1. Identifikasi Keanekaragaman Hayati Biota Perairan Pada Sungai Utama Kota Bekasi
Biodiversity atau keanekaragaman hayati sudah menjadi isu pokok global, secara
akademis Biodiversitas atau keanekaragaman hayati terbagi atas tiga golongan:
a. Kenekaragaman ekosistem, meliputi seluruh tipe dan keunikan-keunikan ekosistem dalam
suatu wilayah.
b. Keanekaragaman jenis adalah meliputi keragaman dalam tingkat jenis atau spesies.
c. Kenaekaragaman plasma nutfah adalah meliputi keragaman pada satu jenis tumbuhan atau
hewan.
Konsep Keanekaragaman hayati yang akan dikaji adalah keanekaragaman jenis.
Konsep keanekaragaman hayati memiliki pengertian sebagai berikut:
a. Kekayaan jenis adalah konsep paling sederhana dari keanekaragaman hayati. Konsep ini
menunjukkan jumlah jenis dalam sebuah komunitas.
b. Kelimpahan adalah pengukuran yang mencoba mengkuantifikasi keterwakilan yang tidak
sama sebagai lawan dari hipotesis bahwa semua jenis menyebar dengan sama.
c. Keragaman adalah gabungan konsep kelimpahan jenis dan jumlah jenis. Dan konsep
heterogeinity inilah yang menjadi konsep dasar biodiversitas.
Biodiversitas diukur dalam berbagai indeks, yang paling umum digunakan adalah
Indeks Diversitas Simpson, Brillouin dan Shanon-Wiener. Indeks Simpson nilainya berkisar
antara 0-1. semakin mendekati angka 1 menunjukkan indeks keanekaragaman yang tinggi.
Sedangkan indeks Shanon-Wiener umumnya jarang lebih besar dari 5. Semakin tinggi nilainya
menunjukkan keanekeragaman yang tinggi (Krebs, 1989).
Ekosistem di Kota Bekasi
Ekosistem Sungai di Kota Bekasi Sungai-sungai di Kota Bekasi umumnya mengalir
dari bagian Selatan ke arah Utara. Sungai yang cukup Besar adalah Kali Cileungsi, Cikeas dan
Kali Bekasi, yang merupakan pertemuan kali Cileungsi dan Cikeas. Sedangkan yang dijadikan
kontrol adalah Saluran air Tarum Barat Kali Cikeas hulunya adalah daerah Gunung putri,
sebagai wilayah pertanian dan industri semen dan turunannya. Sedangkan Kali Cileungsi
berhulu di daerah Gunung pancar Citeurueup dan sekitarnya. Sungai ini dijadikan penerima
beban limbah industri pada wilayah hulu. Dengan demikian daerah hulu Kali Bekasi
dipengaruhi oleh aktivitas industri dan pertanian. Pengaruh tersebut selanjutnya akan
mempengaruhi biota air pada sungai tersebut, bahkan lebih kanjut dapat mempengaruhi
kualitas lingkungan perairan sungai-sungai di Kota Bekasi.
