Anda di halaman 1dari 4

Nama/Nim : Lailatul Maghfiroh / 201610410311019

Kelas : Muttawasittin A

Akhlak Sosial
A. Pandangan islam tentang kehidupan sosial

Menurut pandangan Islam manusia secara etimologi disebut juga insan yang dalam
bahasa arabnya, berasal dari akar kata nasiya yang berarti lupa. Dan jika dilihat dari akar
kata al-uns maka kata insan berarti jinak. Dari kedua akar kata tersebut kata insan dipakai
untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak, dalam arti
manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Keberadaan
manusia sangat nyata sekali berbeda dengan makhluk yang lainnya. Manusia juga
memiliki karya yang dihasilkannya sehingga berbeda dengan makhluk yang lain. Hasil
karya manusia itu dapat dilihat dalam setting sejarah dan setting psikologis, geografis,
situasi emosional dan intelektual yang melatar belakangi hasil karyanya. Dari hasil karya
yang dibuat manusia tersebut, menjadikan ia sebagai makhluk yang menciptakan sejarah.
Dalam kehidupan kita sebagai manusia sekaligus anggota masyarakat istilah sosial selalu
dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam hubungannya dengan
manusia lainnya dan laingkungannya, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan
kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dalam Islam diartikan sebagai suatu
sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan antar sesama manusia sehingga
memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap yang lemah,
mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan bahwa seseorang dikatan
sebagai orang atau manusia mempunyai jiwa sosial yang tinggi.

B. Masyarakat dambaan islam


Manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan martabat setiap individu diakui
secara penuh dalam mencapai kebahagiaan bersama.
Masyarakat dengan semangat Islam membentuk tatanan-tatanan yang bersumber dari
hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Tatanan-tatanan tersebut minimal bersendikan :
-          Tauhidullah
-          Ukhuwah Islamiyyah
-          Persamaan dan kesetiakawanan
-          Musyawarah dan Tasamuh
-          Jihad dan amal shaleh
-          Istiqamah

C. Toleransi inter dan antar umat beragama islam


Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu
risalah penting yang ada dalam sistem teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa
mengingatkan kita akan keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna
kulit, adat-istiadat, dsb.  Toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk
pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala
bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk
menjalankan keyakinan agama masing-masing. Keyakinan umat Islam kepada Allah
tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka.
Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya
mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam
Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak
agama Islam itu lahir.

Toleransi Antar Umat Beragama


Toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama
masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-
prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk
beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Sikap toleransi antar umat
beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita
atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling
memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi
bukanlah urusan manusia, melainkan Allah SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran
di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita. Allah juga
menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran
masing-masing sehingga tidak perlu saling menghujat.

D. Kesejahteraan Sosial
Islam sebagai ajaran sangat peduli dengan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan social
dalam Islam pada intinya mencakup dua hal pokok yaitu kesejahteraan social yang bersifat
jasmani dan rohani. Manifestasi dari kesejahteraan sosial dalam Islam adalah bahwa setiap
individu dalam Islam harus memperoleh perlindungan yang mencakup lima hal: Pertama,
agama (al-dîn), merupakan kumpulan akidah, ibadah, ketentuan dan hukum yang telah
disyari‘atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan
antara sebagian manusia dengan sebagian yang lainnya. Kedua, jiwa/tubuh (al-nafs), Islam
mengatur eksistensi jiwa dengan menciptakan lembaga pernikahan untuk mendapatkan
keturunan. Islam juga melindungi dan menjamin eksistensi jiwa berupa kewajiban
memenuhi apa yang menjadikebutuhannya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat
tinggal, qishash, diyat, dilarang melakukan hal yang bisa merusak dan membahayakan
jiwa/tubuh.
Ketiga, akal (al-‘aql), melindungi akal dengan larangan mengkonsumsi narkoba (khamr dan
segala hal yang memabukkan) sekaligus memberikan sanksi bagi yang mengkonsumsinya.
Keempat, kehormatan (al-‘irdhu), berupa sanksi bagi pelaku zina dan orang yang menuduh
zina. Kelima, kekayaan (al-mâl), mengatur bagaimana memperoleh kekayaan dan
mengusahakannya, seperti kewajiban mendapatkan rizki dan anjuran bermua‘amalat,
berniaga. Islam juga memberi perlindungan kekayaan dengan larangan mencuri, menipu,
berkhianat, memakan harta orang lain dengan cara tidak benar, merusak harta orang lain, dan
menolak riba. Kelima pilar asasi ini menjadi apresiasi, advokasi dan proteksi Islam dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Berkenaan dengan perlindungan jiwa, harta dan
kehormatan manusia,

