Anda di halaman 1dari 9

Kelompok II

Nama : 1. Banjariah (11200950000041)


2. Zahra Putri Irawan (11200950000048)
Kelas : 4B-Biologi
Dosen : Etyn Yunita, S. Pt, M.Si

Biodiversity Yang Terletak di Perairan Daerah Kota Bekasi dan


Kenakearagaman Hayati RTH di Kota Depok Provinsi Jawa Barat

1. Identifikasi Keanekaragaman Hayati Biota Perairan Pada Sungai Utama Kota Bekasi
Biodiversity atau keanekaragaman hayati sudah menjadi isu pokok global, secara
akademis Biodiversitas atau keanekaragaman hayati terbagi atas tiga golongan:
a. Kenekaragaman ekosistem, meliputi seluruh tipe dan keunikan-keunikan ekosistem dalam
suatu wilayah.
b. Keanekaragaman jenis adalah meliputi keragaman dalam tingkat jenis atau spesies.
c. Kenaekaragaman plasma nutfah adalah meliputi keragaman pada satu jenis tumbuhan atau
hewan.
Konsep Keanekaragaman hayati yang akan dikaji adalah keanekaragaman jenis.
Konsep keanekaragaman hayati memiliki pengertian sebagai berikut:
a. Kekayaan jenis adalah konsep paling sederhana dari keanekaragaman hayati. Konsep ini
menunjukkan jumlah jenis dalam sebuah komunitas.
b. Kelimpahan adalah pengukuran yang mencoba mengkuantifikasi keterwakilan yang tidak
sama sebagai lawan dari hipotesis bahwa semua jenis menyebar dengan sama.
c. Keragaman adalah gabungan konsep kelimpahan jenis dan jumlah jenis. Dan konsep
heterogeinity inilah yang menjadi konsep dasar biodiversitas.
Biodiversitas diukur dalam berbagai indeks, yang paling umum digunakan adalah
Indeks Diversitas Simpson, Brillouin dan Shanon-Wiener. Indeks Simpson nilainya berkisar
antara 0-1. semakin mendekati angka 1 menunjukkan indeks keanekaragaman yang tinggi.
Sedangkan indeks Shanon-Wiener umumnya jarang lebih besar dari 5. Semakin tinggi nilainya
menunjukkan keanekeragaman yang tinggi (Krebs, 1989).
Ekosistem di Kota Bekasi
Ekosistem Sungai di Kota Bekasi Sungai-sungai di Kota Bekasi umumnya mengalir
dari bagian Selatan ke arah Utara. Sungai yang cukup Besar adalah Kali Cileungsi, Cikeas dan
Kali Bekasi, yang merupakan pertemuan kali Cileungsi dan Cikeas. Sedangkan yang dijadikan
kontrol adalah Saluran air Tarum Barat Kali Cikeas hulunya adalah daerah Gunung putri,
sebagai wilayah pertanian dan industri semen dan turunannya. Sedangkan Kali Cileungsi
berhulu di daerah Gunung pancar Citeurueup dan sekitarnya. Sungai ini dijadikan penerima
beban limbah industri pada wilayah hulu. Dengan demikian daerah hulu Kali Bekasi
dipengaruhi oleh aktivitas industri dan pertanian. Pengaruh tersebut selanjutnya akan
mempengaruhi biota air pada sungai tersebut, bahkan lebih kanjut dapat mempengaruhi
kualitas lingkungan perairan sungai-sungai di Kota Bekasi.
Keanekaragaman Phytoplankton
Wilayah Kota Bekasi dilalui oleh Sungai-sungai kecil, namun sungai yang cukup
penting adalah Kali Cikeas dan Kali Cileungsi merupakan anak sungai yang mengalir dari
wilayah Selatan kemudian bergabung menjadi Kali Bekasi. Biota air yang dianalisis terdiri dari
phytoplankton, zooplankton dan benthos. Phytoplankton dan zooplankton hidup dalam media
air, jika air itu mengalir maka akan mengikuti aliran badan air. Sedangkan benthos merupakan
hewan dasar sungai sehingga relatif menggambarkan keadaan kualitas air badan sungai
sehingga sering digunkan indikator pencemaran air sungai. Keanekaragaman phytoplankton
pada masing-masing stasiun pengamatan dapat diihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan keanekaragaman Phytoplankton di Sungai Bekasi

Gambar 1. Indeks Keragaman Phytoplankton di Sungai Utama Kota Bekasi


Ukuran keanekaragaman menyangkut kelimpahan jumlah individu dalam suatu jenis dan
frekuensi kehadiran jenis. Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa Titik pengamatan
yang memiliki Indeks Keanekaragaman paling tinggi adalah pada Kali Bekasi-1, Kali Bekasi-
2 miliki keanekaragaman, kemudian disusul Kali Malang, Cikeas dan Cileungsi. Kali malang
merupakan saluran tarum Barat dijadikan titik kontrol karena relatif terjaga dari pencemaran.
Keanekaragaman planktonnya masih di bawah Kali Bekasi. Indeks Kelimpahan merupakan
indeks equitabilitas atau ukuran penyebaran individu dalam jenis phytoplanton dari sungai
yang diamati. Berdasarkan indeks eveness tampak bahwa Sungai Cikeas memiliki indeks
kelimpahan paling tinggi, artinya sungai yang memiliki anggota individu yang relatif merata
untuk masing masing jenisnya. Sebaliknya adalah Kali Cileungsi dengan indeks kelimpahan
0.277, hal ini berarti anggota individu sangat tidak merata pada jenis phytoplankton yang ada
di Kali Cileungsi. Indeks keanekaragaman phytoplankton paling tinggi Kali Bekasi-1 dan Kali
Bekasi-2. Masing-masing memili indeks keanekaragaman 1,51 dan 1,38, kemudian disusul
oleh Tarum Barat, Kali Cikeas dan Kali Cileungsi, yang masing-masing memiliki indeks
sebesar 1,23, 1,34 dan 0,55. Berdasarkan informasi ini dapat dilihat bahwa Kali Bekasi
memiliki keanekaragaman phytoplankton yang paling tinggi di Kota Bekasi. Keadaan ini juga
memperlihatkan bahwa Kali Bekasi memiliki produktivitas paling tinggi dari sungai lainnya.
Keanekaragaman Zooplankton
Zooplanton adalah hewan renik perairan, dan dapat mencerminkan sstruktur ekosistem.
Berdasarkan pengamatan dapat dilihat bajwa Kali Bekasi memiliki jumlah individu paling
banyak, sedangkan sungai lainnya relatif kecil termasuk aliran Tarum Barat atau Kali Malang
sebagai sungai kontrol. Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa Kali Bekasi memiliki 7 taksa,
sedangkan bagian hulunya yakni Kali Cikeas memiliki 4 taksa dan Kali Malang atau Saluran
Tarum Barat memiliki 5 taksa. Berdasarkan indeks keanekaragaman zooplankton, maka Kali
Bekasi menunjukkan indeks cukup tinggi, berbeda dengan kali lainnya sangat minim.
memberikan informasi bahwa kualitas lingkungan Kali Bekasi paling baik dibandingkan
dengan sungai di bagian hulunya atau sungai lainnya. Indeks keanekaragaman zooplankton
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Indeks Keanekaragaman Zooplankton di Sungai Utama Kota Bekasi
Tabel 2. Jenis dan Keanekaragaman Zooplankton di Sungai Bekasi

Keanekaragaman Benthos
Keragaman benthos sungai-sungai utama di Kota Bekasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa kali Bekasi memiliki jumlah individu paling banyak,
namun jumlah taksanya relatif kecil, yaitu sebanyak 2 taksa, begitu juga dengan kali Cileungsi
hanya memiliki 2 taksa. Sedangkan Kali Malang (Tarum Barat) sebagai titik kontrol memiliki
3 taksa, dan paling banyak terdapat di Kali Cikeas sebanyak 4 taksa. Begitu juga jumlah
individu per liter paling banyak ditemukan di Kali Bekasi sedangkan Kali Malang sebagai titik
kontrol jauh dibawah Kali Bekasi. Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa jumlah taksa dan
kelimpahan menghasilkan indeks keanekaragaman, berdasarkan indeks ini menunjukkan
bahwa Kali Cikeas memiliki keanekaragaman paling tinggi 1,24 sedangkan sungai lainnya
memiliki indeks keanekaragaman benthos < 1. Hal ini menunjukkan bahwa sungai sungai di
Kota Bekasi telah mengalami pencemaran berat. Kecuali Sungai Cikeas masih tergolong
tercemar sedang.
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Benthos di Sungai Bekasi
2. Identifikasi Keanekaragaman Hayati RTH di Kota Depok
Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail menegaskan komitmennya mendukung
penghijauan dan konservasi keanekaragaman hayati melalui pembangunan arboretum (kebun
botani yang mengoleksi pepohonan) Indonesia. Menurutnya, arboretum ini akan mengoleksi
tanaman asli Indonesia. Di beberapa lokasi, pembangunan kawasan konservasi ini bahkan sudah
dimulai. "Pemerintah kota Depok mendukung penghijauan, reboisasi dan kecukupan ruang
terbuka hijau," katanya, di sela-sela peringatan Hari Hutan Internasional, di Kampus Universitas
Indonesia (UI), Depok, Sabtu (28/3).Turut hadir dalam acara itu Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (LHK), Nur Mahmudi menambahkan, di sejumlah lokasi seperti Kampus UI,
kawasan Cilodong, RRI dibangun kebun-kebun yang vegetasinya disusun secara ilmiah.

