Anda di halaman 1dari 49

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

(TEORI)

A. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Teori Status Asmatikus


A. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara
dingin.
2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah.
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastrointestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah.
b. Pemeriksaan fisik
Airway (jalan nafas)
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan
sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan nafas
sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak
karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Breathing (pernafasan)
Adanya sumbatan pada jalan nafas pasien menyebabkan bertambahnya
usaha nafas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh
tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah
hingga adanya henti nafas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha
ventilasi pasien tidak efektif. Akibat ventilasi perfusi yang tidak seimbang
ini menyebabkan pengurangan paO2 kurangnya O2 dalam tubuh ini dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia karena pada klien dengan sama terjadi
gangguan pada ekspirasi sehingga klien susah untuk mengeluarkan CO 2,

Page | 49
dan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan CO2 dalam tubuh atau
hiperkapnea biasanya 60-65 mmHg. Peningkatan ini menyebabkan
terjadinya penurunan pH sehinggan dapat terjadi asidosis respiratori.
Disamping itu adanya bising mengi dan sesak nafas berat sehingga pasien
tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali nafas, atau
kesulitan dalam bergerak. Namun pada status asmatikus biasanya suara
pernafasan berkurang dan dapat terjadi mengi menjadi hilang. Karena itu
perlu pantau adanya mengi. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi
nafas lebih dari 25x/menit.
Circulation (sirkulasi)
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk
memperoleh oksigen maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi
kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut
nadi lebih dari 110x/menit. Peningkatan denyut nadi ini bisa mencapai
140x/menit dan hal ini menyebabkan penurunan cardiac output sehingga
pasien mengalami hipotensi dan terjadi hipoventilasi. Selain itu
hipoventilasi ini dapat disebabkan bila FEV1 > 40% atau > 20%. Pulsus
paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi (APE) kurang
dari 50% nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang
dari 120lt/menit. Adanya hipoksia dan hiperkapnia ini dapat menyebabkan
sianosis dan gejala keseimbangan asam basa dapat terjadi asidosis
respiratori dimana terjadi penurunan pH karena tidak dapat dikompensir
oleh sistem buffer dalam darah.
Disability
Pada tahap ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
mengalami penurunan kesadaran sampai koma. Hal ini dapat dinilai dari
pupil terhadap cahaya. Jika terjadi kerusakan yang ireversibel reaksi pupil
terhadap cahaya biasanya dilatasi atau negatif. Ini merupakan tanda-tanda
terjadinya hipoksemia serebri. Di samping itu pasien yang masih dapat
berespon hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata-bata dan tidak

Page | 50
mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha nafas yang dilakukannya
sehingga dapat menimbulkan kelelahan. Namun pada penurunan
kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon. Karena itu pasien
memerlukan pantauan 24 jam penuh oleh tim medis khususnya dokter
yang akan merawat pasien.
Exposure
Kontrol pernafasan lingkungan merupakan komponen akhir dari primary
survey, lakukan pengukuran suhu untuk mengetahui perubahan suhu
tubuh pasien dan seluruh pakaian dibuka untuk pemeriksaan secara
menyeluruh. Setelah tindakan pemantauan airwat, breathing, circulation,
disabillity, exposure dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni
transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih
intensif.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronkial
Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus, tes provokasi
dilakukan bila tidak dilakukan tes spirometri. Tes provokasi
bronkial seperti : tes provokasi histamin, metakolin, alergen,
kegiatan jasmanai, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi
dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik
dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.

Page | 51
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah
8) Pemeriksaan sputum
B. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
mukus.
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Tidak Tujuan : a. Auskultasi bunyi
efektifnya Jalan nafas kembali efektif. nafas, catat adanya
bersihan jalan Kriteria Hasil : bunyi nafas,
nafas a. Sesak berkurang misalnya : wheezing,
berhubungan b. batuk berkurang ronkhi.
dengan c. klien dapat b. Kaji / pantau frekuensi
akumulasi mengeluarkan sputum pernafasan catat rasio
mukus. d. wheezing inspirasi dan ekspirasi.
berkurang/hilang c. Kaji pasien untuk
e. vital dalam batas posisi yang aman,
normal keadaan umum misalnya : peninggian
baik. kepala tidak duduk
pada sandaran.
d. Observasi
karakteristik batuk,
menetap, batuk
pendek, basah. Bantu
tindakan untuk
kefektifan
memperbaiki upaya
batuk.
e. Berikan air hangat

Page | 52
f. Kolaborasi obat sesuai
indikasi.
Bronkodilator spiriva
1x1 (inhalasi).

2. Tidak Tujuan : a. Kaji frekuensi


efektifnya pola Pola nafas kembali efektif kedalaman pernafasan
nafas Kriteria Hasil : dan ekspansi dada.
berhubungan Pola nafas efektif, bunyi Catat upaya
dengan nafas normal atau bersih, pernafasan termasuk
penurunan TTV dalam batas normal, penggunaan otot bantu
ekspansi paru. batuk berkurang, ekspansi pernafasan/pelebaran
paru mengembang. nasal.
b. Auskultasi bunyi
nafas dan catat adanya
bunyi nafas seperti
krekels, wheezing.
c. Tinggikan kepala dan
bantu mengubah
posisi.
d. Observasi pola batuk
dan karakter sekret.
e. Dorong/bantu pasien
dalam nafas dan
latihan batuk.
f. Kolaborasi
1. Berikan oksigen
tambahan
2. Berikan
humidifikasi
tambahan
misalnya : nebulizer
3. Gangguan Tujuan : a. Kaji status nutisi klien
nutrisi kurang Kebutuhan nutrisi dapat (tekstur kulit, rambut,
dari kebutuhan terpenuhi. konjungtiva).
tubuh b. Jelaskan pada klien
berhubungan Kriteria Hasil : tentang pentingnya
dengan intake Keadaan umum baik, nutrisi bagi tubuh
yang tidak mukosa bibir lembab, nafsu c. Timbang berat badan
adekuat. makan baik, tekstur kulit dan tinggi badan
baik, klien menghabiskan d. Anjurkan klien minum
porsi makan yang air hangat saat makan
disediakan, bising usus 6- e. Anjurkan klien makan
12 kali/menit, berat badan sedikit-sedikit tapi

Page | 53
dalam batas normal. sering
f. Kolaborasi
1. Konsul dengan tim
gizi/tim
mendukung nutrisi
4. Intoleransi Tujuan : a. Evaluasi respons
aktivitas Klien dapat melakukan pasien terhadap
berhubungan aktivitas sehari-hari secara aktivitas. Catat
dengan mandiri laporan dyspnea
kelemahan peningkatan
fisik. Kriteria Hasil : kelemahan/kelelahan
KU klien baik, badan tidak dan perubahan tanda
lemas, klien dapat vital selama dan
beraktivitas secara mandiri, setelah aktivitas.
kekuatan otot terasa pada b. Jelaskan pentingnya
skala sedang istirahat dalam
rencana pengobatan
dan perlunya
keseimbangan
aktivitas dan istirahat
c. Bantu pasien memilih
posisi nyaman untuk
istirahat dan atau
tidur.
d. Bantu aktivitas
keperawatan diri yang
diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase
penyembuhan
e. Berikan lingkungan
tenang dan batasi
pengunjung selama
fase akut sesuai
indikasi.

5. Kurangnya Tujuan : a. Diskusikan aspek


pengetahuan Pengetahuan klien tentang ketidak nyamanan
tentang proses proses penyakit menjadi dari penyakit,
penyakitnya bertambah lamanya
berhubungan penyembuhan, dan
dengan Kriteria Hasil : harapan kesembuhan.
kurangnya Mencari tentang proses b. Berikan informasi
informasi. penyakit : dalam bentuk tertulis

Page | 54
1. Klien mengerti tentang dan verbal
definisi asmatikus c. Tekankan pentingnya
2. Klien mengerti tentang melanjutkan batuk
penyebab dan efektif atau latihan
pencegahan dari pernafasan.
asmatikus d. Identifikasi tanda atau
3. Klien mengerti gejala yang
komplikasi dari memerlukan
asmatikus. pelaporan pemberi
perawatan kesehatan.
e. Buat langkah untuk
meningkatkan
kesehatan umum dan
kesejahteraan,
misalnya: istirahat dan
aktivitas seimbang,
diet baik.

D. Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif
b. Pola nafas kembali efektif
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

B. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Teori Trauma Toraks


1) Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab

Page | 55
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri pada dada dan gangguan bernafas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan
oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
4. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
5. Pengobatan terakhir.
6. Pengalaman pembedahan.

Pemeriksaan Fisik :

1. B1:
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk.

Page | 56
c. Terdapat retraksi klavikula/dada.
d. Pengambangan paru tidak simetris.
e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
f. Adanya suara sonor/hipersonor/timpani.
g. Bising napas yang berkurang/menghilang.
h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. B2:
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b. Takhikardia, lemah
c. Pucat, Hb turun /normal.
d. Hipotensi.
3. B3:
Tidak ada kelainan.

4. B4:
Tidak ada kelainan.

5. B5:
Tidak ada kelainan.

6. B6:
a. Kemampuan sendi terbatas.
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c. Terdapat kelemahan.
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien
yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan
sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi

Page | 57
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
8. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma
9. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
tentang penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
3) Intervensi
Tujuan dan
No Dx Intervensi Rasional
kriteria hasil

1 Dx Setelah a. Kaji faktor penyebab a. Deteksi dini untuk


1 diberikan dari situasi/keadaan memprioritaskan
asuhan individu/penyebab intervensi, mengkaji
keperawatan penurunan perfusi status
selama (…x..) jaringan neurologi/tanda-
jam diharapkan tanda kegagalan
dapat untuk menentukan
mempertahanka perawatan
n perfusi kegawatan atau
jaringan dengan tindakan
KH : pembedahan
a. Tanda-tanda b. Monitor GCS dan b. Menganalisa tingkat

Page | 58
vital dalam mencatatnya kesadaran
batas normal
b. Kesadaran
meningkat c. Monitor keadaan
c. Menunjukkan umum pasien c. Memberikan
perfusi adekuat informasi tentang
derajat/keadekuatan
perfusi jaringan dan
membantu
menentukan keb.
intervensi.

d. Berikan oksigen d. Memaksimalkan


tambahan sesuai transport oksigen ke
indikasi jaringan

e. Kolaborasi e. Mengidentifikasi
pengawasan hasil defisiensi dan
pemeriksaan kebutuhan
laboraturium. Berikan pengobatan /respons
sel darah merah terhadap terapi
lengkap/packed produk
darah sesuai indikasi
2 Dx Setelah a. Berikan posisi yang a. Meningkatkan
2 diberikan nyaman, biasanya inspirasi maksimal,
asuhan dengan peninggian meningkatkan
keperawatan kepala tempat tidur. ekspansi paru dan
selama(…x…) Balik ke sisi yang ventilasi pada sisi
jam diharapkan sakit. Dorong klien yang tidak sakit.
dapatmempertah untuk duduk sebanyak
anjalannafaspasi mungkin.
endengan KH : b. Observasi fungsi b. Distress pernapasan
pernapasan, catat dan perubahan pada
a. Mengalami frekuensi pernapasan, tanda vital dapat
perbaikan dispnea atau perubahan terjadi sebgai akibat
pertukaran tanda-tanda vital. stress fisiologi dan
gas-gas pada nyeri atau dapat
paru. menunjukkan
b. Memperlihatka terjadinya syock
n frekuensi sehubungan dengan
pernapasan hipoksia.
yang efektive. c. Jelaskan pada klien c. Pengetahuan apa
c. Adaptive bahwa tindakan yang diharapkan
mengatasi tersebut dilakukan dapat mengurangi
faktor-faktor untuk menjamin ansietas dan

Page | 59
penyebab. keamanan mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
teraupetik.
d. Pertahankan perilaku
tenang, bantu pasien d. Membantu klien
untuk kontrol diri mengalami efek
dnegan menggunakan fisiologi hipoksia,
pernapasan lebih yang dapat
lambat dan dalam. dimanifestasikan
sebagai ketakutan/
ansietas.
e. Perhatikan alat bullow e. Mempertahankan
drainase berfungsi tekanannegatif
baik, cek setiap 1 – 2 intrapleural sesuai
jam yang diberikan, yang
meningkatkan
ekspansi paru
optimum/drainase
cairan
3 Dx Setelah a. Jelaskan klien tentang a. Pengetahuan yang
3 diberikan kegunaan batuk yang diharapkan akan
asuhan efektif dan mengapa membantu
keperawatan terdapat penumpukan mengembangkan
selama (…x…) sekret di saluran kepatuhan klien
jam Pernapasan terhadap rencana
diharapkanjalan teraupetik
nafaspasien b. Ajarkan klien tentang b. Batuk yang tidak
normal dengan metode yang tepat terkontrol adalah
KH : pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak
efektif,
a. Menunjukkan menyebabkan
batuk yang frustasi
efektif.
c. Auskultasi paru c. Pengkajian ini
b. Tidak ada lagi membantu
sebelum dan sesudah
penumpukan mengevaluasi
klien batuk.
sekret di sal. keefektifan upaya
Pernapasan batuk klien
c. Klien tampak d. Hiegene mulut yang
d. Dorong atau berikan
nyaman. baik meningkatkan
perawatan mulut yang
baik setelah batuk rasa kesejahteraan
dan mencegah bau
mulut.

Page | 60
e. Kolaborasi dengan tim e. Expextorant untuk
kesehatan lain memudahkan
Pemberian antibiotika mengeluarkan lendir
atau expectorant dan mengevaluasi
perbaikan kondisi
klien atas
pengembangan
parunya
4 Dx Setelah a. Jelaskan dan bantu a. Pendekatan dengan
4 diberikan klien dnegan tindakan menggunakan
asuhan pereda nyeri relaksasi dan
keperawatan nonfarmakologi dan nonfarmakologi
selama (..x..) non invasive lainnya telah
jam menunjukkan
diharapkannyeri keefektifan dalam
berkurangdenga mengurangi nyeri
n KH : b. Berikan kesempatan b. Istirahat akan
waktu istirahat bila merelaksasi semua
a. Nyeri terasa nyeri dan jaringan sehingga
berkurang/ berikan posisi yang akan meningkatkan
dapat diatasi nyaman ; misal waktu kenyamanan.
b. Dapat tidur, belakangnya
mengindentifik dipasang bantal kecil
asi aktivitas c. Tingkatkan c. Pengetahuan yang
yang pengetahuan tentang : akan dirasakan
meningkatkan/ sebab-sebab nyeri, dan membantu
menurunkan menghubungkan mengurangi
nyeri berapa lama nyeri akan nyerinya. Dan dapat
c. Pasien tidak berlangsung membantu
gelisah. mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
teraupetik
d. Kolaborasi denmgan d. Analgetik memblok
dokter, pemberian lintasan nyeri,
analgetik sehingga nyeri akan
e. Observasi tingkat berkurang
nyeri, dan respon e. Pengkajian yang
motorik klien, 30 optimal akan
menit setelah memberikan perawat
pemberian obat data yang obyektif
analgetik untuk untuk mencegah
mengkaji kemungkinan
efektivitasnya. Serta komplikasi dan
setiap 1 - 2 jam setelah melakukan intervensi

Page | 61
tindakan perawatan yang tepat.
selama 1 - 2 hari

Dx Setelah a. Monitor keadaan a. Untuk memonitor


5 diberikan umum pasien kondisi pasien
asuhan selama perawatan
keperawatan terutama saat terjadi
selama (..x..) perdarahan. Perawat
jam diharapkan segera mengetahui
klien tidak tanda-tanda presyok /
mengalami syok b. Observasi vital sign syok

Page | 62
hipovolemik setiap 3 jam atau lebih b. Perawat perlu terus
dengan KH : mengobaservasi vital
Tanda Vital sign untuk
dalam batas memastikan tidak
normal (N: 120- terjadi presyok /
60 x/menit, S : syok
36-37o C, RR : c. Jelaskan pada pasien c. Dengan melibatkan
20x/menit) dan keluarga tanda pasien dan keluarga
perdarahan, dan segera maka tanda-tanda
laporkan jika terjadi perdarahan dapat
perdarahan segera diketahui dan
tindakan yang cepat
dan tepat dapat
segera diberikan.
d. Kolaborasi :
d. Cairan intravena
Pemberian cairan
diperlukan untuk
intravena
mengatasi
kehilangan cairan
tubuh secara hebat

e. Kolaborasi :
pemeriksaan : HB, e. Untuk mengetahui
PCV, trombosit tingkat kebocoran
pembuluh darah
yang dialami pasien
dan untuk acuan
melakukan tindakan
lebih lanjut.
Dx Setelah a. Kaji kulit dan a. mengetahui
6 diberikan identifikasi pada tahap sejauhmanaperkemb
asuhan perkembangan luka angan luka
keperawatan mempermudah
selama (..x..) dalammelakukan
jam diharapkan tindakan yang tepat
dapat mencapai b. mengidentifikasi
b. Kaji lokasi, ukuran,
penyembuhan tingkat keparahan
warna, bau, serta
luka pada waktu luka akan
jumlah dan tipe cairan
yang sesuai mempermudah
luka
dengan KH: intervensi
c. Pantau peningkatan
c. suhu tubuh yang
a. tidak ada suhu tubuh
meningkat dapat
tanda-tanda diidentifikasikan
infeksi seperti sebagai adanya
pus proses peradangan

