Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN ASUHAN KEBIDANAN REMAJA PATOLOGI

PADA NN. M DENGAN FLOUR ALBUS


DI PMB AGUSTIN WULANSARI, SST

Oleh :
AGUSTIN WULAN SARI, SST
NIM. 2182B1273

INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PRODI S1 KEBIDANAN DAN PROFESI BIDAN
2021/2022
Lembar Pengesahan

Laporan praktik dengan judul “ Asuhan kebidanan Remaja Patologi Pada Nn. M dengan
Flour Albus di PMB Agustin Wulansari, SST”.

Sidoarjo, Januari 2022


Mahasiswa,

Agustin Wulansari, SST

Mengetahui,
Pembimbing Akademik, Pembimbing Ruangan,

Bd. Devy Putri Nursanti,SST.,M.Kes Vidia Atika, SST.M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan

bimbingan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “Laporan Asuhan Kebidanan” ini tepat

pada waktunya yang telah di tentukan.

Pada kesempatan ini juga kami berterimakasih atas bimbingan dan masukkan dari

semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah

ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari isi makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi kalimat, isi

maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen

mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Sidoarjo, Januari 2022

Mahasiswa

Agustin Wulan Sari

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Singkatan iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Konsep Dasar Flour Albus 4
2.1.1 Pengertian 4
2.1.2 Jenis Keputihan 4
2.1.3 Gejala Flour Albus 6
2.1.4 Pencegahan Flour Albus 7
2.1.5 Patofisiologi Flour Albus 8
2.1.5 Penatalaksanaan Flour Albus 8
2.2 Konsep Dasar Manajement Asuhan Kebidanan Remaja dengan Flour Albus10
2.2.1 Pengkajian 10
2.2.2 Interpretasi Data 16
2.2.3 Identifikasi Diagnosa Potensial atau Masalah Potensial 17
2.2 4 Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera 18
2.2.5 Perencanaan 18
2.2.6 Pelaksanaan 19
2.2.7 Evaluasi 20

BAB 3 TINJAUAN KASUS


3.1 Pengkajian 22
3.2 Analisa Data 25
3.3 Perencanaan 25
3.4 Penatalaksanaan 25
3.4 Evaluasi 26

BAB 4 PENUTUP
4.1 Simpulan 27
4.2 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

iii
DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar


BAK : Buang Air Kecil
BB : Berat Badan
C : Celsius
CATIN : Calon Pengantin
CM : Centimeter
DM : Diabetes Mellitus
GO : Gonore
HB : Haemoglobin
HBSAG : Hepatitis B Surface Antigen
HE : Health Education
HIV : Human Immunodeficiency Virus
KIE : Konseling Informasi Edukasi
KG : Kilo gram
L : Liter
mg : Miligran
mmHg : Milimeter Merkuri (Hydragyrum)
RR : Respiratory Rate
S : Suhu
TB : Tinggi Badan
TBC : Tuberkulosis
TD : Tekanan Darah
TTV : Tanda- Tanda Vital
WIB : Waktu Indonesia Barat

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama dan bukan hanya individu

yang bersangkutan, karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek kehidupan dan

menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan

terhadap masyarakat. Dengan demikian kesehatan alat reproduksi sangat erat hubungannya

dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian anak (AKA). Sebagai ketetapan yang

dimaksudkan dengan kesehatan reproduksi adalah kemampuan seorang wanita untuk

memanfaatkan alat reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilitas) dapat menjalani

kehamilan dan persalinan secara aman serta mendapatkan bayi tanpa resiko apapun atau well

health mother dan well born baby dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas

normal (Manuaba, 2009).

Data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan 75% wanita di dunia

pasti menderita keputihan / Flour Albus paling tidak sekali seumur hidup dan 45%

diantaranya bisa mengalaminya sebanyak dua kali atau lebih. Pada dasarnya dalam keadaan

normal, organ vagina memproduksi cairan yang berwarna bening, tidak berbau, tidak

berwarna dan jumlah tidak berlebihan. Cairan ini berfungsi sebagai sistem perlindungan

alami, mengurangi gesekan di dinding vagina saat berjalan dan saat melakukan hubungan

seksual. Sedang yang dimaksud dengan keputihan adalah gejala penyakit yang ditandai oleh

keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah. Keputihan yang berbahaya

adalah keputihan yang tidak normal. Ini karena terjadi infeksi yang disebabkan kuman,

bakteri, jamur atau infeksi campuran. Keputihan bisa juga disebabkan adanya rangsangan

mekanis oleh alat – alat kontrasepsi sehingga menimbulkan cairan yang berlebihan. Pada tipe

keputihan ini, cairan yang keluar berwarna kuning kehijauan. Biasanya diiringi rasa gatal dan

1
bau tidak sedap (Shadine, 2012).

Biasanya komplikasi yang mungkin terjadi pada Flour Albus yaitu infeksi vagina

seperti jamur Kandida Albican, parasit Tricommonas, E Coli, Staphy lococcus, Treponema

Pallidum, Kondiloma aquiminata dan Herpes serta luka daerah vagina, benda asing yang

tidak sengaja atau sengaja masuk ke vagina dan kelainan serviks (Sibagariang dkk, 2010).

