Anda di halaman 1dari 26

1

BAHAN BACAAN MATA KULIAH TERMOBAKTERIOLOGI BAB II


LANDASAN PROSES TERMAL

Seperti diuraikan ada Bab I (Pendahuluan) bahwa P proses


pengawetan, pada dasarnya adalah upaya mencegah atau
memperlambat laju ketiga jenis kerusakan -yaitu kerusakan kimia/
biokimia, kerusakan fisik dan kerusakan biologi- sehingga masa
simpan produk bisa diperpanjang, Pada umumnya, kerusakan biologi
pada bahan pangan merupakan jenis kerusakan yang paling dominan
menyebabkan kerusakan dan kebusukan bahan pangan, khususnya
untuk produk pangan segar seperti daging jus, susu dan lain
sebagainya.
Karena itu, perlakuan yang mampu menghambat atau membunuh
mikroba akan bisa menghambat kerusakan dan kebusukan bahan
pangan, sehingga keawetan dan kesegarannya bisa diperpanjang.
Perlakuan yang sering diaplikasikan untuk keperluan pengawetan
pangan adalah:
t0 pengendalian suhu, yaitu meningkatkan suhu
(pemanasan) atau menurunkan suhu (refrigerasi dan
pembekuan),
(iD pengendalian tingkat ketersediaan ai4, yaitu pengeringan,
dehidrasi, evaporasi, sehingga nilai au, produk kering yang
. dihasilkan menjadi menurun [lihat Gambar L.2),
(ii| pengendalian pH, yaitu menurunkan pH dengan
penambahan asam, baik ditambahkan langsung maupun
melalui proses fermentasi,
(w) pengendalian komposisi atmosfe[ antara lain dengan cara
memberikan kondisi vakum, atau pun dengan pemilihan
jenis pengemas yang sesuai, atau perlakuan lain, seperti '
iradiasi, aplikasi tekanan ultra tinggi, atau pulsed electric
field danlain sebagainy4 atau

Teknologi Proses Termal untuklndustri Pangan | 15


2
(v) penambahan bahan-bahan antimikroba dan pengawet
lainnya.
Pada Bab ini, hanya akan dibahas proses pengolahan dengan
panas dalam upaya memperpanjang masa simpan produk dan
menjamin keamanan pangan.

Pengolahan dengan Panas


Salah satu teknik pengolahan dan pengawetan pangan yang paling
banyak diaplikasikan -baik di tingkat industri maupun di tingkat
rumah tangga- adalah teknik pengolahan dengan panas. Dalam
berbagai literatu4 teknik ini sering disebut dengan istilah proses
termal (thermal process). Proses termal adalah proses pengolahan
dan pengawetan pangan dengan menggunakan panas atau suhu
tinggi.
Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi merupakan
metode pengolahan yang telah lama digunakan dan merupakan
metode fengolahan yang paling populer di industri makanan.
Aplikasi panas pada proses pengolahan pangan dimulai pada
saat manusia mulai menemukan api, yaitu ketika manusia mulai
"memasak" makanannya sehingga menjadi lebih enak mudah
dikunyah dan dicerna.
Pada tahun L795, Napoleon Bonaparte, pemimpin Perancis
menawarkan hadiah sebanyak 72,000 Francs kepada siapa pun yang
bisa menemukan cara untuk mengatasi permasalahan kekurangan
gizi dan keracunan pangan yhng sering melanda tentara Perancis
saat itu (Tucker dan Featherstone, 20Ll). Pada waktu itu, Nicholas
. Francois Appert berhasil memberikan solusi terbaik untuk mengatasi
masalah tersebut, yaitu melalui penemuan teknik mengawetkan
makanan. Proses mengawetkan yang dilakukan oleh Appert adalah
dengan cara memanaskan makanan dengan tahapan-tahapan yang
sangat sederhana sebagai berikut (i) wadah yang terbuat dari gelas
diisi dengan makanan, (ii) wadah yang telah diisi makanan tersebut
ditutup rapat (iii) wadah berisi makanan yang sudah tertutup
dipanaskan dalam air mendidih beberapa saat lalu (iv) setelah
selesai pemanasan seluruh produk kemudian didinginkan. Dengan
proses pemanasan yang sederhana ini makanan di dalam wadah
ternyata dapat menjadi awet.

76 | Teknologl Proses Termal untuklndustri Pangan


3
Pada tahun LB04,proses pemanasan mulai digunakan untuk
tujuan pengawetan. Penggunaan panas untuk pengawetan pangan,
seperti yang dipelopori oleh Nicholas Appert, dilakukan dengan
mengemas makanan dalam wadah yang tertutup rapat yang
kemudian dipanaskan dalam air mendidih. Proses pengalengan dan
p emanasan makanan ini disebut Appertisasi (Ap p ertization), s ebagai
penghargaan atas penemuan Nicholas Appert. Hanya saja Nicholas
Appert belum mengetahui mekanisme apa yang teriadi sehingga
makanan yang mendapatlan perlakuan panas menjadi lebih awet.
Tahun 1859, Louis Pasteuf,, seorang ahli mikrobiologi dapat
memberikan jawaban tentang mekanisme pengawetan dengan
menggunakan panas ini. Louis Pasteut seorang ahli Mikrobiologi,
dalam penemuannya menunjukkan bahwa mikroba adatrah yang
bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan kimia dalam
bahan yang menyebabkan kebusukan. Louis Pasteur melakukan
percobaan-percobaan pengawetan pangan yang kemudian dikenal
dengan istilah pasteurisasi, dan menunjukkan bahwa proses
pemanasan atau proses termal dapat mengawetkan makanan karena
panas dapat membunuh atau memusnahkan mikroba pembusuk
Proses termal sebagai suatu bagian ilmu mulai berkembang sejak
termokopel digunakan untuk mengukur suhu. Dengan termokopel
ini, suhu makanan dan minuman dalam botol atau kaleng dapat
diukur secara tepat dan akurat sehingga perancangan proses
yang tepat dapat dilakukan dengan baik Secara industri, teknik
pemanasan untuk mengawetkan makanan jadi berkembang sehingga
dapat memperpanjang masa simpan produkpangan beberapa bulan
sampai beberapa tahun.
Secara umum, aplikasi proses termal di industri pangan ini
bertujuan untuk:
(i) Menjamin keamanan pangan, yaitu dengan memastikan
bahwa inaktivasi mikroba penyebab kebusukan dan
penyebab penyakit telah tercapai, sehingga tingkat
keamanan pangan yang dikehendaki bisa dicapai,
(iD Meningkatkan keawetan,yaitu mempertahankan
kesegaran, mutu dan gizi pangan, sehingga mempunyai
masa simpan dan waktu pemasaran yang lebih lama, dan
(iii) Meningkatkan keuntungan usaha, dengan pemasaran
4
produk yang lebih luas, lebih lama, tetapi dengan jumlah
kerusakan yang lebih sedikit, serta risiko keamanan
pangan yang lebih kecil.
Sedangkan secara telcris, manfaat dari proses termal ini antara
lain adalah:
a) Membunuh mikroba penyebab penyakit sehingga dapat
meningkatkan keamanan pangan,
b) Membunuh mikroba pembusuk sehingga produk bisa
lebih awet,
c) Menginaktivasi enzim perusak sehingga mutu produk
lebih stabil selama penyimpanan,
d) Kadang-kadan& menyebabkan perubahan warna, tekstul
cita rasa sehingga menjadi lebih disukai, atau bisa juga
meniadi kurang.disukai, sehingga proses panas perlu
dikendalikan supaya tetap bisa menghasilkan produk
pangan yang bisa diterima oleh konsumen,
e) Menyebabkan perubahan daya cerna makanan, misalnya
protein akan mengalami denaturasi dan karbohidrat
akan mengalami gelatinisasi karena proses pemanasan,
sehingga akan berpengaruh pada daya cernanya,
f) Pada beberapa produk pangan, pemanasan akan
menyebabkan rusak atau hilangnya beberapa komponen
anti gizi (misalnya inhibitor tripsin pada produk
leguminosa) sehingga menguntungkan dari sisi gizi.
Lagi-lagi, hal ini menekankan pentingnya pengendalian
proses panas, sehingga untuk mencapai tujuan
menginaktivasi (i) mikroba penyebab penyakit sehingga
dapat meningkatkan keamanan pangan (manfaat a), [ii)
mikroba pembusuk sehingga produk bisa lebih awet
fmanfaat b) dan (iii) enzim perusak sehingga mutu
produk lebih stabil selama penyimpanan (manfaat c)
tetap tercapai, tetapi perlu dilakukan sedemikian rupa
sehingga meminimalkan tingkat kerusakan $zi yang
terjadi.
Di industri pangan, proses pemanasan dapat diaplikasikan
pada berbagai tahap pengolahan yang berbeda, tergantung pada
tujuan pemanasannya. Pemasakan (cooking) adalah pengolahan
pangan dengan panas yang paling umum, bahkan diaplikasikan 5
sejak ditemukannya api. Tidak hanya untuk tujuan meningkatkan
palatabilias suatu produk pangan, pemasakan juga berpengaruh
pada pengawetan pangan.
Selain untuk keperluan pemasakan f cooking, pemanasan juga
digunakan untuk proses penghangatan kembali (rewarming) dan
pelelehan (thawing) makanan. Teknik penghangatan kembali
ini berkembang sejalan dengan kebutuhan hidup praktis, dimana
konsumen tidak punya banyak waktu untuk menyiapkan pangannya.
Dengan formulasi dan proses khusus, berkembanglah produk
pangan yang segera siap dikonsumsi hanya dengan perlakuan
penghangaan kembali, yang dapat dengan mudah dilakukan dengan
oven. Perkembangan teknologi oven gelombang mikro (microwave
oven) juga memicu pertumbuhan industri pangan praktis ini-
microwavable foods, misalnya. Pemanasan untuk tujuan pelelehan
banyak diaplikasikan pada industri pengolahan daging. Sebagai
bahan mentah, dagingumumnya disimpan pada kondisi beku.
Untuk memudahkan proses selanjutnya, maka diperlukan proses
pelelehan. Karena itulah berkembang berbagai teknik pelelehan
yang bisa dilakukan secara cepat dan aman serta tidak menyebabkan
permasalahan mutu.
Selain itu, prinsip pemanasan juga diaplikasikan pada proses
pemanggan gan (baking), penggorengan (frying), penyangraian
(roasting) dan lain sebagainya. Masing-masing teknik pemanasan
ini telah berkembang dengan pesat di industri pangan. Namun
demikian, buku ini tidak membahas mengenai hal itu. Secara khusus,
buku ini membahas proses termal yang sering diaplikasikan dalam
industri pengolahan, untuk tujuan pengolahan dan pengawetan
pangan. Sehingga jumlah, takaran atau dosis panas yang diberikan
perlu dikuantifikasi dan dikendalikan dengan baih untuk mencapai
tingkat keamanan sesuai dengan standar yang ditetapkan dan
sekaligus mencapai umur simpan yang diinginkan.
Pembahasan proses termal pada buku ini akan difokuskan pada
proses (i) pasteurisasi dan (ii) sterilisasi, Namun demikian, pada
Bab ini, akan dibahas pula proses termal pendahuluan yang sering
diaplikasikan pada industri pangan -termasuk industri pangan
dengan prinsip pasteurisasi dan sterilisasi-.

Teknologi Proses Termal untuklndush:i Pangan I L9


Blansir: Proses Termal sebagai Perlakuan Pendahuluan 6
Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang bertujuan
untuk memperbaiki mutu buah dan sayuran sebelum dilakukan
proses lanjutan. Iadi proses blansir bukan merupakan proses
pengawetan utama, tetapi merupakan proses perlakuan
pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan dalam suatu
proses pengolahan buah dan sayuran seperti proses pengeringan,
pembekuan, atau bahkan proses termal seperti pengalengan pangan
(Gamb ar 2.1).

Penambahan Pengisian
Medium Kedalam

Gambar 2.1. Tahapan umum proses pengalengan buah dan


sa!ruran, dimana'tahap blasir merupakan
tahap pemanasan awal

Karena itu, tujuan dari perlakuan blansir ini antara lain juga
sangat tergantung pada tahapan proses lanjutannya tersebut.
Pengaruh blansir pada produk pangan antara lain adalah (a)
inaktivasi enzim, (b) inaktivasi mikroba sehingga bisa mengurangi
jumlah mikroba awal (terutama mikroba pada permukaan bahan
pangan, buah dan sayuran), (c) pelunakan telstur buah dan saJruran,
sehingga mempermudah proses pengisian buah dan sayuran tersebut
pada wadah, (d) mengurangi kandungan udara (oksigen) pada
jaringan buah dan sayuran, sehingga (i) meminimalkan kerusakan

20 I Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan


7
oksidasi selama penyimpanan dan (ii) membantu terbentuknyahead
space yang baik pada proses pangalengan buah dan sayuran.

Blansir untuk inaktivasi enzim


Proses blansir untuk menginaktivasi enzim sangat penting
terutama untuk buah dan sayuran yang akan dibekukan atau
dikeringkan. Hal ini disebabkan karena suhu maksimum yang
akan diterima oleh buah/sayuran pada proses pengeringan dan
pembekuan tidak akan cukup mampu untuk menginaktivasi enzim.
Karena itulah maka inaktivasi enzim hendaknya tercapai pada
perlakuan pendahuluan, yaitu blansir. |ika buah/sayuran tidak
dikenai perlakuan blansir maka akan terjadi perubahan sifat mutu
sensori dan gizi yang tidak dikehendaki, terutama selama proses
penyimpanan. Enzim yang menyebabkan kerusakan mutu (sensori
dan gizi) pada sayuran dan buah-buahan adalah lipoksigenase,
polifenolase, poligalakturonase, dan khlorofilase.
Intensitas pemanasan untuk proses blansir sangat penting
untuk dikendalikan. Diketahui bahwa terdapat enzim pada buah
dan sayuran yang terkenal tahan panas, yaitu enzim katalase dan
peroksidase. Kedua enzim tahan panas ini tidak menyebabkan
kerusakan pada buah dan sayuran, namun karena sifat ketahanan
panasnya yang tinggi maka kedua enzim tersebut, terutama
peroksidase, digunakan sebagai enzim indikator bagi kecukupan
proses blansir. Tidak adanya aktivitas peroksidase pada buah dan
sayuran yang telah diblansir menunjukkan bahwa enzim-enzim
yang lain juga telah terinaktivasi dengan baik. Uji ini sering disebut
sebagai uji peroksidase. Uji peroksidase cukup sederhana, dilakukan
dengan menambahkan larutan guaiacol dan hidrogen peroksida
(HzOr). fika terbentukwarna cokelat maka hal itu menandakan
bahwa enzim peroksidase masih aktif.

Metode blansir
Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan
pada suatu ruangan yang berisi uap panas ataupun kolam air panas.
Peralatan demikian biasanya sangat sederhana dan cukup murah.
Berdasarkan pada medium pemanasnya, maka peralatan blansir
(blancher) dibagi menjadi dua (Gambar Z.Z),yaitu alat blansir dengan

TeknologiProsesTermaluntuklndustriPanganl 27
8

Alat blansir dengan air Panas

Alat blaneir dengan uap

Gambar 2.2. Peralatan blansir; (A) blansir dengan air panas dan
(B) blansir dengan uaP

uap (steamblancher) dan alatblansir dengan air panas (hot-water


6iniher). Secara umum, perbandingan antara alatblansir dengan
uap dan alat blansir air panas dapat dilihat pada Tabel 2'L' - -
Pengoperasian peralatan blansir perlu memperhatikan faktor
yrrrg -"*.ngaruhi kerusakan mutu pangan, khususnya kerusakan
Lo*porr"n-komponen mineral, vitamin dan komponen larut air
lainnya. Kehilangan vitamin (Tabel 2.2) terutama disebabkan karena
terjadinya pelepisan (Ieaching),kerusakan karena panas (thermal
destructi on) dan oksidasi.
. Besarnya kerusakan terutama dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
oVarietas
o Tingkatkemasakan/kematangan
o Metode penanganan (terutama tingkat pemotongan,
pengirisin, dan lain-lain yang memengaruhi rasio luas
permukaan/volume bahan)
. ienis medium pemanas dan pendingin yang digunakan
(lihat
Tabel2.2)
o Lama dan suhu pemanasan
o Rasio air/bahan yang diblansir (terutama jika digunakan air
sebagai medium pemanas ataupun pendingin)'

22 | Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan


Tabel 2.1. Perbandingan keuntungan dan kerugian antara
9
(A) blansir dengan air panas dan
(B) blansir dengan uap

Peralatan Keuntunsan Kerusian


Hot-water . Bia)ra modal lebih o Kerusakan/kehilangan
blancher rendah komponen larut air cukup
. Penggunaan energi tinggi (termasuk vitamin,
dari air panas lebih mineral dan gula)
efisien o fumlah limbah dan biaya
pengolahan limbah tinggi
o Terdapat risiko kontaminasi
bakteri, terutama bakteri
termofilik
Steam Kehilangan komponen Bahan pangan hanya
blancher larut air dapat ditekan mengalami proses
Produksi limbah pencucian dan pembersihan
lebih rendah (biaya secara terbatas
pembuangan limbah Memerlukan biaya modal
lebih murah) yang lebih tinggi
Lebih mudah untuk Mungkin terjadi proses
dibersihkan blansir yang tidak merata
jika jumlah produkyang
diblansir cukup besar
Penggunaan energi panas
dari uap panas kurang
efisien

Dalam bentuk yang paling sederhan4 peralatan blansir terdiri dari


konveyor berupa skrin yang akan membawa bahan pangan masuk
ke dalam uap. Waktu tinggal.(residence tme) bahan pangan dalam
ruangan blansir ini dapat dikendalikan dengan mengatur kecepatan
konveyor.
Secara umum, proses blansir bukanlah proses utama untuk
pengolahan dan pengawetan pangan. Namun demikian, proses
blansir mempunyai peran penting dalam pengawetan, khususnya
jika produk tersebut akhirnya diproses/diawetkan dengan teknik
pembekuan dan/atau pengeringan.
10
Tabel 2.Z.Pengaruh berbagai metode blansir terhadap
kerusakan vitamin C pada beberapa sa5ruran*

Kerusakan Vitamin C [o/o)


Perlakuan Blansir Kacang Polong Buncis
Brokoli (oreen
{oeasl beanl
Blansir dengan air panas +
29,1 38,7 15,1
Pendineinan densan air dinsin
Blansir dengan air panas +
Pendinginan dengan udara 2s,0 30,6 19,5
dinoin
Blansir dengan uap panas +
24,2 22,2 L7,7
Pendinpinan denean air dinsin
Blansir dengan uap panas +
Pendinginan dengan udara 14,0 9,0 18,6
dinsin
* Cummingetal. 1981

Pertimbangan Utama dalam Perancangan Proses Termal


Proses termal merupakan proses utama untuk meningkatkan dan
menjamin keamanan dan keawetan pangan. Dalam hal ini, tujuan
pertama dan utama dari proses termal dalam pengolahan pangan
adalah untuk (i) memberikan jaminan keamanan pangan dengan
membunuh mikroba penyebab penyakit dan [ii) memperpanjang
masa simpan dengan membunuh mikroba penyebab kerusakan
pangan. Karena itu, untuk merancang proses termal yang tepat
sesuai tujuan tersebut, pertama sekali perlu dipahami tentang sifat
intrinsik bahan pangan yang paling dominan memengaruhi proses
termal.
Dalam hubungannya dengan keamanan pangan, maka produk
pangan pada dasarnya berperan sebagai sumber gSziyangbaikbagi
kehidupan, termasuk bagi pertumbuhan mikroba, baik bakteri,
kapang dan/atau khamir. Pertumbuhan mikroba ini selain bisa
menyebabkan kebusukan, bisa pula menyebabkan penyakit jika
dikonsumsi oleh manusia. Karena itu, berbagai Badan Otoritas
Keamanan Pangan telah mendefinisikan dan mengategorikan produk
pangan.berdasarkan pada potensi bahayanya. Sebagai contoh produk
Pangan dengan Potensi Bahaya (PPB) ata\"Potentially Hazardous
Food/PHF didefinisikan oleh Institute of Food Technologists dan
United States Food and Drug Administration (USDA)Ipada laporannya
yang berjudul "Evaluation and Definition of Potentially Hazardous 11
Foods" sebagai "bahan pangan yang memerlukan pengendalian suhu/
waktu yang tepat untuk membatasi pertumbuhan patogen atau
pembentukan racun yang bisa mengancam kesehatan publik'. Secara
sederhana karakteristik intrinsik yang dominan memengaruhi
potensi bahaya bahan pangan adalah nilai aktivitas air (a*) dan
keasaman (pH). Berdasarkan pada nilai a* dan pH, bahan pangan
dapat dikelompokkan dalam 3 golongan berdasarkan pada tingkat
potensi bahayanya [Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Tingkat potensi bahaya bahan pangan berdasarkan


pada nilai a* dan pH

Kelompok pertama adalah bahan pangan yang mempunyai nilai


a*> 0,85 dan pH >4,6 merupakan bahan pangan dengan potensi
bihaya yang tinggi (T). Dengan karakteristik basah (a* > 0,85) dan
tidak asam (pH >4,6), produk segar dagin& unggas, telu5, susu, ikan
merupakan produk dengan potensi bahaya yang tinggi.
@"rcmpemdrecontTolblimitpathogengrowthortortnformationthatconsfiartesa
threatto publichealth"lFT/FDA Evaluation and Definition ofPotentially Hazardous Foods, Comprehensive
Reviews in Food Science and Food Safety, April 2003 - Vol, 2 tssue s2 Page 3-109. Tersedia online pada
http://www.blackwell-synerry.com / toc/ crfs/ 2 / sZ

Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan I 25


12
Kelompok kedua, adalah bahan pangdn yang (i) nilai a > 0,85
tetapi nilai pH < 4,6, dan/atau (ii) nilai pH > 4,6 tetapi nilai a,, < 0,85.
Kelompok ini merupakan kelompok dengan potensi bahaya medium
(sedang S). Kelompok S-1, yaitu pangan tidak asam tetapi kering
(pH 2 4,5 tetapi a*<0,85) sering pula disebut sebagai a,-controlled
foods. Kelompok S-2 adalah bahan pangan basah tetapi asam (a*>
0,85 tetapi pH < a,6) yang sering disebut sebagai acidified foods atau
pH- controlled foods. Kelompok S ini umumnya relatif lebih awet
dan mempunyai potensi bahaya lebih rendah daripada kelompok T.
Kelompok ketiga adalah kelompok pangan kering dan asam (a-<0,85
dan pH<4,6), )rang umumnya relatif awet dan potensi bahayanya
rendah (rendah, R1.
Dalam kaitannya dengan upaya menjamin keamanan
pangan melalui proses terr4al, maka proses pengolahan harus
memperhatikan karakteristik nilai a* dan pH bahan pangan ),ang
akan diolah. Tujuan utama kedua dari proses panas adalah untuk
mengawetkan produk pangan. Pada kenyataang/El, jumlah panas
yang diperlukan untuk mencapai tingkat keawetan tertentu yang
diinginkan juga sangat ditentukan oleh nilai a* dan pH produk
pangan. Sekali lagi, tingkat sterilisasi (akan'dinyatakan sebagai nilai
FrJ atau tingkatpasteurisasi (akan dinyatakan sebagai nilai P) yang
diperlulon akan sangattergantung pada karakteristik a* dan pH
bahan pangan )rang dipanaskan, serta tingkat keawetan yang ingin
dicapai (Gambar 2.4).

