Makalah
Diajukan Sebagai Tugas Mata kuliah Filsafat Ilmu Kelas MPI Pada
Konsentrasi PGMI Program Magister (S2)
Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar
Oleh Kelompok 2;
HAJRAH HARIS
SUTRA AWALIYAH DARFIN
IRNA PRATIWI
Dosen Pengampu:
PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022/2023
KATA PENGANTAR
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
1. Apa pengertian shalawat ?
2. Apa keutamaan membaca shalawat ?
3. Apa lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW ?
4. Apa saja bagian-bagian dari shallawat ?
5. Apa hubungan antara shalawat dan syafa’at ?
6. Bagaimana hukum pengucapan lapazh sayyidina dan maulana dalam shalawat ?
7. Kapan dan dimana waktu dan tempat yang baik membacakan shalawat ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian shalawat.
2. Mengetahui keutamaan shalawat.
3. Mengetahui lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
4. Mengetahui bagian-bagian shallawat.
5. Mengetahui hubungan antara shalawat dan syafa’at.
6. Mengetahui hukum pengucapan lafazh “sayyidina” dan “maulana” dalam shalawat.
7. Mengetahui tempat dan waktu dimana baiknya membaca shalawat.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini metode penulisan yang kami gunakan adalah
metode kepustakaan, dengan mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber, baik
media cetak ataupun dari kajian-kajian Islam multi media.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalawat
Secara etimologis shalawat adalah bentuk jamak dari bentuk tunggal shalah (
)الصالةyang berarti doa (lihat: Al-Mu'jamul Wasith). Secara terminologis, shalawat
memiliki sejumlah pengertian antara lain sebagai berikut:
a. Shalawat dari Allah kepada manusia yang bermakna memberi rahmat seperti dalam
QS Al-Ahzab 33:43 :
uqèd “Ï%©!$# ’Ìj?|ÁムöNä3ø‹n=tæ ¼çmçGs3Í´¯»n=tBur /ä3y_Ì÷‚ã‹Ï9 z`ÏiB ÏM»yJè=—à9$# ’n<Î)
Í‘q–Y9$# 4 tb%Ÿ2ur tûüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ $VJŠÏmu‘ ÇÍÌÈ
Artinya :
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya
Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman.
b. Shalawat dari malaikat kepada umat Islam (mukminin) yang bermakna permohonan
ampun malaikut untuk umat Islam.
c. Shalawat dari seorang muslim kepada muslim yang lain yang bermakna doa seperti
dalam QS At-Taubah 9:103 :
õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta
benda mereka.
d. Shalawat dari manusia kepada Allah yang bermakna ibadah khusus pada Allah dalam
waktu dan cara tertentu sesuai syariah seperti dalam QS Al-Kautsar 108:2 :
Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
Artinya :
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
[1605] Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
C. Lafazh-Lafazh Shalawat
Lafazh shalawat yang paling ringkas yang sesuai dalil-dalil yang shahih adalah :
َ اَللَّهُ َّم
صلِّ َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad”.
[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan
Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].
Kemudian terdapat riwayat-riwayat lain yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :
1. Dari jalan Ka’ab bin ‘Ujrah
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد اللهم بارك على محمد وعلى
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim,
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah
Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha
Mulia”.
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978, At
Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu
Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al Baihaqi
dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad
dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim
atas sekalian alam, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”
[SHAHIH, HR Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An Nasa-i dalam "Sunan" nya
3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1949, 1956, Baihaqi dalam
"Sunanul Kubra" 2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo' (1/179-180 Tanwirul Hawalik Syarah
Muwaththo'"]
4. Dari jalan Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshariy (jalan kedua)
اللهم صل على محمد النبي األمي وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك
على محمد النبي األمي وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad yang ummi dan kepada keluarga
Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat kepada Ibrahim dan
keluarga Ibrahim.Dan berkahilah Muhammad Nabi yang ummi dan keluarga
Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim dan keluarga
Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no. 94, Ahmad
dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1950, Baihaqi dalam "Sunan" nya
no 2/146-147, Ibnu Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya no 1/354-
355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]
Artinya :
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad
dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah telah memberkahi Ibrahim dan
keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”.
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no
48, Abu Nu’aim dalam "Al Hilyah" 4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab dari Musa bin
Thalhah, dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh Al Albani].
D. Pembagian-pembagian Shalawat
َأيُّهَا: فَقا َل النَّبِي صلى هللا عليه وسلم.ير ِ ِ فَ َج َع َل النَّاسُ يَجْ هَرُونَ بِالتَّ ْكب. ُكنَّا َم َع النَّبِ ِّي فِي َسفَ ٍر:ال َ َ ق،ع َْن َأبِي ُمو َسى
َ ْس تَ ْد ُعونَ َأ
ً ِإنَّ ُك ْم تَ ْد ُعونَ َس ِميعا ً قَ ِريبا.ًص َّم َوالَ غَاِئبا َ ِإنَّ ُك ْم لَي.النَّاسُ ارْ بَعُوا َعلَى َأ ْنفُ ِس ُك ْم
[]رواه البخاري
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi SAW dalam
suatu perjalanan, kemudian orang-orang mengeraskan suara dengan bertakbir. Lalu
Nabi SAW bersabda: Wahai manusia, rendahkanlah suaramu. Sebab sesungguhnya
kamu tidak berdoa kepada (Tuhan) yang tuli, dan tidak pula jauh, tetapi kamu sedang
berdoa kepada (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.” (HR. Buhkari, No.
44/2704)
Di dalam Firman Allah SWT surat al-A’raf ayat 205, Allah memerintahkan
kepada kaum Muslimin agar berdoa dan berzikir dengan merendahkan diri dan tidak
mengeraskan suara. Demikian pula hadits yang diriwayatkan Abu Musa, menegaskan
agar merendahkan suara dalam berdoa kepada Allah, sebab Allah SWT tidak tuli dan
tidak jauh, melainkan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Lafadz shalawat di luar
shalat tidak diatur, sama halnya seperti berdo’a, maka boleh menggunakan lafadz apa
saja yang dipahami, namun begitu menggunakan lafadz yang dicontohkan oleh Nabi
SAW seperti dalam shalat adalah lebih baik.
Syafa‘atul ‘Uzhma adalah pertolongan atau pengampunan yang diberikan oleh
Allah Swt kepada sebagian manusia di akhirat nanti. Pengampunan ini diberikan
dengan cara memberikan izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk
melaksanakannya. Pada saat itu, konon umat manusia akan berada dalam
kebingungan dikarenakan kesalahan dan khilaf mereka selama hidup di Dunia. Semua
umat manusia akan mencari pertolongan agar terhindar dari azab Allah SWT. Maka
umat manusia akan mendatangi para nabi untuk meminta syafa’at (pertolongan). Para
Nabi menyatakan bahwa mereka tidak sanggup melaksanakannya. Akhirnya atas
petunjuk Nabi Isa as, umat manusia disarankan untuk mendatangi Nabi Muhammad
SAW agar beliau memohon kepada Allah Swt sehingga derita yang mereka tanggung
itu hilang dan tidak bingung lagi. Setelah Nabi Muhammad SAW berdoa, maka Allah
Swt mengabulkannya dengan memberi izin kepada beliau untuk memberi syafa‘at
(pertolongan) kepada mereka yang dipilih oleh Nabi SAW berdasarkan izin dari
