PDF Makalah Askep Sistem Perkemihan Lansia - Compress
PDF Makalah Askep Sistem Perkemihan Lansia - Compress
Oleh
LALAN ARDIAN
(M14.01.0006)
KATA PENGANTAR
Makalah ini dapat tersaji berkat adanya dorongan, bantuan dan bimbingan dari semua
pihak. Tak lupa pula pada kesempatan ini ucapan terima kasih untuk semua pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini mulai dari awal hingga akhir yang tidak dapat penyusun
sebutkan satu persatu.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah ungkapan yang menunjukkan kepada kita
semua bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Penyusun menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penyusun mengharapkan masukan,
kritik, dan saran dari berbagai pihak demi tercapainya penulisan yang lebih baik di waktu
yang akan datang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah.
Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan
multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang pada
keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di
dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi. Menua bukanlah
suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang
harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain
sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit, dan terjadi juga pada sistem pencernaan.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang
normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya daya tahan tubuh,
lebih mudah terkena konstipasi merupakan ancaman bagi integritas orang usia
usia lanjut.
Belum lagi mereka masih harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan
sosial serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Proses menua (aging)
merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan
intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan
waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain . Proses menua yang terjadi pada
lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Pada lansia mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan
Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit rehabilitasi
pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000).
2000).
B. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mengenai definisi inkontinensia urin pada lanjut usia.
2. Mengetahui dan memahami mengenai etiologi inkontinensia urin pada lanjut usia.
3. Mengetahui dan memahami mengenai faktor predisposisi atau faktor pencetus
inkontinensia urin pada lanjut usia.
4. Mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi inkontinensia urin pada lanjut
usia.
5. Mengetahui dan memahami mengenai tanda dan gejala inkontinensia urin pada lanjut
usia.
6. Mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan penunjang pada lanjut usia.
7. Mengetahui dan memahami mengenai pathway inkontinensia urin pada lanjut usia.
8. Mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan inkontinensia urin pada
lanjut usia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat
sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna.
Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit sedikit (Potter dan
Perry, 2005). Inkontenensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. (Brunner dan Suddart, 2002)
Adapun tipe-tipe inkontinensia urin menurut Hidayat, 2006
inkontinensia stress tipe ini ditandai dengan adanya urin menetes dengan
peningkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih,
dan sering miksi. Inkontinensia stress terjadi disebabkan otot
spingter uretra tidak dapat menahan keluarnya urin yang
disebabkan meningkatnya tekanan di abdomen secara tiba-
tiba. Peningkatan tekanan abdomen dapat terjadi sewaktu
2007).
urin
B. Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan
fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan
berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal
dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit,
sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain
terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin
meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran
kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka
tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi
penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan
jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus
dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang
adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena
produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti
diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang
berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika
seperti kafein. Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet
bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk
mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan
substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat.
Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang
dideritanya. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika
memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan obat
yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis
adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan
psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil
dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol. Selain hal-hal
yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar
panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia
lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama
kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama
sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak
akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon
estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus
otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya
inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat
operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua
seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi
perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul
panggul (Darmojo, 2009).
untuk mengontrol buang air besar maupun buang air kecil karena sistem
neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan
2. Diet
Pemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya
jengkol, dapat menghambat proses miksi. Jengkol dapat menghambat miksi karena
kandungan pada jengkol yaitu asam jengkolat, dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan menyumbat saluran
kemih sehingga pengeluaran utine menjadi terganggu. Selain itu, urine juga dapat
menjadi bau jengkol. Malnutrisi menjadi dasar terjadinya penurunan tonus otot,
sehingga mengurangi kemampuan seseorang untuk mengeluarkan feses maupun urine.
Selain itu malnutrisi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi
7. Nyeri
Seseorang yang berasa dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet yang
seimbang, maupun nyaman. Oleh karena itu berpangaruh pada eliminasi urine
(Asmadi, 2008).
8. Sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Contoh saja di masyarakat
Amerika Utara mengharapkan agar fasilitas toilet merupaka sesuatu yang pribadi ,
sementara budaya Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-
sama (Potter & Perry,2006).
9. Status volume
Apabila cairan dan konsentrasi eletrolit serta solut berada dalam keseimbangan,
peningkatakan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan
peningkatan produksi urine. Cairan
yang diminum akan meningkatakan volume filtrat glomerulus dan eksresi urina
(Potter & Perry,2006).
10. Penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih menyebabkan
hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan
individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya diabetes melitus
dan sklerosis multiple menyebabkan kondusi neuropatik yang mengubah
fungsikandung kemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif dan parkinson,
penyakit ginjal kronis atau penyakit ginjal
ginjal tahap akhir (Potter & Perry,2006).
11. Prosedur bedah
Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum menjali
pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoperasi, yang
D. Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologis
juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang
paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih
disacrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medulla
spinalis (Darmojo, 2000). Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi
kandung kemih melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher
kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang
mempersyarafi otot dasar panggul (Guyton, 1995). Pengosongan kandung kemih melalui
persarafan kolinergik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih
sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat
penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat
kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia
urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu kondisi antara kontraksi kandung
kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan
gangguan kontraksi kandung
kandung kemih akan
menimbulkan inkontinensia (Setiati, 2001).
G. Penatalaks
Penatalaksanaan
anaan Medis
Adapun penatalaksanaan medis inkontinensia urin menurut Muller adalah
mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia
inkontinensia urin,
modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal
3. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine
untuk meningkatkan retensi urethra.
4. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfa
kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan
secara singkat.
Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapinon farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow
umumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi
BAB III
ASKEP INKONTINENSIA URIN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. M
Tempat/Tanggal Lahir : 61 th
Jenis kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Tanggal Masuk RS : Rabu, 15 November 2011
No. RM : 235501
Ruang : Dahlia
Penanggung Jawab
Nama : Tn. F
Umur : 64 th
Pekerjaan : swasta
Alamat : Mojokerto
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin BAK terus-
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumya. Klien
mengatakan pernah dirawat di RS dan dipasang kateter.
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Klien mengatakan keluarganya tidak pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.
Gigi tanggal
Mulut kering, air liur mudah mengental
Bibir pecah-pecah
h. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid atau pembesaran limpa nodi
i. Kardiovaskuler
Peningkatan TD
j. Abdomen
Bising usus (+), Pulsasi, nyeri tekan abdomen
k. Perkemihan
Inkontinensia urine, BAK .> 10 kali, Lebih dari 1500-1600 ml dalam 24 jam
· Perubahan peran
5. Pengkajian lingkungan
Kondisi rumah :
a. Penerangan : penerangan baik, pada siang hari ada cahaya dari ventilasi rumah
b. Lantai : lantai tidak licin
c. Keadaan rumah datar
d. Tata ruang
· Tata ruang tidak sering diubah
· Kamar mandi jauh, didekat dapur
B. ANALISA DATA
NO Data Etiologi Masalah
1. DS : Sering berkemih, Perubahan pola
Klien mengatakan ingin BAK terus urgensi eliminansi
menerus
Klien mengatakan kencingnya lebih
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kekurangan volum cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak adekuat
2) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi
D. INTERVENSI
NO Dx Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Kekurangan Setelah TTV stabil Mandiri :
volum dilakukan Membrane Dapatkan riwayat Untuk
cairan intervensi mukosa bibir pasien/ orang memperoleh data
berhubungan selama 2x24 lembab terdekat tentang penyakit
dengan jam Turgor kulit sehubungan pasien, agar
intake dan diharapkan elastic dengan lamanya dapat melakukan
output yang Klien Intake dan output gejala seperti tindakan sesuai
tidak menunjukkan seimbang muntah dan yang dibutuhkan
adekuat hidrasi yang pengeluaran urine
adekuat/ yang berlebihan
kekurangan Pantau TTV, catat Indicator
cairan dapat adanya perubahan hidrasi/volum
diantisipasi
membantu dalam
evaluasi adanya/
derajat stasis/
kerusakan ginjal
Timbang BB Peningkatan BB
setiap hari yang cepat
mungkin
berhubungan
dengan retensi
Pertahankan Memper-
Kolaborasi:
Ambil urine Menentukan
untuk kultur dan adanya ISK,
sensivitas yang penyebab
atau gejala
komplikasi
E. EVALUASI
NO Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi
1. Kekurangan volum Jam 8.00 WIB Jam 10.00 WIB
cairan berhubungan Mandiri : S:
dengan sering berkemih, mendapatkan riwayat Klien mengatakan masih
urgensi pasien/ orang terdekat BAK terus menerus, tetapi
sehubungan dengan sudah berkurang
lamanya gejala seperti frekuensinya
muntah dan Klien mengatakan
pengeluaran urine yang kencingnya sudah kurang
berlebihan dari 10 kali dalam sehari.
memantau TTV, catat Klien mengatakan dia
adanya perubahan TD masih tidak bisa menahan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak
dapat menahan air seni.Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan
gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat
atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
FKUI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam jilid III, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC
Doengoes, E Marilynn, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC