Anda di halaman 1dari 113

Dasar Hukum dan Dalil-dalil Shalawat

Selasa, 00 0000
Tulisan Terkait
 Arti Shalawat

Dibawah ini adalah dalil-dalil tentang shalawat baik dari Al-Quran maupun Al-Hadis Nabi Saw., serta
para ulama

AL-QUR'AN

Surat Al-Ahzâb ayat 43:

Artinya: "Dia-lah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohon ampunan untukmu)
supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang".

Surah Al-Ahzâb ayat 56:

Artinya: "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang
yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya".

Maksud Allah bershalawat kepada Nabi Saw. adalah dengan memberi rahmat-Nya; bershalawat malaikat
kepada Nabi Saw. dengan memintakan ampunan; sedangkan bershalawatnya orang-orang mu'min kepada
Nabi Saw. dengan berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan per-kataan "Allâhumma Shalli 'alâ
Muhammad"

Adapun salam kepada Nabi Saw. adalah dengan mengucapkan "Assalâmu Alayka Ayyuh al-Nabiyy."

Al-Hadits

Artinya: "Bershalawatlah kamu kepadaku, karena sha-lawatmu itu menjadi zakat (penghening jiwa
pembersih dosa) untukmu." (HR. IbnMurdaweh)
Artinya: "Saya mendengar Nabi Saw. Bersabda janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai
kuburan, dan janganlah kamu menjadikan kuburanku sebagai per-sidangan hari raya. Bershalawatlah
kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada." (HR. Al-Nasâ'i, Abû Dâud
dan dishahihkan oleh Al-Nawâwî).

Diterangkan oleh Abû Dzar Al-Harawî, bahwa perintah shalawat ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah.
Ada yang berkata pada malam Isra' dan ada pula yang berkata dalam bulan Sya'ban. Dan oleh karena
itulah bulan Sya'ban dinamai dengan "Syahrush Shalâti" karena dalam bulan itulah turunnya ayat 56,
Surah ke-33 Al-Ahzâb.

Fadhilah dan Faedah Bershalawat


Selasa, 00 0000
Tulisan Terkait
 Arti Shalawat

Fadilah (keutamaan) bershalawat atas nabi sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran bahwa Allah Swt.
dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat atas Nabi Muhammad Saw., seperti terlihat dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersha-lawat untuk Nabi... ." (QS.33:56).

Penggalan ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. melimpahkan rahmat bagi Nabi Muhammad Saw. dan
para malaikat memintakan ampunan bagi Nabi Muhammad Saw. Karena itu, pada lanjutan ayat tersebut,
Allah Swt. menyuruh orang-orang mukmin supaya bershalawat dan memberi shalawat kepada Nabi
Muhammad Saw.: "...Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya."

Untuk mengetahui keutamaan apakah yang diperoleh orang-orang yang bershalawat, baiklah kita
perhatikan maksud-maksud hadis yang di bawah lni.

Bersabda Nabi Saw.

Artinya: "Barangsiapa bershalawat untukku sekali, niscaya Allah bershalawat untuknya sepuluh kali."
(HR. Muslim dari Abû Hurairah).

Artinya: "Bahwasanya bagi Allah Tuhan semesta alam ada beberapa malaikat yang diperintah berjalan
di muka bumi untuk memperhatikan keadaan hamba-Nya. Mereka me-nyampaikan kepadaku (sabda
Nabi) akan segala salam yang diucapkan oleh ummatku." (HR. Ahmad. Al-Nasâ'i dan Al-Darimî).
 

Artinya: "Barangsiapa bershalawat untukku dipagi hari sepuluh kali dan di petang hari sepuluh kali,
mendapatlah ia syafa'atku pada hari qiamat." (HR. Al-Thabrânî)

Artinya: "Manusia yang paling utama terhadap diriku pada hari qiamat, ialah manusia yang paling
banyak bershalawat untukku." (HR. Al-Turmudzî).

Artinya: "Jibril telah datang kepadaku dan berkata: 'Tidakkah engkau ridha (merasa puas) wahai
Muhammad, bahwasanya tak seorang pun dari umatmu bershalawat untukmu satu kali, kecuali aku akan
bershalawat untuknya sebanyak sepuluh kali? Dan tak seorang pun dari umatmu mengucapkan salam
kepadamu, kecuali aku akan meng-ucapkan salam kepadanya sebanyak sepuluh kali?! (HR. Al-Nasâ'i
dan Ibn Hibban, dari Abû Thalhah).

Sabda Rasulullah Saw. yang Artinya: "Barangsiapa -ketika mendengar azan dan iqamat mengucapkan:
"Allâhumma Rabba Hâdzih al-Da'wât al-Tâmmah, wa al-Shalât al-Qâ'imati, shalli 'alâ muhammadin
'abdika wa Rasûlika, wa A'tihi al-Washîlata wa al-Fadhîlata, wa al-Darâjata al-Râfi'ata, wa al-Syafâ'ata
yawm al-Qiyâmati (Artinya: "Ya Allah, ya Tuhannya seruan yang sempurna ini, serta shalat yang segera
didirikan ini, limpahkanlah shalawat untuk Muhammad, hamba dan rasul-Mu. Dan berilah ia wasilah
dan fadilah serta derajat yang amat tinggi dan (izin untuk) bersyafaat pada hari Kiamat)..., maka (bagi
siapa yang mengucapkan doa tersebut) niscaya akan beroleh syafaatku kelak."

Al-Ghazali didalam kitabnya Ihyâ 'Ulûm al-Dîn menceritakan seorang dari mereka (seorang dari kalangan
ulama, sufi, ahli ibadah dsb.) pernah berkata: "Sementara aku menulis (catatan tentang) beberapa hadis,
aku selalu mengiringinya dengan menuliskan shalawat untuk Nabi Saw., tanpa melengkapinya dengan
salam untuk beliau. Malamnya aku berjumpa dengan beliau dalam mimpi, dan beliau berkata kepadaku:
'Tidakkah sebaiknya engkau melengkapi shalawatmu untukku dalam bukumu itu?' Maka sejak itu, tak
pernah aku mengucapkan shalawat kecuali melengkapinya dengan ucapan salam untuk beliau."

Diriwayatkan dari Abû Al-Hasan, katanya: "Aku pernah berjumpa dengan Nabi Saw. dalam mimpi, lalu
kukatakan kepada beliau: 'Ya Rasulullah, apa kiranya ganjaran bagi Al-Syâfi'i, ketika ia bershalawat
untukmu dalam kitabnya: Al-Risâlah dengan ungkapan: 'Semoga Allah bershalawat atas Muhammad
setiap kali ia disebut oleh para penyebut, dan setiap kali sebutan tentangnya dilalaikan oleh para pelalai?'
Maka Nabi Saw. menjawab: 'Karena ucapannya itu, ia dibebaskan dari keharusan menghadapi
perhitungan (hisab pada hari Kiamat).'"
Dalam kitab yang sama (Ihya) Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa sesungguhnya berlipatganda-nya
pahala shalawat atas Nabi Saw. adalah karena shalawat itu bukan hanya mengandung satu kebaikan saja,
melainkan mengandung banyak kebaikan, sebab di dalamnya ter-cakup :

1. Pembaharuan iman kepada Allah.


2. Pembaharuan iman kepada Rasul.
3. Pengagungan terhadap Rasul.
4. Dengan inayah Allah, memohon kemuliaan baginya.
5. Pembaharuan iman kepada Hari Akhir dan berbagai kemuliaan.
6. Dzikrullah.
7. Menyebut orang-orang yang shalih.
8. Menampakkan kasih sayang kepada mereka.
9. Bersungguh-sungguh dan tadharru' dalam berdoa.
10. Pengakuan bahwa seluruh urusan itu berada dalam kekuasaan Allah

Masih banyak keutamaan-keutamaan bagi orang-orang yang melakukan atau membaca shalawat atas
Nabi. Namun penyusun hanya menukil beberapa hadis dan qawl (perkataan) ulama.

Adapun faedah atau manfaat bershalawat atas Nabi Muhammad Saw. sebagaimana dijelaskan hadis-hadis
di atas terdapat sembilan belas perkara, yakni:

1. Memperoleh curahan rahmat dan kebajikan dari pada Allah Swt.;


2. Menghasilkan kebaikan, meninggikan derajat dan menghapuskan kejahatan;
3. Memperoleh pengakuan kesempurnaan iman, apabila kita membacanya 100 Kali;
4. Menjauhkan kerugian, penyesalan dan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang shalih;
5. Mendekatkan diri kepada Allah;
6. Memperoleh pahala seperti pahala memerdekakan budak;
7. Menghasilkan syafa'at;
8. Memperoleh penyertaan dari Malaikat rahmah;
9. Memperoleh hubungan yang rapat dengan Nabi; Seseorang yang bershashalawat dan bersalam
kepada Nabi, shalawat dan salamnya itu disampaikan kepada Nabi;
10. Membuka kesempatan berbicara dengan Nabi Saw.;
11. Menghilangkan kesusahan, kegundahan dan meluaskan rezeki;
12. Melapangkan dada. Apabila seseorang membaca shalawat 100 kali, maka Allah akan
melapangkan dadanya dan memberikan penerangan yang sinar seminarnya ke dalam hatinya;
13. Menghapuskan dosa. Apabila seseorang membaca dengan tetap tiga kali setiap hari, maka Allah
akan menghapuskan dosanya;
14. Menggantikan shadaqah bagi orang yang tidak sanggup bershadaqah;
15. Melipatgandakan pahala yang diperoleh. Apabila seseorang bershalawat di hari Jumat, maka
Tuhan akan memberikan kepadanya pahala yang berlipat ganda;
16. Mendekatkan kedudukan kepada Rasulullah di hari qiamat. Menyebabkan doa bisa diterima oleh
Allah.
17. Menyebabkan doa bisa diterima oleh Allah;
18. Melepaskan diri dari kebingungan di hari qiamat. Apabila seseorang meninggalkan shalawat
kepada Nabi, maka ia akan menghadapi kebingungan dan kekacauan di hari mahsyar;

Memenuhi satu hak Nabi, atau menunaikan suatu tugas ibadat yang diwajibkan atas kita Apabila sese-
orang tidak bershalawat, berartilah ia enggan memenuhi suatu haq Nabi yang wajib ia penuhi;

Waktu dan Tempat yang Baik untuk Bershalawat


Selasa, 00 0000
Tulisan Terkait
 Arti Shalawat

Shalawat atas Nabi Saw. disyariatkan pada waktu-waktu, tempat-tempat, dan keadaan-keadaan tertentu.
Hal ini telah dibicarakan panjang lebar oleh Ibn Al-Qayyim di dalam kitab Jalâ 'u al-Afhâm fî Fadhli al-
Shalâti wa al-Salâmi 'alâ Muhammad Khayr al-Anâm, Syaikh Islam Quthbuddin al-Haydhari al-Syâfi'i di
dalam kitab Al-Liwâ al-Muallim bi Mawâthin al-Shalâh 'alâ al-Nabî Saw., Al-Hâfizh Al-Sakhâwi di
dalam kitab Al-Qawl al-Badî', dan Al-Qasthallânî di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ'.

Al-Khâtib di dalam kitab Syarh al-Minhâj, dan yang lainnya, berkata:


"Disunnahkan memperbanyak membaca Surah Al-Kahfi dan shalawat atas Nabi Saw. pada hari Jumat
dan malam Jumat; paling sedikit, untuk yang pertama tiga kali dan untuk yang kedua tiga ratus kali."

Sementaraa itu, telah sah riwayat yang bersumber dari Imam Al-Syâfi'i r.a., yang mengatakan bahwa,
barang-siapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan diterangi oleh cahaya yang ada di
antara dua Jumat.

Diriwayatkan pula bahwa barangsiapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada malam Jumat, ia akan
diterangi oleh suatu cahaya antara dirinya dan Kabah. Membaca Surah Al-Kahfi di waktu siang lebih di-
utamakan, dan lebih utama lagi bila ia dibaca sesudah selesai mengerjakan salat subuh, guna
menyegerakan berbuat baik sebisa-bisanya.

Hikmah diperintahkannya membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jum'at adalah karena didalam Surah itu
Allah menggambarkan suasana Hari Kiamat, sementara hari Jum'at mirip dengan Hari Kiamat, karena
orang banyak berkumpul untuk melaksanakan salat bersama-sama; juga karena Hari Kiamat itu terjadi
pada hari Jum'at, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya.

Ramli mengatakan bahwa anjuran supaya memperbanyak pembacaan shalawat pada malam dan hari
Jum'at itu didasarkan pada hadis yang berbunyi, "Sesungguhnya hari kalian yang paling utama adalah
hari Jumat. Oleh karena itu, perbanyaklah kalian membaca shalawat atasku, sebab shalawat yang kalian
baca itu diperlihatkan kepadaku."

Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya semua amal itu diangkat pada hari Senin dan hari Kamis. Oleh
karena itu, aku berhasrat agar amalku diangkat sementara aku dalam keadaan berpuasa."

Tentang hadis di atas, Al-Manawi, di dalam kitab Syarh Al-Jamî al-Shghîr; permulaan jilid III, berkata,
"Disyariatkan berkumpul untuk membaca shalawat atas Nabi Saw. pada malam Jumat dan malam Senin,
sebagaimana yang dikerjakan di masjid Jami' Al-Azhar dan disuarakan dengan suara yang keras."
Dikatakan bahwa shalawat atas Nabi Saw. itu sudah mencakup doa di dalamnya.
Ibn Marzûq berkata, "Malam Jumat lebih utama dan malam Qadar."

Jamâl kembali menyatakan bahwa disunnahkan membaca Surah Ali 'Imrân atas dasar hadis, "Barangsiapa
yang membaca Surah Ali 'Imrân pada hari Jumat, niscaya dosa-dosanya ikut terbenam dengan
tenggelamnya matahari pada hari itu."

Hikmahnya, kata Jamâl, adalah karena Allah menyebutkan di dalam surah itu penciptaan Nabi Adam a.s.,
sedangkan Adam a.s. diciptakan pada hari Jumat.

Disunnahkan juga membaca Surah Hûd dan Hâ Mîm Dukhân. Namun, bagi mereka yang hanya ingin
memilih salah satu dari surah-surah yang disebutkan di atas, hendaklah ia memilih Surah Al-Kahfi karena
banyaknya hadis yang meriwayatkannya

Adapun hadis-hadis lain yang menjelaskan waktu-waktu tertentu untuk membaca shalawat sebagai
berikut:
Pertama, sesudah adzan.

Rersabda Rasulullâh Saw.

Artinya: "Apabila kamu mendengar muadzin membacakan adzan, sambutlah ucapannya. Sesudah selesai
menyambut adzan, maka bershalawatlah kamu untukku."(HR. Muslim)

Nabi Saw. bersabda:

Artinya: "Apabila kamu mendengar seorang muadzin (tukang membaca adzan itu) bacalah (sambutlah
bacaan adzan itu) seperti yang dibacakan olehnya. Kemudian (sesudah selesai adzan dibacakan),
bershalawatlah kamu kepadaku. Sebenarnya barangsiapa bershalawat kepadaku dengan suatu shalawal,
niscaya Allah bershalawat ke-padanya dengan sepuluh shalawat. Sesudah itu mohonlah kepada Allah
wasilah untukku. Wasilah itu suatu ke-dudukan yang paling tinggi dalam syurga. Tidak dapat diperoleh,
melainkan oleh seorang saja dari hamba-hamba Allah. Aku berharap semoga akulah yang mendapat ke-
dudukan itu. Karena itu barang siapa memohonkan wasilah untukku, wajiblah baginya syafaatku. "(HR.
Muslim).

Kedua, ketika hendak masuk ke dalam mesjid dan ketika hendak keluar daripadanya.

Rersahda Rasulullah Saw.:

Artinya: "Apabila seseorang kamu masuk ke dalam mesjid, maka hendaklah ia membaca "salam"
kepadaku (membaca selwat dan salam). Sesudah itu hendaklah ia membaca: Allâhummaftah lî Abwâba
Rahmatika (Wahai Tuhanku, bukakanlah untukku segala pintu rahmatmu). Dan apabila ia hendak
keluar, hendaklah ia membaca (sesudah bershalawat): Allâhumma Innî As aluka min Fadhlika. (Wahai
Tuhanku, aku memohon kepada-Mu limpahan rahmat-Mu)." (HR. Abû Dâud).
Diberitakan oleh Ibn Al-Sunnî, bahwa Rasulullah apabila masuk ke dalam mesiid. maka beliau membaca:

Artinya: "Dengan nama Allah wahai tuhanku, berilah kebesaran kepada Muhammad."

Dan apabila beliau hendak keluar dari mesiid, maka beliau membaca

Ketiga, sudah membaca tasyahhud di dalam tasyahhud akhir.

Telah ditahqikkan oleh Al-Imâm Ibn Al-Qayyim dalam Jalâ'u al-Afhâm, bahwa madzhab yang haq dalam
soal bershalawat dalam tasyahhud yang akhir, ialah madzhab Al-Syâfi'i. Yaitu mewajibkan shalawat
kepada Nabi di dalamnya. Al-Imam Ibn Al-Qayyim berpendapat, bahwa shalawat itu dituntut juga di
dalam tasyahhud yang pertama, walaupun tidak sekeras tuntutan seperti di dalam tasyahhud yang akhir.

Bersabda Rasulullah Saw.:

Artinya: "Apabila salah seorang kamu bertasayahhud di dalam sembahyang, maka hendaklah ia
mengucapkan: Allâhumma Shalli 'alâ Muhammadin wa 'alâ Âli Muham-madin, Kamâ Shallayta wa
Bârakta wa Tarahamta 'alâ Ibrâhîm wa Âli Ibrâhîm, Innaka Hamîdun Majîd." (HR. Al-Baihaqî ).

Keempat, di dalam sembahyang jenazah.

Berkata Al-Syâfi'i di dalam Al-Musnad: "Sunnah Nabi Saw. di dalam melaksanakan sembahyang jenazah
ialah, bertakbir pada permulaannya, sesudah itu membaca Al-Fâtihah dengan tidak mengeraskan suara,
kemudian sesudah takbir kedua membaca shalawat, sesudah bershalawat bertakbir lagi, takbir yang
ketiga. Sesudah takbir yang ketiga ini membaca doa dengan sepenuh keikhlasan untuk jenazah itu. Dalam
sembahyang jenazah tidak dibacakan surah (ayat-ayat Al-Quran). Sesudah itu bertakbir dan lalu memberi
salam dengan suara yang tidak dikeraskan."

Kelima, diantara takbir-takbir sembahyang hari-raya.

Berkata para ulama: "Disukai kita membaca di antara takbir-takbir sembahyang hari-raya:

Artinya: "Saya akui kesucian Allah, segala puji dan sanjung kepunyaan Allah juga. Tak ada Tuhan yang
seebenarnya berhak disembah, melainkan Allah senndiri-Nya dan Allah itu Maha Besar. Ya Allah, wahai
Tuhanku, muliakan oleh-Mu akan Muhammad dan akan keluarganya, Ya Allah, Wahai Tuhanku,
ampuniah akan aku dan beri rahmatlah kepadaku."
Keenam, di permulaan doa dan di akhirnya.

Bersabda Rasulullah Saw.:

Artinya:"Bahwasannya doa itu berhenti antara langit dan bumi, tiada naik, barang sedikit juga
daripadanya sehingga engkau bershalawat kepada Nabi engkau." (HR. Al-Turmudzî).

Fadlalah Ibn 'Ubadi berkata: "Bahwasanya Rasulullah Saw. mendengar seorang laki-laki langsung berdoa
dalam sembahyang (yakni dalam duduk tahiyat sesudah membaca tasyahhud), sebelum ia bershalawat.
Maka Rasulullah berkata kepada orang yang di sisinya: Orang ini telah bergegas-gegas. Sesudah orang itu
selesai sembahyang, Nabipun memanggil lalu mengatakan kepada-nya: Apabila bersembahyang
seseorang kamu dan hendak berdoa di dalamnya, hendaklah ia memulai doanya dengan memuji Allah dan
membesarkan-Nya. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Sesudah bershalawat, barulah mendoa
memohon sesuatu yang dihajati." (HR. Abû Dâud dan Al-Nasâ'i).

Telah mufakat semua ulama, bahwa amat disukai memulai doa dengan memuji Allah (membaca
Alhamdulillah). Di dalam sembahyang, maka tasyahhud adalah menggantikan kalimah puji (hamdalah).
Sesudah memuji Tuhan bershalawat.

Demikian pula halnya ketika mengakhiri doa. Amat disukai kita mengakhirinya dengan shalawat dan
memuji Allah.

Ketujuh, ketika hendak memulai sesuatu urusan penting dan berharga.

Diberitakan oleh Abû Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda:

Artinya: "Tiap-tiap urusan penting yang berarti dan berharga yang tidak dimulai dengan hamdalah dan
shalawat, maka urusan itu hilang berkatnya."(HR. Al-Rahawî).

Pengarang Syarah Dalâ'il, --menukil pernyataan yang diberikan oleh Qâdhi 'Iyâdh di dalam kitabnya Al-
Syifâ'--mengatakan bahwa maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu adalah
untuk bertabaruk (memohon berkah), sesuai dengan sabda Nabi Saw., "Setiap perbuatan penting yang
tidak dimulai dengan menyebut nama Allah dan bershalawat kepadaku niscaya kurang sempurna."

Juga didasarkan atas firman Allah Swt. di dalam surah Al-Insyirah ayat 4, yang berbunyi:

 
Artinya: "Kami meninggikan bagimu sebutan (nama)-Mu." (OS. Al-Insyirah:4).

Tentang maksud ayat ini, sebagian ahli hadis meriwayatkan sebuah hadis dari salah seorang sahabat,
yakni Abû Sad r.a., bahwa makna ayat tersebut adalah, "Tidaklah Aku (Allah) disebut, melainkan engkau
(Muhammad) pun disebut pula hersama-Ku."

Memenuhi sebagian hak Rasulullah Saw., sebab beliau adalah perantara antara Allah Saw. dan hamba-
hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka -termasuk nikmat terbesar berupa hidayah kepada
Islam- adalah dengan perantara dan melalui Rasulullah Saw.

Di dalam salah satu hadis, Rasulullah Saw. Bersabda, "Belumlah bersyukur kepada Allah orang yang
tidak ber-terima kasih kepada manusia."

Memelihara perintah Allah Swt. yang dituangkannya di dalam firman-Nya yang berbunyi:

Artinya: "Hai orang-orang yang Beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi, dan ucapkanlah
salampenghormatan kepadanya." (QS. Al-Ahzâb: 33).

Kedelapan, di akhir qunut

Diriwayatkan oleh Al-Nasâ'i, bahwa disukai kita mengakhiri qunut dengan shalawat. Tegasnya, disukai
supaya kita bershalawat di akhir Qunut dengan kalimah:

Artinya: "Dan mudah-mudahan Allah melimpahkan shalawat-Nya atas Muhammad."

Kesembilan, di malam dan hari Jumat.

Bersabda Rasulullah Saw. :

Artinya: "Banyakkanlah olehmu membaca shalawat di malam hari Jumat dan siangnya karena shalawat
itu dtkemukakan kepadaku. " (HR. Al-Thabrânî).

Dan sabdanya pula;

 
Artinya: "Banyakkanlah olehmu shalawat kepada-ku, karena shalawaatmu itu akan menjadi cahaya
bagimu pada hari qiyamat." (HR Al-Thrmudzî dan Abû Dâud).

Al-Ustâdz Mahmûd Sâmi dalam karyanya Mukhtashar fi Ma'ânî Asmâ Allah al-Husnâ, bâbu al-Shalâh
'alâ al-Nabi, menceritakan 'Umar bin 'Abdul 'Azîz r.a. pernah menulis, "sebarkanlah ilmu pada hari
Jumat, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Perbanyaklah pula kalian membaca shalawat atas Nabi Saw.
pada hari jumat.
Sementara Imam Al-Syâfi'i r.a. Berkata, "Aku suka memperbanyak membaca shalawat dalam setiap
keadaan. Namun, pada malam dan hari Jumat lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.

Kesepuluh, di dalam khutbbah.


Menurut madzhab Al-Syâfi'i, para khatib wajib membaca shalawat untuk Nabi Saw. pada permulaan
khuthbah, sesudah membaca tahmid.
Ibnu Katsîr herkata: "demikianlah madzhab Al-Syâfi'i dan Ahmad."

Kesebelas, ketika berziarah ke kubur Nabi Saw.

Bersabda Nabi Saw.

Artinya: "Tidak ada seorangpun di antara kamu yang memberikan salamnya kepadaku yakni di sisi
kuburku, melainkan Allah mengembalikan kepadaku ruhku untuk mniawab salamnya itu." (HR. Abû
Dâud).

Kedua belas, sesudah bertalbiyah.

Berkata Muhammad Ibn Al-Qasim:

Artinya: "Memang disuruh seseorang membaca shalawat kepada nabi apabila dia telah selesai membaca
talbiyahnya dalam segala keadaan." (HR. Al-Syâfi'i dan Al-Dâruquthnî).

Ketiga belas, ketika telinga mendenging.

Bersabda Rasulullah Saw :

Artinya: "Apabila mendenging telinga salah seorang di antaramu, maka hedaklah la mengingat dan
bershalawat kepadaku." (HR. Ibn Al-Sunî)
Keempat belas, tiap-tiap mengadakan majlis.

Bersabda Ralulullah Saw :

Artinya: "Tidak duduk sesuatu kaum di dalam sesuatu majlis, sedang mereka tidak menyebut akan Allah
dan tidak betshalawat kepda Nabinya, melainkan menderita kekuranganlah maka jika Allah mmghendaki
niscaya Allah akan mengazab mereka dan jika Allah menghendaki, niscaya akan mengampuni mereka."
(HR. Al-Thrmudzî Abû Dâud).

Kelima belas, di kala tertimpa kesusahan dan kegundahan.

Diberitakan oleh Ubay Ibn Ka'ab, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. ujarnya: "Ya
Rasulallah, bagaimana pendapat engkau sekiranya saya jadikan shalawat saya untuk engkau semua?
Rasulullah Saw. menjawab :
"Kalau demikian Allah akan memelihara engkau dari segala yang membimbangkan engkau, baik
mengenai dunia, maupun mengenai akhirat engkau. "(HR. Ahmad).

Keenam belas, tiap-tiap waktu pagi dan petang.

Bersabda Rasululullah Saw:

Artinya: "Barangsiapa bershalawat kepadaku waktu pagi sepuluh kali waktu petang sepuluh kali, maka
ia akan mendapat syafa'atku di hari qiamat, " (HR. Al-Thabarî).

Ketujuh belas, waktu berjumpa dengan para shahabat, handai dan tolan.

Besabda Rasulullah Saw :

Artinya: "Tidak ada dua orang hamba yang berkasih-kasihan karena Allah, apabila berjumpa salah
seorang dengan yang lainnya lalu berjabatan tangan dan bershalawat kepada Nabi Saw., melainkan
Allah mengampuni dosanya sebelum mereka berpisah, baik yang telah lalu maupun yang akan datang. "
(HR Ibn Al-Sunnî).
Kedelapan belas. ketika Orang menyebut nama Rasulullah Saw.:

Artinya: "Orang yang kikir ialah: Orang yang tidak mau bershalawat ketika orang menyebut namaku di
sisinya." (HR. Ahmad).

Inilah delapan belas tempat atau waktu yang ditentukan supaya kita bershalawat kepada Nabi, ketika kita
berada pada tempat, waktu atau keadaan itu. Maka marilah kita wahai para pencinta Rasul, bershalawat
kepadanya pada tempat-tempat, waktu-waktu dan keadaan-keadaan tertentu dengan sebaik-baiknya.

Kemudian kita perhatikan makna hadis yang tersebut di bawah ini. Bersabdalah Rasulullah Saw :

Artinya: "Tidak beriman salah seorang kamu, sehingga la mencintai aku lebih daripada anaknya,
ayahnya dan manusia semua." (HR. Al-Bukhârî, Muslim, dan Ahmad)

Artinya: "Diriwayatkan bahwasanya 'Umar pernah berkata kepada Rasulullah Saw.: Ya Rasulullah,
sesungguhnya engkau lebih kucintai dari segala sesuatu, kecuali kecintaanku terhadap diriku. Menjawab
Nabi: Ya 'Umar engkau belum lagi mencintai aku sebelum engkau melebihkan cintamu itu daripada
kepada dirimu sendiri. Mendengar itu 'Umarpun berkata: Demi Allah, engkau ya Muhammd, lebih aku
cintai daripada diriku sendiri! Nabi menjawab: barulah sekarang engkau mencintai aku hai 'Umar."
(HR. Ahmad, Bukhârî, dan Muslim).

Sebagai tanda mencintai Rasulllah Saw. itu, ialah: memperbanyak shalawat kepadanya. Dan marilah kita
ber-shalawat kepadanya dengan khusyu' dan khudlu', terlepas dari riya. Karena sealawat yang dilakukan
dengan riya, tiadalah diridlai oleh Allah dan tiada pula diterima-Nya.

Lafadz-lafadz Shalawat dan penjelasannya (1)


Selasa, 00 0000
Tulisan Terkait
 Arti Shalawat
Dalam berbagai sumber, baik hadis maupun keterangan para ulama yang termuat dalam kitab-kitab
kuning (istilah santri bagi kitab yang kertasnya berwama kuning) banyak sekali lafazh-lafazh shalawat.
Seperti yang terhimpun dalam kitab Muktashar fî Ma'ânî Asmâ Allâh al-Husnâ, dalam bâb Ash-Shalâh
'alâ al-Nabi, karangan Al-Ustâdz Mahmûd al-Sâmî, dan kitab Afdhalu al-Shalawâti 'alâ Sayyidi al-
Sâdâti, karangan Yûsuf bin Ismâ'îl al-Nabhânî. Untuk itu dibawah ini adalah sebagian lafazh-lafazh
shalawat tersebut baik yang bersumber dari hadis maupun kitab-kitab, berikut penjelasannya.

Artinya: "Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakan oleh-Mu akan Muhammad, Nabi yang tidak pandai
menulis dan membaca. Dan muliakan pulalah kiranya akan isterinya, ibu segala orang yang mukmin,
akan keturunannya dan segala ahli rumahnya, sebagaimana engkau telah memuliakan Ibrahim dan
keluarga Ibrahim diserata alam. Bahwasanya Engkau, wahai Tuhanku, sangat terpuzi dan sangat
mulia." (HR. Muslim dan Abû Dâud dari Abû Hurairah).

Artinya: "Ya Allah, wahai Tuhanku muliakan oleh-Mu akan Muhammad dan akan keluargaya
sebagaimana Engkau memuliakan keluarga Ibrahim dan berilah berkat olehmu kepada Muhammad dan
keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim, bahwasanya Engkau sangat
terpuji lagi sangat mulia diserata alam." (HR.Muslim dan Abî Mas'ûd).

Artinya: "Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakanlah oleh-Mu akan Muhammad dan akan keluarganya,
sebagaimana Engkau telah memuliakan keluarga Ibrahim bahwasanya Engkau sangat terpuji dan sangat
mulia. Ya Allah, wahai Tuhanku, berikan berkat oleh-Mu akan Muhammad dan keluarganya,
sebagaimana Engkau telah memberi berkat kepada Ibrahim; bahwasanya Engkau sangat terpuji dan
sangat mulia." (HR. Bukhârî dari Abû Sa'îd, Ka'ab Ibn 'Ujrah).

Artinya: "Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakanlah oleh-Mu akan Muhammad, hamba-Mu dan Rasul-Mu,
Sebagaimana Engkau telah memuliakan Ibrahim; dan berilah berkat oleh-Mu kepada Muhammad dan
keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi berkat kepada Ibrahim dan keluarga
Ibrahim." (HR. Al-Bukhârî dan Abû Sa'îd).

Artinya: "Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakanlah oleh-Mu akan Muhammad, isteri-isterinya dan
keturunannya, sebagajmana Engkau telah memuliakan keluarga Ibrahim. Dan beri berkatlah oleh-Mu
kepadq Muhammad dan isteri-isterinya serta keturunan-keturunannya, sebagaimana Engkau telah
memberikan berkat kepada keluarga Ibrahim: bahwasanya Engkau sungguh sangat terpuji dan amat
mulia." (HR. Al-Bukhârî dari Abû Hamîd Al-Sa'îdi).

Berkata Al-Nawâwî dalam Al-Adzkâr: "lafazh sha-lawat yang paling utama dibaca, ialah lafazh shalawat
yang lengkap ini.

Artinya: "Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakanlah oleh-Mu akan Muhammad hamba-Mu dan pesuruh-Mu,
Nabi yang ummi dan muliakanlah oleh-Mu akan keluarga Muhammad, jsleri-isterjnya dan keturunannya
sebagajmana Engkau telah memuliakan Ibrahim dan keluarganya; dan berilah berkat oleh-Mu akan
Muhammad, Nabi yang ummi dan akan keluarganya, isteri-isterinya dan keturunannya, se-bagaimana
Engkau telah memberikan berkat kepada Ibrahim dan keluarganya, diserata alam, hanya engkau sajalah
yang sangat terpuji dan sangat mulia."

Lafazh-lafazh shalawat yang ringkas, ialah lafazh-lafazh yang diriwayatkan oleh Abû Dâud dan Al-
Nasâ'i, yaitu :

Artinya: "Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakanlah oleh-Mu akan Muhammad dan akan keluarganya."
(HR. Al-Nasâ'i dari Zaid ibn Kharijah).

 
Artinya: "Ya Tuhanku, muliakanlah oleh-Mu akan Muhammad Nabi yang ummi dan akan keluarganya."
(HR. Abû Dâud dari 'Uqbah bin 'Amir).

Artinya: "Wahai Tuhanku, limpahkanlah kiranya shalawat-shalawat-Mu dan rahmat-Mu serta berkat-Mu
atas peng-hulu segala Rasul, ikutan segala orang yang taqwa, pe-nutup semua Nabi, yaitu: Muhammad,
hamba-Mu dan rasul-Mu, imam segala kebajikan, pemimpin kebaikan dan utusan pembawa rahmat.
Wahai Tuhanku, tempatkanlah dia pada suatu maqam yang dirindukannya oleh orang yang dahulu."
(HR. Ibnu Mâjah dari 'Abdullah Ibn Mas'ûd).

Berkata Al-Sayuthî dalam Al-Hirz al-Ma'ânî: "Saya telah membaca keterangan Al-Subkî yang
diterimanya dari ayahnya di dalam Al-Thabaqat, katanya: Sebaik-baiknya shalawat untuk dibaca dalam
bershalawat, ialah bunyi shalawat yang dibaca di dalam tasyahhud (yang diriwayat-kan oleh Bukhârî dan
Muslim). Maka barangsiapa mem-bacanya, dipandanglah ia telah bershalawat dengan sem-purna, dan
barangsiapa membaca selainnya, maka mereka tetap berada dalam keraguan, karena bunyi lafazh-lafazh
yang diriwayatkan oleh Bukhârî Muslim itu, adalah lafazh shalawat yang sering diajar oleh Nabi sendiri
dan yang sering disuruh supaya kita membacanya."
Dalam tasyahud akhir, Imam Syâfi'i r.a. menganggap shalawat atas Nabi Saw. sebagai salah satu dari
rukun salat. Beliau biasa memakai shalawat sebagai berikut:

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada jun-junan kami, Muhammad, dan kepada keluarga
junjunan kami, Muhammad, sebagaimana Engkaau telah melimpahkan shalawat kepada junjunan kami
Ibrahim dan keluarga Ibrahim, berkatilah pula junjunan kami Muhammad, dan keluarga junjunan kami,
Muhammad, sebagai-mana Engkau telah memberkati junjunan kami, Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."

Selain itu, beliau juga suka memakai sighat shalawat lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Malik di
dalam kitab Al-Muwattha'. Shalawat di atas juga diriwayatkan oleh Abû Dâud, Al-Turmudzî, Al-Nasâ'i,
dan Al-Bayhaqi dari Ibn Mas'ûd, dengan ditambah lafal Sayyidinâ untuk Nabi Muhammad dan Nabi
Ibrahim.

Tambahan lafal sayyidina boleh jadi sebagai adab dari beliau atau mungkin pula mengikuti ucapan
Rasulullah Saw. dalam salah satu sabdanya yang mengatakan:
 

Artinya: "Berdirilah kalain untuk menyebut sayyid (penghulu) kalian! "

Rasulullah Saw. juga bersabda, ditunjukan kepada Sa'ad bin Mu'adz:

Atinya: "Aku adalah sayyid (penghulu) manusia dan tidak sombong".

Dalam hal ini Imam Syâfi'î r.a., telah mengamalkan shalawat yang dianggap oleh beliau paling sahih
sanadnya.

Artinya: "Semoga Allah Swt. Mencurahkan shalawat kepada Muhammad "

Penjelasan:
Imam Al-Sya'rânî menuturkan bahwa Nabi Saw. Bersabda:

"Barangsiapa yang membaca shalawat ini, berarti ia telah membukakan bagi dirinya tujuh puluh pintu
rahmat, dan ditanamkan Allah kecintaan kepada dirinya dalam hati umat manusia."
Diceritakan, seorang penduduk negeri Syam datang meng-hadap Rasulullah Saw seraya berkata, "Ya
Rasulullah, ayah saya sudah sangat tua, namun beliau ingin sekali melihat Anda."
Rasulullah menjawab, "Bawa dia kemari!"
Orang itu berkata, "la buta, tidak bisa melihat."
Rasulullah lalu bersabda, "Katakanlah kepadanya supaya ia mengucapkan Shallallâhu 'alâ Muhammdin
selama tujuh minggu setiap malam. Semoga ia akan melihatku dalam mimpi dan dapat meriwayatkan
hadis dariku."
Anjuran Rasulullah itu ditruti oleh orang tersebut. Benar saja, ternyata ia bisa bermimpi melihat
Rasulullah Saw. Serta meriwayatkan hadis dari beliau.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan Keluarganya."

Penjelasan:
Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: "Barangsiapa yang
meng-ucapkan Allâhumma shalli 'alâ Muhammadin wa Sallim ketika ia berdiri, dosa-dosanya akan
diampuni sebelum ia duduk. Barangsiapa yang mengucapkannya ketika duduk, dosa-dosanya akan
diampuni sebelum ia berdiri. "
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah Shalawat atas Muhammad, hamba dan nabi-Mu, nabi yang ummi."

Penjelasan :
Imam Al-Ghazali di dalam kitab Al-Ihyâ' mengatakan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: "Barangsiapa
yang mengucapkan shalawat atasku pada malam Jumat se-banyak delapan puluh kali, Allah akan
mepgampuni dosa-dosanya selama delapan puluh tahun."
Kemudian ditanyakan, "Ya Rasulullah, bagaimana cara memberi shalawat kepadamu itu?"
Rasulullah menjawab, 'Allâhumma shalli 'alâ Muhamadin 'abdika wa Nabiyyika al-Nabiyyi al-Ummî."
Diriwayatkan bahwa, barangsiapa yang membacanya setiap hari dan setip malam sebanyak 500 kali,
niscaya dia tidak akan mati sebelum berjumpa dengan Nabi Saw. dalam keadaan sadar.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah sealawat atas Muham-mad dan kelurga Muuhammad sehingga tidak
tersisa lagi satu shalawat pun; sayangilah Muhammad dan keluarga Muhammad sehingga tidak lagi
tersisa satu rahmatpun; berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad sehingga tidak lagi tersisa satu
berkahpun; dan limpahkanlah kese-jahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sehingga
tidak lagi tersisa satu kesejahteraan pun."

Penjelasan:
Al-Fasi berkata, "Shalawat ini disebutkan oleh Jabar dari sahabat Ibn 'Umar r.a. Disebutkannya pula
keutamaan yang besar dari shalawat ini dan kebajikan bagi seorang laki-laki yang mengucapakannya
dihadapan nabi Saw."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad, dan tempatkanlah ia ditempat yang dekat
dengan-Mu di Hari Kiamat."

Penjelasan :
Shalawat ini dikemukakan oleh Al-Thabrânî, Ahmad, Al-Bazzar, dan Ibn 'Ashim dari sahabat Ruwayfi
bin Tsabit al-Anshari. Rasulullah Saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengucapkan shalawat atasku
dengan shalawat ini, berarti ia berhak mendapatkan syafa'atku."

 
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada ruh Muhammad di alam ruh, kepada jasadnya di
alam jasad, dan kepada kuburnya di alam kubur."

Penjelasan :
Imam Al-Sya'rânî menutrkan bahwa Nabi Saw. telah ber-sabda, "Barangsiapa yang mengucapkan
shalawat atasku dengan cara yang dikemukakan dalam shalawat ini, ia akan melihatku di alam mimpi.
Barangsiapa yang me-lihatku di alam mimpinya, ia akan melihatku di Hari Kiamat. Baranggiapa yang
melihatku di Hari Kiamat, aku akan memberinya syafaat. Barangsiapa yang aku beri syafaat, niscaya ia
akan minum dari telagaku dan di-haramkan jasadnya oleh Allah dari neraka.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Mu-hammad dan kepada keluarga Muhammad, di
kalangan orang-orang dulu maupun orang-orang setelahnya, serta di alam arwah sampai Hari Kiamat."

Penjelasan :
Imam Al-Sya'rânî menuturkan bahwa seorang laki-laki menghadap Rasulullah Saw. ketika beliau sedang
duduk di dalam masjid. Orang itu berkata, Assalâmu 'alaykum, wahai ahli kemuliaan!"
Orang itu lalu didudukkan oleh Nabi Saw di tengah-tengah. yaitu antara beliau dan Abu Bakar r.a. Orang-
orang yang hadir ketika itu menjadi heran menyaksikan hal itu hingga Nabi Saw. menjelaskan. "Jibril a.s.
telah datang kepadaku memberitahukan bahwa orang ini telah memberi shalawat kepadaku dengan
shalawat yang belum pemah dibaca oleh seorang pun sebelumnya."
Lalu Abu Bakar bertanya. "Bagaimana shalawatnya ya Rasulullah? Kemudian Rasulullah Saw.
menyebutkan sha-lawat tersebut di atas.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas Muhammad-hamba-Mu, Nabi-Mu, dan Rasul-
Mu, Nabi yang ummi; juga atas keluarganya, isteri-isterinya, dan ketu-runannya, sebanyak jumlah
makhluk-Mu, keridhaan diri-Mu, hiasan Arsy-Mu, dan tinta kalimat-Mu."

Penjelasan:
Al-Hafizh Al-Sakhâwî menuturkan, seandainya seseorang bersumpah bahwa ia akan mengucapkan
shalawat yang paling utama, maka shalawat ini telah membebaskan ia dari sumpahnya itu.
Pen-syarah kitab Dalâ'il mengatakan, bahwa lafal shalawat ini diambil dari hadis Ummul Mukminin.
Juwairiyah.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkilnlah shalawat atas junjunan kami, Muhammad, dengan suatu shalawat
yang menye-babkan kami selamat dari semua ketakutan dan malapetaka, yang menyebabkan Engkau
menunaikan semua hajat kami, yang menyebabkan Engkau me-nyucikan kami dari semua kejahatan,
yang menyebabkan Engkau mengangkat kami ke derajat yang tinggi di sisi-Mu, dan yang menyebabkan
Engkau menyampaian semua cita-cita kami berupa kebaikan-kebakan dunia dan akhirat."

Penjelasan:
Shalawat di atas disebutkan di dalam kitab Dalâ'il. Dalam syarah kitab tersebut disebutkan riwayat dari
Hasan bin 'Ali Al-Aswânî. Ia berkata, "Barangsiapa yang membaca shalawat ini dalarn setiap perkara
penting atau bencana sebanyak seribu kali, niscaya Allah akan melepaskan bencana itu darinya, dan
menyampaikan apa yang diinginkannya."

Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat atas junjunan kami, Muhammad-- samudera cahaya-Mu,
tambang ra-hasia-Mu, singgasana kerajaan-Mu, imam hadrat-Mu, bingkai kerajaan-Mu,
perbendaharaan rahmat-Mu, dan jalan syariat-Mu,yang mendapat kelezatan dengan tauhid-Mu, insan
yang menjadi sebab segala yang maujud, penghulu para makhluk-Mu, yang memperoleh pancaran sinar
cahaya-Mu- dengan shalawat yang kekal sekekal diri-Mu, yang tetap sebagaimana tetap-Mu, dan yang
tidak ada akhir di balik ilmu-Mu; juga dengan shalawat, yang meridhakan-Mu dan meridhakannya serta
meridhakan kami dengannya, duhai Tuhan semesta alam."

Penjelasan :
Shalawat ini dinamakan shalawat 'Cahaya Kiamat'. Sha-lawat ini disebut demikian karena banyaknya
cahaya yang akan diperoleh oleh orang yang membacanya pada Hari Kiamat kelak."
Sayyid Ahmad Al-Shâwî dan yang lainnya mengatakan, shalawat ini saya dapatkan tertulis di atas
sebongkah batu dengan tulisan qudrati.
Di dalam syarah atas kitab Dalâ'il disebutkan, sebagian pemuka para wali mengatakan, bahwa shalawat
ini berbanding dengan 14.000 shalawat lainnya.
Lafadz-lafadz Shalawat dan Penjelasannya (2)
Selasa, 00 0000
Tulisan Terkait
 Arti Shalawat

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebanyak jumlah orang yang
bershalawat kepadanya,limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebanyak jumlah orang yang tidak
bershalawat kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebagaimana shalawat yang
Engkau perintahkan kepadanya, lim-pahkanlah shalawat kepada Muhammad sebagaimana Engkau suka
agar dibacakan shalawat atasnya, dan lim-pahkanlah pula shalawat kepada Muahammd sebagaimana
seharusnya shalawat atasnya."

Shalawat di atas dinamakan Al-Shalât al-'Adâdiyyah.

Artinya: "Ya Allah, limpakanlah shalawat atas Nabi kami, Muhammad, selama orang-orang yang ingat
menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan untuk menyebut-Mu "

Penjelasan:
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (no.17) adalah dua sighat shalawat dari Imam Al-Syâfi'i r.a.
Berkaitan dengan shalawat pertama (no.17) telah dice-ritakan di dalam syarah atas kitab Dalâ'il, bahwa
Imam Al-Syâfi'i pernah bermimpi bertemu seseorang, lalu dikatakan kepadanya, "Apa yang telah
diperbuat Allah atas diri Anda?"
Imam Al-Syâfi'i menjawab, Allah telah mengampuni diriku." "Dengan amal apa?" orang itu bertanya lagi.

"Dengan lima kalimat yang aku pergunakan untuk memberi shalawat kepada Nabi Saw.," Jawab Imam
Al-Syafi'i.
"Bagaimana bunyinya?"
Lantas beliau mengucapkan shalawat tersebut di atas.
Sedangkan berkaitan dengan shalawat kedua (no.18 ), Al- Mazânî bertutur sebagai berikut:
Saya bermimpi melihat Imam Al-Syâfi'i. Lalu saya bertanya pada beliau, "Apa yang telah diperbuat Allah
terhadap diri Anda?"
Beliau menjawab, Allah telah mengampuni diriku berkat shalawat yang aku cantumkan di dalam kitab
Al-Risâlah, yaitu: Allâhumma shalli 'alâ Muhammadin kullama dza-karaka al-Dzâkirûna wa Shalli 'alâ
Muhammadin kullamâ ghafala 'an dzikrik al-Ghâfilûna."
Sementara itu, Imam Al-Ghazali di dalam kitab Al-Ihyâ' menuturkan hal berkut:
Abu Al-Hasan Al-Syâfi'i menuturkan, "Saya telah bermimpi melihat Rasulullah Saw., lalu saya bertanya,
"Ya Rasulullah, dengan apa Al-Syâfi'i diberi pahala dari sebab ucapannya dalam kitab Al-Risâlah:
Washallallâhu 'alâ muhammaddin kullamâ dzakara al-Dzdâkirûn waghafala 'an dzikrik al-ghâfilûn?'
Rasulullah meniawab: 'la tidak ditahan untuk dihisab."'

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas cahaya di antara segala cahaya, rahsia di antara segala
rahasia, pe-nawar duka, dan pembuka pintu kemudahan, yakni Say-yidina Muhammad, manusia pilihan,
juga kepada ke-luarganya yang suci dan sahabatnya yang baik, sebanyak jumlah kenikmatan Allah dan
karunia-Nya."

Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari Sayyid Ahmad Al-Badawi r.a., Sayyid Ahmad Ruslan mengomentari
shalawat ini, "Sha-lawat ini sangat mujarab untuk menunaikan hajat, mengusir kesusahan, menolak
bencana, dan memperoleh ca-haya; bahkan sangat manjur untuk segala keperluan."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas Muhammad, Nabi yang ummi; juga kepada
keluarga dan para sahabatnya, sebanyak jumlah apa Yang Engkau ketahui, seindah apa Yang Engkau
ketahui, dan sepenuh apa Yang Engkau ketahui."

Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari Sayyid Syamsuddin Muham-mad Al-Hanafi r.a. (Sultan Hanafi). la termasuk
salah seorang keturunan Abu Bakar Al-Shiddiq r.a. la telah menjabat kedudukan sebagai kutub para wali
(quthb awliya) selama 46 tahun 3 bulan dan beberapa hari. Selama masa jabatannya itu, ia merupakan
quthb ghawts mufrad jam'i.
Banyak sekali cerita-cerita berkenaan dengan riwayat hidup dan karamahnya: Di antaranya ia tidak
pernah ber-diri satu kali pun bila menyambut kedatangan para raja. Bahkan, jika ada salah searang di
antara raja-raja itu datang kepadanya, raja tersebut merendahkan diri di hadapannya, duduk dengan sopan
tanpa menaleh ke kiri dan ke kanan selama berada di hadapan beliau.

Artinya: "Ya Allah limpahkan shalawat, salam, dan berkah, kepada Muhammad-- cahaya zat dan rahasia
yang berjalan di malam hari--di dalam seluruh asma dan sifat."
Penjelasan:
Shalawat di atas bersumber dari Sayyidina Abu Al-Hasan Al-Syadzili r.a. ia berbanding dengan
seratusribu shalawat lainnya. Ada yang mengatakan bahwa shalawat ini berguna untuk melepaskan
kesulitan.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah atas Sayyidina Muuammad--pembuka
hal-hal yang terkunci; penutup perkara-perkara yang sudah berlalu; penolong kebenaran dengan
kebenaran; dan penunjuk jalan kepada jalan-Mu yang lurus. Semoga Allah senan-tiasa melimpahkan
shalawat kepadanya, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, sesuai dengan derajat dan
kedudukannya yang tinggi."

Penjelasan:
Shalawat di atas berasal dari Sayyid Abu Al-Mukarim Syaikh Muhammad Syamsuddin bin Abi Al-Hasan
Al-Bakri r.a.
Di antara khasiat shalawat ini adalah, bahwa bagi siapa saja yang membacanya, walaupun hanya satu kali
seumur hidupnya, ia tidak akan masuk neraka. Sebagian ulama Maroko mengatakan, bahwa shalawat ini
turun ke atasnya dalam satu sahifah dari Allah. Ada pula yang mengatakan bahwa, satu kali shalawat ini
menyamai sepuluh ribu-bahkan ada yang menyatakan pula enamratus ribu--shalawat lainnya.

Barangsiapa yang men-dawam-kan (membiasakan secara rutin) membacanya selama empat puluh hari,
Allah akan mengampuninya dari segala dosanya. Barangsiapa yang membacanya sebanyak seribu kali
pada malam Kamis, Jumat atau Senin, ia akan berkumpul dengan Nabi Saw. Akan tetapi, sebelumnya
hendaklah ia melakukan salat sunnah empat rakaat: Pada rakaat pertama ia membaca Surah Al-Fâtihah
dan Al-Qadr. Pada rakaat kedua sesudah Al-Fâtihah ia membaca Surah Al-Zalzalah. Pada rakaat ketiga
sesudah Al-Fâtihah ia membaca Surah Al-Kafirun. Pada rakaat keempat sesudah Al-Fâtihah ia membaca
Surah Al-Mu'awwidzatayn (surah Al-Falaq dan Al-Nâs). Hendaklah ia membakar kemenyan Arab ketika
membaca shalawat tersebut.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, sebanyak apa yang ada di
dalam pe-ngetahuan Allah, dengan shalawat yang kekal seba-gaimana kekalnya kerajaan Allah."

Penjelasan:
Sayyid Ahmad Al-Sakhâwî, dengan menukil dari ulama lainnya mengatakan bahwa shalawat tersebut di
atas me-nyamai 600,000 shalawat lainnya. Shalawat ini dikenal dengan sebutan, "Shalawat
Kebahagiaan".
Sedangkan Syaikh Dahlan memberikan komentamya, "Shalawat ini merupakan sighat shalawat yang
sempurna. Orang yang membacanya secara rutin tiap-tiap hari Jumat sebanyak seribu kali akan menjadi
orang yang bahagia di dunia dan akhirat."
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah, kepada sayyidina Muhamamd dan
keluarganya; sebanyak kesempurnaan Allah dan segala yang sesuai dengan sesuai dengan
kesempurnaan-Nya itu."

Penjelasan:
Shalawat ini dikenal di kalangan ahli tarekat sebagai shalawat "Kamaliyah". Mereka telah memilih
shalawat tersebut sebagai wirid karena pahalanya yang tidak terhingga.

Ada yang menyatakan bahwa shalawat ini menyamai pahala 14.000 shalawat lainnya.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah kepada penghulu kami, Muhammad-Nabi
yang ummi, yang terkasih, yang tinggi kedudukannya, dan yang besar wibawanya; juga kepada keluarga
dan para sahabatnya."

Penjelasan:
Tentang shalawat ini, ada yang mengatakan bahwa Nabi Saw. bershalawat atas dirinya dengan shalawat
tersebut.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muuhammad dan keluarga
Sayyidina Muhammad, di dalam setiap kejapan mata dan tarikan napas, serta sebanyak jumlah ilmu
yang Engkau miliki."

Penjelasan:
Shalawat ini diterima oleh Maulana Syaikh Al-Hindi dari Nabi Saw. Di antara keistimewaannya adalah:
jika Anda membacanya secara rutin, Anda akan memperoleh ilmu dan rahasia langsung dari Nabi Saw.

 
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan kesejahteraan yang paripurna kepada
junjunan kami, Muhammad, yang dengan perantaraan beliau itu dilepaskan semua ikatan, dilenyapkan
segala kesusahan, di-tunaikan segenap kebutuhan, diperoleh segala keinginan, dicapai akhir yang baik,
dan diberi minum dari awan berkat wajahnya yang mulia, juga kepada keluarga dan para sahabatnya,
dalam setiap kejapan mata dan tarikan napas, sebanyak jumlah pengetahuan yang Engkau miliki."

Penjelasan:
Shalawat ini lebih dikenal dengan sebutan "shalawat Tafrijiyah". Tentang shalawat ini, Imam Al-Qurthubi
me-nuturkan bahwa, barangangsiapa yang membacanya secara rutin setiap hari sebanyak 41 kali atau 100
kali atau lebih, Allah akan melenyapkan kecemasan dan kesusahan-nya, menghilangkan kesulitan dan
penyakitnya, memudah-kan urusannya, menerangi hatinya, meninggikan kedudukannya, memperbaiki
keadaannya, meluaskan rezeki-nya, dan membukakan baginya segala pintu kebaikan, dan lain-lain.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad-hamba dan Rasul-Mu serta Nabi yang
ummi; atas keluarga Muhammad dan para isterinya, ibu kaum Mukmin, serta atas keturunan dan
keluarganya-sebagai-mana Engkau telah melimpahkan shalawat itu kepada Ibrahim dan keluarga
Ibrahim. Di alam raya ini se-sungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia.
Ya Allah berkatilah Muhammad--hamba dan rasul-Mu serta Nabi yang ummi; jugakeluarga dan para
isterinya, ibu kaum Mukmin serta keturunan dan Ahli Baitnya-- se-bagaimana Engkautelah memberkati
Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Di alam raya ini sesungnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."

Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari hadis yang sahih.
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, berkah, dan rahmat-Mu kepada Muuhammad-hamba, Nabi,
dan utusan-Mu; Nabi yang ummi, penghulu para rasul, imam orang-orang yang bertakwa, dan penutup
para Nabi; Imam kebaikan dan panglima kebaikan, serta rasul rahmat, juga kepada isteri-isterinya, ibu
kaum beriman, dan kepada keturunan dan Ahli Baitnya; kepada keluarga dan para sahabatnya, para
penolong dan para pe-ngikutnya, serta umat dan para pencintanya-sebagaimana Engkau telah
melimpahkan shalawat, berkah, rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Di alam raya ini
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Limpahkanlah pula shalawat, berkah, dan rahmat atas kami bersama mereka, dengan shalauwat-Mu
yang paling utama dan berkah-Mu yang paling suci; selama orang-orang yang ingat menyebut nama-Mu
dan orang-orang yang lalai melupakan-Mu; sebanyak jumlah yang genap dan yang ganjil; sebanyak
jumlah kalimat-Mu yang sem-purna dan diberkahi; dan sebanyak jumlah makhluk-Mu, keridhaan diri-
Mu, perhiasan arsy-Mu, dan tintakalimat-Mu--shalawat yang kekal sekekal diri-Mu.
Ya Allah, bangkitkanlah dia pada Hari Kiamat kelak pada derajat kedudukan yang terpuji, yang
diinginkan oleh orang-orang dulu maupun orang-orang setelahnya; tem-patkanlah dia pada tempat yang
dekat dengan-Mu pada Hari Kiamat; perkenankanlah syafaatnya yang besar; angkatlah derajatnya yang
tinggi; dan berikanlah ke-padanya semua permintaannya di akhirat dan di dunia, sebagaimana yang
telah Engkau berikan kepada Ibrahim dan Musa.
Ya Allah, jadikanlah kecintaannya di dalam kalangan mereka yang disucikan, kasih-sayangnya di
kalangan mereka yang didekatkan, dan sebutannya di dalam ka-langan mereka yang ditinggikan.
Berikanlah pahala yang setimpal kepadanya dari kami sesuai dengan haknya, dengan sebaik-baik pahala
yang Engkau berikan kepada para Nabi dan umatnya. Berikanlah kebaikan kepada semua nabi.
Shalawat dari Allah dan kaum Mukmin senantiasa terlimpah kepada Muhammad, Nabi yang ummi.
Salam sejahtera tercurah atasmu, duhai Baginda Nabi, serta rahmat Allah, berkah-Nya, ampunan-Nya,
dan keridhaan-Nya.
Ya Allah, sampaikanlah salam kami kepadanya, balaslah salam kami olehnya, tetapkanlah pada umat
dan ke-turunannya amal perbuatan yang akan menyenangkan hatinya. Duhai Tuhan semesta alam."

Penjelasan:
Shalawat ini adalah shalawat yang dikumpulkan oleh Al-Hâfizh Al-Sakhâwî di dalam kitab Al-Qawl al-
Badî'. Disebutkan pula oleh Ibn Al-Hajar di dalam Al-Durr al-Mandhûdh bahwa ia menghim pun segala
lafal yang diriwayatkan.

 
Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam atas junjunann kami Muhammad, Nabi yang ummi;
juga kepada keluarga dan para sahabatnya, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-
orang yang lalai melupakan-Mu sebanyak apa yang diliputi oleh ilmu Allah, dituliskan oleh qalam Allah,
diterapkan dalam hukum Allah, dan seluas ilmu Allah; sebanyak jumlah segala sesuatu, berlipat
gandanya segala sesuatu, dan sepenuh segala sesuatu; serta sebanyak makhluk Allah, perhiasan arsy
Allah, keridhaan Allah, tinta kalimat Allah; seerta semua yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan
semua yang ada di dalam ilmu Allah dengan shalawat yang menghabiskan seluruh bilangan dan meliputi
seluruh batasan; juga dengan shalawat yang berkesinambungan dengan kekalnya kerajaan Allah dan
abadi dengan keabadian Allah."

Penjelasan:
Shalawat ini disebutkan oleh Syaikh Al-Dayrabi di dalam Mujarrabat-nya. Ia termasuk sighat yang sangat
bagus sekali untuk memberi shalawat kepada Nabi Saw.
Ada yang berpendapat bahwa orang yang membacanya secara rutin selama sepuluh malam, tiap-tiap
malam sebanyak seratus kali, pada saat hendak berbaring tidur di tempat tidurnya, sambil menghadap
kiblat dan dalam keadaan suci yang sempurna, akan bermimpi melihat Nabi Saw.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, serta keluarga dan
para sahabatnya, sebanyak jumlah huruf yang digariskan oleh qalam."

Penjelasan:
Shalawat ini disebutkan oleh pengarang kitab Bughyah al-Mustarsidîn, Mufti Hadramaut, Sayyid Syarif
'Abdurrahman bin Muhammad Ba'alawi.
Di antara faedah shalawat ini disebutkan diungkapkan oleh Quthb Al-Baddad. la mengatakan bahwa yang
menjadikan seseorang meninggal dunia dalam keadaan baik (khusnul khâtimah) adalah jika tiap-tiap
selesai mengerjakan salat maghrib ia mengucapkan, "Astaghfirullâh alladzî lâ ilâha illâ huwa al-hayy al-
qayyûm, alladzî lâ yamûtu wa atûbu ilayh, rabbigh-firlî," kemudian diikuti oleh pembacaan shalawat di
atas. Barangsiapa yang membaca kalimat-kalimat di atas sebelum berbicara tentang yang lainnya, niscaya
ia akan meninggal dalam keadaan beriman.
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjunan kami, Muhammad-hamba, Nabi,
dan Rasul-Mu, Nabi yang ummi; juga kepada keluarga Muhammad, dengan shalawat yang menjadikan
kerelaan bagi kami dan penunaian bagi haknya. Berikanlah ke-padanya wasilah dan maqam yang terpuji
yang telah Engkau janjikan. Balaslah ia dari kami dengan balasan yang sepantasnya; dan balaslah ia
dengan balasan yang paling baik daripada balasan yang telah Engkau berikan kepada seorang nabi dari
umatnya. Limpahkanlah pula shalawat-Mu atas semua saudara-saudaranya dari go-longan para nabi,
shiddiqun, syuhada, dan orang-orang salih.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad di kalangan umat terdahulu, dan limpahkanlah
shalawat kepada Muhammad sampai Hari Kiamat.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada ruh Muhammad di dalam alam ruh, limpahkanlah shalawat
kepada jasadnya di dalam alam jasad, dan limpahkanlah kepada kuburnya di dalam alam kubur,
jadikanlah semulia-mulia shalawat-Mu, setinggi-tinggi berkah-Mu, selembut-lembut kasih sayang-Mu
dan ridha-Mu kepada Muhammad-hamba, Nabi, dan Rasul-Mu, serta berikanlah kesejahteraan yang
banyak kepadanya."

Penjelasan:
Shalawat tersebut di atas dikemukakan oleh lmam Al-'Ârif Syihabuddin Ahmad Al-Suhrawardi di dalam
kitabnya, 'Awârif al-Ma'ârif; telah pula dikemukakan oleh Syaikh Nabhay di dalam kitabnya, Afdhal al-
Shalawâti 'an-Sayyidi al-Sâdâti, yang di dalamnya diterangkan banyak sekali faedah untuk masing-
masing bagian darinya.
Diriwayatkan dari Al-Faqih Al-Shâlih 'Umar bin Sa'id bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Barangsiapa
yang mengucapkan shalawat tersebut setiap hari 33 kali, Allah akan membukakan baginya (pintu) antara
kuburnya dan kuburku."

Artinya: "Shalawat Allah, malaikat-Nya, para nabi-Nya, dan seluruh makhluk-Nya, semoga senantiasa
tercurah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, atasnya serta atas mereka tercurah salam,
rahmat, dan berkah Allah."
Penjelasan:
Shalawat di atas bersumber dari Imam 'Alî bin Abî Thalib k.w., kemudian diwartakan oleh Abû Mûsâ Al-
Madînî r.a.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang ruhnya menjadi mihrab arwah, malaikat,
dan seluruh alam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang menjadi imam para nabi dan
seluruh alam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang menjadi pemimpin penduduk surga,
yaitu hamba-hamba Allah yang beriman."

Penjelasan:
Shalawat ini adalah shalawat Sayyidah Fathimah Al-Zahra'. Pengarang kitab Al-Ibrîz, Sayyid 'Abdul
'Azîz Al-Dabbâgh, telah banyak membicarakan shalawat ini di dalam kitabnya tersebut. Yang ingin
mengetahui tentang shalawat ini secara lebih luas dapat meneliti kitab tersebut.

Artinya: "Ya Allah, Tuhan yang selalu memberikan karunia kepada manusia Tuhan yang selalu
membukakan tangan-Nya lebar-lebar dengan pemberian; Tuhan yang mempunyai pemberian-pemberian
yang mulia limpah-kanlah shalawat atas Muhmmad, sebaik-baik manusia, dengan penghormatan;
ampunilah pula kami, duhai Tuhan Yang Maha Tinggi di sore ini."

Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari sahabat 'Abdullah bin Abbas r.a. Dan dikemukakan oleh Abû Mûsâ Al-
Madînî r.a.

Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan atas keluarganya, sahabat-sahabatnya,
anak-anaknya, isteri-isterinya, keturunannya, Ahli Baitnya, para penolongnya, para pengikutnya, para
pencintanya, dan umatnya; dan jadikanlah kami bersama mereka semua duhai Tuhan Yang paling
penyayang di antara semua penyayang."

Penjelasan:
Shalawat ini dikemukakan di dalam kitab Al-Syifâ' dari Hasan Al-Bashri. Beliau berkata, "Barangsiapa
yang ingin minum dari piala dengan minuman telaga Rasulullah Saw., hendaklah ia membaca shalawat
itu."

Artinya: "Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada Sayyidina Muhammad, selama orang-orang yang
ingat menyebut nama-Nya dan selama orang-orang yang lalai melupakan-Nya, Semoga Dia
melimpahkan shalawat ke-padanya di kalangan orang-orang terdahulu dan setelahnya, dengan shalawat
yang paling utama, paling banyak, dan paling baik daripada shalawat yang dilim-pahkan-Nya kepada
salah seorang dari ummatnya dengan shalawatnya kepadanya. Salam sejahtera atasnya, teriring rahmat
Allah dan berkah-Nya. Semoga Allah membalasnya dari kami dengan balasan yang lebih baik daripada
balasan-nya kepada rasul dari orang-orang yang diutus kepadanya. Sebab, dia telah melepaskan kami
dari ke-binasaan, dan menjadikan kami sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia, beragama
dengan agamanya yang telah diridhai dan dipilih oleh para malaikat-Nya dan orang-orang yang telah
diberi-Nya nikmat di antara makhluk-Nya. Oleh karena itu, tidaklah kami mendapat nikmat -baik yang
nyata maupun yang tersembunyi, yang kami peroleh dengannya dalam urusan agama dan dunia, dan
diangkatkannya keburukan dari kami di dalam keduanya atau di dalam salah satu dari keduanya-
melainkan Muhammad Saw.-lah yang menjadi sebabnya; yang memimpin kepada kebaikannya; yang
menunjukkan kepada tuntunannya; yang membebaskan dari kebinasaan dan tempat-tempat jahat, yang
mengingatkan, sebab-sebab yang mendatangkan kebinasaan; yang tegak me-laksanakan nasihat,
tuntunan, dan peringatan darinya. Semoga shalawat dan salam Allah selalu tercurah kepada Sayyidina
Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Dia telah mencurahkan shalawat kepada Ibrahim dan ke-
luarganya, serta sebagaimana Dia telah mehmpahkan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim;
Sesungguhnya Dia Maha terpuji lagi Maha muha."

Penjelasan:
Shalawat di atas bersumber dari Imam Al-Syâfi'i r.a. Dan mempunyai penyempurnaan di dalam Al-
Risâlah oleh Imam Al-Syâfi'i. Shalawat ini banyak sekali faedahnya, terutama bila dibaca sesudah
membacaa Shalawat Nurul Qiyâmah, Yaitu shalawat nomor 16.

Artinya: " Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas pemimpin para pemimpin dan tujuan dari
semua keinginan, Muhammad, kekasih-Mu yang dimuliakan; juga atas keluarga dan para sahabatnya".
Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari Sayyidi Abu Thahir bin Sayyid 'Alî Wafâ'.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad, yang dengannya kegelapan
menjadi terang. Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muham-mad, yang diutus dengan
rahmat bagi setiap umat. Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad, yang dipilih untuk
memimpin risalah sebelum diciptakan Lawh dan Qalam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina
Muhammad, yang disifati dengan akhlak dan perangai yang utama. Ya Allah, limpahkanlah shalawat
atas Sayyidina Muhammad. yang dikhususkan dengan kalimat yang menyuruh dan hikmah tertentu. Ya
Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang tidak dilanggar kehorrmtan di
majelisnya, dan tidak dibiarkan orang yang menganiayanya. Ya Allah, limpah-kanlah shalawat kepada
Sayyidina Muhammad, yang bisa berjalan dinaungi oleh awan kemana dia menuju. Ya Allah,
limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad yang dipuji oleh Tuhan kemuliaan dimasa lalu. Ya
Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang dilimpahi shalawat oleh Allah di
dalam Kitab-Nya yang sempurna dan kita diperintahkan-Nya supaya ber-shalawat kepadanya. Semoga
Shalawat Allah selalu dicurahkan kepadanya; kepada keluarganya, sahabat-sa-habatnya, isteri-
isterinya--selama hujan turun dengan
deras dan selama orang-orang berdosa mendapat uluran kemurahan. Semoga Allah melimpahkan
kepadanya salam sejahtera, kehormatan, dan kemuliaan."

Penjelasan:
Shalawat di atas bersumber dari Sayyid Al-Faklhani, pengarang kitab Al-Fajr Al-Munîr fî Al-Shalâh 'ala
Al-Basyîr Al-Nadzîr.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjunan kami Muhammad, juga kepada
ke-luargaya, saahabat-sahabatnya sebanyak jumlah, apa-apa yang diliputi oleh ilmu-Mu, digariskan
oleh qalam-Mu, dan ditetapkan dalam hukum-Mu terhadap makhluk-Mu; Curahkanlah kelembutan-Mu
di dalam seluruh urusan kami dan kaum muslimin."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, keluarganya sahabatnya-
dengan, dan para shalawat yang melebihi shalawat-shalawat yang diucapkan oleh orang-orang yang
bershalawat dari sejak permulaan masa sampai akhirnya; seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya,
sepenuh neraca dan penghabisan ilmu."

Penjelasan:
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (no.40) ada di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ. Tentang shalawat
ini, Imam Al-Ghazali, mengutip perkataan Al-Qastalani, mengatakan, "Kedua shalawat ini dibaca
bersama shalawat no.32 supaya mendapatkan keutamaan yang tidak terhingga."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, sebanyak jumlah
huruf-huruf di dalam Al-Quran; limpahkanlah shalawat dan salam, kepada Muhammad, sebanyak
jumlah tiap-tiap huruf yang dilipatgandakan sejuta; dan limpahkanlah sha-lawat dan salam kepada
sayyidina Muhammad, sebanyak jumlah tiap-tiap seribu yang dilipatgandakan."

Artinya: "Ya Allah, limpahkan shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang bertemu
dengan cahayanya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat
yang bergandengan dengan sebutan dan yang disebutnya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada
Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang menerangi kuburnya dengan seterang-terangnya. Ya
Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawlat yang melapangkan
dadanya dan menyebabkan kegembiraannya. Limpahkanlah pula shalawat kepada semua saudaranya
dari golongan para nabi dan wali, dengan shalawat sebanyak jumlah cahaya dan kemunculannya."

Penjelasan:
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (No.42) dikemukakan oleh Al-Qastalani di dalam kitab Masâlik
al-Hunafâ'. Beliau menghimpun sepuluh shalawat yang tidak dinisbahkan kepada seorangpun.

Lafadz-lafadz Shalawat dan penjelasannya (3)


Selasa, 00 0000
Tulisan Terkait
 Arti Shalawat

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Say-yidina Muhammad dan kepada keluarga
Sayyidina Muham-mad, sebanyak jumlah penyakit dan obat, serta berkati dan sejahterakanlah mereka
sebanyak-banyaknya."