Lokasi-lokasi ditanam pohon spesifik yang berbeda, antara satu lokasi dengan lokasi
lainnya. Penanamannya melibatkan para ahli botani. Pembangunan perkotaan tidak hanya harus
terfokus pada lanskap binaan tetapi juga pada lanskap alami. Salah satu elemen lunak yang
dianggap penting yaitu keberadaan ruang terbuka hijau (RTH). Pengembangan RTH di lanskap
perkotaan selama ini umumnya lebih terfokus dalam mencapai tujuan mereduksi polutan,
menciptakan kenyamanan termal, dan juga estetika. Sayangnya, masih banyak yang
mengabaikan manfaat RTH dari sudut pandang konservasi khususnya flora dan fauna. Studi ini
bertujuan untuk mendata keanekaragaman hayati di Kota Depok untuk menjadi acuan dalam
mencapai pembangunan berkelanjutan (green development), sehingga kualitas lingkungan
dapat ditingkatkan dan fungsional bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi flora dan fauna.
Studi dilaksanakan di tiga lokasi dengan karakter yang berbeda yaitu Taman Lembah Gurame,
Tahura Pancoran Mas, dan Jalan Juanda. Hasil yang diperoleh nilai keanekaragaman vegetasi
berturut-turut berada pada Tahura Pancoran Mas (2,535), Taman Lembah Gurame (1,287), dan
Jalan Juanda (0,967). RTH di Jalan Juanda merupakan RTH dengan nilai keanekaragaman
vegetasi paling rendah. Rendahnya nilai keanekaragaman vegetasi berpengaruh langsung
terhadap keberadaan fauna yang tidak ditemukan pada RTH Jalan Juanda. Studi ini juga berhasil
mendata vegetasi-vegetasi penting pada tiap-tiap lokasi yang dapat memberikan informasi
mengenai mampu tidaknya vegetasi tersebut beradaptasi dengan lingkungannya.

Beberapa contoh pembangunan fisik di perkotaan yaitu berupa pembangunan


perumahan, fasilitas pendidikan, gedunggedung perkantoran, kawasan perdagangan,
pelabuhan/bandara, serta jaringan jalan. Semua pembangunan fisik ternyata berdampak negatif
bagi keberlanjutan kota. Berkurangnya lahan perkotaan sebagai konsekuensi logis
pembangunan fisik perkotaan yang sulit dielakkan. Proporsi ruang terbuka hijau (RTH) kota
yang tidak ideal adalah salah satu dampak dari pembangunan fisik perkotaan.
Salah satu indikator kota yang berkelanjutan dapat ditinjau dari ketersediaan RTH. Kota
yang memiliki ketersediaan RTH yang cukup akan mampu menjaga keberlanjutan kota. RTH
perkotaan menjadi ruang alami bagi kehidupan flora maupun fauna kota sehingga keberadaan
mereka tetap lestari. RTH perkotaan yang terjaga proporsi luasnya akan mampu menjamin
ketersediaan air melalui kemampuan tanah untuk menyerap air hujan serta badan air yang
berada di atasnya. RTH perkotaan juga berfungsi memberikan suplai udara bersih sehingga
menyehatkan warga kota. Kegiatan penghijauan yang dilakukan di perkotaan saat ini, atau juga
dikenal dengan istilah pemanfaatan untuk RTH, sering didominasi dengan kegiatan untuk
penutupan lahan dengan fungsi arsitektural dan keindahannya saja. Pada kenyataannya, fungsi-
fungsi tersebut sudah berjalan dan terlihat dengan baik. Tetapi berbagai jenis vegetasi dan
tanaman yang ditanam dalam wilayah perkotaan, pada lokasi atau kawasan yang sama, juga
harus ditujukan untuk memberikan fungsi dan manfaat yang tinggi untuk peningkatan kualitas
dan keindahan lingkungannya. Tidak hanya memiliki fungsi dan manfaat, vegetasi dengan
kriteria signifikansi tertentu juga dapat menjadi vegetasi pusaka. Jenis-jenis tanaman yang
berada dalam pertamanan dan RTH kota tak hanya merupakan kelompok tanaman yang indah
tetapi juga dapat bermanfaat secara ekologis. Salah satu manfaat ekologis dari tanaman adalah
sebagai relung dan habitat satwa liar.