Allah SWT, maka Nabi Muhammad SAW akan membebaskan orang-orang yang
beriman dari derita itu dan memasukkan mereka ke dalam surga, sedang orang-orang
kafir dimasukkan ke dalam neraka, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits:
َ َّصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَجْ َم ُع هللاُ الن
اس يَوْ َم َ ِال َرسُو ُل هللاَ َض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل قِ ك َر ِ ع َْن َأن
ٍ َِس ب ِْن َمال
َ َيحنَا ِم ْن َم َكانِنَا فَيَْأتُونَ آ َد َم فَيَقُولُونَ َأ ْنتَ الَّ ِذي خَ لَق
ك َ ْالقِيَا َم ِة فَيَقُولُونَ لَوْ ا ْستَ ْشفَ ْعنَا َعلَى َربِّنَا َحتَّى ي ُِر
ْت هُنَا ُك ْم َ َُوح ِه َوَأ َم َر ْال َمالَِئ َكةَ فَ َس َجدُوا ل
ُ ك فَا ْشفَ ْع لَنَا ِع ْن َد َربِّنَا فَيَقُو ُل لَس َ هللاُ بِيَ ِد ِه َونَفَ َخ فِي
ِ ك ِم ْن ر
ُ ُول بَ َعثَهُ هللاُ فَيَْأتُونَهُ فَيَقُو ُل لَس
ُْت هُنَا ُك ْم َويَ ْذ ُك ُر خَ ِطيَئتَه þٍ ر خَ ِطيَئتَهُ َويَقُو ُل اْئتُوا نُوحًا َأ َّو َل َرسþُ َويَ ْذ ُك
ُ اْئتُوا ِإب َْرا ِهي َم الَّ ِذي اتَّ َخ َذهُ هللاُ َخلِيالً فَيَْأتُونَهُ فَيَقُو ُل لَس
الَّ ِذيþر خَ ِطيَئتَهُ اْئتُوا ُمو َسىþُ ْت هُنَا ُك ْم َويَ ْذ ُك
ُ ر خَ ِطيَئتَهُ اْئتُوا ِعي َسى فَيَْأتُونَهُ فَيَقُو ُل لَسþُ ْت هُنَا ُك ْم فَيَ ْذ ُك
ْت هُنَا ُك ْم اْئتُوا ُ َكلَّ َمهُ هللاُ فَيَْأتُونَهُ فَيَقُو ُل لَس
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَ ْد ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه َو َما تََأ َّخ َر فَيَْأتُونِي فََأ ْستَْأ ِذنُ َعلَى َربِّي فَِإ َذا
َ ُم َح َّمدًا
ْت َسا ِجدًا فَيَ َد ُعنِي َما َشا َء هللاُ ثُ َّم يُقَا ُل لِي ارْ فَ ْع َرْأ َسكَ َسلْ تُ ْعطَ ْه َوقُلْ يُ ْس َم ْع َوا ْشفَ ْع تُ َشفَّ ْع ُ َرَأ ْيتُهُ َوقَع
َار َوُأ ْد ِخلُهُ ْم ْال َجنَّة ُأ ْأ
ِ َّع َر ِسي فََأحْ َم ُد َربِّي بِتَحْ ِمي ٍد يُ َعلِّ ُمنِي ثُ َّم َأ ْشفَ ُع فَيَ ُح ُّد لِي َح ًّدا ثُ َّم ْخ ِر ُجهُ ْم ِم ْن النþُ َفََأرْ ف
[رواه. ُار ِإالَّ َم ْن َحبَ َسهُ ْالقُرْ آن
ِ َّثُ َّم َأعُو ُد فََأقَ ُع َسا ِجدًا ِم ْثلَهُ فِي الثَّالِثَ ِة َأوْ الرَّابِ َع ِة َحتَّى َما بَقِ َي فِي الن
ومسلمþالبخاري
Artinya:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: berkata Rasulullah SAW: Nanti Allah
akan mengumpulkan manusia di hari kiamat, lalu mereka berkata, seandainya ada
orang yang memohonkan syafaat kepada Tuhan kami untuk kami sehingga kami
terbebas dari keadaan kami ini. Lalu mereka datang kepada Nabi Adam, mereka
berkata: Engkaulah orang yang diciptakan Allah dengan tangan-Nya (langsung) dan
meniupkan kepada engkau ruh dari-Nya dan memerintahkan malaikat, lalu mereka
sujud kepada engkau, maka berilah kami syafaat yang berasal dari Tuhan kami.
Adam menjawab: bukan aku yang dapat memberikannya, sambil menyebut
kesalahan-kesalahannya. Adam berkata: datanglah kepada Nuh Rasul yang pertama
kali diutus Allah. Lalu mereka datang kepada Nuh dan Nuh menjawab: aku bukanlah
orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya.
Datanglah kepada Ibrahim orang yang dijadikan Allah teman-Nya. Lalu mereka
datang kepada Ibrahim dan Ibrahim menjawab: aku bukanlah orang yang dapat
memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Musa
orang yang pernah berbicara dengan Allah. Lalu mereka datang kepada Musa dan
Musa menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut
kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Isa dan Isa menjawab: aku bukanlah
orang yang dapat memberikannya, datanglah kepada Muhammad SAW, karena
sesungguhnya Muhammad telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang
akan datang. Mereka pun mendatangiku, maka aku pergi minta izin kepada Tuhanku.
Maka ketika aku melihat-Nya aku segera sujud, Ia membiarkanku sesuai dengan yang
dikehendaki-Nya. Kemudian dikatakan: Angkatlah kepala engkau, mintalah pasti
diberi, katakanlah niscaya akan didengar, mintalah syafaat pasti diberi. Lalu aku
mengangkat kepalaku, lalu aku memanjatkan pujian kepada Tuhanku sesuai dengan
yang diajarkan kepadaku, kemudian aku diizinkan memberi syafaat kepada orang-
orang tertentu. Kemudian aku keluarkan mereka dari neraka dan aku masukkan ke
dalam surga. Kemudian aku kembali menyatakan dan bersujud seperti semula,
kemudian ketiga dan keempat, sehingga yang tinggal dalam neraka adalah orang yang
tidak percaya dan menantang al-Qur’an.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Di samping hadits di atas, ada lagi beberapa hadits shahih yang menerangkan
tentang syafa’at itu dan isinya sama dengan isi hadits di atas.
Dari penjelasan hadits di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Hak memberi syafaat itu hanya ada pada Allah, sebagai yang ditegaskannya:
ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ÓyÕø9$# ãPq•‹s)ø9$# 4 Ÿw ¼çnä‹è{ù's? ×puZÅ™
Ÿwur ×PöqtR 4 ¼çm©9 $tB ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur ’Îû ÇÚö‘F{$# 3 `tB #sŒ “Ï
%©!$# ßìxÿô±o„ ÿ¼çny‰YÏã žwÎ) ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ 4 ãNn=÷ètƒ $tB šú÷üt/ óOÎgƒÏ
‰÷ƒr& $tBur öNßgxÿù=yz ( Ÿwur tbqäÜŠÅsム&äóÓy´Î/ ô`ÏiB ÿ¾ÏmÏJù=Ïã žwÎ)
$yJÎ/ uä!$x© 4 yìÅ™ur çm•‹Å™öä. ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur ( Ÿwur
¼çnߊqä«tƒ $uKßgÝàøÿÏm 4 uqèdur ’Í?yèø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇËÎÎÈ
Artinya :
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di
sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah
tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
[161] Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan
dengan kekuasaan-Nya.
b. Pada hari kiamat Nabi Muhammad SAW diberi izin oleh Allah untuk memberi
syafa’at kepada sebagian manusia sesuai pilihan Nabi SAW dengan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Di antara yang diberi syafaat itu ialah orang-orang yang mencintai Nabi SAW dan
beriman kepada al-Qur’an serta tidak menentangnya.
Juga seorang suami dapat disebut dengan kata “sayyid”, sebagaimana yang
terdapat dalam firman Allah swt. dalam surat Yusuf ayat 25 :
s)t6tGó™$#ur z>$t7ø9$# ôN£‰s%ur ¼çm|ÁŠÏJs% `ÏB 9ç/ߊ $uŠxÿø9r&ur $
$ydy‰Íh‹y™ #t$s! É>$t7ø9$# 4 ôMs9$s% $tB âä!#t“y_ ô`tB yŠ#u‘r& y7Ï=÷dr'Î/
#¹äþqß™ HwÎ) br& z`yfó¡ç„ ÷rr& ëU#x‹tã ÒOŠÏ9r& ÇËÎÈ
Artinya :
Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis
Yusuf dari belakang hingga koyak dan Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di
muka pintu. wanita itu berkata: "Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud
berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab
yang pedih?"
