Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan teori, konsep dan prosedur yang terkait dengan masalah
penelitian sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini tentang konsep pelaporan
dan analisa IKP, konsep kepala ruangan, faktor yang mempengaruhi sistem
pelaporan dan analisa IKP , kerangka teoritis dan kerangka berfikir.

2.1. Konsep Pelaporan dan Analisa IKP


2.1.1 Pengertian IKP
Insiden keselamatan pasien menurut Permenkes No. 11 Tahun 2017
adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat
dicegah pada pasien. Menurut Depkes (2008) menyatakan bahwa
IKP juga merupakan akibat dari melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission). Namun demikian penyebab terjadinya IKP di
rumah sakit sangat kompleks dan beragam yang melibatkan semua
bagian dalam sistem yang berlaku dalam rumah sakit. Yennike
(2015) dalam hasil penelitiannya bahwa IKP adalah suatu pelaporan
yang dilaksanakan dengan penuh kejujuran atau tanpa adanya saling
menyalahkan (blame free culture) dengan cara rumah sakit harus
mengidentifikasi IKP secara komprehensif dan beraturan. World
Allince For Patient Safety WHO (2004) menyatakan bahwa dengan
adanya sistem pelaporan IKP dalam suatu rumah sakit pasien akan
lebih aman termasuk di dalamnya mengukur kejadian yang berisiko,
serta menindaklanjuti apabila insiden terjadi.

Berdasarkan uraian pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan


bahwa IKP adalah prinsip atau metode pelaporan untuk mencegah
terulangnya kejadian yang sama di kemudian hari, pelaporan yang

13
1

terlaksana dengan baik akan meningkatkan mutu pelayanan di rumah


sakit. Mutu pelayanan merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk
memberikan kebutuhan kepuasan. Menurut Wijono (1999)
mengemukakan bahwa mutu dalam pelayanan di rumah sakit sangat
berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan dalam
suatu pelayanan kesehatan.

2.1.2 Dasar hukum IKP


2.1.2.1 Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit meliputi:
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya
manusia di rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar
pelayanan rumah sakit.
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien,
masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan
rumah sakit.
2.1.2.2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 11
Tahun 2017 Pasal 4 meliputi:
a. Penyusunan standar dan pedoman keselamatan pasien.
b. Penyusunan dan pelaksanaan program keselamatan
pasien.
c. Pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan angka
insiden, analisis, dan penyusunan rekomendasi terkait
keselamatan pasien.
d. Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
keselamatan pasien
1

2.1.3 Tujuan pelaporan IKP


Berdasarkan Pedoman Pelaporan IKP tahun 2015 antara lain:
2.1.3.1 Menurunkan jumlah insiden dan mengoreksi sistem.
2.1.3.2 Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
2.1.3.3 Menciptakan budaya keselamatan pasien.
2.1.3.4 Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan terhadap insiden.
2.1.3.5 Upaya perbaikan dan tidak untuk menyalahkan orang (non
blaming).

2.1.4 Jenis IKP berdasarkan Kementerian Kesehatan tahun 2017


2.1.4.1 Kejadian potensial cedera (KPC) kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera tetapi belum terjadi.
2.1.4.2 Kejadian tidak cedera (KTC) insiden yang sudah terpapar
ke pasien tetapi tidak timbul cedera.
2.1.4.3 Kejadian nyaris cedera (KNC) merupakan terjadinya
insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
2.1.4.4 Kejadian tidak diharapkan (KTD) insiden yang dapat
mengakibatkan cedera pada pasien.
2.1.4.5 Kejadian sentinel yang mengakibatkan suatu kematian atau
cedera yang serius dan perlu penanganan segera.

2.1.5 Pelaporan IKP di Rumah Sakit


Salah satu strategi dalam merancang sistem keselamatan pasien
adalah bagaimana mengenali kesalahan sehingga dapat dilihat dan
segera diambil tindakan guna memperbaiki efek yang terjadi. Upaya
untuk mengenali dan melaporkan kesalahan ini dilakukan melalui
sistem pelaporan. Kegagalan aktif (petugas yang melakukan
kesalahan) atau yang berkombinasi dengan kondisi laten akan
menyebabkan terjadinya suatu kesalahan berupa KNC, KTD, atau
bahkan kejadian yang menyebabkan kematian atau cedera serius
1

(sentinel). Menurut Iskandar (2014) menyatakan bahwa berhenti


sampai tahap melaporkan saja tentu tidak akan meningkatkan mutu
dan keselamatan pasien, yang lebih penting adalah bagaimana
melakukan suatu pembelajaran dari kesalahan tersebut sehingga
dapat diambil solusi agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.

Pelaporan IKP adalah jantung dari mutu layanan, yang merupakan


bagian penting dalam proses belajar dan pembenahan dari kebijakan,
termasuk standar prosedur operasional (SPO) dan panduan yang ada.
Rumah sakit wajib untuk melakukan pencatatan dan pelaporan
insiden yang meliputi KTD, KNC dan kejadian sentinel. Pelaporan
insiden dilakukan secara internal dan eksternal. Pelaporan internal
dilakukan dengan mekanisme atau alur pelaporan keselamatan
pasien rumah sakit di lingkungan internal rumah sakit. Pelaporan
eksternal dilakukan dengan pelaporan dari rumah sakit ke KKP-RS
nasional. Dalam lingkup rumah sakit, unit kerja keselamatan pasien
rumah sakit melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan
dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur rumah sakit Depkes
(2008).