Berdasarkan data statistik Indonesia 2008 dari 43,3 juta jiwa remaja berusia 15 – 24

tahun di Indonesia berperilaku tidak sehat. Remaja putri Indonesia dari 23 juta jiwa berusia

15 – 24 tahun 83,3% pernah berhubungan seksual yang merupakan salah satu terjadinya

Flour Albus (BBKN, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 21 November 2016 di

UPTD Puskesmas Nusukan Surakarta jumlah pasien yang periksa dari bulan Oktober 2015

sampai Oktober 2016 jumlah pasien yang periksa gangguan reproduksi sebanyak 348 orang

antara lain Flour Albus178 orang (51,1%), infeksi saluran kencing 158 orang (45,4%),

gangguan haid 12 orang (3,4%).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Melakukan pengkajian pada remaja dengan flour albus.

1.2.2 Menyusun diagnosa kebidanan sesuai prioritas pada remaja dengan flour albus.

1.2.3 Menyusun diagnosa kebidanan dan masalah potensial pada remaja dengan flour albus.

1.2.4 Menyusun kebutuhan segera sesuai dengan kebutuhan remaja dengan flour albus.

1.2.5 Merencanakan tindakan kebidanan pada remaja dengan flour albus

1.2.6 Melaksanakan tindakan kebidanan pada remaja dengan flour albus .

1.2.7 Melakukan evaluasi asuhan kebidanan yang telah dilakukan pada remaja dengan flour

albus.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

2
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada remaja dengan flour albus

dengan menggunakan pola pikir asuhan kebidanan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu menjelaskan konsep dasar remaja dengan flour albus

2. Mampu menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada remaja dengan

flour albus

3. Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada remaja dengan flour albus

4. Mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan pada remaja dengan flour albus

5. Mampu membahas asuhan kebidanan pada remaja dengan flour albus.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan dan Tempat Praktik

Dapat digunakan sebagai bukti laporan komprehensif mahasiswa pada asuhan

kebidanan remaja dengan flour albus, dan sebagai bahan evaluasi pengetahuan dan

ketrampilan mahasiswa dalam memberikan asuhan.

1.4.2 Bagi Pasien dan Keluarga

Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dengan

flour albus bagi mahasiswa.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Flour Albus

2.1.1 Pengertian Flour Albus

Flour Albus adalah cairan yang keluar berlebihan dari vagina bukan merupakan darah

(Sibagariang dkk, 2010).

Flour Albus merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Keputihan yang

disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar

bibir vagina bagian luar, kerap pula disertai bau busuk, dan menimbulkan rasa nyeri sewaktu

berkemih atau bersenggama (Shadine, 2012).

2.1.2 Jenis Keputihan

Menurut Marhaeni (2016), Keputihan dapat dibedakan menjadi dua jenis keputihan,

yaitu: keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal (patologis).

1. Keputihan Normal

Keputihan normal dapat terjadi pada masa menjelang menstruasi, pada sekitar fase

sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi. Keputihan yang fisiologis terjadi akibat pengaruh

hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan selama proses ovulasi. Setelah ovulasi,

terjadi peningkatan vaskularisasi dari endometrium yang menyebabkan endometrium menjadi

sembab. Kelenjar endometrium menjadi berkelok-kelok dipengaruhi oleh hormon estrogen

dan progesteron dari korpus luteum sehingga mensekresikan cairan jernih yang dikenal

dengan keputihan (Benson RC, 2009).

Hormon estrogen dan progesteron juga menyebabkan lendir servik menjadi lebih encer

sehingga timbul keputihan selama proses ovulasi. Pada servik estrogen menyebabkan mukus

menipis dan basa sehingga dapat meningkatkan hidup serta gerak sperma, sedangkan

4
progesteron menyebabkan mukus menjadi tebal, kental, dan pada saat ovulasi menjadi elastis.

Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang

mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Ciri-ciri dari keputihan fisiologis

adalah cairan berwarna bening, kadang-kadang putih kental, tidak berbau, dan tanpa disertai

dengan keluhan, seperti rasa gatal, nyeri, dan terbakar serta jumlahnya sedikit (Hanifa

Wiknjosastro, 2007).

2. Keputihan Abnormal (Patologis)

Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin (infeksi bibir

kemaluan, liang senggama, mulut rahim, jaringan penyangga, dan pada infeksi karena

penyakit menular seksual). Ciri-ciri keputihan patologis adalah terdapat banyak leukosit,

jumlahnya banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah seperti kuning, hijau, abu-abu,

dan menyerupai susu, disertai dengan keluhan gatal, panas, dan nyeri serta berbau apek, amis,

dan busuk (Daili, Fahmi S dkk, 2009).

Perempuan yang mengalami keputihan patologis umumnya mempunyai keluhan-

keluhan seperti gatal, nyeri, bengkak pada organ kelamin, panas dan perih ketika buang air

kecil, dan nyeri pada perut bagian bawah. Keputihan patologis kemungkinan disebabkan oleh

infeksi atau peradangan yang mungkin disebabkan oleh penyakit menular seksual, gejala

keganasan pada organ reproduksi, adanya benda asing dalam uterus atau vagina (Citrawathi,

2014 : 9).

Kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab infektif umum keputihan yang

mempengaruhi sekitar 75% wanita pada suatu waktu selama masa reproduksinya, dengan 40-

50% memiliki dua atau lebih episode. Bacterial vaginosis adalah salah satu diagnosis paling

umum pada wanita yang mengunjungi klinik kedokteran genitourinari. Karena 50% kasus

vaginosis bakteri tidak menunjukkan gejala, prevalensi sebenarnya dari kondisi ini di

masyarakat tidak pasti. Vaginosis bakteri dikaitkan dengan pasangan seksual baru dan sering

5
berganti pasangan seksual. Penurunan tingkat vaginosis bakteri terlihat di antara wanita

dalam hubungan seksual monogami, tetapi itu bisa terjadi pada wanita perawan (Mitchell,

2004).

Kekambuhan vaginosis bakteri setelah perawatan adalah umum dan dapat ditingkatkan

dengan praktik kebersihan pribadi, seperti douching vagina, yang mengganggu flora normal

vagina. Vaginosis bakteri juga dapat dikaitkan dengan IMS bersamaan, umumnya

Trichomonas vaginalis. Vaginosis bakteri dikaitkan dengan infeksi panggul setelah aborsi

yang diinduksi dan pada kehamilan dengan persalinan prematur dan bayi berat lahir rendah.

Trikomoniasis kurang umum di negara-negara kaya tetapi mencapai tingkat tinggi (sering 10-

20%) di antara perempuan miskin di negara-negara berkembang serta di antara perempuan

kurang beruntung di negara-negara kaya.

Meskipun kandidiasis vulvovaginal dan vaginosis bakteri sering berkembang secara

independen dari aktivitas seksual, trikomoniasis terutama ditularkan secara seksual dan telah

diberi peringkat oleh WHO sebagai IMS non-virus yang paling umum di dunia dengan

sekitar 172 juta kasus baru per tahun (Mitchell, 2004).

2.1.3 Gejala Flour Albus

Menurut Wira & Kusumawardani (2011), pada keadaan normal cairan yang keluar dari

vagina merupakan gabungan dari cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar yang ada di sekitar

vagina seperti kelenjar sebasea, kelenjar keringat, kelenjar bartholin, kelenjar pada serviks

atau mulut rahim.

1. Keputihan Fisiologis

Terdapat beberapa gejala keputihan fisiologis, yaitu:

1) Cairan vagina akan tampak jernih, kadang tampak putih keruh sampai kekuningan

ketika mengering di pakaian dalam.

2) Sifat cairan yang dikeluarkan tidak iritatif sehingga tidak menyebabkan gatal, tidak

6
terdapat darah, tidak berbau, dan memiliki pH 3,5 sampai 4,5 sifat asam ini yang

merupakan salah satu mekanisme pertahanan terhadap kuman yang menyebabkan

penyakit.

3) Keputihan normal akan tampak seperti cairan putih jernih, sedikit lengket, tidak gatal

dan dan tidak berbau

2. Keputihan Abnormal (Patologis)

Adapun gejala keputihan abnormal yaitu:

1) Keluarnya cairan berwarna putih pekat, putih kekuningan, putih kehijauan atau putih

kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, lengket dan kadang-

kadang berbusa.

2) Mengeluarkan bau yang menyengat.

3) Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya serta dapat

mengakibatkan iritasi pada vagina.

4) Merupakan salah satu ciri-ciri penyakit infeksi vagina yang berbahaya seperti HIV,

Herpes, Candyloma

2.1.4 Pencegahan Flour Albus

Menurut Shadine (2012), ada beberapa cara untuk menghindari terjadinya Flour Albus,

antara lain :

1. Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin. Rambut vagina

atau pubis yang terlampau tebal dapat menjadi tempat sembunyi kuman.

2. Biasanya untuk membasuh vagina dengan cara yang benar, yaitu dengan gerakan dari

depan ke belakang. Cuci dengan air bersih setiap buang air dan mandi. Jangan lupa

untuk tetap menjaga vagina dalam keadaan kering.

3. Hindari suasana vagina yang lembab berkepanjangan karena pemakaian celana dalam

yang basah, jarang diganti dan tidak menyerap keringat. Usahakan menggunakan

7
celana dalam yang terbuat dari bahan katun yang menyerap keringat. Pemakaian

celana jeans terlalu ketat juga meningkatkan kelembaban daerah vagina. Ganti

tampon atau panty liner pada waktunya.

4. Hindari terlalu sering memakai bedak talk disekitar vagina, tisu harum atau tisu toilet.

Ini akan membuat vagina kerap teriritasi.

5. Perhatikan kebersihan lingkungan. Keputihan / Flour Albus juga bisa muncul lewat

air yang tidak bersih. Jadi, bersih bak mandi, ember, ciduk, water torn dan bibir kloset

dengan antiseptik untuk menghindari menjamurkan kuman.

6. Setia kepada pasangan merupakan langkah awal untuk menghindari Keputihan / Flour

Albus yang disebabkan oleh infeksi yang menular melalui hubungan seks.