Juga dalam firman Allah swt. dalam Al-Maidah ayat 55 disebutkan juga
kalimat “Maula” untuk Allah SWT, Rasul dan orang yang beriman.
uK¯RÎ) ãNä3–ŠÏ9ur ª!$# ¼ã&è!qß™u‘ur tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# tbqßJ‹É)ムno4qn=$
¢Á9$# tbqè?÷sãƒur no4qx.¨“9$# öNèdur tbqãèÏ.ºu‘ ÇÎÎÈ
Artinya :
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah).
Jadi kalau kata “sayyid” itu dapat digunakan untuk menyebut Nabi Yahya
putera Zakariya, dapat digunakan untuk menyebut Raja Mesir, bahkan dapat juga
digunakan untuk menyebut pemimpin yang semuanya itu menunjuk kan kedudukan
seseorang, alasan apa yang dapat digunakan untuk menolak sebutan “sayyid” bagi
junjungan kita Nabi Muhammad saw. Demikian pula soal penggunaan kata “maula” .
Apakah bid’ah jika seorang menyebut nama seorang Nabi yang diimani dan
dicintainya dengan awalan “sayyidina” atau “maulana” ?
Mengapa orang yang menyebut nama seorang pejabat tinggi pemerintahan,
kepada para presiden, para raja atau menteri, atau kepada diri seseorang dengan
awalan ‘Yang Mulia’ tidak dituduh berbuat bid’ah ? Tidak salah kalau ada orang yang
mengatakan, bahwa sikap menolak penggunaan kata “sayyid” atau maula untuk
mengawali penyebutan nama Rasulallah SAW itu sesungguhnya dari pikiran
meremehkan kedudukan dan martabat beliau SAW Atau sekurang-kurang hendak
menyamakan kedudukan dan martabat Beliau dengan manusia awam/biasa.
Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini masih banyak orang yang menyebut
nama Rasulallah SAW tanpa diawali dengan kata “sayyidina” dan tanpa dilanjutkan
dengan kalimat sallahu ‘alaihi wasallam (SAW). Menyebut nama Rasulallah dengan
cara demikian menunjukkan sikap tak kenal hormat pada diri orang yang
bersangkutan. Cara demikian itu lazim dilakukan oleh orang-orang diluar Islam,
seperti kaum orientalis barat dan lain sebagainya. Sikap kaum orientalis ini tidak
boleh kita tiru.
Banyak hadits-hadits shohih yang menggunakan kata sayyid, beberapa
diantaranya ialah : “Setiap anak Adam adalah sayyid. Seorang suami
adalah sayyid bagi isterinya dan seorang isteri adalah sayyidah bagi keluarganya
(rumah tangga nya)”. (HR Bukhori dan Adz-Dzahabi)
Jadi kalau setiap anak Adam saja dapat disebut “sayyid”, apakah anak Adam
yang paling tinggi martabatnya dan paling mulia kedudukannya disisi Allah yaitu
junjungan kita Nabi Muhammad SAW tidak boleh disebut “sayyid” ?
Hadits riwayat Imam Bukhori, Rasulallah saw bersabda: "Janganlah kalian
berkata (kepada seorang budak kepada majikannya), 'beri makan Rabb mu, wudhu
kan Rabb mu, tapi ucapkanlah Sayyidi dan Maulaya (tuanku dan Junjunganku)', dan
jangan pula kalian (para pemilik budak) berkata pada mereka,'wahai Hambaku, tapi
ucapkanlah : wahai anak, wahai pembantu" (Shahih Bukhari hadits no. 2414) hadits
semakna dalam Shahih Muslim hadits no. 2249).
Rasulallah SAW membolehkan ucapan sayyidi (tuanku) atau maulaya (tuan
muliaku) seorang budak terhadap tuannya, dan berkata para ahli hadits, kalau antara
tuan yg memiliki budak saja boleh menggunakan Sayyidi wa Maulaya.,
atau sayyidina wa maulana, maka sungguh Nabi SAW jauh lebih berhak dari semua
pemilik budak itu.
Bagaimana tercelanya orang yang berani membid’ahkan penyebutan
“sayyidina” atau “maulana” dimuka nama beliau SAW ? Yang lebih aneh lagi
sekarang banyak diantara golongan pengingkar ini sendiri yang memanggil nama satu
sama lain diawali dengan “sayyid” atau minta juga agar mereka dipanggil
“sayyid” dimuka nama mereka ! Begitu juga orang yang ekstrim ini, bila duduk
disatu majlis kemudian datang seorang ulama dimajlis tersebut, mereka ini sampai-
sampai berani mengharamkan orang untuk berdiri penghormatan kepada ulama ini.
Padahal banyak contoh dalam hadits antara lain yang telah kami kemukakan, para
sahabat berdiri untuk para pemimpinnya atau untuk orang yang dipandang mulia oleh
mereka. Berdiri untuk penghormatan itu bukan suatu yang wajib tetapi tata krama
yang diajarkan oleh Rasulallah SAW, untuk seorang yang berilmu atau para wauliya
sholihin. Sekali lagi untuk mengharamkan sesuatu itu harus ada dalilnya yg jelas dan
tegas masalah tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalawat adalah bacaan do’a dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW, yang
memiliki hukum :
1. Wajib
a. Hukum membaca shalawat ibrahimiyah itu wajib pada saat tahiyat akhir shalat.
Baik shalat fardhu yang lima waktu maupun shalat sunnah.
b. Wajib membaca shalawat sekali seumur hidup.
c. Wajib mengucapkan shalawat ketika mendengar nama Nabi Muhammad disebut,
menurut pendapat Imam Tahawi.
2. Sunnah muakkad pada situasi di luar shalat.
B. Kritik
Termasuk dalam kesalahan adalah melantunkan shalawat Nabi dengan
berirama dan terkadang dilakukan secara berjamaah. Bahkan ada yang diiringi
dengan lantunan musik piano, genderang, rebana dan lainnya. Sungguh, ini
merupakan suatu kebatilan yang nyata yang dikemas dalam bentuk ibadah. Bagaikan
najis yang dicampur dengan setetes air suci. Allahul musta’an.
Tak hanya itu, tujuan shalawat pun kini telah bias. Yang awalnya untuk
mendoakan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam kini menjadi hiburan yang dapat
dinikmati suara dan iringan musiknya.
Demikian pula, penting bagi kita menjauhi cara bershalawat yang tidak ada
dalilnya seperti bershalawat dengan dinyanyikan, karena ini tidak pernah dicontohkan
oleh para pendahulu kita dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.
C. Saran
Tidak luput dari qodrat manusia sebagai mahluk yang tidak sempurna, kami
dari penyusun makalah ini menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Selanjutnya kami meminta
maaf dari kesalahan-kesalahan kami dalam materi, penyampaian dan penulisan. Kami
berharap kepada semua pembaca memberikan tanggapannya sebagai kritik yang
membangun agar dikemudian hari menjadi suatu ilmu yang bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Majalah Asy Syari’ah no. 07/I/1425 H/2004 pada artikel "Shalawat Nabi Antara
Sunnah dan Bid'ah Bagian 2", hal. 34-35.
tanyajawabagamaislam.blogspot.com (dari Ustadz Abdullah Roy, Lc.).
Al-Sami, Mahmud. Muktashar fî Ma’ânî Asmâ Allâh al-Husnâ. Daarul Al-
Kutub Al-Islamiyah. Jakarta.
Al-Nabhani. Yusuf bin Isma’il. Afdhalu al-Shalawati ‘ala Sayyidi al-
Sadati. Daarul Al-Kutub Al-Islamiyah. Jakarta.