Sedangkan pada shift rabu jam 10.00 didapat berat bagian kasar sebanyak 7,12
gram dan berat bagian halus sebanyak 18,39 gram. Pada shift rabu jam 14.00 tidak dijelaskan
secara rinci mengenai berat bagian kasar dan berat bagian halusnya.
Tahap selanjutnya adalah menghitung rendemen pati. Parameter yang diamati adalah
ampas kering, pati kering, pati halus dan pati kasar. Dari pengamatan yang telah dilakukan,
didapat rendemen ampas kering sebanyak 13,12%, pati kering sebanyak 12,69%, pati halus
sebanyak 3,80% dan pati kasar sebanyak 1,28%. Pada shift rabu jam 8.00 didapat rendemen
ampas kering sebanyak 34 gram, pati kering sebanyak 15 gram, pati halus sebanyak 11 gram
dan pati kasar sebanyak 17 gram. Sedangkan pada shift rabu, jam 10.00 didapat rendemen
ampas kering sebanyak 6,1 gram, pati kering sebanyak 2,8%, pati halus sebanyak 1,95% dan
pati kasar sebanyak 0,75%. Shift rabu jam 14.00 didapat rendemen ampas kering sebanyak
70,95%, pati kering sebanyak 49,17%, pati halus sebanyak 58,73% dan pati kasar sebanyak
52,48%. Pada shift ini rendemen yang didapat lebih banyak dibandingkan dengan hasil
rendemen dari shift lain.
Kelompok shift sabtu jam 14.00 tidak mengirimkan data laporan hasil pengamatan
kepada kami, sehingga kami tidak bisa membandingkan hasil yang didapat pada shiftsabtu
jam 14.00 dengan data hasil pengamatan dari shift lain.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Memproduksi pati dari bahan jagung dapat menambah nilai potensial dari
jagung itu sendiri. Menurut Murni, 2015 komponen utama jagung adalah pati, yaitu
sekitar 70% dari bobot biji. Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu
glukosa, sukrosa, dan fruktosa hanya 1%-3% dari bobot biji jagung. Tepung jagung
dapat diperoleh dengan cara mengekstrak biji jagung.
Unit operasi yang terlibat dalam proses produksipati adalah pengecilan ukuran,
pencampuran, ekstraksi, pengeringan dan penyaringan.
Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap pembuatan pati dari bahan
jagung didapat persentase ampas kering sebanyak 13,12%, pati kering sebanyak
12,69%, pati halus sebanyak 3,80% dan pati kasar sebanyak 1,28%.
5.2. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan pada praktikum kali ini yaitu para praktikan
sebaiknya memerhatikan asisiten untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi dan
kepada praktikan memahami materi terlebih dahulu sehingga praktikum berjalan
dengan lancar dan tidak terjadi kesalahan baik dalam pengamatan dan hal lain
sebagainya. Serta praktikan haruslah serius dalam melakukannya, agar produk yang
akan kita buat terjamin higenis dan hasil yang didapatkan sesuai dengan keinginan.
DAFTAR PUSTAKA
Claudia, R., Estiasih, T., Ningtyas, D. W., & Widyastuti, E. 2015. PENGEMBANGAN
BISKUIT DARI TEPUNG UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) DAN
TEPUNG JAGUNG (Zea mays) FERMENTASI: KAJIAN PUSTAKA [IN PRESS
SEPTEMBER 2015]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(4).
Kusumawati, D. H., & Putri, W. D. R. 2013. Karakteristik fisik dan kimia edible film pati
jagung yang diinkorporasi dengan perasan temu hitam. Jurnal pangan dan
agroindustri, 1(1), 90-100.
Murni, S. W. 2015. Pembuatan edible film dari tepung jagung (Zea Mays L.) dan kitosan. In
Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan (pp. 17-1).
Papunas, M. E., Djarkasi, G. S., & Moningka, J. C. 2013. Karakteristik fisikokimia dan
sensoris flakes berbahan baku tepung jagung (Zea mays L), tepung pisang goroho
(Musa acuminafe, sp) dan tepung kacang hijau (Phaseolus radiates). In Cocos (Vol.
3, No. 5).
Purwandani, L., Indrastuti, E., & Ramadhia, M. 2016. Fortifikasi tepung ikan lele (Clarias
gariepinus) pada pembuatan snack dari pati jagung (Zea mays).
Saleh, A. 2013. Efisiensi konsentrasi perekat tepung tapioka terhadap nilai kalor pembakaran
pada biobriket batang jagung (Zea mays L.). TEKNOSAINS: MEDIA
INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI , 7(1), 78-89.
Siregar, N. S. 2014. Karbohidrat. Jurnal Ilmu Keolahragaan, 13(02), 38-44.
Suarni dan M. Yasin. 2011. Jagung Sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman
Pangan vol. 6 no 1 – 2011.
Vachlepi, A., & Suwardin, D. 2013. Penggunaan biobriket sebagai bahan bakar alternatif
dalam pengeringan karet alam. Warta Perkaretan, 32(2), 65-73.
Winangsih, W., & Parman, S. 2013. Pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas
simplisia lempuyang wangi (Zingiber aromaticum L.). Anatomi Fisiologi, 21(1), 19-
25.
LAMPIRAN
Pengecilan
ukuran
Pencampuran
Ekstraksi
Pengeringan
Penyaringan