PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Puskesmas belum tergambar dengan jelas namun diyakini bahwa banyak
keluhan-keluhan dari para petugas di rumah sakit, sehubungan dengan
bahaya-bahaya yang ada di rumah sakit. Selain itu, Gun (1983) memberikan
catatan bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas
rumah sakit, yaitu hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit
ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita),
serta nyeri tulang belakang dan pergeseran discus intervertebrae.
Ditambahkan bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yanng diderita
petugas rumah sakit lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu
penyakit infeksi dan parasit, saluran pernapasan, saluran cerna, dan keluhan
lain seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah
kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot
dan tulang rangka. Oleh karena itu, diperlukan sistem manajemen risiko yang
benar-benar jelas, kontinyu, serta konsekuen dengan misi yang diemban,
yaitu mengurangi nilai kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja,
bahkan dapat dieliminasikan.
Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto yang sedang melakukan
pembenahan diri dalam perbaikan mutu dan akan melakukan penilaian
standar akreditasi versi SNARS 2020 mempunyai kebijakan mutu yaitu
senantiasa meningkatkan Sistem Manajemen Mutu yang berorientasi kepada
kepuasan pelanggan dan keselamatan pasien melalui pelayanan yang
professional dan ikhlas, ramah, cepat, tepat dan akurat. Rencana strategis
untuk mencapai kebijakan mutu tersebut salah satu programnya manajemen
risiko rumah sakit
2
C. Batasan Operasional
Batasan operasional manajemen risiko di Rumah Sakit Umum Bunda
Purwokerto adalah semua risiko di unit kerja dan lingkungan rumah sakit
dilakukan manajemen risiko melalui identifikasi risiko, assesmen risiko,
implementasi manajemen risiko melalui implementasi program K3,
pelaksanaan program MFK, FMEA, pencatatan dan pelaporan IKP, program
PPI
D. Landasan Hukum
Landasan hukum manajemen risiko adalah
1. UU No. 44 Tahun 2009, tetang Rumah Sakit
2. UU No. 14 Tahun 1969, tentang ketentuan Pokok Tenaga Kerja,
yang menyatakan bahwa, tiap tenaga kerja berhak mendapat
perlidungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan
moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia
dan moral agama (K3)
3. UU No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja, yang menyatakan
bahwa keselamatan kerja dilaksanakan dalam segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air maupun di udara yang berada di
dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia (K3)
4. UU No. 23 Tahun 1992 pasal 23, menyatakan bahwa Kesehatan Kerja
diselenggarakan
untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja
meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan
syarat kesehatan kerja. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan
kesehatan kerja (K3)
5. UU No. 25 Tahun 1997, tentang Ketenaga Kerjaan, pasal 108 yang
menegaskan kembali bahwa,setiap pekerja mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral
dan kesusilaan dan pelakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia serta agama (K3)
6. Rekomendasi ILO/WHO Konvensi No. 155/1981, ILO menetapkan
3
kewajibansetiapnegara untuk merumuskan,melaksanakan dan
mengevaluasi kebijakan nasionalnya dibidang kesehatan dan
keselamatan kerja serta lingkungan kerja (K3)
7. Permenkes RI No. 1695/PMK/ 2011 tentang Keselamatan Pasien
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Standar Ketenagaan
Standar ketenagaan manajemen risiko sesuai dengan standar ketenagaan
sebagaimana diatur dalam pedoman pengorganisasian unit kerja yang
bertanggung jawab: PMKP, K3/ MFK, PPI karena yang menangani
manajemen risiko adalah ketiga unit kerja tersebut.
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam
pedoman pengorganisasian unit kerja yang bertanggung jawab: PMKP,
K3/ MFK, PPI karena yang menangani manajemen risiko adalah ketiga unit
kerja tersebut.
5
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Standar ruang kerja yang menangani manajemen risiko sebagaimana
diatur dalam pedoman pengorganisasian unit kerja yang bertanggung
jawab: PMKP, K3/ MFK, PPI karena yang menangani manajemen risiko
adalah ketiga unit kerja tersebut.
B. Standar Fasilitas
Standar fasilitas yang mendukung manajemen risiko sebagaimana diatur
dalam pedoman pengorganisasian unit kerja yang bertanggung jawab:
PMKP, K3/ MFK, PPI karena yang menangani manajemen risiko adalah
ketiga unit kerja tersebut.