2.1.6 Metode pelaporan IKP


Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden
yang meliputi KTD, KNC dan kejadian sentinel, berdasarkan
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008).
Pelaporan insiden dapat dilakukan dengan dua cara seperti secara
internal dan eksternal. Pelaporan internal dilakukan dengan
mekanisme atau alur pelaporan keselamatan pasien rumah sakit di
lingkungan internal rumah sakit. Pelaporan eksternal dilakukan
dengan pelaporan dari rumah sakit ke KKP-RS nasional. Dalam
lingkup rumah sakit, unit kerja keselamatan pasien rumah sakit
melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat
1

laporan kegiatan kepada Direktur rumah sakit. Banyak metode yang


digunakan mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan
mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisa insiden
keselamatan pasien. Sehingga, dapat dipastikan bahwa sistem
pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk
peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi kepada
pasien.

Adapun ketentuan terkait pelaporan insiden sesuai dengan Panduan


Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008) adalah sebagai
berikut:
2.1.6.1 Insiden sangat penting dilaporkan karena akan menjadi awal
proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali.
2.1.6.2 Memulai pelaporan insiden dilakukan dengan membuat
suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi
kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur
pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh
karyawan.
2.1.6.3 Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi,
potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
2.1.6.4 Pelapor adalah siapa saja atau semua staf rumah sakit yang
pertama menemukan kejadian atau yang terlibat dalam
kejadian.
2.1.6.5 Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan
insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur
pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan
insiden, kapan harus melaporkan dan menganalisanya.
1

2.1.7 Alur pelaporan IKP

UNIT KPRS DIREKSI KKP


PERSI
Atasan Langsung
Unit
Insiden Laporan
(KTD / Kejadian
KNC) (2 x 24 jam)

Atasan
langsung

Grading

Tangani
segera
Biru / Kuning /
Hijau Merah

Investigasi
sederhana

Laporan Kejadian
Rekomendasi Hasil Investigasi

Analisa /
Regrading

RCA

Feed back Pembelajaran / Laporan


Laporan
ke Unit
(Rekomendasi)

Gambar 1 Alur pelaporan Insiden Keselamatan Pasien


sumber versi komite keselamatan pasien (KPP-RS) tahun 2015
1

Alur sistem pelaporan IKP digunakan untuk mengajak semua orang


dalam organisasi untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang
dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk
memonitor upaya pencegahan terjadinya kesalahan sehingga
diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya.

Laporan IKP dilaporkan secara tertulis setiap kondisi potensial


cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga pengunjung,
maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit. Pelaporan insiden
bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam
rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk
menyalahkan orang (non blaming) dalam waktu paling lambat 2×24
jam dengan menggunakan format laporan internal maupun eksternal
yang akan diverifikasi oleh KPPRS untuk melakukan investigasi
dalam bentuk wawancara ada pemeriksaan dokumen, berdasarkan
hasil investigasi tim keselamatan pasien akan menentukan derajat
insiden atau analisis matriks grading risiko dan melakukan RCA
dengan menentukan akar masalah. Tim keselamatan pasien harus
memberikan rekomendasi keselamatan pasien kepada pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan.

2.1.8 Analisa matriks grading risiko


Penilaian matriks risiko adalah metode analisa kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan seberapa
seringnya insiden tersebut terjadi. Hasil grading akan menentukan
bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan oleh atasan
langsung yaitu yang memeriksa laporan insiden dan melakukan
grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan atau insiden yang
terjadi.
2

Tabel 2.1 Matriks grading risiko

Probabilitas Tdk Minor Moderat Mayor Katastro


signifikan pik
1 2 3 4 5
Sangat sering Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
terjadi (tiap
minggu/bln)
5
Sering terjadi Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
(beberapa
x/th)
4
Mungkin Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
terjadi (1-2
thn/x)
3
Jarang terjadi Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
(2-5 thn/x)
2
Sangat Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
jarang sekali
(>5 thn/x)
1
Sumber: pedoman pelaporan IKP PERSI tahun 2015

Tabel 2.2 Tindakan sesuai tingkat dan bands risiko

Level/Bands Tindakan
Ekstrim (sangat Resiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45 hari
tinggi) membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
Direktur
High (tinggi) Resiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari kaji
dengan detail dan perlu tindakan segera serta membutuhkan perhatian top
manajemen
Moderat (sedang) Resiko sedang, dilakukan investigasi sederhana paling lama
2 minggu. Manajemr atau pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak
terhadap biaya dan kelola resiko
Low (rendah) Resiko rendah, dilakukan investigasi sederhana paling lama
satu minggu diselesaikan dengan prosedur rutin
Sumber: pedoman pelaporan IKP PERSI tahun 2015

Setelah selesai menentukan sesuai dengan tingkat dan bands risiko,


maka laporan insiden dan tingkat risiko akan dilaporkan ke SUB KP
di rumah sakit. SUB KP di rumah sakit akan menganalisa kembali
hasil tingkat risiko dengan menggunakan alur investigasi insiden
atau investigasi lanjutan RCA.
2

2.1.9 Alur investigasi insiden yang dilakukan PMKP

1. Lengkapi laporan kejadian

2. kepala unit memeriksa laporan insiden dan membuat grading awal

3A. Rendah 3B. Sedang 3C. Tinggi 3D. Ekstrim

4A. Investigasi 4B. Investigasi


sederhana 1 sederhana 2
minggu minggu

5. SUB KP, risiko & mutu


4C. Investigasi
Menerima laporan insiden yang komprehensif/AAM (RCA)
lengkap diisi maksimal 45 hari ( 1,5
Menganalisa grading atau bulan )
regrading

Laporan triwulan
ke Direktur
6. Membuat materi Feed back bulanan unit
untuk terkait insiden yang
pembelajaran sudah diupdate untuk
membuat trend analisis

SEMUA UNIT PELAYANAN

Gambar 2 Alur Investigasi Insiden


Sumber pedoman pelaporan IKP tahun 2015
2

Berdasarkan alur investigasi di atas menjelaskan bahwa setelah


dilakukan investigasi lanjutan setelah laporan kejadian lengkap.
Apabila insiden berada pada grade atau warna kuning dan merah
SUB KP di rumah sakit akan membuat laporan investigasi
komprehensif RCA dengan waktu maksimal 45 hari atau sekitar 1,5
bulan serta rekomendasi untuk berupa petunjuk peringatan
keselamatan pasien. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja di
laporkan kepada Direktur, sedangkan rekomendasi untuk perbaikan
dan pembelajaran untuk grade atau warna biru dan hijau diberikan
umpan balik kepada unit kerja terkait. Unit kerja akan membuat
analisa dan trend kejadian dipihak kerjanya masing-masing, serta
memonitoring dan evaluasi perbaikan oleh SUB KP di rumah sakit.

2.2. Konsep Kepala Ruangan


2.2.1 Pengertian kepala ruangan
Menurut teori Sitorus & Panjaitan (2011) menyatakan bahwa kepala
ruangan merupakan tenaga perawat yang diberi tugas, memimpin,
bertanggung jawab serta berperan sebagai first line manajer di rumah
sakit, yang diharapkan mampu melaksanakan fungsi keperawatan.
Curts & O’Connell (2011) mengemukakan bahwa kepala ruangan
sebagai manajer operasional dalam mengelola sumber daya manusia,
penentu kebijakan untuk mencapai tujuan organisasi. Selaras dengan
pendapat teori Marquis & Huston (2014) mengemukakan bahwa
kepala ruangan sebagai pengelola keselamatan pasien dan fungsi-
fungsi manajemen. Dalam penelitian yang dilakukan Nordin et al.,
(2013) menemukan hasil bahwa manajer memiliki tanggung jawab
yang besar untuk memperbaiki sistem kesehatan dan keselamatan
pasien serta memiliki fungsi pengawasan termasuk dalam pelaporan
dan analisa IKP.
2

Berdasarkan pengertian tersebut kepala ruangan harus mampu


menjalankan fungsinya, memberikan pengarahan yang adekuat
sehingga dapat menciptakan dan menjamin keselamatan pasien.

2.2.2 Peran kepala ruangan


Menurut teori Marquis & Huston (2014) mengemukakan bahwa
peran kepala ruangan selalu berkaitan dengan fungsi manajemen
keperawatan antara lain perencanaan, pengorganisasian, pengaturan
ketenagaan, pengarahan, pengawasan, dan pengendalian dalam
peningkatan mutu keselamatan pasien yang merupakan satu siklus
yang saling berkaitan satu sama lain. Peran merupakan tingkah laku
seseorang kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.
Kozier (2004) menyatakan bahwa peran adalah bentuk dari perilaku
yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Kepala
ruangan adalah perawat manager I menurut PMK No. 40 tahun 2017.
Dalam penelitian Anwar et al., (2016) dengan hasil penelitian bahwa
kepala ruangan merupakan salah satu faktor penting yang berperan
dalam keberhasilan program patient safety.

Mengembangkan budaya keselamatan pasien atau program


keselamatan pasien dalam suatu organisasi membutuhkan peran
kepemimpinan yang kuat, perencanaan yang cermat dan
memonitoring untuk menjamin keselamatan pasien dengan
melaksanakan program keselamatan pasien. Komitmen dalam suatu
peran pemimpin akan keselamatan pasien merupakan hal yang harus
diperhatikan dalam budaya keselamatan pasien karena untuk
menciptakan budaya keselamatan pasien, diperlukan komitmen
pimpinan yang akan menghasilkan motivasi dan perhatian yang lebih
tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan diseluruh organisasi,
keterlibatan aktif manajemen senior dalam sistem kesehatan dan
2

keselamatan sangat penting, dimana manajer perlu memberikan


contoh dalam pelaksanaan keselamatan pasien, kesesuaian komitmen
dengan tindakan dan selalu tampil dalam berbicara mengenai
kesehatan dan keselamatan. Kepemimpinan efektif dapat
berhubungan dengan sistem budaya keselamatan pasien.