2.1.5 Patofisiologi Flour Albus

Sebenarnya didalam alat genital wanita terdapat mekanisme pertahanan tubuh berupa

bakteri yang menjaga kadar keasaman pH vagina. Normalnya angka keasaman pada vagina

berkisar antara 3,8 – 4,2. Sebagian besar, hingga 95% adalah bakteri laktobasilus dan

selebihnya adalah bakteri pathogen (yang menimbulkan penyakit). Biasanya ketika ekosistem

didalam keadaan seimbang bakteri patogen tidak akan mengganggu. Masalah baru ketika

kondisi asam ini turun alias lebih besar dari 4,2. Bakteri – bakteri laktobasilus gagal

menandingi bakteri patogen. Ujungnya, jamur akan berjaya dan terjadilah keputihan. Data

penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan 75% wanita di dunia pasti

menderita keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya bisa

mengalaminya sebanyak dua kali atau lebih (Shadine, 2012).

2.1.6 Penatalaksanaan Flour Albus

Menurut Sibagariang dkk (2010) untuk menghindari komplikasi yang serius dari Flour

Albus, sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim yang juga memberikan gejala

8
keputihan berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam

serta berbau busuk.

Penatalaksanaan Flour Albus tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur, bakteri

atau parasit. Umumnya diberikan obat – obatan untuk mengatasi keluhan dan menghentikan

proses infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat – obatan yang digunakan dalam mengatasi

keputihan biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi candida dan

golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat dapat

berupa sediaan oral (tablet, kapsul), topikal seperti krem yang dioleskan dan vulva yang

dimasukkan langsung ke dalam liang vagina. Untuk keputihan yang ditularkan melalui

hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak

berhubungan seksual selama masih dalam pengobatan. Selain itu, dianjurkan untuk menjaga

kebersihan daerah intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah berulangnya

keputihan yaitu dengan :

1. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga ringan, istirahat cukup, hindari rokok

dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.

2. Setia kepada pasangan untuk mencegah penularan penyakit menular seksual.

3. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap kering dan tidak

lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat,

hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasanya untuk mengganti pembalut, panty liner

pada waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak.

4. Biasanya membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah depan ke

belakang.

5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat mematikan

flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan

cairan pembersih vagina.

9
6. Hindari penggunaan bedak talk, tisu atau sabun dengan pewangi pada daearah vagina

karena dapat menyebabkan iritasi.

7. Hindari pemakaian barang – barang yang memudahkan penularan seperti meminjam

perlengkapan mandi. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset di WC umum atau

biasakan mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.

2.2 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Remaja dengan Flour Albus

2.2.1 Pengkajian

Dalam langkah pertama ini bidan mencari dan menggali data maupun fakta baik

yang berasal dari pasien, keluarga maupun anggota tim lainnya, ditambah dengan hasil

pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan sendiri (Varney, 2007). Proses pengumpulan

data dasar ini mencakup data subyektif dan obyektif.

1. Data subyektif

Adalah data yang di dapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu data

kejadian.

1) Biodata pasien

Menurut Varney (2004), pengkajian biodata antara lain :

(1) Nama

Untuk mengetahui nama klien agar mempermudah dalam komunikasi.

(2) Umur

Untuk mengetahui faktor resiko yang ada hubungannya dengan pasien.

(3) Agama

Untuk memberikan motivasi sesuai agama yang dianut klien.

(4) Suku bangsa

Untuk mengetahui faktor pembawaan atau ras

(5) Pendidikan

10
Untuk mengetahui pendidikan terakhir klien.

(6) Alamat

Untuk mengetahui alamat klien agar mempermudah mencari alamat jika terjadi

sesuatu.

(7) Pekerjaan

Untuk mengetahui sosial ekonomi klien.

2) Keluhan Utama

Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan

kesehatan (Sulistyawati, 2009). Pada kasus Flour Albus keluhan utamanya merasa tidak

nyaman dengan keputihannya yang banyak (Shadine, 2012).

3) Riwayat Menstruasi

Berdasarkan data yang diperoleh, bidan akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar

dari organ reproduksinya. Riwayat menstruasi meliputi menarche, siklus, volume, keluhan

(Sulistyawati, 2009) menurut Irianto (2015) seseorang menjelang dan sesudah haid akan

mengalami keputihan. Hal ini disebabkan karena kelenjar didalam vagina aktif dan

pengaruh dari hormon estrogen dan progesteron.

4) Riwayat Kesehatan

(1) Riwayat kesehatan sekarang

Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita

pada saat ini yang ada hubungannya dengan Flour Albus (Ambarwati dan Wulandari,

2010).

(2) Riwayat penyakit sistemik

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,

kronis seperti: Jantung, DM, Hipertensi, Asma (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

(3) Riwayat kesehatan keluarga

11
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit

keluarga terhadap gangguan terhadap kesehatan pasien, yaitu apabila ada penyakit

keluarga yang menyertainya (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

(4) Riwayat keturunan kembar

Untuk mengetahui riwayat keturunan kembar dalam keluarga (Cahyani, 2012)

(5) Riwayat operasi

Untuk mengetahui apakah ibu pernah mendapat operasi yang berhubungan dengan

kandungan ibu atau tidak (Cahyani, 2012)

5) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

(1) Nutrisi

Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi, banyaknya, jenis makan,

makanan pantangan (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

(2) Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi,

jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,

jumlah (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Keputihan menyebabkan peradangan pada

saluran kencing sehingga menimbulkan rasa nyeri dan pedih saat BAK (Mumpuni dan

Andang, 2013).

(3) Istirahat

Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur, kebisaan

sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat

tidur, kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang (Ambarwati dan Wulandari,

2010).

(4) Personal hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada

12
daerah genetalia (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Menurut Shadine (2012), pada

kasus gangguan reproduksi Flour Albus biasanya sering dikaitkan dengan perilaku

tidak higenis atau infeksi jamur.

(5) Aktivitas

Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

Menurut Shadine (2012), selama mengalami keputihan tidak dianjurkan berolahraga

berlebihan dan mengangkat beban berat.

6) Data Psikologis

Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pada kasus

Flour Albus merasakan cemas karena daerah genetalia selalu basah dan terasa gatal

(Manuaba,2009)

2. Data Objektif

Setelah data subjektif kita dapatkan untuk melengkapi data dalam menegakkan

diagnosa (Sulistyawati,2009).

1) Pemeriksaan fisik

Langkah-langkah pemeriksaan menurut (Sulistyawati, 2009)

(1) Keadaan umum

Untuk mengetahui data ini, bidan perlu mengamati keadaan pasien secara menyeluruh.

Hasil pengamatan akan dilaporkan dengan kriteria baik atau sedang. Pada kasus Flour

Albus keadaan umum baik (Norma dan Dwi, 2013)

(2) Kesadaran

Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, bidan dapat melakukan

pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis (kesadaran maksimal)

sampai dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar). Pada kasus Flour Albus

kesadaran Nn. M composmentis (Norma dan Dwi, 2013).

13
(3) Tanda vital

a. Tekanan darah

Tekanan darah diukur dengan menggunakan menggunakan alat tensimeter dan

stetoskop. Tekanan darah normal, sistolik antara 110 sampai 140 mmHg dan

diastolik antara 70 sampai 90 mmHg. Pada kasus Flour Albus tekanan darah Nn. M

normal (Astuti, 2012).

b. Suhu

Dalam keadaan normal suhu badan berkisar 36,5 – 37,2oC (Astuti, 2012). Menurut

Ambarwati dan Wulandari (2010) pada kasus Flour Albus bila suhu ibu >380C

mengarah ke tanda – tanda infeksi.

c. Nadi

Pemeriksaan nadi dilakukan dengan meraba pulsasi pada arteri. Frekuensi nadi normal :

60 – 100 kali / menit. Pada kasus Flour Albus normal (Astuti, 2012).

d. Pernafasan

Frekuensi pernafasan, normal (16 – 24 kali / menit). Pada kasus Flour Albus pernafasan

Nn. M normal (Astuti, 2012).

(4) Pemeriksaan Sistematis

a. Kepala

a) Rambut

Untuk mengetahui rambut bersih tidak, rontok atau tidak, berketombe tidak (Cahyani,

2012).

b) Muka

Untuk mengetahui ada oedema apa tidak, anemia atau tidak, pucat atau tidak (Cahyani,

2012).

c) Mata

14
Meliputi pemeriksaan conjungtiva, sklera dan oedema (Astuti, 2012).

d) Hidung

Meliputi pemeriksaan secret dan polip (Astuti, 2012).

e) Telinga

Meliputi pemeriksaan tanda infeksi, serumen dan kesimetrisan telinga (Astuti, 2012).

f) Mulut, gusi

Meliputi pemeriksaan keadaan bibir, stomatitis, epulis, karies dan lidah (Astuti, 2012).

b. Leher

Meliputi pemeriksaan pembesaran kelenjar limfe, pembesaran kelenjar tyroid (Astuti,

2012).

c. Dada dan mamae

Menurut Astuti (2012) meliputi pemeriksaan pembesaran, simetris, areola, putting,

kolostrum dan tumor. Retraksi pembesaran kelenjar limfe ketiak, massa dan nyeri

tekan.

d. Ekstremitas

Untuk mengetahui adanya edema pada tanga dan kaki, pucat pada kuku jari atau tidak,

terdapat varises atau tidak serta reflek patella (Muslihatun dkk, 2009).

(5) Pemeriksaan khusus obstetri

a. Abdomen

Meliputi pemeriksaan perut normal atau tidak, kandung kemih, ada benjolan atau tidak

nyeri / tidak (Astuti, 2012).

b. Anogenital

Meliputi pemeriksaan varices, kemerahan, pengeluaran pervaginam dan bekas luka

(Astuti, 2012). Pengeluaran pervaginam didapatkan rasa panas, gatal dan nyeri yang

dapat terasa didaerah vulva dan paha, perineum (kulit diantara vagina dan anus), dapat

15
pula disertai nyeri saat berkemih dan senggama (Shadine, 2013).

c. Inspeculo

Untuk mengetahui keadaan serviks (cairan atau darah, luka atau peradangan, tanda –

tanda keganasan), serta untuk mengetahui keadaan dinding vagina terdapat cairan,

darah atau luka (Muslihatun dkk, 2009). Pada kasus Flour Albus ditemukan keluar

cairan yang berlebihan dari vagina (Shadine, 2012).

d. Anus

Untuk mengetahui bersih atau tidak, terdapat haemoroid atau tidak (Norma dan Dwi,

2013).

(6) Pemeriksaan Penunjang

Untuk melengkapi data yang telah dikumpulkan dan keperluan menegakkan diagnosis

pasien. Pada kasus Flour Albus pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain

pemeriksaan melalui, sekret atau cairan pervaginam (Muslihatun dkk, 2009)

2.2.2 Interpretasi Data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis, masalah, dan kebutuhan

pasien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan

(Sulistyawati, 2009).

1. Diagnosa Kebidanan

Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Para, Abortus, Anak hidup, umur

Nn. M, dan keadaan Nn. M. (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Menurut Sibagariang dkk

(2010)

1) Data subyektif dari kasus Flour Albus antara lain :

(1) Keluhan tidak nyaman, gatal, berbau dan bahkan terkadang terasa perih (Shadine,

2012).

(2) Pada Flour Albus biasanya sering dikaitkan dengan perilaku tidak higenis atau infeksi

16
jamur (Shadine, 2012).

(3) Pada Flour merasa cemas karena daerah genetalia selalu basah dan terasa gatal

(Manuaba, 2009).

2) Data Obyektif

(1) Keadaan umum baik.

(2) Kesadaran composmentis.

(3) TTV

Pada kasus Flour Albus TTV meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan pasien

normal (Ambarwati dan wulandari, 2010).

(4) Pengeluaran pervaginam

Pada kasus Flour Albus didapatkan rasa panas, gatal dan nyeri yang dapat terasa didaerah

vulva dan paha, perineum (kulit diantara vagina dan anus), dapat pula disertai nyeri saat

berkemih dan senggamam (Shadine, 2012).

(5) Inspeculo

Pada kasus Flour Albus ditemukan keluar cairan yang berlebihan dari vagina

(Shadine, 2012)

(6) Pemeriksaan penunjang

Pada kasus Flour Albus pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain

pemeriksaan melalui, sekret atau cairan pervaginam (Muslihatun dkk, 2009).

3. Masalah

Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien (Ambarwati dan Wulandari,

2010). Pada kasus Flour Albus pasien mengeluh merasakan cemas karena daerah genetalia

Nn. M selalu basah dan terasa gatal (Manuaba, 2009).

4. Kebutuhan

Menurut Sibagariang dkk (2010), kebutuhan yang diperlukan dengan gangguan reproduksi

17
Flour Albus adalah dukungan moril dan KIE cara menjaga personal Hygiene.

2.2.3 Diagnosa Potensial

Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi. Pada

langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah

dan diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu

mengamati dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar terjadi (Ambarwati dan

Wulandari, 2010). Diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada kasus Flour Albus yaitu

menimbulkan peradangan ke saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat buang

air kecil (Shadine, 2012).

2.2.4 Tindakan Segera / Antisipasi Masalah

Dalam penatalaksanaannya terkadang bidan dihadapkan pada beberapa situasi yang

memerlukan penanganan segera (emergensi) di mana bidan harus segera melakukan tindakan

untuk menyelamatkan pasien, namun kadang juga berada pada situasi pasien yang

memerlukan tindakan segera sementara menunggu intruksi dokter, atau bahkan mungkin juga

situasi pasien yang memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain (Sulistyawati, 2009).

Pada kasus Flour albus dilakukan tindakan segera yaitu memberi terapi obat sesuai dengan

kebutuhan yaitu golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi candidia dan golongan

metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit (Sibagariang dkk, 2010).

2.2.5 Perencanaan

Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan

lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau di antisipasi. Rencana

asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau

dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi

bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan teradi berikutnya (Ambarwati dan Wulandari,

2010). Menurut Sibagariang dkk (2010) rencana asuhan yang diberikan pada gangguan

18
reproduksi Flour Albus diantaranya :

1. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga ringan, istirahat cukup, hindari rokok

dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.

2. Setia kepada pasangan untuk mencegah penularan penyakit menular seksual.

3. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap kering dan

tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap

keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasanya untuk mengganti pembalut,

panty liner pada waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak.

4. Biasanya membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah depan

ke belakang.

5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat

memastikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum

menggunakan cairan pembersih vagina.

6. Hindari penggunaan bedak talk, tisu atau sabun dengan pewangi pada daearah vagina

karena dapat menyebabkan iritasi.

7. Hindari pemakaian barang – barang yang memudahkan penularan seperti meminjam

perlengkapan mandi. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset di WC umum atau

biasakan mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.

8. Obat untuk Flour Albus patologis karena iritasi candida diberikan terapi golongan

Flukonazol dan infeksi bakteri dan parasit diberikan terapi Metronidazol.

2.2.6 Pelaksanaan

Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien dan

keluarga (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pelaksanaan asuhan kebidanan gangguan

reproduksi Flour Albus sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat (Sibagariang, 2010)

yaitu :

19
1. Menjelaskan pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga ringan, istirahat

cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.

2. Menjelaskan setia kepada pasangan untuk mencegah penularan penyakit menular

seksual.

3. Menjelaskan selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap

kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang

menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasanya untuk mengganti

pembalut, panty liner pada waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak.

4. Menjelaskan biasanya membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari

arah depan ke belakang.

5. Menjelaskan kenggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena

dapat memastikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu

sebelum menggunakan cairan pembersih vagina.

6. Menjelaskan hindari penggunaan bedak talk, tisu atau sabun dengan pewangi pada

daearah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.

7. Menjelaskan hindari pemakaian barang – barang yang memudahkan penularan seperti

meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset di WC

umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.

8. Berikan terapi pada keputihannya

Obat untuk Flour Albus patologis karena iritasi candida diberikan terapi golongan

Flukonazol dan infeksi bakteri dan parasit diberikan terapi Metronidazol.

2.2.7 Evaluasi

Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah dilakukan

bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi kembali proses

manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum

20
efektif atau merencanakan kembali yang belum terlaksana (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

Pada evaluasi kasus gangguan reproduksi dengan Flour Albus diharapkan dalam waktu 2

minggu Flour Albus sudah berkurang tidak ada infeksi lanjutan, klien merasa tidak cemas dan

nyaman.

Evaluasi asuhan yang diberikan pada gangguan reproduksi Flour Albus diantaranya :

1. Flour Albus dapat sembuh dan telah diatasi dengan baik.

2. Klien sudah mengerti bagaimana cara membersihkan daerah pribadi dan genetalnya

agar tetap bersih dan kering.

3. Klien bersedia melaksanakan anjuran yang diberikan oleh bidan.

4. Klien bersedia datang kembali jika ada keluhan.

21
BAB 3

TINJAUAN KASUS

Nama Pengkaji : Agustin Wulansari, SST

Tanggal Pengkajian : 10-01-2022

Tempat Pengkajian : Puskesmas Bangsal Mojokerto

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Subjektif

1. Identitas

Nama : Nn. M

Umur : 18 tahun

Agama : Islam

Suku, bangsa : Jawa, Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan :-

Alamat : Jati Selatan

2. Keluhan utama

Keputihan sejak 1 minggu yang lalu sering keluar lendir kental yang berlebihan, berwarna

putih keruh kekuningan, berbau dan merasa gatal pada alat genetalianya.

3. Riwayat menstruasi

1) Menarche : 12 tahun

2) Siklus : 30 hari, teratur

3) Lamanya : 6-7 hari

4) Banyaknya : 5 kali ganti pembalut per hari

5) Tanggal menstruasi : 15-12-2021

22
6) Sifat darah : encer, warna merah dan agak menggumpal

7) Dismenorea : nyeri dan sakit selama haid

4. Riwayat penyakit

1) Riwayat penyakit sistemik

Tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti asma, hipertensi, jantung, dll,

maupun riwayat penyakit menular seperti hepatitis, TBC, HIV/AIDS, dll.

2) Riwayat penyakit keluarga

Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menurun seperti asma,

hipertensi, jantung, dll, maupun riwayat penyakit menular seperti hepatitis, TBC,

HIV/AIDS, dll.

5. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

Makan sehari 3 kali porsi sedang dengan menu nasi, sayur, lauk dan minum 7-8 gelas

sehari dan tidak ada perubahan sebelum dan saat ini.

2) Eliminasi

BAB dan BAK masih sama seperti sebelum menstruasi.

3) Istirahat

Tidur siang kadang – kadang dan tidur malam ± 8 jam.

4) Personal hygiene

Setelah BAK cebok hanya dengan air saja dan selama mengalami keputihan

menggunakan pantyliner dan menggantinya 4 jam sekali.

6. Data psikologis :

1) Pasien

Tidak nyaman dan merasa cemas dengan keadaannnya

23
3.1.2 Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan : Baik.

umum : Composmentis.

b. Kesadaran

c. TTV TD : 120/80 mmHg, R :18x/menit

N : 82 x/menit, S : 36,70 C.

d. TB : 159 cm

e. BB : 50 kg

2. Pemeriksaan Fisik

1) Rambut

Bersih, tidak berketombe dan tidak rontok.

2) Muka

Bersih, pucat, tidak oedema, dan tampak menahan sakit.

3) Mata

Tidak oedema, conjungtiva pucat dan sklera putih.

4) Hidung

Bersih, tidak ada secret dan tidak ada benjolan.

5) Telinga

Bersih, tidak ada serumen.

6) Mulut

Bersih, tidak stomatitis.

7) Kelenjar gondok

Tidak ada pembesaran kalenjar gondok.

24
8) Mammae

Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan

9) Abdomen

Tidak ada pembesaran perut, tidak ada massa, nyeri tekan bagian bawah

10) Anogenital

Tidak dilakukan pemeriksaan

11) Ekstremitas

Tidak ada varises

3.2 Diagnosa Kebidanan

Nn. M umur 18 tahun dengan flour albus

3.3 Perencanaan

1. Beritahu tentang hasil pemeriksaan.

2. Beri KIE tentang cara menjaga kebersihan daerah kewanitaannya agar tetap bersih dan

kering

3. Berikan support mental

4. Beri penjelasan moril agar tidak menggaruk daerah kewanitaannya bila terasa gatal

5. Berikan terapi obat

6. Anjurkan pada untuk kontrol 3 hari lagi.

3.4 Pelaksanaan

1. Memberitahu Nn. M tentang hasil pemeriksaan, yaitu TTV: TD : /80 mmHg, R: 20 x/menit,
110

N : 80 x/menit, S : 36,50 C dan mengalami keputihan yaitu keluarnya cairan kental yang

berlebihan, berwarna putih keruh, berbau dan gatal didaerah kewanitaan.

2. Memberikan KIE tentang cara menjaga kebersihan daerah kewanitaannya yaitu cebok

dengan benar dari depan kebelakang agar kuman yang ada di anus tidak berpindah ke

vagina, menggunakan celana yang pas, berbahan katun, selalu mengganti celana dalam

25
minimal 2 kali sehari / celana dalam basah dan menghindari handuk yang berganti – ganti

dengan orang lain.