Pasteurisasi
Proses pemanasan ini diberi nama sesuai dengan nama seorang
ahli mikrobiologi Perancis )rang menemukan proses pasteurisasi,
yaitu Louis Pasteur. Awalnya proses ini dikembangkan sebagai
upaya untuk mencari metode pengawetan minuman anggur (wine).
Pasteur menunju}kan bahwa proses pembusukan pada minuman
anggur dapat dicegah jika anggur dipanaskan pada suhu 50qC selama
beberapa waktu.
Secara umum,pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu
yang relatif rendah (urpumnya < 1000C) pada waktu yang bervariasi
yaitu dari beberapa detik sampai beberapa menit tergantung pada
suhu pasteurisasi dan produkyang akan diaWetkan, dengan tujuan

25 I Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan


131

r' Dikemasdan ditutup


dengan kedap (hermetis)
r' Awetpada suhu ruang
(shelf stablel
/ Tidak memerlukan
refrigerasl
r' Contoh : Sardine, tuna dalam
kalengsusu steril, dll

/ Dikemas dan ditutup


dengan kedap (hermetis)
r' Hanya beberapa hari pada
suhu refrigerasi
r' Harus rgfrigerasi
r' Contoh : Susu pasteurisasl,
dagingudang; kepeting dan
hasillaut lainnya

$"ro"

r' Dikemasdan ditutup


dengan kedap (hermetis)
/ Awetpada suhu
refrifensi (shelf stable)
/ Harus refrigerasi
r' Contoh: Sari buah, sos
tomat, dll

Gamb ar 2.4. Desain proses termal perlu disesuaikan dengan


karakteristik produk (a* dan pH) serta tingkat
keawetan yang diinginkan. [Sebagai faktor kehati'
hatian, dalam beberapa literahrr batas pH yang
digunakan adalah 4,5I

Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan I 27


14
untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga
bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya
awet beberapa hari (misalnya produk susu pasteurisasi, Kasus B,
Gambar 2.4) sampai beberapa bulan (misalnya produk sari buah
pasteurisasi, Kasus G Gambar 2.4).
Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi
mikroorganismg namun pasteurisasi ini sering diaplikasill<an
terutama jika :
o
Dikftawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi
akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu fmisalnya pada
susu)
o Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh
mikroorganisme patogen [penyebab penyakit misalnya pada
susu) atau inaktivasi'enzim-enzim yang dapat merusak mutu
(misalnya pada sari buah)
o Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang
utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas
(misalnya khamir/ragi pada sari buah)
o Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang
dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa
, .mikroorganisme yang masih ada sbtelah proses pasteurisasi
dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut
(misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan,
pengemasan yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau
asam, dan lain-lain.

fadi, secara umum tuiuan utama pasteurisasi adalah untuk


memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk '
toksin, mauilun pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat
dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi di antaranya adalah
bakteri penyebab penyakit seperti My co b a cterium tub ercul o sis
penyebab penyakit TBC, Salmonella, penyebab penlqkit kolera
dan tifus, sertaShigella dysentriae penyebab t disentri. Di
samping itu, pasteurisasi juga dapat me bakteri-bakteri
pembusuk yang tidak berspora seperti Achromobacter,
Lactob acillus, Leuconosto c, Proteus, Aerobacter serta
kapang dan khamir.

28 lTeknologiProsesTermaluntuklndir:d'.h,,.ffi,.'
.. ..:.il:i:;l*i:rltlir,
Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 mendokumentasikan berbagai kondisi 15
dan tujuan pasteurisasi untuk beberapa produk pangan yang
berbeda.

Tabel 2.3. Kondisi dan tuiuan pasteurisasi dari beberapa


produk pangan

f enis Tujuan Utama Tujuan Kondisi Minimum Catatan/Pustaka


Produk Pasteurisasi Sampingan/ Proses Pasteurisasi
Pangan Ikutan
.,..
o ij;..,,,,:,,,r,P[l; < {r$,,,
Membunuh
Inaktivasi enzim mikroorga- o 650C, 30 menit,
Sari buah (pektinesterase dan nisme pembu- o 770C,1 menit,
poligalakturonase) suk (kapang a 880C, 15 detik
dan khamir)
FDA Recommended
Pasteurization
Time/Temperatures
Menginaktivasi (http: I / extension.
parasit psu.edu /tood/
Cryptosporodium Membunuh 7LoC,6 detih safety / course-
parvum fdalam coli
E. 74oC,2.8 detih follow-up-
Sari Buah
bentuk oocyst). OL57:H7, 77oC,1.3 detih information/juice-
Apel
Taget minimum dan bakteri 79oC,0.6 detih haccp-resources/
(pH <4,0)
mengurangi patogen atau food-safety-juice-
[5-log) oocysts lainnya. 82"C,0.3 detik haccp-regulations/
Cryptosporidium FDAo/o20
parvums. Recommendedo/020
Pasteurizatrono/o?0
Time.pdf /at-
download/file)
Membunuh
Pasteurisatio n O ptions
mikroorganisme
pembusuk (khamic
65-690C, 20 for Breweries. hrtp:/ /
menit [dplam www.ret.gov.au/
Lactobacillus
botol) energy f Documents/
sp.) dan sisa
Bir 72-750C, L-4 best-practice-
khamir/ragr yang
menit, pada guides/enerry-
ditambahkan pada
tekanan 900- bpgpasteurisation-
proses fermentasi
1000 kPa opti o ns-fo r-breweries.
(Saccharomyces
pdf
sp.)

3
Parasit Cryptosporodium patyum bersifat lebih tahan panas daripada E. coli OL57:H7

Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan I 29


16
Tabel 2.3. Kondisi dan tujuan pasteurisasi
dari beberapa produk pangan (lanjutan)
o , PH>45
Membunuh
Membunuh
mikroorganisme
mikroorg-
patogen
anisme
Susu (Brucella abortis, Lihat Tabel2.4
pembusuk
Mycobacterium
dan beberapa
tumerculosrq,
enzim
Coxiella burnettif)
Telur Requirements for egg
(whole o 64oC, 2,5 menit processors - NSW
egg) cair Membunuh Membunuh Food Authority
Kuning mikroorganisme mikroorga- (http:/ /www.
patogen, nisme o 60oC, 3,5 menit foodauthority.nsw.
telur cair
Salmonella sp. pembusuk gov.auf
Putih -Documents/
o 55oC, 9,5 menit industry-pdf/egg-
Telur cair processors.pdf)
. 76.7 "C (170 oF),
1 menit
Membunuh
mikroorganisme
o 85 "C(185 oF),
Ikan,
pembusuk 1 menit [dalam
hasil laut Peningkatan
kemasan kaleng
(seafoods: masa simpan
401x301)
Blue Crab
Meat) Proses LZ D, C. o 85 "C(185 "F),
botulinum tipe E 4.2 menit
Proses > LZD, C. o 85 'C(185 "F),
botulinum tipe E 31 menit

Dengan demikian maka secara umum proses pasteurisasi


dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi
enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap
panas (terutama khamia kapang, dan beberapa bakteri yang tidak
membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/
penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses
pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses
pasteurisasi ini dipengaruhi oleh beberapa karakteristik bahan
pangan terutama oleh nilai pH. Tahapan umum proses pasteurisasi
produk pangan bisa dibedakan menjadi dua, yaitu pasteurisasi
dilakukan setelah produk diisikan ke dalam wadah, dan pemanasan
produk sebelum produk diisikan ke dalam wadah, sebagaimana bisa
dilihat pada Gambar 2.5.

30 | Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan


Tabel 2.4. Kondisi pasteurisasi susu dan produk-produk susul 17

lenls Pasteurlsasi Susu daD berbagal re s suhu Waktu


Dmduk bcrbrsis susu
Pasteunsasl secara Susu 145.F t62.8"C1 30 menit
,otci, henggunakan Produk keltal atau produk
angki pemanas dengan kandungan lemak
1s0'F [6s.6"CJ 30 menit
(vot) lebih dari 10%, atau
densan penambahan gula
Egg nog1, frozen dessert
mixes, seperti adonan es 1s5"F [68.3"C] 30 menit
I(im
Pasteurisasi dengan Susu r67"F (77.7'C1 15 detik
slstGm kontinu Prcduk kental, atau produk
(continuous, h0h dengan kandungan lemak
t66"F (74.4'C) 15 detik
tempemture short lebih dari 10%, atau
tune, HTST) dengan penambahan gula
Egg nog, Irozen dessett
miLes, seperd adonan es 17S"F (79.4'C) 25 detik
krim
Egg nog,fozen detsert
mD(et seperti adonan es 180'F (82.2'C) 15 detlk
krim
Berkeslnambunga4 191.F 188.3'Cl 1 detik
(hlgher heat shortur 194"F r90'Cl 0.5 dedk
time, HHSrJ 201"F t93.8'C) 0.1 detik
Susu
204"F (96.2'C) 0.05 detik
212'F (100"C',) 0.01 detik
Proses
berkesinambuga[ Susu dan lo'im 280'F (137.8'C) 2 detik
ultrapasteurlsasi
1 \DFA Pasteurization: DeJinition and Methods. Tersedia online di hfiPt/ /www.idfe.otgl
les/24g-Pasteurization%2ODefi nition%20and%20Methods.pdf
fi
**) Egg nog adalah fiinuman berbasis susu dan lcim Sula dan telur

T€hologl Pros.s TErnal untuk Industrl Pangan I 3l


18

o.N
Gambar 2.5. Tahapan -tahapan pengolahan pangan dengan
prinsip pasteurisasi konvensional secara batch
(A) dan pasteurisasi digabung dengan
pengemasan aseptis

Proses pasteurisasi dengan pengemasan secara aseptis biasanya


dilakukan dengan sistem kontinu (continuous) menggunakan alat
penukar panas, dan setelah itu produk masuk ke sistem pengisian
secara aseptis [Gambar 2.6).
Secara umum, proses termal untuk produk dengan a*" )
0.85 dan pH < 4,6 atau pH > 4,6 dan 3*( 0.85 sering dilakukan
dengan target reduksi 6 desimal (6D process) untuk populasi
C. Botulinum non-proteolitih yang akan menghasilkan produk
dengan daya awet tergantung pada GMP. Reduksi 6 desimal ini
ekuivalen dengan dengan nilai P [P-value) - L0 menit, yaitu 6
x 1.7 menit, dimana nilai D untuk C. Botulinum non-proteolitik
adalah L,7 menit. Untuk produk berbasis tomat, misalnya, sering
dipanaskan pada suhu 93.3oC selama 5 menit [pH 4.0 - 4.3)
atau 10 menit untuk produk dengan pH antara 4,3 sampai 4,6.

32 I Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan


19
Air pendingin

3. Pemanas
(penukar panas,
type tabung)
noilm, 4. Tabung atau sel
$hffit penahan (holding
tuftrgmt[ tube)
sltrynnrydrnmdartg 5. Pendingin
nhtts,re/ihil (penukar panas,
type tabung)

Gambar 2.6. Integrasi proses pasteurisasi sinambung


(menggunakan alat penukar panas) dengan sistem
pengisian secara aseptis

Isi Panas (Hot FilII)


Teknologi isi-panas atau"hotfit' merupakan salah satu varian
teklologi pengolahan dan pengawetan dengan panas yang telah
terbukti efektif, terutama untuk produk panganberasam i-inggi (nilai
pH < 4.6), mampu menghasilkan produk yang tetap aman
fa*etl
disimpan pada suhu kamar biasa. sebagaimana ditunjukkan aari
namany4 maka teknologi isFpanas adalah teknik pengolahan dan
pengawetan dimana produk diisikan ke dalam wadah atau
kemasan
akhir [fhr'shed containers) dan kemudian ditutup pada kondisi
produk masih panas, kemudian baru didinginkan. pertan5raannya
adalah seberapa panas yang dimaksud dengan proses isi-panas
ini?
Dalam hal ini, isi-panas dikarakterisasi denganiuhu yangcukup
tinggi untuk memastikan bahwa semua produk di daiam wadatr
berada di atas atau sama dengan suhu ying diresepkan ketika produk