2.2.3 Tugas kepala ruangan


Kepala ruangan sebagai pemimpin harus dapat memandu atau
mempengaruhi perawat pelaksana agar bekerja keras mencapai
tujuan. Mengacu pada standar keselamatan pasien, maka tugas
kepala ruangan harus mampu melakukan tindakan untuk menjamin
mutu keselamatan pasien dengan cara membuat perencanaan dalam
keselamatan pasien, melakukan pre dan post conference, memonitor
dan melaporkan kondisi pasien yang mengalami insiden keselamatan
pasien kepada tim keselamatan pasien, melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan standar operasional prosedur, dan
memonitor penerapan standar keselamatan pasien di ruangannya.

Tugas kepala ruangan dalam membentuk dan penerapan keselamatan


pasien, meliputi:
2.2.3.1 Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah
sakit sesuai dengan kekhususan rumah sakit tersebut.
2.2.3.2 Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program
keselamatan pasien rumah sakit.
2.2.3.3 Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi,
konsultasi, pemantauan (monotoring) dan penilaian
(evaluasi) tentang terapan (implementasi) program
keselamatan pasien rumah sakit.
2.2.3.4 Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan
rumah sakit untuk melakukan pelatihan internal
keselamatan pasien rumah sakit.
2

2.2.3.5 Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden


serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran.

2.2.4 Fungsi kepala ruangan


Menurut Marquis & Huston (2014) menyatakan bahwa fungsi kepala
ruangan adalah sebagai first line manager. Fifth-Cozens (2002);
Wagner et al., (2009) menyatakan bahwa kepala ruangan memiliki
fungsi yang kritis dalam mendukung safety culture dan
kepemimpinan efektif yang menunjukkan arti penting dalam
menciptakan lingkungan yang positif bagi patient safety.

2.2.5 Wewenang kepala ruangan


Kepemimpinan kepala ruangan atau wewenang kepala ruangan
memiliki peran yang kritis dalam mendukung budaya keselamatan
pasien dengan menciptakan lingkungan yang positif bagi keselamat-
an pasien, karena kepala ruangan akan dapat mempengaruhi strategi
dan upaya menggerakkan perawat dalam lingkup wewenangnya
untuk bersama-sama menerapkan budaya keselamatan pasien.

2.2.6 Kepala ruangan dalam pelaporan IKP


Pelaporan IKP merupakan dasar untuk membangun suatu sistem
asuhan pasien agar lebih aman (Ariyani, 2008). Kepala ruangan atau
pimpinan rumah sakit harus menerima laporan dan rencana kegiatan
dari semua yang berhubungan dengan IKP. Dalam penelitian
Lumenta (2008) menyatakan pelaporan yang baik dapat
meningkatkan mutu keselamatan pasien, apabila terdokumentasi
dengan baik dan semua menerapkan budaya pelaporan setiap ada
insiden. Pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
2

Pelaporan bersikap terbuka dan bebas dengan perlakuan adil bagi


perawat ketika terjadi sebuah kejadian, informasi yang akurat
membantu dalam pencegahan kejadian dari keselamatan pasien.
Charthey & Clarke (2010) melakukan penelitian dengan menyatakan
hasil penelitiannya bahwa sistem pelaporan digunakan untuk
memberikan informasi kepada pihak manajerial atau kepala ruangan
mengenai kejadian yang terjadi dan sebagai pembelajaran sehingga
kejadian yang sama tidak terulang. Adapun Al-Qur’an mengajarkan
bahwa pentingnya memberikan informasi yang tepat dan jujur
dimana telah dijelaskan dalam surah Al-Ahzab ayat 70:

‫لوق اولوقو ال َّل اوقتا اديدس اي اونمآ نيذلا اهيأ‬

yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu


kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.

Ucapan atau perkataan yang benar yang ditujukan untuk tujuan


kebenaran, karena hal itu akan mendatangkan mamfaat. Dalam hal
pelaporan dan analisa IKP informasi yang benar dan jelas akan
mendatangkan manfaat terkait keselamatan dan perlindungan bagi
pasien maupun orang yang terlibat dalam suatu rumah sakit.

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Sistem


Pelaporan dan Analisa IKP
2.3.1 Pengetahuan
Menurut teori Dalkir (2005) dari Nonaka & Takeuchi (1995)
mengemukakan teorinya bahwa pengetahuan merupakan cara efektif
untuk mendorong dan meningkatkan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dalam suatu organisasi. Pengetahuan merupakan sistem
pendidikan dan dengan pengetahuan akan memberikan pemahaman.
Rendahnya pemahaman akan berpengaruh terhadap pelaporan IKP.
2

Dalam penelitian Marlina (2015) menemukan hasil bahwa


pengetahuan adalah domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan, sikap, dan tingkah laku seseorang.

