Anda di halaman 1dari 13

TATALAKSANA DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK

Prayogi Miura Susanto1, Lady Brenda Makagiansar2


1
RSUD dr Chasbullah Abdul Madjid, Kota Bekasi, Indonesia
2
RS Gunung Maria, Kota Tomohon, Indonesia

Corresponding Author: Prayogi Miura Susanto, Dokter, RSUD dr Chasbullah Abdul Madjid,
Kota Bekasi
E-Mail: prayogi.miura@yahoo.com

Received 10 Desember 2021; Accepted 23 Desember, 2021; Online Published 28 Januari, 2022

Abstrak

Dermatitis atopik (DA) atau eczema merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan inflamasi kronik-
residif dan paling sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak. Dermatitis atopik dapat ditatalaksana
dengan berbagai pilihan. Tatalaksana paling efektif untuk DA adalah mengendalikan gejala atau sensasi
gatal yang timbul, serta mengembalikan kondisi sawar kulit yang normal. Terdapat lima pilar utama
dalam tatalaksana DA pada anak-anak.

Kata kunci : dermatitis atopik; lima pilar utama; pelembab; tatalaksana

Abstract

Atopic dermatitis (AD) or eczema is a skin disease characterized by chronic-recurrence inflammation


and most commonly occurs in infancy and childhood. Atopic dermatitis can be treated with various
options. The most effective treatment for AD is to control the symptoms or itching sensation that occurs,
and restore normal skin barrier conditions. There are five main pillars in the management of AD in
children.

Keywords : atopic dermatitis; five main pillars; moisturizer; treatment

PENDAHULUAN anak berusia diatas 2 tahun dan 1-3% pada


Dermatitis atopik (DA) atau eczema merupakan kelompok usia dewasa.(1),(2),(3),(4) Angka
penyakit kulit yang ditandai dengan inflamasi prevalensi dari DA semakin lama semakin
kronik-residif dan paling sering terjadi pada meningkat dalam 50 tahun terakhir, terutama
masa bayi dan anak-anak. Data dari pada negara-negara berkembang, seperti
International Study of Asthma and Allergies in Amerika Latin dan Asia Tenggara.(2),(3)(5)
Childhood (ISSAC) menunjukkan bahwa Anak-anak dengan DA umumnya merasakan
prevalensi DA di dunia mencapai angka sebesar gatal yang persisten dan secara signifikan
15-20% pada dekade pertama kehidupan (2 juta mempengaruhi kualitas hidup mereka.(1),(4)
anak-anak di 100 negara) terutama pada anak- Gejala DA yang dirasakan pada anak-anak

2248
bervariasi, mulai dari gejala ringan, sedang, berulang dan paling sering terjadi pada masa
hingga berat.(6) Dermatitis atopik dapat bayi dan anak-anak.(4),(6) Etiologi DA
ditatalaksana dengan berbagai pilihan. disebabkan oleh hubungan interaksi antara
Tatalaksana paling efektif untuk DA adalah genetik yang menyebabkan adanya kerusakan
mengendalikan gejala atau sensasi gatal yang pada barrier kulit, kerusakkan pada sistem imun
timbul, serta mengembalikan kondisi sawar innate, dan hipersensitivitas pada alergen, serta
kulit yang normal.(4),(7) antigen mikrobial.(1),(4),(7),(8) Diagnosis DA
pada anak-anak dapat ditegakkan secara klinis
ISI berdasarkan kriteria dari Hanifin-Rajka.
DIAGNOSIS DERMATITIS ATOPIK Diagnosis DA dapat ditegakkan apabila
Dermatitis atopik merupakan keadaan terdapat tiga kriteria mayor dan lebih dari tiga
inflamasi kulit yang bersifat kronik dan kriteria minor.(9) (Tabel 1.)
Tabel 1. Kriteria Hanifin-Rajka untuk diagnosis DA pada anak-anak(9)
Kriteria Mayor Kriteria Minor

- Pruritus - Dryness
- Bintik merah pada wajah dan/atau - Lipatan Dennie-Morgan (garis yang
permukaan kulit ekstensor pada bayi meningkat dibawah margin dari
dan anak-anak kelopak mata bawah)
- Likenifikasi pada permukaan kulit - Alergic shiners (kulit menjadi
fleksural kehitaman di daerah bawah mata)
- Cenderung bersifat kronik dan terjadi - Pallor pada wajah
rekurensi - Ptiriasis alba
- Riwayat penyakit dahulu dan penyakit - Keratosis pilaris
keluarga seperti asma, rhinitis alergi, - Iktiosis vulgaris
dan dermatitis atopik - Hiperlinear pada telapak tangan dan
kaki
- Garis berwarna putih pada kulit saat
terkena alat tumpul
- Konjungtivitis
- Keratokonus
- Katarak subkapsular anterior
- Serum IgE yang meningkat
- Uji kulit yang reaktif

Dalam praktik sehari-hari, kriteria William kubiti, fosa poplitea, bagian anterior dorsum
dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis DA pedis, atau seputar leher (termasuk kedua pipi
pada anak-anak, karena lebih sederhana, pada anal <10 tahun), riwayat asma atau hay
praktis, cepat dan lebih spesifik. Kriteria fever pada anak (riwayat atopi pada anak <4
William, antara lain : 1) terdapat kulit yang tahun pada generasi kesatu dalam keluarga),
gatal (atau tanda garukan pada anak-anak), 2) riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun,
ditambah lebih dari 3 tanda berikut, riwayat dermatitis fleksural (pipi, dahi, dan paha bagian
perubahan kulit atau kondisi kulit kering di fosa lateral pada anak <4 tahun), awitan dibawah

2249
usia 2 tahun (tidak dinyatakan pada anak <4 dengan memberikan anti-inflamasi pada
tahun).(9) penderita yang telah menunjukkan manifestasi
DA. Kelima, mengendalikan dan
TATALAKSANA DERMATITIS ATOPIK mengeliminasi siklus gatal-garuk dengan
Tatalaksana DA terdiri dari lima pilar utama. pemberian antihistamin serta konseling
Pertama, edukasi pasien, orangtua, serta psikologi untuk membantu mengatasi rasa
caregiver. Kedua, menghindari dan gatal. (6),(7),(10),(11)
memodifikasi faktor pencetus lingkungan yaitu, Penjelasan kepada pasien, keluarga, dan atau
menghindari bahan iritan dan alergen. Ketiga, caregivers mengenai penyakit, terapi serta
memperkuat dan mempertahankan fungsi prognosis sangat penting dilakukan. Memberi
sawar kulit secara optimal dengan pemberian edukasi cara merawat kulit, menghindari
sabun pelembap segera setelah mandi, penggunaan obat-obat tanpa sepengetahuan
dilakukan pada setiap fase perjalanan penyakit dokter. Penjelasan mencakup semua masalah
mulai dari individu dengan kecenderungan yang berkaitan dengan DA seperti gejala,
genetik atopi hingga yang telah bermanifestasi penyebab, faktor pencetus, prognosis dan
sebagai DA. Keempat, mengurangi inflamasi tatalaksana.(7)(12) (Gambar 1.)

Gambar 1. Algoritma tatalaksana DA berdasarkan derajat keparahan(12)

A. Identifikasi dan Eliminasi Faktor Pencetus antara lain iritan, makanan, alergen udara, dan
Identifikasi dan mengeliminasi faktor pencetus infeksi.(2),(6),(7) (Gambar 2.)
merupakan tatalaksana yang perlu dilakukan
selama episode gejala akut dan jangka panjang
untuk mencegah terjadinya rekurensi DA.
Faktor pencetus timbulnya dermatitis atopi

2250
Gambar 2. Faktor pencetus DA(2)

Pasien dengan DA mempunyai batas ambang deterjen bubuk dan pencucian dua kali dapat
respon yang rendah terhadap iritan yang mengurangi sisa deterjen. Olahraga seperti
mencetuskan siklus gatal garuk. Sabun atau berenang lebih baik ditoleransi daripada yang
deterjen, bahan kimia, rokok, pakaian yang menyebabkan keringat berlebihan, kontak fisik,
bersifat iritatif, dan paparan terhadap suhu serta dan penggunaan pakaian dan peralatan yang
kelembapan merupakan pencetus yang sering. berat. Membersihkan tubuh dari klorin segera
Pasien dermatitis atopi dianjurkan untuk tidak dan melubrikasi kulit setelah berenang sangat
menggunakan pakaian yang bersifat iritatif penting. Sinar ultraviolet juga mempunyai
(wool, large-fiber textile), ukuran pakaian keuntungan untuk beberapa pasien dengan DA,
jangan terlalu sempit dan panas untuk namun penggunaan sunscreen tetap dianjurkan
mengurangi keringat. Pasien dengan DA harus untuk mencegah terbakarnya
menggunakan sabun dengan pH netral. Pakaian kulit.(2),(6),(7),(10)
baru harus dicuci sebelum digunakan untuk Pada anak-anak, DA juga sering dicetuskan
mengurangi kadar formaldehid dan bahan setelah paparan intranasal atau epikutan
kimia lainnya. Sisa deterjen pada pakaian juga terhadap alergen udara seperti jamur, bulu
dapat mencetuskan siklus gatal garuk. binatang, rumput, dan serbuk sari. Menghindari
Penggunaan deterjen cair dibandingkan dengan pajanan alergen udara, terutama debu tungau,