Teknologi Proses Termal untuk Industri pangan


I 33
wadah yang berisi produk tersebut dilakukan penutupan. Suhu yang
dimaksud adalah suhu yang mampu menyebabkan produk bebas 20
dari milcoorganisme yang bisa tumbuh dalam produk tersebut pada
suhu ruang penfmpanan. Teknologi ini sangat sederhana, dan saat
ini banyak digunakan oleh industri pangan, terutama industri pangan
berasam tinggi, seperti industri minuman, ius buah, saus tomat, dan
lain sebagainya.
Dalam praktiknya, bisa saja produk dipanaskan dengan
menggunakan alat penukar panas (heat exchangerJ sampai mencapai
suhu tertentu, lalu dikirimkan ke alat pengisi dalam keadaan panas,
diisikan ke dalam wadah, dilakukan penutupan, kemudian wadah
tertutup direbahkan atau dibalik sekitar 3 menit dan selaniutnya
didinginkan. Perebahan atau pembalikan wadah diperlukan untuk
memastikan bahwa pemukaan dalam tutup juga terpapar dengan
prod,uk pangan panas untuk keperluan dekontaminasi atau inalitivasi
milrroba yang mungkin ada. Proses penutupan ketika produk
masih panas juga merupakan hal yang kritis. Hal ini disebabkan
karena dalam kondisi panas, uap air akan mengusir udara pada
ruang kosong dalam kemasan, diganti dengan uap air panas.
Setelah pendinginan, uap air ini akan terkondensasi sehingga akan
menciptakan kondisi vakum, memberilian kondisi anaerobih kondisi
yang tidak mendukung pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Sebagaimana dinyatakan di depan, teknologi isi-panas ini
populer diaplikasika& antara lain, di industri minuman, karena
sederhana dan tidak memerlukan perlengkapan yang mahal, mampu
memberikan masa aman (masa awet) yang lama, terutama untuk
produk berasam tinggi. Tahapan-tahapan umum untuk proses isi
panas ini diilustrasikan pada Gambat 2.7. Karenaproses isi panas
ini selalu diikuti dengan proses penahanan (holding) wadah tertutup
dalam kondisi rebah atau terbalik maka dalam berbagai pustaka
proses ini juga sering disebut sebagai proses isi-panas-tahan atau
"hot-fill-hold'.
Efektivitas teknologi isi-panas ini pertama sekali ditentukan oleh
seberapa besar proses panas sebelum proses pengisian. Seperti
terlihat pada Gambar 2.7, produk pangan perlu dipanaskan sampai
sekitar 90-95"C selama 15-30 detik, tergantung pada nilai pH dan
kondisi mikrobial produknya. Setelah mencapai proses panas ini

34 | Telmologt Pros€s Termal unu* IndusEi Pangan


[90-95oC selam a L5-30 detik), produk kemudian
diisikan ke dalam 21
wadah, ditutup, dibalik posisinya, ditahan, dan didinginkan secara
konduksi.

Gamb ar 2.7. Tahapan-tahapan pengolahan pangan dengan


teknologi isi-Panas

proses panas semacam ini ekuivalen dengan proses pasteurisasi,


dengan tujuan untuk membuat produk stabil fawet) secara
mikrobiologi. Perlakuan pasteurisasi ini secara efektif akan
mengina}tivasikan kapatrB, khamir dan bakteri tahan asam yang
terdapat pada produk. Sebenarnya, mikroorganisme jenis ini jarang
menyebabkan risiko kesehatan, tetapi mikroorganisme ini bisa
menimbulkan kebusukan produk yang bisa mendatangkan kerugian
ekonomi yang besar. Bakteri tahan asam yang berkaitan dengan
proses isi-panas pada produk minuman adalah Lactobacillus dan
Leuconostoc. Proses pemanasan pada suhu 90-95oC selamaL5-30
detik ini akan memberikan reduksi sekitar 5D - 7D.
Untuk memastikan efektivitas proses isi-panas ini, maka
diperlukan sistem pengendalian yang tepat untuk pengendalian
produk dan proses isi-panas, termasuk proses dekontaminasi

Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan I 35


22
wadah dan penuhrpnya. Selain dari sisi parameter atau kriteria
mikrobiologi bahan yang akan dipanaskan, hal yang sangat kritis
perlu dikendalikan adalah nilai pH produk Nilai pH ini merupakan
faktor penting untuk pengolahan pangan, khususnya jika akan
diaplikasikan proses panas sebagai cara untuk menginalGirrasi
mikroorganisme. Karena itu, maka pengendalian pH selama proses
produksi perlu dilakukan secara teratu4 menggunakan alat pH-meter
yang terstandardisasi dan terkalibrasi dengan baik Dalam hal ini
perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan nilai pH adalah nilai
kesetimbangan pH setelah proses pemanasan.
Parameter proses isi-panas yang kritis untuk dikendalikan adalah
proses pemanasan, khususnya suhu (Tn,16) dan waktu (hru) pada
tabung penahan (holding fitbe atau holding ceII), suhu pada saat
pengisian dan penutupan wadah (To,,n ), dan waktu penahanan
wadah dalam kondisi rebah atau terbalik (t). Untuk parameter suhu
dan waktu pemanasan )rang samA nilai pasteurisasi yang diterima
produktentu sangat ditentukan oleh dimensi produk Sedangkan
suhu pengisian sangat erat kaiAnnya untuk meminimalisasi waktu
proses dan unttrk memastikan tercapainya nilai pasteurisasi yang
culmp. Dilaporkan bahwa proses isi-panas dengan proses parameter
seperti dijelaskan di atas culmp untuk memastikan bahwa produk
yang dihasilkan akan mempunyai masa aman yang lama pada suhu
ruang.

Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses panas yang dilakukan pada suhu tinggi,
> 1000C dengan tujuan memusnahkan mikroorganisme patogen
dan pembusuk Pada proses sterilisasi produk pangan, kondisi
steril yang absolut sulit dicapai, karena itu ada istilah sterilisasi
komersial. Sterilisasi komersial yaitu suatu kondisi yang diperoleh
dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggr dalam
periode waktu yang culmp lama sehingga tidak ada lagi terdapat
mikroorganisme hidup. Pengertian sterilisasi komersial ini
menunjukkan bahwa bahan pangan yang telah mengalami proses
sterilisasi mungkin saja masih mengandung spora bakteri fterutama
bakteri non-patogen), namun setelah proses pemanasan spora
bakteri non-patogen tersebut bersifat dorman (tidak dalam kondisi

36 | Teknologi Proses Termal unhrk Industri Pangan


aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan
jika produktersebut disimpan dalam kondisi normal. Dengan 23
demikian maka produk pangan yang telah mengalami sterilisasi
akan mempunyai daya awetyang tinggi, beberapa bulan sampai
beberapa tahun.
Secara khusus, USFDA -misalnya, mempersyaratkan bahwa
untuk produk pangan dengan pH>4,6 dan a*>0,85 (Gambar 2.4
Kasus A)- juga disebut sebagai pangan berasam rendah (low-
acidfoods)- yang diberi perlakuan panas untuk mencapai tingkat
sterilisasi komersial sehingga produk akhirnya akan awet (shelf
stable) tanpa perlu refrigerasi, maka proses pemanasannya harus
divalidasi untuk memastikan persyaratan keamanan pangan.
Pada produk pangan berasam rendah, dimungkinkan adanya
pertumbuhan bakteri pembentuk spora yang tahan panas, sehingga
proses pemanasan pada sterilisasi komersial terutama bertujuan
untuk inaktivasi spora bakteri, terutama spora bakteri patogen
yangtahan panas. Karena itu, persyaratan keamanan pangan
steril komersial adalah bahwa peluang ditemukannya spora C.
botulinumyang masih al*if (capable of growing) d4lam produk
dalam kemasan adalah sebesar 10'e, atau dengan kata lain, telah
terjadi pengurangan populasi C. botulinum sebesar 12 siklus log
dengan asumsi bahwa jumlah awalnya < 1000 spora per kemasan.
Kriteria yang disebutkan kedua itulah yang melahirkan konsep
proses LZD yangbanyak dikenal sampai sekarang. Namun, perlu
ditekankan bahwa konsep 12D itu memenuhi persyaratan standar
USFDA, jika dan hanya jika, asumsi tentang jumlah awal spora per
kemasan dipenuhi, yaitu S 1000. Asumsi ini tidak lain menyatakan
bahwa ada standar sanitasi dan higiene, serta praktikgood
manufactnring practicesyang harus dipenuhi dan selalu dimonitor
dan dikendalikan dengan balk.
Selanjutny4 produk pangan yang telah mengalami sterilisasi
seharusnya dikemas dengan kemasan yang kedap udara untuk
mencegah terjadinya kontaminasi. Kondisi pengemasan kedap
udara ini menyebabkan terbatasnya jumlah udara (oksigen) yang
rendah, sehingga mikroorganisme yang bersifat obligat aerob tidak
akan mampu tumbuh pada produk pangan tersebut. Namun yang
perlu diperhatikan adalah mikroorganisme (terutama spora) yang

Teknologi ProsesTermal untuklndustri Pangan | 37


bersifat fakultatif atau obligat anaerob, yang jika tidak diperhatikan 24
dengan saksama akan mampu menyebabkan terjadinya kebusukan.

Optimasi : Memilih Proses Panas yang Tepat


Telah dikemukakan bahwa tujuan utama proses panas adalah
untuk (i) memberikan jaminan keamanan pangan dengan membunuh
mikroba penyebab penyakit dan sekaligus (ii) memperpanjang masa
simpan dengan membunuh mikroba penyebab kerusakan pangan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kepada produk pangan
tersebut harus diberi perlakuan pemanasan.
Namun demikian, selain membunuh mikroba, banyak hal lain yang
terjadi pada produk pangan yang mengalami proses panas, antara
lain adalah (i) inaktimsi enzim yang ada dalam produk pangan,
sehingga produk pangan aka'n lebih stabil selama penyimpanan, (ii)
perubahan warna, (iii) perubahan telistur; (iv) perubahan cita rasa,
(v) perubahan daya cerna makanan, dan (vi) kerusakan beberapa
komponen gizi, seperti vitamin dan asam amino. Berbagai perubahan
tersebut bisa merupakan perubahan yang menguntungkan tetapi bisa
juga merupakan perubahan yang tidak diinginkan. Pengempukkan
tekstur sebagai akibat pemanasan -misalnya- merupakan perubahan
yang diinginkan pada proses pengalengan sarden, tetapi merupakan
perubahan yang tidak diinginkan pada proses pengalengan buah-
buahan. Karena itu, dalam mendesain proses termal, seorang
ahli teknik pangan perlu mempertimbangan hal-hal tersebut, dan
menentukan titik optimum yang tepat (Gambar 2.8).
Untukbisa melakukan analisis untung-rugi dan mendesain proses
panas secara lebih baih maka pada Bab selanjutnya akan dibahas
pengaruh proses panas pada mikroba dan pada mutu produk
i".nit a-in m"ng"n"i pengaruh proses panas pada mikroba,
khususnya pada mikroba tertentu yang memang menjadi target
dari proses panas untuk produk tertentu, akan memungkinkan kita
menghitung kecukupan panas yang minimal harus diberikan untuk
memastikan bahwa tujuan keamanan dan pengawetan tersebut bisa
tercapai. Bahkan, dengan pemahaman yang baih kita akan mampu
memberikan alternatif-alternatif proses panas yang secara ekuivalen
akan mampu menjamin tercapainya tujuan-tuiuan keamanan dan
pengawetan pangan.

38 lTeknologiProseiTermaluntuklndustriPangan
25

Gambar 2.8. Optimasi proses panas perlu dilalrukan untuk


mencapai manfaat yang lebih baik bagi keamanan
dan mutu produkpangan

Pemahaman yang baik mengenai pengaruh proses panas


terhadap mikroba ditambah dengan pemahamanan yang baik
mengenai pengaruh proses panas pada mutu fdan gizi) produk
pangan, pada akhirnya akan memungkinkan seorang ahli teknik
pangan akan mempu mendesain proses panas dengan baik Dalam
arti, dia mampu mendesain proses panas untuk (i) mancapai tujuan
utama proses panas yaitu menjamin keamanan dan memberikan
keawetan yang diinginkan, tetapi juga sekaligus (ii) meminimalkan
kerusakan zat gizi dan atribut mutu ada produk yang diproses, (iii)
memaksim all<an' yields", dan (iii) meningkatkan produlttivitas proses
panas.

Teknologi Proses Termal untuk Industri Pangan I 3 9


Untuk keperluan ini maka proses panas -pengolahan dengan
26
suhu tinggi- ini perlu dikontrol dengan baik Dengan kata lain,
proses panas perlu didesain dengan mempertimbangkan untung
rugi yang mungkin terjadi berkaitan dengan keamanan dan mutu
produkpangan yang dipanaskan (Gambar 2.8). Pada umumnya,
semakin tinggi suhu pemanasan dan semakin lama waktu pemanasan
maka semakin besar pula tingkat inaktivasi mikroorganisme dan
enzim-enzim. Karena itulah maka kontrol terpenting dalam proses
pemanasan adalah kontrol terhadap suhu dan waktu. Secara lebih
detail hal ini akan dibahas kembali pada Bab IX.

40 | Teknologi ProsesTermal untuklndustri Pangan

Anda mungkin juga menyukai