6
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
7
BAB V
LOGISTIK
8
BAB VI
9
organisasi
10
Tabel 2. Tahapan manajemen risiko
Dari berbagai definisi manajemen risiko tersebut, Rumah Sakit Umum Bunda
Purwokerto mengadop definisi yang dikemukakan oleh Al Bahar dan Crandall
(1990), yaitu identifikasi risiko, analisa risiko dan proses evaluasi, respon
manajemen, administrasi sistem karena tahapannya cukup efektif jika
dilaksanakan dengan baik.
11
B. Tahapan Manajemen Risiko
Tahapan pertama dalam proses manajemen risiko Rumah Sakit
Umum Bunda Purwokerto adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko
merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan
untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap
kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini
mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua
risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu pekerjaan, harus
diidentifikasi. Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan
komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak
teridentifikasi.
Identifikasi risiko Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto dapat
dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:
a. Brainstorming
b. Questionnaire
c. Industry benchmarking
d. Scenario analysis
e. Risk assessment workshop
f. Incident investigation
g. Auditing
h. Inspection
i. Checklist
j. HAZOP (Hazard and Operability Studies) dan sebagainya
12
BAB VII
DEFINISI RISIKO
13
1. Risiko berdasarkan sifat
a. Risiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja
diadakan, agar dilain pihak dapat diharapkan ha-hal yang
menguntungkan. Contoh: Risiko yang disebabkan dalam hutang
piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk, dan
sebagainya.
b. Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika
terjadi dapat menimbulkan kerugian secara tiba-tiba. Contoh : Risiko
kebakaran, perampokan, pencurian, dan sebagainya.
2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
a. Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan
sebagai obyek yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi
dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian kerugian tersebut
menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk
dalam risiko spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada
perusahaan asuransi.
3. Risiko berdasarkan asal timbulnya
a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu
sendiri. Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja karena kesalahan
pengoperasian, risiko kecelakaan kerja, risiko mismanagement, dan
sebagainya.
b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau
lingkungan luar perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan,
fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.
14
ekonomi stabil. Contoh risiko murni statis : Ketidakpastian dari terjadinya
sambaran petir, angin topan, dan kematian secara acak (secara random).
b. Risiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam
masyarakat. Risiko dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh
sumber risiko dinamis : urbanisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan
undang-undang atau perubahan peraturan pemerintah.
15
BAB VIII
A. Tujuan Umum
B. Tujuan Khusus
16
BAB IX
IDENTIFIKASI RISIKO BAHAYA
DI RUMAH SAKIT UMUM BUNDA PURWOKERTO
17
hingga sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang
durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari seringkali kali menjadi tempat
goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang
ditularkan lewat darah. Kondisi gawat darurat dapat terjadi setiap waktu dan
mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan (agen yang
menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya suatu yang menantang
(Advanced Precaution for Today’s OR). Dari berbagai potensi bahaya tersebut,
maka Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu manajemen
resiko di Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efesien dan terpadu diperlukan
sebuah manajemen resiko di rumah sakit baik bagi pengelola maupun karyawan
rumah sakit.
18
BAB X
KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN (KTD)
ATAU (ADVERSE EVENT)
19
5. Transfer pengetahuan di rumah sakit.
Kekurangan pada orientasi atau training, tingkat pengetahuan staf untuk
jalankan tugasnya.
6. Pola SDM / alur kerja.
Para dokter, perawat, dan staf lain sibuk karena SDM tidak memadai,
pengawasan / Supervisi yang tidak adekuat
7. Kegagalan-kegagalan teknis.
Kegagalan alat / perlengkapan: pompa infus, monitor. Komplikasi / kegagalan
implants atau grafts. Instruksi tidak adekuat, peralatan dirancang secara buruk
bisa sebabkan pasien cidera. Kegagalan alat tidak teridentifikasi secara tepat
sebagai dasar cideranya pasien, dan diasumsikan staf yang buat salah. RCA
yang lengkap, sering tampilkan kegagalan teknis, yang mula-mula tidak
tampak, terjadi pada suatu KTD
8. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.
Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu terjadinya banyak
medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat ditelusuri sebabnya
pada buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis
yang adekuat
20
BAB XI
PERENCANAAN PROAKTIF
21
concentrations gunakan pra
campuran komersial
dari IV.
Menetapkan standard
an batasi konsentrasi
obat.