Penjelasan :
Shalawat ini bersumber dari Maulana Syaikh Khalid Al-Naqsabandi, pembaharu tarekat Naqsabandiyah.
Beliau mengatakan bahwa, shalawat ini merupakan perisai yang sangat ampuh untuk menghadapi
penguasa yang lalim. Ketika mengakhiri pembacaan shalawat ini, kata katsîrân diulang berkali-kali."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad-hamba, Nabi, dan
Rasul-Mu, Nabi yang ummi; kepada keluarganya dan para sahabatnya, sesuai dengan kadar kebesaran
Zat-Mu, dalam setiap waktu dan saat. "

Penjelasan:
Shalawat ini termasuk shalawat kesempurnaan, Di antara faedahnya dikatakan bahwa, shalawat ini
menyamai seratus ribu shalawat lainnya.
Ada yang mengatakan bahwa shalawat ini bersumber dari Imam Abû Al-Hasan Al-Syadzili, namun tidak
pasti.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad dan keluarganya, dengan
shalawat yang setimbang dengan bumi dan langit; sebanyak jumlah apa-apa yang ada di dalam ilmu-
Mu; serta sebanyak jumlah partikel dari semua benda yang ada di bola bumi dan berlipat-lipat ganda
dari itu. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia."

Penjelasan:
Shalawat ini disebutkan di dalam kitab Kunûz Al-Asrâr: Tentang shalawat ini, Syaikh Al-Iyâsî berkata,
"Shalawat ini mempunyai rahasia yang sangat besar, dan fadhilah yang sangat banyak serta menyamai
100.000 shalawat lainnya.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad-kekasih dan yang
dikasihi, penyembuh penyakit dan pelepas kesusahan; kepada keluarganya dan para sahabatnya."

Penjelasan:
Tentang shalawat ini, Syaikh Yûsuf Al-Nabhânî menjelaskan,"Syaikh Hasan Abû Halawah Al-Ghazza
yang berdiam di Al-Quds telah mengajarkan shalawat ini kepada saya. Hal itu disebabkan ketika saya
mengadukan kepadanya penyakit cemas dan susah yang saya derita. Setelah saya baca shalawat tersebut,
lenyaplah segala penderitaan saya berkat shalawat dengan sighat tersebut di atas.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammmad Nabi yang ummi, yang suci
dan bersih; dengan shalawat yang melepaskan segala ikatan dan melenyapkan segala kesusahan."

Penjelasan:
Shalawat ini disebutkan oleh Al-Zubaydi di dalam kitabnya, Al-Shilât wa Al-'Awâ'id.
Sebagai orang saleh mengatakan bahwa, shalawat ini sangat manjur untuk melenyapkan kesusahan.

Artinya: "Kepadamulah, ya Raslullah, mengalir shalawat Allah, salam-Nya, tahiyat-Nya, dan berkah-
Nya; dalam tiap-tiap saat yang memadai dengan kedudukanmu yang besar dan derajatmu yang tinggi;
berkumpul bagimu segala keutamaan semua jenis shalatawat dan salam."
Penjelasan:
Shalawat di atas termasuk yang menghimpun seluruh shalawat.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang cahayanya bagi makhluk
telah mendahului, dan kemunculannya merupakan rahmat bagi alam; sebanyak jumlah makhluk-Mu
yang lalu maupun yang akan datang serta yang berbahagia di antara mereka maupun yang celaka-
dengan shalawat yang menghabiskan segala hitungan dan meliputi segala batasan; dengan shalawat
yang tidak akan habis, berakhir; dan selesai, serta dengan shalawat yang terus-menerus dengan ke-
abadian-Mu, juga kepada keluarganya. Limpahkanlah pula kesejahteraan yang banyak seperti itu."

Penjelasan:
Pensyarah kitab Dalâ'il mengatakan bahwa, Sayyid 'Abdul Qadir Al-Jaylânî menutup hizb-nya dengan
shalawat ini. Dinukil pula dari ucapan Al-Sakhâwî, bahwa shalawat ini mempunyai keistimewaan; satu
shalawat ini berbanding sepuluh ribu shalawat lainnya.
Sementara Imâm Muhyiddîn Al-Yamani, yang bergelar "Junayd dari negeri Yaman", mengatakan;
"Barangsiapa yang mengucapkan shalawat ini sepuluh kali, pagi dan sore, ia berhak mendapat keridhaan
Allah Yang Maha Besar; aman dari kemurkaan-Nya; mendapat curahan rahmat yang berlimpah;
terpelihara dengan pemeliharaan nabi dari segala marabahaya, dan mendapatkan kemudahan dalam segala
urusan."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu yang paling utama selalu, berkah-Mu yang paling
berkembang se-lamanya, dan tahiyat-Mu yang paling baik keutamaan dan jumlahnya; kepada semuha-
mulia makhluk manusia, kum-pulan hakikat iman, dan batas kebaikan yang tampa; pemimpin
balatentara kaum Muslim, penghulu barisan para nabi yang dimuliakan, dan seutama-utarna makhluk
dari semuanya; pembawa panji kemuliaan dan ketinggian pemilik kendali kemuliaan, dan yang
menyaksikan rahasia azali; sumber ilmu kesantunan, dan hikmah; penampilan rahasia kemurahan
secara sebagian dan keseluruhan; manusia 'aynil-wujûd' ruh jasad dua alam, dan mata kehidupan dua
tempat; yang memastikan dengan tingkat ubudiah yang tertinggi dan yang berakhlak dengan akhlak
kedudukan pilihan; sahabat yang terbesar dan kekasih yang dimuliakan, yaitu Sayyidina Muhammad bin
'Abdillah bin 'Abdil Mutthalib; juga atas seluruh nabi dan rasul, serta atas keluarga dan sahabat mereka
semuanya sebanyak orang yang ingat menyebut nama-Mu dan orang yang lalai melupakan-Mu."
Penjelasan:
Sayyid Ahmad Al-Shâwî, di dalam kitab Syarh Wird Al-Dardir mengatakan bahwa, shalawat ini dinukil
oleh Hujjatul Islam Al-Ghazali dari Quthb Al-Idrûs, dan di-namakan Syams Al-Kanzil A'dhâm. Sebagian
ulama lain mengatakan bahwa, shalawat ini dinukil dari Quthb Al-Rabbânî Sayyid 'Abdul Qadir Al-
Jaylânî.
Barangsiapa yang membaca shalawat ini sesudah shalat isya, sebelumnya membaca Surah Al-Ikhlas dan
Al-Mu'awwidzatayn sebanyak 33 kali, maka ia akan bermimpi bertemu dengan Rasulullah Saw.

Artinya: "Aku memohon kepada-Mu, ya Allah, agar Engkau melimpahkan shalawat dan salam kepada
penghulu para rasul dan pemimpin orang-orang takwa; yang telah Engkau ciptakan dengan kebesaran-
Mu dan Engkau hiasi dengan keelokan-Mu; yang Engkau mahkotai dengan kesempurnaan-Mu dan
Engkau jadikan orang yang berhak memandang Dzat-Mu; yang Engkau jadikan ia sebagai tempat bagi
asma dan sifat-Mu; yang Engkau gandengkan namanya dengan nama-Mu serta ketaatan kepadanya
dengan ketaatan kepada-Mu, yakni Muhammad bin Abdillah, serta para keluarga dan sahabatnya yang
menyeru kepada Allah.
Ya Allah, limpahkalah shalawat kepada Sayyidina Muhammad-wakil hadrat Dzat-Mu; yang memastikan
dengan asma dan sifat-Mu; yang mengumpulkan antara yang ada dan tiada; pemisah antara yang baru
dan yang lama; pemimpin orang-orang yang terbuka dengannya segala yang terkunci, menjadi pulih
setiap yang pecah, dan meniadi merdeka kembali setiap yang dikalahkan."

Penjelasan:
Shalawat ini berasal dari Sayyidi Muhyiddin bin Al-'Arâbi, yang disebutkannya di dalam hizb-nya, Al-
Tawhîd, Telah pula dinukil oleh Syaikh Al-Nabhani, dan kami menukilnya dari beliau.

 
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah seutama-utama sha-lawat, setinggi-tinggi berkah, dan sebaik-baik
tahiyat didalan setiap waktu; kepada semulia-mulia makhluk, Say-yidina dan Maulana Muhammad;
sesempurna-sempurna penduduk bumi dan langit. Limpahkanlah pula kesejahteraan kepadanya, duhai
Tuhan kami, sebaik-baik tahiyat, di dalam setiap kehadiran dan pandangan."

Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari Sayyid Abû Al-Hasan Al-Syadzili Beliau membuka hizb-nya, Al-Luthf
dengan sha-lawat ini.

Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada Zat Mu-hammad yang halus dan tunggal; matahari
langit rahasia tempat pemunculan cahaya; pusat peredaran kebesaran; dan kutub falak keindahan.
Ya Allah dengan rahasianya di sisi-Mu dan dengan perjalanannya kepada-Mu amankanlah rasa takutku;
ku-rangilah kesalahanku; lenyapkanlah kesedihan dan ke-tamakanku; dan jadilah penolongku. Bawalah
aku kepada-Mu, karunialah aku fana terhadapku, dan janganlah Engkau jadikan diriku mendapat
cobaan dari nafsuku. Singkapkanlah bagiku semua rahasia yang tersembunyi, duhai Tuhan Yang Maha
hidup dan Maha mandiri."

Penjelasan:
Shalawat ini berasal dari Sayyid Ibrâhîm Al-Dasûqî, yang dipakai sebagai pembuka hizb oleh Al-Dardir:
Hal ini menunjukkan keutamaan shalawat ini yang sangat besar.

Artinya: "Ya Allah, bagi-Mu-lah segala pujian sebanyak jumlah orang yang memuji-Mu; bagi-Mu-lah
pujian sebanyak orang yang tidak memuji-Mu; dan bagi-Mu-lah pujian sebagaimana Engkau suka untuk
dipuuji.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad se-banyak jumlah orang yang bershalawat
kepadanya, lim-pahkanlah shalawat kepada Muhammad sebanyak jumlah orang yang tidak bershalawat
kepadanya, dan lim-pahkanlah shalawat kepadanya sebagaimana angkau suka supaya diucapkan
shalawat atasnya."
Penjelasan:
As-Sakhâwî bertutur sebagai berikut:
Kami menuturkan riwayat dari Al-Thabrânî di dalam kitab Al-Du'â', bahwa beliau bermimpi melihat Nabi
Saw. dalam sifatnya yang telah sampai beritanya kepada kita. Lalu beliau berkata, Assalâmu 'alayka
Ayyuh al-Nabiyya Warahamatullâhi wa Barakâtuh. Ya Rasulullah, Allah telah mengilhami aku beberapa
kalimat!"
Rasulullah bertanya, "Apakah itu?"
Allâhumma laka al-Hamdu ...(hingga akhir shalawat tersebut di atas)."
Lalu Rasulullah Saw. Tersenyum hingga tampak gigi serinya memancarkan cahaya yang cemerlang.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjunan kami, Muhammad. Telah semai
rasanya upayaku, tolonglah aku ya Rasulullah."

Penjelasan:
Ibn 'Âbidîn menukil shalawat ini dari seorang hamba yang salih, Ahmad Al-Halabi, yang berdiam di
Damaskus. Dia bertutur bahwa, ada sebagian menteri Damaskus me-nangkapnya, sehingga pada malam
itu, ia merasa sangat susah sekali. Lalu ia bermimpi melihat Rallulullah Saw. Baginda Nabi
menenteramkan hatinya dan mengajarkan kepadanya sighat shalawat ini. Baginda Nabi mengatakan
bahwa barangsiapa yang membacanya maka Allah akan menghilangkan kesulitannya. Ketika ia
terbangun, lalu dibacanya shalawat itu, dan akhirnya, berkat Rasulullah Saw. kesulitannya itu lenyap.
Kemudian Ibn 'Âbidîn mengatakan bahwa, beliau telah mencoba membaca shalawat itu berkali-kali, dan
ternyata memang sangat cepat sekali untuk menghilangkan kesulitan.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Maulana Muhammad dan keluarganya,
sebanyak jumlah, hitungan semuanya; dari mana habisnya dalam ilmu-Mu; dari mana tidak ada
hitungan dalam liputan-Mu; dan dengan apa-apa yang Engkau ketahui bagi diri-Mu tanpa akhir.
Sesunghnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."

Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari seorang arif yang besar dan wali yang terkenal; lautan ilmu syariat, tarekat
dan hakikat, yakni Sayyid Ahmad bin Idris; pemuka tarekat Idrisiyah vang merupakan anak cabang dari
tarekat Syadziliyah.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad dan keluarganya, dengan
shalawat penduduk langit dan bumi kepadanya. Alirkanlah, duhai Maulaku, kelembutan-Mu yang
tersembunyi dalam urusanku. Tampakkanlah rahasia keindahan buatan-Mu dalam perkara-perkara yang
aku cita-citakan dari-Mu, duhai Tuhan semesta alam."

Penjelasan:
Shalawat ini oleh sebagian ulama dinisbahkan kepada Sayyid 'Abdullâh Al-'Alamî. Di antara khasiatnya
yang terkenal adalah bahwa, "Barangsiapa yang membacanya sebanyak seribu kali, niscaya Allah akan
melenyapkan kesusahannya."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Mu-hammad dan kepada keluarga Muhammad,
dengan shalawat yang menjadikan ridha bagi-Mu dan penunaian bagi haknya; berikanlah kepadanya
wasilah dan kedudukan yang Engkau telah janjikan."

Penjelasan:
Diriwayatkan oleh Sya'rânî bahwa, Nabi Saw. pernah menerangkan tentang shalawat ini dalam sabdanya,
"Barangsiapa yang membacanya, ia berhak mendapatkan

Artinya: "Ya Allah, ya Tuhan Muhammad dan keluarga Muhammad limpahkanlah shalawat atas
Muhammad dan keluarga Muhammad serta berikanlah kepada Muhammad derajat dan wasilah di dalam
surga. Duhai Tuhan Mu-hammad dan keluarga Muhammad berilah ganjaran kepada Muhammad.
Semoga Allah melimpahkan shalawat kepadanya sesuai dengan apa yang sepantasnya bagianya."

Penjelasan:
Di dalam kitab Syarah Dalâ'il disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda, "Barangsiapa di antara umatku
yang membaca shalawat ini, baik di waktu pagi maupun di waktu petang, berarti ia telah membuat
malaikat pencatat amal menjadi kepayahan selama seribu hari, juga diampuni dosa-dosanya dan dosa-
dosa kedua orang tuanya.
Di dalam kitab Syarah al-Fâsi dijelaskan bahwa, shalawat ini diangkat dari hadis Jabir bin 'Abdillâh r.a.,
dan disebutkan faedah yang banyak baginya.
Sementara Al-Hâfizh Al-Sakhâwi berkomentar, "Seandainya ada orang bersumpah hendak mengucapkan
shalawat yang paling utama, lalu ia membaca shalawat ini. niscaya ia telah memenuhi sumpahnya itu."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Mu-hammad di kalangan orang-orang dahulu,
limpahkanlah shalawat kepada Muhammad di kalangan orang-orang ke-mudian, limpahkanlah shalawat
kepada Muhammad di-kalangan para nabi, limpahkanlah shalawat kepada Mu-hammad dikalangan para
rasul, dan limpahkanlah shalawat kepada Muhammad di kalangan arwah sampai Hari Kiamat."
Penjelasan:
Tentang shalawat ini, barangsiapa yang membacanya sebanyak tiga kali di waktu sore dan tiga kali di
waktu pagi, niscaya akan sirnalah dosa-dosanya, terhapuslah segala kesalahannya, tetaplah
kesenangannya, dikabulkan doanya, dikabulkan cita-citanya, dan dia ditolong menghadapi musuh-
musuhnya.

Lafadz-lafadz Shalawat dan penjelasannya (4)


Selasa, 00 0000
Tulisan Terkait
 Arti Shalawat

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Say-yidina Muhammad yang telah Engkau penuhi
hatinya dengan keagungan-Mu, dan telah Engkau penuhi matanya dengan sifat keindahan-Mu, sehingga
ia menjadi senang-gembira, terbantu dan tertolong; juga kepada keluarganya dan para sahabatnya.
Limpahkanlah pula kesejahteraan yang banyak kepada mereka semuanya. Segala puji bagi Allah atas
semua itu."

Penjelasan:
Abû 'Abdullah Al-Nu'mân pernah bermimpi melihat Nabi Saw., lalu ia bertanya, "Ya Rasulullah,
shalawat manakah yang paling utama?
Beliau menjawab, "Katakanlah...(lalu Baginda Nabi menyebutkan shalawat ini)."
Ada lagi cerita lainnya tentang shalawat ini, seperti yang disebutkan di dalam kitab Dalâ'il al-Khayrât.

Artinya: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu,semoga Engkau melimpahkan shalawat kepada Sayyidina
Muham-mad, kepada seluruh nabi dan rasul, serta kepada keluarga dan sahabat mereka semuanya;
serta semoga Engkau mengampuni dosa-dosaku yang telah lalu dan Engkau memelihara diriku dari
dosa- dosa yang tersisa."

Penjelasan:
Shalawat ini berasal dari Sayyid Ibrâhîm Al-Matbulî
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah kepada Sayyidina Muhammad, yang
pemaaf dan penyayang,. serta yang mempunyai akhlak yang agung; juga kepada keluarganya, sahabat-
sahabatnya, dan isteri-isterinya di setiap saat sebanyak jumlah semua yang baru dan yang lama."

Penjelasan:
Shalawat ini lebih dikenal dengan sebutan shalawat Al-Ra'ûf al-Rahîm. Sayyid Ahmad Al-Shâwî
mengatakan, "Shalawat ini termasuk sighat shalawat yang paling mulia. Oleh karena itu, seyogyanya
diperbanyak membacanva."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah kepada Sayyidina Muhamad dan kepada
ke-luarganya, sebanyak jumlah nikmat Allah dan karunia-Nya."

Penjelasan:
Shalawat di atas lebih dikenal dengan sebutan shalawat Al-In'âm. Khasiatnya adalah seperti yang
dikatakan oleh Sayyid Ahmad Al-Shâwî, yakni membuka pintu kenik-matan dunia dan akhirat bagi
pembacanya, sementara pahalanya tidak terhingga.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada cahaya yang berkilau, bulan yang memancar,
purnama yang naik, hujan yang melimpah, pertolongan yang luas, kekasih yang menolong, Nabi yang
membuat undang-undang, Rasul yang menjelaskan, orang yang diperintah yang taat, kawan bicara yang
mendengarkan, pedang yang tajam, hati yang khusyuk, mata yang mengucurkan airmata, yakni
Sayyidina Muhammad; juga kepada keluarganya dan anak-anaknya yang mulia; kepada sahabat-
sahabatnya yang agung; serta kepada para pengikutnya diantara ahli sunnah dan Islam."
 

Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam, kepada Sayyidina Muhammad, shalawat yang
dengannya dituliskan garis-garis, dilapangkan dada, serta dimudahkan segala urusan, berkat rahmat
dari-Mu, duhai Tuhan Yang Maha Pengampun, serta kepada keluarga dan para sahabatnya."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muuhammad dan orang-orang
yang menolongnya, sebanyak jumlah apa yang Engkau ketahui dari permulaan urusan sampai akhirnya,
serta kepada keluarga dan Sahabat-sahabatnya."

Penjelasan:
Shalawat ini dan dua shalawat sebelumnya (no. 67 dan 68) bersumber dari Sayyid Ahmad Al-Rifâ'i ra.
dan termasuk shalawat Al-Jawâmi' al-Kawâmil (kumpulan kesempurnaan).
Dikatakan bahwa, barangsiapa yang membacanya (yang mana saja dari ketiganya) sesudah salat shubuh
atas niat dan keinginan apa saja, niscaya akan diperolehnya dengan izin Allah.

Artinya: "Ya Allah, dengan-Mu aku bertawassul, dari-Mu aku meminta, kepada-Mu dan karena-Mu dan
karena-Mu-bukan karena sesuatu Diri-Mu aku rindu. Aku tidak meminta dari-Mu selain Diri-Mu dan
tidak meminta dari-Mu kecuali kepada-Mu.
Ya Allah, aku bertawassul kepada-Mu dalam perkenan itu dengan wasilah, yang teragung dan
keutamaan yang ter-besar; yakni Sayyidina Muhammad, manusia pilihan, orang yang suci dan diridhai,
serta Nabi pilihan. Dengannya aku memohon kepada-Mu agar Engkau memberikan shalawat kepadanya
dengan shalawat yang bersifat abadi, lestari, dan mandiri; serta bersifat Ilahiyah dan Rabbaniyah,
dimana ia menyaksikan bagiku hal itu di dalam mata ke-sempurnaanya dengan kesaksiannya makrifat
terhadapanya; juga kepada keluarganya dan para saha-batnya. Sebab, Engkaulah penolong atas itu.
Tiada upaya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. "
 

Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Ahmad, utusan-Mu. Aku memohon kepada-Nya, ya Allah,
dengannya, dan dengannya aku memohon kepada-Mu; agar Engkau melimpahkan shalawat kepadanya;
dengan shalawat yang hakiki, untuk mengkhususkan dengannya, yang umum dalam seluruh kesatuan
huruf dan nama serta dalam seluruh tingkatan akal dan ilmu; dengan shalawat yang berkesinambungan,
yang tidak mungkin dipisahkan dengan cara dicoba atau sara lainnya, bahkan mustahil secara akal
maupun naqli; juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Limpahkanlah pula kesejahteraan yang
banyak kepadanya."

Penjelasan
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya berasal dari sumber yang sama yaitu, dari 'Arif Rabbanî, Sayyid
Muhammad Wafâ' Al-Syadzili r.a., yang saya nukil dari kitab Masâliku al-Hunafâ'.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah Shalawat, Salam, dan berkah, kepada orang yang karenanya seluruh
alam menjadi mulia; limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah kepada Sayyidina Muhammmad yang
Engkau tampakkan dengannya petunjuk kebajikan, limpahkanlah shalawat, salam dan berkah kepada
Sayyidina Muhammad yang telah menjelaskan bagian terkecil dari Al-Quran, limpahkanlah Shalawat,
salam, dan berkah kepada Sayyidina Muhammad, pemimpin orang-orang terkemuka dan penyebab
keberadaan setiap manusia, dan limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah kepada Sayyidina
Muhammad yang membangun tiang-tiang syariat bagi alam manusia dan jin, yang menjelaskan perilaku
tarekat bagi orang-orang yang bertanya, dan yang merumuskan ilmu-ilmu hakikat bagi orang-orang arif
Limpahkanlah ya Allah, shalawat, salam, dan berkah kepadanya dengan shalawat yang sesuai dengan
kedu-dukannya yang mulia dan derajatnya yang tinggi. Lim-pahkanlah kesejahteraan yang banyak dan
selalu. Ya Allah, ya Rahman, ya Rahim.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah kepada Sayyidina Muhammad yang telah menghiasi
mah-ligai hati, menampakkan rahasia yang gaib, dan pintu semua yang dipinta. Limpahkanlah ya Allah,
shalawat dan salam kepadanya selama matahari menyinari alam Lim-pahkanlah shalawat, salam, dan
berkah kepada orang yang telah mengucapkan kepada kami dengan ban-tuannya, kedermawanan. Ya
Allah, ya Rahman, ya Rahim.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang mendekatkan
orang-orang jauh diantara kami ke hadirat Rabbaniyah, dan membawa orang-orang yang dekat dari
kami ke maqam ilahiah yang tidak berujung. Limpahkanlah ya Allah, sha-lawat kepadanya dengan
shalawat yang melapangkan dada, memudahkan urusan, dan menyingkap tabir, serta limpahkanlah pula
kesejahteraan yang banyak, sampai Hari Kiamat. Amin."

Penjelasan
Shalawat di atas adalah yang dipakai oleh Sayyid Mushtafa Al-Bakrî dl saat mengakhiri wirid-nya yang
dikenal dengan Wird al-Sikhr.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad dengan semua shalawat yang
Engkau sukai baginya, dan dalam setiap waktu yang Engkau sukai atasnya.
Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada Sayyidina Muhammad dengan semua kesejahteraan yang
Engkau sukai baginya, dan dalam setiap waktu yang Engkau sukai atasnya, Shalawat dan salam semoga
selalu (tercurah) menurut keabadian-Mu, sebanyak jumlah yang Engkau ketahui, setimbang dengan apa
yang Engkau ketahui, se-penuh apa yang Engkau ketahui, dan sebanyak tinta ka-limat-Mu, serta
berlipat-lipat ganda dari itu.
Ya Allah, bagi-Mu-lah pujian dan syukur sebanyak itu pula, atas semua itu dan di dalam semua itu; juga
kepada ke-luarganya, sahabat-sahabatnya dan saudara-saudaranya."

Penjelasan
Shalawat ini berasal dari Sayyid Murtadhâ Al-Zubaydi.

 
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat
yang menjadi pintu yang disaksikan bagi kami di sisi Allah, dan yang menjadi tirai yang tertutup di sisi
musuh-musuhnya juga kepada keluarga dan para sahabatnya."

Artinya: "Ya Allah, aku memohon dengan asma-Mu yang agung yang tertulis dari cahaya Wajah-Mu
yang Maha-tinggi dan Mahabesar; yang kekal dan abadi, di dalam kalbu Rasul dan Nabi-Mu,
Muhammad; aku memohon dengan asma-Mu yang agung dan tunggal dengan kesatuan yang manuggal,
yang Maha Agung dari kesatuan jumlah, dan yang Maha Suci dari setiap sesuatu -dan dengan hak
Bismillâhirrahmânirrahîmi, Qul Huwallâhu ahad, Allâhu al-Shamad, lam Yalid walam Yûlad, walam
Yakun lahu Kufwân Ahad, semoga Engkau melimpahkan shalawat kepada junjungan kami, Muhammad,
rahasia kehidupan yang ada, sebab terbesar bagi yang ada, dengan shalawat yang menetapkan iman
dalam hatiku, dan mendorongku agar menghafalkan Al-Quran, memberikan pemahaman bagiku dari
ayat-ayatnya, mem-bukakan bagiku dengannya cahaya surga dan cahaya nikmat, serta cahaya
pandangan kepada wajah-Mu yang mulia, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Limpahkan pula
salam sejahtera kepadanya."

Penjelasan:
Shalawat ini dan yang sebelumnya (no.74) adalah berasal dari Al-'Arif Billâh Sayyid Taqiyyuddin Al-
Hanbalî.

Shalawat, Mahar Nabi Adam ketika


Menikahi Hawa
Jan 28

Posted by Guru Muda


 
 
 
 
 
 
2 Votes

“Duhai Tuhanku, adakah orang yang lebih mulia di samping-Mu selain aku?”

Allah Swt berfirman, “Ada. Dia seorang nabi dari keturunanmu yang lebih mulia di samping-Ku. Dan
jika tidak karena dia, Aku tidak menciptakan langit, bumi, surga dan neraka.”
***
Itu sepenggal dialog antara Nabi Adam dengan Allah Swt., ketika Allah SWT menciptakan Nabi Adam
setelah membukakan penglihatan matanya, pada saat itu Nabi Adam memandang ‘Arasy dan melihat
tulisan “Muhammad.”

Maka setelah bersujud, Nabi Adam berkata, “Duhai Tuhanku, adakah orang yang lebih mulia di samping-
Mu selain aku?”

Lalu, Allah menciptakan Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam a.s. Nabi Adam mengarahkan
pandangannya ke atas dan terlihatlah olehnya satu makhluk Allah yang lain dari dirinya. Ia seorang
wanita cantik jelita yang karenya Allah SWT memberikan rasa syahwat kepada Nabi Adam. Sujudlah
Nabi Adam kepada Allah, dan bertanya,

“Duhai Tuhanku, siapakah gerangan ini?”

Allah berfirman,”Itu Hawa,”

“Nikahkanlah aku, ya Allah, dengan dia…,” pinta Nabi Adam.

“Beranikah engkau membayar mas kawinnya?” Allah swt., bertanya.

“Berapakah mas kawinnya?” tanya Nabi Adam.

“Mas kawinnya, engkau membaca shalawat kepada yang mempunyai nama “Muhammad Saw” sepuluh
kali.”

“Jika kulakukan itu, apakah Tuhanku telah mengawinkan dia dengan aku?”

“Benar demikian.”

Kemudian Nabi Adam membaca shalawat sepuluh kali kepada Nabi Muhammad SAW.
Ada qaul (pendapat) yang lain berpendapat bahwa Nabi Adam membaca shalawat sebanyak 100 kali
dalam satu tarikan napas.

Saat baru sampai tujuh puluh bacaan shalawat, napas Nabi Adam terputus.

Lalu Allah SWT berfirman, “Tidak apa-apa, Wahai Adam. Shalawat yang sudah engkau baca itu sebagai
awal mahar. Dan sisanya itu menjadi tanggunganmu.”

Oleh sebagiam kalangan ulama, kisah ini dijadijan salah satu referensi tentang pembayaran mahar bagi
calon suami kepada calon istrinya, yang dilaksanakan secara diangsur, tidak kontan sekaligus.
(Dalam Kitab Sa’adah Ad Darain, Syaikh Yusuf bin Ismail An Nabhani)
***

Semoga kisah ini menjadi diri ini tergugah untuk selalu bershalawat kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW.

Dialog Syaikh al-Nabhani dengan Rasyid Ridha

Terkadang kelompok yang anti madzhab menggugat kita dengan pendapat sang pendiri madzhab atau
para ulama dalam madzhab yang kita ikuti, seakan-akan mereka lebih konsisten dari kita dalam
bermadzhab. Kaum Wahhabi ketika menggugat kita agar meninggalkan tahlilan dan selamatan tujuh hari
selalu beralasan dengan pendapat al-Imam al-Syafi’i yang mengatakan bahwa hadiah pahala bacaan al-
Qur’an tidak akan sampai kepada mayit, atau pendapat kitab I’anah al-Thalibin yang melarang acara
selamatan tahlilan selama tujuh hari. Padahal selain al-Imam al-Syafi’i menyatakan sampai.
Kita kadang menjadi bingung menyikapi mereka. Terkadang mereka menggugat kita karena bermadzhab,
yang mereka anggap telah meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah. Dan terkadang mereka menggugat kita
dengan pendapat imam madzhab dan para ulama madzhab. Padahal mereka sering menyuarakan anti
madzhab.
Pada dasarnya kelompok anti madzhab itu bermadzhab. Hanya saja madzhab mereka berbeda dengan
madzhab mayoritas kaum Muslimin. Ketika mereka menyuarakan anti tawassul, maka sebenarnya mereka
mengikuti pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn Abdil Wahhab al-Najdi. Sedangkan kaum Muslimin yang
bertawassul, mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, para sahabat, seluruh ulama salaf dan ahli
hadits.
Ketika mereka menyuarakan shalat tarawih 11 raka’at, maka sebenarnya mereka mengikuti pendapat
Nashiruddin al-Albani, seorang tukang jam yang beralih profesi menjadi muhaddits tanpa bimbingan
seorang guru, dengan belajar secara otodidak di perpustakaan. Sedangkan kaum Muslimin yang tarawih
23 raka’at, mengikuti Sayidina Umar, para sahabat dan seluruh ulama salaf yang saleh yang tidak
diragukan keilmuannya.
Ketika mereka menyuarakan anti madzhab, maka sebenarnya mereka mengikuti Rasyid Ridha,
Muhammad Abduh dan Ibn Abdil Wahhab. Sedangkan kaum Muslimin yang bermadzhab, mengikuti
ulama salaf dan seluruh ahli hadits. Demikian pula ketika mereka menyuarakan anti bid’ah hasanah, maka
sebenarnya mereka mengikuti madzhab Rasyid Ridha dan Ibn Abdil Wahhab al-Najdi. Sedangkan kaum
Muslimin yang berpendapat adanya bid’ah hasanah, mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
Khulafaur Rasyidin, para sahabat, ulama salaf dan ahli hadits. Syaikh Muhammad Rasyid Ridha,
termasuk orang pertama yang sangat kencang menyuarakan anti madzhab, dengan menulis karyanya al-
Wahdat al-Islamiyyah fi al-Madzahib al-Fiqhiyyah. Akan tetapi, secara terus terang, ia mengikuti
pemikiran Syaikh Muhammad Abduh al-Gharabili. Kedua nama ini, Rasyid Ridha dan Muhammad
Abduh, serta Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi, pendiri aliran Wahhabi, sebenarnya yang
menjadi imam madzhab beberapa aliran dan kelompok keagamaan yang anti madzhab di Indonesia. Ada
dialog menarik untuk dikutip di sini, berkaitan dengan bermadzhab. Yaitu dialog antara Syaikh Yusuf bin
Ismail al-Nabhani al-Syafi’i, seorang ulama besar yang sangat populer, dengan Syaikh Muhammad
Rasyid Ridha, seorang ulama Salafi yang menyuarakan anti madzhab.
Dalam mukaddimah kitab al-’Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Madaih al-Nabawiyyah, Syaikh Yusuf bin Ismail
al-Nabhani berkata: “Ketika saya berkumpul dengan Syaikh Rasyid Ridha, saya berdialog dengannya
tentang pribadi Syaikh Muhammad Abduh, gurunya. Saya berkata: “Kalian menjadikan Syaikh
Muhammad Abduh sebagai panutan dalam agama kalian, dan kalian mengajak manusia untuk mengikuti
kalian. Ini jelas tidak benar. Syaikh Muhammad Abduh itu bukan orang yang konsisten memelihara
kewajiban-kewajiban agama. Ia tidak sah menjadi panutan dalam agama. Sebagaimana dimaklumi dan
diakui oleh semua orang, Abduh seringkali meninggalkan shalat fardhu tanpa ada uzur. Saya sendiri
pernah menemaninya dari pagi hari sampai menjelang maghrib, di rumah seorang laki-laki yang
mengundang kami di Jabal Lebanon. Abduh tidak shalat zhuhur dan ashar, tanpa ada uzur. Bahkan ia
sehat sekali. Dan ia melihat saya shalat zhuhur dan ashar, tetapi ia tidak melakukannya.” Mendengar
pernyataan saya, Syaikh Rasyid Ridha mengakui bahwa Abduh memang sering meninggalkan shalat
fardhu tanpa ada uzur. Akan tetapi Rasyid Ridha masih membelanya dengan memberikan jawaban:
“Barangkali madzhab beliau membolehkan jama’ shalat di rumah (fi al-hadhar).”Saya merasa heran
dengan jawaban Rasyid ini. Karena jama’ shalat itu hanya dibolehkan dalam bepergian, ketika turun
hujan dan sedang sakit menurut sebagian imam mujtahid, antara zhuhur dan ashar, serta antara maghrib
dan isya’, sebagaimana hadits shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan tidak seorang pun dari
kalangan ulama berpendapat bahwa zhuhur dan ashar boleh dijama’ dengan maghrib dan isya’. Oleh
karena itu, kami sulit menerima jawaban Rasyid Ridha. Saya berkata kepada Syaikh Rasyid Ridha: “Lagi
pula Syaikh Muhammad Abduh tidak pernah menunaikan ibadah haji ke baitullah di tanah suci, padahal
ia mampu melakukannya. Dengan kemampuan yang ia miliki, berupa kekuatan fisik dan finansial, ia
seringkali pergi ke Paris, London dan negara-negara Eropa lainnya. Tidak pernah terlintas dalam
benaknya untuk menunaikan ibadah haji, padahal negaranya dekat dengan Makkah. Jadi tidak diragukan
lagi, bahwa ia telah memikul dosa yang sangat besar dan meninggalkan salah satu rukun Islam”. Lalu
saya berkata kepada Syaikh Rasyid Ridha: “Semua orang sepakat bahwa Syaikh Muhammad Abduh dan
gurunya, Syaikh Jamaluddin al-Afghani, masuk dalam organisasi Masoni. Organisasi ini tidak ada
kaitannya sama sekali dengan agama Islam. Bahkan organisasi ini menolak semua agama, anti semua
pemerintahan, baik keagamaan maupun yang bukan. Bagaimana mungkin Syaikh Muhammad Abduh
menjadi panutan dalam agama Islam, padahal ia seorang Masoni. Demikian pula gurunya.”Mendengar
pertanyaan saya, Syaikh Rasyid Ridha menjawab: “Saya kan tidak ikut organisasi Masoni.” Saya berkata:
“Seandainya kalian berkata bahwa Syaikh Muhammad Abduh itu seorang filosof Islam, seperti halnya
Ibn Sina dan al-Farabi, tentu kami dapat menerima, meskipun kenyataannya tidak demikian. Karena hal
itu tidak berdampak negatif pada kami dan agama kami. Adapun ketika ia termasuk orang yang paling
fasiq sebab meninggalkan rukun-rukun Islam, lalu kalian berpendapat bahwa ia seorang imam (panutan)
dalam agama Islam, tentu hal ini merupakan kemungkaran yang tidak akan diterima oleh orang yang
berakal.”Mendengar pernyataan saya, Syaikh Rasyid Ridha berkata: “Kami tidak menganggap Syaikh
Muhammad Abduh seperti Ibn Sina. Akan tetapi kami menganggapnya seperti al-Imam al-Ghazali.”
Rasyid Ridha ini memang orang yang sesat dan keras kepala. Ia mengakui kalau Muhammad Abduh itu
meninggalkan shalat dan haji serta menjadi anggota Masoni. Tetapi, ia masih menyamakannya dengan al-
Imam al-Ghazali. Sebenarnya, setiap orang dari kelompok Wahhabi atau anti madzhab ini, meyakini
bahwa dirinya lebih hebat dari pada al-Imam al-Ghazali. Karena kelompok mereka, baik yang besar
maupun yang kecil, semuanya mengklaim sebagai mujtahid muthlaq. Sedangkan al-Ghazali sendiri tidak
mengklaim sebagai mujtahid muthlaq, sebagaimana beliau jelaskan dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din.
Orang-orang Wahhabi atau anti madzhab itu, masing-masing menganggap dirinya selevel imam madzhab
yang empat radhiyallahu anhum. Perasaan ini begitu menancap dalam benak mereka. Nasehat tidak akan
mempan bagi mereka. Mereka selalu berusaha agar orang lain mengikuti mereka, menjadi mujtahid
muthlaq. Demikian komentar Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani dengan disederhanakan.