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu


seseorang terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya
(Notoadmodjo, 2012). Tingkat pengetahuan dalam Kholid dan
Notoadmodjo (2012) ada 6 tingkat yaitu:
2.3.1.1 Tahu (Know)
Tahu adalah mengingat kembali memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2.3.1.2 Memahami (Compreshension)
Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan
tentang suatu objek yang diketahui dan diinterprestasikan
secara benar.
2.3.1.3 Aplikasi (Aplication)
Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk mempraktikkan
materi yang sudah dipelajari pada kondisi sebenarnya atau
nyata.
2.3.1.4 Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan menjabarkan atau menjelaskan
suatu objek atau materi tetapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan
yang lainnya.
2.3.1.5 Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
2.3.1.6 Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah pengetahuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
2

Pengetahuan merupakan usaha mendewasakan manusia melalui


upaya pengajaran dan pelatihan. Semakin tinggi pengetahuan
semakin cepat memahami suatu informasi sehingga pengetahuan
yang dimiliki akan semakin tinggi. Pengetahuan suatu teknik
menyiapkan, menyimpan, mengumumkan serta menganalisis dan
menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi
mempengaruhi pengetahuan seseorang jika sering mendapatkan
informasi tentang suatu pembelajaran maka akan menambah
pengetahuan dan wawasan terhadap pelaporan dan analisa IKP.

2.3.2 Motivasi
Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan. Chung &
Meggison (2015) menyatakan bahwa Motivation in defined goal
directed behavior. It concerns the level of effort one exerts in
pursuing a goal performance yang artinya bahwa motivasi ditujukan
untuk sasaran yang berkaitan dengan seseorang dalam mengejar
sesuatu, motivasi berkaitan erat dengan kepuasaan dan performance
pekerjaan. Motivasi dalam hal memimpin harus memiliki peran kuat
dalam membangun dan menumbuhkan semangat motivasi
dikalangan karyawan. Pemberian suatu motivasi setiap individu
berbeda-beda, dan semua itu bisa disesuaikan dengan keadaan dan
kondisi dimana individu yang bersangkutan berada.

Menurut teori Abraham Maslow mendefinisikan bahwa manusia


memiliki motivasi dalam memberikan kekuatan kinerja serta
ketekunan dalam upaya mencapai suatu tujuan. Selaras dengan
penelitian yang dilakukan oleh Marice (2017) bahwa motivasi
perawat dapat meningkatkan pelaporan dan analisa IKP dalam suatu
rumah sakit. Motivasi berpengaruh dalam tingkat tinggi seperti
2

pencapaian tujuan, penghargaan, tanggungjawab, dan peluang untuk


tumbuh lebih jauh.

Bagi setiap individu sebenarnya memiliki motivasi yang mampu


menjadi spirit dalam mengacu dan menumbuhkan semangat kerja
dalam bekerja. Spirit yang dimiliki oleh seseorang tersebut dapat
bersumber dari dirinya maupun dari luar, dimana kedua bentuk
tersebut akan lebih baik jika dua-duanya bersama-sama ikut menjadi
pendorong motivasi seseorang. Motivasi muncul dalam dua bentuk
dasar yaitu ekstrensik dari luar maupun intrinsik dari dalam diri
seseorang ataupun kelompok. Motivasi ekstrensik muncul dari luar
diri seseorang, kemudian selanjutnya mendorong orang tersebut
untuk membangun dan menumbuhkan semangat motivasi pada diri
orang tersebut untuk mengubah seluruh sikap yang dimiliki olehnya
saat ini ke arah yang lebih baik. Sedangkan motivasi intrinsik adalah
motivasi yang muncul dan tumbuh serta berkembang dalam diri
orang tersebut, yang selanjutnya kemudian mempengaruhi dalam
melakukan sesuatu secara bernilai dan berarti.

Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan tersebut dapat


disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan kehendak yang
mnyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, serta memberikan landasan bagi seseorang
untuk bertindak dalam suatu cara diarahkan kepada tujuan yang
spesifik tertentu.
3

2.3.3 Supervisi (pengawasan)


Kepemimpinan dan supervisi (pengawasan) adalah dua sisi yang
saling mengisi. Seorang pemimpin organisasi dianggap sukses dalam
mengelola organisasinya jika memberikan arahan dan evaluasi
terhadap bawahannya. Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang
mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan,
mempengaruhi dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas
sesuai dengan perintah yang direncanakan, disusun dan ditetapkan.
Pengawasan secara umum dapat didefiniskan sebagai cara suatu
organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih
jauh mendukung terwujudnya visi dan misi dalam suatu organisasi.

Menurut G. R. Terry (2003) pengawasan dapat didefinisikan sebagai


proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang
sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan
apabila perlu dilakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan
sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar. Irawan et al.,
(2017) menyatakan bahwa peran supervisi sangat penting dalam
membangun budaya keselamatan pasien, sehingga diharapkan
kompetensi supervisi dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan dapat
menerapkan aktivitas supervisi melalui program sosialisasi.

Dalam konteks supervisi atau pengawasan yang dilakukan oleh


pihak manajemen rumah sakit untuk mengetahui apakah sudah
terselenggara atau belum sistem pelaporan IKP dan juga dapat
membantu untuk memberikan arahan terhadap apa yang telah
dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan. Supervisi ini sangat
diperlukan dan penting dalam sistem pelaporan keselamatan pasien,
supervisi dapat digunakan untuk hal pembinaan dan meningkatkan
kemampuan pihak yang akan disupervisi dan mengetahui apakah
telah melaksanakan atau belum. Menurut teori Handoko (2011)
3

menyatakan bahwa supervisi sebagai proses untuk menjamin bahwa


tujuan organisasi dan manajemen tercapai.

2.3.4 Kebijakan Rumah Sakit


Kebijakan merupakan upaya dalam peningkatan mutu pelayanan
serta kebijakan sebagai landasan bagi penyelenggara pelayanan.
Kebijakan merupakan batasan untuk menentukan arah yang akan
diikuti oleh tenaga keperawatan. Febrianto (2018) hasil
penelitiannya menyatakan bahwa pelaporan IKP dapat menerapkan
budaya keselamatan pasien yang lebih proaktif terhadap keselamatan
dengan adanya penetapan kebijakan mengenai IKP, perencanaan
serta pelaksanaan untuk peningkatan mutu. Kebijakan yang terarah
dan selaras serta berkesinambungan akan memberikan masukan yang
optimal pada bawahan.

2.4. Kerangka Teoritis


Kerangka teori merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian
berbagai aspek, baik yang teoritis maupun empiris yang menumbuhkan
gagasan dan mendasari usulan dalam suatu penelitian. kerangka teori suatu
literatur yang dijadikan sebagai referensi atau landasan teoritis dalam
penelitian yang terdapat ringkasan dan teori yang ditemukan dari sumber
literatur dan ada kaitannya dengan tema yang akan diangkat dalam
penelitian.

Menurut teori Marquis & Huston (2015) mengemukakan bahwa perubahan


serta pengembangan yang berfokus pada pencapaian tujuan atau hasil akan
membentuk suatu proses dasar dalam perubahan. King memperkenalkan
suatu model konseptual yang terdiri atas tiga sistem yang saling
berinteraksi. Model keperawatan dari King memadukan tiga sistem interaksi
yang dinamis meliputi sistem personal (individu), sistem interpersonal
(kelompok), dan sistem sosial (lingkungan) yang mengarah pada
3

perkembangan teori pencapaian tujuan atau Theory of Goal Attainment


Christensen (2009).

Konsep yang ditempatkan dalam sistem personal karena mereka terutama


berhubungan dengan individu, sedangkan konsep yang ditempatkan dalam
sistem interpersonal menekankan pada interaksi antara dua orang atau
lebih. Konsep yang ditempatkan dalam sistem sosial adalah pengetahuan
yang berfungsi dalam suatu sistem yang besar (King dalam Tomey &
Alligood, 2006). Dalam interpersonal sistem ini berinteraksi dalam suatu
area (space). Menurut king intensitas dari interpersonal sangat menetukan
dalam suatu pencapaian tujuan keperawatan. Adapun karakteristik teori
King (Cristensen & Kenney, 1995) adalah sebagai berikut:
2.4.1. Sistem personal adalah individu atau perawat yang dilihat sebagai
sistem terbuka, mampu berinteraksi, mengubah energi, dan
informasi dengan lingkungannya. Individu merupakan anggota yang
mempunyai perasaan, rasional, dan kemampuan dalam bereaksi,
menerima, mengontrol, mempunyai maksud-maksud tertentu sesuai
dengan hak dan respon yang dimilikinya serta berorientasi pada
tindakan dan waktu. Sistem personal dapat dipahami dengan
memperhatikan konsep yang berinteraksi yaitu mengenai persepsi,
diri, gambaran diri, pertumbuhan, dan perkembangan, waktu dan
jarak.
2.4.2. Sistem interpersonal adalah dua atau lebih individu atau grup yang
berinteraksi. Interaksi ini dapat dipahami dengan melihat lebih jauh
konsep tentang peran, interaksi, komunikasi, transaksi, stress koping.
2.4.3. Sistem sosial merupakan sistem dinamis yang akan menjaga
keselamatan lingkungan. Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi perilaku masyarakat, interaksi, persepsi, dan
kesehatan. Sistem sosial dapat mengantarkan organisasi kesehatan
dengan memahami konsep organisasi, kekuatan, wewenang, dan
pengambilan keputusan.
3

Gambar 3 Sistem Konseptual dinamis


Sumber buku teori keperawatan Martha Raile Alligood tahun 2017

King mempunyai asumsi dasar terhadap kerangka kerja konseptualnya,


bahwa manusia seutuhnya (Human Being) sebagai sistem terbuka yang
secara konsisten berinteraksi dengan lingkungannya. Asumsi dasar King
tentang manusia seutuhnya (Human Being) meliputi sosial, perasaan,
rasional, reaksi, kontrol, tujuan, orientasi kegiatan dan orientasi pada waktu.

Dari keyakinannya tersebut tentang human being ini, King telah


menyatakan asumsi tersebut lebih spesifik terhadap interaksi perawat.
a. Persepsi terhadap proses interaksi
b. Tujuan kebutuhan dan nilai terhadap pengaruh interaksi
c. Individu mempunyai hak untuk mengetahui tentang dirinya sendiri
d. Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan
e. Profesional kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap pertukaran
informasi
f. Individu mempunyai hak untuk menerima atau menolak pelayanan
kesehatan
3

g. Tujuan dari profesional kesehatan dan tujuan dari penerima pelayanan


kesehatan dapat berbeda

Dalam interaksi tersebut terjadi aktivitas-aktivitas yang dijelaskan sebagai


konsep utama. Konsep-konsep tersebut saling berhubungan dalam setiap
situasi praktik keperawatan Christensen (2009) meliputi:
a. Interaksi, king mendefenisikan interaki sebagai suatu proses dari persepsi
dan komunikasi antara individu denga individu, individu dengan
kelompok, individu dengan lingkungan yang dimanifestasikan sebagai
individu verbal dan non verbal dalam mencapai tujuan.
b. Persepsi diartikan sebagai gambaran seseorang tentang realita, persepsi
berhubungan dengan pengalaman yang lalu, sosial dan latar belakang.
c. Komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian informasi dari
seseorang kepada orang lain secara langsung maupun tidak langsung.
d. Transaksi diartikan sebagai interaksi yang mempunyai maksud tertentu
dalam pencapaian tujuan. Transaksi adalah hal yang termasuk dalam
pengamatan perilaku dari interaksi manusia dengan lingkungannya.
e. Peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan dari sistem
sosial.
f. Stress diartikan sebagai suatu keadaan dinamis yang terjadi akibat
interaksi manusia dengan lingkungannya. Stress melibatkan pertukaran
informasi antara manusia dengan lingkungannya untuk keseimbangan
dan mengontrol stressor.
g. Tumbuh kembang adalah perubahan dalam diri individu untuk membantu
individu mencapai kematangan.
h. Waktu diartikan sebagai pengalaman yang unik dari setiap manusia.
i. Ruang adalah sebagai suatu hal yang ada dimanapun sama.
3

Ruang adalah area dimana terjadi interaksi. Konsep hubungan manusia


menurut King terdiri dari 4 komponen:
a. Aksi merupakan proses awal hubungan dua individu dalam berperilaku,
dalam memahami atau mengenali kondisi yang ada dalam keperawatan
yang digambarkan melalui hubungan perawat dan pasien untuk
melakukan kontrak untuk pencapaian tujuan.
b. Reaksi adalah suatu bentuk tindakan yang terjadi akibat adanya aksi dan
merupakan respon individu.
c. Interaksi merupakan suatu bentuk kerjasama yang saling mempengaruhi
antara perawat dan pasien, yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi.
d. Transaksi merupakan kondisi antara perawat dan pasien terjadi suatu
persetujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

Interaksi antara individu dan individu dengan kelompok atau sosial


dilakukan untuk mencapai tujuan rumah sakit dalam membangun sistem
pelaporan dan analisa IKP demi keselamatan pasien dan mutu rumah sakit.
Interaksi tersebut bisa berbentuk transfer informasi atau pengetahuan yang
akan mempengaruhi perilaku kelompok atau orang lain yang menjadi
landasan dalam pengambilan keputusan apakah sistem itu akan
dilaksanakan atau tidak, yaitu dalam hal ini adalah pencapaian tujuan
organisasi untuk melaksanakan sistem pelaporan dan analisa IKP.

Asumsi-asumsi utama teori King adalah sebagai berikut:


a. Keperawatan merupakan suatu proses interaksi dalam suatu pencapaian
tujuan.
b. Klien, King mengatakan bahwa klien adalah individu (sistem personal)
yang tidak mampu mengatasi peristiwa atau masalah ketika berinteraksi
dalam lingkungan.
c. Kesehatan merupakan peran sosial dalam pengalaman hidup yang
dinamis dan terus menerus.
3

d. Lingkungan merupakan sistem sosial dalam masyarakat yang memiliki


kekuatan dinamis yang mempengaruhi perilaku sosial, integrasi, persepsi,
dan kesehatan.

2.5. Kerangka Berfikir


Menurut Nursalam (2013) kerangka berpikir memberikan gambaran umum
tentang latar belakang dalam suatu penelitian dan sebagai landasan
pembahasan hasil penelitian. Kerangka berfikir menjelaskan secara singkat
konsep teori yang mendasari penelitian. Kerangka berfikir merupakan
struktur logis pemahaman yang mengarahkan peneliti pada konsep teori
yang latar belakangnya berdasarkan penelitian. Hubungan diantara konsep
teori yang digambarkan secara lepas. Kerangka berfikir memberikan
gambaran sistematis terhadap fenomena.

