Anda di halaman 1dari 2

Kekuasaan Kehakiman yang Bebas (Lihat di UU kekuasaan kehakiman (UU 48/2009),

dan UU peradilan umum)


Kekuasaan kehakiman diartikan sebagai kekuasaan kehakiman yg merdeka dan
berdiri sendiri, bebas dari campur tangan extrayudisial, baik fisik dan psikis
Segala bentuk campur tangan dalam peradilan dilarang kecuali ditentukan dalam
UUD 1945. Jadi gaboleh ada saling intervensi
Kalau ada pelanggaran thdp kemandirian peradilan sebagaimana diatur uu kekuasaan
kehakiman maka ada sanksi pidana
Kekuasaan kehakiman juga diartikan independen. Hal itu bisa dilihat dari 3 hal menurut
jimly ashhidique, yaitu
Struktural
Fungsional
Finansial
Kita bisa menyederhanakan bahwa aktualisasi dari kebebasan kekuasaan kehakiman
(independensi) bisa bersifat kelembagaan atau individual
Badan Peradilan Negara
Karena bersifat praktis maka lahir badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
yg bebas.
Ada 2 pelaksana kekuasaan kehakiman, MA dan badan di bawahnya serta MK.
MA->Umum, militer, TUN, agama,
Peradilan umum konteksnya umum pada konteks perdata dan pidana umum. Dalam sistem
peradilan umum dimungkinkan ada peradilan khusus. Contoh agama itu ada mahkamah
syariah. Pengadilan tipikor di bawah peradilan umum, pajak di TUN
Peradilan khusus itu agama, TUN, dan militer (hanya mengadili perkara tertentu dan
golongan rakyat tertentu) misal agama itu menangani perdata islam
Pengadilan khusus adalah punya kewenenangan yang hanya dibentuk dalam salah satu
bentuk peradilan umum di bawah MA

Asas Objektivitas
Asas yang ingin memastikan bahwa peradilan sebagai pelaksana kehakiman itu objektif, tidak
berpihak, dan juga tidak diskriminatif. Contoh ada hak ingkar (recusatie) dan kewajiban
mengundurkan diri. Contoh hak ingkar itu misal ada penggugat dan tergugat, ada A dan B,
hakimnya pak hasrul, A sebagai penggugat menyatakan hak ingkar karena kemungkinan
majelis ada conflict of interest dengan salah satu pihak, intinya ini sama kayak keberatan.
Perlu diketahui dalam asas nemo judex idoneus in propria causa (seseorang tidak bisa adil
dalam perkaranya sendiri->tidak bisa menjadi hakim untuk perkaranya sendiri)
Mahkamah Agung sebagai Puncak Pengadilan

Puncak dari 4 tingkatan peradilan itu MA. Sebagai puncak peradilan, MA punya fungsi
pokok, yaitu administratif (terkait organisasi, psdm, anggaran), pengawasan (ketika ada
upaya hukum sampai MA lalu memperbaiki sebagai judex juris maka itulah fungsi
pengawasan), fungsi mengatur (misal Perma, Sema), fungsi memeriksa, mengadili dan
memutus perkara (di MA ada eksaminasi putusan, terkait beberapa putusan tertentu ada
eksaminasi jika putusan tersebut berpotensi bermasalah)

Tingkatan pengadilan
Hakim adalah manusia, sangat mungkin terjadi kekeliruan ataupun penilaian fakta, maka
dibuat jenjang tingkatan pengadilan
Ada 2 istilah, judex factie (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) dan judex juris (MA)
Judex factie punya wewenang memeriksa dan memutus fakta, kalau judex juris lebih konsen
ke penerapan hukumnya
Kalimat Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa berhubungan dengan title
executorial, maksudnya adalah putusan dapat dilaksanakan oleh masing masing pihak, hal itu
memberi mandat bahwa putusan itu dapat dilaksanakan para pihak, tentu untuk pihak yg
memenangkan perkara.
Untuk peradilan perdata, sekurang-kurangnya ada 3 hakim kecuali ditentukan lain dalam uu.
Jadi kekuasaan kehakiman dlm bentuk persidangan tampak dalam bentuk majelis,
sekurangnya 3 hakim, tapi jangan salah, dimungkinkan adanya hakim tunggal, hal itu
biasanya dalam hal sidang permohonan

Anda mungkin juga menyukai