(sumber : buku pintar berdebat dengan Wahabi, oleh Muhammad Idrus Ramli)
SHOLAWAT AFDHOL & PALING RINGKAS

Imam asy-Sya’rani berkata: “Rasulullah Saw pernah bersabda: "Barangsiapa membaca


shalawat ini, maka ia telah membuka tujuh puluh pintu rahmat untuk dirinya dan Allah akan menitipkan
cinta-Nya pada hati manusia sehingga mereka tidak akan marah kepadanya, kecuali orang yang
menyimpan kemunafikan di dalam hatinya.”

Guru kami yaitu ‘Aliya al-Khawash berkata: “Hadist ini, beserta hadist sebelumnya, yaitu sabda Nabi
Saw: "Paling dekatnya salah seorang kamu kepadaku adalah pada saat ia mengingatku dan membacakan
shalawat untukku", kami riwayatkan dari sebagian ahli ma’rifat, dari al-Khidhr as, dari Rasulullah Saw.
Dua hadis ini menurut kami berkualitas shahih dengan derajat keshahihan tertinggi, meskipun para ahli
hadist tidak berani menetapkan kesahihannya karena rumitnya istilah yang mereka pergunakan, wallahu
a’lam.

Adapun yang menguatkan pendapat ini adalah sebuah hadist yang dikutip oleh as-Sakhawi dari Majd al-
Din al-Fairuz Abadi, penulis kamus terkenal, dengan menyandarkan sanad kepada Imam as-Samarqandi.
Ia berkata: “Saya mendengar Qidhr dan Nabi Ilyas as berkata: Kami mendengar Rasulullah Saw
bersabda: "Tidak seorang pun yang membaca Shallallahu ‘Ala Muhammad (Semoga Allah memberikan
rahmat-Nya kepada Muhammad), kecuali bahwa manusia akan mencintainya walaupun sebenarnya
mereka membencinya. Demi Allah, mereka tidak akan mencintainya kecuali setelah Allah ’azza wa jalla
mencintai dia.” Dan kami pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda dari atas mimbar: ”Barangsiapa
membaca shalawat ini maka ia telah membuka tujuh puluh pintu rahmat untuk dirinya.”

Shalawat ini ringkas, sehingga dapat diamalkan dengan cepat dan mudah, di manapun, dan kapanpun,
sebanyak-banyaknya.

SHOLALLAHU A'LA MUHAMMAD

Artinya: ”Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada Muhammad”

Al-Hafidz as-Sakhawi juga menukil sebuah hadis dengan sanad tersebut bahwa Imam as-Samarqandi
mendengar Khidhr dan Nabi Ilyas as berkata: “Adalah pada bani Israil seorang Nabi yang bernama
Samuel. Dia dikaruniai kekuatan untuk mengalahkan musuh. Pada suatu hari ia pergi berangkat untuk
menghancurkan musuh agamanya. Mereka (musuh-musuhnya) berkata: “Orang ini adalah seorang
penyihir; ia datang untuk mengelabui mata kita dan mencerai-beraikan pasukan kita, maka hendaklah kita
mengajaknya ke tepi pantai, lalu kita menghancurkannya. ”Maka berangkatlah ia bersama empat puluh
orang pasukan memenuhi tantangan mereka untuk bertempur di tepi pantai. Teman-temannya berkata:
”Apa yang akan kita perbuat?” “Majulah, dan bacalah: Shallallahu ‘Ala Muhammad !” kata Samuel.
Mereka pun menuruti nasehatnya; maju dengan membaca shalawat. Keadaan menjadi berbalik sama-
sekali; merekalah yang terdesak ke laut dan tenggelam ditelan ombak, semuanya tewas, tidak ada yang
tersisa.”

As-Sakhawi juga meriwayatkan bahwa suatu hari, seorang penduduk negeri Syam datang menghadap
Rasulullah Saw seraya berkata, "Ya Rasulullah, ayah saya sudah sangat tua, namun beliau ingin sekali
melihat Anda.", Rasulullah Saw menjawab, "Bawa dia kemari!", Orang itu berkata, "la buta, tidak bisa
melihat.", Rasulullah lalu bersabda, "Katakanlah kepadanya supaya ia mengucapkan Shallallahu 'Ala
Muhammadin selama tujuh minggu setiap malam. Semoga ia akan melihatku dalam mimpi dan dapat
meriwayatkan hadist dariku.". Anjuran Rasulullah itu dituruti oleh orang tersebut. Benar saja, ia pun
kemudian melihat Nabi Saw dalam tidurnya, dan hadist ini diriwayatkan olehnya.

Wallahu A’lam. Wassalam

Afdhal as-Shalawat ‘ala Sayyid as-Sadat, oleh Yusuf ibn Ismail an-Nabhani, versi terjemah: Bershalawat
untuk Mendapat Keberkahan Hidup, Muzammal Noer, Mitra Pustaka 2003.
Jemputan artikel : http://nurulmakrifat.blogspot.com/2013/06/shallallahu-ala-muhammad-shalawat.html

Rahasia Sholawat Menggapai Ma'rifat

Fatwa sayyid Abdur-Rahman bin Musthofa Al-Idrus


Al-Allamah sayyid Abdurrohman bin musthofa Al-Idrus ( tinggal di mesir ), menyatakan (dalam
penjelasan Beliau tentang sholawatnya sayyid Ahmad Al-Badawi.
Komentar ini di tulis dalam kitab yang berjudul ”Miraatu Al-Syumus fi manaqibi Aali Al-Idrus “):
Bahwa di akhir zaman nanti, ketika sudah tidak di temukan seorang murobbi (Mursyid) yang
memenuhi syarat, tidak ada satu pun amalan yang bisa mengantarkan seseorang wushul (ma’rifat)
kepada Allah kecuali bacaan Sholawat kepada Nabi SAW, baik dalam keadaan tidur maupun
terjaga.
Kemudian setiap amalan itu mungkin di terima dan mungkin juga di tolak kecuali bacaan sholawat
kepada Nabi SAW yang pasti di terima, karena memuliakan kepada Nabi SAW.
 Sayyid Abdur Rohman meriwayatkan keterangan tersebut berdasarkan kesepakatan ulama’. Ketahuilah
sesungguhnya para ulama’ telah sepakat atas diwajibkannya
membaca “Sholawat dan Salam” untuk Baginda Nabi SAW. Kemudian mereka berselisih pendapat
mengenai “kapan” kewajiban itu harus dilaksanakan?.

Menurut Imam Malik, cukup sekali dalam seumur. Menurut Asy-Syafi’i, wajib dibaca pada tasyahud
akhir dalam sholat fardhu. Menurut ulama’ lainnya, wajib dibaca satu kali dalam setiap majlis. Ada juga
ulama’ yang berpendapat, wajib dibaca setiap kali mendengar nama nabi disebut. Dan ada juga yang
mengatakan wajib untuk memperbanyak sholawat, tanpa di batasi bilangan tertentu.
Secara umum, membaca sholawat kepada nabi, merupakan hal yang agung dan keutamaannya pun sangat
banyak. Membaca sholawat, merupakan bentuk ibadah, yang paling utama dan paling besar pahalanya.

Sampai-sampai sebagian kaum “arifin”, mengatakan :


“sungguhnya sholawat itu, bisa mengantarkan pengamalnya untuk ma’rifat kepada Allah,
meskipun tanpa guru spiritual ( mursyid )” . 
Karena guru dan sanadnya, langsung melalui Nabi.
Ingat ! setiap sholawat yang dibaca seseorang selalu diperlihatkan kepada beliau dan beliau membalasnya
dengan do’a yang serupa ( artinya nabi tahu siapa saja yang membaca sholawat kepada beliau dan nabi
menjawab sholawat dengan do’a yang serupa kepada pembacanya tadi ).
Hal ini berbeda dengan dzikir-dzikir ( selain sholawat ) yang harus melalui bimbingan guru
spiritual/mursyid, yang sudah mencapai maqom ma’rifat. Jika tidak demikian, maka akan dimasuki
syaithon, dan pengamalnya tidak akan mendapat manfaat apapun”.

( Hasyisyah Ash-Showi ‘la Al-Jalalain, Hal :287,Juz III, Toha Putra )

85 TINGKATAN & PANGKAT WALI ALLAH

85 Tingkatan Wali menurut Kitab Salaf

‫ب‬ ْ ُ‫ْف ْالق‬


ِ ‫ط‬ ِ ‫فَائِ َدةٌ فِى تَع‬
ِ ‫ْري‬

ُ ِّ‫ق ْال ُم َدق‬


ُ ‫ ُك ْن‬: ‫ق َش ْمسُ ال ِّدي ِْن بْنُ َكتِ ْيلَةُ َر ِح َمهُ هللاُ تَ َعالَى َونَفَ َع بِ ِه آ ِم ْينَ قَا َل‬
‫ت يَوْ ًما َجالِسًا بَ ْينَ يَ ِدي َسيِّ ِدي‬ ُ ِّ‫ع ال َّزا ِه ُد ْال ُم َحق‬
ُ ‫أَ ْخبَ َر ال َّش ْي ُخ الصَّالِ ُح ْال َو َر‬
ْ ُ ْ َ
‫ يَا َسيِّ ِدي َما َم ْعنَى القطبُ ؟‬: ُ‫ب فقلت له‬ ُ ْ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ً
ِ ‫ف َخط َر بَبّالِ ْي أ ْن أسْألهُ ع َِن القط‬ َ َ

( Faedah ) mengenai definisi Wali Qutub


telah memberitahukan seorang guru yang sholih, wara` , Zuhud, seorang penyelidik, seorang yang teliti
yakni Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala menceritakan: “ suatu hari Saya sedang
duduk di hadapan guruku, lalu terlintas untuk menanyakan tentang Wali Quthub. “Apa makna Quthub itu
wahai tuanku?”
ِ ‫ث ْالفَرْ ِد ْال َجا ِم ِع فَه َُو َو‬
‫اح ٌد‬ ْ ُ‫طبُهُ ْم َوأَ َّما ق‬
ِ ْ‫طبُ ْال َغو‬ ْ ُ‫ فَإ ِ َّن ُك َّل ُمقَ َّد ِم قَوْ ٍم هُ َو ق‬، ٌ‫ ْاألَ ْقطَابُ َكثِ ْي َرة‬: ‫فَقَا َل لِ ْي‬

Lalu beliau menjawab kepadaku, “Quthub itu banyak. Setiap muqaddam atau pemuka sufi bisa disebut
sebagai Quthub-nya. Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami’ itu hanya satu.

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

‫فالقطب عارف بهم جميعا ومشرف عليهم ولم يعرفه أحد واليتشرف عليه وهو إمام األولياء‬

Wali Quthub yang A`rif ( yang mengenal Allah Swt. ) berkumpul bersama mereka dan yang mengawasi
mereka dan tidak mengetahuinya seorangpun juga , dan tidak mendapat kemuliaan atasnya, ia ( wali
Quthub ) adalah imam para wali

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫ وث ّمة رجل واحد هو القطب والغوث الذى يُغيث ك ّل العالم‬.

Dan ada 1 orang ia adalah Wali Quthub dan Wali Gauts yang menolong di seluruh dunia.

‫ ومتى انتقل القطب إلى اآلخرة حل مكانه آخر من المرتبة التى قبله بالتسلسل إلى أن يحل رجل من الصلحاء واألولياء محل أحد األربعة‬.

Dan ketika Wali Quthub pindah ke akhirat keadaan tempatnya digantikan oleh peringkat lain yang
sebelumnya dengan berurutan untuk menempati kedudukan orang dari para Sholaha dan Auliya yang
bertempat di salah satu dari yang empat .

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal Akbar ( akal yang agung ), dengan Cahaya-cahaya Ruh
(Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur (Al-Qalamul A’la), dengan Kesucian yang sangat indah (Al-
Qudsul Al-Abha), dengan Asma yang Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian
Merah), dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma, huruf-huruf dan
lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia ( Para Quthub )bicara dengan cahaya matahati di atas rahasia
terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang alim dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan
kedalaman makna yang dahsyat, baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah dan etika. Sebuah
ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Auliya Syeikhul Quthub Abul Hasan Asy-Syadzily – semoga
Allah senantiasa meridhoi .

‫ ويطلب منه‬، ‫والغوث عبارة عن رجل عظيم وسيد كريم تحتاج إليه الناس عند االضطرار فى تبيين ماخفى من العلوم المهمة واألسرار‬
‫ واليكون القطب قطبا حتى تجتمع فيه‬، ‫الدعاء ألنه مستجاب الدعاء لو أقسم على هللا ألبرقسمه مثل أويس القرنى فى زمن رسول هللا صلعم‬
‫هذه الصفات التى اجتمعت فى هؤالء الجماعة الذين تقدم ذكرهم انتهى من مناقب سيدي شمس الدين الحنفى‬

Wali Ghauts, yaitu seorang tokoh besar ( agung ) dan tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat
membutuhkan pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat Ilahiyah. Mereka
juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts sangat diijabahi doanya. Jika ia bersumpah
langsung terjadi sumpahnya, seperti Uwais al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa
disebut Quthub manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari para Wali.

Demikian pendapat dari kitab manaqib Sayyidi Syamsuddin Al-Hanafi…

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

‫ وهكذا يحل واحد‬، ‫والواحد هو الغوث واسمه عبدهللا وإذ مات الغوث ح ّل محله أحد العمدة األربعة ث ّم يحل محل العمدة واحد من األخيار‬
‫من النجباء محل واحد من األخيار ويحل محل أحد النقباء الذى يحل محله واحد من الناس‬
Dan berjumlah 1 orang yaitu Wali Gauts, namanya adalah Abdullah, dan jika Wali Gauts wafat maka
kedudukannya digantikan oleh 1 orang dari Wali U`mdah yang berjumlah 4 orang kemudian kedudukan
Wali U`mdah digantikan oleh 1 orang dari Wali Akhyar demikian pula kedudukan 1 orang dari Wali
Nujaba menggantikan 1 orang dari Wali Akhyar dan kedudukan Wali Nuqoba digantikan oleh 1 orang
dari manusia.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫ث ْالفَرْ ِد ْال َجا ِم ِع‬ ْ ُ‫ق‬


ِ ْ‫طبُ ْال َغو‬

1. Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i ( 1 abad 1 Orang )

Wali yang paripurna. Bertugas memimpin para wali diseluruh alam. Jumlahnya tiap masa hanya 1 orang,
bila ia wafat, ia akan digantikan oleh wali Imaamaan / Aimmah.

‫إن طبقات الصّوفيّة سبعة الطالبون والمريدون والسالكون والسّائرون والطائرون والواصلون وسابعهم القطب‬ّ : ‫ويقول فى مرآة األسرار‬
ّ ‫الذى قلبه على قلب سيّدنا مح ّمد صلعم وهو وارث العلم اللّدني من النبي صلعم بين الناس وهو صاحب لطيفة الح‬
‫ق الصحيحة ما عداالنبى‬
‫األ ّمى‬

Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan dalam kitab Miratil Asror : Sesungguhnya tingkatan-
tingkatan kewalian itu ada 7 tingkat diantaranya :

Thoolibun

Muriidun

Saalikun

Saairun

Thooirun

Waashilun

Dan ke 7 dari mereka yaitu Wali Qutub yang hatinya menempati Hati Nabi Muhammad saw. Dan ia
( wali Quthub ) merupakan pewaris ilmu laduni dari Nabi Saw. diantara manusia, dan ia ( wali Quthub )
yang memiliki lathifah ilahiyyah yang benar yang telah berlari kepada Hati Nabi yang Ummi Saw.

ّ ‫والطالب هو صاحب قو‬


‫ى مزكيّة للطيفته الخفية الجسميّة‬

ّ ‫والمريد هو صاحب قو‬


‫ى للطيفته النفسيّة‬

ّ ‫والسالك هو من يكون صاحب قو‬


‫ى مزكيّة للطيفة القلبيّة‬

‫ى مزكيّة للطيفة ال ّس ّريّة‬


ّ ‫والسائر هو الذى يكون صاحب قو‬

‫والطائر هو الذى وصل إلى للطيفة الروحيّة‬

ّ ‫والواصل هو الشحص الذى اصبحت قواه اللطيفة مز ّكاّة على لطيفة الح‬
‫ق‬

Thoolib adalah yang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Jasad yang tersembunyi
muriid adalah yang memiliki kekuasaan lathifah Nafsu
Saalik adalah orang yang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Hati
Saair adalah orang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Rasa
Thooir adalah orang yang sampai kepada lathifah Ruh
Wasil adalah orang yang menjadi kan kekuatan lathifahnya menyucikan terhadap lathifah ilahiyyah.

ّ : ‫ويقولون‬
‫إن رجال هللا هم األقطاب والغوث واإلمامان اللذان هما وزيرا القطب واألوتاد واألبدل واألخيار واألبرر والنقباء والنجباء‬
‫والعمدة والمكتومون واألفراد أي المحبوبون‬

Mereka ( Para Hukama ) mengatakan: Sesungguhnya Para Wali Allah yaitu Wali Qutub, Wali Gauts,
Wali Dua Imam, yang keduanya Wali Imamaim merupakan pelayan Wali Qutub, Wali Autad, Wali
Abdal, Wali Akhyar, Wali Abrar, Wali Nuqoba, Wali Nujaba, Wali U`mdah, Wali Maktumun, dan Wali
Afrad ia disebut pula Wali Mahbubun.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫اإل َما َما ِن‬


ِ

2. Imaamani / Imaamain / Aimmah ( 1 Abad 2 orang )

Wali yang menjadi dua imam

‫ والذى‬، ‫وأما اإلمامان فهما شخصان أحدهما عن يمين القطب واآلخر عن شماله فالذي عن يمينه ينظر فى الملكوت وهو أعلى من صاحبه‬
‫ ولهما أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة‬، ‫ وصاحب اليمين هو الذي يخلف القطب‬، ‫ عن شماله ينظر فى الملك‬:

Adapun Wali Dua Imam (Imamani), yaitu dua pribadi ( 2 orang ) , salah satu ada di sisi kanan Quthub
dan sisi lain ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa memandang alam Malakut (alam batin)
— dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kiri –, sedangkan yang di sisi kiri
senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari Quthub.
Namun masing-masing memiliki empat amaliyah Batin, dan empat amaliyah Lahir.

‫ فالزهد والورع واألمر بالمعروف والنهي عن المنكر‬، ‫فأما الظاهرة‬

Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

‫وأما الباطنة فالصدق واإلخالص والحياء والمراقبة‬

Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Sidiq ( Kejujuran hati) , Ikhlas, Mememlihara Malu dan Muraqabah.

‫ وقال القاشاني فى اصطالحات الصوفية‬:

Syaikh Al-Qosyani dalam istilah kitab kewaliannya Berkata :

‫اإلمامان هما الشخصان اللذان أحدهما عن يمين القطب ونظره فى الملكوت‬

Wali Imam adalah dua orang, satu di sebelah kanan Qutub dan dan senantiasa memandang alam malakut (
alam malaikat )

‫واآلخر عن يساره ونظره فى الملك‬،

, dan yang lainnya ( satu lagi ) di sisi kiri ( wali Qutub ) –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa
memandang ke alam jagad semesta (malak).

‫ وهو أعلى من صاحبه وهو الذى يخلف القطب‬،

dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kanan, Sosok di kiri Quthub adalah Badal
dari Quthub
‫قلت وبينه وبين ما قبله مغايرة فليتأمل‬

Syaikh Al-Qosyani berkata, diantara dirinya ( yang sebelah kiri ) dan antara sesuatu yang sebelumnya
( sebelah kanan ) memiliki perbedaan dalam perenungan

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

Al Imamani bentuk isim tasniyyah ( bentuk ganda ) berasal dari kata tunggal Al- imam yang mempunyai
arti pemimpin begitu juga Al Aimmah berasal dari kata tunggal imam yang mempunyai arti pemimpin.

Wali Imaaman merupakan Pembantu Wali Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i. Jumlahnya ada 2 orang. Bila
Wali Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i wafat, maka salah 1 seorang wali Aimmah akan menggantikan
posisinya.
Gelar Wali Aimmah :
1) Abdul Rabbi ِّ‫َع ْب ُد الرَّب‬

bertugas menyaksikan alam ghaib


ِ ِ‫َع ْب ُد ْال َمال‬
2) Abdul Malik ‫ك‬

bertugas menyaksikan alam malaikat

‫األَوْ تَا ُد‬

3. Autad ( 1 Abad 4 Orang di 4 penjuru Mata Angin )

Wali paku jagat

‫ث ّم األوتاد وهم عبارة عن أربعة رجال منازلهم منازل األربعة أركان من العالم شرقا وغربا وجنوبا وشماال ومقام كل واحد منهم تلك ولهم‬
‫ ثمانية أعمال أربعة ظاهرة وأربعة باطنة‬،

Kemudian Wali Autad mereka berjumlah 4 orang tempat mereka mempunyai 4 penjuru tiang -tiang,
mulai dari penjuru alam timur, barat, selatan dan utara dan maqom setiap satu dari mereka itu, Mereka
memiliki 8 amaliyah: 4 lagi bersifat lahiriyah, dan 4 bersifat batiniyah

‫ واإلستغفار باألسحار‬، ‫ وكثرة اإليثار‬، ‫ وقيال الليل والناس نيام‬، ‫كثرة الصيام‬: ‫فالظاهرة‬

Maka yang bersifat lahiriyah: 1) Banyak Puasa, 2) Banyak Shalat Malam, 3) Banyak Pengutamaan ( lebih
mengutamakan yang wajib kemudian yang sunnah ) dan 4) memohon ampun sebelum fajar.

‫ فالتوكل والتفويض والثقة والتسليم ولهم واحد منهم هو قطبهم‬: ‫وأما الباطنة‬

Adapun yang bersifat Bathiniyah : 1) Tawakkal, 2) Tafwidh , 3) Dapat dipercaya ( amanah) dan 4)
taslim.dan kepercayaan, pengiriman, dan dari mereka ada salah satu imam ( pemukanya), dan ia disebut
sebagai Quthub-nya.

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

‫ وثالثة آخرون يقال لهم النقباء أي نقباء هذه األ ّمة‬. ‫ كما الطناب بالوتد‬. ‫وث ّم ة أربعون آخرون هم األوتاد الذين مدار استحكام العالم بهم‬.

Dan ada 40 orang lainnya mereka adalah Wali Autad yang gigih mereka diatas dunia. Sebagai tali pasak.
Dan tiga orang lainnya disebut bagi mereka adalah Wali Nuqoba artinya panglima umat ini

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )


Al Autad berasal dari kata tunggal Al Watad yang mempunyai arti pasak/ tiang. Yang memperoleh
pangkat Al Autad hanya ada empat orang saja setiap masanya. Mereka tinggal di utara, di timur, di barat
dan di selatan bumi, mereka bagaikan penjaga di setiap pelusuk bumi.

Jumlahnya selalu 4 ( empat ) setiap masa. Masing – masing menguasai 4 mata angin yg berpusat di
Ka’bah Mekkah.
dalam maqam Autad kadang terdapat wali wanita.
gelar autad :
1. Abdul Hayyi ‫َع ْب ُد ْال َح ِّي‬

2. Abdul Alim ‫َع ْب ُد ْال َعالِي ِْم‬

3.Abdul Qadir ‫َع ْب ُد ْالقَا ِد ِر‬

4. Abdul Murid ‫َع ْب ُد ْال ُم ِر ْي ِد‬

‫األَ ْبدَا ُل‬

4. Abdal ( 1 Abad 7 Orang tidak akan bertambah & berkurang Apabila ada wali Abdal yg Wafat Alloh
menggantikannya dengan mengangkat Wali abdal Yg Lain ( Abdal=Pengganti ) Wali Abdal juga ada
yang Waliyahnya ( Wanita ).

‫ قد تخلصوا من الوهم والخيال ولهم أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة‬، ‫ أهل كمال واستقامة واعتدال‬، ‫ وأما األبدال فهم سبعة رجال‬،

Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan paripurna, istiqamah dan
memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah lepas dari imajinasi dan khayalan, dan Mereka
memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah

‫فأما الظاهرة فالصمت والسهر والجوع والعزلة‬

Adapun yang bersifat lahiriyah: 1) Diam, 2) Terjaga dari tidur, 3) Lapar dan 4) ‘Uzlah.

‫ولكل من هذه األربعة ظاهر وباطن‬

Dari masing-masing empat amaliyah lahiriyah ini juga terbagi menjadi empat pula:

Lahiriyah dan sekaligus Batiniyah:

‫أما الصمت فظاهره ترك الكالم بغير ذكر هللا تعالى‬

Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala.

‫وأما باطنه فصمت الضمير عن جميع التفاصيل واألخبار‬

Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin.

‫وأما السهر فظاهره عدم النوم وباطنه عدم الغفلة‬

Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah.

‫ جوع األبرار لكمال السلوك وجوع المقربين لموائد األنس‬: ‫وأما الجوع فعلى قسمين‬

Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah,
dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns).

‫ وأما العزلة فظارها ترك المخالطة بالناس وباطنها ترك األنس بهم‬:

Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa
suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.

‫ولألبدال أربعة أعمال باطنة وهي التجريد والتفريد والجمع والتوحيد‬

Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1) Tajrid (hanya semata bersama Allah),
2) Tafrid (yang ada hanya Allah), 3) Al-Jam’u (berada dalam Kesatuan Allah, 3) Tauhid.

‫ والبدل على قلب إبراهيم عليه‬،‫ومن خواص األبدال من سافر من القوم من موضعه وترك جسدا على صورته فذاك هو البدل الغير‬
‫ السالم‬،

Salah satu keistimewaan-keistimewaan wali abdal dalam perjalanan qoum dari tempatnya dan
meninggalkan jasad dalam bentuk-Nya maka dari itu ia sebagai abdal tanpa kecuali

‫ وهو قطبهم ألنه مقدمهم‬، ‫ وهؤالء األبدال لهم إمام مقدم عليهم يأخذون عنه ويقتدون به‬،

Wali abdal ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

karena sesungguhnya ia sebagai muqoddam abdal-Nya.

‫ وقيل األبدال أربعون وسبعة هم األخيار وكل منهم لهم إمام منهم هو قطبهم‬،

Dikatakan bahwa wali abdal itu jumlahnya 47 orang mereka disebut juga wali akhyar dan setiap dari
mereka ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

ّ : ‫وأورد فى مجمع السلوك‬


‫أن األولياء أربعون رجال هم األبدال وأربعون هم النقباء وأربعون هم النجباء وأربعون هم األوتاد وسبعة هم‬
‫األمناء وثالثة هم الخلفاء‬

Dikutip di dalam kitab Majmu`us Suluk : bahwa para wali berjumlah 40 orang mereka disebut Wali
Abdaal , dan 40 orang disebut wali Nuqoba, 40 orang disebut wali Nujaba, 40 orang disebut wali Autad, 7
orang disebut wali Umana dan 3 orang disebut wali Khulafa.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

Al Abdal berasal dari kata Badal yang mempunyai arti menggantikan. Yang memperoleh pangkat Al
Abdal itu hanya ada tujuh orang dalam setiap masanya. Setiap wali Abdal ditugaskan oleh Allah swt
untuk menjaga suatu wilayah di bumi ini. Dikatakan di bumi ini mempunyai tujuh daerah. Setiap daerah
dijaga oleh seorang wali Abdal. Jika wali Abdal itu meninggalkan tempatnya, maka ia akan digantikan
oleh yang lain.

Ada seorang yang bernama Abdul Majid Bin Salamah pernah bertanya pada seorang wali Abdal yang
bernama Muaz Bin Asyrash, amalan apa yang dikerjakannya sampai ia menjadi wali Abdal? Jawab Muaz
Bin Asyrash: “Para wali Abdal mendapatkan derajat tersebut dengan empat kebiasaan, yaitu sering lapar,
gemar beribadah di malam hari, suka diam dan mengasingkan diri”.

Wali Abdal ( Pengganti) ini apabila salah satu anggotanya ada yang wafat, maka para wali / al Ghauts
akan menunjuk penggantinya.
Jumlahnya selalu 7 orang setiap masa dan mereka menguasai 7 iklim.
‫النُّ َجبَا ُء‬

5. Nujaba’ ( 1 Abad 8 Orang )

Wali yang dermawan

ٌ‫و أَرْ بَ َعة‬، ِ َ‫ أَرْ بَ َعةٌ ب‬.‫ َولَهُ ْم ثَ َمانِيَةُ أَ ْع َما ٍل‬، ‫ق ْال َغي ِْر‬
َ ٌ‫اطنَة‬ ِ ‫ثُ َّم النُّ َجبَا ُء أَرْ بَعُوْ نَ َوقِ ْي َل َس ْبعُوْ نَ َوهُ ْم َم ْش ُغوْ لُوْ نَ بِ َح ْم ِل أَ ْثقَ ِل ْالخَ ْل‬
ِّ ‫ق فَاَل يَ ْنظُرُوْ نَ إِاَّل فِى َح‬
ٌ‫ ظَا ِه َرة‬،

Sedangkan Wali Nujaba’ jumlahnya 40 Wali. Ada yang mengatakan 70 Wali. Tugas mereka adalah
memikul beban-beban kesulitan manusia. Karena itu yang diperjuangkan adalah hak orang lain (bukan
dirinya sendiri). Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah:

‫ الفتوة والتواضع واألدب وكثرة العبادة‬: ‫ فالظاهرة‬،

Yang bersifat lahiriyah adalah 1) Futuwwah (peduli sepenuhnya pada hak orang lain), 2) Tawadlu’, 3)
Menjaga Adab (dengan Allah dan sesama) dan 4) Ibadah secara maksimal.

‫وأما الباطنة فالصبر والرضا والشكر والحياء وهم أهل مكارم األخالق‬

Sedangkan secara Batiniyah, 1) Sabar, 2) Ridla, 3) Syukur), 4) Malu. Dan meraka di sebut juga wali yang
mulia akhlaqnya.

‫ هم المشغولون بحبل أثقال الخلق وهم أربعون اهـ‬: ‫والنجباء‬

Dan Nujaba mereka disibukan dengan tali beban-beban makhluk jumlah Wali Nujaba 40 orang

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

‫ ويتحملون مشاكل الناس‬. ‫ النجباء أربعون رجال من رجال الغيب القائمون بإصالح أعمال الناس‬: ‫ويقول أيضا فى كشف اللغات‬
‫ النجباء سبعة رجال يقال لهم رجال الغيب والنقباء ثالثمائة ويقال لهم األبرار وأقل‬: ‫ويتصرفون فى أعمالهم ويقول فى شرح الفصوص‬
‫مراتب األولياء هي مرتبة النقباء‬

Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) juga mengatakan dalam Kitab kasyful Lughoh : bahwa Wali
Nujaba berjumlah 40 orang dari golongan Wali Rijalil Ghoib yang menyelenggarakan dengan amal-amal
manusia dan menanggung masalah manusia serta mereka bertindak dalam amal-amal mereka , dan ia
( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan di dalam kitab syarohul Fushush : bahwa Wali Nujaba
berjumlah 7 orang dan disebut juga mereka Wali Rijalul Ghoib , Wali Nuqoba berjumlah 300 orang
disebut juga mereka Wali Abrar dan peringkat yang lebih rendah dari para wali adalah pangkat wali
Nuqoba.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫ وهؤالء فى المغرب وأربعون آخرون هم األبدال ومقرّهم فى الشام‬، ‫ وث ّم ة سبعون آخرون يقال لهم النجباء‬،

Dan ada 70 orang yang lain disebut bagi mereka Wali Nujaba, dan orang-orang ini tinggal di Maroko dan
40 orang lainnya adalah Wali Abdal yang berpusat di Suriah,

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

Wali ini hanya bisa dikenali oleh wali yg tingkatannya lebih tinggi.

jumlahnya selalu 8 orang dan du`a mereka sangat mustajab An Nujaba’ berasal dari kata tunggal Najib
yang mempunyai arti bangsa yang mulia. Wali Nujaba’ pada umumnya selalu disukai orang. Dimana saja
mereka mendapatkan sambutan orang ramai. Kebanyakan para wali tingkatan ini tidak merasakan diri
mereka adalah para wali Allah. Yang dapat mengetahui bahwa mereka adalah wali Allah hanyalah
seorang wali yang lebih tinggi derajatnya. Setiap zaman jumlah mereka hanya tidak lebih dari 8 orang.

‫النُّقَبَا ُء‬

6. Nuqoba’ ( Naqib ) ( 1 Abad 12 orang Di Wakilkan Alloh Masing2 pada tiap-tiap Bulan).

Wali yang mengetahui batinnya manusia

ِ َ‫ أَرْ بَ َعةٌ ظَا ِه َرةٌ َو ِستَّةٌ ب‬: ‫ال‬


ٌ‫اطنَة‬ ٍ ‫َوتَ ْف ِس ْي ُر َذلِكَ أَ َّن النُّقَبَا َء هُ ُم ثَلَثُ ِمائَةٌ َوهُ ُم الَّ ِذ ْينَ اِ ْست َْخ َرجُوْ ا خَ بَايًّا النُّفُوْ س َولَهُ ُم َع ْش َرةُ أَ ْع َم‬

Dan penjelasan tersebut : sesungguhnya bahwa Wali Nuqaba’ itu jumlahnya 300. Mereka itu yang
menggali rahasia jiwa dalam arti mereka itu telah lepas dari reka daya nafsu, dan mereka memiliki 10
amaliyah: 4 amaliyah bersifat lahiriyah, dan 6 amaliyah bersifat bathiniyah.

َ‫الزهَّا َدةَ َوالتَّجْ ِر ُد ع َِن ْا ِإل َرا َدةَ َوقُ َّوةُ ْال ُم َجاهَ َدة‬ ُ ِ‫ َك ْث َرةُ ْال ِعبَا َد ِة َوالتَّحْ ق‬: ُ‫فَاْألَرْ بَ َعةُ الظَّا ِه َرة‬
ُّ ِ‫ق ب‬

Maka 4 `amaliyah lahiriyah itu antara lain: 1) Ibadah yang banyak, 2) Melakukan zuhud hakiki, 3)
Menekan hasrat diri, 4) Mujahadah dengan maksimal.