Antikoagula Factor resiko umum Menetapkan standar
n Konsentrasi dan total volume konsentrasi dan
Intravena / tidak terlabel dengan jelas. menggunakan
Heparin Botol multidosis premixed solutions
botol-botol insulin dan heparin Menggunakan botol
dicampur dan dijaga dalam single-dosis
kedekatan tertutup satu sama Memisahkan heparin
lainnya pada unit keperawatan. dan insulin:
pindahkan heparin
dari top of medication
carts
22
Form Isian Manajemen Risiko RSU Bunda Purwokerto
TIN -
DA REKOM
T
IDEN KA EN RE
D AN
TIFIK N DASI VIE
AF S BI GG
ASI YA TINDA W
MR K A UN
N RISIK NG KAN TA
PEO Y G
O AQR SU LAIN NG
A JA
KOR K DA - GA
WA
BAN H TANGG L
B
AD AL
A MULAI
1
2
3
D
23
DAMPAK MINOR MODERAT MAYOR KATASTROPIK
1 2 3 4
(Kegagalan yang tidak (Kegagalan dapat (Kegagalan (Kegagalan menyebabkan
disadari oleh pasien dan mempengaruhi proses menyebabkan kerugian kematian atau kecacatan)
tidak menimbulkan pelayanan kesehatan yang lebih besar
dampak dalam pelayanan tetapi menimbulkan terhadap pasien)
kesehatan) kerugian minor)
Pasien Tidak ada cedera, atau Perpanjangan hari Kerugian terhadap Kematian atau kerugian
tidak adanya rawat atau fungsi organ tubuh permanent terhadap fungsi
perpanjangan hari rawat perpanjangan kualitas (sensorik, motorik, tubuh (sensorik, motorik,
pelayanan untuk 1 atau psycologic atau physiologic atau
2 pasien intelektual), diperlukan intelektual), bunuh diri,
operasi lebih lanjut, pemerkosaan, reaksi
perpanjangan hari transfuse, operasi pada
rawat untuk 3 atau bagian atau pada pasien
lebih pasien, yang salah, pemberian bayi
peningkatan level pada orang tua yang salah
pelayanan untuk 3 atau
lebih pasien
Pengunjung Dievaluasi dan tidak Evaluasi dan Perawatan untuk 1 atau Kematian; atau perawatan
dibutuhkan penanganan penanganan untuk 1 2 pengunjung 3 atau lebih
atau 2 pengunjung
Staf: Hanya penanganan ringan Pengeluaran Medis, Perawatan 1 atau 2 staf Kematian atau perawatan 3
tanpa kerugian waktu atau kehilangan waktu atau atau 3 atau lebih, atau lebih staf
tidak menimbulkan ada kecelakaan kerja terjadi kecelakaan kerja
kecelakaan kerja untuk 1 atau 2 staf
Fasilitas atau Kerusakan kurang dari Kerusakan lebih dari Kerusakan sama Kerusakan sama dengan
24
Perlengkapan Rp100,000 atau tanpa Rp 100,000 tetapi dengan atau lebih dari atau lebih dari Rp2.500,000
Kesehatan menimbulkan dampak kurang dari Rp 1000,000
terhadap pasien Rp1.000,000
25
26
27
28
29
30
TINGKAT PROBABILITAS
4 Sering Hampir sering muncul dalam waktu yang relative singkat (mungkin terjadi beberapa kali dalam 1
(Frequent) tahun)
31
PENILAIAN SESUAI HAZARD
TINGKAT BAHAYA
KATASTROPIK MAYOR MODERAT MINOR
4 3 2 1
SERING 16 12 8 4
4
KADANG 12 9 6 3
3
JARANG 8 6 4 2
2
HAMPIR TIDAK 4 3 2 1
PERNAH
1
32
Setelah risiko-risiko yang mungkin terjadi dievaluasi dengan menggunakan
parameter-parameter probabilitas dan konsekuensi risiko, selanjutnya dapat
dilakukan suatu analisa untuk mengevaluasi dampak risiko secara keseluruhan,
dengan menggunakan matriks evaluasi risiko. Dalam penanganan risiko ini mengacu
pada ISO 31000:2009 Standar Manajemen Resiko. Standar ini memberikan panduan
yang diterima secara universal tentang proses manajemen risiko generik. Standar
Manajemen Risiko dimaksudkan untuk menggantikan standar yang berbeda banyak,
yang membentang di seluruh industri, wilayah, dan subyek. Termasuk informasi
pada kedua Catalogue ISO dan IEC (International Electrotechnical Commission)
program standar, ISO 31000 Standar meliputi:
ISO 31000 Prinsip dan Pedoman Pelaksanaan
IEC 31010 Manajemen Risiko – Risiko Teknik Penilaian
ISO / IEC 73 Manajemen Risiko – Kosakata
Sebagai sumber daya informatif untuk eksekutif bisnis, auditor keselamatan
dan risiko, analis risiko, manajer lini, kontraktor individu, dan karyawan lainnya dan
direksi yang terlibat dalam manajemen risiko, ISO 31000:2009 Standar Manajemen
Risiko menawarkan banyak individu dan tim yang ringkas, diperbarui, dan standar
global sumber kedua proses risiko manajemen dibentuk dan diusulkan. Sumber
online katalog menggabungkan ISO dengan program IEC standar dalam
pengembangan. Pengguna dapat memilih untuk pencarian menggunakan sebuah
entitas tunggal atau kombinasi entitas dari berikut ini:
Menerbitkan standar
Standar dalam pengembangan
Penarikan standar
Proyek dihapus
Resiko yang mempengaruhi organisasi mungkin memiliki konsekuensi dalam hal
sosial, lingkungan, keselamatan teknologi, dan hasil keamanan; disiplin komersial,
keuangan dan ekonomi, serta dampak reputasi sosial, budaya dan politik. Ketika
resiko terjadi, organisasi harus selalu mengajukan pertanyaan: “Apakah tingkat risiko
ditolerir atau diterima, dan tidak membutuhkan perawatan lebih lanjut?”. Penilaian
risiko merupakan bagian integral dari manajemen risiko yang menyediakan sebuah
33
proses terstruktur untuk organisasi untuk mengidentifikasi bagaimana tujuan
mungkin akan terpengaruh.
Hal ini digunakan untuk menganalisis risiko dalam hal konsekuensi dan
probabilitas mereka, sebelum organisasi memutuskan perawatan lebih lanjut, jika
diperlukan. Penilaian risiko menyediakan pembuat keputusan dan pihak yang
bertanggung jawab dengan peningkatan pemahaman risiko yang dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan, serta kecukupan dan efektivitas kontrol sudah di
tempat. Standar ini menyediakan dasar untuk keputusan tentang pendekatan yang
paling tepat untuk digunakan untuk mengobati risiko tertentu dan untuk memilih
antara opsi.
ISO / IEC 31010:2009 akan membantu organisasi dalam menerapkan
prinsip-prinsip manajemen risiko dan pedoman yang disediakan oleh ISO, baru-baru
diterbitkan 31000:2009 sendiri dilengkapi dengan ISO Guide 73:2009 pada kosa kata
manajemen risiko.
Standar penawaran terbaru dengan:
Konsep penilaian risiko
Proses penilaian resiko
Pemilihan teknik penilaian risiko.
Standar ini mencerminkan praktik yang baik saat ini dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut:
Apa yang bisa terjadi dan mengapa?, Apa akibatnya?, Berapakah
probabilitas terjadinya masa depan mereka?, Apakah ada faktor yang mengurangi
konsekuensi risiko atau yang mengurangi kemungkinan risiko?. Penerapan berbagai
teknik diperkenalkan, dengan referensi khusus untuk Standar Internasional lain di
mana konsep dan aplikasi teknik yang dijelaskan secara lebih rinci. Penilaian risiko
bukanlah aktivitas yang berdiri sendiri dan harus sepenuhnya diintegrasikan ke
dalam komponen-komponen lain dalam proses manajemen risiko.
34
BAB XII
RESPON MANAJEMEN
35
BAB XII
SISTEM MANAJEMEN RESIKO DALAM K3
DI RUMAH SAKIT UMUM BUNDA PURWOKERTO
36
1. Untuk peningkatan dan pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan sosial yang
setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan
2. Pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan
3. Perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Adapun beberapa hal strategis yang harus diperhatikan dan dilaksanakan
dalam kebijakan keselamatan kerja tersebut, antara lain :
1. Orientasi karyawan, untuk meningkatkan pengetahuan keselamatan kerja
karyawan tersebut
2. Penggunaan alat pelindung diri
3. Penataan tempat kerja yang baik dan aman
4. Pertolongan pertama pada kecelakaan, meliputi latihan, kelengkapan peralatan
P3K, pertolongan pada kasus luka dan mengatasi perdarahan, pada kasus patah
tulang, terkilir, luka bakar, cedera otot dan persendian, kasus cedera mata
5. Pencegahan kebakaran
6. Perizinan, yaitu perizinan untuk kegiatan yang dapat menimbulkan sumber nyala
api, perizinan untuk penggalian, untuk kelistrikan.
37
BAB XIII
PEDOMAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
2. Tahap perencanaan
Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto harus membuat perencanaan
yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan
sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di rumah sakit dapat
38
mengacu pada standar sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment
akreditasi K3 rumah sakit.
