Anda di halaman 1dari 5

Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding

rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Berdasarkan terjadinya,
hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan
letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal,
umbilikalis, femoralis, dan lain-lain. Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia
inguinal direk, indirek, serta hernia femoralis.
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut
hernia ireponibel, maka usus dapat terperangkap di dalam kanalis inguinalis (inkarserata) dan
aliran darahnya terputus (strangulata). Jika tidak ditangani, bagian usus yang mengalami
strangulasi bisa mati karena kekurangan darah. Biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada dinding perut agar
hernia ingunalis tidak berulang.
Hernia Inguinalis adalahkondisi dimana lemak intra-abdominal atau bagian dari intestinum
menonjol melewati defek atau bagian lemah dari otot abdomen bagian bawah (Sesa et al, 2015).
Menurut lokasinya hernia dapat dibedakan menjadi hernia inguinalis yang merupakan hernia
yang terjadi dilipatan paha; hernia umbilikus yang merupakan hernia di pusat dan hernia
femoralis yang terjadi di paha. Sedangkan berdasarkan klinis hernia dibedakan menjadi (Sadler,
2010; Snell, 2006).
1. Hernia reponibel yaitu hernia yang isinya dapat keluar masuk baik secara spontan atau
dengan manipulasi. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk ke perut. Tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus.
2. Hernia irreponibel yaitu hernia yang isinya tidak dapat lagi masuk baik secara spontan atau dengan
manipulasi. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia.
3. Hernia inkarserata yaitu hernia yang tidak dapat lagi kembali ke rongga abdomen karena isinya
terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong hernia terperangkap. Secara klinis hernia
inkarserata lebih dimaksudkan pada hernia ireponibel untuk gangguan pasase, sedangkan
gangguan vaskularisasi disebut hernia strangulata.

Penegakan diagnosis hernia ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari hasil
anamnesis pasien banyak pasien hernia tidak menunjukan gejala hingga pasien menyadari
adanya pembengkakan di daerah lipat paha. Beberapa pasien menunjukan gejala nyeri yang
timbul mendadak dan bertambah berat ketika mengangkat benda berat.
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia
reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau periumbilikal berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual muntah baru timbul jika terjadi inkarserata karena ileus
atau strangulasi karena nekrosis atau gangrene.
Secara umum, hernia direk menunjukkan lebih sedikit gejala daripada hernia indirek dan
jarang mengakibatkan inkarserata ataupun strangulata dan dari pemeriksaan fisik pada hernia
inguinal inkarserata, pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan benjolan dilipat paha yang tidak
menghilang meski telah berbaring. Pada hernia lateralis umumnya benjolan di regio inguinalis yang
berjalan dari lateral ke medial, tonjolan berbentuk lonjong sedangkan medialis tonjolan biasanya
terjadi bilateral, berbentuk bulat (Sjamsuhidajat, 2017).
Pada palpasi, mungkin teraba usus, omentu, atau ovarium. Dengan jari telunjuk, atau jari
kelingking pada pasien anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum
melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak.
Jika hernia tersebut dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus,
pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berati hernia inguinalis lateralis,
dan jika bagian sisi jari yang menyentuhnya, berati hernia inguinalis medialis (Rasjad, 2010;
American Sugery Society, 2012). Pada perkusi bisa didapatkan perkusi perut kembung dan
auskultasi terdengar hiperperistaltis akibat obstruksi usus.

Pemeriksaan Hernia Inguinalis


Daerah inguinalis pertama-tama diperiksa dengan inspeksi, pada inspeksi diperlihatkan keadaan
asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien
diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat
(Sabiston et al, 2008; Burney, 2012).
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong
apakah benjolan dapat direposisi. Jari telunjuk ditempatkan pada sisi lateral kulit skrotum dan
dimasukkan sepanjang funiculus spermatikus sampai ujung jari tengah mencapai annulus
inguinalis profundus. Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-
anak kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar. Suatu kantong yang
diperjelas oleh batuk biasanya dapat diraba pada titik ini. Jika jari tangan tak dapat melewati
annulus inguinalis profundus karena adanya massa,maka umumnya diindikasikan adanya hernia.
Hernia juga diindikasikan, bila seseorang meraba jaringan yang bergerak turun ke dalam kanalis
inguinalis sepanjang jari tangan pemeriksa selama batuk (Sabiston et al, 2008).
Walaupun terdapat tanda-tanda yang menunjukkan apakah hernia itu indirek atau direk, namun
umumnya sedikit kegunaannya karena keduanya memerlukan penatalaksanaan bedah dan diagnosis
anatomi yang tepat hanya dapat dibuat pada waktu operasi. Gambaran yang menyokong adanya
hernia indirek mencakup turunnya organ intestinal ke dalam skrotum yang sering ditemukan
dalam hernia indirek, tetapi tak lazim dalam bentuk hernia direk. Hernia direk lebih cenderung timbul
sebagai massa yang terletak pada annulus inguinalis superficialis dan massa ini biasanya dapat
direposisi ke dalam kavitas peritonealis, terutama jika pasien dalam posisi terbaring. Pada umumnya
dengan jari tangan pemeriksa di dalam kanalis ingunalis, terdapat hernia inguinalis indirek maju
menuruni kanalis pada samping jari tangan, sedangkan penonjolan yang langsung ke ujung jari tangan
adalah khas dari hernia direk (Sabiston et al, 2008; Burney, 2012).

Hernia inguinalis
a) Anamnesis : benjolan rekuren di inguinal yang dapat mencapai skrotum yang hilang timbul,
yang secara gradual dapat membesar dan menjadi persisten, dan menjadi sulit untuk direduksi.
b) Pemeriksaan fisik: didapatkan benjolan di inguinal, yang dapat sampai ke skrotum, yang lebih
menonjol saat peningkatan tekanan intra abdomen (menangis, mengedan, tertawa) dan ditemukan
Silk glove sign atau penebalan dari cord pada palpasi di daerah inguinal pada hernia
inguinoskrotalis yang unreliable
c) Pemeriksaan penunjang : USG inguinal

Diagnosis banding hernia inguinalis mencakup massa lain dalam lipat paha seperti limfadenopati,
varikokel, testis yang tidak turun, lipoma, dan hematoma (Sabiston et al, 2008; Tanto,et al., 2014).
Trauma tajam dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan laserasi dan memotong.
Luasnya kerusakan jaringan tergantung pada mekanisme traumanya yaitu luka tusuk atau luka
tembak. Pada luka tembak high energy dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih parah
karena ada kemungkinan peluru mengalami fragmentasi. 7 Luka tusuk akan melewati struktur
abdomen yang berdekatan dan paling sering melibatkan liver (40%), usus halus (30%), diafragma
(20%), dan colon (15%). Jenis senjata, kecepatan dan energi senjata, dan ketajaman senjata adalah
penentu penting dalam derajat cedera.
Keluarnya organ visceral lewat luka tusuk abdomen pada pasien tidak stabil dengan
tanda awal peritonitis lebih merupakan indikasi absolut laparatomi, bukan indikasi relatif. Karena
luka tusuk dengan hemodinamik tidak stabil harus di lakukan surgical kontrol perdarahan
segera.
Terdapat dua mekanisme trauma pada abdomen yaitu trauma tajam (penetrans) dan trauma
tumpul (non penetrans) sehingga terdapat pendekatan diagnostik dari tatalaksana yang berbeda.
Pada luka penetrasi menyebabkan besarnya kemungkinan terjadi trauma pada organ intra
abdominal, sedangkan pada trauma tumpul biasanya dapat terjadi multisistem trauma yang
menyebabkan diagnosis lebih sulit ditegakkan.
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik, selain pemeriksaan fisik diperlukan alat
bantu untuk penegakkan diagnostik. Alat bantu utama yang ada saat ini ialah Diagnostic Peritoneal
Lavage (DPL), Computed Tomography (CT), Ultrasonography (USG), atau Diagnostic
Laparoscopy (DL).

Trauma tajam dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan laserasi dan memotong. Luka
tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar
terhadap organ visceral, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa
pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa
perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang
berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
Setiap pasien yang menderita luka tusuk abdomen dengan pengeluaran isii omental segera
dinilai setibanya di Trauma Center. Penilaian awal didasarkan tentang prinsip Advanced Trauma
Life Support (ATLS). Penilaian komprehensif lebih lanjut dilakukan kemudian termasuk riwayat
yang sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin (hitung darah lengkap, urea
dan elektrolit), dan urinalisis.
Eksplorasi dilakukan pada luka tusuk abdomen dalam kondisi stabil/tidak stabil dan adanya
tanda peritonitis. Jika tidak ada penetrasi pada fascia anterior, kemungkinan adanya cidera
intraabdomen dapat disingkirkan, pasien dapat pulang. 12 Bila ada jaringan yang keluar lewat
luka harus dipastikan organnya, sekedar omentum atau usus. Keluarnya omentum lewat luka
tusuk abdomen dengan atau tanpa adanya tanda peritonitis lebih merupakan indikasi laparotomi.

Tindakan laparotomi dibagi menjadi 3 kelompok dalam hal waktu laparotomi.


1. Emergency Laparotomy : Pasien yang segera dioperasi bersamaan dengan resusitasi
2. Early Laparotomy : Pasien yang dioperasi dalam 8 jam pertama post trauma
3. Late Laparotomy : Pasien yang dioperasi setelah 8 jam dianggap sebagai kelompok laparotomi
terlambat.

Laparotomi merupakan suatu tindakan bedah yaitu berupa insisi pada dinding perut atau
abdomen. Karakteristik pasien yang menjalani operasi laparotomi rata-rata berusia 15-75 tahun
dengan perbandingan pria dan wanita sebesar 2:1. Etiologi paling sering ialah trauma dan kondisi
lain yang menyertai seperti kerusakan viseral dan vaskular.
Laparotomi dapat dilakukan pada pasien yang menderita trauma abdomen dengan
hemoperitoneum, perdarahan gastrointestinal, nyeri abdomen akut, nyeri abdomen kronik, dan
apabila ditemukan kondisi klinis intra abdomen yang membutuhkan pembedahan darurat seperti
peritonitis, ileus obstruksi, dan perforasi. Beberapa indikasi utama dilakukannya tindakan operasi
laparotomi yaitu perdarahan intra abdomen (39,0%) dengan angka mortalitas 75,6%, iskemia usus
(24,4%) dengan angka mortalitas 80,5%, trauma abdomen (23,5%) dengan angka mortalitas
75,5%, serta obstruksi usus 15,7% dan penyakit divertikular 14,3%.
Laparotomi disebut positif jika pada saat laparotomi ditemukan adanya kerusakan organ
visceral dan harus diintervensi bedah sedangkan laparotomi disebut negatif jika pada saat
laparotomi tidak ditemukan kerusakan organ visceral sehingga tidak memerlukan tindakan
interverensi bedah.

Anda mungkin juga menyukai