Pada penelitian ini menggunakan dasar teori oleh Imogene King Goal
Attainment atau pencapaian tujuan. Teori King merupakan sistem terbuka
meliputi system personal, system interpersonal, dan system social. Peneliti
menghubungkan bahwa implementasi sistem pelaporan dan analisa IKP
mencakup ketiga sistem tersebut.

Sistem yang pertama adalah sistem personal. Pada bagian sistem personal
yang dimaksud pada penelitian ini adalah kepala ruangan sebagai pelaksana
pelaporan dan analisa IKP yang memiliki tanggung jawab besar untuk
memperbaiki sistem kesehatan dan keselamatan pasien serta memiliki
fungsi pengawasan termasuk dalam pelaporan IKP. Pada penelitian ini akan
menggali seperti apa pengalaman kepala ruangan dalam menjalankan peran,
tugas, fungsi dan wewenang sebagai pelaksana pelaporan dan analisa IKP.

Sistem yang kedua adalah sistem interpersonal. Pada bagian ini sistem
implementasi pelaporan dan analisa IKP dihubungkan dengan pengetahuan
terhadap alur pelaporan internal maupun eksternal, motivasi pelaksanaan
3

sistem pelaporan, supervisi, kebijakan rumah sakit dalam pelaporan dan


identifikasi terhadap blame culture pada staf di bawahnya.

Sistem yang ketiga adalah sistem sosial. Pada bagian ini kepala ruangan
melakukan pengorganisasian yaitu bekerjasama dengan perawat pelaksana
sebagai seorang yang langsung atau pertama kali menemukan insiden,
berkoordinasi dengan komite PMKP dan bertanggung jawab kepada bidang
pelayanan. Pada tahap-tahap yang dilakukan, kepala ruangan melakukan
koordinasi dengan komite PMKP sesuai analisa matriks grading risiko dan
melakukan evaluasi terhadap outcome yang diperoleh serta berkoordinasi
dengan bidang pelayanan.
3

SISTEM SOSIAL
Komite PMKP : penanggung jawab pelaporan dan analisa IKP
Bidang pelayanan : pelaksana rencana tindak lanjut
Perawat pelaksana : menemukan langsung IKP
Organisasi
Otoritas Kerangka Kerja
Kekuasaan konseptual
status Keperawatan King
Pengambilan keputusan

SISTEM INTERPERSONAL
Implementasi sistem pelaporan dan analisa IKP oleh kepala
ruangan yang mencakup: pengetahuan, motivasi, supervisi
(pengawasan), kebijakan rumah sakit dan budaya saling
menyalahkan (blame culture).
Interaksi
Komunikasi Pelaporan dan
Transaksi Kerangka Kerja konseptual Analisa IKP
Peran Keperawatan King
stress

SISTEM PERSONAL

Kepala ruangan sebagai pelaksana pelaporan dan analisa IKP


yang meliputi peran, tugas, fungsi dan wewenang.
Citra tubuh
Pertumbuhan dan perkembangan Kerangka Kerja
Persepsi Konseptual
Diri Keperawatan King
Ruang
Waktu

Gambar 4 Modifikasi Sistem Konseptual Dinamis Teori King


Sumber buku teori keperawatan Martha Raile Alligood tahun 2017 edisi ke 8
volume 2

Pada teori lmogene King, personal system (individu) merupakan sistem


terbuka yang meliputi persepsi (perception), diri (self), pertumbuhan dan
perkembangan (growth and development), citra diri (body image), ruang
(space), dan waktu (time). Interpersonal system (group) merupakan suatu
3

hubungan yang meliputi interaksi, komunikasi, transaksi, peran dan stress.


Social system (sosial) yang berarti bahwa sistem pembatas peran organisasi
sosial, perilaku, dan praktik yang dikembangkan untuk memelihara nilai-
nilai dan mekanisme pengaturan antara praktik dan aturan. Terdiri dari
organisasi, otoritas, kekuasaan, status dan pengambilan keputusan Robbins,
et al., (2015). Melalui dasar sistem tersebut, maka King menganggap
manusia merupakan individu yang reaktif yakni bereaksi terhadap situasi,
orang dan objek. Teori King merupakan serangkaian konsep yang saling
berhubungan dengan jelas dan dapat diamati dalam praktek keperawatan.

Dalam penelitian ini, teori keperawatan lmogene King dipilih karena teori
tersebut sesuai dengan model implementasi sistem pelaporan dan analisa
IKP di rumah sakit. Dalam teori King sistem personal yaitu kepala ruangan
yang menjalankan peran, tugas, fungsi dan wewenang sebagai pelaksana
pelaporan dan analisa IKP, kemudian sistem interpersonal diasumsikan
sebagai sesuatu yang berhubungan terhadap implementasi sistem pelaporan
dan analisa IKP oleh kepala ruangan yang mencakup pengetahuan, motivasi,
supervisi, kebijakan rumah sakit, dan blame culture dan sistem sosial adalah
hubungan kepala ruangan dalam mempertanggungjawabkan sebagai atasan
serta melaksanakan koordinasi dan instruksi dengan berbagai pihak terkait
dalam pelaporan IKP.

Anda mungkin juga menyukai