Perencanaan meliputi:
a. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya di Rumah
Sakit Umum Bunda Purwokerto
Jenis kecelakaan yang mungkin dapat terjadi. Penilaian faktor resiko, yaitu
proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan
penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan
keselamatan kerja. Pengendalian faktor risiko, dilakukan melalui empat
tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan
sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih
rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung
pribadi (APP)
b. Membuat peraturan, yaitu Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto harus
membuat, menetapkan dan melaksanakan standar prosedur operasional
(SPO) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3
lainnya yang berlaku. SPO ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus
dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.
c. Tujuan dan sasaran, yaitu Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto harus
mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial, dan
risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian
dan jangka waktu pencapaian (SMART)
d. Indikator kinerja, Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto harus dapat diukur
sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi
mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit.
e. Program kerja, yaitu Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto harus
menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit, untuk mencapai
sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
39
3. Tahap penerapan atau pelaksanaan
Pelaksanaan K3 di Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto harus
merupakan bagian dari semua kegiatan operasional. Maka dari itu pekerjaan atau
tugas apapun tidak dapat diselesaikan secara efisien kecuali jika si pekerja telah
mengikuti setiap tindak pencegahan dan peratuan K3 untuk melindungi dirinya
dan kawan kerjanya. Sesuai dengan konsep sebab akibat kecelakaan serta
prinsip pencegahan kecelakaan, maka pengelompokan unsur K3 diarahkan
kepada pengendalian sebab dan pengurangan akibat terjadinya kecelakaan.
Pelaksanaan K3 di Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto sangat
tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas
dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3.
Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola
pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan
latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah
sakit secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di
semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab
timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan
pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga
dapat dilaksanakan dengan baik.
Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk
menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih
terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari
pemecahannya. Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu melakukan
upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien, maupun
pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah
sakit. Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja
yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau terbagus adalah
pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah sakit.
40
BAB XIV
PENUTU-P
Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai
tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Rumah Sakit Umum Bunda
Purwokerto merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan
kesehatannya.
Potensi bahaya di Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto , selain penyakit-
penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi
dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan
yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan
psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas
mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto .
Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto mempunyai karakteristik khusus yang
dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas seringkali
menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat atau
membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang
terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi
sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini
dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan
kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah seringkali
terjadi tanpa sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung
tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada
kenyataannya, jari jemari sering kali menjadi tempat goresan kecil dan luka,
meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah.
Mengelola risiko harus dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan
manajemen risiko sebagaimana terlihat dalam Risk management standard AS/NZS
4360, yang meliputi:
41
1. Penentuan konteks,
2. Identifikasi risiko
3. Analisa risiko,
4. Evaluasi risiko,
5. Pengendalian risiko,
6. Komunikasi,dan
7. Pemantauan dan tinjauan ulang
Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah menentukan
konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat luas dan bermacam
aplikasinya salah satu diantaranya adalah manajemen risiko K3. Untuk manajemen
risiko K3 sendiri juga diperlukan penentuan konteks yang akan dikembangkan
misalnya menyangkut risiko kesehatan kerja, kebakaran, hygiene, industry dan
lainnya. Dari konteks tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya
manajemen risiko untuk aktivitas di Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto .
Penentuan konteks ini diselaraskan dengan visi dan misi organisasi serta sasaran
yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan pula kriteria risiko yang sesuai dengan
Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto. Setelah menetapkan konteks manajemen
risiko, langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi bahaya, analisa dan
evaluasi risiko serta menentukan langkah atau strategi pengendalainnya.
Tujuan dari diterapkannya manajemen resiko yang terintegrasi dalam K3 ini
pada Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto adalah terciptanya cara kerja,
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan karyawan Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto , pasien serta
pengunjung ke sarana layanan kesehatan ini.
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut Peraturan
Menteri Kesehatan 2007 terdiri atas meliputi langkah-langkah sebagai berikut Tahap
persiapan (komitmen dan kebijakan), Tahap perencanaan, Tahap penerapan atau
pelaksanaan, Tahap Pengukuran dan evaluasi, Tahap peninjauan ulang dan
peningkatan.
Bentuk kegiatan yang mendukung terselengaranya sistem manajemen resiko
yang terintegrasi dalam K3 agar berjalan dengan benar, meliputi penyuluhan K3 ke
semua petugas Rumah Sakit Umum Bunda Purwokerto, pelatihan K3 yang
42
disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku
sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari
pelatihan
43
DAFTAR PUSTAKA
Susilo, Leo J. dan Victor Riwu Kaho.2010. Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000.
Ppm Manajemen. Jakarta.
44