Semenjak Covid-19, terjadi perubahan dalam sistem pekerjaan di perusahaan.
Karyawan yang awalnya bekerja Work From Office menjadi Work From Home. Kegiatan work from home (WFH) menggantungkan pada sarana dan prasarana aplikasi media online, seperti: zoom, whatsapp group, google meet, dan telegram. Karyawan harus menguasai cara penggunaan aplikasi media online tersebut. Aplikasi media online dipengaruhi oleh jaringan data. Jika karyawan memiliki jaringan data bagus dan penguasaan aplikasi media online, maka kinerja karyawan tidak mengalami gangguan. Jika karyawan menghadapi gangguan jaringan data dan kurangnya pengetahuan pengoperasian aplikasi media online, maka kinerja karyawan mengalami hambatan. Karyawan mendapatkan tugas kerja melalui aplikasi google form dan zoom. Karyawan mengumpulkan hasil kerja melalui aplikasi drive google. Dalam proses pemberlakuan kerja dari rumah (work from home), perusahaan harus mengoptimalkan perkembangan kinerja karyawan. Perusahaan harus melakukan tiga tahapan, yaitu: proses perencanaan, memantau pelaksanaan kerja melalui aplikasi, dan pengevaluasian hasil kerja. Jika perusahaan mengoptimalkan hasil kinerja karyawan, maka sistem perusahaan tidak mengalami gangguan secara operasional dan pendapatan perusahaan. Penelitian peneliti bertujuan untuk menjawab empat rumusan masalah, yaitu: tahapan, keuntungan, kerugian, dan faktor keberhasilan dalam penerapan work from home. Perusahaan melakukan enam konsep dalam tahap pengevaluasian hasil kerja, yaitu: proses kerja dilakukan sendiri, bersikap positif terhadap masalah yang muncul dalam proses kerja, perusahaan berusaha mencari penyelesaian masalah, adanya semangat yang tinggi, setiap tim atau karyawan memiliki sifat confidence dalam mengutarakan ide atau pendapat, adanya persamaan tujuan dalam mengejar target peluang, dan mengambil tindakan berani terhadap organisasi yang menghambat perusahaan. Keuntungan dan kerugian penerapan work from home (WFH) dipersepsikan melalui tiga sudut pandang dimensi, yaitu: dimensi ekonomi, dimensi teknologi, dan dimensi sosial. Pihak manajemen melakukan pembagian tugas kerja dalam mendukung program pembatasan kegiatan masyarakat. Karyawan tidak diberikan kebebasan dalam proses penentuan hari kerja. Dalam proses work from home, karyawan harus dapat dihubungi setiap waktu (stand by call). Pembagian hari kerja setiap karyawan dibedakan oleh pihak manajemen. Manajemen perusahaan mempertimbangkan faktor beban kerja setiap devisi. Ketika perusahaan membutuhkan karyawan dalam proses penyelesaian kerja mendesak, maka karyawan harus siap menangani pekerjaan di kantor. Meskipun karyawan memiliki status jadwal kerja work from home, karyawan harus memenuhi keinginan pimpinan perusahaan. Apabila karyawan sudah tidak memiliki batas waktu (dateline) pengumpulan hasil kerja, maka karyawan dapat melakukan kerja di rumah (work from home). Karyawan melakukan interaksi dengan seluruh stakeholders melalui aplikasi zoom dan situs web resmi perusahaan. Situs web resmi perusahaan memperlihatkan absensi kehadiran dan hasil kerja. Absensi kehadiran dan hasil kerja karyawan merupakan tolak ukur kualitas kinerja. Kerja dari rumah (work from home) memiliki lima faktor keberhasilan, yaitu: konsep perencanaan sistem kerja terarah, memperkuat sistem komunikasi, pengadaan training manager, sosialisasi sistem alur penerapan kerja dari rumah (work from home), dan evaluasi sistem efektivitas penerapan kerja dari rumah. Covid-19 mempengaruhi sistem kerja perusahaan. Perusahaan menerapkan konsep work from home.
Konsekuensi Perusahaan dalam menerapkan Work From Home
Kebijakan yang diberlakukan secara mendadak ini tentu saja menjadi tantangan bagi KARYAWAN dalam pelaksanaannya. Dibutuhkan kesiapan sumber daya dan infrastruktur untuk mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan ini. Bagaimanapun, implementasi WFH pada KARYAWAN bukanlah disebabkan karena budaya kerja fleksibel yang tertanam sejak awal di instansi pemerintah, namun lebih dikarenakan adanya tuntutan pencegahan penyebaran Covid-19. Disamping itu, budaya kerja baru bagi KARYAWAN ini dipastikan memberikan dampak positif dan negatif baik untuk instansi maupun bagi pegawai. Semangat kerja yang menurun dirasakan oleh pegawai yang mengalami dilema dikarenakan pola pikir bahwa rumah adalah tempat untuk beristirahat, bukan tempat untuk bekerja. Hal tersebut membuat pegawai menjadi kehilangan fokus dalam menentukan apakah mereka harus bekerja atau bersantai bersama keluarga untuk menghabiskan waktu selama masa karantina pandemi Covid-19. Menurunnya semangat kerja juga dapat dikarenakan banyak gangguan di rumah seperti ajakan untuk berbincang dengan keluarga, melakukan chat bersama teman atau memantau sosial media, serta godaan untuk bersenang-senang seperti menonton TV, bermain bersama anak, mengerjakan sesuatu yang sesuai hobi, sehingga berakibat pada penundaan pekerjaan. Hal ini juga dapat disebabkan karena tidak terlihat batasan jelas antara kantor dan rumah, bahkan cenderung waktu kerja menjadi tanpa batasan. Ketercapaian work life balance dimana keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan ini seharusnya dirasakan oleh pegawai yang bekerja dari rumah. Tetapi, pada kenyataannya work life balance tidak secara merata dirasakan oleh semua pegawai. Ada hal- hal tertentu seperti status perkawinan dan gender yang menjadi penentu work life balance ini dirasakan manfaatnya oleh pegawai. Pegawai laki-laki dapat lebih dominan merasakan work life balance dibanding pegawai perempuan terutama perempuan yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Hal ini dapat dikarenakan budaya di Indonesia bahwa perempuan di rumah harus melayani suami dan mengurus anak. Akibatnya pegawai perempuan menjalankan peran dan tugas ganda yang berakibat pada tingginya workload yang dapat memicu kelelahan dan stress kerja.
Konsekuensi dan Solusi
Bagi pekerja perempuan yang mempunyai anak-anak masih kecil, bekerja dari rumah menjadi kesempatan ideal. Adanya kebutuhan pekerja perempuan untuk menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan agar terhindar dari konflik keluarga atau konflik peran. Dampak konflik keluarga adalah munculnya tekanan psikologis, depresi, komplain serta kelelahan. Gangguan psikologis lain yang muncul adalah ketidakpuasan bekerja dalam kehidupan keluarga, menurunnya komitmen pada organisasi dan akhirnya keluar dari pekerjaannya Solusi : 1. Bekerja dari rumah memerlukan dukungan broadband yang kuat dan stabil, sehingga komunikasi dan koneksi antara pekerja dan kantor tidak terputus. Fasilitas ini harus dimiliki tidak hanya oleh perusahaan, tetapi juga dimiliki secara pribadi oleh pekerja di rumah. 2. Pekerja perlu memahami kebijakan perusahaan terkait keamanan data dan informasi, seperti dalam hal pengiriman dokumen dan media yang digunakan. Ketika komunikasi dan interaksi dilakukan secara virtual, gangguan terhadap keamanan data, dokumen maupun file-file penting yang dipertukarkan secara online dapat terjadi, termasuk menghadapi virus atau gangguan keamanan siber. 3. Transformasi budaya bekerja di rumah memerlukan perubahan dalam instansi terkait struktur pekerjaan, mekanisme pengawasan dan pendampingan, serta kebijakan- kebijakan lain untuk menjamin produktivitas. Dalam hal ini penentuan KPI (Key Performance Index) atau indeks penilaian kunci perlu dilakukan dengan rigid, terukur disertai dengan monitoring dan evaluasi kinerja secara efektif