A. Jam’iyah Shalawatan
1. Pengertian Shalawat
Shalawat berasal dari bahasa Arab, yang berarti sanjungan. Para ahli
epistimologi memberikan definisi shalawat sebagai penghormatan atau sanjungan
atas Nabi. Makna ini seperti yang dikatakan Imam Bukhori dalam kitab
Shahehnya pada bagian at-Tafsir menjelaskan, bahwa maksud shalawat dari Allah
itu adalah sanjungan Allah yang terdapat atasnya (Abu Ahmad Afifuddin,
2014:13).
Pendapat lain mengatakan, shalawat adalah bentuk jamak dari kata sholat
yang berarti doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah. Arti
bershalawat dapat dilihat dari pelakunya (subjeknya). Jika shalawat itu datangnya
dari Allah SWT, berarti member rahmat kepada makhluknya. Sedangkan shalawat
dari orang-orang mukmin, berarti suatu doa agar Allah SWT member rahmat dan
kesejahteraan kepada Nabi Muhammad saw dan keluarganya. Selain itu shalawat
juga doa untuk diri sendiri, orang banyak, maupun kepentingan bersama. Adapun
shalawat sebagai ibadah adalah pernyataan hamba atas ketundukannya kepada
Allah SWT serta mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang dijanjikan
Nabi Muhammad saw bahwa orang bershalawat kepadanya akan mendapat pahala
yang besar, baik shalawat itu dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan)
(Bambang Irawan, 2007:65).
Imam Ja’far ash-Shidiq yang pendapatnya dikutip oleh Abu Ahmad
(2014:14) mendefinisikan bahwa shalawat dari Allah adalah rahmat, sedangkan
shalawat dari malaikat adalah penyucian, adapun shalawat dari manusia adalah
doa. Adapun hukum membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw adalah
sebagai berikut:
14
15
a. Wajib
1) Di dalam shalat yaitu ketika kita membaca tasyahud akhir, bacaan
shalawat atas Nabi Saw dan keluarganya hukumnya wajib menurut
kesepakatan para ulama.
2) Di dalam shalat jenazah, Qadhi Ahmad bin Husain Al-Ishfahaniy
dalam kitab Fathul Qaribil Mujib menjelaskan bahwa membaca
shalawat atas Nabi Saw, juga diwajibkan di dalam shalat jenazah
karena shalawat atas Nabi Saw ini termasuk dalam rukun shalat
jenazah.
b. Sunnah
Sedangkan membaca shalawat di luar urusan shalat menurut jumhur
ulama hukumnya adalah sunah mu’akad yaitu pekerjaan sunnah yang
sangat dianjurkan. Dalam keadaan berdoa, bacaan shalawat ini menjadi
salah satu syarat sah. Maksudnya, isi bacaan doa itu harus ada bacaan
shalawat atas Nabi baik yang dibaca di awal, di pertengahan, atau di
akhir bacaan tersebut. Jika tidak, maka doa tersebut tidak memenuhi
syarat sahnya dan tertahan di antara langit dan bumi serta tiada naik
barang sedikitpun.
Adapun shalawat yang disunnahkan untuk dibaca pada waktu dan
tempat-tempat tertentu sebagaimana telah dikemukakan oleh ustadz
Mahmud Samiy (2014:20) antara lain:
1) Sesudah menjawab adzan dan iqamat
2) Pada akhir membaca doa qunut
3) Pada pertengahan takbir shalat Id
4) Ketika mencium hajar aswad di dalam tawaf
5) Ketika membaca talbiyah
6) Sehabis berwudhu
7) Ketika menyembelih dan bersin
Ada beberapa sebab ummat Muslim bershalawat kepada Nabi
Muhammad Saw, di antaranya adalah:
16
dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya di
bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak
sejajar. Yang paling ditekankan di sini adalah bahwa fase remaja merupakan fase
perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari
aspek kognitif, emosi, maupun fisik (M. Ali dan M. Asrori, 2008:9). Karena masa
remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari
lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi
suatu periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai (Horrocks, 1976; Adi,
1986; Monks, 1989; dalam Moh. Ali dan Moh. Asrori, 2008:145).
Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak
berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan cepat yang
terjadi pada tubuh remaja luar dan dalam itu, membawa akibat yang tidak sedikit
terhadap sikap, perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja (Zakiah Daradjat,
1995:8). Sementara itu pakar kejiwaan berpendapat bahwa masa remaja adalah
masa goncang, yang terkenal dengan berkecamuknya perubahan-perubahan
emosional yang disebabkan oleh perubahan hormon seks dan perkembangan
emosi (1995:33).
Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12
tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun
bagi laki-laki. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia
12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun
sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Mohammad Ali dan Mohammad
Asrori, 2008:9).
Dalam Islam tidak ada istilah remaja, yang ada hanya istilah baligh yang
dikaitkan dengan mimpi basah, menstruasi, menginjak umur 9 dan 15 tahun dan
lain sebagainya. Kata baligh dalam istilah hukum Islam digunakan untuk
penentuan umur awal kewajiban dalam melaksanakan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Atau dengan kata lain mereka yang telah baligh dan
berakal, berlakulah seluruh ketentuan hukum Islam terhadap diri mereka
(1995:11). Tampaknya masa remaja yang mengantarkan masa kanak-kanak dan
dewasa, tidak terdapat dalam Islam. Dalam Islam seorang manusia bila telah akil
21
baligh, telah bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Jika ia berbuat baik
akan mendapat pahala, dan bila melakukan perbuatan tidak baik akan mendapat
dosa.
1. Karakter Remaja
Dapat dikatakan bahwa perilaku remaja tidak stabil, keadaan emosinya
goncang, mudah condong kepada ekstrim, sering terdorong, bersemangat, peka,
mudah tersinggung, pemikiran dan perhatiannya terpusat pada dirinya. Perhatian
kepada diri dan penampilannya berlebihan, ia berusaha untuk menarik perhatian
orang lain, seperti berpakaian secara mencolok, memilih warna yang tajam dan
penampilan yang “wah” tampak jelas. Kadang-kadang remaja berkelakuan yang
menimbulkan tertawaan orang lain atau melakukan hal-hal hebat yang
menimbulkan kekaguman dan perhatian orang kepadanya (Zakiyah Daradjat,
1995:35).
Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan
nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan
mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman,
pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan
identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang (Sarwono, 1989 dalam
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2008:145). Selain itu, karakteristik yang
berkaitan dengan perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal, yaitu mulai mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-
masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu
permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga
pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa, 1988 dalam
2008:145).
Tingkat perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh
pada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup mencolok
dan ditempatkan sebagi salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-
nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya (Gunarsa, 1988 dalam
22
2008:146). Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara dan
akan berubah serta berkembang kearah moralitas yang lebih matang dan mandiri.
Menurut Moh. Ali dan Moh. Asrori (2008:91) ada sejumlah karakteristik
menonjol dari perkembangan sosial remaja, yaitu sebagai berikut:
a. Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan
Masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa
remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan sangat dominan.
Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari
kompensasi dengan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha
mencari pergaulan. Penghayatan kesadaran akan kesunyian yang
mendalam dari remaja merupakan dorongan pergaulan untuk menemukan
pernyataan diri akan kemampuan kemandiriannya.
b. Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial
Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan
dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-
nilai tersebut atau tetap pada pendirian dengan segala akibatnya. Ini
berarti bahwa reaksi terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut
norma-norma tertentu pula.
c. Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis
Remaja sangat sadar akan dirinya tentang bagaimana pandangan lawan
jenis mengenai dirinya. Dalam konteks ini, Kublen (Simanjuntak dan
Pasaribu, 1984:153) yang dikutip oleh Ali dan Asrori, menegaskan
bahwa the social interest of adolescent are essentially sex social interest.
Oleh sebab itu, masa remaja sering kali disebut masa biseksual.
Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan dengan
perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang berkembang secara
dominan bukanlah kesadaran jasmani yang berlainan, melainkan
tumbuhnya ketertarikan terhadap lawan jenisnya.
d. Mulai cenderung memilih karir tertentu
Karakteristik berikutnya sebagaimana yang dikatakan oleh Kuhlen bahwa
ketika sudah memasuki masa remaja akhir, mulai tampak kecenderungan
23
orang lain ataupun orang yang melakukannya, sedangkan sosial yaitu keadaan
dimana terdapat kehadiran orang lain. Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan,
tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap ornag lain. Dari
uraian tersebut dapat diartikan juga bahwa manusia sebagai pelaku dari perilaku
sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Artinya manusia memiliki
kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaaan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan manusia lainnya.
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan
keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001:17).
Sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, ia tidak
dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Ada
ikatan saling ketergantungan diantara satu orang dengan yang lainnya. Artinya
bahwa kelangsungan hidup menusia berlangsung dalam suasana saling
mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja
sama, saling menghormati, tidak mengganggu hak orang lain, toleran dalam hidup
bermasyarakat.
Agama adalah sistem keyakinan atau kepercayaan manusia terhadap
sesuatu zat yang dianggap Tuhan (Abdullah Ali, 2005:109). Secara etimologi
istilah agama banyak dikemukakan dalam berbagai bahasa, antara lain religion
(Inggris), religie (Belanda), religio (Yunani), ad-din, syari’at, hisab (Arab-Islam),
atau dharma (Hindu).
Menurut Louis Ma’luf dalam Al-Munawar (231) yang dikutip oleh
Abdullah Ali, pengertian agama dalam Islam secara spesifik berasal dari kata ad-
Dien jama’ dari al-Adiyan yang mengandung arti al-Jazaa wal Mukaafah, al-
Qodlo, al-Malikul Mulk, as-Sulthon, at-Tadbiir, al-Hisab. Menurut Moenawar
Cholil (1970) yang dikutip oleh Abdullah Ali (2005:110), menafsirkan kata ad-
Dien sebagai masdar dari kata” يديت- ”دانyang mempunyai banyak arti, antara lain:
cara atau adat kebiasaan, peraturan, undang-undang, taat dan patuh, meng-Esakan
Tuhan, pembalasan, perhitungan, hari kiamat, nasihat, dan Agama.
Dari pengertian yang khas itu, makna ad-Dien dalam Islam
sesungguhnya tidak cukup diartikan hanya sekedar kepercayaan yang mengatur
29
hubungan antara manusia dengan Zat Maha Pencipta. Lebih dari itu, agama Islam
juga merupakan seperangkat norma dan nilai yang mengatur hubungan antara
umat manusia dengan sesama, bahkan dengan lingkungan alam sekitar beserta
penghuninya. Secara sosiologis, agama yang mengandung kepercayaan dengan
berbagai praktek pengalaman ibadahnya dalam kehidupan masyarakat adalah
masalah sosial.
Berdasarkan ungkapan di atas, maka dapat dianalisis bahwa yang
dimaksud dengan perilaku sosial keagamaan adalah suatu tindakan yang
dilaksanakan oleh seseorang atau kelompok untuk terlibat dalam kehidupan sosial
keagamaan.
Pembentukan perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pada aspek eksternal
situasi sosial memegang peranan yang cukup penting. Situasi sosial diartikan
sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang
satu dengan yang lain (W.A. Gerungan,1978:77).
Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan dalam bukunya, bahwa proses
pembentukan perilaku melalui empat macam cara yakni adopsi, diferensial,
integrasi, dan trauma. Adopsi merupakan peristiwa yang terjadi secara berulang-
ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam
individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap. Diferensial berkaitan erat dengan
intelegensi terjadi secara bertahap bermula dari pengalaman yang tiba-tiba
mengejutkan sehingga menimbulkan kesan mendalam jiwa seseorang yang
bersangkutan. Integrasi menggabungkan antara pengalaman satu dengan lainnya
yang akan dijadikan sebuah pelajaran. Trauma merupakan peristiwa yang terjadi
akibat kesan buruk atau pahit yang mengakibatkan cedera pada jiwa seseorang
(Sarlito Wirawan, 1982:105).
Sedangkan menurut Bimo dalam membentuk perilaku dapat dilakukan
melalui tiga cara yakni, pembentukan perilaku dengan kondisioning atau
kebiasaan, pembentukan perilaku dengan pengertian atau insight, pembentukan
perilaku dengan menggunakan model. Perilaku manusia sebagian terbesar ialah
berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari. Berkaitan dengan hal
30
berulang-ulang terhadap salah satu obyek sosial. Berbagai bentuk dan jenis
perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian
yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seperti
dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku sosial seseorang yang
menjadi anggota kelompok akan terlihat jelas di antara anggota kelompok lainnya.
Masih menurut Akyas Azhari (2004:161) perilaku sosial dapat dilihat
melalui sifat-sifat dan pola respon antar pribadi, yaitu kecenderungan perilaku
peran yang meliputi :
a. Sifat pemberani dan pengecut secara sosial
Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial, biasanya dia suka
mempertahankan dan membela haknya, tidak malu-malu atau segan
melakukan suatu perbuatan yang sesuai norma di masyarakat dalam
mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan sifat
pengecut menunjukan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti kurang
suka mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat untuk menge-
depankan kepentingannya.
b. Sifat berkuasa dan sifat patuh
Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilkau sosial biasanya
ditunjukan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada
kekuatan, percaya diri, berkemauan keras, suka member perintah dan
memimpin langsung. Sedangkan sifat yang patuh atau penyerah
menunjukan perilaku sosial yang sebaliknya, misalnya kurang tegas
dalam bertindak, tidak suka member perintah dan tidak berorientasi
kepada kekuatan dan kekerasaan.
c. Sifat inisiatif secara sosial dan pasif
Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka mengorganisasi
kelompok, tidak suka mempersoalkan latar belakang, suka member
masukan atau saran-saran dalam berbagai pertemuan, dan biasanya suka
mengambil alih kepemimpinan. Sedangkan sifat orang yang pasif secara
sosial ditunjukan oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat orang
32
pusat susunan syaraf, sebagai pusat kesadaran, kemudian baru terjadi respon
melalui afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini yang
disebut proses psikologis. Perilaku atau aktivitas atas dasar proses psikologis ini
yang disebut perilaku atau aktivitas psikologis (Branca, 1964 dalam Bimo
Walgito, 2007:18)
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang
diusahakan, dan menjadi tujuan manusia. Perilaku manusia adalah baik dan benar,
jika perilaku tersebut menuju kesempurnaan manusia (insan kamil), maka
kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi
kebaikan yang kongkrit (Jalaluddin, 1997:81).
Seluruh manusia mempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya yaitu
menuntut kesempurnaan. Adapun kesempurnaan itu tidak terlepas dari budi
pekerti atau perilaku yang baik. Untuk bisa berperilaku baik, manusia harus
mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya yaitu akhirat (surga). Untuk
meraihnya harus melalui proses hidup yang begitu lama, dan dalam proses hidup
itu kita harus mengaplikasikan apa yang dibawakan dan diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW kepada umatnya yaitu akhlakul karimah.
Adapun indikator perilaku sosial keagamaan yang dikemuakakan oleh
Mohammad Daud Ali (1997:458) dilihat dari hubungan antara akhlak dengan
masyarakat dapat dipelihara antara lain dengan:
b. Menghargai Nilai dan Norma
Nilai merupakan standar umum yang diyakini dan diserap dari keadaan
obyektif maupun dianggap dari keyakinan sentimen maupun identitas
yang diberikan Allah Swt yang pada gilirannya merupakan sentimen
kejadian umum, identitas umum, yang oleh karenanya menjadi syarat
umum. Di dalam satu budaya atau kultur suatu bangsa, sistem nilai
merupakan landasan atau tujuan dari kegiatan sehari-hari yang
menentukan dan mengarahkan bentuk, corak, identitas, kelenturan
perilaku seseorang atau sekelompok orang atau kelompok. Disebabkan
nilai dan norma merupakan semacam keorganisasian seluruh lapisan
masyarakat tentang kenyataan yang berlaku, maka setiap orang harus
34
…