Keanekaragaman Phytoplankton
Wilayah Kota Bekasi dilalui oleh Sungai-sungai kecil, namun sungai yang cukup
penting adalah Kali Cikeas dan Kali Cileungsi merupakan anak sungai yang mengalir dari
wilayah Selatan kemudian bergabung menjadi Kali Bekasi. Biota air yang dianalisis terdiri dari
phytoplankton, zooplankton dan benthos. Phytoplankton dan zooplankton hidup dalam media
air, jika air itu mengalir maka akan mengikuti aliran badan air. Sedangkan benthos merupakan
hewan dasar sungai sehingga relatif menggambarkan keadaan kualitas air badan sungai
sehingga sering digunkan indikator pencemaran air sungai. Keanekaragaman phytoplankton
pada masing-masing stasiun pengamatan dapat diihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan keanekaragaman Phytoplankton di Sungai Bekasi
Keanekaragaman Benthos
Keragaman benthos sungai-sungai utama di Kota Bekasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa kali Bekasi memiliki jumlah individu paling banyak,
namun jumlah taksanya relatif kecil, yaitu sebanyak 2 taksa, begitu juga dengan kali Cileungsi
hanya memiliki 2 taksa. Sedangkan Kali Malang (Tarum Barat) sebagai titik kontrol memiliki
3 taksa, dan paling banyak terdapat di Kali Cikeas sebanyak 4 taksa. Begitu juga jumlah
individu per liter paling banyak ditemukan di Kali Bekasi sedangkan Kali Malang sebagai titik
kontrol jauh dibawah Kali Bekasi. Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa jumlah taksa dan
kelimpahan menghasilkan indeks keanekaragaman, berdasarkan indeks ini menunjukkan
bahwa Kali Cikeas memiliki keanekaragaman paling tinggi 1,24 sedangkan sungai lainnya
memiliki indeks keanekaragaman benthos < 1. Hal ini menunjukkan bahwa sungai sungai di
Kota Bekasi telah mengalami pencemaran berat. Kecuali Sungai Cikeas masih tergolong
tercemar sedang.
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Benthos di Sungai Bekasi
2. Identifikasi Keanekaragaman Hayati RTH di Kota Depok
Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail menegaskan komitmennya mendukung
penghijauan dan konservasi keanekaragaman hayati melalui pembangunan arboretum (kebun
botani yang mengoleksi pepohonan) Indonesia. Menurutnya, arboretum ini akan mengoleksi
tanaman asli Indonesia. Di beberapa lokasi, pembangunan kawasan konservasi ini bahkan sudah
dimulai. "Pemerintah kota Depok mendukung penghijauan, reboisasi dan kecukupan ruang
terbuka hijau," katanya, di sela-sela peringatan Hari Hutan Internasional, di Kampus Universitas
Indonesia (UI), Depok, Sabtu (28/3).Turut hadir dalam acara itu Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (LHK), Nur Mahmudi menambahkan, di sejumlah lokasi seperti Kampus UI,
kawasan Cilodong, RRI dibangun kebun-kebun yang vegetasinya disusun secara ilmiah.
Lokasi-lokasi ditanam pohon spesifik yang berbeda, antara satu lokasi dengan lokasi
lainnya. Penanamannya melibatkan para ahli botani. Pembangunan perkotaan tidak hanya harus
terfokus pada lanskap binaan tetapi juga pada lanskap alami. Salah satu elemen lunak yang
dianggap penting yaitu keberadaan ruang terbuka hijau (RTH). Pengembangan RTH di lanskap
perkotaan selama ini umumnya lebih terfokus dalam mencapai tujuan mereduksi polutan,
menciptakan kenyamanan termal, dan juga estetika. Sayangnya, masih banyak yang
mengabaikan manfaat RTH dari sudut pandang konservasi khususnya flora dan fauna. Studi ini
bertujuan untuk mendata keanekaragaman hayati di Kota Depok untuk menjadi acuan dalam
mencapai pembangunan berkelanjutan (green development), sehingga kualitas lingkungan
dapat ditingkatkan dan fungsional bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi flora dan fauna.
Studi dilaksanakan di tiga lokasi dengan karakter yang berbeda yaitu Taman Lembah Gurame,
Tahura Pancoran Mas, dan Jalan Juanda. Hasil yang diperoleh nilai keanekaragaman vegetasi
berturut-turut berada pada Tahura Pancoran Mas (2,535), Taman Lembah Gurame (1,287), dan
Jalan Juanda (0,967). RTH di Jalan Juanda merupakan RTH dengan nilai keanekaragaman
vegetasi paling rendah. Rendahnya nilai keanekaragaman vegetasi berpengaruh langsung
terhadap keberadaan fauna yang tidak ditemukan pada RTH Jalan Juanda. Studi ini juga berhasil
mendata vegetasi-vegetasi penting pada tiap-tiap lokasi yang dapat memberikan informasi
mengenai mampu tidaknya vegetasi tersebut beradaptasi dengan lingkungannya.
Keberadaan ruang hijau di perkotaan yang lestari menjadi penting sebagai sumber data
untuk mengkaji keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, yang berada di kota tersebut.
Permen Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2009 mensyaratkan bahwa setiap kota memerlukan
data untuk keanekaragaman hayati. Pendataan diperlukan untuk mengetahui jenis-jenis flora
maupun fauna yang dipertahankan sehingga pihak-pihak yang terkait dengan pengambil
kebijakan perkotaan dapat lebih berhati-hati dalam merencanakan ruang-ruang perkotaan pada
masa yang akan dating.
Taman Hutan Raya (Tahura) Pancoran Mas terletak di Jalan Cagar Alam, Pancoran
Mas, Kota Depok. Berdasarkan PP No. 68 Tahun 1998, Tahura merupakan kawasan pelestarian
alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli
dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Tahura Pancoran Mas saat
ini memiliki luas 7,1 ha. Tahura Pancoran Mas menjadi paru-paru Kota Depok karena adanya
tegakan pepohonan yang mampu menyerap gas CO2 serta menjadi cadangan karbon. Selain itu,
Tahura berfungsi sebagai ruang alami perkotaan yang menjaga keberlanjutan kota. Penelitian
yang dilakukan oleh Mariski et al., Alfian et al., Desyana et al., dan Putra menyatakan bahwa
keberadaan pepohonan di perkotaan selain memiliki manfaat mereduksi polutan, juga dapat
menciptakan kenyamanan termal Tahura Pancoran Mas diduga merupakan bagian tanah milik
pendiri Depok, yaitu Cornelis Chastelein dengan luas yang lebih besar daripada kondisi
eksisting saat ini. Tahura ini merupakan representasi kondisi alam Kota Depok yang dulunya
masih banyak memiliki hutan. Keberadaan Tahura Pancoran Mas menjadi penting karena
potensi keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya dapat menjadi sumber data
sebagai acuan pembangunan berkelanjutan bagi Kota Depok.
Jalan Juanda merupakan salah satu jalan kolektor primer yang terdapat di Kecamatan
Beji dan Sukmajaya, Kota Depok. Berdasarkan RT RW Kota Depok 2012-2032 Jalan Juanda
adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah dan antara
pusat Kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Panjang jalan ini adalah 4 km, dengan
lebar tubuh jalan 14 m, dimulai dari persimpangan Jalan Juanda-Jalan Raya Bogor sampai
dengan persimpangan Jalan Juanda-Jalan Margonda. Setiap jalur masingmasing memiliki lebar
7 m, lebar median 1 m, dan lebar bahu jalan bervariasi. Jumlah petak pada Jalan Juanda yaitu
8 petak dengan jumlah vegetasi yang terinventarisasi sebanyak 22 spesies dengan total individu
366 individu.
Daftar Pustaka
Clapham, J.W.B. 1973. Natural Ecosystems. Macmilan Publishing Co., Inc., New York.
Kormondy, E.J. 1976. Concept of Ecology. Second edition. Precentice-Hall, INC.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Conway, G. R. (1984). What is an ecosystem and why is it worthy of study. In An Introduction
to Human Ecology Research on Agricultural Systems in Southeast Asia. Edited by A.
Terry Rambo and P.E Sajise. Philippines : University of The Philippines at Los Banos.
P: 25-38.
Danapriatna. (2005). Identifikasi Keanekaragaman Hayati Biota Perairan Pada Sungai Utama
di Kota Bekasi. Paradigma : 6(1), 83-90.
https://www.beritasatu.com/archive/260946/depok-bangun-arboretum-koleksi-keanekaragaman-
hayati
Krebs, J. C. (1989). Ecological Methodology. New York : Harper & Row Publisher.
McHarg, I.L. (1971). Design with Nature. New York: History Press Doubleday & Company
Inc.
Mulyandari, H. (2011). Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nurisyah, S., Pramukanto Q. (2015). Pelestarian Pohon Tua di Perkotaan. Jakarta Selatan:
IALI.
Pool, R. W. (1974). An Introduction to Quantitative Ecology. New York : McGraw-Hill Book
Company.