‫ضةُ فَهَ ِذ ِه الثَّلَثُ ِمائَةٌ لَهُ ْم إِ َما ٌم ِم ْنهُ ْم يَأْ ُخ ُذوْ نَ َع ْنهُ َويَ ْقتَ ُدوْ نَ بِ ِه فَه َُو قُ ْبطُهُ ْم‬ َ ِ‫َوأَ َّما ْالبَا ِطنَةُ فَ ِه َي التَّوْ بَةُ َو ْا ِإلنَابَةُ َو ْال ُم َحا َسبَةُ َوالتَّفَ ُّك ُر َو ْا ِإل ْعت‬
َ ‫صا ُم َوال ِّريَا‬

Sedangkan `amaliyah batinnya: 1) Taubat, 2) Inabah, 3) Muhasabah, 4) Tafakkur, 5) Merakit dalam


Allah, 6) Riyadlah. Di antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

‫ النقباء هم الذين استخرجوا خبايا النفوس وهم ثلثمائة‬: ‫وفى اصطالحات شيخ اإلسالم زكريا األنصاري‬

Dalam istilah Syaikh al-Islam Zakaria Al-Anshar ra.: Wali Nuqoba adalah orang-orang yang telah
menemukan rahasia jiwa, dan mereka ( wali Nuqoba ) berjumlah 300 orang

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

‫والنقباء ثالثمائة شخص واسم ك ّل منهم على‬

‫والنجباء سبعون واسم ك ّل واحد منهم حسن‬

‫واألخيار سبعة واسم كل منهم حسين‬

‫والعمدة أربعة واسم ك ّل منهم مح ّمد‬

Dan Wali Nuqoba berjumlah 300 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu A`li
Dan Wali Nujaba berjumlah 70 orang dan nama salah satu dari mereka yaitu Hasan
Dan Wali Akhyar berjumlah 7 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu Husain
Dan Wali U`mdah berjumlah 4 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu Muhammad

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫وأما مكان إقامة النقباء فى أرض المغرب أي السويداء واليوم هناك من الصبح إلى الضحى وبقية اليوم ليل أما صالتهم فحين يصل الوقت‬
‫فإنهم يرون الشمس بعد ط ّي األرض لهم فيؤ ّدون الصالة لوقتها‬

Adapun tempat kediaman Wali Nuqoba di tanah Magrib yakni Khurasan , pada hari ini dari mulai Shubuh
sampai Dhuha dan pada sisa malam hari itu mereka shalat ketika waktu tiba, mereka melihat matahari
sesudah bumi melipat , mereka melakukan Shalat pada waktunya.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

Jumlahnya selalu 12. mereka sangat menguasai hukum syariat.


Jika wali Nuqaba’ melihat jejak kaki seseorang, maka ia akan dapat mengetahui apakah jejeak tsb milik
orang baik, jahat, pandai atau bodoh.
An Nuqaba’ berasal dari kata tunggal Naqib yang mempunyai arti ketua suatu kaum. Jumlah wali
Nuqaba’ dalam setiap masanya hanya ada dua belas orang. Wali Nuqaba’ itu diberi karamah mengerti
sedalam-dalamnya tentang hukum-hukum syariat. Dan mereka juga diberi pengetahuan tentang rahasia
yang tersembunyi di hati seseorang. Selanjutnya mereka pun mampu untuk meramal tentang watak dan
nasib seorang melalui bekas jejak kaki seseorang yang ada di tanah. Sebenarnya hal ini tidaklah aneh.
Kalau ahli jejak dari Mesir mampu mengungkap rahasia seorang setelah melihat bekas jejaknya. Apakah
Allah tidak mampu membuka rahsia seseorang kepada seorang waliNya?

‫الرُّ قَبَا ُء‬

7. Ruqooba ( 1 Abad 4 Orang)

Wali yang waspada akan firman-firman Allah

‫ْالخَ ْت ُم ال َّز َما ِن‬

8. Khotmz Zamaan ( penutup Wali Akhir zaman )( 1 Alam dunia hanya 1 orang ) Yaitu Nabi Isa A S
ketika diturunkan kembali ke dunia, Alloh Angkat menjadi Wali Khotmz Zamaan.

Al Khatamiyun berasal dari kata Khatam yang mempunyai arti penutup atau penghabisan. Maksudnya
pangkat AlKhatamiyun adalah sebagai penutup para wali. Jumlah mereka hanya seorang. Tidak ada
pangkat kewalian umat Muhammad yang lebih tinggi dari tingkatan ini. Jenis wali ini hanya akan ada di
akhir masa,yaitu ketika Nabi Isa as.datang kembali.

‫ال ِّر َجا ُل ْال َما ِء‬

9. Rizalul Ma’ ( 1 Abad 124 Orang )

Wali yang beribadah didalam air dan berjalan di atas air

Wali dengan Pangkat Ini beribadahnya di dalam Air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su’ud Ibni Syabil ”
Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam
hatiku “Apakah ada hamba2 Alloh yang beribadah di sungai2 atau di Lautan” Belum sampai perkataan
hatiku tiba2 dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata “akulah salah satu hamba Alloh yang di
tugaskan untuk beribadah di dalam Air”, Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun
membalas salam aku tiba2 orang tersebut hilang dari pandanganku.

ِ ‫الرِّ َجا ُل ْال َغ ْي‬


‫ب‬

10. Rizalul Ghoib ( 1 Abad 10 orang tidak bertambah dan berkurang )

Wali yang dapat melihat rahasia alam ghaib dengan mata hatinya

tiap2 Wali Rizalul Ghoib ada yg Wafat seketika juga Alloh mengangkat Wali Rizalul Ghoib Yg lain,
Wali Rizalul Ghoib merupakan Wali yang di sembunyikan oleh Alloh dari penglihatannya Makhluq2
Bumi dan Langit tiap2 wali Rizalul Ghoib tidak dapat mengetahui Wali Rizalul Ghoib yang lainnya, Dan
ada juga Wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan Jin Mu’min, Semua Wali Rizalul Ghoib tidak
mengambil sesuatupun dari Rizqi Alam nyata ini tetapi mereka mengambil atau menggunakan Rizqi dari
Alam Ghaib.

‫الرِّجا ُل ال َّشهَا َد ِة‬


َ

11. Rizalul Syahaadah /Adz-Dzohirun ( 1 Abad 18 orang )

Wali yang ahli dalam ibadah zhohir

‫الرِّ َجا ُل ْا ِإل ْمدَا ِـد‬

12. Rizalul Imdad ( 1 Abad 3 Orang )

Wali penolong

Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalul Imdadil Ilahi Wal Kauni, yaitu mereka yang
selalu mendapat kurniaan Ilahi. Jumlah mereka tidak lebih dari tiga orang di setiap abad. Mereka selalu
mendapat pertolongan Allah untuk menolong manusia sesamanya. Sikap mereka dikenal lemah lembut
dan berhati penyayang. Mereka senantiasa menyalurkan anugerah-anugerah Allah kepada manusia.
Adanya mereka menunjukkan berpanjangannya kasih sayang Allah kepada makhlukNya.

‫الرِّ َجا ُل ْالهَ ْيبَ ِة َو ْال َجاَل ِل‬

13. Rizalul Haybati Wal Jalal ( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang berwibawa dan memiliki keagungan

ِ ‫ال ِّر َجا ُل ْالفَ ْت‬


‫ح‬

14. Rizalul Fath ( 1 Abad 24 Orang )

Wali yang terbuka mata hatinya

Alloh mewakilkannya di tiap Sa’ah ( Jam ) Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia 2 Orang di
Yaman, 6 orang di Negara Barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua Jihat ( Arah Mata Angin )

‫ ويقول فى توضيح المذاهب‬:

Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) berkata dalam kitab Taudhil Madzahib:

َ‫ْال َم ْكتُوْ ُموْ ن‬

15. Wali Maktum ( para wali yang tersembunyi )

berjumlah 4.000 orang

‫ ويقول فى توضيح المذاهب‬:

Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) berkata dalam kitab Taudhil Madzahib:

‫المكتومون أربعة آالف رجل ويبقون مستورين وليسوا من أهل التصرف‬.

Wali Maktum berjumlah 4.000 orang dan tetap Masturin ( yakni tetap menjadi para wali yang tidak
dikenal oleh orang-orang ) dan mereka bukan dari Ahlut Tashrif.

‫ أما الذين هم من أهل الحل والعقد والتصرّف وتصدر عنهم األمور وهم كقرّبون من هللا فهم ثالثمائة‬.

Adapun Ahlu Tashrif mereka itu dari Ahlul Hal yakni orang yang berpengaruh dan bertindak dengan
mereka yakni Wali Kaqorrobun dari Allah Swt dan mereka berjumlah 300 orang.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

ْ ُ‫ق‬
‫طبُ ْالخَ ْت ِم ْال َم ْكتُوْ ِم‬

16. Quthbul khotmil maktum( 1 Abad 1 Orang )

Wali paripurna yang disembunyikan

َ‫َكقَ َّربُوْ ن‬

17. Wali Kaqorrobun

berjumlah 300 orang.

‫ْال ُخلَفَا ُء‬

18. Wali Khulafa ( wali para pengganti )

berjumlah 3 orang

‫والثالثة الذين هم الخلفاء من األئمة يعرفون السبعة ويعرفون األربعين وهم البدالء واألربعون يعرفون سائر األولياء من األئمة وال يعرفهم‬
‫من األولياء أحد فإذا نقص واحد من األربعين أبدل مكانه من األولياء وكذا فى السبع والثالث والواحد إال أن يأتي بقيام الساعة انتهى‬

Dan berjumlah 3 orang yang merupakan Wali Khulafa dari 7 Wali Aimah yang A`rif, dan 40 yang A`rif
mereka adalah Wali Budalaa dan 40 golongan para wali yang A`rif dari Wali Aimah dan tidak ada yang
mengetahui mereka dari para wali seorang pun Jika salah satu dari 40 kurang maka ia menggantikan
tempatnya dari para wali demikian juga yang berjumlah tujuh dan tiga dan satu orang kecuali jika datang
kiamat. ( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫البُ َداَل ُء‬

19. Budala’ ( 1 Abad 12 orang )

Wali yang menjadi penggantinya ulama

Budala’ Jama’ nya ( Jama’ Sigoh Muntahal Jumu’) dari Abdal tapi bukan Pangkat Wali Abdal

‫ البدالء أربعون واألمناء سبعة والخلفاء من األئمة ثالثة والواحد هو القطب‬: ‫ وقال أبو عثمان المغربي‬:

Said Abu U`tsman Al Maghriby berkata : bahwa Wali Budala`a berjumlah 40 orang, Wali Umana
berjumlah 7 orang, Wali Khulafa dari Wali Aimah berjumlah 7 orang dan 1 orang adalah Wali Qutub .

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫ْاألَ ْخيَا ُر‬

20. Wali Akhyar ( para wali pilihan )


berjumlah 7 orang

‫ ثالثمائة منهم يقال لهم أخيار وأبرار وأربعون يقال لهم األبدل وأربعة يس ّمون باألوتاد وثالثة‬: ‫ األولياء عدة أقسام‬: ‫وفى كشف اللغات يقول‬
‫يس ّمون النقباء وواحد هو المس ّمى بالقطب انتهى‬

dalam Kitab kasyful Lughoh ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan: bahwa para wali ada
beberapa tingkatan : 300 orang dari mereka disebut Wali Akhyar dan Wali Abrar dan 40 orang disebut
dengan Wali Abdal dan 4 orang disebut dengan Wali Autad dan 3 orang disebut dengan Wali Nuqoba dan
1 orang disebut dengan Wali Quthub……….. berakhir

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫ ويقال لهم أيضا أخيار وسيّاح ومقامهم فى مصر‬. ‫وفى رواية خالصة المناقب سبعة‬.

Di dalam kitab Riwayat ringkasan Manaqib yang ke-7 . Dikatakan bahwa Wali Akhyar juga melakukan
perjalanan di muka bumi, dan tetap tinggal di Mesir.

ّ ‫ وقد أمرهم الح‬.


‫ق سبحانه بالسياحة إلرشاد الطالبين والعابدين‬

Sungguh telah memerintahkan mereka kepada Allah yang Maha Haq lagi yang maha suci dengan
perjalanan petunjuk untuk memandu pemohon ( Tholibun ) dan A`bidun.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

ُ‫ْال ُع ْم َدة‬

21. Wali Umdah ( para wali pembaiat )

berjumlah 4 orang

‫ وهؤالء فى أطراف العالم‬. ‫ وث ّم ة خمسة رجال يقال لهم العمدة ألنهم كاألعمدة للبناء والعالم يقوم عليهم كما يقوم المنزل على األعمدة‬.

Dan ada 5 orang disebut bagi mereka Wali U`mdah, karena sesungguhnya mereka seperti tiang bagi
gedung dan dunia yang berdiri bagi mereka, sebagai mana berdirinya rumah diatas tiang. Dan orang-
orang ini tinggal di belahan dunia.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫وأما العمدة األربعة ففى زوايا األرض وأ ّماالغوث فمسكنه م ّكة وأ ّما األخيار فهم سيّاحون دائما وأ ّما النجباء فمسكنه مصر واليقرّون فى‬
‫مكان وهذا غير صحيح‬

‫ألن حضرة السيد عبد القادر الجالني رحمه هللا وكان غوثا إنّما أقام فى بغدادـ‬
ّ ‫ ذلك‬.

Adapun ( tempat kediaman ) wali U`mdah di empat penjuru bumi, dan Wali Gauts tempat kediamannya
di Makkah, Wali Akhyar melakukan perjalan (sayyâhûn) di muka bumi) selamanya, Wali Nujaba di
Mesir dan mereka tidak menetap di satu tempat maka hal ini tidak benar, karena sesungguhnya Hadroh
Sayyid Abdul Qodir Jailani menjadi Wali Gauts dan pastinya tempat kediaman Wali Gauts di Baghdad.

‫هذا وتفصيل أحوال الباقى فسيأتي فى مواضعه‬

Ini perincian kondisi sisanya yang akan datang pada tempatnya

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )


‫ْاألَ ْب َرا ُر‬

22. Wali Abrar ( para wali yang berbakti )

berjumlah 7 orang

‫ وث ّمة سبعة هم األبراروهم فى الحجاز‬.

Dan Ada 7 orang mereka adalah Wali Abrar dan mereka tinggal di Hijaz.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

َ‫ْال َمحْ بُوْ بُوْ ن‬

23. Wali Mahbubun ( para wali yang saling mencintai )

berjumlah 7 orang

‫ج ْال ُعلَى‬ ِ ‫ِّجا ُل ْال َم َع‬


ِ ‫ار‬ َ ‫الر‬

24. Rizalul Ma’arijil ‘Ula ( 1 Abad 7 Orang )

Wali yang terus naik derajat luhurnya

‫الرِّ َجا ُل ْال َعي ِْن التَّحْ ِكي ِْم َوال َّز َوائِ ِد‬

25. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid ( 1 Abad 10 Orang )

Wali yang kuat keyakinannya dengan ilmu hikmah ( ilmu para hukama/para wali ) dan ma`rifatnya

ِ‫الرِّ َجا ُل ْال ِغنَى بِاهلل‬

26. Rizalul Ghina ( 1 Abad 2 Orang )

Wali yang merasa cukup


sesuai Nama Maqomnya ( Pangkatnya ) Rizalul Ghina ” Wali ini Sangat kaya baik kaya Ilmu Agama,
Kaya Ma’rifatnya kepada Alloh maupun Kaya Harta yg di jalankan di jalan Alloh, Pangkat Wali ini juga
ada Waliahnya ( Wanita ).

ِ َ‫الرِّ َجا ُل ْا ِإل ْستِي‬


‫اق‬

27. Rizalul Istiyaq ( 1 Abad 5 Orang )

‫ف‬ ْ ‫َان َو ْال َع‬


ِ ‫ط‬ ِ ‫الرِّجا ُل ْال َجن‬
َ

28. Rizalul Janaani wal A`thfi ( 1 Abad 15 Orang )

Wali yang ahli menjaga jiwanya dan pengasih

Ada jenis wali yang dikenal dengan nama Rijalul Hanani Wal Athfil Illahi artinya mereka yang diberi
rasa kasih sayang Allah. Jumlah mereka hanya ada lima belas orang di setiap zamannya. Mereka selalu
bersikap kasih sayang terhadap manusia baik terhadap yang kafir maupun yang mukmin. Mereka melihat
manusia dengan pandangan kasih sayang, kerana hati mereka dipenuhi rasa insaniyah yang penuh rahmat.
‫ت ْاألَ ْسفَ ِل‬
ِ ْ‫الرِّجا ُل تَح‬
َ

29. Rizalut Tahtil Asfal ( 1 Abad 21 orang )

‫الرِّ َجا ُل ْالقُوَّا ِة ْا ِإللَ ِهيَّ ِة‬

30. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah (1 Abad 8 Orang )

Di antaranya pula ada wali yang dikenal dengan nama Rijalul Quwwatul Ilahiyah artinya orang-orang
yang diberi kekuatan oleh Tuhan. Jumlah mereka hanya delapan orang saja di setiap zaman. Wali jenis ini
mempunyai keistimewaan, yaitu sangat tegas terhadap orang-orang kafir dan terhadap orang-orang yang
suka mengecilkan agama. Sedikit pun mereka tidak takut oleh kritikan orang. Di kota Fez ada seorang
yang bernama Abu Abdullah Ad Daqqaq. Beliau dikenal sebagai seorang wali dari jenis Rijalul
Quwwatul Ilahiyah. Di antaranya pula ada jenis wali yang sifatnya keras dan tegas. Jumlah mereka hanya
ada 5 orang disetiap zaman. Meskipun watak mereka tegas, tetapi sikap mereka lemah lembut terhadap
orang-orang yang suka berbuat kebajikan.

‫خَ ْم َسةُ الرِّ َجا ِل‬

31. Khomsatur Rizal ( 1 Abad 5 orang )

‫اح ٌد‬
ِ ‫َر ُج ٌل َو‬

32. Rozulun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )

‫اح ٌد َمرْ َكبٌ ُم ْمت ٌَّز‬


ِ ‫َر ُج ٌل َو‬

33. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz ( 1 Abad 1 Orang )

Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini di lahirkan antara Manusia dan Golongan
Ruhanny( Bukan Murni Manusia ), Beliau tidak mengetahui Siapa Ayahnya dari golongan Manusia ,
Wali dengan Pangkat ini Tubuhnya terdiri dari 2 jenis yg berbeda, Pangkat Wali ini ada juga yang
menyebut ” Rozulun Barzakh ” Ibunya Dari Wali Pangkat ini dari Golongan Ruhanny Air INNALLOHA
‘ALA KULLI SAY IN QODIRUN ” Sesungguhnya Alloh S.W.T atas segala sesuatu Kuasa.

ِ ْ‫ال َّش ْمسُ ال ُّش ُمو‬


‫س‬

34. Syamsis Syumus ( 1 abad 1 orang )

Wali yang bercahaya bagaikan matahari

ْ ُ‫ ق‬/ ‫ُظ َمى‬


‫طبُ ْاألَ ْعظَ ُم‬ ْ ‫طبَانِيَّةُ ْالع‬
ْ ُ‫الق‬

35. Quthbaniyatul Uzhma ( 1 abad 1 orang )

Penghulu wali yang agung

ِ ‫ال َّش ْخصُ ْالغ‬


ِ ‫َر ْي‬
‫ب‬

36. Syakhshul Ghorib ( di dunia hanya ada 1 orang )

ِ ‫ال َّش ْخصُ ْال َو‬


‫اح ِد‬
37. Syakhshul Wahid ( 1 Abad 1 Orang )

ِ ْ‫ف اب ِْن َساقِ ِط ْال َعر‬


‫ش‬ ْ ُ‫ق‬
ِ ‫طبُ ال َّسقِ ْي ِط ال َّر ْف َر‬

38. Saqit Arofrof Ibni Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang menerima firman dari rof-rof putra wali yang menerima firman dari arasy

ْ ُ‫ق‬
ِ ْ‫طبُ السَّاقِ ِط ْال َعر‬
‫ش‬

39. Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang menerima firman dari arasy

ِ َ‫اأْل َ ْنف‬
‫اس‬

40. Sittata Anfas ( 1 Abad 6 Orang )

Wali yang ahli menjaga nafasnya dengan dzikir


salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Royid yaitu Syeikh Al-’Alim
Al-’Allamah Ahmad As-Sibty

ِ َ‫الرِّ َجا ُل ْال َعالَ ِم اأْل َ ْنف‬


‫اس‬

41. Rizalul ‘Alamul Anfas ( 1 Abad 313 Orang )

ٌّ‫ارى‬
ِ ‫َح َو‬

42. Hawariyyun ( 1 Abad 1 Orang )


Wali Pembela. Jumlahnya 1 orang.
Tugasnya membela agama Allah baik dengan argumen maupun dengan senjata. Wali Hawariyyun di beri
kelebihan Oleh Alloh dalam hal keberanian, Pedang ( Zihad) di dalam menegakkan Agama Islam Di
muka bumi. Al Hawariyun berasal dari kata tunggal Hawariy yang mempunyai arti penolong. Jumlah
wali Hawariy ini hanya ada satu orang sahaja di setiap zamannya. Jika seorang wali Hawariy meninggal,
maka kedudukannya akan diganti orang lain. Di zaman Nabi hanya sahabat Zubair Bin Awwam saja yang
mendapatkan darjat wali Hawariy seperti yang dikatakan oleh Rasululloh: “Setiap Nabi mempunyai
Hawariy. Hawariyku adalah Zubair ibnul Awwam”. Walaupun pada waktu itu Nabi mempunyai cukup
banyak sahabat yang setia dan selalu berjuang di sisi beliau. Karena beliau tahu hanya Zubair saja yang
meraih pangkat wali Hawariy. Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya seorang yang berani dan pandai
berhujjah.

‫َر َجبِ ٌّى‬

43. . Rojabiyyun ( 1 Abad 40 Orang Yg tidak akan bertambah & Berkurang Apabila ada salah satu Wali
Rojabiyyun yg meninggal Alloh kembali mengangkat Wali rojabiyyun yg lainnya, Dan Alloh
mengangkatnya menjadi wali Khusus di bulan Rajab dari Awal bulan sampai Akhir Bulan oleh karena itu
Namanya Rojabiyyun.

Jumlahnya selalu 40 orang. tersebar diberbagai negara dan mereka saling mengenal satu sama lain.
Karamah mereka muncul setiap bulan RAJAB.
Konon tiap memasuki bulan rajab, badan kaum Rajabiyyun terasa berat bagai terhimpit langit.
mereka hanya berbaring diranjang tak bergerak & kedua mata mereka tak berkedip hingga sore hari.
Keesokan harinya hal tsb mulai berkurang. Pada hari ketiga, mereka masih berbaring tapi sudah bisa
berbicara & menyaksikan tersingkapnya rahasia Illahi. Ar Rajbiyun berasal dari kata tunggal Rajab. Wali
Rajbiyun itu adanya hanya pada bulan Rajab saja. Mulai awal Rajab hingga akhir bulan mereka itu ada.
Selanjutnya keadaan mereka kembali biasa seperti semula. Setiap masa, jumlah mereka hanya ada empat
puluh orang sahaja. Para wali Rajbiyun ini terbagi di berbagai wilayah. Di antara mereka ada yang saling
mengenal dan ada yang tidak saling mengenal.
Pada umumnya, di bulan Rajab, sejak awal harinya, para wali Rajbiyun menderita sakit, sehingga mereka
tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Selama bulan Rajab, mereka senantiasa mendapat berbagai
pengetahuan secara kasyaf, kemudian mereka memberitahukannya kepada orang lain. Anehnya
penderitaan mereka hanya berlangsung di bulan Rajab. Setelah bulan Rajab berakhir, maka kesehatan
mereka kembali seperti semula.

‫قَ ْلبُ آ َد َم َعلَ ْي ِه ال َّساَل ِم‬

44. Qolbu Adam A.S ( 1 Abad 300 orang )

ٍ ْ‫قَ ْلبُ نُو‬


‫ح َعلَ ْي ِه ال َّساَل ِم‬

45. Qolbu Nuh A.S ( 1 Abad 40 Orang )

‫قَ ْلبُ إِ ْب َرا ِه ْي َم َعلَ ْي ِه ال َّساَل ِم‬

46. Qolbu Ibrohim A.S ( 1 Abad 40 Orang )

‫قَ ْلبُ ُموْ َسى َعلَ ْي ِه ال َّساَل ِم‬

47. Qolbu Musa A.S ( 1 Abad 7 Orang )

‫قَ ْلبُ ِع ْي َسى َعلَ ْي ِه ال َّساَل ِم‬

48. Qolbu Isa A.S ( 1 Abad 3 Orang )

َ ‫قَ ْلبُ ُم َح َّم ٌد‬


‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬

49. Qolbu Muhammad Saw. ( 1 Abad 1 Orang )

‫ فى هذه األ ّم ة أربعون على خلق إبرهيم وسبعة على خلق موسى وثالثة على خلق عيسى وواحد على خلق مح ّمد‬: ‫وعن النبي صلعم أنّه قال‬
‫عليهم السالم والصالة فهم على مراتبهم سادات الخلق‬

Sebagaimana Nabi Saw. Bersabda : ” Pada Ummat ini ada 40 orang pada hati Nabi Ibrahim as, 7 orang
pada hati Nabi Musa as, 3 orang pada hati Nabi Isa as , dan 1 orang pada hati Nabi Muhammad Saw. atas
mereka tingkatan-tingkatan hati yang mulia.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫قَ ْلبُ ِجب ِْري َْل َعلَ ْي ِه ال َّساَل ِم‬

50. Qolbu Jibril A.S ( 1 Abad 5 Orang )

‫قَ ْلبُ ِم ْي َكائِي َْل َعلَ ْي ِه ال َّساَل ِم‬

51. Qolbu Mikail A.S ( 1 Abad 3 Orang tidak kurang dan tidak lebih )

Alloh selau mengangkat wali lainnya Apabila ada salah satu Dari Wali qolbu Mikail Yg Wafat )
‫قَ ْلبُ إِ ْس َرافِي َْل َعلَ ْي ِه ال َّساَل ِم‬

52. Qolbu Isrofil A.S ( 1 Abad 1 Orang )

‫إِلَ ِه ٌى رُ َح َمانِ ٌّي‬

53. Ilahiyyun Ruhamaniyyun ( 1 Abad 3 Orang )

Pangkat ini menyerupai Pangkatnya Wali Abdal


Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Ilahiyun Rahmaniyyun, yaitu manusia-manusia
yang diberi rasa kasih sayang yang luar biasa. Jumlah mereka ini hanya tiga orang di setiap masa. Sifat
mereka seperti wali-wali Abdal, meskipun mereka tidak termasuk didalamnya. Kegemaran mereka suka
mengkaji firman-firman Allah.

‫ال ِّر َجا ُل ْال َغ ْي َر ِة‬

54. Rizalul Ghoiroh ( 1 Abad 5 Orang )

Wali pembela agama Allah

ِ ‫ِّجا ُل اأْل َ ْخاَل‬


‫ق‬ َ ‫الر‬

55. Rizalul Akhlaq( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang mempunyai budi pekerti yang luhur

‫الرِّ َجا ُل ال َّساَل َم ِة‬

56. Rizalul Salamah( 1 Abad 7 Orang )

Wali penyelamat

‫الرِّجا ُل ْال ِع ْل ِم‬


َ

57. Rizalul Ilmi ( 1 Abad 11 Orang )

Wali yang berilmu

‫الرِّجا ُل ْالبَ ْس ِط‬


َ

58. Rizalul basthi ( 1 Abad 9 Orang )

Wali yang lapang dada

ِ َ‫الرِّ َجا ُل ْالضِّ ْيف‬


‫ان‬

59. Rizalul dhiifaan( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang ahli menghormati tamu

‫ال َّش ْخصُ ْال َجا ِم ِع‬

60. Syakhshul Jaami`i ( 1 Abad 5 Orang )


Wali yang ahli mengumpulkan ilmu syari`ah, thoriqoh, haqoiqoh dan ma`rifat

ْ ُ‫ق‬
‫طبُ ْال ِعرْ فَا ِن‬

61. Quthbul Irfan( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang tinggi ma`rifatnya

ِ ‫الرِّجا ُل ْال َغ ْي‬


‫ب َوال َّشهَا َد ِة‬ َ

62. Rijalul Ghoibi wasy syahadah ( 1 Abad 28 Orang )

Wali yang tidak kelihatan dan kelihatan

‫الرِّ َجا ُل ْالقُ َّو ِة َو ْال َع ْز ِم‬

63. Rijalul Quwwati wal `Azmi ( 1 Abad 17 Orang )

Wali yang ahli meningkatkan ketaatannya kepada Allah

ِ ‫الرِّجا ُل النَّ ْف‬


‫س‬ َ

64. Rijalun Nafsi ( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang ahli memerangi nafsunya

ِ ‫صلَ ِة ْال َج َر‬


‫س‬ َ ‫الص َّْل‬

65. Sholsholatil Jaros ( 1 Abad 17 Orang )

Wali yang ahli menerima ilham yang suaranya bagaikan bel

ْ ُ‫ق‬
‫طبُ ْالقَا ِه ِر‬

66. Quthbul Qoohir ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang menjadi paku jagat yang mengalahkan

ْ ُ‫ق‬
ِ ِ‫طبُ ال َّرقَائ‬
‫ق‬

67. Quthbur Roqooiq ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang hatinya lunak

ْ ُ‫ق‬
‫طبُ ْالخَ ْشيَ ِة‬

68. Quthbul Khosyyah ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang penakut kepada Allah

ِّ ‫ت الس‬
‫ِّت‬ ْ ُ‫ق‬
ِ ‫طبُ ْال ِجهَا‬

69. Quthbul Jihatis sitti ( 1 Abad 1 Orang )


Wali yang menetap pada enam arah

ُ‫ْال ُماَل َمتِيَّة‬

70. Mulamatiyyah ( 1 Abad 300 Orang )

Wali yang tidak menampakkan kebaikannya dan tidak memendam kejahatannya

‫الرِّ َجا ُل ْالفُقَ َرا ِء‬

71. Rizalul Fuqoro ( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang mengharafkan rahmat Allah

‫الرِّجا ُل الصُّ وْ فِيَّ ِة‬


َ

72. Rizalush Shufiyah( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang bersih jiwanya

‫الرِّجا ُل ْال ُعبَّا ِد‬


َ

73. Rizalul ibbad( 1 Abad 7 Orang )

Wali yang ahli ibadah

ُّ ‫ِّجا ُل‬
‫الزهَا ِد‬ َ ‫الر‬

74. Rizaluz Zuhad( 1 Abad 17 Orang )

Wali yang menjauhi dunia

‫اأْل َ ْف َرا ِد‬

75. Afrod( 1 Abad 7 Orang )

Wali yang menyendiri

‫ األفراد هم الرجال الخارجون عن نظر القطب‬: ‫قال‬

Berkata Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala : Wali Afrod adalah Orang-orang yang
keluar dari penglihatan wali qutub artinya Wali yang sangat spesial, di luar pandangan dunia Quthub.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫اأْل ُ َمنَا ِء‬

76. Umana( 1 Abad 13 Orang )

Wali kepercayaan Allah

‫ وهم الذين لم يظهر مما فى بواطنهم أثر علي ظواهرهم وتالمذتهمـ فى مقامات أهل الفتوة‬، ‫ وهم المالمتية‬: ‫األمناء‬

Wali Umana Mereka adalah kalangan Malamatiyah, yaitu orang-orang yang tidak menunjukkan dunia
batinnya ( mereka yang menyembunyikan dunia batinnya ) dan tidak tampak sama sekali di dunia
lahiriyahnya. Biasanya kaum Umana’ memiliki pengikut Ahlul Futuwwah, yaitu mereka yang sangat
peduli pada kemanusiaan.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

‫الرِّجا ُل ْالقُرَّا ِء‬


َ

77. Rizalul Qurro ( 1 Abad 7 Orang )

Wali yang selalu membaca Al-Qur`an

ِ ‫الرِّجا ُل اأْل َحْ بَا‬


‫ب‬ َ

78. Rizalul Ahbab ( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang menjadi kekasih Allah

‫ِّجا ُل ْاألَ ِجاَّل ِء‬


َ ‫الر‬

79. Rizalul Ajilla( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang tinggi pangkatnya

‫الرِّ َجا ُل ْال ُم َح ِدثِي َـْن‬

80. Rizalul Muhaditsin( 1 Abad 5 Orang )

Wali yang ahli hadits

‫ال ُّس َم َرا ِء‬

81. Sumaro( 1 Abad 17 Orang )

Wali yang ahli bangun malam bermunajat kepada Allah

ِ ‫ق بِ ْال َخي َْرا‬


‫ت‬ ِ َ‫ال ِّر َجا ُل ْال َو َرثَةَ الظَّالِ ِم لِنَ ْف ِس ِه ِم ْن ُك ْم َو ْال َم ْقت‬
ِ ِ‫ص ِد َوالسَّاب‬

82. Rizalul warotsatazh Zholimi Linnafsih( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang mewarisi para wali yang selalu zholim kepada dirinya serta menuju dan berlomba kepada
kebaikan

‫ْاألَ ْبطَا ُل‬

83. Abthol( 1 Abad 27 Orang )

Wali pahlawan

ْ َ ‫اأْل‬
‫طفَا ُل‬

84. Athfal( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang bertingkah seperti anak kecil


ِ ‫اخ ُل ْال ِح َجا‬
‫ب‬ ِ ‫ال َّد‬

85. Dakhilul Hizab ( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang berada dalam hijab Allah


Wali dengan Pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama Pangkatnya , Wali ini tidak dapat di ketahui
Kewaliannya oleh para wali yg lain sekalipun sekelas Qutbil Aqtob Seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani,
Karena Wali ini ada di dalam Hizab nya Alloh, Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan
para Aulia, Namun Nur Ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para Aulia Seperti di riwayatkan dalam kitab
Nitajul Arwah bahwa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jailani Melaksanakan Towaf di Baitulloh Mekkah
Mukarromah tiba2 Syeikh melihat seorang wanita dengan Nur Ilahiyyahnya yang begitu terang
benderang sehingga Syeikh Abdul qodir Al-Jailani Mukasyafah ke Lauhil Mahfudz dilihat di lauhil
mahfudz nama Wanita ini tidak ada di barisan para Wali2 Alloh, Lalu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani
bermunajat kepada Alloh untuk mengetahui siapa Wanita ini dan apa yang menjadi Amalnya sehingga
Nur Ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat , Kemudian Alloh memerintahkan Malaikat Jibril A.S untuk
memberitahukan kepada Syeikh bahwa wanita tersebut adalah seorang Waliyyah dengan Maqom/
Pangkat Dakhilul Hizab ” Berada di Dalam Hizabnya Alloh “, Kisah ini mengisyaratkan kepada kita
semua agar senantiasa Ber Husnudzon ( Berbaik Sangka ) kepada semua Makhluq nya Alloh, Sebetulnya
Masih ada lagi Maqom2 Para Aulia yang tidak diketahui oleh kita, Karena Alloh S.W.T menurunkan para
Aulia di bumi ini dalam 1 Abad 124000 Orang, yang mempunyai tugasnya Masing2 sesuai Pangkatnya
atau Maqomnya.

Wallohu A`lam

 JEMPUTAN ARTIKEL : http://alifbraja.wordpress.com/2012/06/27/85-tingkatan-wali-menurut-kitab-


salaf/

SHOLAWAT YANG MEMBUAT LETIH MALAIKAT PENCATAT AMAL

SHALAWAT YANG DAPAT MEMBUAT LETIH 70 MALAIKAT PENCATAT AMAL


ً‫آل ُم َح َّم ٍد َوأَ ْع ِط ُم َح َّمدا‬ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو‬
َ ‫آل ُم َح َّم ٍد‬ ِ ‫اللَّهُ َّم يَا َربَّ ُم َح َّم ٍد َو‬
ِ ‫ال َّد َر َجةَ َو ْال َو ِسيلَةَ فِي ْال َجنَّ ِة اللَّهُ َّم يَا َربَّ ُم َح َّم ٍد َو‬
ً‫آل ُم َح َّم ٍد اجْ ِز ُم َح َّمدا‬
.ُ‫صلَّى هللا علي ِه َو َسلَّ َم َما هُ َو أَ ْهلُه‬
Artinya: “Ya Allah, Wahai Tuhannya nabi Muhammad saw dan keluarga nabi Muhammad saw
bershalawatlah kepada nabi Muhammad saw dan keluarga nabi Muhammad saw dan berikanlah kepada
nabi Muhammad saw berupa kedudukan istimewa dan wasilah di surga. Ya Allah, Wahai Tuhannya nabi
Muhammad saw dan keluarga nabi Muhammad saw, berikanlah kepada nabi Muhammad saw apa yang
pantas ia dapatkan.”