2251
menunjukkan perbaikan klinis terhadap DA. terhadap S.aureus. Penggunaan antibiotik
Menghindari debu tungau dapat dilakukan sistemik tidak direkomendasikan untuk pasien
dengan membungkus bantal, matras, dan box, DA tanpa tanda infeksi. Antibiotik yang dapat
mencuci kasur dengan air panas setiap minggu, digunakan pada pasien DA antara lain
menghilangkan karpet di kamar, dan kloksasilin, cephalexin, eritromisin,
menurunkan kelembapan udara ruangan klindamisin and amoksisilin-klavulanat.
dengan menggunakan air Eritromisin dan azitromisin dapat diberikan
conditioner.(2),(6),(7),(10) terhadap pasien DA yang tidak mengalami
Alergi makanan merupakan komorbid sekitar kolonisasi oleh galur S. aureus yang resisten.
40% pada bayi dan anak-anak dengan DA Sefalosporin generasi pertama, seperti
derajat sedang hingga berat. Alergi makanan sefaleksin direkomendasikan terhadap pasien
yang tidak terdiagnosis pada pasien dengan DA dengan kelompok makrolid resisten S. aureus.
dapat menginduksi dermatitis pada beberapa Mupirosin topikal digunakan untuk terapi lesi
pasien dan reaksi urtikaria, wheezing, atau impetigo lokal dan antibiotik sistemik untuk
kongesti nasal. Menghindari makanan yang infeksi yang bersifat lebih luas. Penggunaan
bersifat sebagai alergen dari diet sehari-hari antibiotik sistemik diberikan selama 1-2
dapat secara signifikan meningkatkan minggu bersamaan dengan tatalaksana utama
perbaikan klinis pada pasien DA. Makanan DA.(2), (6),(7),(10)
tersebut, seperti susu, kacang, gandum, dan Herpes simplex virus (HSV) dapat
kedelai. Alergen potensial dapat diidentifikasi mencetuskan dermatitis berulang dan bisa
melalui anamnesis yang teliti dan melakukan menyebabkan salah diagnosis dengan infeksi S.
uji skin prick atau pemeriksaan darah terhadap aureus. Munculnya lesi berupa vesikel dengan
IgE. Hasil yang negatif mempunyai nilai dasar eritema yang tidak memberikan respon
prediktif tinggi untuk mengeksklusikan dengan antibiotik oral mengarah kepada infeksi
kecurigaan terhadap alergen. Hasil positif HSV, yang dapat ditegakkan dengan
sering tidak berkorelasi dengan gejala klinis pemeriksaan penunjang berupa pewarnaan
dan harus dikonfirmasi dengan controlled food apusan Giemsa-Tzanck dari bahan kerokan
challenges dan eliminasi diet. Bayi diberikan dasar vesikel, atau dengan metode polymerase
air susu ibu (ASI) selama minimal 4 bulan. chain reaction, atau kultur. Pemberian antiviral
Elminasi diet yang berkepanjangan dapat oral asiklovir atau valasiklovir dapat diberikan
menyebabkan defisiensi nutrisi, sehingga selama 1-2 minggu. Penggunaan kortikosteroid
jarang dilakukan.(2),(6),(7),(10) topikal harus dihentikan sementara jika
Pasien dengan DA mempunyai kerentanan dicurigai terdapat infeksi HSV. Moluskum
yang tinggi terhadap infeksi bakteri, virus dan kontagiosum dan kutil kulit merupakan infeksi
jamur pada kulit. Penggunaan antibiotik anti- virus tambahan yang dapat timbul pada anak
stafilokokus sangat membantu dalam dengan DA.(2), (6),(7),(10) (Gambar 3.)
mengobati pasien yang mengalami infeksi berat

2252
Gambar 3. Dosis antibiotik dan antiviral sistemik(2)

Infeksi dermatofita juga berkontribusi dalam sempit (311 nm), dan ultraviolet A dengan
eksaserbasi kejadian DA. Pasien dengan DA psoralen (PUVA). Fototerapi digunakan
mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap sebagai terapi lini kedua, setelah terapi lini
infeksi oleh Trichophyton rubrum. Selain itu, pertama tidak berhasil. Terapi maintenance
Malassezia furfur juga ditemukan pada DA juga biasanya memerlukan fototerapi supaya
karena sifatnya yang merupakan ragi lipofilik lebih efektif untuk DA kronik.(1),(7) UV-B
yang terdapat pada area seboroik di kulit. spektrum sempit dan UV-A1 paling sering
Derajat keparahan DA berkurang setelah digunakan sebagai modalitas terapi DA berat
diobservasi pada pasien yang mendapatkan baik pada anak dan dewasa. Mekanisme
terapi antifungal.(2),(6),(7),(10),(13) fototerapi dalam DA masih belum diketahui
secara jelas, namun terdapat efek berupa
B. Fototerapi imunosupresif lokal dan antiinflamasi yang
Sinar matahari memberikan keuntungan pada berperan penting.(2),(3),(6),(7),(11) Efek
pasien DA sepanjang sunburn dan keringat imunomodulator fototerapi terjadi melalui
berlebihan dihindari. Banyak modalitas induksi apoptosis sel-T, penurunan jumlah sel
fototerapi yang efektif untuk DA, seperti dendritik, dan ekspresi sitokin interleukin (IL-
ultraviolet A-1 (UV-A1) (340-400 nm), 5, IL-13, IL-31) setelah terapi dengan UV-A1.
ultraviolet B (UV-B), ultraviolet B spektrum Selain itu, UV-B juga dapat menurunkan

2253
jumlah kolonisasi S. aureus pada pasien DA.(3) merupakan salah satu faktor pencetus
(6) (9) Studi menunjukkan perbaikan klinis terjadinya penurunan faktor kelembaban alami
yang signifikan pada kasus DA dalam 2 minggu pada lapisan epidermal pasien DA.(14),(15)
pertama dengan penggunaan fototerapi. Efek Contoh terapi hidrasi yang dapat dilakukan
fototerapi akan segera menghilang saat terapi untuk mengembalikan kelembaban kulit, antara
dihentikan, hal ini mengindikasikan lain adalah dengan mandi atau berendam
penggunaan fototerapi baik digunakan saat dengan menggunakan air hangat selama 10
eksaserbasi akut. Fototerapi UV-A1 medium menit. Hal ini dapat dikombinasikan dengan
dose (50 J/cm2) dapat digunakan untuk penggunaan emolien atau medikasi topikal.
mengontrol reaksi akut, sedangkan UV-B Pelembab yang dapat digunakan tersedia dalam
spektrum sempit (penggunaan dua kali per beberapa bentuk, seperti losion, krim, atau
minggu selama empat minggu dilanjutkan satu salep. Terapi topikal akan menggantikan lipid
kali per minggu selama empat minggu yang abnormal pada lapisan epidermal,
berikutnya(3),(6),(9) dan UV-A1 dosis besar mengembalikan kelembaban kulit, dan
digunakan untuk dermatitis atopi kronik.(3),(6) memperbaiki kerusakkan barrier kulit. Jenis
Penggunaan fototerapi secara umum sulit dan pelembab yang digunakan dapat mengandung
dapat menimbulkan respon stress pada anak humektan, emolien dan oklusif atau yang
kurang dari 8 tahun. Efek samping penggunaan mengandung bahan fisiologis, seperti lipid,
fototerapi jangka pendek dapat menyebabkan seramid, danNatural Moisturizing Factor
eritema, nyeri pada kulit, gatal dan pigmentasi. (NMF).(4),(7),(14),(15) Terapi hidrasi lain
Efek samping jangka panjang dapat menjadi yang dapat digunakan berupa wet dressings.
predisposisi lesi kanker pada kulit. Fototerapi Selain membantu dalam proses hidrasi, wet
lebih dipilih digunakan pada dewasa dan anak dressings dapat mencegah kulit dari gesekan,
usia di atas 12 tahun dengan DA sehingga mempercepat waktu penyembuhan
rekalsitran.(3),(11),(13) dari lesi. Wet dressings lebih direkomendasikan
penggunaannya pada kasus-kasus dermatitis
C. Terapi Topikal kronik yang berat dan yang mengalami
Pasien dengan dermatitis atopik memiliki barier refrakter pada terapi.(2),(4) Wet dressings dapat
kulit yang tidak normal. Hal tersebut ditandai digunakan selama 24 jam dan dapat diulang
dengan adanya peningkatan kehilangan air beberapa kali dalam waktu dua minggu.(2) Hal
secara transepidermal, sehingga menyebabkan yang perlu diperhatikan dari penggunaan wet
menurunnya kadar air dalam kulit. Efek dressings adalah dapat menyebabkan terjadinya
tersebut akan menyebabkan kulit menjadi maserasi dari kulit, sehingga penggunaan wet
kering (xerosis) dan pembentukan mikrofisura. dressings memerlukan pengawasan ketat.(9)
Mikrofisura dan kerusakan kulit ini merupakan Terapi-terapi hidrasi tersebut sebaiknya
tempat masuknya patogen kulit, iritan, dan dikombinasikan dengan penggunaan emolien
alergen.(4),(7) Mutasi dari gen filagrin agar mencegah kemungkinan terjadi kulit

2254
kering dan fisura. Kombinasi dari penggunaan glukokortikoid topikal di daerah lesi dan
emolien dan terapi hidrasi yang efektif dapat emolien di daerah kulit yang sehat. Studi yang
membantu mengembalikan barier dari lapisan telah dilakukan sebelumnya mendapatkan hasil
stratum korneum dan menurunkan angka bahwa penggunaan glukokortikoid topikal
penggunaan glukokortikoid topikal.(2),(6) (krim betametasone valerat 0,1%) dan inhibitor
(7),(15) kalsineurin topikal (krim pimekrolimus 1%)
Terapi dengan menggunakan glukokortikoid memberikan hasil yang baik ketika
topikal merupakan terapi yang digunakan untuk diaplikasikan pada lesi DA.(2),(6),(7),(10),(13)
mengendalikan kondisi eksaserbasi akut dari Terdapat tujuh tingkat dari glukokortikoid
DA.(6),(7),(13) Hal ini disebabkan oleh karena topikal berdasarkan potensi untuk membuat
efek samping yang dari penggunaan efek vasokonstriksi dan anti-inflamasi.
glukokortikoid topikal. Glukokortikoid topikal (Gambar 4.)
poten tidak dianjurkan untuk digunakan di
beberapa daerah tubuh, seperti wajah, genitalia,
dan lipatan tubuh. Pasien dengan DA juga
direkomendasikan untuk menggunakan
Gambar 4. Potensi glukokortikoid topikal(2)

Efek samping yang ditimbulkan juga timbul axis (HPA-axis). Efek samping lokal berupa
berdasarkan tingkat potensi dari glukokortikoid adanya striae, atrofi kulit, dermatitis perioral,
topikal yang digunakan dan lama waktu akne rosasea, dan lain-lain. Glukokortikoid
pemakaian. Efek samping dari glukokortikoid topikal poten memiliki efek penekanan kelenjar
dapat dikategorikan menjadi efek samping adrenal yang lebih berat pada kelompok bayi
lokal dan sistemik yang disebabkan oleh dan anak-anak. Glukokortikoid topikal yang
penekanan pada hipotalamic-pituitary-adrenal dapat digunakan pada anak-anak dan telah