Keberadaan ruang hijau di perkotaan yang lestari menjadi penting sebagai sumber data
untuk mengkaji keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, yang berada di kota tersebut.
Permen Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2009 mensyaratkan bahwa setiap kota memerlukan
data untuk keanekaragaman hayati. Pendataan diperlukan untuk mengetahui jenis-jenis flora
maupun fauna yang dipertahankan sehingga pihak-pihak yang terkait dengan pengambil
kebijakan perkotaan dapat lebih berhati-hati dalam merencanakan ruang-ruang perkotaan pada
masa yang akan dating.

Kajian pendataan keanekaragaman hayati dilakukan di ruang-ruang terbuka publik


khususnya di Taman Lembah Gurame (Gambar 1), Tahura Pancoran Mas (Gambar 2), dan Jalan
Juanda (Gambar 3). Ketiga lokasi ini dipilih untuk mewakili tiga bentuk patch, yaitu patch
berbentuk irregular (Taman Lembah Gurame), persegi (Tahura Pancoran Mas), dan garis (Jalan
Juanda). Hal yang mendasari pemilihan tiga bentuk patch tersebut adalah perbedaan bentuk
patch akan mempengaruhi keanekaragaman. Bentuk patch menjadi pertimbangan sebab sebagai
struktur ekologi lanskap memiliki pengaruh terhadap keanekaragaman. Penelitian yang
dilakukan Wardiningsih et al. Juga melaporkan bahwa patch juga memiliki pengaruh terhadap
kualitas visual lanskap. Ketiga lokasi tersebut juga mewakili tiga karakter yaitu 1) Taman
Lembah Gurame sebagai representasi taman kota yang relatif lengkap (ragam vegetasi dan
memiliki badan air), 2) Tahura Pancoran Mas sebagai salah satu cagar alam tertua di Indonesia
yang kini statusnya diturunkan menjadi tahura, dan 3) Jalan Juanda sebagai RTH berbentuk
koridor atau jalur.
Keanekaragaman Taman Lembah Gurame Taman Lembah Gurame merupakan salah
satu taman kota yang terdapat di Kota Depok yang memiliki luas 3 ha. Taman ini terletak di
Jalan Gurame Raya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Taman Lembah Gurame
dibangun untuk memenuhi target kebutuhan RTH minimal perkotaan, sesuai UU No. 26 Tahun
2007, sebesar tiga puluh persen. Taman Lembah Gurame ini dibangun pada akhir tahun 2012.
Keberadaan kolam-kolam air di dalam taman menjadi bukti bahwa kawasan ini memang
merupakan areal resapan air. Areal Taman Lembah Gurame pernah difungsikan sebagai tempat
pembuangan sampah serta banyak dijumpai bangunan liar. Saat ini, Taman Lembah Gurame
difungsikan sebagai area aktivitas warga serta ruang untuk berinteraksi. Berdasarkan hasil
pengamatan di lokasi terdapat 77 spesies dengan total individu sebesar 1112 vegetasi pada
petak pengambilan sampel (Gambar 4). Bentuk patch yang irregular menyebabkan banyaknya
edges sehingga memiliki implikasi yang cukup tinggi untuk penyebaran spesies. Kerapatan
suatu spesies menggambarkan jumlah spesies pada lokasi pengamatan. Di taman Lembah
Gurame, kerapatan tertinggi ditemukan pada spesies Arundinaria pumila sebesar 26,349%.
Frekuensi tertinggi pada Lembah Gurame juga terdapat pada vegetasi Arundinaria pumila
dengan nilai sebesar 26,365% (Tabel 1). Hal ini dapat menjelaskan bahwa Arundinaria pumila
merupakan jenis yang paling rapat dan selalu hampir ditemukan di Taman Lembah Gurame.
Berdasarkan hasil wawancara kepada responden di sekitar Taman Lembah Gurame, diperoleh
informasi bahwa spesies satwa yang sering ditemukan di Taman Lembah Gurame antara lain
kupu-kupu, kucing, ikan gurame, katak, ular, dan ikan mas koki. Satwa kupukupu paling sering
ditemukan di area vegetasi yang memiliki fitur bunga.

Taman Hutan Raya (Tahura) Pancoran Mas terletak di Jalan Cagar Alam, Pancoran
Mas, Kota Depok. Berdasarkan PP No. 68 Tahun 1998, Tahura merupakan kawasan pelestarian
alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli
dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Tahura Pancoran Mas saat
ini memiliki luas 7,1 ha. Tahura Pancoran Mas menjadi paru-paru Kota Depok karena adanya
tegakan pepohonan yang mampu menyerap gas CO2 serta menjadi cadangan karbon. Selain itu,
Tahura berfungsi sebagai ruang alami perkotaan yang menjaga keberlanjutan kota. Penelitian
yang dilakukan oleh Mariski et al., Alfian et al., Desyana et al., dan Putra menyatakan bahwa
keberadaan pepohonan di perkotaan selain memiliki manfaat mereduksi polutan, juga dapat
menciptakan kenyamanan termal Tahura Pancoran Mas diduga merupakan bagian tanah milik
pendiri Depok, yaitu Cornelis Chastelein dengan luas yang lebih besar daripada kondisi
eksisting saat ini. Tahura ini merupakan representasi kondisi alam Kota Depok yang dulunya
masih banyak memiliki hutan. Keberadaan Tahura Pancoran Mas menjadi penting karena
potensi keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya dapat menjadi sumber data
sebagai acuan pembangunan berkelanjutan bagi Kota Depok.

Jalan Juanda merupakan salah satu jalan kolektor primer yang terdapat di Kecamatan
Beji dan Sukmajaya, Kota Depok. Berdasarkan RT RW Kota Depok 2012-2032 Jalan Juanda
adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah dan antara
pusat Kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Panjang jalan ini adalah 4 km, dengan
lebar tubuh jalan 14 m, dimulai dari persimpangan Jalan Juanda-Jalan Raya Bogor sampai
dengan persimpangan Jalan Juanda-Jalan Margonda. Setiap jalur masingmasing memiliki lebar
7 m, lebar median 1 m, dan lebar bahu jalan bervariasi. Jumlah petak pada Jalan Juanda yaitu
8 petak dengan jumlah vegetasi yang terinventarisasi sebanyak 22 spesies dengan total individu
366 individu.

Daftar Pustaka
Clapham, J.W.B. 1973. Natural Ecosystems. Macmilan Publishing Co., Inc., New York.
Kormondy, E.J. 1976. Concept of Ecology. Second edition. Precentice-Hall, INC.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Conway, G. R. (1984). What is an ecosystem and why is it worthy of study. In An Introduction
to Human Ecology Research on Agricultural Systems in Southeast Asia. Edited by A.
Terry Rambo and P.E Sajise. Philippines : University of The Philippines at Los Banos.
P: 25-38.
Danapriatna. (2005). Identifikasi Keanekaragaman Hayati Biota Perairan Pada Sungai Utama
di Kota Bekasi. Paradigma : 6(1), 83-90.
https://www.beritasatu.com/archive/260946/depok-bangun-arboretum-koleksi-keanekaragaman-
hayati
Krebs, J. C. (1989). Ecological Methodology. New York : Harper & Row Publisher.
McHarg, I.L. (1971). Design with Nature. New York: History Press Doubleday & Company
Inc.
Mulyandari, H. (2011). Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nurisyah, S., Pramukanto Q. (2015). Pelestarian Pohon Tua di Perkotaan. Jakarta Selatan:
IALI.
Pool, R. W. (1974). An Introduction to Quantitative Ecology. New York : McGraw-Hill Book
Company.

Anda mungkin juga menyukai