Penjelasan:
Dalam kitab Syarah al-Dalail dijelaskan mengenai fadhilah shalawat ini sebagai berikut:
‫قال الشيخ في شرح الدالئل قال اإلمام السجاعي ذكر شيخنا الملوي أن النبي صلى هللا عليه‬
‫باح َو ُغفِ َر‬
ٍ ‫ص‬ َ ‫ين َكاتِبا ً أَ ْل‬
َ ‫ف‬ َ ‫وسلم قال من أصبح من أُ َّمتي وأَ ْم َسى وقال هذه الصالة أَ ْت َع‬
َ ‫ب َس ْب ِع‬
.‫ه‬.‫لَهُ َولِ َوالِ َد ْي ِه ا‬
Artinya: “Al-Syaikh dalam Syarh al-Dalaail berkata, “Imam al-Sujaa’i berkata, “Syaikh kami al-Malawi
menyebutkan, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa di antara umatku yang ketika
waktu pagi dan waktu sore membaca shalawat ini, maka ia akan membuat lelah tujuh puluh malaikat
pencatat amal dalam seribu pagi dan Allah akan mengampuni dosanya dan dosa kedua orang tuanya.”

Sumber : http://jagadkawula.blogspot.com/2013/03/shalawat-yang-dapat-membuat-letih-70.html

Sholawat Nabi Musa AS


Artinya :
Ya Allah limpahkanlah shalawdtMu atas pemimpin kami Muhammad, penutup kenabian para Nabi,
tambang bagi segala rahasia, sumber bagi segala cahaya, keindahan bagi kedua atom, dan kemuliaan
bagi kedua kediaman, pemimpin kedua jenis bangsa yaitu jin dan manusia, yang telah dikhususkan
baginya dengan suatu kedudukan yang tertinggi.

Ini adalah shalawat yang dimintakan oleh Nabi Allah Musa AS. Mengenai shalawat ini Syaikh Abdullah
Al Harusyi dalam kitabnya Kunuzul Asrar pada bagian penjelasannya mengenai kelebihan fadhilah
shalawat ini, disitu Beliau mengatakan sebagai berikut:
"Bahwa Nabi Allah Musa AS ketika diperlihatkan Allah SWT kepadanya apa yang telah disediakanNya
dari segala bentuk kelebihan dan keistimewaan untuk diberikanNya kepada ummat nabiNya Sayyidina
Muhammad SAW, maka meminta kepada Allah agar dirinya dijadikanNya salah satu dari mereka (salah
satu dan ummat Muhammad SAW). Menanggapi permintaan Beliau itu, maka Allah SWT menyuruhnya
agar beliau memberikan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.  Begitu dia menerima petunjuk
tersebut, maka dia pun langsung memberikan shalawat kepadaNabi Muhammad SAW, dengan ungkapan
shalawat di atas.

Tidaklah diragukan lagi bahwa shalawat ini termasuk salah satu dari sekian banyak shalawat yang
lengkap dan begitulah bentuk susunan kalimat shalawat yang diucapkan Beliau tersebut.

Tambahan Keterangan
Dia kami beri nama tersebut karena diantara fadhilah memberikan shalawat kepada Nabi SAW dengan
kalimat shalawat dari Nabi Musa AS tersebut adalah :
Barang siapa senantiasa berdo'a dengan kalimat Shalawat beliau ini dan dirutinkannya dalam setiap sehari
semalam sebanyak 1000 X dengan niat khusus untuk mengagungkan dan memuliakan Baginda Nabi
Muhammad SAW serta kedudukan Beliau disisi Allah SWT maka jika hal itu dilakukannya maka dia
akan mendapat kekayaan dan kejayaan serta kemuliaan di dunia dan martabat yang tinggi di akhirat.

Dinukil dari Kitab Sa’adatud-darain Fis Shalati ’ala Sayyidil Kaunain – Syaikh Yusuf bin Ismail An Nabhani , oleh Al Habib
Muhammad bin Ali Al-Syihab

Habib Luthfi bin Yahya, Berbicara Seputar TAREKAT


Habib Luthfi bin Yahya; Berbicara Seputar TAREKAT

Oleh: Tim Majelis Khoir

Penerbit: Majelis Khoir Publishing

Bagi masyarakat yang berkultur NU, tentunya nama Habib Luthfi bin Yahya sudah tidak asing lagi. Buku
ini adalah kumpulan tanya-jawab tentang permasalahan yang dihadapi oleh umat yang diasuh oleh al-
Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya. Didalamnya juga kami sertakan pula biografi al-Habib
Luthfi bin Yahya.

Semoga dengan adanya buku ini, para pembaca sekalian mendapatkan pencerahan serta menemukan jalan
keluar bagi setiap permasalahan. Dalam hal ini, al-Habib Luthfi bin Yahya menjawabnya secara
gamblang dan proporsional, sehingga kita tidak terjebak dengan kebingungan atau sesuatu hal yang
mengganjal.

Berikut Daftar isi buku ini:

Daftar Isi vii


Pengantar Penyusun ix
Sekilas Tentang al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya 03
Antara Syari'at dan Thariqah 14
Cara Memilih Tarekat 18
Bagaimanakah Berthariqah 20
Mengikuti Dua Tarekat Sekaligus 24
Ilmu Thariqah dan Khaddam 27
Thariqat Alawiyyah dan Istiqamah 34
Tentang Tarekat Idrisiyah 36
Ikut-ikutan Berbai'at 40
Ihsan Dalam Berthariqah 44
Mencari Thariqah Yang Pas 46
Melalaikan Kewajiban Dalam Thariqah 50
Thariqah dan Nafsu Syahwat 52
Menunda Dzikir Thariqah 54
Ijazah Dalam Wirid 56
Jama'ah asy-Syahadatain 58
Membersihkan Hati 60
Ngalap Berkah di Makam Para Wali 62
Thariqah dan Ratib Kubra 64
Ijazah Ratib 67
Aliran Kejawen dan Tarekat 69
Arti Suluk dan Salik 73
Mengapa Kita Bertarekat? 77
Mengapa Perlu Berthariqah? 80
Bolehkah Seorang Yang Belajar Syari'at Ikut Tarekat? 84
Pentingnya Seorang Guru 86
Setelah Sang Mursyid Wafat 87
Antara Wirid dan Shalat 90
Amalan Untuk Mendapatkan Khaddam 93
Khaddam Jin 96
Benarkah Tarekat Naqsabandiyah Seperti Itu? 101
Bagaimana Cara Menjadi Wali Allah swt? 103
Jadikanlah Ilmu Itu Ada di Dalam Hatimu!! 105
Fadhilah Bacaan Wirid as-Sakran 107
Membersihkan Kotoran Hati 111
Samudera Kalimat La Ilaha Illallah 115
Memasang Lukisan Para Wali Allah swt 119
Benarkah Tasawuf Hanya Amalannya Para Wali? 122
Pendosa Besar Kembali Berbai'at 128
Lupa Daratan Ketika Berdzikir 129
Ingin Memiliki Karamah Melampaui Wali Quthub 131
Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah 132

Meraih Kesadaran Ruhani Dengan Dzikir

Zikir pada dasarnya tidak terikat dengan ruang dan waktu. Kapan dan di manapun ia dapat dilakukan,
bahkan dalam situasi dan kondisi bagaimanapun (QS. Al-Ahzab [33] : 41-42 dan QS. Ali Imran [3] : 190-
191).
Hanya saja sebagai proses latihan memerlukan waktu khusus, misalnya pagi dan petang (buk-ratan wa
ashilan/bil ghuduwwi wal aashal) atau malam hari.

Allah berfirman :
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu') dan bacaan di waktu itu lebih
berkesan" (QS. Al-Muzzammil [73] : 6). Waktu-waktu tersebut memiliki keutamaan masing-masing. Pagi
adalah saat memulai beraktivitas. Dengan berzikir pagi hari diharapkan semua aktivitas dimulai untuk
mencari keridhaan Allah Subhanahu wa ta'ala dan untuk meraih penghidupan yang halal dan thayyib.
Sedangkan sore tetap berzikir kepada-Nya agar apa yang telah diupayakan pada hari itu memperoleh
keberkahan, sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang telah diberikan-Nya.

Adapun malam hari adalah puncak nikmatnya berzikir, yakni terjalinnya hubungan mesra antara hamba
dengan Rabbnya, saat umumnya manusia terlelap tidur dalam peraduannya.

Allah berfirman dalam Qur'an Surah Az-Zumar ayat 9 :


"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah yang beribadah di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya ?
Katakanlah : Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ?
Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". Dalam melakukan zikir
diharapkan akan lahir kesadaran untuk senantiasa merasa bersama Allah (ma'iyyatullah). Yakni, lahirnya
"kesadaran ruhani/kesadaran spiritual" bagi setiap diri orang yang berzikir.
Dampak dari pencapaian kesadaran ruhani ini, pada akhirnya akan tumbuh keyakinan bahwa gerak
apapun yang terjadi di alam ini adalah atas kehendak Allah. Bahkan sekecil apapun gerakan itu terjadi
tetap di bawah pengetahuan dan tontonan Allah subhanahu wa ta'ala.

Mari kita perhatikan firman Allah dalam Al-Qur'an berikut ini (artinya) :
Dan pada sisi Allah lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.
Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula).
Dan tiada sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauhul
Mahfuzh)". (QS. Al-An'am [6] : 59)

Dalam firman Allah yang lain disebutkan :


"Tiada yang tersembunyi daripada-Nya seberat zarahpun (partikel terkecil) yang ada di langit dan yang
ada di bumi. Dan tiada pula yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam
Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)". (QS. Saba' [34] : 3)
Kesadaran senantiasa bersama Allah (ma'iyyatullah) atau kesadaran ruhani (spiritual) itulah yang akan
membimbing manusia untuk senantiasa melakukan aktivitas terbaik : amal yang cerdas dan produktif
dengan landasan keikhlasan karena ridha Allah semata, sekaligus menutup pintu ruang maksiat.
Karena seremeh apapun gerak itu pasti tak luput dari sorotan "kamera Ilahi". Kesadaran inilah yang
disebut dengan Ihsan. Semakin jelaslah, selama hamba ingat Allah (zikrullah) maka tiada mungkin ia
melakukan maksiat.

Allah adalah Maha (pemberi) Nur (Cahaya). Untuk dapat menyerap Nur Allah tentulah dengan
mendatangi tempat di mana Allah memancarkan nur itu.
Pancaran Nur itu akan didapatkan antara lain di Masjid dan di majelis-majelis zikir/majelis-majelis ilmu.
Masjid adalah tempat yang Allah perkenankan untuk berzikir.
Allah berfirman : "Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan petang". (QS. An-Nuur [24] : 36)

Dalam sebuah hadits riwayat Al-Baihaqi dari Abu Sa'id, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
"Allah 'azza wa jalla pada hari kiamat kelak akan berfirman : "Pada hari ini ahlul jami' akan mengetahui
siapa orang ahlul karam (orang-orang yang mulia)". Ada yang bertanya, siapakah orang-orang yang mulia
itu ?
Allah menjawab :"Mereka adalah ahli majelis-majelis zikir di masjid-masjid".

Masjid adalah tempat shalat. Adapun shalat adalah rangkaian gerakan dan ucapan yang sarat dengan zikir.
Berarti hakikat shalat adalah zikir : "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku (zikir kepada Allah)" (QS. Thaha [20] :
14).

Dalam sehari semalam yang terdiri dari minimal 17 rakaat, 34 sujud, dan 9 tahiyyat seorang muslim
mengucapkan 237 kali asma Allah. Belum lagi dalam shalat-shalat nafilah atau shalat sunnah
lainnya.Demikian pula dengan membaca Al-Qur'an.

Zikrullah melalui shalat yang dilaksanakan dengan baik dan benar akan memberikan kekuatan pada
pelakunya untuk senantiasa sadar mengingat Allah. Tidak saja pada waktu dilaksanakannya shalat, tetapi
di luar shalatpun Allah hadir dalam dirinya.
Allah tidak saja diingat dalam hamparan sajadah, di mesjid, di mushala, tetapi juga di kantor, di jalan dan
di mana saja terasakan Allah bersamanya.
Itulah Maqam (tingkat) tempat bagi orang-orang yang muhsin (muhsinin).

Dengan kekuatan spiritual shalat yang intinya do'a dan zikir kepada Allah seperti ini, maka akan mampu
menghancurkan sifat-sifat buruk dan tercela serta seluruh sifat-sifat negatif lainnya yang berada dalam
diri kita.
Sifat tersebut seperti kikir, iri, dengki, tergesa-gesa, keluh-kesah dan putus asa. Pada saat yang sama,
lahirlah sifat-sifat baik. Tumbuh motivasi untuk melakukan kebaikan dan perbaikan, baik dalam diri kita
maupun dalam masyarakat sekitarnya.

Lahirnya kekuatan untuk mencegah kemungkaran, baik kemungkaran yang dilakukan sendiri maupun
kemungkaran yang dilakukan secara kolektif oleh masyarakat dimana kita hidup.
Masalah ini dengan sangat jelas telah dinyatakan Allah Subhanahu wa ta'ala dalam Al-Qur'an Surah Al-
Ma'arij Ayat 19-22 (artinya) :

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat" Dan dalam Surah Al-Ankabut Ayat 45 disebutkan pula :
"....dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar"

Jadi zikrullah secara umum dapat dilaksanakan dimana saja, tetapi yang terbaik ialah di rumah-rumah
yang Allah perkenankan untuk dimuliakan, disebut-sebut nama-Nya di dalamnya, yaitu masjid.
Akhirnya tentu tidak mustahil, kalau kemudian orang yang senantiasa berzikir, berkeyakinan bahwa bumi
Allah yang terhampar luas ini adalah masjid baginya.

Kantornya mushala, meja kerjanya sajadah dan mengfungsikan setiap tatapan mata penuh rahmat. Pikiran
senantiasa khusnuzhan, tarikan napas tasbih, gerak hati sebagai do'a, bicara bernilai dakwah, diam full
zikir, gerak tangan berbuah sedekah, langkah kaki jihad fi sabilillah, kekuatannya silaturrahim,
kerinduannya syari'ah Allah... dan kesibukannya senantiasa asyik memperbaiki diri dan tidak tertarik
untuk mencari kekurangan apalagi aib orang lain.

Jemputan Artikel : http://putrabungsu.pun.bz/meraih-maqam-kesadaran-ruhani-spiritual.xhtml

http://tarekataulia.blogspot.com/2013/10/meraih-kesadaran-ruhani-dengan-dzikir.html
Adab tata cara Suluk Dalam Tarekat

Suluk  berarti perjalanan ruhani seorang hamba dengan tujuan untuk mendekatkan diri, memohon
ampunan, dan berkehenda mendapat ridho Allah SWT . dengan melalui tahapan-tahapan penyucian jiwa
(tazkaiatun – nafsi) yang dipraktekan ke dalam latihan-latihan ruhani( riadlatur-ruhaniah) secara
istiqamah dan mudawamah.
Seseorang yang melaksanakan suluk dinamakan salik. Orang suluk beriktikaf di masjid atau surau,
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW atau Salafus Shaleh. Masa suluk itu dilaksanakan
10 hari, 20 hari atau 40 hari. Orang yang melaksanakan suluk itu wajib di bawah pimpinan seorang yang
telah ma’rifat, dalam hal ini adalah Syekh Mursyid.
Setiap orang yang suluk meyakini, bahwa dirinya akan menjadi bersih dan tobatnya akan diterima oleh
Allah SWT, sehingga dia menjadi taqarrub, dekat diri kepada-Nya. Syekh Amin Al Kurdi mengatakan,
tidak mungkin seseorang itu sampai kepada makrifatullah dan hatinya bersih serta bercahaya, sehingga
dapat musyahadah kepada yang mahbub, yang dicintai yaitu Allah SWT, kecuali dengan jalan suluk atau
berkhalwat. Dengan cara inilah seseorang salik yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT semata-
mata, bisa sampai kepada yang dimaksud (Amin Al Kurdi 1994 : 430).
1.      Syarat-Syarat Suluk
Syekh Amin Al Kurdi dalam bukunya “Tanwirul Qulub” mengatakan ada 20 syarat suluk:
1). Berniat ikhlas, tidak riya dan sum’ah lahir dan batin.
2). Mohon ijin dan do’a dari syekh mursyidnya, dan seorang salik tidak memasuki rumah suluk sebelum
ada ijin dari syekh selama dia dalam pengawasan dan pendidikan.
3). ‘Uzlah (mengasingkan diri), membiasakan jaga malam, lapar dan berzikir sebelum suluk.
4). Melangkah dengan kaki kanan pada waktu masuk rumah suluk. Waktu masuk seorang salik mohon
perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dan membaca basmalah, setelah itu dia membaca surat An
Nas tiga kali, kemudian melangkah kaki kiri dengan berdo’a,
Artinya : Ya Allah, yang menjadi pelindung di dunia dan akhirat, jadikanlah aku sebagaimana Engkau
telah menjadikan penghulu kami Muhammad SAW dan berilah aku kurnia, rizki mencintai-Mu. Berilah
aku kurnia, rizki mencintai kekasih-Mu. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan kecantikan-Mu dan jadikanlah
aku termasuk hamba-Mu yang ikhlas. Ya Allah hapuskanlah diriku dengan tarikan zat-Mu, wahai Yang
Maha Peramah yang tidak ada orang peramah bagi-Nya. Ya Tuhan, janganlah Engkau biarkan aku tinggal
sendirian, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik orang yang mewarisi.

Setelah itu dia masuk ke Musholla lalu mengucapkan,


Artinya : Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi dalam
keadaan hanif/lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.
Kalimat itu dibaca 21 kali. Setelah itu baru melaksanakan shalat sunat 2 rakaat. Setelah membaca Al
Fatihah di rakaat pertama, dibaca ayat kursi (Al Baqarah 2 : 255) dan di rakaat kedua setelah membaca Al
Fatihah, dibaca Amanar Rasul (AlBaqarah 2 : 285). Dan setelah salam membaca Ya Fatah ( ) 500 kali.
Artinya : Seseorang itu memohon kepada Allah agar dibukakan makrifat-Nya.
5). Berkekalan wudlu atau senantiasa berwudlu.
6). Jangan berangan-angan untuk memperoleh keramat.
7). Jangan menyandarkan punggungnya ke dinding.
8). Senantiasa menghadirkan musyid.
9). Berpuasa.
10). Diam, tidak berkata-kata kecuali berzikir atau terpaksa mengatakan sesuatu yang ada kaitannya
dengan masalah syariat. Berkata-kata yang tidak perlu akan menyia-nyiakan nilai khalwat dan akan
melenyapkan cahaya hati.
11). Tetap waspada terhadap musuh yang empat, yaitu syetan, dunia, hawa nafsu dan syahwat.
12). Hendaklah jauh dari gangguan suara-suara yang membisingkan.
13). Tetap menjaga shalat jum’at dan shalat berjama’ah karena sesungguhnya tujuan pokok dari khalwat
adalah mengikuti Nabi SAW.
14). Jika terpaksa keluar haruslah menutupi kepala sampai dengan leher dengan memandang ke tanah.
15). Jangan tidur, kecuali sudah sangat mengantuk dan harus berwudlu. Jangan karena hendak istirahat
badan, bahkan jika sanggup, jangan meletakkan rusuk ke lantai/berbaring dan tidurlah dalam keadaan
duduk.
16). Menjaga pertengahan antara lapar dan kenyang.
17). Jangan membukakan pintu kepada orang yang meminta berkat kepadanya, kalau meminta berkat
hanya kepada Syekh-Syekh Mursyid.
18). Semua nikmat yang diperolehnya harus dianggapnya berasal dari Syekh-Syekh Mursyid, sedangkan
Syekh-Syekh Mursyid memperolehnya dari Nabi Muhammad SAW.
19). Meniadakan getaran dan lintasan dalam hati, baik yang buruk maupun yang baik, karena lintasan-
lintasan itu akan membuyarkan konsentrasi munajat kepada Allah SWT sebagai hasil dari zikir.
20). Senantiasa berzikir dengan kaifiat yang telah ditetapkan oleh syekh Syekh Mursyid baginya, hingga
sampai dengan dia diperkenankan atau dinyatakan selesai dan boleh keluar (Amin Al Kurdi 1994 : 430-
431).
Pelaksanaan suluk pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya disamping memenuhi syarat suluk
tersebut, adalagi ketentuan adab suluk yang pada prinsipnya sama dengan syarat suluk yang 20 tadi. Ada
21 adab suluk yang inti pokoknya mengatur ketentuan-ketentuan orang yang suluk itu supaya
mendapatkan hasil maksimal dalam suluknya. Ada lagi 9 (sembilan) adab setelah keluar dari suluk, yang
harus diperhatikan dan dipedomani agar hasil Ubudiyah suluk itu dapat dipertahankan dan bahkan dapat
lebih ditingkatkan lagi.

Adab Berdzikir Dalam Thariqat

Untuk melaksanakan dzikir didalam thariqoh ada tata krama yang harus diperhatikan, yakni adab
berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali
faedahnya. Dalam kitab Al-Mafakhir Al-’Aliyah fi al-Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan, pada pasal
Adab adz-Dzikr, sebagaimana dituturkan oleh Asy-Sya’roni, bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat
dikelompokkan menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 (lima) adab dilakukan
sebelum bedzikir, 12 (dua belas) adab dilakukan pada saat berdzikir, 2(dua) adab dilakukan setelah
selesai berdzikir.

Adapun 5 (lima ) adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah;

1. Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik
yang berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.
2. Mandi dan atau wudlu.

3. Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinya
hatinya dapat terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan
Lailaaha illallah.

4. Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru
mursyidnya.

5. Menyakini bahwa dzikir thariqoh yang didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari
Rasulullah Saw, karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari beliau.

Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;

1. Duduk di tempat yang suci seperti duduknya di dalam shalat..

2. Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.

3. Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di
badannya.

4. Memakai pakaian yang halal dan suci.

5. Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.

6. Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dzahir, karena dengan
tertutupnya indra dzahir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati/bathin.

7. Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thariqoh
merupakan adab yang sangat penting.

8. Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang
sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).

9. Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan
seseorang yang berdzikir akan sampai derajat ash-shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan
segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada syaikhnya. Jika dia tidak
mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).

10. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah , karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak
didapati pada bacaan- bacaan dzikir syar’i lainnya.

11. Menghadirkan makna dzikir di dalam hatinya.

12. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha illallah , agar pengaruh kata
“illallah” terhujam di dalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.

Dan 3 (tiga) adab setelah berdzikir adalah;

1. Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk
menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thariqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan
sejenak memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadlah dan
mujahadah tiga puluh tahun.

2. Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini – menurut ulama thariqoh- lebih cepat
menyinarkan bashirah, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus bisikan–bisikan hawa nafsu dan syetan.

3. Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang
melakukannya, yang disebabkan oleh syauq (rindu) dan tahyij (gairah) kepada al-madzkur/Allah Swt
yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir akan memadamkan rasa
tersebut.

Para guru mursyid berkata: ”Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama ini, karena
natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul dengan hal tersebut.” Wallahu a’lam.

Sumber : http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2009/07/27/adab-berzikir/

Pesan Dan Wasiat Habib Munzir Al Musawa


Pesan Dan Wasiat Habib Munzir Al Musawa ( Allahumaghfirlahu )
Sebelum Beliau wafat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Berikut ini kami sampaikan pesan dari Habib Munzir Almusawa yang kami dapat dari kawan-kawan
pecinta Majelis Rasulullah.

PESAN & WASIAT HABIB MUNZIR (mohon dibaca & mohon doanya)
Bagikan
Kemarin jam 18:07
Wasiat Dan Pesan Habibana
Hari ini jam 9:40
Forwardkan pada kekasih kekasihku di milis..

Malam ini aku tersandar di pembaringan dan terpaku bertafakkur…, airmata terus mengalir, alangkah
lemahnya hamba ini menghadapi gelombak ombak…
Dihadapanku acara esok malam di monas, sedangkan acara malam minggu membuat dadaku pecah,
ketika sakit dikepala belakangku kambuh, dan sakitnya terasa seluruh urat panas membara sampai ke
kuku dan tulang… dan puncak sakitnya adalah di kepala bagian belakang…
Malam minggu biasanya kutemui 15-20 ribu muslimin, namun tubuh yg sudah rapuh ini terus merangkak
menuju majelis yg kukira akan menemui jamaah yg lebih banyak..
Ternyata yg kutemui hanya sekitar 300 orang saja, serasa meledak dadaku karena sedih dan menahan
sakit, ingin rasanya kujatuhkan tubuhku dipangggung dan terserah apa yg akan terjadi..
Dg tubuh yg terus menahan sakit aku bertahan, mataku nanar dan panas, wajah dan telinga serasa menjadi
tebal bagai ditampar berkali kali.. keluhan sakit adalah sebab peradangan otak yg terus menjadi jadi
Aku terus menoleh kekiri dan kanan, berharap para kekasihku datang berbondong bondong meramaikan
acara, namun hanya beberapa puluh saja duduk di shaf, dan sisanya belasan orang berdiri disekitar
panggung…, gelombang jamaah tidak tiba juga, tak lama tiba konvoi pun mungkin hanya 50 orang saja
Aku terhenyak, kepalaku semakin sakit, seluruh tubuhku seakan berteriak kesakitan tak kuasa menahan
sakitnya.. Allah.. Allah,..Allah… wahai tubuh penuh dosa kau harus bertahan…

Ceramah selesai ,, acara ditutup, aku melangkah ke mobil dg lemah dan ingin kuteriakkan pada semua
orang jangan satupun menyentuh kulitku karena sangat terasa sakitnya.. namun aku harus menerima
nasibku untuk dikerubuti, mereka datang dan setia padaku.., mereka orang orang berjiwa Muhammad
saw, aku tak boleh kecewakan mereka
Aku membatin memandangi jumlah yg sangat sedikit dihadapan panggung besar dan lapangan bola
ini……….. 12 tahun aku berdakwah, inilah hasil dakwahku, sisanya adalah buih di lautan..

Sampai dimarkas kerebahkan tubuh penuh derita dg hati yg hancur, ketika mata hampir terlelap maka aku
terhentak bagai dibentak syaitan, esok malam acara monas, bagaimana nasibmu munzir….!, adakah akan
seperti ini ini…????, hujan akan turun dank au terpaku kecewa dihadapan guru mulia..???

Aku bagai tersengat stroom tegangan tinggi, menangis sekeras kerasnya… sakit dikepalaku sudah tak
tertahan, jika kuhantamkan kepala ini ke tembok hingga kepala ini hancur tdak akan terasa sakitnya
karena sudah dikalahkan oleh sakit yg jaub lebih berat..
Tubuhku gemetar, lalu aku berkata : ainiy, bantu aku membuka jubah dan sorbanku dan gamisku, bantu
aku rebah, ini sudah larut malam, makanan apa yg ada ainiy?, saya lapar, dan perlu makan sedikit untuk
makan obat, ia berkata : jam segini wahai habib sudah tdk ada apa2, banyak restoran padang dan penjual
makanana masih tutup pula karena liburan panjang..,
Baiklah, buatkan indomi saja, sekedar pengganjal untuk makan obat..
Prof sudah mengatakan, jika sakit di kepala tak mau hilang dg obat penahan sakit yg saya berikan, habib
harus segera ke rscm untuk suntik otak…
Berkali kali memang ia menembuskan jarum sepanjang hampir 15cm itu kedalam otakku sedalam
dalamnya.. ah,,, tidak ada waktu untuk opname.. aku harus bertahan…
Dihadapankau acara monas,pasrah pada Allah.. lalu saat mata hampir terpejam pikiranku dihentakkan lagi
dg beban berikutnya, 12 rabiul awal pada 26 februari…., bulan depan…!!!, lalu kedatangan guru mulia
pada sekitar maret….!!, mestilah ada acara akbar pula..!, lalu 27 rajab isra mikraj..!, lalu nisfu sya;ban..!!,
lalu badr pada pertengahan ramadhan..!!, lalu habisnya massa kontrak markas MR dibulan juni…

Aku teringat mimpiku beberapa minggu yg lalu, aku berdiri dg pakaian lusuh bagai kuli yg bekerja
sepanjang hari, dihadapanku Rasulullah saw berdiri di pintu kemah besar dan megah, seraya bersabda :
“semua orang tak tega melihat kau kelelahan wahai munzir, aku lebih tak tega lagi…, kembalilah padaku,
masuklah kedalam kemahku dan istirahatlah…
Ku jenguk dalam kemah mewah itu ada guru mulia, seraya berkata :kalau aku bisa keluar dan masuk
kesini kapan saja, tapi engkau wahai munzir jika masuk kemah ini kau tak akan kembali ke dunia..
Maka Rasul saw terus mengajakku masuk, “masuklah.. kau sudah kelelahan.., kau tak punya rumah di
dunia(memang saya hingga saat ini masih belum punya rumah) , tak ada rumah untukmu di dunia, karena
rumahmu adalah disini bersamaku.., serumah denganku.., seatap dg ku…, makan dan mium bersamaku ..
masuklah,,,
Lalu aku berkata : lalu bagaimana dg Fatah Jakarta? (Fatah tegaknya panji kedamaian Rasul saw), maka
beberapa orang menjawab dibelakangku : wafatmu akan membangkitkan ribuan hati utk meneruskan cita
citamu,..!!, masuklah,,,!
Lalu malaikat Izrail as menggenggamku dari belakang, ia memegang dua pundakku, terasa seluruh uratku
sudah digenggamannya, seraya berkata : mari… kuantar kau masuk.. mari…
Maka kutepis tangannnya, dan aku berkata, saya masih mau membantu guru mulia saya…, maka Rasul
saw memerintahkan Izrail as untuk melepaskanku..
Aku terbangun…

Semalam ketika aku rebah dalam kegelapan kulihat dua tamu bertubuh cahaya, namun wajahnya tidak
bertentuk kecuali hanya cahaya, ia memperkenalkan bahwa ia adalah Izrail as..
Kukatakan padanya : belum… belum.. aku masih ingin bakti pada guru muliaku.. pergilah dulu, maka ia
pun menghilang raib begitu saja.

Tahun 1993 aku bermimpi berlutut dikaki Rasul saw, menangis rindu tak kuat untuk ingin jumpa, maka
Sang Nabi saw menepu pundakku… tenang dan sabarlah..sebelum usiamu mencapaii 40 tahun kau sudah
kumpul bersamaku”
Usia saya kini 37 tahuh pada 23 feb 73, dan usia saya 38 tahun pada 19 muharram ini.

Peradangan otak ini adalah penyakit terakhirku, aku senang wafat dg penyakit ini, karena Rasul saw
beberapa bulan sebelum wafatnya terus nebgeluhkan sakit kepala..

Salam rinduku untuk kalian semua jamaah Majelis Rasulullah saw kelak, jika terjadi sesuatu padaku
maka teruskan perjuanganku.. ampuni kesalahanku.., kita akab jumpa kelak dg perjumpaan yg abadi..
Amiin..

Kalau usiaku ditakdirkan lebih maka kita terus berjuang semampunya, tapi mohon jangan siksa hari
hariku.. hanya itu yg kuminta..

Semoga Allah panjangkan umur beliau untuk berdakwah di jalan Allah dan Rasulullah. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sumber : http://majeliskecil.wordpress.com/2011/05/06/pesan-wasiat-habib-munzir/

Kalam Hikmah Habib Luthfi

Kalam Al-Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya:
1. Kalimat Laa ilaa ha illa Alloh

Kalimat Laa ilaa ha illa Alloh tidak sekadar diucapkan, tetapi dihunjamkan ke dalam hati. Makna: tidak
ada zat yang wajib disembah kecuali ALLOH Subhanahu wata'ala. Selain ALLOH Subhanahu wata'ala
adalah makhluk-hawadits yang baru.
Dari bacaan tsb dpt mengukir setiap hati mukmin, bisa menepis segala kesyirikan. Syirik itu bermakna
luas, bahkan pakaian bisa membuat syirik. Jika kita tidak pake pakaian/jubah maka kita tidak dikenal sbg
ulama/ustad maka ini sebagai penyebab syirik dlm berpakaian. Demikian pula pekerjaan jika kita tidak
bekerja, maka kita tidak makan, maka bekerja ini menjadi syirik. Demikian jg kendaraan bisa
menyebabkan syirik, jika kita bepergian tidak menggunakan kendaraan ini maka kita tidak sampai. Ini
pun bisa menjadikan syirik. Mengapa? Karena semua itu adalah wasilah-sarana, karena hakikatnya adalah
ALLOH Subhanahu wata'ala yang menggerakkan.
Pembekalan dlm sholat harus terimplementasi dlm kehidupan. Oleh sebab itu sholat harus lengkap, tidak
sekadar niat, bahkan mengajak seluruh anggota tubuh u/ sholat baik mata, telinga, mulut, tangan, lisan
dikenalkan kepada ALLOH Subhanahu wata'ala
"Laa ilaa ha illa Alloh".... Sehingga seluruh tubuh tidak akan bermaksiat kpd Allah karena sudah
mengenal ALLOH Subhanahu wata'ala .

Tidak cukup sampai disitu, mata, telinga, mulut, tangan, budi pekerti, kaki dan anggota tubuh lainnya
dikenalkan kepada "Muhammadur Rosululloh". Fisik dan hati bisa menjadi bersih karena dikenalkan
kepada ALLOH Subhanahu wata'ala dan Rosul-Nya. Dengan sholat seluruh anggota tubuh dibasuh,
dimandikan minimal 5x sehari = 450 sebulan. Masya Alloh! Bersih karena air wudlu...sudah sepatutnya
anggota tubuh kita pun bersih dari perilaku apalagi sudah dikenalkan pada Laa ilaa ha illa Alloh.
Jika fisik dibersihkan 5x, pertanyaannya berapa kali hati kita dibersihkan? Jika tidak pernah maka di hati
akan berkarat. Maka ucapan, mata, dan anggota tubuh akan melakukan sesuatu yang dilarang ALLOH
Subhanahu wata'ala . Bgm caranya membersihkan? salah satunya membaca kalimat Laa ilaa ha illa Alloh
muhammadur Rosululloh

Pekalongan Jawa Tengah Jum'at Kliwon 07-12-12


2. Jangan Saling Merendahkan “Al” (Marga) Lain

‘Alaikum bi Al-Hadad: Anda hidup harus siap ditempa. Kalau Anda bisa
menggali kemampuan diri sendiri berarti:
'Alaikum bi Al-Yahya: Anda Hidup, tahu arti hidup. Tahu nilai hidup.
Orang yang tidak pernah menempa diri, tidak akan tahu arti hidup, akhirnya hidup untuk makan.
Setelah itu: wa‘Alaikum bi Al-Faqih; kalau Anda tahu arti hidup Anda akan tahu
hukum.
Maka Anda akan: bil Bafaqih, Anda akan menguasai sebenarnya arti hidup.
Kalau Anda faham: ‘Alaikum bi Al-Athas, penyakit dalamnya hilang, mental kuat.
Kalau penyakit lahir-dalam bersih: ‘Alaikum Ba’Abud, Anda akan jadi orang Ahli Ibadah.
Kalau Anda jadi Ahli Ibadah ‘Alaikum bi Syihab, Anda akan bercahaya dan memancarkan cahaya.
Kalau Andai badahnya luar biasa 'Alaikum bi Jamalullail, Anda tidak akan menyia-nyiakan bangun
malam: tahajud.
Kalau Anda bangun malam ‘Alaikum bil ‘Idrus, keliling melihat keadaan para saddah (sayid-sayid)
Alawiyin dan kaum muslimin lainnya.
Kalau Anda sudah ‘al Idrus Fa ‘alaikum bi as Saqaf, mengayomi. Kalau sudah mengayomi baru Anda
akan menjadi: Syekh Abi Bakar bin Salim. Guru dan bapak dari para Saddah. Oleh sebab itu jangan
saling merendahkan “al” (marga) lain

Jemputan Artikel : http://biografiulamahabaib.blogspot.com/2012/12/kalam-al-habib-muhammad-lutfi-


bin-ali.html

7 Godaan Iblis Saat Sekaratul maut

Iblis laknatullah memang tidak akan pernah menyerah untuk menyesatkan manusia. Bahkan pada saat
detik-detik terakhir hidupnya manusia, iblis datang dengan membawa 7 golongan dengan tujuan
mengajak manusia untuk masuk ke dalam neraka.