3. Memberikan support mental pada Nn. M supaya tidan cemas bahwa keputihannya akan

sembuh.

4. Memberikan penjelasan pada Nn. M agar tidak menggaruk apabila kewanitaannya terasa

gatal, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya luka agar terhindar dari infeksi.

5. Memberikan terapi obat oral yaitu :

a. Metronidazole 500 mg 2 x 1 (10 tablet)

b. CTM 4 mg 3 x 1

c. Vit c 3x1

6. Menganjurkan pada Nn. M untuk kontrol ulang 3 hari lagi.

3.5 Evaluasi

1. Nn. M telah mengetahui hasil pemeriksaan

2. Nn. M mengerti dan paham cara menjaga kebersihan kewanitaannya.

3. Nn. M sudah diberikan support mental dan Nn. M merasa lebih tenang.

4. Nn. M bersedia untuk tidak menggaruk daerah kewanitaannya saat terasa gatal.

5. Terapi obat sudah diberikan dan Nn. M bersedia minum obat secara teratur.

6. Nn. M bersedia kontrol ulang 3 hari lagi

26
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penulis menemukan kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan yaitu Pada

asuhan gangguan reproduksi pada Nn. M Umur 18 tahun dengan Flour Albus didapatkan

kesenjangan yaitu pada penulisan subyektif, pada keluhan tidak merasakan perih, belum

pernah hamil, tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun, tidak terjadi

peradangan yang menimbulkan rasa perih dan pedih saat BAK, tidak ada infeksi jamur,

tidak melakukan olahraga berlebihan dan mengangkat beban berat. Pada data obyektif

pengeluaran pervaginam tidak terdapat rasa panas dan nyeri didaerah vagina dan paha,

tidak dilakukan pemeriksaan inspeculo dan tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

melalui secret atau cairan pervaginam. Pada diagnosa potensial tidak terjadi peradangan di

saluran kencing yang menimbulkan rasa perih saat BAK. Pada antisipasi tidak diberikan

terapi obat golongan flukanazol.

4.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan kepada semua pihak pada kasus ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagi Pasien

Diharapkan mampu mendeteksi dini tanda-tanda dismenorea pada remaja dan

menganjurkan untuk segera membawa ke petugas kesehatan yang terdekat bila

mengalami tanda Flour Albus.

2. Bagi bidan/dokter

Diharapkan lebih mengutamakan upaya promotif dalam kasus Flour Albus, misalnya

KIE tentang Flour Albus, pemberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan

27
reproduksi sehingga remaja berprilaku hidup sehat dan memahami tentang organ

reproduksi.

3. Bagi institusi

1) Puskesmas

Pelayanan yang diberikan sudah baik diharapkan untuk lebih meningkatkan

kualitas pelayanan dalam pengelolaan asuhan kebidanan pada remaja dengan

Flour Albus.

2) Pendidikan

Referensi bacaan tentang pengetahuan kesehatan reproduksi masih kurang

lengkap, diharapkan karya tulis ilmiah ini bisa menjadi referensi yang baik untuk

bahan bacaan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. R. dan Wulandari, D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Nuha

Medika.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT RINEKA

CIPTA.

Astuti, H. P. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan). Yogyakarta : Rohima

Press.

Cahyani, Y. W. 2012. Asuhan Kebidanan pada Ny. D P1 A0 umur 27 tahun gangguan

sistem reproduksi dengan Flour Albus di RS Moewardi Surakarta. Karya Tulis

Ilmiah. Tidak dipublikasikan.

Hidayat, A. A. 2014. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta Selatan

: Salemba Medika.

Irianto, K. 2015. Kesehatan Reproduksi (Reproductive Health) Teori dan Praktikum.

Bandung : Alfabeta.

Jamaan, T. 2013. Panduan Praktis Mengatasi Penyakit pada Wanita. Jakarta : Onbloss

Creative Mandiri.

Manuaba, I. A. C, Manuaba, I. B. G. F, Manuaba, I. B. G. 2009. Memahami Kesehatan

Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta : EGC.

MENKES. 2010. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1464/MENKES/PER/X/2010. Jakarta.

Muslihatun, W. N, et al. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya. Nasir, A,

Muhith, A, Ideputri, M. E. 2011. Buku Ajar Metodologi Penelitian

Kesehatan. Yogyakarta : Muha Medika.

29
Norma, N. D, Dwi, M. S. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT RINEKA CIPTA.

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta Selatan :

Salemba Medika.

Oktavia, W. 2013. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada Ny. S P1 A0 Akseptor

IUD dengan Keputihan di Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo. Karya Tulis

Ilmiah. Tidak dipublikasikan.

Priharjo, R. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.

Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta : MITRA CENDIKIA Press.

Shadine, M. 2012. Penyakit Wanita. Yogyakarta : Citra Pustaka.

Sibagariang, E. E, Pusmaika, R, Rismalinda. 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta

Timur : CV. Trans Info Media.

Sulistyawati, A. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba

Medika.

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 1. Jakarta : EGC.

Walyani, E. S. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta : Pustaka Baru

Pres.

30

Anda mungkin juga menyukai