2255
disetujui oleh US Federal Drug Administration panjang hingga empat tahun, sedangkan krim
(FDA) adalah desonide hydrogel, non- pimekrolimus dapat digunakan sampai jangka
ethanolic foam, fluocinolon acetonid oil, dan waktu dua tahun.(1),(2),(6),(7) Efek samping
krim flutikason 0.05%. Krim dan salep dari takrolimus yang paling sering terjadi
mometasone disetujui untuk anak-anak berusia adalah berupa sensasi terbakar sementara pada
diatas 2 tahun. Glukokortikoid dengan potensi kulit.(6)
rendah, seperti hidrokortison dan
glukokortikoid dengan potensi sedang, yaitu D. Terapi Sistemik
triamsinolon 0,1% juga merupakan tatalaksana Defisiensi vitamin-D sering bersamaan dengan
lini pertama untuk lesi flare DA derajat ringan DA yang berat. Vitamin-D meningkatkan
dan derajat sedang-berat pada bayi dan anak- fungsi proteksi kulit, mengurangi kebutuhan
anak. Beberapa studi menunjukkan bahwa pada kortikosteroid dalam mengontrol inflamasi, dan
anak-anak dengan DA terdapat disregulasi memperbaiki fungsi antimikrobial kulit. Pasien
sistem imun pada kulit yang normal, sehingga dengan DA mendapatkan keuntungan dari
glukokortikoid dengan potensi rendah dapat konsumsi suplemen vitamin-D, terutama bagi
dijadikan sebagai terapi rumatan. mereka yang mempunyai kadar rendah atau
Glukokortikoid topikal dapat digunakan asupan vitamin-D kurang.(3),(14)
sebanyak dua kali sehari sampai tiga hari Antihistamin sistemik bekerja dengan
setelah terjadi resolusi.(2),(4),(6),(7),(10),(14) menghambat reseptor histamin (H-1) di
Penggunaan pelembab untuk mengurangi kulit jaringan dermis, sehingga mengurangi rasa
kering dan aplikasi kortikosteroid topikal untuk gatal akibat induksi oleh histamin. Hal tersebut
mengontrol inflamasi merupakan metode menurunkan frekuensi garukan yang dapat
paling efektif untuk mengontrol rasa gatal pada memperburuk kondisi penyakit. Histamin
pasien dengan DA.(15) hanya salah satu dari banyak mediator yang
Terapi topikal lain yang dapat digunakan dalam dapat menginduksi rasa gatal di kulit, sehingga
kasus DA adalah inhibitor kalsineurin. pasien akan mendapatkan manfaat minimal dari
Takrolimus dan pimekrolimus merupakan terapi antihistamin. Rasa gatal biasanya
imunomodulator nonsteroid. Salep takrolimus memberat pada malam hari, sehingga
0.03% telah disetujui oleh FDA untuk penggunaan antihistamin sedatif (hydroxyzine,
tatalaksana intermiten dari DA derajat sedang diphenhydramine, chlorpheniramine) dapat
sampai berat pada anak-anak berusia diatas dua memberikan keuntungan dari efek sampingnya
tahun. Krim pimekrolimus 1% juga telah ketika digunakan saat malam hari. Penggunaan
disetujui untuk DA derajat ringan sampai intermiten antihistamin sedatif pada pasien usia
sedang pada anak-anak berusia diatas dua di atas enam bulan memberikan keuntungan
tahun. Takrolimus dan pimekrolimus terbukti dengan mengurangi rasa gatal pada malam hari.
efektif dan aman digunakan untuk anak-anak. Efek penggunaan antihistamin sedatif dapat
Salep takrolimus dapat digunakan jangka mempengaruhi performa anak di sekolah,

2256
sehingga penggunaan antihistamin non-sedatif chlorpheniramine 0.35 mg/kg/hari dibagi
lebih disarankan. Penggunaan antihistamin dalam 2-3 dosis, serta cetirizine 2.5-5 mg dua
non-sedatif tidak dianjurkan secara rutin untuk kali sehari. Penggunaan antihistamin topikal
DA tanpa adanya urtikaria atau rinitis alergi. tidak direkomendasikan untuk mengurangi rasa
Meskipun demikian, antihistamin non-sedatif gatal pada DA, karena dapat menyebabkan
memiliki keunggulan, yaitu dapat mencegah iritasi dan dermatitis kontak alergi
migrasi sel inflamasi. Dosis antihistamin yang (DKA).(1),(2),(6),(7),(13)
digunakan, antara lain hydroxyzine 1-2 Obat imunosupresan sistemik pada kasus DA
mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis, merupakan obat pilihan terakhir. (Gambar 5.)

Gambar 5. Agen sistemik untuk kasus DA pada anak(10)

Penggunaan terapi imunosupresif sistemik pada derajat berat atau refrakter terhadap terapi
DA diindikasikan pada kejadian antara lain, DA konvensional dengan angka kekambuhan yang