Tak ada yang bisa selamat dari godaan iblis ini, KECUALI atas izin Allah SWT.
Oleh karena itulah kita senantiasa harus ingat akan ajaran yang disampaikan Rasulullah SAW untuk
memohon perlindungan Allah SWT dari godaan iblis yang terkutuk.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengajarkan doa sebagai berikut,
"Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari tipuan setan di waktu sakaratul maut."

7 Golongan Penggoda Manusia Saat Sekarat

Ketika manusia sedang dalam keadaan sakaratul maut, ia akan menemui7 golongan iblis yang akan
mengajak kesesatan.
Siapa saja mereka.
Golongan pertama adalah iblis yang datang dengan berbagai rupa aneh seperti emas, perak dan lain
sebagainya.
Golongan kedua adalah iblis yang datang dengan menyerupai binatang buas seperti harimau, srigala, dan
ular yang berbisa.
Golongan ketiga adalah iblis yang menyerupai binatang kesayangannya.
Sedangkan golongan yang ke empat aadalah iblis yang menyerupai orang yang paling dibenci oleh orang
yang akan mati itu.
Pada saat iblis datang, bisa dipastikan orang yang akan mati itu akan bereaksi dan mati tanpa mengingat
Allah SWT.
Kelompok ke lima adalah iblis datang dengan menyerupai sanak saudarany seperti ayah dan ibunya
sambil membawakan makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa orang yang dalam keadaan sakaratul
maut itu sangat dan sangat mengharapkan makanan dan minuman karena saking dahaganya keadaan itu.
Dengan begitu oang itu akan mengambil makanan dan minuman dari iblis yang menyerupai ayah dan
ibunya.
Rombongan ke enam adalah iblis yang menampakkan diri sebagai ulama-ulama yang membawa banyak
kitab sambil berkata,
"Wahai muridku, ternyata kamu sedang sakit di sini, karena itu aku bawakan kamu dokter dan obat-
obatan."
Tanpa pikir panjang, orang itu langsung meminum obat itu. Seketika sakitnya hilang, namun kemudian
kambuh lagi.
Setelah itu, iblis berkata,
"Kali ini kami datang kepadamu untuk memberi nasehat agar kamu mati dalam keadaan baik, tahukah
kamu bagaimana hakikat Allah SWT?"
"Aku tidak tahu,"jawab orang yang sekarat itu.
Ternyata Hanya Tipuan Iblis"Ketahuilah,aku ini adalah seorang ulama yang sangat hebat. Kami baru saja
kembali dari alam gaib dan telah mendapatkan surga tertinggi. Cobalah kamu lihat surga yang akan
disediakan untukmu. Kalau kamu ingin mengetahui zat Allah SWT, maka patuhilah kami, "ucap iblis.
"Bagaimana Zat Allah itu? "tanya orang yang sekarat itu.
"Tunggulah sebentar lagi, dinding dan tirai akan dibukakan kepadamu, "jawab iblis.
Ketika tirai yang berwarna warna itu dibuka selapis demi lapis, maka orang yang dalam keadaan sekarat
itu pun dapat melihat sebuah benda yang sangat besar, seolah-olah lebih besar dari langit dan bumi.
"Itulah dia Zat Allah SWT yang patut kita sembah, "jawab iblis.
"Wahau guruku, bukankah ini adalah hanya benda yang benar-benar sangat besar saja dan memiliki enam
sisi seperti benda lain, atas bawah, kanan kiri dan depan belakang. Padalah Zat Allah SWT tidak
menyerupai makhluk, Dia Maha Sempurna, Maha Suci dari sifat kekurangan. Tapi sekarang ini pula
keadaannya, lain dari yang aku ketahui dulu. Tapi sekarang yang patut aku sembah ialah benda yang
besar ini, "ujar orang yang sedang sekarat itu.

Dalam posisi penuh keraguan seperti itu, tiba-tiba Malaikat Maut datang dan terus mencabut nyawanya.
Maka matilah orang itu dalam keadaan kafir dan kekal di dalam neraka.

Rombongan yang ke tujuh atau yang terakhit adalah rombongan iblis yang datang dengan 72 barisan yang
mengajak manusia tersesat di akhir hayatnya.
Jemputan Artikel : http://kisahislamiah.blogspot.com/2013/10/7-godaan-iblis-saat-sedang-sekarat.html

313 NAMA PARA AHLUL BADAR

Diriwayatkan didalam shahih Bukhari ketika Rasul saw meminta pendapat kaum anshor untuk berperang
di medan Badr maka salah seorang Kaum Anshor berkata : “Yaa Rasulallah kami akan bersamamu,
kemanapun engkau pergi kami akan bersamamu kalau engkau masuk ke dalam lautan kami bersamamu
ke dalam lautan,tidak satupun yang tersisa dari kami terkecuali ikut bersamamu ke dalam lau
tan, Barangkali kalau kami mati bersamamu bisa membuatmu gembira".

“datang Malaikat Jibril as pada Nabi saw dan berkata: apa pendapat kalian tentang ahlul Badr diantara
kalian?, maka bersabda Rasulullah saw : mereka adalah muslimin yg paling mulia,(atau kalimat yg
bermakna demikian), lalu berkata Jibril as : demikian pula yg mengikuti perang Badr dari kelompok
malaikat, mereka malaikat yg terbaik” (Shahih Bukhari)

berikut nama-nama Ahlul badr :

1. Sayyidina Muhammad SAW.

2. Abu Bakar as-Siddiq ra.

3. Umar bin Khattab ra.

4. Utsman bin Affan ra.

5. Ali bin Abu Tholib ra.

6. Talhah bin ‘Ubaidillah ra.

7. Bilal bin Rabbah ra.

8. Hamzah bin Abdul Muttolib ra.

9. Abdullah bin Jahsyi ra.

10. Al-Zubair bin al-Awwam ra.

11. Mus’ab bin Umair bin Hasyim ra.

12. Abdur Rahman bin ‘Auf ra.

13. Abdullah bin Mas’ud ra.

14. Sa’ad bin Abi Waqqas ra.

15. Abu Kabsyah al-Faris ra.

16. Anasah al-Habsyi ra.

17. Zaid bin Harithah al-Kalbi ra.


18. Marthad bin Abi Marthad al-Ghanawi ra.

19. Abu Marthad al-Ghanawi ra.

20. Al-Husain bin al-Harith bin Abdul Muttolib ra.

21. ‘Ubaidah bin al-Harith bin Abdul Muttolib ra.

22. Al-Tufail bin al-Harith bin Abdul Muttolib ra.

23. Mistah bin Usasah bin ‘Ubbad bin Abdul Muttolib ra.

24. Abu Huzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah ra.

25. Subaih (maula Abi ‘Asi bin Umaiyyah) ra.

26. Salim (maula Abu Huzaifah) ra.

27. Sinan bin Muhsin ra.

28. ‘Ukasyah bin Muhsin ra.

29. Sinan bin Abi Sinan ra.

30. Abu Sinan bin Muhsin ra.

31. Syuja’ bin Wahab ra.

32. ‘Utbah bin Wahab ra.

33. Yazid bin Ruqais ra.

34. Muhriz bin Nadhlah ra.

35. Rabi’ah bin Aksam ra.

36. Thaqfu bin Amir ra.

37. Malik bin Amir ra.

38. Mudlij bin Amir ra.

39. Abu Makhsyi Suwaid bin Makhsyi al-To’i ra.

40. ‘Utbah bin Ghazwan ra.

41. Khabbab (maula ‘Utbah bin Ghazwan) ra.

42. Hathib bin Abi Balta’ah al-Lakhmi ra.

43. Sa’ad al-Kalbi (maula Hathib) ra.

44. Suwaibit bin Sa’ad bin Harmalah ra.


45. Umair bin Abi Waqqas ra.

46. Al-Miqdad bin ‘Amru ra.

47. Mas’ud bin Rabi’ah ra.

48. Zus Syimalain Amru bin Amru ra.

49. Khabbab bin al-Arat al-Tamimi ra.

50. Amir bin Fuhairah ra.

51. Suhaib bin Sinan ra.

52. Abu Salamah bin Abdul Asad ra.

53. Syammas bin Uthman ra.

54. Al-Arqam bin Abi al-Arqam ra.

55. Ammar bin Yasir ra.

56. Mu’attib bin ‘Auf al-Khuza’i ra.

57. Zaid bin al-Khattab ra.

58. Amru bin Suraqah ra.

59. Abdullah bin Suraqah ra.

60. Sa’id bin Zaid bin Amru ra.

61. Mihja bin Akk (maula Umar bin al-Khattab) ra.

62. Waqid bin Abdullah al-Tamimi ra.

63. Khauli bin Abi Khauli al-Ijli ra.

64. Malik bin Abi Khauli al-Ijli ra.

65. Amir bin Rabi’ah ra.

66. Amir bin al-Bukair ra.

67. Aqil bin al-Bukair ra.

68. Khalid bin al-Bukair ra.

69. Iyas bin al-Bukair ra.

70. Uthman bin Maz’un ra.

71. Qudamah bin Maz’un ra.


72. Abdullah bin Maz’un ra.

73. Al-Saib bin Uthman bin Maz’un ra.

74. Ma’mar bin al-Harith ra.

75. Khunais bin Huzafah ra.

76. Abu Sabrah bin Abi Ruhm ra.

77. Abdullah bin Makhramah ra.

78. Abdullah bin Suhail bin Amru ra.

79. Wahab bin Sa’ad bin Abi Sarah ra.

80. Hatib bin Amru ra.

81. Umair bin Auf ra.

82. Sa’ad bin Khaulah ra.

83. Abu Ubaidah Amir al-Jarah ra.

84. Amru bin al-Harith ra.

85. Suhail bin Wahab bin Rabi’ah ra.

86. Safwan bin Wahab ra.

87. Amru bin Abi Sarah bin Rabi’ah ra.

88. Sa’ad bin Muaz ra.

89. Amru bin Muaz ra.

90. Al-Harith bin Aus ra.

91. Al-Harith bin Anas ra.

92. Sa’ad bin Zaid bin Malik ra.

93. Salamah bin Salamah bin Waqsyi ra.

94. ‘Ubbad bin Waqsyi ra.

95. Salamah bin Thabit bin Waqsyi ra.

96. Rafi’ bin Yazid bin Kurz ra.

97. Al-Harith bin Khazamah bin ‘Adi ra.

98. Muhammad bin Maslamah al-Khazraj ra.


99. Salamah bin Aslam bin Harisy ra.

100. Abul Haitham bin al-Tayyihan ra.

101. ‘Ubaid bin Tayyihan ra.

102. Abdullah bin Sahl ra.

103. Qatadah bin Nu’man bin Zaid ra.

104. Ubaid bin Aus ra.

105. Nasr bin al-Harith bin ‘Abd ra.

106. Mu’attib bin ‘Ubaid ra.

107. Abdullah bin Tariq al-Ba’lawi ra.

108. Mas’ud bin Sa’ad ra.

109. Abu Absi Jabr bin Amru ra.

110. Abu Burdah Hani’ bin Niyyar al-Ba’lawi ra.

111. Asim bin Thabit bin Abi al-Aqlah ra.

112. Mu’attib bin Qusyair bin Mulail ra.

113. Abu Mulail bin al-Az’ar bin Zaid ra.

114. Umair bin Mab’ad bin al-Az’ar ra.

115. Sahl bin Hunaif bin Wahib ra.

116. Abu Lubabah Basyir bin Abdul Munzir ra.

117. Mubasyir bin Abdul Munzir ra.

118. Rifa’ah bin Abdul Munzir ra.

119. Sa’ad bin ‘Ubaid bin al-Nu’man ra.

120. ‘Uwaim bin Sa’dah bin ‘Aisy ra.

121. Rafi’ bin Anjadah ra.

122. ‘Ubaidah bin Abi ‘Ubaid ra.

123. Tha’labah bin Hatib ra.

124. Unais bin Qatadah bin Rabi’ah ra.

125. Ma’ni bin Adi al-Ba’lawi ra.


126. Thabit bin Akhram al-Ba’lawi ra.

127. Zaid bin Aslam bin Tha’labah al-Ba’lawi ra.

128. Rib’ie bin Rafi’ al-Ba’lawi ra.

129. Asim bin Adi al-Ba’lawi ra.

130. Jubr bin ‘Atik ra.

131. Malik bin Numailah al-Muzani ra.

132. Al-Nu’man bin ‘Asr al-Ba’lawi ra.

133. Abdullah bin Jubair ra.

134. Asim bin Qais bin Thabit ra.

135. Abu Dhayyah bin Thabit bin al-Nu’man ra.

136. Abu Hayyah bin Thabit bin al-Nu’man ra.

137. Salim bin Amir bin Thabit ra.

138. Al-Harith bin al-Nu’man bin Umayyah ra.

139. Khawwat bin Jubair bin al-Nu’man ra.

140. Al-Munzir bin Muhammad bin ‘Uqbah ra.

141. Abu ‘Uqail bin Abdullah bin Tha’labah ra.

142. Sa’ad bin Khaithamah ra.

143. Munzir bin Qudamah bin Arfajah ra.

144. Tamim (maula Sa’ad bin Khaithamah) ra.

145. Al-Harith bin Arfajah ra.

146. Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair ra.

147. Sa’ad bin al-Rabi’ bin Amru ra.

148. Abdullah bin Rawahah ra.

149. Khallad bin Suwaid bin Tha’labah ra.

150. Basyir bin Sa’ad bin Tha’labah ra.

151. Sima’ bin Sa’ad bin Tha’labah ra.

152. Subai bin Qais bin ‘Isyah ra.


153. ‘Ubbad bin Qais bin ‘Isyah ra.

154. Abdullah bin Abbas ra.

155. Yazid bin al-Harith bin Qais ra.

156. Khubaib bin Isaf bin ‘Atabah ra.

157. Abdullah bin Zaid bin Tha’labah ra.

158. Huraith bin Zaid bin Tha’labah ra.

159. Sufyan bin Bisyr bin Amru ra.

160. Tamim bin Ya’ar bin Qais ra.

161. Abdullah bin Umair ra.

162. Zaid bin al-Marini bin Qais ra.

163. Abdullah bin ‘Urfutah ra.

164. Abdullah bin Rabi’ bin Qais ra.

165. Abdullah bin Abdullah bin Ubai ra.

166. Aus bin Khauli bin Abdullah ra.

167. Zaid bin Wadi’ah bin Amru ra.

168. ‘Uqbah bin Wahab bin Kaladah ra.

169. Rifa’ah bin Amru bin Amru bin Zaid ra.

170. Amir bin Salamah ra.

171. Abu Khamishah Ma’bad bin Ubbad ra.

172. Amir bin al-Bukair ra.

173. Naufal bin Abdullah bin Nadhlah ra.

174. ‘Utban bin Malik bin Amru bin al-Ajlan ra.

175. ‘Ubadah bin al-Somit ra.

176. Aus bin al-Somit ra.

177. Al-Nu’man bin Malik bin Tha’labah ra.

178. Thabit bin Huzal bin Amru bin Qarbus ra.

179. Malik bin Dukhsyum bin Mirdhakhah ra.


180. Al-Rabi’ bin Iyas bin Amru bin Ghanam ra.

181. Waraqah bin Iyas bin Ghanam ra.

182. Amru bin Iyas ra.

183. Al-Mujazzar bin Ziyad bin Amru ra.

184. ‘Ubadah bin al-Khasykhasy ra.

185. Nahhab bin Tha’labah bin Khazamah ra.

186. Abdullah bin Tha’labah bin Khazamah ra.

187. Utbah bin Rabi’ah bin Khalid ra.

188. Abu Dujanah Sima’ bin Kharasyah ra.

189. Al-Munzir bin Amru bin Khunais ra.

190. Abu Usaid bin Malik bin Rabi’ah ra.

191. Malik bin Mas’ud bin al-Badan ra.

192. Abu Rabbihi bin Haqqi bin Aus ra.

193. Ka’ab bin Humar al-Juhani ra.

194. Dhamrah bin Amru ra.

195. Ziyad bin Amru ra.

196. Basbas bin Amru ra.

197. Abdullah bin Amir al-Ba’lawi ra.

198. Khirasy bin al-Shimmah bin Amru ra.

199. Al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh ra.

200. Umair bin al-Humam bin al-Jamuh ra.

201. Tamim (maula Khirasy bin al-Shimmah) ra.

202. Abdullah bin Amru bin Haram ra.

203. Muaz bin Amru bin al-Jamuh ra.

204. Mu’awwiz bin Amru bin al-Jamuh ra.

205. Khallad bin Amru bin al-Jamuh ra.

206. ‘Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid ra.


207. Hubaib bin Aswad ra.

208. Thabit bin al-Jiz’i ra.

209. Umair bin al-Harith bin Labdah ra.

210. Basyir bin al-Barra’ bin Ma’mur ra.

211. Al-Tufail bin al-Nu’man bin Khansa’ ra.

212. Sinan bin Saifi bin Sakhr bin Khansa’ ra.

213. Abdullah bin al-Jaddi bin Qais ra.

214. Atabah bin Abdullah bin Sakhr ra.

215. Jabbar bin Umaiyah bin Sakhr ra.

216. Kharijah bin Humayyir al-Asyja’i ra.

217. Abdullah bin Humayyir al-Asyja’i ra.

218. Yazid bin al-Munzir bin Sahr ra.

219. Ma’qil bin al-Munzir bin Sahr ra.

220. Abdullah bin al-Nu’man bin Baldumah ra.

221. Al-Dhahlak bin Harithah bin Zaid ra.

222. Sawad bin Razni bin Zaid ra.

223. Ma’bad bin Qais bin Sakhr bin Haram ra.

224. Abdullah bin Qais bin Sakhr bin Haram ra.

225. Abdullah bin Abdi Manaf ra.

226. Jabir bin Abdullah bin Riab ra.

227. Khulaidah bin Qais bin al-Nu’man ra.

228. An-Nu’man bin Yasar ra.

229. Abu al-Munzir Yazid bin Amir ra.

230. Qutbah bin Amir bin Hadidah ra.

231. Sulaim bin Amru bin Hadidah ra.

232. Antarah (maula Qutbah bin Amir) ra.

233. Abbas bin Amir bin Adi ra.


234. Abul Yasar Ka’ab bin Amru bin Abbad ra.

235. Sahl bin Qais bin Abi Ka’ab bin al-Qais ra.

236. Amru bin Talqi bin Zaid bin Umaiyah ra.

237. Muaz bin Jabal bin Amru bin Aus ra.

238. Qais bin Mihshan bin Khalid ra.

239. Abu Khalid al-Harith bin Qais bin Khalid ra.

240. Jubair bin Iyas bin Khalid ra.

241. Abu Ubadah Sa’ad bin Uthman ra.

242. ‘Uqbah bin Uthman bin Khaladah ra.

243. Ubadah bin Qais bin Amir bin Khalid ra.

244. As’ad bin Yazid bin al-Fakih ra.

245. Al-Fakih bin Bisyr ra.

246. Zakwan bin Abdu Qais bin Khaladah ra.

247. Muaz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah ra.

248. Aiz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah ra.

249. Mas’ud bin Qais bin Khaladah ra.

250. Rifa’ah bin Rafi’ bin al-Ajalan ra.

251. Khallad bin Rafi’ bin al-Ajalan ra.

252. Ubaid bin Yazid bin Amir bin al-Ajalan ra.

253. Ziyad bin Lubaid bin Tha’labah ra.

254. Khalid bin Qais bin al-Ajalan ra.

255. Rujailah bin Tha’labah bin Khalid ra.

256. Atiyyah bin Nuwairah bin Amir ra.

257. Khalifah bin Adi bin Amru ra.

258. Rafi’ bin al-Mu’alla bin Luzan ra.

259. Abu Ayyub bin Khalid al-Ansari ra.

260. Thabit bin Khalid bin al-Nu’man ra.


261. ‘Umarah bin Hazmi bin Zaid ra.

262. Suraqah bin Ka’ab bin Abdul Uzza ra.

263. Suhail bin Rafi’ bin Abi Amru ra.

264. Adi bin Abi al-Zaghba’ al-Juhani ra.

265. Mas’ud bin Aus bin Zaid ra.

266. Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid ra.

267. Rafi’ bin al-Harith bin Sawad bin Zaid ra.

268. Auf bin al-Harith bin Rifa’ah ra.

269. Mu’awwaz bin al-Harith bin Rifa’ah ra.

270. Muaz bin al-Harith bin Rifa’ah ra.

271. An-Nu’man bin Amru bin Rifa’ah ra.

272. Abdullah bin Qais bin Khalid ra.

273. Wadi’ah bin Amru al-Juhani ra.

274. Ishmah al-Asyja’i ra.

275. Thabit bin Amru bin Zaid bin Adi ra.

276. Sahl bin ‘Atik bin al-Nu’man ra.

277. Tha’labah bin Amru bin Mihshan ra.

278. Al-Harith bin al-Shimmah bin Amru ra.

279. Ubai bin Ka’ab bin Qais ra.

280. Anas bin Muaz bin Anas bin Qais ra.

281. Aus bin Thabit bin al-Munzir bin Haram ra.

282. Abu Syeikh bin Ubai bin Thabit ra.

283. Abu Tolhah bin Zaid bin Sahl ra.

284. Abu Syeikh Ubai bin Thabit ra.

285. Harithah bin Suraqah bin al-Harith ra.

286. Amru bin Tha’labah bin Wahb bin Adi ra.

287. Salit bin Qais bin Amru bin ‘Atik ra.


288. Abu Salit bin Usairah bin Amru ra.

289. Thabit bin Khansa’ bin Amru bin Malik ra.

290. Amir bin Umaiyyah bin Zaid ra.

291. Muhriz bin Amir bin Malik ra.

292. Sawad bin Ghaziyyah ra.

293. Abu Zaid Qais bin Sakan ra.

294. Abul A’war bin al-Harith bin Zalim ra.

295. Sulaim bin Milhan ra.

296. Haram bin Milhan ra.

297. Qais bin Abi Sha’sha’ah ra.

298. Abdullah bin Ka’ab bin Amru ra.

299. ‘Ishmah al-Asadi ra.

300. Abu Daud Umair bin Amir bin Malik ra.

301. Suraqah bin Amru bin ‘Atiyyah ra.

302. Qais bin Mukhallad bin Tha’labah ra.

303. Al-Nu’man bin Abdi Amru bin Mas’ud ra.

304. Al-Dhahhak bin Abdi Amru ra.

305. Sulaim bin al-Harith bin Tha’labah ra.

306. Jabir bin Khalid bin Mas’ud ra.

307. Sa’ad bin Suhail bin Abdul Asyhal ra.

308. Ka’ab bin Zaid bin Qais ra.

309. Bujir bin Abi Bujir al-Abbasi ra.

310. ‘Itban bin Malik bin Amru al-Ajalan ra.

311. ‘Ismah bin al-Hushain bin Wabarah ra.

312. Hilal bin al-Mu’alla al-Khazraj ra.


313. Oleh bin Syuqrat ra. (khadam Nabi s.a.w.)

Sungguh telah sampai riwayat pada kami telah berkata Abu Dzarr ra kepada Rasul saw : "Wahai
Rasulullah.. seseorang mencintai suatu kaum namun tak mampu beramal seperti amal mereka", maka
Rasul saw menjawab : "Engkau wahai Abu Dzarr akan bersama orang yg kau cintai", maka Abu Dzar
berkata : "Aku sungguh mencintai Allah dan rasul Nya..!", maka Rasul saw menjawab : "engkau bersama
yg kau cintai" (HR Shahih Ibn Hibban, Adabulmufrad Imam Bukhari, Musnad Ahmad dll)

Wahai Allah ... Bangkitkanlah semangat Ahlul Badr pada jiwa pemuda pemudi kami, penuhi jiwa
muslimin hingga beridolakan Ahlul Badr, beridolakan Imam Ahlul Badr, Sayyidina Muhammad saw..!

Aamiin aamiin ya robbal alamin

F0011. TAWASUL DENGAN NABI DAN ORANG-ORANG SHOLEH

Sabtu, 31 Maret 20120 komentar

Mbah Jenggot
TAWASUL DENGAN NABI DAN ORANG-ORANG SHOLEH

Kami pengikut Ahlussunnah tidak mengi’tiqadkan bahwa dzat seorang makhluk mempunyai pengaruh
(ta’tsir), mampu mewujudkan sesuatu, menghilangkan, memberi manfaat dan memberi bahaya baik dzat
Rasulallah, nabi-nabi, orang-orang shaleh dan lain-lain. Tetapi, kami meyakini bahwa hanya Allah yang
dapat memberi manfaat dan bahaya serta yang lainnya.

Bertawassul dengan Rasulallah (baik dengan kedudukannya atau yang lain) atau orang-orang shalih
bukan berarti menyembah kepada Rasulullah atau orang shalih tersebut seperti yang banyak di tuduhkan,
sehingga memunculkan salah persepsi dari orang-orang yang anti terhadap ajaran tawassul dengan secara
mutlak (dengan beraneka ragam bentuknya tawassul), bahwa orang yang bertawassul telah menjadi
musyrik karena mendudukkan selain Allah di sepadankan dengan Allah dalam berdo'a. Akan tetapi
tawassul adalah bentuk do'a yang di panjatkan kepada Allah dengan memakai perantara Nabi atau orang
shalih, dengan harapan do'anya lebih di kabulkan oleh Allah. Hadits-hadits tentang itu semua sudah
banyak di sampaikan oleh ulama, meski menurut sebagian kalangan yang sedikit mengerti mengenai
derajat hadits, hadits-hadits dasar yang berkenaan dengan tawassul dengan Nabi atau orang shalih di
anggap lemah semua.

Sayyid Mushthafa al-Bakri, seorang ulama madzhab Hanafi dan wali besar dalam tarekat Khalwatiyyah,
menganalogikan tawassul dengan orang-orang shalih dan mulia di depan Allah dengan memohon bantuan
orang yang mendapat kedudukan tinggi atau dekat dengan seorang raja, kemudian karena ingin tercapai
maksudnya kepada raja, orang yang dekat dengan raja tersebut di jadikan sebagai perantara untuk di
sampaikan kepada raja agar maksudnya sukses.

Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dalam Mafahim Yajibu An Tushahhash menjelaskan bahwasannya
mencari perantara (wasilah) bukan sebagai bentuk syirik, karena jika mencari perantara kepada Allah
adalah syirik, maka semua manusia adalah termasuk musyrik karena dalam semua urusan, mereka selalu
memakai perantara. Lihat saja Rasulallah yang menerima wahyu al-Qur'an lewat perantara Malaikat
Jibril, Rasulallah juga adalah perantara bagi para shahabat karena mereka kadang datang kepada beliau
untuk mengadukan urusan-urusan mereka yang dianggap berat atau memohon doa dari beliau. Apakah
pernah Rasulallah berkata pada mereka bahwa hal tersebut, yaitu memohon doa atau bantuan, adalah
musyrik? Hal ini yang tidak banyak di ketehui oleh orang-orang yang anti terhadap tawassul.

As-Subki mengatakan: “Tawassul dengan Nabi ada tiga macam, yaitu: tawassul dengan Nabi dalam arti
orang yang berharap hajatnya terkabulkan meminta kepada Allah lewat dengan (wasilah) diri Nabi
Muhammad atau kedudukannya atau barakahnya. Dan masing-masing ada dasar haditsnya yang shahih.
Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan oleh Rasulullah saw,
tidak pula oleh ijma para sahabat radhiallahu ‘anhum, tidak pula oleh para tabi’in dan bahkan oleh para
Ulama serta Imam-Imam besar Muhadditsin. Bahkan Allah memerintahkannya, Rasul saw
mengajarkannya, Sahabat radhiallahu ‘anhum mengamalkannya.

Tak ada pula yang membedakan antara tawassul pada yang hidup dan mati. Karena tawassul adalah
berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yang tergolong benda) di hadapan
Allah swt, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri.
Hadits yang dijadikan pijakan tentang tawassul dengan kedudukan Rasulullah di antaranya adalah hadits
dengan sanad bagus riwayat ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, bahwa Rasulullah menyebutkan
dalam doanya:

‫ك َو ْاألَ ْنبِيَا ِء الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِي‬


َ ِّ‫ق نَبِي‬
ِّ ‫بِ َح‬
"Dengan haq Nabimu dan para Nabi-Nabi sebelumku"

Sedangkan dalil-dalil tentang tawassul dengan Nabi (baik saat beliau masih hidup atau sudah wafat),
orang shalih, waliyullah dan lain-lain adalah: hadits riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim dan al-
Bukhari serta Ahmad bin Hanbal dari ‘Utsman bin Hunaif, mengatakan: “Pada suatu waktu ada laki-laki
buta datang kepada RasulUllah dan meminta supaya Rasulullah mendoakannya agar mendapatkan sehat
wal afiyat, Rasulallah menjawab: ‘Jika kamu menginginkannya, aku dapat berdoa untukmu atau kamu
bersabar dan itu lebih baik bagimu!’ Laki-laki itu menjawab: ‘Berdoalah untukku!’ Kemudian Rasulullah
memerintahkan laki-laki tersebut berwudhu dengan baik dan berdoa sebagai berikut:

َّ ِ‫ضى لِ َي اللَّهُ َّم فَ َشفِّ ْعهُ ف‬


‫ي‬ َ ‫ْت بِكَ إِلَى َربِّي فِي َحا َجتِي هَ ِذ ِه لِتُ ْق‬
ُ ‫ك ُم َح َّم ٍد نَبِ ِّي الرَّحْ َم ِة إِنِّي تَ َو َّجه‬ َ ‫ك َوأَتَ َو َّجهُ إِلَ ْي‬
‫ك بِنَبِيِّ َـ‬ َ ُ‫اللَّهُ َّم إِنِّي أَسْأَل‬
“Wahai Tuhanku, aku meminta kepada Engkau dan aku menghadap kepada Engkau lewat Nabi Engkau
Muhammad, Nabi rahmat. Wahai Nabi Muhammad, sesunguhnya aku menghadap kepada Rabb-ku lewat
Engkau dalam memenuhi kebutuhanku ini sepaya Engkau dapat memenuhinya untukku. Wahai Tuhanku
berilah syafaat kepadaku.”

Hadits ini adalah hadits shahih hasan sebagaimana disampaikan oleh at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-
Baihaqi. Hadits yang hampir senada dengan hadits di atas juga diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-
Mu‘jam al-Kabir dan al-Mu‘jam ash-Shaghir.

Dalam hadits riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih disebutkan bahwasannya
orang-orang pernah mengalami kepayahan karena ketiadaan air di zaman Khalifah ‘Umar bin Khaththab.
Kemudian Bilal bin Harits mendatangi makam Rasulallah dan berkata: “Memintalah engkau hujan untuk
umatmu, karena mereka sedang kepayahan!” Kemudian Rasulallah datang dalam mimpi Bilal dan
memberi kabar bahwa mereka akan diberi hujan.
Hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Anas bahwa ketika para shahabat kepayahan karena
ketiadaan air, Umar bin Khaththab ber-istisqa’ lewat ‘Abbas bin Abdil Muththalib, beliau berdoa:

َ ‫اللَّهُ َّم إِنَّا ُكنَّا نَتَ َو َّس ُل إِلَ ْي‬


‫ك بِنَبِيِّنَا فَتَ ْسقِينَا َوإِنَّا نَت ََو َّس ُل إِلَ ْيكَ بِ َع ِّم نَبِيِّنَا فَا ْسقِنَا‬
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau lewat dengan Nabi kami dan Engkau
memberu hujan kami. Dan kami bertawassul kepada Engkau lewat dengan paman Nabi kami, maka
berilah kami hujan!”

Hadits riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, Umar bin Khaththab mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda: “Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, dia bermunajat: “Wahai Rabb-ku, aku memohon
kepada-Mu dengan lewat haq-Muhammad ketika Engkau mengampuni kesalahanku.” Lalu Allah
berfirman: “Wahai Adam, bagaimana engkau tahu tentang Muhammad sementara Aku belum
menciptakannya?” Adam menjawab: “Wahai Rabb-ku, karena ketika Engkau menciptakanku dengan
tangan-Mu (kekuasaan-Mu) dan meniupkan ruh di jasadku dari ruh-Mu, aku mengangkat kepalaku dan
aku melihat di tiang-tiang ‘Arsy tertulis La ilaha illallah, Muhammad Rasulallah, dan aku tahu Engkau
tidak akan menyandarkan nama-Mu kecuali kepada makhluk yang paling Engkau kasihi.” Allah kembali
berfirman: “Benar wahai engkau Adam, karena sesungguhnya Muhammad adalah makhluk yang paling
Aku cintai; dan jika engkau memohon kepada-Ku lewat dengan haq-nya Aku akan mengampunimu.
Andai bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu. ”

Al-Alusi dalam kitab tafsirnya Ruh al-Ma'ani saat menguraikan ayat 35 dari surat al-Maidah tentang
perintah mencari wasilah, menjelaskan di perbolehkannya bertawassul dengan kedudukan Rasulullah.
Ulama yang shaleh dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang membolehkan Tawassul (Sebagian
diambil dari kitab Syawahid al-Haq karya Syaikh Yusuf an-Nabhani yang khusus menerangkan tentang
tawassul atau istighatsah ) :

1. Al Imam Sufyan bin Uyainah (guru dari Al Imam Syafi’i & Imam Ahmad bin Hanbal).
2. Al Imam Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi).
3. Al Imam Muhammad bin al Hasan al Syaibani (murid Al Imam Abu Hanifah).
4. Al Imam Alauddin Abu Bakar bin Mas’ud al Kasani (ulama terkemuka madzhab Hanafi).
5. Al Imam Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki).
6. Al Imam Asy Syafi’i (pendiri Mazhab Syafi’i).
7. Al Imam Ahmad bin Hanbal (pendiri Mazhab Hanbali).
8. Al Imam Abu Ali al Khallal (ulama terkemuka madzhab Hanbali).
9. Al Hafizh Ibn Hajar Al Asqalani.
10. Al Hafizh al Khatib al Baghdadi (penulis kitab Tarikh Baghdad)
11. Al Hafizh Ibnu Khuzaimah.
12. Al Hafizh Abu al Qasim ath Thabarani
13. Al Hafizh Abu Syaikh al Ashbihani.
14. Al Hafizh Abu Bakar bin al Muqri’ al Ashbihani.
15. Al Hafizh Ibn al Jauzi.
16. Al Hafizh adz Dzahabi.
17. Syaikh Yusuf bin Ismail al Nabhani.
18. Al Hafizh Abu Ishaq Ibrahim bin Ishaq al Harbi (ulama terkemuka madzhab Hanbali).
19. Al Hafizh Abu Ali al Husain bin Ali bin Yazid al Naisaburi (guru utama al Imam al Hakim).
20. Al Hafizh Abdul Ghani al Maqdisi (ulama terkemuka madzhab Hanbali).
21. Al Imam Abu al Khair al Aqtha al Tinati (murid al Imam Abu Abdillah bin al Jalla).
22. Al Hafizh Ibnu Asakir.
23. Al Hafizh Al Sakhawi.
24. Al Sya’rani.
25. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Al
Imam al Nawawi).
26. Al Hafizh Ibn Al Jazari.
27. Al Imam Muhammad bin Ali al Syaukani.
28. Al Hafizh al Baihaqi
29. Zainuddin Ali bin al-Husain (cucu Rasulallah)
30. Asy-Syihab Mahmud
31. Asy-Syihab Ahmad ad-Dimasyqi
32. Al-Juzuli dalam Dala’il al-Khairat
33. Muhammad al-Makki dalam shalawat Fathur Rasul
34. Muhammad asy-Syanwani, Syaikh Universitas Al-Azhar Cairo Mesir yang juga pengarang syarah
Mukhtashar Abi Jamrah
35. Muhammad Wafa asy-Syadzili

sedang ulama yg melakukan tawasul dalam keterangan kitab yang laen sbg berikut:
1. Sufyan bin Uyainah (198 H / 813 M)
Sufyan bin Uyainah berkata: ada dua laki2 saleh yg dpt menurunkan hujan dg cara bertawassul dg mereka
yaitu Ibnu 'Ajlan dan Yazid bin Yadzibin jabir. Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal.
(kitab al-'illal wa Ma'rifah al-Rijal juz I hal. 163-164 karya Ahmad bin Hanbal)
2 Imam Abu Hanifah (80-150 H/ 699-767 M)
perkataan Abu Hanifah ketika berziarah ke Madinah dan berdiri di hadapan makam Rosulullah saw.
yaitu:
"Hai orang yg termulya di antara manusia dan jin dan sebaik-baik makhluk, berilah aku kemurahanmu
dan ridloilah aku dg ridlomu. Aku merindukan kemurahan darimu, engkaulah satu2nya harapan Abu
Hanifah"
(kitab al-Ziyaroh Nabawiyah hal. 56 karya Sayyid Muhammad al-Maliki)
3. Imam Syafii (150-204 H/ 767-819 M)
"Dari Ali bin Maimun beliau berkata: Aku telah mendengar Imam Syafii berkata: Aku selalu bertabarruk
dg Abu Hanifah dan mendatangi makamnya dg berziarah setiap hari. Jika aku mempunyai hajat, maka
aku menunaikan sholat 2 rokaat, lalu aku datangi makam beliau dan aku memohon hajat itu kepada Allah
di sisi makamnya,sehingga tdk lama kemudian hajatku segera terkabulkan" (kitab Tarikh al-Baghdad juz I
hal. 123 dg sanad yg shohih, karya al-Hafidz Abi Bakr Ahmad bin Ali)
4. Abu Ishaq bin Ibrahim bin Ishaq al-Harby (198-285 H/813-898 M)
Ibrahim al-Harby berkata: Makam Ma'ruf al-Karkhy adalah obat penawar yg sangat mujarab (maksudnya
datanglah ke makam Ma'ruf al-Karkhy, sebab berdo'a di sisinya banyak manfaatnya dan dikabulkan
(Kitab Tarikh al-Islam hal.1494 karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman)

tawassul yg dilakukan oleh ulama' muta'akhirin


1. Ibnu Huzaimah (223-311 H/ 838-924 M)
"Kami berangkat bersama pemuka ahli hadits, Abu Bakr bin Huzaimah dan rekannya Abu Ali al-Tsaqofy
beserta rombongan para guru utk berziarah ke makam Ali Ridlo bin Musa al-Kadzim di Thusi, ia (Abu
Bakr bin Mu'ammal) berkata: Aku melihat keta'dliman beliau (Ibnu Huzaimah) thd makam itu,serta sikap
tawadlu' terhadapnya dan do'a beliau yg begitu khusyu' di sisi makam itu sampai membuat kami bingung
(kitab Tahdzib.... juz 7 hal. 339 karya Imam Ibnu Hajar al-Asqolany)
2. Abu Qosim al-Thobary (260-360 H/874-971 M) Abu al-Syaikh al-Asbihany (274-369 H/ 897-979
M)dan Abu Bakar bin Muqry al-Asbihany (273-381 H/ 896-991 M) Mereka mengisahkan kondisi mereka
dlm keadaan lapar selama satu tahun kurang makan,lalu setelah waktu Isya' mereka bertawasul dan
beristighosah dg cara mengunjungi makam Rosulullah saw seraya berkata demikian: "Yaa Rosulullah
kami semua lapar dan lapar" dan saat salah satu mau pulang,al-Thobary berkata: Duduklah,kita tunggu
datangnya rizki atau kematian, kemudian 2 org teman al-Thobary tidur di sisi makam Rosulullah
saw,sedang al-Thobary duduk sambil memandang sesuatu, tiba2 datang seorang lelaki 'alawy (yaitu
keturunan Nabi saw) bersama dg 2 budaknya yg masing2 membawa keranjang yg penuh dg makanan.
Lalu kami duduk dan makan bersama, kemudian lelaki 'alawy berkata: Hai kamu apakah kamu semua
mengadu kpd Rosulullah? Aku barusan bermimpi bertemu dg Rosulullah saw dan menyuruh aku
membawakan makanan untuk kamu sekalian (kitab al-Wafa bi Ahwal al-Musthafa hal.818 karya Ibnu al-
Jauzy)
3. Abu Ali al-Husaini bin Ali bin Yazid al-Asbihany (277-349 H/ 900-961 M) beliau berkomentar sebagai
berikut:
"Al-Hakim berkata bahwa aku telah mendengar Abu Ali al-Naisabury berkata: Pada suatu ketika aku dlm
kesusahan yg sangat mendalam,lalu aku bermimpi bertemu Rosulullah saw. dan beliau berkata kpdku:
"Pergilah ke makam Yahya bin Yahya (142-226 H/ 759-840 M),bacalah istighfar dan berdo'alah kpd
Allah nanti kebutuhanmu akan dikabulkan" Kemudian pagi harinya aku melakukan hal tersebut,lalu
kebutuhanku segera dikabulkan (kitab Tahdzib...juz 11 hal. 261 karya Imam Ibnu Hajar al-Asqolani)
4. Ibnu Taimiyah berkomentar dlm kitabnya Al-Kawakib Al Durriyah juz 2 hal. 6 yaitu:
"Tidak ada perbedaan antara orang hidup dan orang mati seperti yg dianggap sebagian orang. Jelas shohih
hadits riwayat sebagian sahabat bahwa telah diperintahkan kpd orang2 yg punya hajat di masa Kholifah
Utsman untuk bertawasul kpd nabi setelah beliau wafat (berdo'a dan bertawasul di sisi makam
Rosulullah) kemudian mereka bertawasul kpd Rosulullah dan hajat mereka terkabul, demikian
diriwayatkan al-Thabary"

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
DIBAWAH INI ANE TAMBAHKAN CATATAN MENARIK COPAS DR JAWABAN AKHI EKO
ISKANDAR DIGRUOP ISLAM DENGAN SUNNAH DAN BID`AH HASANAH

TAWASSUL
Para ulama seperti al Imam al Hafizh Taqiyyuddin al Subki menegaskan bahwa tawassul, istisyfa’,
istighatsah, isti’anah, tajawwuh dan tawajjuh, memiliki makna dan hakekat yang sama. Mereka
mendefinisikan tawassul –dan istilah istilah lain yang sma – dengan definisi sbb:
“Memohon datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah dengan
menyebut nama seorang nabi atau wali untuk memuliakan (ikram) keduanya.“ (Al Hafizh al Abdari, al
Syarh al Qawim, hal 378). Sumber: Membongkar Kebohongan buku: “Mantan Kiai NU menggugat”; Tim
Lembaga Bahtsul Masail PC NU Jember.

Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan oleh Rasulullah saw,
tidak pula oleh ijma para sahabat radhiallahu ‘anhum, tidak pula oleh para tabi’in dan bahkan oleh para
Ulama serta Imam-Imam besar Muhadditsin. Bahkan Allah memerintahkannya, Rasul saw
mengajarkannya, Sahabat radhiallahu ‘anhum mengamalkannya.

Tak ada pula yang membedakan antara tawassul pada yang hidup dan mati. Karena tawassul adalah
berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yang tergolong benda) di hadapan
Allah swt, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri.
Boleh berdoa dengan tanpa perantara, boleh berdoa dengan perantara, boleh berdoa dengan perantara
orang shalih, boleh berdoa dengan perantara amal kita yang shalih, boleh berdoa dengan perantara Nabi
saw, boleh pada shalihin, boleh pada benda. Misalnya: “Wahai Allah Demi kemiliaan Ka’bah”, atau
“Wahai Allah Demi kemuliaan Arafah”, dll. (Sumber: Kenalilah Aqidahmu: Al Habib Munzir al
Musawa).
Berdoa dengan bertawassul artinya memohon kepada Allah dengan menyebut sesuatu yang dicintai dan
diridhai Allah. Contohnya: “Ya Allah, berkat kebesaran Nabi-Mu Muhammad saw, mudahkanlah segala
urusanku Yang Engkau ridhai.”

Seseorang yang bertawassul berarti mengaku bahwa dirinya penuh kekurangan. Dengan segala
kekurangannya tsb, dia sadar bahwa doanya sulit dikabulkan. Oleh karena itu ia pun meminta syafa’at
kepada sesuatu atau seseorang yang – menurut prasangka baiknya – dicintai Allah swt. Inilah hakikat
tawassul. (sumber: Mana Dalilnya; Al Habib Novel bin Muhammad Alaydrus).

Tawassul adalah sebab (cara, sarana) yang dilegitimasi oleh syara’ sebagai sarana dikabulkannya
permohonan seorang hamba. Tawassul dengan para Nabi & Wali diperbolehkan baik di saat mereka
masih hidup atau mereka sudah meninggal. Karena mukmin yang bertawassul tetap berkeyakinan bahwa
tidak ada yang menciptakan manfaat dan mendatangkan bahaya secara secara hakiki kecuali Allah. Para
Nabi dan para Wali tidak lain hanyalah sebab dikabulkannya permohonan hamba karena kemuliaan dan
ketinggian derajat mereka. Ketika seorang Nabi atau wali masih hidup, Allah swt yang mengabulkan
permohonan hamba. Demikian pula setelah mereka meninggal, Allah juga yang mengabulkan
permohonan seorang hamba yang bertawassul dengan mereka, bukan Nabi atau Wali itu sendiri. (Sumber:
Membongkar Kebohongan buku: “Mantan Kiai NU menggugat”; Tim Lembaga Bahtsul Masail PC NU
Jember).

Baginda Nabi Muhammad saw melakukan tawassul


Dalam hadits dibawah ini akan disebutkan dengan jelas bahwa Rasulullah saw bertawassul dengan diri
beliau sendiri dan dengan semua Nabi sebelum beliau, yang kesemuanya telah meninggal dunia kecuali
Nabi Isa as. (Sumber: Mana Dalilnya; Al Habib Novel bin Muhammad Alaydrus).

Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Ath Thabrani dalam Mu’jamul Kabir; Maktabatul Ulum wal Hikam, juz
24. cet II Mushil, 1983, hal. 351. Diceritakan sbb:
Ketika ibunda dari Khalifah Ali bin Abi Thalib ra yang bernama Fathimah binti Asad rha meninggal
dunia, Rasulullah saw memberikan pakaiannya untuk dijadikan kain kafan. Kemudian beliau
memerintahkan Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al Anshari, Umar bin Khaththab, dan seorang pemuda
berkulit hitam untuk menggali lubang kubur. Mereka pun melaksanakan perintah Rasul saw. Namun
ketika hendak menggali liang lahat, Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk berhenti. Kemudian
dengan kedua tangannya yang mulia, beliau sendiri yang menggali liang lahat dan membuang tanahnya.
Setelah selesai, beliau berbaring di dasar kubur dan kemudian berkata:

“Allah adalah yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan dan Dia Maha Hidup dan tidak akan
pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad dan bimbinglah dia untuk mengucapkan hujjahnya
serta luaskanlah kuburnya, DENGAN HAK (KEMULIAAN) NABI-MU DAN PARA NABI
SEBELUMKU. Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dari semua yang berjiwa kasih.”
Setelah itu Rasulullah saw menshalatkan jenazah beliau dan memakamkannya dibantu oleh Abbas dan
Abu Bakar Ash Shiddiq. (Hadits Riwayat Thabrani) Menurut Al Hafizh al Ghimari hadits ini merupakan
hadits hasan, sedangkan menurut Ibnu Hibban adalah hadits shahih.

Tawassul para Sahabat radhiallahu ‘anhum dengan Baginda Nabi Muhammad saw setelah beliau saw
wafat. (Sumber: Mana Dalilnya; Al Habib Novel bin Muhammad Alaydrus).
Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Ath Thabrani dalam Al Mu’jamus Shaghir; Maktabatul Islami Darul
Ummar, juz 1. cet I Beirut, 1983, hal. 306. Diceritakan sbb:

Dalam Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Utsman bin Hunaif ra berkata:


Ada seorang lelaki tuna netra datang menemui Nabi saw dan meminta beliau untuk mendoakannya agar
dapat melihat kembali. Pada saat itu Rasulullah saw memberikan dua pilihan kepadanya, yaitu didoakan
sembuh atau bersabar dengan kebutaannya tersebut. Tetapi lelaki itu berkeras minta didoakan agar dapat
melihat kembali.

Rasulullah saw kemudian memerintahkannya untuk berwudhu dengan baik dan membaca doa berikut:
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan berdoa kepada Mu dengan (bertawassul dengan) Nabi-Mu
Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang. (Duhai Rasul) Sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada
Tuhanku dengan (bertawassul dengan) –mu agar hajatku ini terkabul. Ya Allah, terimalah syafaat beliau
untukku. (HR Tirmidzi dan Abu Dawud).
Imam Tirmidzi menyatakan hadits ini sebagai hadits hasan sahih. Imam Hakim dan Adz Dzahabi juga
menyatakan hadits ini sebagai hadits shahih.
Dalam hadits di atas, Rasulullah saw mengajarkan cara kita bertawassul kepada beliau. Tawassul seperti
ini tidak hanya berlaku ketika beliau masih hidup, akan tetapi juga dapat dilakukan setelah wafat beliau
saw. Buktinya SEJUMLAH SAHABAT MENGGUNAKAN TAWASSUL INI SEPENINGGAL NABI
MUHAMMAD SAW. Bahkan mereka mengajarkannya kepada orang lain.
Ketika menyebutkan hadits di atas, Imam Thabrani menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang sering
kali mengunjungi Khalifah Utsman bin Affan ra untuk menyampaikan kepentingannya. Tetapi khalifah
Utsman bin Affan ra tidak sempat memperhatikannya.
Ketika bertemu dengan Ustman bin Hunaif, lelaki itu menceritakan permasalahan yang ia hadapi. Utsman
bin Hunaif kemudian memerintahkan lelaki itu untuk berwudhu, mengerjakan shalat dua rakaat di masjid,
membaca doa tsb di atas dan kemudian mendatanginya untuk diajak pergi menemui sayyidina Utsman bin
Affan.
Setelah melaksankan saran Utsman bin Hunaif, lelaki itu pergi menghadap khalifah Utsman bin Affan ra.
Sesampainya di depan pintu, penjaga menyambutnya, membawanya masuk dengan menggandeng
tangannya. Sayyidina Utsman bin Affan ra kemudian mendudukkannya di permadani tipis di dekatnya
dan kemudian bertanya kepadanya, “Apa Hajatmu ?” Setelah menyebutkan semua hajatnya, sayyidina
Utsman ra pun memenuhi permintaanya. Kemudian beliau ra berkata, “Kenapa baru sekarang kau
sampaikan hajatmu? Setiap kali kau butuhkan sesuatu, segeralah datang kemari.”
Ketika meninggalkan kediaman Sayyidina Utsman ra, lelaki itu bertemu dengan Utsman bin Hunaif ra.
“Semoga Allah membalas kebaikanmu. Sebelum engkau ceritakan perihalku kepadanya, beliau tidak
pernah memperhatikan hajatku maupun memandangku.” ujar lelaki itu kepada Utsman bin Hunaif.
Jawaban Utsman bin Hunaif: “Demi Allah, aku tidak mengatakan apapun kepadanya (Sayyidina Utsman
bin Affan ra). Hanya saja aku menyaksikan seorang lelaki tuna netra datang menemuin Rasulullah saw
mengeluhkan kebutaannya ... (sampai akhir cerita tsb di atas).

ISTIGHATSAH
Al Habib Novel bin Muhammad Alaydrus menjelaskan dalam buku beliau; Mana Dalilnya; sbb:
Allah swt tidak pernah melarang kita untuk meminta tolong kepada makhluk-Nya. Hanya saja, Allah
mengingatkan seluruh hamba-Nya, bahwa pada hakikatnya hanya Dia lah yang dapat memberi
pertolongan.
Dalam syariat, Istighatsah diartikan sebagai permintaan tolong kepada Nabi, Rasul, atau orang saleh –
yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia – untuk mendoakan agar ia dapat memperoleh
manfaat atau terhindar dari keburukan dan lain sebagainya. (Intabih Dinuka fi Khathar; Abu Abdillah
Alwi Al Yamani; Darul Kutub, Shan’a, 1997 hal. 51).

Istighatsah Dengan Yang Hidup


Dalam Shahih Bukhari diceritakan bahwa pada suatu hari Jum’at, ketika Rasulullah saw berdiri
menyampaikan khutbah, tiba–tiba datang seorang lelaki lewat pintu masjid yang menghadap langsung ke
mimbar. Ia berdiri tepat di hadapan Rasulullah saw kemudian berkata: “ Duhai Rasulullah, hewan-hewan
ternak telah binasa dan jalan–jalan terputus. Berdoalah kepada Allah agar Ia menurunkan hujan kepada
kita semua”. Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya dan berdoa ; “Ya Allah berilah kami hujan, Ya
Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan.” Doa Rasul pun terkabul, hujan turun selama
seminggu hingga lelaki itu datang kembali dan meminta Rasul untuk berdoa agar hujan berhenti.

Saudaraku, bukankah Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan doa setiap muslim yang memohon
kepada Nya, lalu mengapa lelaki itu tidak berdoa sendiri? Dan mengapa Rasulullah saw tidak berkata:
“Mintalah kepada Allah secara langsung, tidak perlu meminta pertolonganku”. Sebab lelaki itu menyadari
bahwa dirinya penuh kekurangan. Ia sadar bahwa dirinya belum memenuhi semua syarat terkabulnya doa.
Rasulullah saw tidak menolak permohonannya, sebab sudah menjadi tanggung jawab setiap muslim,
terutama pemimpinnya, untuk menolong saudaranya sesama muslim dengan segenap kemampuan yang
diberikan Allah swt kepadanya. Inilah yang disebut dengan Istighatsah.

Istighatsah dengan Yang Telah Meninggal Dunia.


Jika kita oleh syariat diizinkan untuk meminta tolong kepada teman kita, kepada guru kita, kepada kaum
Sholihin, kepada para Malaikat, maka meminta tolong kepada mereka yang telah meninggal dunia
hukumnya juga sama. Sebab, setelah meninggal dunia, mereka tetap saudara kita.
Kita mungkin melihat dan mendengar seseorang yang menziarahi sebuah makam Waliyullah, seorang
yang shaleh, kemudian berkata: “Wahai Syaikh Fulan, doakan agar kami dapat menjadi muslim yang
baik, dapat mendidik anak-anak kami dengan benar ...”
Istighatsah semacam ini diizinkan oleh syariat. Sebab pada intinya tidak ada perbedaan antara Istighatsah
dengan yang hidup atau dengan mereka yang telah meninggal dunia.
Al Habib Munzir Al Musawa dalam buku beliau: “Kenalilah Aqidahmu” menjelaskan sbb:
Pada hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal yang
diperbolehkan selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih, dan diyakini mempunyai Manzilah di sisi
Allah swt, tidak pula terikat ia masih hidup atau telah wafat. Karena bila seseorang mengatakan ada
perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan mudharrat maka justru dirisaukan ia dalam
kemusyrikan yang nyata. Karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal dari Allah swt, maka kehidupan
dan kematian tidak bisa membuat batas dari manfaat dan mudharrat kecuali dengan izin Allah swt. Ketika
seseorang berkata bahwa orang mati tidak bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat,
maka dirisaukan ia telah jatuh dalam kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat
dan kematian adalah mustahilnya manfaat. Padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah. Dan kekuasaan
Allah tidak dapat dibatasi dengan kehidupan dan kematian.

Al Habib Novel bin Muhammad Alaydrus menjelaskan dalam buku beliau; Mana Dalilnya; sbb:
Pertama, Pada hakikatnya Para Nabi dan Kaum Shalihin yang dirihai Allah adalah hidup di kuburnya.
Allah swt berfirman dalam Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 169: “ Dan janganlah kamu kira orang-orang
yang gugur di jalan Allah itu mati, mereka bahkan hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.”

Kedua, Yang mati masih dapat memberikan manfaat kepada yang masih hidup.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir; (Ismail bin Umar bin Katsir Ad Dimsyqi); juz 2, Darur Fikr, Beirut 1401 H ,
hal. 388. Beliau, Ibnu Katsir ra ketika menafsirkan ayat 105 Surat At taubah yang berbunyi, “Dan
katakanlah, beramallah kalian, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat
amal kalian.”
Beliau ketika menafsirkan ayat tsb berkata:
“Telah diriwayatkan bahwa semua amal orang yang masih hidup dipertontonkan kepada keluarga dan
kerabat mereka yang telah meninggal dunia di alam barzakh, sebagaimana dinyatakan oleh Abu Dawud
ath Thayalisi.”
Selanjutnya Al Habib Novel bin Muhammad Alaydrus menjelaskan bahwa dalam hadits dibawah ini
dinyatakan bahwa yang mati masih dapat mendoakan yang hidup. Ini merupakan salah satu bukti bahwa
mereka masih dapat bermanfaat bagi yang hidup.
“Sesungguhnya semua amal kalian akan dipertontonkan kepada kerabat dan keluarga kalian di kubur
mereka. Jika (melihat) amal yang baik, mereka merasa bahagia dengannya. Dan jika (melihat) amal yang
buruk, mereka berdoa, “Ya Allah, berilah mereka ilham (ide) untuk melakukan amal taat kepadamu.”

Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Al Kufi dalam Mushannif Ibnu Abi Syaibah
menuliskan: Ibnu Abi Syaibah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sayyidina Umar ra terjadi
panceklik. Saat itu Bilal bin Harits Al Muzani berziarah ke makam Rasulullah saw dan berkata : “Duhai
Rasulullah saw. Mintakan hujan kepada Allah untuk umatmu, karena sesungguhnya mereka telah binasa.”
Tak lama kemudian ia bermimpi bertemu dengan Nabi saw yang berkata kepadanya: “Temuilah Umar,
sampaikan salamku kepadanya dan beritahukan bahwa mereka akan memperoleh hujan.” Ibnu Hajar Al
Asqalani menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
Dalam Atsar di atas disebutkan dengan jelas bahwa sahabat Bilal bin Harits al Muzani ber-istighatsah
dengan Rasulullah saw jauh hari setelah beliau wafat dan tidak ada seorang sahabat pun yang
menentangnya.

Tim Lembaga Bahtsul Masa’il PC NU Jember dalam buku : Membongkar Kebohongan Buku “Mantan
Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik” juga memuat & menjelaskan hadits sbb:
“Diriwayatkan dari Abdullah ra, Nabi saw bersabda: “Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku
adalah kebaikan bagi kalian. Ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya
melalui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian, diberitahukan amal perbuatan kalian. Jika aku melihat
amal kalian baik maka aku memuji Allah karenanya. Dan jika aku melihat amal kalian yang buruk, maka
aku memohonkan ampun untuk kalian kepada Allah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bazzar dalam Musnadnya. Hadits di atas menunjukkan bahwa meskipun
Rasulullah saw sudah meninggal, beliau tetap bermanfaat bagi umatnya, seperti bisa mendoakan dan
memohon ampun kepada Allah untuk umatnya. Oleh karena itu dibolehkan bertawassul dan ber-
istighatsah dengan beliau, memohon didoakan oleh Beliau saw meskipun beliau sudah meninggal.
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, bahwa suatu ketika kaki beliau terkena mati rasa, maka salah
seorang yang hadir mengatakan kepada beliau: “Sebutkanlah orang yang paling anda cintai.” Lalu Ibnu
Umar berkata: “Yaa Muhammad.” Maka seketika itu kaki beliau sembuh.
Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dalam al Adab al Mufrad. Hadits di atas
menunjukkan bahwa sahabat Abdullah bin Umar ra melakukan Tawassul & Istighatsah dengan
menggunakan redaksi Nida’ (memanggil) “Yaa Muhammad” yang artinya “adrikni bi du’aika yaa
Muhammad” (tolonglah aku dengan doamu kepada Allah wahai Muhammad). Hal ini dilakukan setelah
Rasulullah saw wafat. Sehingga hadits ini menunjukkan bahwa bertawassul dan beristighatsah dengan
Rasulullah saw setelah beliau wafat meskipun dengan menggunakan redaksi nida’ (memanggil), yang
berarti nida’ al mayyit (memanggil seorang Nabi atau Wali yang telah meninggal) bukanlah termasuk
syirik.

Al Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith menjelaskan bahwa : Para Nabi as, demikian pula orang-orang
yang syahid, tetap hidup dalam kubur mereka, yakni dengan kehidupan alam barzakh. Mereka
mengetahui –apa yang Allah kehendaki untuk mereka ketahui– terkait dengan berbagai keadaan di alam
ini. Pastinya, kehidupan para Nabi as, dan orang-orang yang mewarisi mereka, lebih utuh dan lebih
sempurna daripada kehidupan orang-orang yang mati syahid , karena mereka memiliki kedudukan yang
lebih tinggi dibanding orang-oarng yang mati syahid. Dalilnya adalah firman Allah swt: “Maka mereka
itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para Nabi, Para Pecinta
Kebenaran, Orang-orang yang Mati Syahid, dan Orang-orang Shalih. Metreka itulah teman yang sebaik-
baiknya.” – QS An Nisa : 69.

Dalam hadits-hadits shahih dinyatakan bahwa mereka tetap dalam kondisi hidup, dan bumi tidak
memakan hasad mereka. Anas ra mengatakan Nabi saw bersabda: “Pada malam saat aku mengalami Isra’,
aku menemui Musa as berdiri di atas kuburnya di bukit pasir merah (Muslim: 2385).
Beliau saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi bumi memakan jasad para Nabi.
(Disampaikan oleh Abu daud: 1047, An Nasai: 1374, Ibnu Majah: 1085, Ad Darimi: 1572, dan Ahmad:
IV:8, dari riwayat Aus bin Aus ra).
Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa mereka pun bershalawat dan beramal seperti mereka hidup.
Diantaranya adalah sabda Nabi saw, “para Nabi hidup dan shalat di kubur mereka.” (Disampaikan oleh
Abu Ya’la dalam al Musnad dari hadits riwayat Anas bin Malik ra).

Para Ulama mengatakan, kwenyataan ini tidak bertentangan dengan ketentuan bahwasanya akhirat bukan
negeri Taklif (pembebanan) atas kewajiban ataupun amal. Amal dapat terlaksana walau tanpa ada
pembebanan, yakni hanya untuk dinikmati.
Al Imam al Habib Abdullah bin Alawi al Haddad (Shahibur Ratib) mengatakan: sesungguhnya manfaat
yang diberikan orang-orang yang sudah wafat kepada orang-orang yang masih hidup lebih banyak
daripada manfaat yang diberikan orang-orang hidup kepada mereka. Karena orang-orang yang masih
hidup sibuk dengan perhatian mereka pada masalah rizqi hingga hal tsb terlalaikan. Sementara orang-
orang yang sudah wafat telah terlepas dari masalah rizqi duniawi dan tidak memperdulikannya lagi
kecuali berupa amal-amal shalih yang mereka persembahkan. Mereka tidak memiliki keterkaitan (dengan
masalah rizqi) kecuali dengan amal-amal mereka itu, seperti halnya para malaikat.
Ketahuilah, pemaparan di atas tidak bertentangan dengan sabda Nabi saw, “Jika anak Adam (manusia)
mati, terputuslah amalnya kecuali tiga.” (Disampaikan oleh Muslim: 1631 dan yang lainnya, dari hadits
riwayat Abu Hurairah ra). Maksudnya, amal seseorang untuk dirinya itu sendiri terputus, yaitu amal yang
terkait dengan beban kewajiban beramal untuk mendapatt ganjaran. Amal seperti ini terputus baginya
karena kematiannya. Adapun amalnya (orang yang telah wafat) untuk orang lain, seperti doa dan
permohonan ampunan yang ia lakukan untuk orang yang masih hidup, pada hadits tersebut tidak
menunjukkan adanya keterputusan amal. Bahkan, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, amalnya
tetap berlaku setelah mati. (Sumber: Majalah Al Kisah no. 01, tanggal 11-24 Januari 2010).
Menyerahkan Zakat Kepada Orang Yang
Meninggalkan Shalat

Zakat merupakan salah satu ibadah maliyah yang bernilai sosial. Si pemberi zakat akan
lebih merasa lega bila zakat pemberiannya digunakan oleh orang-orang yang rajin beribadah. Namun
kenyataan dilapangan banyak pihak yang menjadi mustahiq zakat malah sangat jauh dari nilai agama
bahkan shalat pun kadang-kadang jarang dilaksanakan.

pertanyaan:
Bagaimanakah hukumnya menyerahkan zakat kepada orang yang meninggalkan shalat?

Jawab:

1. Jika ia meninggalkan shalat dengan keyakinan bahwa shalat tersebut tidak wajib terhadapnya
maka ia telah keluar dari islam(murtad) maka memberikan zakat kepadanya tidak sah.
2. Bila ia meninggalkan shalat karena malas dan masih berkeyakinan bahwa shalat tersebut wajib
terhadapnya maka, tafsilan/rinciannya sebagai berikut:

Bila berdasarkan pendapat yang mu`tamad dalam mazhab Syafii yang mengatakan bahwa arti Rusyd
adalah : ‫والمال‬ ‫صالح الدين‬
"pandai dalam memelihara agama dan harta"

Maka rinciannya sebagai berikut:

 Jika sejak baligh ia tidak melaksanakan shalat dan hal tersebut berkelanjutan hingga saat ia
menerima zakat maka ia tidak boleh menerima zakat karena ia termasuk dalam mahjur `alaih ,
tetapi terhadap walinya boleh menerima zakat atas namanya.
 Jika pada awal baligh ia mengerjakan shalat tetapi dikemudian hari ia meninggalkan shalat dan ia
pandai dalam memanfaatkan harta (tidak mubazzir/boros) atau ia merupakan orang yang boros
dalam memelihara harta tetapi ia tidak dilarang dalam penggunaan harta (ghairu mahjur `alaih)
maka sah baginya menerima zakat secara langsung.

Namun jika berdasarkan pendapat Imam Mazhab yang tiga (Imam Hanafi, Maliky, dan Hanbali dan juga
diikuti oleh sebagian ulama mazhab Syafii seperti Ibnu Abdis Salam) yang mengatakan bahwa pengertian
Rusyd adalah : ‫صالح المال‬
"pandai dalam memelihara harta saja"

Maka dibolehkan baginya menerimanya langsung secara mutlak.

Referensi:
Fatawa Imam Nawawy hal 63 Cet. Dar kutub Ilmiyah.
‫مسألة) هل يجوز دفع الزكاة الى مسلم بالغ اليصلى ويعتمد ان الصالة واجبة عليه ويتركها‬
‫كسال؟‬
‫الجوابـ ‪ :‬ان كان بالغا تاركا ً للصالة واستم ّر علي ذلك الى حين دفع الزكاة لم يجز دفعها اليه‬
‫ألنه محجور عليه بالسفه فال يصح قبضه ولكن يجوز دفعها الى وليه فيقبصها لهذا وان بلغ‬
‫مصليا ً رشيداً ثم طرأ ترك الصالة ولم يحجر القاضيـ عليه جاز دفعها اليه وصح قبضه لنفسه‬
‫كما تصح جميع تصرفاته‬
‫‪Nihayatul Muhtaj jilid 6 hal 159 Cet. Dar Kutub Ilmiyah‬‬
‫وأفتى المصنف في بالغ تارك الصالة أنه ال يقبضها له إال وليه أي كصبي ومجنون فال‬
‫يعطى له وإن غاب وليه بخالف ما لو طرأ تبذيره ولم يحجر عليه فإنه يقبضها‬
‫‪Busyra Karim hal 465 Cet. Dar Fikr‬‬
‫ومن شرط اآلخذ أيضاً‪ :‬أن ال يكون ممونا ً للمزكي أو غيره؛ ألنه غير فقير على ما مر‪ ،‬وأن‬
‫‪.‬ال يكون محجوراً عليه‪.‬ومن ثم أفتى النووي في بالغ تارك الصالة‪ :‬أنه ال يقبضها له إال وليه‬
‫‪Buhyatul Mustarsyidin hal 106 Cet. Haramain‬‬
‫مسألة) ‪ :‬قال اإلمام النووي ‪ :‬من بلغ تاركا ً للصالة واستم ّر عليه لم يجز عطاؤه الزكاة إذ هو‬
‫سفيه ‪ ،‬بل يعطى وليه له ‪ ،‬بخالف ما لو بلغ مصليا ً رشيداً ثم طرأ ترك الصالة ولم يحجر‬
‫عليه فيصح قبضه بنفسه كما تصح تصرفاته اهـ‪ .‬وهذا على أصل المذهب من أن الرشد‬
‫صالح الدين والمال أما على المختار المرجح كما يأتي في الحجر من أنه صالح المال فقط‬
‫فيعطى مطلقا ً إذا كان مصلحاًـ لماله ‪ ،‬وينبغي أن يقال له إن أردت الزكاة تب وص ّل فيكون‬
‫‪.‬سبب هدايته ‪ ،‬ويعطى المكاتب وإن كان لهاشمي أو كافر كما في العباب‬
‫‪Takmilah Al Mathiby Majmuk Syarah Muhazzab jilid 13 Cet. Dar Fikr‬‬
‫ومن الناس من يرى أن الرشد هو الصالح في المال فقط‪ .‬وعندنا ليس كذلك‪ ،‬بل البد من‬
‫الصالحـ في الدين والمال‪،‬ـ وخالف فيه بعض أصحابناـ وجماعة من العلماء ومن السفه ما‬
‫يكون طارئا ومنه ما يكون مستداما‪ ،‬والشاهد قد يكون عاميا وقد يكون فقيها ويرى سفها ما‬
‫ليس بسفه عند القاضى‪.‬وكذلك الرشد‬
‫‪.‬‬
‫‪Hasyiah Bujairimy `ala Manhaj jilid 2 hal 570 Cet. Dar Kutub Ilmiyah‬‬
‫قوله ( صالح دين ومال ) خالفا ألبي حنيفة ومالك حيث اعتبر إصالح المال فقط ومال إليه‬
‫ابن عبد السالم واعترض األول بأن الرشد في اآلية نكرة في سياق اإلثبات فال تعم وأجيب‬
‫بأنها في سياق الشرط فتعم وأيضا الرشد مجموع أمرين ال كل واحد سم وفي ق ل على‬
‫الجالل واعتبر األئمة الثالثة صالح المال وحده وقرره شيخنا‬
‫‪Hasyiah Syarwany `ala Tuhfatul Muhtaj jilid 6 hal 192 Cet. Dar Fikr‬‬
‫والرشد صالح الدين والمال ) معا كما فسر به ابن عباس وغيره اآلية السابقة ووجه العموم‬
‫فيه مع أنه نكرة مثبتة وقوعه في سياق الشرط قالوا وال يضر إطباق الناس على معاملة من‬
‫ال يعرف حاله مع غلبة الفسق ؛ ألن الغالب عروض التوبة في بعض األوقات التي يحصل‬
‫فيها الندم فيرتفع الحجز بها ثم ال يعود بعود الفسق ويعتبر في ولد الكافر ما هو صالح عندهم‬
‫دينا وماال ‪.‬قال ابن الصالح وال يلزم شاهد الرشد معرفة عدالة المشهود له باطنا فال يكفي‬
‫معرفتها ظاهرا ولو باالستفاضة وإذا شرطنا صالح الدين ( فال يفعل محرما ما يبطل‬
‫العدالة ) بارتكاب كبيرة مطلقا أو صغيرة ولم تغلب طاعاته معاصيه وخرج بالمحرم خارم‬
‫المروءة فال يؤثر في الرشد وإن حرم ارتكابه لكونه تحمل شهادة ؛ ألن الحرمة فيه ألمر‬
‫خارج‬
‫قوله‪( :‬قالوا الخ) فيه التيانه بصيغة التبري إشعار باستشكاله وإن كان منقوال وهو كذلك إذ‬
‫كيف يحكم بمجرد ندم محتمل مع أنه قد يعم الفسق أو يغلب في بعض النواحي بمظالم العباد‬
‫كغيبة أهل العلم ومنع مواريث النساء أو غير ذلك وأحسن ما يوجه به أن يقال إذا ضاق‬
‫االمر اتسع وإال الدى إلى بطالن معظم معامالت العامة‪ ،‬وكان هذا هو الحامل البن عبد‬
‫السالم على اختباره أن الرشد صالح المال فقط اه سيد عمر‬
‫‪Tuhfatul Muhtaj jilid 7 hal 190 Cet. Dar Fikr‬‬
‫وأن ال يكون محجورا عليه ‪ ،‬ومن ثم أفتى المصنف في بالغ تارك للصالة كسال أنه ال‬
‫يقبضها له إال وليه أي ‪ :‬كصبي ومجنون فال يعطى له ‪ ،‬وإن غاب وليه خالفا لمن زعمه‬
‫بخالف ما لو طرأ تركه أي ‪ :‬أو تبذيره ولم يحجر عليه فإنه يقبضها‬

Anda mungkin juga menyukai