Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “SUARA HATI“ sehingga dapat
selesai dengan tepat waktu. Makalah ini dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama.
Dalam penyusunan makalah ini kami senantiasa dibina dan dibimbing oleh,
1. Bapak Paulus Toja selaku pengajar mata kuliah Agama.
2. Semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini
Atas segenap saran dan dukungan dari beliau sekalian, penulis mengucapkan terima
kasih,dan hanya Tuhan yang mampu mengaruniakan pahala yang setimpal dengan amal
perbuatan makhlukNya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah hingga paripurna penyusunan
makalah ini, penulis tak lepas dari salah dan masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan karya kami selanjutnya.
Akhir sepatah kata dari kami, semoga rantai makna pengetahuan yang kami coba rangkai
dalam tarian tinta ini dapat menyokong massa pendobrak cakrawala pengetahuan maha luas.
Meskipun apa yang kami curahkan tak ubah sebulir peluh diantara samudra yang semarak
dengan segala pengetahuan.
1
DAFTAR ISI
BAB II Pembahasan
2.1 Definisi dari suara hati.............................................................................6
2.2 Ciri-ciri dari suara hati...........................................................................12
2.3 Cara pembentukan suara hati.................................................................12
2.4 Komponen pembentuk suara hati .........................................................12
2.5 Cara kerja suara hati..............................................................................12
2.6 Fungsi dan peranan suara hati ..............................................................13
2.7 Cara mengatasi apabila suara hati itu keliru / sesat...............................13
2.8 Cara mengatasi suara hati yang sesat/keliru..........................................15
2.9 Tanggung jawab atas keputusan suara hati ...........................................15
2.10 Arti dan peranan suara hati dalam Kitab suci ......................................15
2.11 Hal-hal yang penting dalam pembentukan suara hati............................16
2.12 Potensi diri perawat dan hati nurani......................................................17
2.13 Ciri kepribadian yang dimiliki seorang perawat .................................18
Daftar pustaka.....................................................................................................20
2
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari suara hati.
2. Mengetahui ciri-ciri dari suara hati
3. Mengetahui cara pembentukan suara hati
4. Mengetahui komponen pembentuk suara hati.
5. Mengetahui cara kerja suara hati.
6. Mengetahui fungsi dan peranan suara hati.
7. Mengetahui cara mengatasi apabila suara hati itu keliru / sesat.
8. Mengetahui cara mengatasi suara hati yang sesat/keliru.
9. Mengetahui tanggung jawab atas keputusan suara hati.
10. Mengetahui arti dan peranan suara hati dalam Kitab suci.
11. Mengetahui hal-hal yang penting dalam pembentukan suara hati
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hati nurani secara etimologi dari kata Yunani suneidêsis (padanan katanya dalam
bahasa Latin conscientia) memberi kesan bahwa artinya yang biasa ialah pengetahuan
pendamping, atau kecakapan untuk pengetahuan bersama dengan dirinya sendiri. Dengan kata
lain, hati nurani mengandung dalamnya lebih daripada hanya kesadaran atau penginderaan,
karena kata ini mencakup juga penghakiman (dalam Alkitab memang penghakiman moral) atas
suatu perbuatan yang dilakukan dengan sadar.
I. Latar belakang Istilah suneidêsis hampir sama sekali tidak ada pada LXX. Kalau
konsep yang ditunjuk itu tidak dapat dipandang sebagai penemuan Perjanjian Baru (bandingkan
arti yang baru diberikan dalam Perjanjian Baru terhadap istilah agapê), maka asalnya harus
dicari dalam hubungannya dengan gagasan Helenistis, bukan gagasan Ibrani. Ada yang
memilih bahwa istilah itu berasal dari Stoa. Tapi ada pula yang menguraikan, sumber dan asal
pemakaian Paulus akan istilah suneidêsis itu dari pemikiran Yunani populer, yang bukan
bersifat filsafat, dan sampai kepada kesimpulan, bahwa kata itu termasuk kelompok kata dan
ungkapan yang berulangkali muncul di seiuruh deretan tulisan Yunani sebagai kesatuan pada
abad 6 sebelum Masehi hingga abad 7 Masehi. Sementara itu ada teolog lain mengemukakan
bahwa suneidêsis adaiah istilah yang diambil alih dari filsafat moral yang popular ke dalam
Perjanjian Baru, dan di situ ditafsirkan lagi. Kata asasi dari kelompok ini ialah sunoida, yang
jarang muncul dalam Perjanjian Baru dan yang artinya aku tahu bersama-sama dengan, yang
jika diperas berarti aku bersaksi, atau seperti yang dipakai dalam susunan khusus auto
suneidenai, hauto suneidenai, sesuatu yang sejiwa dengan membagikan pengetahuan dengan
dirinya sendiri (1 Korintus 4:4). Tapi perbedaan-perbedaan yang ada antara istilah suneidesis
seperti yang terdapat pada gagasan Yunani dan seperti yang dipakai oleh penulis-penulis
Perjanjian Baru, bukanlah dalam hal isi melainkan dalam hal tekanan, dan harus diterangkan
oleh pemikiran Alkitab yang sama sekali baru dan kaya. Pemakaian Perjanjian Baru akan hati
nurani itu harus dipandang dengan latar belakang gagasan tentang Allah, yang kudus dan benar,
Khalik dan Hakim, tapi juga Penyelamat dan Penyegar.