Page | 63
b. luka bersih d. Berikan perawatan d. tehnik aseptik
tidak lembab luka dengan tehnik membantu
dan tidak kotor aseptik. mempercepat
c. Tanda-tanda penyembuhan luka
vital dalam dan mencegah
batas normal terjadinya
atau dapat infeksi
e. Balut luka dengan kasa
ditoleransi. e. Agar benda asing
kering dan steril,
atau jaringan yang
gunakan plester kertas
terinfeksi tidak
menyebar luas pada
area kulit normal
lainnya.
f. Jika pemulihan tidak f. antibiotik berguna
terjadi kolaborasi untuk mematikan
tindakan lanjutan, mikroorganisme
misalnya debridement. pathogen pada
Kolaborasi pemberian daerah yang berisiko
antibiotik sesuai terjadi infeksi.
indikasi.
Dx Setelah a. Kaji kebutuhan akan a. mengidentifikasi
7 diberikan pelayanan kesehatan masalah,
asuhan dan kebutuhan akan memudahkan
keperawatan peralatan intervensi
selama (..x..) b. Tentukan tingkat b. mempengaruhi
jam diharapkan motivasi pasien dalam penilaian terhadap
pasien akan melakukan aktivitas kemampuan
menunjukkan
tingkat mobilitas
optimal dengan c. Ajarkan dan pantau c. aktivitas apakah
KH : pasien dalam karena
halpenggunaan alat ketidakmampuan
a. penampilan bantu ataukah
yang seimbang ketidakmauan
b. melakukan menilai batasan
pergerakkan kemampuan aktivitas
dan optimal
perpindahan d. mempertahankan
d. Ajarkan dan dukung
c. mempertahank /meningkatkan
pasien dalam latihan
an mobilitas kekuatan dan
ROM aktif dan pasif
optimal yang ketahanan otot
dapat di e. sebagai suaatu
e. Kolaborasi dengan ahli
toleransi sumber untuk
terapi fisik atau
mengembangkanpere
okupasi
ncanaan dan

Page | 64
mempertahankan/me
ningkatkan mobilitas
pasien
Dx Setelah a. Pantau tanda-tanda a. mengidentifikasi
8 diberikan vital tanda-tanda
asuhan peradangan terutama
keperawatan bila suhu tubuh
selama (..x..) meningkat
jam b. mengendalikan
b. Lakukan perawatan
diharapkaninfek penyebaran
luka dengan teknik
si tidak terjadi / mikroorganisme
aseptic
terkontroldenga patogen
c. Lakukan perawatan
n KH : c. untuk mengurangi
terhadap prosedur
risiko infeksi
a. tidak ada invasif seperti infuse
nosocomial
tanda-tanda atupun
infeksi seperti Bullowdraignase
d. antibiotik mencegah
pus d. Kolaborasi untuk
perkembangan
b. luka bersih pemberian antibiotic
mikroorganisme
tidak lembab pathogen
dan tidak kotor
c. Tanda-tanda
vital dalam
batas normal
atau dapat
ditoleransi.
Dx Setelah a. Observasi keadaan a. untuk mencegah
9 diberikan Luka infeksi yang
asuhan berkelanjutan
keperawatan
selama (..x..) b. Menjelaskan kepada b. memberikan
jam pasien tentang pengetahuan pasien
diharapkananxie penyakit yang di derita yang dapat memilih
tas tidak terjadi berdasarkan
dengan KH : c. Kaji tingkat informasi
-Pasien dapat pengetahuan klien dan c. mengetahui seberapa
keluarga tentang jauh pengalaman
mengungkapkan klien dan keluarga
pemahamannya penyakitnya
d. Minta klien / keluarga tentang penyakitnya
tentang
penyakit, mengulangi kembali d. mengetahui seberapa
tentang materi yang jauh pemahaman
prognosis dan klien dan keluarga
pengobatannya telah diberikan
serta menilai
keberhasilan dari
tindakan yang

Page | 65
dilakukan
e. untuk emudahkan
e. Diskusikan pentingnya pengendalian
melihat ulang terhadap kondisi
mengenai pengobatan kronis dan
secara pencegahan terhadap
teratur komplikasi
f. agar pasien
f. Berikan dorongan mengetahui
untuk melakukan perkembangan
kunjungan tindak penyakitnya.
lanjut dengan dokter.

4) Implementasi
1. Dx 1 Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
a. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab penurunan
perfusi jaringan
b. Memonitor GCS dan mencatatnya
c. Memonitor keadaan umum pasien
d. Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
e. Mengkolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi
2. Dx 2 Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru
yang tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
a. Memberikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.
b. Mengobservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea
atau perubahan tanda-tanda vital.
c. Menjelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.

Page | 66
d. Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru.
e. Membantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam
f. Memperhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam
3. Dx 3 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
a. Menjelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif
b. Mengajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk
c. Mengajarkan Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
d. Memberikan perawatan mulut yang baik setelah batuk
e. Memberikan antibiotika atau expectorant
4. Dx 4 Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
a. Membantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasive
b. Memerikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan
memberikan posisi yang nyaman
c. Meningkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
d. Berkolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
e. Mengobservasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit
setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya
5. Dx 5 Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
a. Memonitor keadaan umum pasien
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
c. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan

Page | 67
d. Berkolaborasi : Pemberian cairan intravena
e. Berkolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
6. Dx 6 kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage.
a. Mengkaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
b. Mengkaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
c. Memantau peningkatan suhu tubuh
d. Memberikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas
e. Berkolaborasi tindakan seperti melakukan debridement
7. Dx 7 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan
kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
a. Mengkaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan
b. Menentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
c. Mengajarkan pasien dalam hal penggunaan alat bantu
d. Mengajarkan pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
e. Berkolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
8. Dx 8 Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
organisme sekunder terhadap trauma
a. Memantau tanda-tanda vital
b. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
c. Melakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse atupun
Bullow draignase
d. Berkolaborasi untuk pemberian antibiotic
e. Mengobservasi keadaan Luka
9. Dx 9 Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi tentang penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang di derita.
b. Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya

Page | 68
c. Meminta klien / keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
telah diberikan
d. Mendiskusikan pentingnya melihat ulang mengenai pengobatan secara
teratur
e. Berikan dorongan untuk melakukan kunjungan tindak lanjut dengan
dokter.
5) Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Kesadaran meningkat
3. Klien tampak nyaman.
4. Nyeri berkurang
5. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri
6. Pasien tidak gelisah.

C. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Teori Trauma Kepala


1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objective pada gangguan
sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,
lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Pengkajian keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
(Muttaqin, Arif. 2008)
a. Anamnesis
Indekasi klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi paa usia muda) ,
jenis klamin, (banyak laki-laki karna sering berkendaraan kebut-kebutan
tanpa memakai pengaman helem) , pendidikan, alamat, pekerjaan, alamat,

Page | 69
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer register, dan
diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinnggian, dan trauma langsung ke kepala, pengkajian
yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS <15), konvulsi,
muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di
kepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernafasan, adanya
peurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, di hubungkan dengan
perubahan di dalam intraktanial, keluhan perubahan prilaku juga umum
terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.

d. Riwayat Penyakit Keluarga.


Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
DM.
e. Pengkajian Psiko-Sosio-Spritual.
Pengkajian mekannisme koping yang digunakan klien untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pegaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun
dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu
timbul seperti ketakutan akan kecacatan,rasa cemas, rasa ketidakmampuan
unutuk melaukan aktifitas secara optimal,(gangguan citra diri).

Page | 70
Adanya perubahan hubungan dan peran karna klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan berbicara, pola persepsi
dan konsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya, tak ada harapan,
mudah marah, dan tidak konpratif.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan biaya yang tidak sedikit, cedera kepala
memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan peawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
memengaruhi stabilitasemosi pemikiran klien dan keluarga. Perawat juga
memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
f. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem, (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
g. Keadaan Umum
Pada keadaan cedera kepala mumnya mengalami penurunan kesadaran
cedera kepala ringan/cedera otak ringan, GCS 9-2, cedera kepala
berat/cedara otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadi
perubhan pada tanda-tanda vital.
h. Pengkajian Primer
Adapun data pengkajian primer menurut Rab, Tabrani. 2007:
1) Airway
Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
2) Breathing
Ada tidaknya dyspnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman nafas.
3) Circulation

Page | 71
Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardi, brakikardi, sianosis,
capilarrefil.
4) Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan reflex, pupil
anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer. Et all. 2000 penilaian
GCS berdasarkan pada tingkat keparahan cedera:
a) Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
1. Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh, atentif, dan
orientatif)
2. Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
3. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
4. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit
kepala
5. Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
b) Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
1. Skor skala koma glasglow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
2. Konkusi
3. Amnesia pasca trauma
4. Muntah
5. Tanda kemungkinan faktor cranium (tanda battle, mata rabun
hemotimapanum otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal)
c) Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)
1. Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
2. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
3. Tanda neurologis fokal
4. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium
5) Exposure of extremitas
Ada tidaknya peningkatan suhu, ruangan yang cukup hangat
i. Pengkajian Sekunder

Page | 72
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan
cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ
vital (Marilyn, E Doengoes 2000)
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda:
a. Perubahan kesehatan, letargi
b. Hemiparase, quadrepelgia
c. Ataksia care: berjalan tak tegap
d. Masalah dalam keseimbangan
e. Cedera (trauma) ortopedi
f. Kehilangan tonus otot, otot spastik
2) Sirkulasi
Gejala:
a. Perubahan darah atau normal (hipertensi)
b. Perubahan frekuensi jantung (brakikardia, takikardia yang
diselingi brakikardia disritmia)
3) Integritas Ego
Gejala: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
Tanda: cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsive
4) Eliminasi
Gejala: inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan
fungsi
5) Makanan/cairan
Gejala: mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda: muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
6) Neurosensoris

Page | 73
Gejala: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinnitus kehilangan pendengaran, fingking, faal pada
ekstremitas.
Tanda:
a. Perubahan kesadaran bisa sampai koma
b. Perubahan status mental
c. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris)
d. Wajah tidak simetri
e. Genggaman lemah, tidak seimbang
f. Reflex tendon dalam tidak ada atau lemah
g. Apraksia, hemiparese, quadriplegia
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya koma.
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, pasien merintih.
8) Pernafasan
Tanda:
a. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi)
nafas berbunyi stridor, terdesak
b. Ronki, mengi positif
9) Keamanan
Gejala: trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda: fraktur/dislokasi
a. Gangguan penglihatan
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis
10) Interaksi social

Page | 74
Tanda: afasia motoric atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.

B1 (Breathing)

Perubahan pada sistempernafasan bergantung pada gradasi perubahan jaringan


serebral akibat trauma kepala, pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan
fisik dari sistem ini akan didapatkan : (Muttaqin, Arif.2013).

B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardio vaskuler didapatkan renjatan (syok)


hipovelemik yag sering terajdi pada klien cedera kepala sedaang dan berat.
Hasil pemeriksaaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, naadi brikardi,
takikardi, dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan
homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuuhan oksigen prifer.
Nadi brikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit
kelihatan pucat menadakan adanya penurunan kader hemoglobin dalam darah.
Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda
awal dari suatu syok. Pada bebrapa keadaan lain akibat dari trauma kepala
akan merangsang anti deurititk hormon (ADH) yang berdampak pada
kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air
oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektrollit
meningkat sehingga memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit pada sistem kardiovaskuler. (Muttaqin, Arif. 2008).

B3 (Brain)

Cedera kepala menyebabkan berbagai difisit neurologis terutama disebabkan


pengaruh peningkatan tekanan intraktanial akibat adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoam, subdural hematoma. Pengkajian B3 (BRAIN)

Page | 75
merupakan pemeriksaan fokus da lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya. (Muttaqin, Arif. 2008).

Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator


paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persarafan. Beberapa sisitem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
kesadaran. Pada lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, samapai koma.

Pada klien denga tingkat kesadaran kompos mentis pada pengkajian inspeksi
pernafasan tidak ada kelaianan. Palpasi thoraks didapatkan traktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.

Pemeriksaan fungsi serebral

1) Status mental : observasi penampilan klien ditingkah lakunya, nilai bicara


klien dan observasi wajah, dan aktifitas motorik pada klien cedera kepala
tahap lanjut biasanya status mental mengalami perubahan.
2) Fugsi intelektual : pada beberapa keadaan klien cedera kepala didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memory baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
3) Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan
bila trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal
kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motifasi dalam
program rehabilitas program mereka. Masalah psikologis lain juga umum
terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional , bermusuhan,
frustasi, dendam dan kurang kerja sama.