2257
sering, manifestasi berat sehingga intraseluler, siklofilin, dan kompleks ini
menyebabkan terganggunya kualitas hidup menghambat kalsineurin, fosfatase yang
pasien, pasien yang bergantung pada tiga atau dibutuhkan untuk aktivasi faktor nukleus sel-T,
lebih penggunaan kortikosteroid sistemik faktor penting dalam transkripsi gen sitokin.
dalam 12 bulan terakhir, sebagai opsi pada Siklosporin merupakan opsi lini pertama untuk
pasien dengan komplikasi penggunaan terapi DA refrakter. Penggunaan siklosporin 3-
kortikosteroid topikal atau sistemik jangka 5 mg/kg/hari untuk jangka pendek dan jangka
panjang. Kriteria derajat keparahan DA dinilai panjang (selama satu tahun) bermanfaat bagi
dengan adanya keterlibatan area permukaan anak-anak dengan DA yang berat dan refrakter.
tubuh lebih dari 20%, penilaian Scoring Atopic Terapi dimulai dengan dosis 5 mg/kg/hari
Dermatitis (SCORAD) lebih dari 40, total kemudian diturunkan menjadi 2 mg/kg/hari
SCORAD lebih dari 50, dan kualitas hidup untuk dosis rumatan minimal yang efektif.
yang buruk dinilai dari Dermatology Life Siklosporin tidak dapat dijadikan monoterapi,
Quality Index dengan nilai lebih dari 21.(2),(6) tetapi tetap memerlukan kombinasi dengan
(7),(9) kortikosteroid topikal untuk mendapatkan efek
Kortikosteroid sistemik jarang diindikasikan remisi. Efek samping jangka pendek yang
untuk terapi DA kronik. Penggunaan mungkin timbul berupa mual dan parastesia,
kortikosteroid sistemik sering menimbulkan sedangkan untuk jangka panjang dapat
kejadian rebound atau flare yang berat pada DA menyebabkan hipertensi, peningkatan kadar
saat terapi dihentikan. Penggunaan serum kreatinin serta gangguan fungsi ginjal
kortikosteroid oral jangka pendek dibatasi yang muncul dalam waktu 3-6 bulan setelah
untuk mengurangi eksaserbasi akut DA. Jika terapi.(6),(7),(9),(10),(13)
kortikosteroid oral jangka pendek diberikan, Antimetabolit seperti mikofenolat mofetil
maka diperlukan tapering-off dari dosis dan merupakan penghambat biosintesis purin yang
memulai perawatan intensif kulit, dengan digunakan sebagai imunosupresan pada kasus
menggunakan kortikosteroid topikal dan mandi transplantasi. Mikofenolat mofetil dengan dosis
secara sering diikuti dengan aplikasi pelembab, 1-2.5 gr/hari (25-50 mg/kg/hari untuk anak)
untuk mencegah rebound atau flare dari DA. telah terbukti efikasinya untuk DA derajat
Penggunaan kortikosteroid tidak sedang-berat dan dengan gejala refrakter.(6),(7)
direkomendasikan untuk terapi rumatan jangka Penggunaan dihentikan ketika penyakit tidak
panjang. Efek jangka panjang kortikosteroid berespon dalam empat sampai delapan minggu.
umumnya menyebabkan efek ketergantungan Antimetabolit lain seperti metotreksat
obat dan penekanan HPA-axis.(7),(10),(13) merupakan penghambat poten sintesis sitokin
Siklosporin merupakan obat imunosupresif dan kemotaksis sel. Metotreksat telah
poten yang bekerja pada sel-T dengan digunakan pada pasien dengan DA rekalsitran.
mensupresi transkripsi gen sitokin. Siklosporin Pada DA, dosis yang digunakan lebih besar
membentuk kompleks dengan protein

2258
yaitu 10-22.5 mg/minggu (0.2-0.7 sehat dengan mendapatkan ASI eksklusif
mg/kg/minggu).(6),(7),(10),(13) menyebabkan penurunan angka kejadian DA
Azatioprin merupakan analog purin dengan sebesar 46% dibandingkan bayi yang tidak
efek anti-inflamasi dan antiproliferatif. mendapatkan ASI.(1),(2),(6)
Azatioprin dapat digunakan untuk DA derajat
SIMPULAN
berat. Dosis awal azatioprin sebesar 0.5-1
Dermatitis atopik (DA) merupakan keadaan
mg/kg/hari, sedangkan untuk dosis
inflamasi kulit yang bersifat kronik-residif dan
maksimumnya sebesar 2-3.5 mg/kg/hari. Studi
paling sering terjadi pada masa bayi serta anak-
komparatif menunjukkan adanya penurunan
anak. Penyakit ini terjadi akibat interaksi antara
derajat keparahan DA sebesar 40% setelah 12
faktor genetik dan lingkungan. Terdapat lima
dan 24 minggu penggunaan metotreksat dan
pilar utama dalam tatalaksana DA pada anak
azathioprin.(10) Mielosupresi atau kelainan
yaitu, edukasi orangtua dan pasien,
hematologi merupakan efek samping yang
menghindari faktor pencetus, meningkatkan
signifikan pada penggunaan azatioprin.
fungsi sawar kulit, pemberian anti-inflamasi,
Azatioprin juga menunjukkan efikasi jangka
dan mengeliminasi siklus gatal garuk.
panjang yang diberikan selama enam bulan
pada anak dan remaja DA di Asia, dan
DAFTAR PUSTAKA
keparahan gejala klinis DA berkurang dalam
1. Sayaseng K, Vernon P.
tiga bulan.(1),(10) Pasien yang mendapatkan
Pathophysiology and management of
terapi azatioprin atau mikofenolat mofetil
mild to moderate pediatric atopic
menunjukkan respon terapeutik setelah
penggunaan selama 2-3 bulan. (6),(7),(10),(13)
dermatitis. J Pediatr Health Care.

Probiotik Lactobacillus rhamnosus galur GG 2017;32(2):1–12.


telah terbukti mengurangi insidensi risiko DA 2. Leung D, Sicherer S. Atopic Dermatitis
pada anak selama dua tahun pertama (Atopic Eczema). In: Kliegman RM,
kehidupan. Respon terapi lebih jelas terlihat Stanton BF, St Geme JW, Schor NF,
pada pasien dengan hasil uji skin prick positif editors. Nelson Textbook of
dan terdapat peningkatan kadar IgE. Probiotik Pediatrics. 20th ed. United States:
berperan dalam mengatur regulasi reaksi
Elsevier Saunders; 2016. p. 1118–21.
hipersensitivitas alergi dan menghambat
3. Davis D, Borok J, Udkoff J, Lio P,
pembentukan antibodi IgE dengan
Spergel J. Atopic dermatitis:
menghambat respon imun yang dimediasi sel
phototherapy and systemic therapy.
Th-2. Studi menunjukkan terdapat probiotik di
dalam air susu ibu (ASI) selain IgA dan IgG,
Semin Cutan Med Surg.

enzim antimikrobial, dan leukosit (90% 2017;36(3):118–23.


neutrofil dan makrofag). Studi prospektif 4. Lyons J, Milner J, Stone K. Atopic
menunjukkan bayi yang lahir dari ibu yang dermatitis in children: clinical

2259
features, pathophysiology, and Singapore. Ann Acad Med Singap.
treatment. Immunol Allergy Clin N 2016;45:439–50.
Am. 2015;35:161–83. 11. Thomsen S. Atopic dermatitis: natural
5. Nutten S. Atopic dermatitis: global history, diagnosis, and treatment.
epidemiology and risk factors. Ann ISRN Allergy. 2014;1–6.
Nutr Metab. 2015;66(1):8–16. 12. Waldman A, Ahluwalia J, Udkoff J,
6. Simpson E, Leung D, Eichenfield L, Borok J, Eichenfield L. Atopic
Boguniewicz M. Atopic Dermatitis. dermatitis. Pediatr Rev.
In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest 2018;39(4):180–93.
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, 13. Arkwright P, Motala C, Subramanian
editors. Fitzpatrick’s dermatology in H, Spergel J, Schneider L, Wollenberg
general medicine. 9th ed. United A. Management of difficult-to-treat
States: McGraw-Hill; 2019. p. 363– atopic dermatitis. J Allergy Clin
81. Immunol. 2013;1(2):142–9.
7. Rubel D, Thirumoorthy T, Soebaryo R, 14. McAleer M, O’Regan G, Irvine A.
Weng S, Gabriel T, Villafuerte L, et Atopic Dermatitis. In: Bolognia JL,
al. Consensus guidelines for the Jorizzo JL, Schaffer JV, editors.
management of atopic dermatitis: an Dermatology. 3th ed. United States:
Asia–Pacific perspective. J Dermatol. Elsevier Saunders; 2012. p. 208–24.
2013;40:1–12. 15. Giam Y, Hebert A, Dizon M, Bever H,
8. Berke R, Singh A, Guralnick M. Atopic Tiongco-Recto M, Kim K, et al. A
dermatitis: an overview. Am Fam review on the role of moisturizers for
Physician. 2012;86(1):35–41. atopic dermatitis. Asia Pac Allergy.
9. Boediardja S. Dermatitis Atopik. In: 2016;6:120–8.
Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi BE,
Natahusada EC, Sjamsoe-Daili E,
Effendi EH, editors. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2017. p. 167–82.
10. Tay Y, Chan Y, Chandran N, Ho M,
Koh M, Lim Y. Guidelines for the
management of atopic dermatitis in

2260

Anda mungkin juga menyukai