6
II. Arti Tapi kita tidak dapat menghindari kenyataan bahwa dalam Perjanjian Baru
muncui suatu konsep yang diacu dengan kata suneidêsis yang dikembangkan melebihi, jika
tidak berbeda, dari arti yang berlaku sebelumnya. Bagi filsafat Yunani dan Perjanjian Lama
juga, rujukan adalah kepada kedudukan atau kepada hukum bagi penghakiman atas perbuatan.
Tapi pada 1 Samuel 24:6, misalnya hati dalam ungkapan berdebar-debarlah hati Daud
berfungsi sebagai hati nurani. Sebenarnya ini sesuai dengan arti yang menjadi tolok ukur bagi
suara hati yang terdapat dalam bahasa Yunani populer, yaitu sakit yang diderita orang sebagai
manusia, jika dalam perbuatan-perbuatannya yang dimulai atau yang sudah selesai ia
melanggar batas-batas moral tabiatnya. Satu-satunya pemunculan kata suneidêsis daiam LXX
ialah Pengkhotbah 10:20, "Dalam pikiranmu janganlah engkau mengutuki raja" (en suneidêsis
sou) (LAI menerjemahkan pikiran). Tapi ini tidak sesuai dengan pola yang baru saja
dikemukakan, dan hanya dalam Kebijaksanaan Salomo 17:11, satu-satunya pemunculan istilah
itu yang jelas pada Kitab Apokrifa (dalam bentuknya yang mutlak) dan yang mirip dengan
pemakaian Perjanjian Baru.
III. Perjanjian Baru Kata suneidêsis sering dipakai dalam Surat-surat Paulus dan juga
dalam Ibrani, 1 Petrus dan dua (dari Paulus) pada pidato dalam Kisah Para Rasul. Kata itu juga
muncul dalam ungkapan dihukum oleh suara hati mereka sendiri yang terdapat pada beberapa
naskah, antara lain Yohanes 8:9, sekalipun ditolak oleh para penterjemah Alkitab Indonesia,
karena dipandang sebagai tidak asli. * Yohanes 8:9, "Tetapi setelah mereka mendengar
perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya
tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya." oi de {tetapi}
akousantes {mendengar} kai {dan} hupo {oleh} tês suneidêseôs {hati nurani} elegkhomenoi
{dihukum} exêrkhonto {pergi} heis kath heis {seorang demi seorang} arxamenoi {mulai} apo
{dari} tôn {yang} presbuterôn {tertua} kai {dan} kateleiphthê {tinggallah} monos {seorang
diri} ho iêsous {Yesus} kai {dan} hê gunê {perempuan} en {di} mesô {tempatnya} housa
{berdiri} Pemakaian suneidêsis yang paling khas oleh Paulus adalah dalam Roma 2:14 dan
ayat-ayat berikutnya. Bagian Alkitab ini berkata bahwa penyataan umum Allah mengenai diri-
Nya sendiri, sebagai yang baik dan yang menuntut kebaikan, menghadapi segenap umat
manusia dengan tanggung jawab moral. Bagi orang Yahudi tuntutan-tuntutan Ilahi itu telah
tersimpul dalam hukum Taurat, sedang bagi non-Yahudi oleh dorongan sendiri melakukan apa
yang dituntut Taurat. Tapi pengakuan atas kewajiban-kewajiban kudus mereka, baik Yahudi
maupun non-Yahudi, itulah yang dipahami secara pribadi (taurat ditulis di dalam hati mereka,
ayat 15) dan, menurut jawaban pribadi, dihukum secara moral (dan suara hati mereka turut
bersaksi dengan pikiran mereka, LAI). Dan sekalipun suara hati dimiiiki oleh semua orang, dan
7
menjadi alat untuk secara aktif menghargai sifat dan kehendak ilahi, namun karena hati nurani
juga menempatkan manusia sebagai hakimnya sendiri, maka hati nurani dapat dipandang
sekaligus sebagai kuasa terpisah dari manusia. *Roma 9:1, "Aku mengatakan kebenaran dalam
Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus" alêtheian
{kebenaran} legô {aku mengatakan} en {dalam} khristô {Kristus} ou {tidak} pseudomai
{berdusta} summarturousês {kesaksian} moi {-ku} tês suneidêseôs {suara hati} mou {-ku} en
{dalam} pneumati {Roh} hagiô {Kudus}" Di sinilah dapat dilihat pengertian suneidêsis dalam
pikiran Paulus mulai jelas. Paulus dipaksa untuk mendapatkan suatu tempat bagi slogan
Korintus dalam kerangka menyeluruh, sebab ia dipaksa oleh pertentangan-pertentangan dengan
dunia non-Kristen. Apakah Paulus memandangnya sebagai sifat negatif atau tidak, kenyataan
ialah bahwa hati nurani dalam kerangka pikiran Paulus berarti yang diderita orang jika ia telab
berbuat salah (lihat Roma 13:5, di mana Paulus menuntut penaklukan diri demi suneidêsis,
suara hati, dan demi orgê, kemurkaan - penjelmaan secara pribadi dan secana sosial dari
penghakiman Allah). Dari situlah manusia dibebaskan oleh kematian bagi dosa melalui dan
dengan menjadikannya satu dengan Kristus (bandingkan dengan Roma 7:15 dan 8:2). Pada
waktu yang bersamaan mungkin juga hati nurani -yaitu alat yang dengannya orang memahami
tuntutan-tuntutan moral Allah, dan yang menyebabkan derita baginya jika ia tidak dapat
memenuhi tuntutan-tuntutan itu - tidak cukup ditertibkan atau diberi pengetahuan (1 Korintus
8:7), atau menjadi lemah (1 Korintus 8:11), bahkan dirusakkan (1 Korintus 8:7, bandingkan
dengan Titus 1:15), atau menjadi terbakar dan tak peka (1 Timotius 4:2). Karena itu perlu
sekali hati nurani dibina secara wajar dan sungguh-sungguh diberi penerangan oleh Roh Kudus.
Inilah sebabnya mengapa hati nurani dan iman tak dapat dipisahkan. Dengan penyesalan dan
iman orang dibebaskan dari hati nurani sebagai derita; tapi iman juga menjadi alat yang
dengannya hati nurani disegarkan dan diberi penerangan. Berjalan dalam hidup yang baru
(Roma 6:4) mencakup iman yang hidup dan tumbuh, yang dengannya orang Kristen terbuka
bagi pengaruh Roh Kudus (Roma 8:4), dan pada sisi lain ini menjadi jaminan akan suatu hati
nurani yang murni (1 Petrus 3:16). Akhirnya pemakaian istiiah ini dalam Surat Ibrani, dimana
penulis mengantarkan istilah itu dalam kedua hubungannya yang besar seperti telah disebut. Di
bawah perjanjian yang lama hati nurani mengacaukan jalan masuk kepada Allah sendiri (9:9),
sekalipun pembebasan telah dimungkinkan oleh karya Kristus dalam perjanjian yang baru
(9:14), dan oleh pemberian hasil-hasil kematian Kristus melalui air murni (10:22; bandingkan
dengan 1 Petrus 3:21). Karena itu dalam rangka pertumbuhan hidup Kristiani, hati nurani orang
yang beribadah dapat diuraikan sebagai baik dalam arti yang dibicarakan di atas (Ibrani 13:18;
catatlah pemakaian peithometha). *Ibrani 13:18, "Berdoalah terus untuk kami; sebab kami
yakin, bahwa hati nurani kami adalah baik, karena di dalam segala hal kami menginginkan
8
suatu hidup yang baik." proseukhesthe {berdoalah} peri {untuk} hêmôn {kami} pepoithamen
{yakin} gar {karena} oti kalên {baik} suneidêsin {hati nurani} ekhomen {memiliki} en {di
dalam} pasin {segala hal} kalôs {yang baik} thelontes {akan} anastrephesthai {hidup} Note:
Yakin diterjemahkan dari kata pepoithamen berasal dari kata kerja peithô, meyakinkan,
membujuk, percaya, taat, memiliki keyakinan, percaya, menjadi yakin. Kesimpulan, dapat kita
lihat fungsi hati nurani sebagaimana istilah itu muncul dalam Perjanjian Baru, mengikuti dua
garis perkembangan pokok: hati nurani ialah alat bagi penghakiman moral, penuh derita dan
mutlak, karena penghakiman itu ialah penghakiman Ilahi atas perbuatan-perbuatan seseorang
yang sudah berlangsung atau sedang berlangsung; dan hati nurani yang bertindak sebagai saksi
dan pawang yang baik dalam aspek negatif maupun positif dari pengudusan perseorangan.
Sumber: "The New Bible Dictionary", Inter-Varsity Press: London, (c) 1988
Dari berbagai pengertian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa suara hati dapat diartikan
secara luas dan secara sempit.
Arti luas : Dalam arti luas hati nurani berarti kesadaran moral yang tumbuh dan
berkembang dalam hati manusia. Keinsafan akan adanya kewajiban.
Arti sempit : Hati nurani merupakan penerapan kesadaran moral di atas dalam situasi
konkret. Suara hati yang menilai suatu tindakan manusia benar atau salah, baik atau buruk. Hati
nurani tampil sebagai hakim yang baik dan jujur . Hukum itu pula orang akan diadili.
9
Hati nurani adalah keputusan akal budi, di mana manusia mengerti apakah satu perbuatan
konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan, atau sudah laksanakan, baik atau buruk secara
moral. Dalam segala sesuatu yang ia katakan atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti
dengan seksama apa yang ia tahu, bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani
manusia mendengar dan mengenal penetapan hukum ilahi.
Hati nurani merupakan hukum yang diberikan oleh Allah dalam hati manusia.
Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya
sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai
dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara
itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya
manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu,…
Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri
bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya” (Gaudium et Spes 16). Gunanya
suara hati adalah untuk memimpin manusia untuk berbuat baik dan menghindari berbuat
jahat.
Di dalam lubuk hati seseorang bekerjalah hati nurani (Bdk. Rm 2:14-16). Pada waktu tertentu
ia memberi perintah untuk melakukan yang baik dan mengelakkan yang jahat. Ia juga menilai
keputusan konkret, di mana ia menyetujui yang baik dan menolak yang jahat (Bdk. Rm 1:32). Ia
memberi kesaksian tentang kebenaran dalam hubungan dengan kebaikan tertinggi, yaitu Allah,
oleh siapa manusia ditarik, dan hukum-hukum Siapa manusia terima. Kalau ia mendengar hati
nuraninya, manusia yang bijaksana dapat mendengar suara Allah, yang berbicara di dalamnya.
Hati nurani itu dibentuk oleh pengetahuan yang kita dapat, sehingga pendidikan hati nurani
merupakan tugas seumur hidup. Sabda Tuhan merupakan Terang yang membentuk suara hati,
yang harus kita terapkan dalam hidup kita dalam iman dan doa, oleh bimbingan Roh Kudus,
dibantu oleh kesaksian ataupun nasihat orang lain dan juga oleh pengajaran Gereja.
Hati nurani harus dibentuk dan keputusan moral harus diterangi. Hati nurani yang dibentuk
baik dapat memutuskan secara tepat dan benar. Dalam keputusannya ia mengikuti akal budi
dan berorientasi pada kebaikan yang benar, yang dikehendaki oleh kebijaksanaan Pencipta.
Bagi kita manusia yang takluk kepada pengaruh-pengaruh yang buruk dan selalu digoda untuk
mendahulukan kepentingan sendiri dan menolak ajaran pimpinan Gereja, pembentukan hati
nurani itu mutlak perlu.
Pembentukan hati nurani adalah suatu tugas seumur hidup. Sudah sejak tahun-tahun
pertama ia membimbing seorang anak untuk mengerti dan menghayati hukum batin yang
ditangkap oleh hati nurani. Satu pendidikan yang bijaksana mendorong menuju sikap yang
berorientasi pada kebajikan. Ia memberi perlindungan terhadap dan membebaskan dari
10
perasaan takut, dari cinta diri dan kesombongan, dari perasaan bersalah yang palsu, dan rasa
puas dengan diri sendiri, yang semuanya dapat timbul oleh kelemahan dan kesalahan manusia.
Pembentukan hati nurani menjamin kebebasan dan mengantar menuju kedamaian hati.
Dalam pembentukan hati nurani, Sabda Allah adalah terang di jalan kita. Dalam iman dan
doa kita harus menjadikannya milik kita dan melaksanakannya. Kita juga harus menguji hati
nurani kita dengan memandang ke salib Tuhan. Sementara itu kita dibantu oleh anugerah Roh
Kudus dan kesaksian serta nasihat orang lain dan dibimbing oleh ajaran pimpinan Gereja (Bdk.
Dignitatis Humanae 14)
Prinsip utamanya: Apa yang kamu ingin agar orang lain berbuat kepadamu, perbuatlah
demikian juga kepada mereka. (Mat 7:12)
Tidak pernah diperbolehkan melakukan hal yang jahat, supaya hal yang baik dapat timbul
darinya.
“Kaidah emas”: “segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, berbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat 7:12).
Cinta kasih Kristen selalu menghargai sesama dan hati nuraninya. “Jika engkau berdosa
terhadap saudara-saudaramu… dan melukai hati nurani mereka yang lemah engkau pada
hakikatnya berdosa terhadap Kristus” (1 Kor 8:12).
“Tidak baik? melakukan sesuatu yang menjadi batu sandungan bagi saudaramu” (Rm 14:21).
Hati nurani bisa salah karena ketidaktahuan yang tak terhindari; dalam keadaan ini
orang tersebut tidak bersalah. Namun ketidaktahuan juga dapat disebabkan oleh
ketidakpedulian orang itu sendiri; dan dalam kondisi ini orang itu bersalah.
KGK 1790
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan
sengaja bertindak melawannya, ia menghukum diri sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa
karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang
orang rencanakan atau sudah lakukan.
KGK 1791
Sering kali manusia yang bersangkutan itu sendiri turut menyebabkan ketidaktahuan ini, karena
ia “tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati
nuraninya lambat laun hampir menjadi buta” (Gaudium et Spes 16). Dalam hal ini ia
bertanggungjawab atas yang jahat, yang ia lakukan.
Agar dapat mendengarkan suara hati, kita harus mengenal hatinya sendiri dan rajin memeriksa
batin.
KGK 1779
11
Supaya dapat mendengarkan dan mengikuti suara hati nurani, orang harus mengenal hatinya
sendiri. Upaya mencari kehidupan batin menjadi lebih penting lagi, karena kehidupan sering
kali mengalihkan perhatian kita dari setiap pertimbangan, dari pemeriksaan diri atau dari
introspeksi. “Masuklah ke dalam hati nuranimu dan tanyakanlah dia! … Masuklah ke dalam
batinmu saudara-saudara! Dan di dalam segala sesuatu yang kamu lakukan, berusahalah agar
Allah adalah saksimu” (Agustinus, ep. Jo. 8,9).
12
dengan pujian yang membuat orang merasa senang, bangga, tenang dsb. Nmaun jika perbuatan
itu buruk maka ia akan memberi tanda lewat perasaan yang muncul, karena suara hati mencela
perbuatan tersebut sehingga orang merasa gelisah, malu, menyesal, putus asa dsb.
3. Ketidaktahuan
Seseorang melakukan tindakan tanpa didasari oleh kesadaran apakah yang ia lakukan
benar atau salah karena ia tidak mengetahui apakah perbuatan itu benar atau salah.
Contoh:
Seorang anak yang sejak kecil hidup dalam lingkungan pencuri. Ia tidak akan mengerti
bahwa mencuri itu salah, baik atau buruk , maka ia tetap melakukan tindakan mencuri
4. Kebiasaan
Contoh :
13
Deni hari ini tidak belajar untuk ulangan Matematika yang akan dilaksanakan hari ini. Ia
kemudian mencari cara agar ia tetap mendapatkan nilai baik, akhirnya ia menyontek.
Suara hati yang memberinya kesadaran tidak dihiraukannya Karena tidak ketahuan maka
ia mengulang perbuatan itu berulangkali, sampai menjadi suatu kebiasaan, sehingga ia
tidak lagi peka apakah perbuatan itu benar atau salah.
5. Ideologi
Contoh :
Seseorang menganut paham komunisme. Maka ia sangat yakin dengan kehidupan
bersama, yang semua harus sama dan rata, dan ia tidak mempercayai bahwa Tuhan itu
ada. Oleh karenanya keputusannya akan didasarkan pada paham/ideology yang
diyakinminya benar, meskipun secara obyektif tidak bisa dibenarkan.
7. Rasionalisasi
Alasan yang selalu dibuat seolah-olah benar akan mengacaukan suara hati kita sampai
kita sulit untuk membuat keputusan karena segala yang baik dan benar yang harus kita
lakukan dibutakan oleh rasionalisasi yang kita buat.
Catatan :
Suara hati itu keliru / sesat apabila yang benar dianggap salah dan salah dianggap benar.
Suara hati keliru / sesat apabila tidak mengerti bahwa yang dilakukannya itu keliru /
salah.
Suara hati itu dapat menjaditumpul dan keliru apabila seseorang mengerti bahwa
perbuatannya salah tetapi tetap dilakukannya.
14
2. Perbuatan yang baik dapat dan harus dilakukan
3. Perbuatan yang buruk harus dielakka.
Konsili Vatikan II dengan sangat indah mengungkapkan dalam dokumen Gaudiumet Spes artikel.16
demikian:
“Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, ynag tidak diterimanya dari dirinya sendiri,
melainkan harus ditaati. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan
melaksanakan apa yang baik, dan menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu
15
menggemakan dalam lubuk hatinya: jalankan ini, elakkan itu sebab dalam hatinya, manusia
menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu dan menurut
hukum itu pula ia akan diadili.”
Hati nurani adalah sanggar suci Allah. Pesan Allah menggema dalam hati kita. Berkat hati
nurani dikenallah secara ajaib hokum yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan
sesama. Atas kesetiaan kita terhadap hati nurani maka kita bersama semakin banyak orang mencari
kebenaran dan mampu memecahkan persoalan moral yang timbul baik dalam hidup perorangan
maupun dalam kehidupan masyarakat.
16
A. Potensi Diri Perawat dan Hati Nurani
Potensi manusia ibarat fenomena gunung es. Tuhan menganugerahkan pd tiap manusia 3
kekuatan yg berdampak nilai tambah :
Kekuatan otot = Nilai tambah kecil = miskin
Kekuatan otak = Nilai tambah besar = sejahtera
Kekuatan hatinurani = Nilai tambah sangat besar = berkecukupan
Faktanya manusia lebih dominan menggunakan otot dlm kehidupan sehari hari, Shg otot manusia
telah dieksplorasi dg baik & bahkan menjadi unggulan dlm menyelesaikan persoalan hidup
Rakyat Indonesia ( 65%) cenderung menghidupi dirinya dg kekuatan otot
Hidup ini adalah pilihan, manusia dp memilih dominasi otot, otak atau hatinurani.
17
B. Ciri Kepribadian yg dimiliki seorang Perawat
Kejujuran
Keriangan
Berjiwa Sportif
Rendah hati
Ramah, Simpati & Kerja sama
Dapat dipercaya
Loyalitas
Pandai bergaul
Pandai Menimbang Perasaan
Rasa Humor
Sikap Sopan Santun
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1) Hati nurani secara etimologi dari kata Yunani suneidêsis (padanan katanya dalam bahasa
Latin conscientia) memberi kesan bahwa artinya yang biasa ialah pengetahuan
pendamping, atau kecakapan untuk pengetahuan bersama dengan dirinya sendiri. Dengan
kata lain, hati nurani mengandung dalamnya lebih daripada hanya kesadaran atau
penginderaan, karena kata ini mencakup juga penghakiman (dalam Alkitab memang
penghakiman moral) atas suatu perbuatan yang dilakukan dengan sadar.
Dan untuk hal-hal terkait dapat dilihat di bab pembahasan.
3.2 Saran
Untuk menyempurnakan makalah yang kami tulis ini, kami selaku penulis sangat
membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar makalah yang kami buat ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga apa yang sudah kami buat ini bisa memotivasi pembaca
agar bisa membuat makalah yang lebih sempurna dari ini. Terima kasih
19