Page | 76
4) Hemisfer : cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah
kiri tubuh, penilaian bururk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut.
Cedera kepala pada hemisfer kiri, mengalami hemifarese kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustasi.

Pemeriksaan saraf kranial

Saraf 1. Pada beberapa keadaan cedera kepala di daerah yang merusak


anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi
penciuman/anosmia unirateral atau bilateral.

Saraf 2. Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan


lapangan penglihatan dan mengganggu dari nervus optikus. Perdarahan di
daerah ruang intraktanial, terutama hemoragia subarakhnodal, dapat disertai
dengan perdarahan di retina. Anomali pembuluh darah dalam otak dapat
bermanifestasi juga dalam fundus.

Saraf 3,4,dan 5. Gangguan mengangkat kelopak mata trutama pada klien


dengan trauma yang merusak rongga orbital. Pada kasus-kasus trauma kepala
dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda serius jika
mdriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Paralisis otot-otot okular akan
menyusul pada tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria
dimana bukannya midriasis yang ditemukan, melainkan miosis yang
bergandingan dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, maka pupil yang
miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis
ipsilateral yang mengelola pusat silisospinal. Hilangnya fungsi itu berarti
pusat siliospinal menjadi tidak aktif, sehingga pupil tidak berdilatasi
melainkan berkontraksi.

Saraf 6. Pada beberapa keadaan cedera kepala

B4 (Bladder)

Page | 77
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. Setelah cedera kepala, klien
mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
system perkemihan karena kerusakan control motoric dan postural. Kadang-
kadang control sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
(Muttaqin, Arif. 2008)

B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual,


dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.

Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi


pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising
usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun
atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan
observasi bising usus selama kurang lebih 2 menit. Penurunan motilitas usus
dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar slang
endotrakeal dan nasotrakeal. (Muttaqin, Arif. 2008)

B6 (Bone)

Page | 78
Disfungsi motoric paling umum adalah kelamahan pada seluruh ekstermitas.
Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan
warna kulit; warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku,
ekstermitas, telinga, hidung, bibir, dan membrane mukosa). Pucat pada wajah
dan membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
hemoglobin atau syok. Pucat dan sianosis klien yang menggunakan ventilator
dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit dapat
menunjukkan adanya demam, dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai
adanya lesi dan decubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensoria tau paralise/hemiplegi, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. (Muttaqin, Arif.
2008).

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala,


meliputi hal-hal di bawah ini:

1) CT-scan (dengan tanpa kontras)


2) MRI
3) Angiografi serebral
4) EEG berkala
5) Foto rontgen, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
6) PET, mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak
7) Pemeriksaan CFS, lumbal fungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subaraknoid)
8) Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intracranial
9) Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran

Page | 79
10) Analisis Gas Darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostic untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan GAD ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa.
2. Diagnose Keperawatan dan Intervensi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral,
hipoksia cerebral
Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran
dengan kriteria hasil:
a. Tanda vital stabil: Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60-100 x/menit
b. Tidak ada tanda peningkatan TIK

Intervensi:

a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan


otak
Rasional: menentukan pilihan intervensi
b. Pantau status neurologis secara teratur
Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan
potensial dengan peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan
lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP
c. Pantau tekanan darah
Rasional: normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah otak
yang constan pada saat ada fluktasi tekanan darah sistemik
d. Catat adanya brakikardi, takikardi atau disritmia
Rasional: disritmia dapat timbal dan mencerminkan adanya depresi pada
batang otak pada pasien yang tidak mempunyai penyakit jantung
e. Pantau irama nafas, adanya dispnea
Rasional: nafas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya
peningkatan TIK

Page | 80
f. Kaji adanya peningkatan rigiditas, remangan, meningkatnya
kegelisahan, peka rangsang, serangan kejang.
Rasional: merupakan indikasi dari iritasi meningeal
g. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan aliran darah balik vena dari kepala sehingga
akan mengurangi kongesti
h. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi’
Rasional: untuk mrnurunkan edema
i. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional: menurunkan hipoksemia yang dapat meningkatkan
vasodilatasi dan meningkatkan TIK
j. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: untuk mengatasi komplikasi lebih buruk
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan, penggunaan otot aksesori
Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan nafas lebih efektif dengan
kriteria hasil:
a. Tidak ada sesak nafas, sianosis
b. Pola nafas normal

Intervensi:

a. Pantau frekuensi, irama kedalaman pernafasan


Rasional: perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
(umumnya mengikuti cedera otak), menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak, pernafasan lambat, periode apnea dapat menandakan
ventilasi mekanisme.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, posisi miring sesuai indikasi
Rasional: untuk memudahkan ekspansi paru

Page | 81
c. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien
sadar
Rasional: memobilisasi secret untuk membersihkan jalan nafas dan
membantu mencegah komplikasi pernafasan
d. Catat kompetensi gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk
pemeliharaan jalan nafasnya.
Rasional: kemampuan membersihkan jalan nafas penting untuk
pemeliharaan jalan nafas, kehilangan reflek menelan/batuk menandakan
perlunya jalan nafas bantuan
e. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu
mencegah hipoksia
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas, peningkatan jumlah secret.
Tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan jalan nafas pasien
dengan bunyi nafas bersih/jelas dengan kriteria hasil:
a. Tidak ada bunyi nafas tambahan
b. Tidak ada penumpukan secret
c. Tidak ada sesak nafas

Intervensi:

a. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas tambahan mis: mengi,
ronki, krekels
Rasional: beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius, mis: penyebaran, krekels basah, bunyi nafas redup dengan
ekspirasi mengi atau tidak ada bunyi nafas.
b. Pantau frekuensi pernafasan

Page | 82
Rasional: takipnea biasanya ada pada beberapa derajat. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibandingkan inspirasi
c. Catat adanya dyspnea, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan
otot bantu
Rasional: disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada
tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di
RS
d. Berikan posisi yang nyaman
Rasional: peninggian kepala tempat tidur untuk mempermudah proses
pernafasan
e. Pertahankan polusi lingkungan minimum
Rasional: pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger
episode akut
f. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dyspnea dan menurunkan jebakan udara
g. Observasi karakteristik batuk, mis: menetap, batuk pendek, basah bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk
Rasional: batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di
bawah setelah perkusi dada
h. Tingkatkan masukan cairan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
Rasional: hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,
mempermudah pengeluaran.
i. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: membantu mempercepat proses penyembuhan
j. Berikan hudifiksi tambahan, mis: nebulizer ultranik, humidifier aerosol
ruangan
Rasional: kelembapan menurunkan kekentalan secret dan mencegah
pembentukan mucosa tebal pada bronkus.

Page | 83
D. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Teori Stroke
Pengkajian

A. Identitas Klien
Pada pasien stroke lebih menyerang pada usia 18-45 tahun semakin
beresiko terkena. Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi makanan yang
berlemak meningkatkan risiko stroke di kalangan usia muda. Dahulu stroke
lebih banyak ditemukan pada orang lanjut usia, namun seiring dengan
perubahan gaya hidup, terutama masyarakat di kota besar, stroke cenderung
mulai menyerang usia muda atau kelompok usia produktif. Menurut data
dasar rumah sakit di Indonesia,seperti yang diungkapkan oleh Yayasan Stroke
Indonesia, angka kejadian stroke mencapai 63,52 per 100.000 pada kelompok
usia 65 tahun ke atas.
Menurut penelitian kesehatan, populasi laki-laki terkena stroke lebih
banyak daripada perempuan, tetapi selisihnya tidak jauh berbeda. Sebagai
gambaran, penelitian dari Northem Manhattan Stroke Study di Amerika
menyebutkan, 53 persen laki-laki terkena stroke, sedangkan perempuan
terkena stroke 47 persen. Pada stroke iskemik (infark atau kematian jaringan),
serangan ini lebih sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada
malam hingga pagi hari. Sedangkan pada stroke hemoragik (perdarahan),
serangan ini lebih sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul
setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis (mental). (Muttaqin, Arif.
2008).
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pada stroke hemorgik (perdarahan intraserebral), biasanya klien mengalami
keluhan-keluhan seperti sakit kepala menetap. Stroke hemoragik
(perdarahan subarachnoid), biasanya klien mengalami keluhan-keluhan
seperti sakit kepala sementara. Sedangkan stroke iskemik (trombolisis pada
pembuluh darah otak) biasanya klien mengalami keluhan-keluhan seperti

Page | 84
serangan TIA (iskemik sementara). Stroke iskemik (emboli pada pembuluh
darah otak) biasanya klien mengalami keluhan-keluhan seperti tidak sakit
kepala. (Muttaqin, Arif. 2008).
2. Riwayat Penyaki Sekarang
Pada stroke hemorgik (perdarahan intraserebral), timbulnya dapat secara
mendadak, kadang pada saat melakukan aktivitas dan adanya tekanan
mental. Stroke hemoragik (perdarahan subarachnoid), timbulnya dapat
secara mendadak, merasa ada tiupan di kepala. Sedangkan stroke iskemik
(trombolisis pada pembuluh darah otak), timbulnya dapat secara perlahan,
sering pada malam hari atau menjelang pagi. Stroke iskemik (emboli pada
pembuluh darah otak), timbulnya dapat secara mendadak. (Muttaqin, Arif.
2008).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya. (Muttaqin, Arif. 2008).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu. (Muttaqin, Arif. 2008)

C. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

Page | 85
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1- B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. (Muttaqin, Arif. 2008)
Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, suara bicara kadang mengalami
gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda
vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan roduksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri, auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (Syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi
eningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi massif TD > 200 mmHg.

c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, da aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan
pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.

Page | 86
a) Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator
paling sensitive untuk mendeteksi disfungsi sistem persyarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat erubahan
dalam kewaspadaan dan kesadaran.
Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
b) Fungsi Serebri
1) Status Mental
Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara
klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas mototrik dimana
pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
2) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami kerusakan
otak, yaitu kesukaran untuk mengenal persamaan dan perbedaan
yang tidak begitu nyata.
3) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada

Page | 87
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif dimana klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancer.
Disartria (kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya) seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
4) Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memeori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Difungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin
diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastofik
ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi,
dendam, dan kurang kerja sama.

5) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparese sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
tersebut. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang pandang
sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
c) Pemeriksaan Syaraf Kranial

Page | 88
1) Saraf I
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
special) sering terlibat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI
Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di
sisi yang sakit.
4) Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan
kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
8) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

9) Saraf XII

Page | 89
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
d) Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motoric. Karena
neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunteer pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
1) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus otot didapatkan meningkat.
4) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai
kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
5) Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan
karenahemiparese dan hemiplegia.
e) Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic (kontraksi saraf berulang), dan
distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu
tubuh yag tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.
f) Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Persepi aadalah ketidakmampuan
untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensorik primer di antara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spesial (mendapatakan hubungan dua
atau lebih objek dalam area special) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa

Page | 90
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
proprioseptif (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli,
taktil, dan auditorius.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motoric dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. selama periode ini, dilakukan katerisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual,
dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penuruan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motoric. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan kontrol motorvolunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien

Page | 91
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda decubitus,
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik, atau paralisis//hemiplegia, mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat. (Muttaqin, Arif. 2008).

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Lumbal pungsi : pemeriksaan likuator yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2. Pemeriksaan darah rutin.
3. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
4. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Muttaqin, Arif. 2008)

Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral


2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan
kekuatan dan ketahanan.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif.

Page | 92
7. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler/perseptual.
8. Kurang pengetahuan tentag kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat.
(Muttaqin, Arif. 2008)

Intervensi Keperawatan

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral


Tujuan : Kesadaran penuh, tidak gelisah.
Kriteria Hasil : Tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda
Peningkatan Tekanan Intrakranial.
INTERVENSI RASIONAL
Pantau/catat status neurologis secara teratur Mengkaji adanya kecenderungan pada
dengan skal coma glascow. tingkat kesadaran.
Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan Autoregulasi mempertahankan aliran darah
darah. otak yang konstan.
Pertahankan keadaan tirah baring. Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat
meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan Menurunkan tekanan arteri dengan
dan dalam posisi anatomis (netral). meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi serebral.
Berikan obat sesuai indikasi : contohnya Meningkatkan/memperbaiki aliran darah
antikoagulan (heparin). serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Dapat melakukan aktivitas secara minimum.
Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkian aktivitas.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan klien dalam melakukan Mengidentifikasi kelemahan/kekuatan dan
aktivitas dapat memberikan informasi bagi
pemulihan.

Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, Menurunkan resiko terjadinya

Page | 93
miring). trauma/iskemia jaringan
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
dan pasif pada semua ekstremitas. sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
Anjurkan pasien untuk membantu pergerkan Dapat berespons dengan baik jika daerah
dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
yang tidak sakit.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara Program khusus dapat dikembangkan
aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. untuk menemukan kebutuhan yang
berarti /menjaga kekurangan tersebut dalm
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular


Tujuan : Dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria Hasil : Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi
kesepahaman bahasa anatar klien, perawat dan keluarga.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji tingkat kemampuan klien dalam Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
berkomunikasi. merupakan indicator dari derajat gangguan
serebral.
Minta klien untuk mengikuti perintah Melakukan penilaian terhadap adanya
sederhana. kerusakan sensorik.
Tunjukkan objek dan minta pasien Melakukan penilaian terhadap adanya
menyebutkan nama benda tersebut. kerusakan mototrik.
Ajarkan klien teknik berkomunikasi nonverbal Bahasa isyarat dapat membantu untuk
(bahasa isyarat). menyampaikan isi pesan yang dimaksud.

Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi Untuk mengidentifikasi kekurangan/


wicara. kebutuhan terapi.

Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.


Tujuan : Tidak ada perubahan-perubahan persepsi.
Kriteria Hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual, mengakui
perubahan dalam kemampuan.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan Penurunan kesadaran terhadap sensorik
panas/dingin, tajam/tumpul, rasa persendian. dan kerusakan perasaan kinetic
berpengaruh buruk terhadap

Page | 94
keseimbangan.
Catat terhadap tidak adanya perhatian pada Adanya agnosia (kehilangan pemahaman
bagian tubuh. terhadap pendengara, penglihatan atau
sensasi yang lain).
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti Membantu melatih kembali jarak sensori
berikan pasien suatu benda untuk menyentuh untuk mengintegrasikan kembali sisi yang
dan meraba. sakit.
Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila Penggunaan stimulasi penglihatan dan
perlu dan menyadari posisi bagian tubuh sentuhan membantu dalam
tertentu. mengintegrasikan kembali sisi yang sakit.
Bicara dengan tenang dan perlahan dengan Pasien mungkin mengalami keterbatasan
menggunakan kalimat yang pendek. dalam rentang perhatian dan masalah
pemahaman.

Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan


kekuatan dan ketahanan.
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien bersih dank lien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara
minimal.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam Jika klien tidak mampu perawatan diri
perawatan diri. perawat dan keluarga membantu dalam
perawatan diri.
Bantu klien dalam personal hygiene. Klien terlihat bersih dan rapid an memberi
rasa nyaman pada klien.
Rapikan klien jika klien terlihat berantakan Memberi kesan yang indah dank lien tetap
dang anti pakaian klien stiap hari. terlihat rapi.
Libatkan keluarga dalam melakukan personal Dukungan keluarga sangat dibutuhkan
hygiene. dalam program peningkatan aktivitas klien.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi Memberikan bantuan yang mantap untuk
okupasi. mengembangkan rencana terapi.

Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual


kognitif.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan harga diri.
Kriteria Hasil : Mau berkmunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan

Page | 95
yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan Penentuan faktor-faktor secara individu
dengan derajat ketidakmampuannya. membantu dalam mengembankan
perencanaan asuhan/pilihan intervensi.
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan Membantu peningkatan rasa harga diri dan
berdandan yang baik. kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
Berikan dukungan terhadap perilaku/usaha Mengisyaratkan kemampuan adaptasi
seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam untuk mengubah dan memahami tentang
kegiatan rehabilitasi. peran diri sendiri dalam kehidupan
selanjutnya.
Dorong orang terdekat agar memberi Membangun kembali rasa kemandirian dan
kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin menerima kebanggan diri dan
untuk dirinya sendiri. meningkatkan proses rehabilitasi.
Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/atau Dapat memudahkan adaptasi terhadap
konseling sesuai kebutuhan. perubahan peran yang perlu untuk
perasaan/merasa menjadi orang yang
produktif.

Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan


neuromuskuler/perseptual.
Tujuan : Kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan
aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan.
INTERVENSI RASIONAL
Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan Intervensi nutrisi/pilihan rute makan
pasien secara individual. ditentukan oleh faktor-faktor ini.
Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak Menggunakan gravitasi utuk memudahkan
selama dan setelah makan. proses menelan dan menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk Menguatkan otot fasiel dan otot menelan
meminum air cairan. dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.

Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program Meningkatkan pelepasan endorphin dalam


latihan/kegiatan. otak yang meningkatkan perasaan senang
dan meningkatkan nafsu makan.
Berikan cairan melalui intra vena dan/atau Memberikan cairan pengganti dan juga
makanan melalui selang. makanan jika pasien tidak mampu untuk

Page | 96
memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

Kurang pengetahuan tentag kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan


kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat.
Tujuan : Klien mengerti dan paham tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam proses belajar.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
klien.
Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor Untuk mendorong kepatuhan terhadap
peyebab, serta perawatan. program terapeutik dan meningkatkan
pengetahuan keluarga klien.
Beri kesempatan kepada klien dan keluarga Memberi kesempatan kepada orang tua
untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas. dalam perawatan anaknya.

Beri feed back/umpan balik terhadap Mengetahui tingkat pengetahuan dan


pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau pemahaman klien atau keluarga.
klien
Sarankan pasien menurunkan/membatasi Stimulasi yang beragam dapat
stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan memperbesar ganggun proses berfikir.
berfikir.

Page | 97

Anda mungkin juga menyukai