E. Pandangan Islam terhadap Kemiskinan, Kebodohan, Pengangguran


Harus kita akui bahwa kemiskinan muncul bukan lantaran persoalan ekonomi saja,
tapi karena persoalan semua bidang: struktural (baca: birokrasi), politik, sosial, dan kultural,
dan bahkan pemahaman agama. Kita pun tahu dampak dari adanya kemiskinan ini, seperti
kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, perampokan, patologi, dan lain sebagainya, di
mana semua itu semakin hari semakin meningkat saja intensitasnya di sekitar kita. Tak
mudah seperti membalikkan telapak tangan untuk mengatasi kemiskinan. Diperlukan semua
segi, di antaranya ekonomi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan tentu saja,
ketenagakerjaan. Selain itu ada segi lain yang tak boleh kita lupakan juga dalam mengatasi
masalah ini, yaitu agama. Islam memberikan pesan-pesannya melalui dua pedoman, yaitu
Alquran dan Hadits. Melalui keduanya kita dapat mengetahui bagaimana agama (Islam)
memandang kemiskinan. Alquran menggambarkan kemiskinan dengan 10 kosakata yang
berbeda, yaitu al-maskanat (kemiskinan), al-faqr (kefakiran), al-’ailat (mengalami
kekurangan), al-ba’sa (kesulitan hidup), al-imlaq (kekurangan harta), al-sail (peminta), al-
mahrum (tidak berdaya), al-qani (kekurangan dan diam), al-mu’tarr (yang perlu dibantu) dan
al-dha’if (lemah). Kesepuluh kosakata di atas menyandarkan pada satu arti/makna yaitu
kemiskinan dan penanggulangannya. Islam menyadari bahwa dalam kehidupan masyarakat
akan selalu ada orang kaya dan orang miskin (QS An-Nisa/4: 135). Sungguh, hal itu memang
sejalan dengan sunatullah (baca: hukum alam) sendiri. Hukum kaya dan miskin
sesungguhnya adalah hukum universal yang berlaku bagi semua manusia, apa pun
keyakinannya. Karena itu tak ubahnya seperti kondisi sakit, sehat, marah, sabar, pun sama
dengan masalah spirit, semangat hidup, disiplin, etos kerja, rendah dan mentalitas.
Islam sesungguhnya sudah sangat jelas memberikan solusi untuk menangani masalah
kemiskinan. Tinggal saat ini bagaimana kita mau atau sudah melaksanakannya atau tidak.
Jika memang sudah, apakah kita masih konsisten melaksanakannya? Dalam Hadis Qudsi
dikatakan bahwa Allah sesungguhnya memberikan solusi bagi orang yang konsisten dalam
melakukan sesuatu yang benar meskipun dilakukannya sedikit demi sedikit.

Daftar Pustaka
 Zainuddin dan Muhammad Jamhari. 1999. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, CV.
Bandung: Pustaka Setia.
 Mahmud, Ali Abdul Hamid. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press
 M. Ali Hasan. 1978.Tuntunan Akhlak.Jakarta: Bulan Bintang.
 Anwar, Rosihon.2010. Akhlak . Bandung.: CV Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai