Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MENTAKHRIJ SHALAWAT NABI

Makalah

Diajukan Sebagai Tugas Mata kuliah Filsafat Ilmu Kelas MPI Pada
Konsentrasi PGMI Program Magister (S2)
Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar
Oleh Kelompok 2;

HAJRAH HARIS
SUTRA AWALIYAH DARFIN
IRNA PRATIWI

Dosen Pengampu:

Dr. H. Yahya, M.A.

PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022/2023

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad Saw. Keluarga, sahabat
dan seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas ajarannya hingga hari
kiamat.
Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karuniaNyalah penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Mentakhrih Sholawat Nabi”
Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Filsafat Ilmu Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam UIN Alauddin Makassar. Dalam penyusunan makalah
ini penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan sehingga
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah filsafat ilmui yang telah memberikan materi
perkuliahan serta arahannya, mudah-mudahan Allah SWT. Membalas atas semua
bantuan yang telah diberikan dengan tulus dan ikhlas. Penulis berharap makalah ini
berguna bagi kita semua amin. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Kelompok 2,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Gowa, 18 Mei 2023

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah


            Membaca shalawat menjadi salah satu bukti cinta kita kepada Nabi SAW.
Kita wajib mencintai Nabi SAW, karena beliaulah yang telah membawa kita ke jalan
Allah SWT. Orang yang membaca shalawat pasti orang yang mencintai Nabi SAW,
tidak mungkin orang yang membencinya. Oleh sebab itu kita disarankan untuk
senantiasa bersholawat kepada Beliau, kapan pun dan dimanapun (bukan hanya
dalam ceremoni atau ketika susah saja) sesuai dengan firman Allah di atas (Al-
Ahzab:56). Tentunya cara bersholawatnya harus dengan cara yang baik dan benar
serta tidak berlebihan. Ketika bersholawat, maka harus disertai dengan mengingat
perjuangan Nabi SAW seperti halnya Beliau selalu mengingat umat-umatnya. Nabi
SAW selalu sayang kepada umatnya bahkan sampai akhir hayatnya yang diingat
adalah umatnya, maka kita pun harus membuktikan rasa sayang kepada Beliau,
diantaranya dengan senantiasa bershalawat dan mengikuti sunnahnya.
            Dimasyarakat, kemudian berkembang syair-syair untuk memuji Nabi SAW,
oleh sebagian bahkan sering diadakan acara shalawatan tetapi kadang kala dilakukan
dengan berlebihan bahkan sambil dikeraskan. Sesungguhnya kegiatan seperti ini
diawali semenjak zaman Shalahuddin Al-Ayyubi. Ketika itu kaum muslimin
membutuhkan motivasi dalam berperang (perang salib). Karena bertepatan dengan
bulan Rabiul awwal (bulan kelahiran Nabi) maka, Shalahuddin al-Ayyubi memiliki
ide untuk merayakan hari kelahiran Nabi SAW, yang kemudian dikenal dengan
istilah Mauludan. Rangkaian acara tersebut diantaranya dilakukan dengan membuat
sayembara untuk membuat syair-syair untuk mengingat perjuangan Nabi saw agar
kaum muslimin semakin mencintai Nabi SAW dan mendapat motivasi untuk
berperang. Syair-syair tersebut kemudian berkembang bahkan dijadikan sebagai
bacaan dalam ceremoni shalawatan. Jadi shalawatan seperti itu sesungguhnya bukan
bagian dari Ibadah tetapi hanya ceremoni saja, bahkan bisa disebut kegiatan kesenian
saja.

B.       Rumusan Masalah
            Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian shalawat ?
2.      Apa keutamaan membaca shalawat ?
3.      Apa lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW ?
4.      Apa saja bagian-bagian dari shallawat ?
5.      Apa hubungan antara shalawat dan syafa’at ?
6.      Bagaimana hukum pengucapan lapazh sayyidina dan maulana dalam shalawat ?
7.      Kapan dan dimana waktu dan tempat yang baik membacakan shalawat ?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1.    Mengetahui pengertian shalawat.
2.    Mengetahui keutamaan shalawat.
3.    Mengetahui lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
4.    Mengetahui bagian-bagian shallawat.
5.    Mengetahui hubungan antara shalawat dan syafa’at.
6.    Mengetahui hukum pengucapan lafazh “sayyidina” dan “maulana” dalam shalawat.
7.    Mengetahui tempat dan waktu dimana baiknya membaca shalawat.

D.      Metode Penulisan
            Dalam penyusunan makalah ini metode penulisan yang kami gunakan adalah
metode kepustakaan, dengan mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber, baik
media cetak ataupun dari kajian-kajian Islam multi media.
BAB II
 PEMBAHASAN

A.    Pengertian Shalawat
Secara etimologis shalawat adalah bentuk jamak dari bentuk tunggal shalah (
‫ )الصالة‬yang berarti doa (lihat: Al-Mu'jamul Wasith). Secara terminologis, shalawat
memiliki sejumlah pengertian antara lain sebagai berikut:
a.       Shalawat dari Allah kepada manusia yang bermakna memberi rahmat seperti dalam
QS Al-Ahzab 33:43 :
uqèd “Ï%©!$# ’Ìj?|ÁムöNä3ø‹n=tæ ¼çmçGs3Í´¯»n=tBur /ä3y_̍÷‚ã‹Ï9 z`ÏiB ÏM»yJè=—à9$# ’n<Î) 
  Í‘q–Y9$# 4 tb%Ÿ2ur tûüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ $VJŠÏmu‘ ÇÍÌÈ

Artinya :
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya
Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman.

b.      Shalawat dari malaikat kepada umat Islam (mukminin) yang bermakna permohonan
ampun malaikut untuk umat Islam.

c.       Shalawat dari seorang muslim kepada muslim yang lain yang bermakna doa seperti
dalam QS At-Taubah 9:103 :

õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ ( 
  ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ

Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta
benda mereka.

d.      Shalawat dari manusia kepada Allah yang bermakna ibadah khusus pada Allah dalam
waktu dan cara tertentu sesuai syariah seperti dalam QS Al-Kautsar 108:2 :
                                                                                 Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
                
Artinya :
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
[1605] Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.

            Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW mengandung pengertian


berdoa kepada Allah Swt agar Nabi Muhammad SAW dan keluarganya selalu
dilimpahkan kesejahteraan dan keberkatan. Tujuan dari membaca sholawat agar
kaum muslimin mendapatkan syafaat (Syafa’atul Uzhma) di akherat nanti. Dasarnya
ialah firman Allah SWT :
bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur tbq=|Áム’n?tã ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# ¨
  (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmø‹n=tã (#qßJÏk=y™ur $¸JŠÎ=ó¡n@ ÇÎÏÈ
Artinya :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi[1229]. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya[1230].
[1229] Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari Malaikat berarti memintakan ampunan
dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan:Allahuma shalli
ala Muhammad.
[1230] Dengan mengucapkan Perkataan seperti:Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya: semoga keselamatan
tercurah kepadamu Hai Nabi.
            Ibnu Hajar al-Makki menyimpulkan makna shalawat sebagai berikut:
shalawat dari Allah berarti rahmat, dari malaikat dan manusia berarti doa atau
permohonan rahmat untuk Nabi Muhammad.

B.     Keutamaan Membaca Shalawat


َ ، ً‫ قال رسول هللا َمن صلَّى عل َّي صالةً واحدة‬:‫ قال‬ ‫عن أنس بن مالك‬
‫صلى هللاُ عليه َع ْش َر‬
‫ت» رواه النسائي وأحمد وغيرهما وهو‬ ٍ ‫ت له َعشْ َد َر َجا‬ ْ َّ‫وحُط‬،‫ت‬
ٍ ‫ت عنه َع ْش ُر خَطيا‬
ْ ‫ و ُرفِ َع‬، ‫ت‬ ٍ ‫صلَ َوا‬
َ
‫حديث صحيح‬
Artinya :
Dari Anas bin malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu
kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh
kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga
kelak)”[SHAHIH. Hadits Riwayat An-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261),
Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban
rahimahullah, al-Hakim rahimahullah dan disepakati oleh adz-Dzahabi, rahimahullah
juga oleh Ibnu hajar rahimahullah dalam “Fathul Baari” (11/167) dan al-Albani
rahimahullah dalam “Shahihul adabil mufrad” (no. 643). ].
           
            Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan anjuran memperbanyak shalawat tersebut [Lihat
“Sunan an-Nasa’i” (3/50) dan “Shahiihut targiib wat tarhiib” (2/134)], karena ini
merupakan sebab turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda
dari Allah Ta’ala [Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (6/169)].
            Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini :
         Banyak bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan
tanda cinta seorang muslim kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam [Lihat kitab
“Mahabbatur Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bainal ittibaa’ walibtidaa’” (hal.
77).], karena para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia
akan sering menyebutnya” [Lihat kitab “Minhaajus sunnatin nabawiyyah” (5/393)
dan “Raudhatul muhibbiin” (hal. 264).].
         Yang dimaksud dengan shalawat di sini adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang shahih  (yang biasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka ketika
tasyahhud), bukan shalawat-shalawat bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang
yang datang belakangan, seperti shalawat nariyah, badriyah, barzanji dan shalawat-
shalawat bid’ah lainnya. Karena shalawat adalah ibadah, maka syarat diterimanya
harus ikhlas karena Allah Ta’ala semata dan sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam [Lihat kitab “Fadha-ilush shalaati wassalaam” (hal. 3-4), tulisan
syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.]. Juga karena ketika para sahabat radhiyallahu
‘anhuma bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “(Ya Rasulullah),
sungguh kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, maka
bagaimana cara kami mengucapkan shalawat kepadamu?” Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Ucapkanlah: Ya Allah, bershalawatlah kepada (Nabi)
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau…dst seperti shalawat
dalam tasyahhud [SHAHIH. Riwayat Bukhari (no. 5996) dan Muslim (no. 406)].
         Makna shalawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada
Allah Ta’ala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan peneyebutan (nama) beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam
yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan
menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk [Lihat
kitab “Fathul Baari” (11/156)].
         Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat,
pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat kitab “Zaadul
masiir” (6/398).]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala
untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya
(petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya:
uqèd “Ï%©!$# ’Ìj?|ÁムöNä3ø‹n=tæ ¼çmçGs3Í´¯»n=tBur /ä3y_̍÷‚ã‹Ï9 z`ÏiB ÏM»yJè=—à9$# ’n<Î) 
  Í‘q–Y9$# 4 tb%Ÿ2ur tûüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ $VJŠÏmu‘ ÇÍÌÈ
Artinya :
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan
untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang
terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS al-
Ahzaab:43).

C.    Lafazh-Lafazh Shalawat
Lafazh shalawat yang paling ringkas yang sesuai dalil-dalil yang shahih adalah :
َ ‫اَللَّهُ َّم‬
‫صلِّ َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد‬
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad”.
[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan
Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].

Kemudian terdapat riwayat-riwayat lain yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :
1.      Dari jalan Ka’ab bin ‘Ujrah
‫اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد‬
‫ آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد‬ ‫اللهم بارك على محمد وعلى‬
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim,
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah
Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha
Mulia”.
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978, At
Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu
Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al Baihaqi
dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]

2.      Dari jalan Abu Humaid As Saa’diy


‫ وبارك على محمد وعلى‬، ‫اللهم صل على محمد وعلى أزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم‬
‫ إنك حميد مجيد‬، ‫ على إبراهيم‬ ‫أزواجه وذريته كما باركت‬
Artinya :
“Ya Allah,berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan
keturunannya,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Ya Allah,
Berkahilah Muhammad dan isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana
Engkau telah memberkahi Ibrahim,Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha
Mulia”
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157, Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An Nasa-i dalam "Sunan"
nya 3/49, Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam "Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam "Sunanul Kubra"
2/150-151, Imam Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179 dan yang lainnya].

3.      Dari jalan Abi Mas’ud Al Anshariy


‫اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد‬
‫كما باركت على آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد‬

Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad
dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim
atas sekalian alam, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An Nasa-i dalam "Sunan" nya
3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1949, 1956, Baihaqi dalam
"Sunanul Kubra" 2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo' (1/179-180 Tanwirul Hawalik Syarah
Muwaththo'"]

4.      Dari jalan Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshariy (jalan kedua)
‫اللهم صل على محمد النبي األمي وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك‬
‫على محمد النبي األمي وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد‬
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad yang ummi dan kepada keluarga
Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat kepada Ibrahim dan
keluarga Ibrahim.Dan berkahilah Muhammad Nabi yang ummi dan keluarga
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim dan keluarga
Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no. 94, Ahmad
dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1950, Baihaqi dalam "Sunan" nya
no 2/146-147, Ibnu Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya no 1/354-
355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]

5.      Dari jalan Abi Sa’id Al Khudriy


‫اللهم صل على محمد عبدك ورسولك كما صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد‬
‫كما باركت على إبراهيم‬
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu,
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad
dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim”.
[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903, Baihaqi 2/147, dan Ath
Thahawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/73]

6.      Dari jalan seorang laki2 shabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


‫اللهم صل على محمد وعلى أهل بيته وعلى أزواجه وذريته كما صليت على آل إبراهيم إنك حميد‬
‫مجيد وبارك على محمد وعلى أهل بيته وعلى أزواجه وذريته كما باركت على آل إبراهيم إنك حميد‬
‫مجيد‬
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-
istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad
dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah
memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah lafazhnya, Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/74],
dishahihkan oleh Al Albani dalam “Sifaat sahalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”, hal 178-179]

7.      Dari jalan Abu Hurairah


‫اللهم صل على محمد و على آل محمد وبارك على محمد و على آل محمد كما صليت وباركت على‬
‫إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد‬
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan
berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah
bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/75, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal
Lailah" no 47 dari jalan Dawud bin Qais dari Nu'aim bin Abdullah al Mujmir dari Abu Hurairah ,
Ibnul Qayyim dalam "Jalaa'ul Afhaam Fish Shalati Was Salaami 'alaa Khairil Anaam (hal 13)
berkata, "Isnad Hadist ini shahih atas syarat Syaikhaini (Bukhari dan Muslim), dan dishahihkan oleh
Al Albani dalam "Sifaat sahalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam", hal 181 ]

8.      Dari jalan Thalhah bin ‘Ubaidullah


‫اللهم صل على محمد و على آل محمد كما صليت على إبراهيم و على آل إبراهيم إنك حميد مجيد‬
‫وبارك على محمد و على آل محمد كما باركت على إبراهيم و آل إبراهيم إنك حميد مجيد‬

Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad
dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah telah memberkahi Ibrahim dan
keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no
48, Abu Nu’aim dalam "Al Hilyah" 4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab dari Musa bin
Thalhah, dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh Al Albani].

D.    Pembagian-pembagian Shalawat

E.     Hubungan Antara Shalawat dan Syafa’at


            Perintah di dalam firman Allah SWT tentang shalawat dalam Qs. Al Ahzab
ayat 56 adalah bersifat umum, tidak dijelaskan waktu dan caranya. Oleh karena itu
kaum muslimin dapat memanjatkan shalawat kapanpun dan dimanapun berada. Dan
yang paling utama adalah membaca shalawat ketika beribadah. Dengan demikian
membaca shalawat untuk Nabi dan kelauarganya ada 2 macam:
a. Membaca shalawat ketika shalat. Hukum membaca shalawat ini adalah wajib
dan harus menggunakan kalimat yang dicontohkan oleh Nabi, yaitu berdasarkan
hadits:

َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قُولُوا اللَّهُ َّم‬


ِّ‫صل‬ َ ِ‫ك فَقَا َل َرسُوْ ُل هللا‬ َ ‫صلِّي َعلَ ْي‬
َ ُ‫ُول هللاِ َك ْيفَ ن‬َ ‫ع َْن ُح َم ْي ٍد السَّا ِع ِديُّ َأنَّهُ ْم قَالُوا يَا َرس‬
َ َ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َوَأ ْز َوا ِج ِه َو ُذ ِّريَّتِ ِه َك َما ب‬
َ‫ار ْكت‬ ِ َ‫صلَّيْتَ َعلَى ِإ ْب َرا ِهي َم َوب‬ ِ ‫َعلَى ُم َح َّم ٍد َوَأ ْز َو‬
َ ‫اج ِه َو ُذ ِّريَّتِ ِه َك َما‬
َ َّ‫َعلَى ِإ ْب َرا ِهي َم ِإن‬
‫ (رواه مسلم‬.‫ك َح ِمي ٌد َم ِجي ٌد‬
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Sa‘diyyi, sesungguhnya mereka berkata: Ya
Rasulullah, bagaimana kami bershalawat atas engkau? Rasulullah SAW menjawab:
katakanlah olehmu (lafadznya terdapat pada hadits di atas), yang artinya: ‘Wahai
Allah, limpahkanlah kemurahan-Mu atas Muhammad, dan atas istri-istrinya dan
keturunannya sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim, dan
limpahkanlah berkat-Mu atas Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya
sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim. Sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji, Maha Mulia’.” [HR. Muslim].

ِ ‫صالَةُ َعلَ ْي ُك ْم َأ ْه َل ْالبَ ْي‬


‫ت‬ َّ ‫ُول هللاِ َك ْيفَ ال‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقُ ْلنَا يَا َرس‬ َ ‫ب ْب ِن عُجْ َرةَ فَقَا َل َسَأ ْلنَا َرس‬
َ ِ‫ُول هللا‬ ِ ‫ع َْن َك ْع‬
‫صلَّيْتَ َعلَى ِإ ْب َرا ِهي َم َو َعلَى‬ ِ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ َ ‫ال قُولُوا اللَّهُ َّم‬
َ َ‫فَِإ َّن هللاَ قَ ْد َعلَّ َمنَا َك ْيفَ نُ َسلِّ ُم َعلَ ْي ُك ْم ق‬
َ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى ِإ ْب َرا ِهي َم َو َعلَى آ ِل ِإب َْرا ِهي َم ِإنَّك‬ ِ َ‫آ ِل ِإ ْب َرا ِهي َم ِإنَّكَ َح ِمي ٌد َم ِجي ٌد اللَّهُ َّم ب‬
ِ ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫ (متفق عليه‬.‫َح ِمي ٌد َم ِجي ٌد‬
Artinya:
Diriwayatkan dari Ka‘ab bin ‘Ujrah, kami bertanya kepada Rasulullah SAW, kami
berkata: Ya Rasulullah, bagaiamana bershalawat atasmu Ahlul Bait? Sesungguhnya
Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana mengucapkan salam kepada
engkau. Rasulullah SAW berkata, katakanlah olehmu: (lafadz terdapat pada hadits di
atas), yang artinya: ‘Wahai Allah, limpahkanlah kemurahan-Mu kepada Muhammad
dan keluarganya sebagaimana Engkau telah melimpahkan kepada Ibrahim dan
keluarganya. Wahai Allah, limpahkanlah berkat-Mu kepada Muhammad dan
keluarganya sebagaimana yang telah Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan
keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji, Maha Mulia’.” [Muttafaq Alaih].
Berdasarkan 2 hadits di atas maka ada dua macam bacaan shalawat dalam shalat yang
dicontohkan oleh Nabi SAW. Bacaan tersebut tidak boleh dikurangi dan dilebihkan.
b. Membaca shalawat di luar shalat. Hukum membaca shalawat ini adalah
sunnah.
Membaca shalawat sama artinya dengan membaca do’a karena shalawat artinya Do’a,
maka mengucapkan shalawat diluar shalat sama seperti mengucapkan doa, yaitu
harus ikhlas semata-mata mencari ridla Allah, dengan berbisik dan lemah lembut,
tidak dengan suara yang keras, sebagaimana firman Allah Swt:
ä.øŒ$#ur š/§‘ ’Îû šÅ¡øÿtR %Yæ•Ž|Øn@ Zpxÿ‹Åzur tbrߊur Ìôgyfø9$# z`ÏB ÉAöqs)ø9$# Í
  ir߉äóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur Ÿwur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$# ÇËÉÎÈ
Artinya :
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa
takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu Termasuk orang-orang yang lalai.
Dalam suatu hadits disebutkan pula sebagai berikut:

‫ َأيُّهَا‬:‫ فَقا َل النَّبِي صلى هللا عليه وسلم‬.‫ير‬ ِ ِ‫ فَ َج َع َل النَّاسُ يَجْ هَرُونَ بِالتَّ ْكب‬.‫ ُكنَّا َم َع النَّبِ ِّي فِي َسفَ ٍر‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ع َْن َأبِي ُمو َسى‬
َ ‫ْس تَ ْد ُعونَ َأ‬
ً ‫ ِإنَّ ُك ْم تَ ْد ُعونَ َس ِميعا ً قَ ِريبا‬.ً‫ص َّم َوالَ غَاِئبا‬ َ ‫ ِإنَّ ُك ْم لَي‬.‫النَّاسُ ارْ بَعُوا َعلَى َأ ْنفُ ِس ُك ْم‬
[‫]رواه البخاري‬

Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi SAW dalam
suatu perjalanan, kemudian orang-orang mengeraskan suara dengan bertakbir. Lalu
Nabi SAW bersabda: Wahai manusia, rendahkanlah suaramu. Sebab sesungguhnya
kamu tidak berdoa kepada (Tuhan) yang tuli, dan tidak pula jauh, tetapi kamu sedang
berdoa kepada (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.” (HR. Buhkari, No.
44/2704)
           
            Di dalam Firman Allah SWT surat al-A’raf ayat 205, Allah memerintahkan
kepada kaum Muslimin agar berdoa dan berzikir dengan merendahkan diri dan tidak
mengeraskan suara. Demikian pula hadits yang diriwayatkan Abu Musa, menegaskan
agar merendahkan suara dalam berdoa kepada Allah, sebab Allah SWT tidak tuli dan
tidak jauh, melainkan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Lafadz shalawat di luar
shalat tidak diatur, sama halnya seperti berdo’a, maka boleh menggunakan lafadz apa
saja yang dipahami, namun begitu menggunakan lafadz yang dicontohkan oleh Nabi
SAW seperti dalam shalat adalah lebih baik.
            Syafa‘atul ‘Uzhma adalah pertolongan atau pengampunan yang diberikan oleh
Allah Swt kepada sebagian manusia di akhirat nanti. Pengampunan ini diberikan
dengan cara memberikan izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk
melaksanakannya. Pada saat itu, konon umat manusia akan berada dalam
kebingungan dikarenakan kesalahan dan khilaf mereka selama hidup di Dunia. Semua
umat manusia akan mencari pertolongan agar terhindar dari azab Allah SWT. Maka
umat manusia akan mendatangi para nabi untuk meminta syafa’at (pertolongan). Para
Nabi menyatakan bahwa mereka tidak sanggup melaksanakannya. Akhirnya atas
petunjuk Nabi Isa as, umat manusia disarankan untuk mendatangi Nabi Muhammad
SAW agar beliau memohon kepada Allah Swt sehingga derita yang mereka tanggung
itu hilang dan tidak bingung lagi. Setelah Nabi Muhammad SAW berdoa, maka Allah
Swt mengabulkannya dengan memberi izin kepada beliau untuk memberi syafa‘at
(pertolongan) kepada mereka yang dipilih oleh Nabi SAW berdasarkan izin dari
Allah SWT, maka Nabi Muhammad SAW akan membebaskan orang-orang yang
beriman dari derita itu dan memasukkan mereka ke dalam surga, sedang orang-orang
kafir dimasukkan ke dalam neraka, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits:
َ َّ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَجْ َم ُع هللاُ الن‬
‫اس يَوْ َم‬ َ ِ‫ال َرسُو ُل هللا‬َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل ق‬ِ ‫ك َر‬ ِ ‫ع َْن َأن‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬
َ َ‫يحنَا ِم ْن َم َكانِنَا فَيَْأتُونَ آ َد َم فَيَقُولُونَ َأ ْنتَ الَّ ِذي خَ لَق‬
‫ك‬ َ ‫ْالقِيَا َم ِة فَيَقُولُونَ لَوْ ا ْستَ ْشفَ ْعنَا َعلَى َربِّنَا َحتَّى ي ُِر‬
‫ْت هُنَا ُك ْم‬ َ َ‫ُوح ِه َوَأ َم َر ْال َمالَِئ َكةَ فَ َس َجدُوا ل‬
ُ ‫ك فَا ْشفَ ْع لَنَا ِع ْن َد َربِّنَا فَيَقُو ُل لَس‬ َ ‫هللاُ بِيَ ِد ِه َونَفَ َخ فِي‬
ِ ‫ك ِم ْن ر‬
ُ ‫ُول بَ َعثَهُ هللاُ فَيَْأتُونَهُ فَيَقُو ُل لَس‬
ُ‫ْت هُنَا ُك ْم َويَ ْذ ُك ُر خَ ِطيَئتَه‬ þٍ ‫ر خَ ِطيَئتَهُ َويَقُو ُل اْئتُوا نُوحًا َأ َّو َل َرس‬þُ ‫َويَ ْذ ُك‬
ُ ‫اْئتُوا ِإب َْرا ِهي َم الَّ ِذي اتَّ َخ َذهُ هللاُ َخلِيالً فَيَْأتُونَهُ فَيَقُو ُل لَس‬
‫ الَّ ِذي‬þ‫ر خَ ِطيَئتَهُ اْئتُوا ُمو َسى‬þُ ‫ْت هُنَا ُك ْم َويَ ْذ ُك‬
ُ ‫ر خَ ِطيَئتَهُ اْئتُوا ِعي َسى فَيَْأتُونَهُ فَيَقُو ُل لَس‬þُ ‫ْت هُنَا ُك ْم فَيَ ْذ ُك‬
‫ْت هُنَا ُك ْم اْئتُوا‬ ُ ‫َكلَّ َمهُ هللاُ فَيَْأتُونَهُ فَيَقُو ُل لَس‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَ ْد ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه َو َما تََأ َّخ َر فَيَْأتُونِي فََأ ْستَْأ ِذنُ َعلَى َربِّي فَِإ َذا‬
َ ‫ُم َح َّمدًا‬
‫ْت َسا ِجدًا فَيَ َد ُعنِي َما َشا َء هللاُ ثُ َّم يُقَا ُل لِي ارْ فَ ْع َرْأ َسكَ َسلْ تُ ْعطَ ْه َوقُلْ يُ ْس َم ْع َوا ْشفَ ْع تُ َشفَّ ْع‬ ُ ‫َرَأ ْيتُهُ َوقَع‬
َ‫ار َوُأ ْد ِخلُهُ ْم ْال َجنَّة‬ ‫ُأ‬ ‫ْأ‬
ِ َّ‫ع َر ِسي فََأحْ َم ُد َربِّي بِتَحْ ِمي ٍد يُ َعلِّ ُمنِي ثُ َّم َأ ْشفَ ُع فَيَ ُح ُّد لِي َح ًّدا ثُ َّم ْخ ِر ُجهُ ْم ِم ْن الن‬þُ َ‫فََأرْ ف‬
‫ [رواه‬. ُ‫ار ِإالَّ َم ْن َحبَ َسهُ ْالقُرْ آن‬
ِ َّ‫ثُ َّم َأعُو ُد فََأقَ ُع َسا ِجدًا ِم ْثلَهُ فِي الثَّالِثَ ِة َأوْ الرَّابِ َع ِة َحتَّى َما بَقِ َي فِي الن‬
‫ ومسلم‬þ‫البخاري‬
Artinya:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: berkata Rasulullah SAW: Nanti Allah
akan mengumpulkan manusia di hari kiamat, lalu mereka berkata, seandainya ada
orang yang memohonkan syafaat kepada Tuhan kami untuk kami sehingga kami
terbebas dari keadaan kami ini. Lalu mereka datang kepada Nabi Adam, mereka
berkata: Engkaulah orang yang diciptakan Allah dengan tangan-Nya (langsung) dan
meniupkan kepada engkau ruh dari-Nya dan memerintahkan malaikat, lalu mereka
sujud kepada engkau, maka berilah kami syafaat yang berasal dari Tuhan kami.
Adam menjawab: bukan aku yang dapat memberikannya, sambil menyebut
kesalahan-kesalahannya. Adam berkata: datanglah kepada Nuh Rasul yang pertama
kali diutus Allah. Lalu mereka datang kepada Nuh dan Nuh menjawab: aku bukanlah
orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya.
Datanglah kepada Ibrahim orang yang dijadikan Allah teman-Nya. Lalu mereka
datang kepada Ibrahim dan Ibrahim menjawab: aku bukanlah orang yang dapat
memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Musa
orang yang pernah berbicara dengan Allah. Lalu mereka datang kepada Musa dan
Musa menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut
kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Isa dan Isa menjawab: aku bukanlah
orang yang dapat memberikannya, datanglah kepada Muhammad SAW, karena
sesungguhnya Muhammad telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang
akan datang. Mereka pun mendatangiku, maka aku pergi minta izin kepada Tuhanku.
Maka ketika aku melihat-Nya aku segera sujud, Ia membiarkanku sesuai dengan yang
dikehendaki-Nya. Kemudian dikatakan: Angkatlah kepala engkau, mintalah pasti
diberi, katakanlah niscaya akan didengar, mintalah syafaat pasti diberi. Lalu aku
mengangkat kepalaku, lalu aku memanjatkan pujian kepada Tuhanku sesuai dengan
yang diajarkan kepadaku, kemudian aku diizinkan memberi syafaat kepada orang-
orang tertentu. Kemudian aku keluarkan mereka dari neraka dan aku masukkan ke
dalam surga. Kemudian aku kembali menyatakan dan bersujud seperti semula,
kemudian ketiga dan keempat, sehingga yang tinggal dalam neraka adalah orang yang
tidak percaya dan menantang al-Qur’an.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
            Di samping hadits di atas, ada lagi beberapa hadits shahih yang menerangkan
tentang syafa’at itu dan isinya sama dengan isi hadits di atas.
            Dari penjelasan hadits di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a.    Hak memberi syafaat itu hanya ada pada Allah, sebagai yang ditegaskannya:

ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ÓyÕø9$# ãPq•‹s)ø9$# 4 Ÿw ¼çnä‹è{ù's? ×puZÅ™ 
Ÿwur ×PöqtR 4 ¼çm©9 $tB ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur ’Îû ÇÚö‘F{$# 3 `tB #sŒ “Ï
%©!$# ßìxÿô±o„ ÿ¼çny‰YÏã žwÎ) ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ 4 ãNn=÷ètƒ $tB šú÷üt/ óOÎgƒÏ
‰÷ƒr& $tBur öNßgxÿù=yz ( Ÿwur tbqäÜŠÅsム&äóÓy´Î/ ô`ÏiB ÿ¾ÏmÏJù=Ïã žwÎ) 
$yJÎ/ uä!$x© 4 yìÅ™ur çm•‹Å™öä. ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur ( Ÿwur 
  ¼çnߊqä«tƒ $uKßgÝàøÿÏm 4 uqèdur ’Í?yèø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇËÎÎÈ
Artinya :
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di
sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah
tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
[161] Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan
dengan kekuasaan-Nya.

b.    Pada hari kiamat Nabi Muhammad SAW diberi izin oleh Allah untuk memberi
syafa’at kepada sebagian manusia sesuai pilihan Nabi SAW dengan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Di antara yang diberi syafaat itu ialah orang-orang yang mencintai Nabi SAW dan
beriman kepada al-Qur’an serta tidak menentangnya.

F.     Pengucapan Lafazh “Sayyidina” dalam Shalawat


Sebagian orang membid’ahkan panggilan Sayyidinaa atau Maulana didepan
nama Muhammad Rasulallah saw., dengan alasan bahwa Rasulallah saw. sendiri yang
menganjurkan kepada kita tanpa mengagung-agungkan dimuka nama beliau saw.
Memang golongan ini mudah sekali membid’ahkan sesuatu amalan tanpa melihat
motif makna yang dimaksud Bid’ah itu apa. Selanjutnya kita rujuk ayat-ayat Ilahi dan
hadits-hadits Rasulallah saw. yang berkaitan dengan kata-kata sayyid.
Syeikh Muhammad Sulaiman Faraj dalam risalahnya yang berjudul panjang
yaitu Dala’ilul-Mahabbah Wa Ta’dzimul-Maqam Fis-Shalati Was-Salam ‘AN
Sayyidil-Anam dengan tegas mengatakan: Menyebut nama Rasulallah saw. dengan
tambahan kata Sayyidina (junjungan kita) didepannya merupakan suatu keharusan
bagi setiap muslim yang mencintai beliau saw. Sebab kata tersebut menunjukkan
kemuliaan martabat dan ketinggian kedudukan beliau. Allah swt. memerintahkan
ummat Islam supaya menjunjung tinggi martabat Rasulallah saw., menghormati dan
memuliakan beliau, bahkan melarang kita memanggil atau menyebut nama beliau
dengan cara sebagaimana kita menyebut nama orang diantara sesama kita. Larangan
tersebut tidak berarti lain kecuali untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan
Rasulallah saw. Allah swt.berfirman :
žw (#qè=yèøgrB uä!$tãߊ ÉAqß™§9$# öNà6oY÷t/ Ïä!%tæ߉x. Nä3ÅÒ÷èt/ 
$VÒ÷èt/ 4 ô‰s% ãNn=÷ètƒ ª!$# šúïÏ%©!$# šcqè=¯=|¡tFtƒ öNä3ZÏB #]Œ#uqÏ9 4 
Í‘x‹ósuŠù=sù tûïÏ%©!$# tbqàÿÏ9$sƒä† ô`tã ÿ¾Ín͐öDr& br& öNåkz:ŠÅÁè? 
  îpuZ÷FÏù ÷rr& öNåkz:ÅÁムë>#x‹tã íOŠÏ9r& ÇÏÌÈ
Artinya :
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian
kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-
orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada
kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nur : 63).

Dalam tafsirnya mengenai ayat diatas ini Ash-Shawi mengatakan : Makna


ayat itu ialah janganlah kalian memanggil atau menyebut nama Rasulallah saw.
cukup dengan nama beliau saja, seperti Hai Muhammad atau cukup dengan nama
julukannya saja Hai Abul Qasim. Hendaklah kalian menyebut namanya atau
memanggilnya dengan penuh hormat, dengan menyebut kemuliaan dan
keagungannya. Demikianlah yang dimaksud oleh ayat tersebut diatas. Jadi, tidak
patut bagi kita menyebut nama beliau tanpa menunjukkan penghormatan dan
pemuliaan kita kepada beliau, baik dikala beliau masih hidup didunia maupun setelah
beliau kembali keharibaan Allah swt. Yang sudah jelas ialah bahwa orang yang tidak
mengindahkan ayat tersebut berarti tidak mengindahkan larangan Allah dalam Al-
Qur’an. Sikap demikian bukanlah sikap orang beriman.
Menurut Ibnu Jarir, dalam menafsirkan ayat tersebut Qatadah mengatakan :
Dengan ayat itu (An-Nur:63) Allah memerintahkan ummat Islam supaya memuliakan
dan mengagungkan Rasulallah saw.
Dalam kitab Al-Iklil Fi Istinbathit-Tanzil Imam Suyuthi mengatakan : Dengan
turunnya ayat tersebut Allah melarang ummat Islam menyebut beliau atau memanggil
beliau hanya dengan namanya, tetapi harus menyebut atau memanggil beliau dengan
Ya Rasulallah atau Ya Nabiyullah. Menurut kenyataan sebutan atau panggilan
demikian itu tetap berlaku, kendati beliau telah wafat.
Dalam kitab Fathul-Bari syarh Shahihil Bukhori juga terdapat penegasan
seperti tersebut diatas, dengan tambahan keterangan sebuah riwayat berasal dari Ibnu
‘Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ad-Dhahhak, bahwa sebelum ayat tersebut turun
kaum Muslimin memanggil Rasulallah SAW  hanya dengan Hai Muhammad, Hai
Ahmad, Hai Abul-Qasim dan lain sebagainya. Dengan menurunkan ayat itu Allah
SWT melarang mereka menyebut atau memanggil Rasulallah SAW dengan ucapan-
ucapan tadi. Mereka kemudian menggantinya dengan kata-kata : Ya Rasulallah, dan
Ya Nabiyullah.
Hampir seluruh ulama Islam dan para ahli Fiqih berbagai madzhab
mempunyai pendapat yang sama mengenai soal tersebut, yaitu bahwa mereka
semuanya melarang orang menggunakan sebutan atau panggilan sebagaimana yang
dilakukan orang sebelum ayat tersebut diatas turun.
Didalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan makna
tersebut diatas. Antara lain firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf : 157 ; Al-Fath :
8-9, Al-Insyirah : 4 dan lain sebagainya. Dalam ayat-ayat ini Allah SWT memuji
kaum muslimin yang bersikap hormat dan memuliakan Rasulallah saw., bahkan
menyebut mereka sebagai orang-orang yang beruntung. Juga firman Allah SWT
mengajarkan kepada kita tatakrama yang mana dalam firman-Nya tidak pernah
memanggil atau menyebut Rasul-Nya dengan kalimat Hai Muhammad, tetapi
memanggil beliau dengan kalimat Hai Rasul atau Hai Nabi.
Firman-firman Allah SWT tersebut cukup gamblang dan jelas membuktikan
bahwa Allah SWT mengangkat dan menjunjung Rasul-Nya sedemikian tinggi, hingga
layak disebut sayyidina atau junjungan kita Muhammad Rasulallah SAW Menyebut
nama beliau tanpa diawali dengan kata yang menunjukkan penghormatan, seperti
“sayyidina” tidak sesuai dengan pengagungan yang selayaknya kepada kedudukan
dan martabat beliau.
Dalam surat Aali-‘Imran : 39 Allah SWT menyebut Nabi Yahya AS dengan
predikat “sayyid” : “…Allah memberi kabar gembira kepadamu (Hai Zakariya) akan
kelahiran seorang puteramu, Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang dari)
Allah, seorang sayyid (terkemuka, panutan), (sanggup) menahan diri (dari hawa
nafsu) dan Nabi dari keturunan orang-orang sholeh”.
Para penghuni neraka pun menyebut orang-orang yang menjerumuskan
mereka dengan istilah saadat (jamak dari kata sayyid), yang berarti para pemimpin.
Penyesalan mereka dilukiskan Allah swt.dalam firman-Nya :
uZ÷èsÛr& $uZs?yŠ$y™ $tRuä!#uŽy9ä.ur $tRq=|Êr'sù gŸx‹Î6¡¡9$# $ )qä9$s%ur !$oY/u‘ !$¯RÎ#(
  ÇÏÐÈ
Artinya :
Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami
dari jalan (yang benar).

Juga seorang suami dapat disebut dengan kata “sayyid”, sebagaimana yang
terdapat dalam firman Allah swt. dalam surat Yusuf ayat 25 :
s)t6tGó™$#ur z>$t7ø9$# ôN£‰s%ur ¼çm|ÁŠÏJs% `ÏB 9ç/ߊ $uŠxÿø9r&ur $
$ydy‰Íh‹y™ #t$s! É>$t7ø9$# 4 ôMs9$s% $tB âä!#t“y_ ô`tB yŠ#u‘r& y7Ï=÷dr'Î/ 
  #¹äþqß™ HwÎ) br& z`yfó¡ç„ ÷rr& ëU#x‹tã ÒOŠÏ9r& ÇËÎÈ
Artinya :
Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis
Yusuf dari belakang hingga koyak dan Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di
muka pintu. wanita itu berkata: "Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud
berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab
yang pedih?"

Demikian juga kata “Maula” yang berarti pengasuh, penguasa, penolong dan


lain sebagainya. Banyak terdapat didalam Al-Qur’anul-Karim kata-kata ini, antara
lain dalam surat Ad-Dukhan ayat 41 Allah berfirman :
  tPöqtƒ Ÿw ÓÍ_øóム’»<öqtB `tã ’]<öq¨B $\«ø‹x© Ÿwur öNèd šcrçŽ|ÇZムÇÍÊÈ
Artinya :
Yaitu hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya
sedikitpun, dan mereka tidak akan mendapat pertolongan,

Juga dalam firman Allah swt. dalam Al-Maidah ayat 55 disebutkan juga
kalimat “Maula” untuk Allah SWT, Rasul dan orang yang beriman.
uK¯RÎ) ãNä3–ŠÏ9ur ª!$# ¼ã&è!qß™u‘ur tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# tbqßJ‹É)ムno4qn=$
  ¢Á9$# tbqè?÷sãƒur no4qx.¨“9$# öNèdur tbqãèÏ.ºu‘ ÇÎÎÈ
Artinya :
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah).

Jadi kalau kata “sayyid” itu dapat digunakan untuk menyebut Nabi Yahya
putera Zakariya, dapat digunakan untuk menyebut Raja Mesir, bahkan dapat juga
digunakan untuk menyebut pemimpin yang semuanya itu menunjuk kan kedudukan
seseorang, alasan apa yang dapat digunakan untuk menolak sebutan “sayyid” bagi
junjungan kita Nabi Muhammad saw. Demikian pula soal penggunaan kata “maula” .
Apakah bid’ah jika seorang menyebut nama seorang Nabi yang diimani dan
dicintainya dengan awalan “sayyidina” atau “maulana” ?
Mengapa orang yang menyebut nama seorang pejabat tinggi pemerintahan,
kepada para presiden, para raja atau menteri, atau kepada diri seseorang dengan
awalan ‘Yang Mulia’ tidak dituduh berbuat bid’ah ? Tidak salah kalau ada orang yang
mengatakan, bahwa sikap menolak penggunaan kata “sayyid” atau maula untuk
mengawali penyebutan nama Rasulallah SAW itu sesungguhnya dari pikiran
meremehkan kedudukan dan martabat beliau SAW Atau sekurang-kurang hendak
menyamakan kedudukan dan martabat Beliau dengan manusia awam/biasa.
Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini masih banyak orang yang menyebut
nama Rasulallah SAW tanpa diawali dengan kata “sayyidina” dan tanpa dilanjutkan
dengan kalimat sallahu ‘alaihi wasallam (SAW). Menyebut nama Rasulallah dengan
cara demikian menunjukkan sikap tak kenal hormat pada diri orang yang
bersangkutan. Cara demikian itu lazim dilakukan oleh orang-orang diluar Islam,
seperti kaum orientalis barat dan lain sebagainya. Sikap kaum orientalis ini tidak
boleh kita tiru.
Banyak hadits-hadits shohih yang menggunakan kata sayyid, beberapa
diantaranya ialah :  “Setiap anak Adam adalah sayyid. Seorang suami
adalah sayyid bagi isterinya dan seorang isteri adalah sayyidah bagi keluarganya
(rumah tangga nya)”. (HR Bukhori dan Adz-Dzahabi)
Jadi kalau setiap anak Adam saja dapat disebut “sayyid”, apakah anak Adam
yang paling tinggi martabatnya dan paling mulia kedudukannya disisi Allah yaitu
junjungan kita Nabi Muhammad SAW  tidak boleh disebut “sayyid” ?
Hadits riwayat Imam Bukhori, Rasulallah saw bersabda: "Janganlah kalian
berkata (kepada seorang budak kepada majikannya), 'beri makan Rabb mu, wudhu
kan Rabb mu, tapi ucapkanlah Sayyidi dan Maulaya (tuanku dan Junjunganku)', dan
jangan pula kalian (para pemilik budak) berkata pada mereka,'wahai Hambaku, tapi
ucapkanlah : wahai anak, wahai pembantu" (Shahih Bukhari hadits no. 2414) hadits
semakna dalam Shahih Muslim hadits no. 2249).
Rasulallah SAW membolehkan ucapan sayyidi (tuanku) atau maulaya (tuan
muliaku) seorang budak terhadap tuannya, dan berkata para ahli hadits, kalau antara
tuan yg memiliki budak saja boleh menggunakan Sayyidi wa Maulaya.,
atau sayyidina wa maulana, maka sungguh Nabi SAW jauh lebih berhak dari semua
pemilik budak itu.
Bagaimana tercelanya orang yang berani membid’ahkan penyebutan
“sayyidina” atau “maulana” dimuka nama beliau SAW ? Yang lebih aneh lagi
sekarang banyak diantara golongan pengingkar ini sendiri yang memanggil nama satu
sama lain diawali dengan “sayyid” atau minta juga agar mereka dipanggil
“sayyid” dimuka nama mereka ! Begitu juga orang yang ekstrim ini, bila duduk
disatu majlis kemudian datang seorang ulama dimajlis tersebut, mereka ini sampai-
sampai berani mengharamkan orang untuk berdiri penghormatan kepada ulama ini.
Padahal banyak contoh dalam hadits antara lain yang telah kami kemukakan, para
sahabat berdiri untuk para pemimpinnya atau untuk orang yang dipandang mulia oleh
mereka. Berdiri untuk penghormatan itu bukan suatu yang wajib tetapi tata krama
yang diajarkan oleh Rasulallah SAW, untuk seorang yang berilmu atau para wauliya
sholihin. Sekali lagi untuk mengharamkan sesuatu itu harus ada dalilnya yg jelas dan
tegas masalah tersebut.

G.    Waktu dan Tempat yang Sunnat Membaca Shalawat


Kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintainya, tentunya
kita harus mencintai beliau melebihi cinta kepada siapapun selain Allah SWT.
Konsekuensi dari cinta kita pada beliau membuktikan bahwa kita betul-betul beriman
dan mengerjakan perintahnya serta menjauhi larangannya. Manifestasi dari bentuk
cinta itu juga beruapa mengucapkan shalawat kepada beliau. Sebab ketika kita
mengucap shalawat, banyak keutamaan yang diberikan kepada kita. Maka orang yang
tidak mau mengucap shalawat kepada Nabi SAW adalah sebuah tindakan kurang ajar,
sekaligus sombong. Setidaknya kekurangajaran itu digambarkan di dalam riwayat
dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang paling bakhil
adalah seseorang yang jika namaku disebut dia tidak bershalawat untukku.” [H.R.
Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy].
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menyebutkan 40 tempat yang disunnahkan untuk
mengucapkan shalawat. Di antaranya adalah :
1.      Sebelum berdoa, sebagaimana disebutkan oleh Fadhalah bin ‘Abid : “Rasulullah
SAW mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya, tetapi tidak bershalawat
untuk Nabi Muhammad, maka beliau bersabda : “Orang ini tergesa-gesa” Lalu beliau
memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya : “Bila
salah seorang di antara kalian shalat (berdoa) maka hendaklah ia memulainya dengan
pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bershalawat untuk nabi, kemudian berdoa
setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.” [H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan
Hakim].
2.      Ketika menyebut, mendengar dan menulis nama beliau, berdasarkan kepada sabda
Rasulullah SAW : “Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia
tidak bershalawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan Hakim].
3.      Dianjurkan memperbanyak shalawat Nabi pada hari Jum’at, sebagaimana hadis yang
diriwayatkan dari ‘Aus bin ‘Aus : Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya di antara
hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat untukku
pada hari itu, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku……” [R. Abu Daud,
Ahmad dan Hakim].
4.      Ketika masuk dan keluar masjid, sebagaimana disebutkan di dalam hadis yang
diriwayatkan dari Fatimah RA, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Bila kalian
masuk mesjid, maka ucapkanlah : ”Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya
Allah shalawatlah untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan
mudahkanlah bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu.” “Dan bila keluar dari mesjid maka
ucapkanlah itu, tapi (pada penggalan akhir) diganti dengan : “Dan permudahlah bagi
kami pintu-pintu karunia-Mu.” [H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi].
5.      Ketika Shalat jenazah. Disyari’atkan bershalawat pada shalat jenazah setelah takbir
yang kedua didasarkan atas hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umamah RA, bahwa
beliau diberitahu oleh seorang shahabat nabi ; Bahwa sunnah di dalam shalat bagi
mayat adalah imam bertakbir, kemudian membaca Fatihatul Kitab (surat al-Fatihah)
setelah takbir pertama, kemudian bershalawat kepada Nabi saw (Hadis Shahih,
diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan yang lainnya).

            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((ً‫الناس بِ ْي يوم القيامة أكثرُهم عل َّي صالة‬


ِ ‫))أولَى‬
Artinya :
“Orang yang paling dekat dariku pada hari kiamat adalah yang paling banyak
bershalawat kepadaku.” (HR. At-Tirmidzy, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)

Maka hendaknya seorang muslim memperbanyak shalawat atas beliau. Dan


disana ada waktu khusus yang disyariatkan bershalawat seperti ketika hari jum’at,
ketika disebutkan nama beliau, ketika tasyahhud akhir, setelah takbir kedua pada
shalat jenazah, ketika mau berdoa, ketika masuk masjid, ketika keluar masjid dan
setelah menjawab muadzdzin.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Shalawat adalah bacaan do’a dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW, yang
memiliki hukum :
1.      Wajib
a.       Hukum membaca shalawat ibrahimiyah itu wajib pada saat tahiyat akhir shalat.
Baik shalat fardhu yang lima waktu maupun shalat sunnah.
b.      Wajib membaca shalawat sekali seumur hidup.
c.       Wajib mengucapkan shalawat ketika mendengar nama Nabi Muhammad disebut,
menurut pendapat Imam Tahawi.
2.      Sunnah muakkad pada situasi di luar shalat.

B.     Kritik
Termasuk dalam kesalahan adalah melantunkan shalawat Nabi dengan
berirama dan terkadang dilakukan secara berjamaah. Bahkan ada yang diiringi
dengan lantunan musik  piano, genderang, rebana dan lainnya. Sungguh, ini
merupakan suatu kebatilan yang nyata yang dikemas dalam bentuk ibadah. Bagaikan
najis yang dicampur dengan setetes air suci. Allahul musta’an.
Tak hanya itu, tujuan shalawat pun kini telah bias. Yang awalnya untuk
mendoakan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam kini menjadi hiburan yang dapat
dinikmati suara dan iringan musiknya.
Demikian pula, penting bagi kita  menjauhi cara bershalawat yang tidak ada
dalilnya seperti bershalawat dengan dinyanyikan, karena ini tidak pernah dicontohkan
oleh para pendahulu kita dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.
C.    Saran
Tidak luput dari qodrat manusia sebagai mahluk yang tidak sempurna, kami
dari penyusun makalah ini menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Selanjutnya kami meminta
maaf dari kesalahan-kesalahan kami dalam materi, penyampaian dan penulisan. Kami
berharap kepada semua pembaca memberikan tanggapannya sebagai kritik yang
membangun agar dikemudian hari menjadi suatu ilmu yang bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Majalah Asy Syari’ah no. 07/I/1425 H/2004 pada artikel "Shalawat Nabi Antara
Sunnah dan Bid'ah Bagian 2", hal. 34-35.
tanyajawabagamaislam.blogspot.com (dari Ustadz Abdullah Roy, Lc.).
Al-Sami, Mahmud. Muktashar fî Ma’ânî Asmâ Allâh al-Husnâ. Daarul Al-
Kutub Al-Islamiyah. Jakarta.
Al-Nabhani. Yusuf bin Isma’il. Afdhalu al-Shalawati ‘ala Sayyidi al-
Sadati. Daarul Al-Kutub Al-Islamiyah. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai