Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HADITS-HADITS TENTANG PENELITIAN RASULULLAH SAW TERHADAP


SYA’IR

Untuk memenuhi tugas mata kuliah tafsir dan hadits

Dosen pengampu: Dr. Suparman, M. Ag

Disusun oleh:

Affan Ramadhan : 1225010004

Aidah Hayatun Nufus : 1225010015

Akmalia Salma Millaty : 1225010018

Arafi Nanda Sutrisno : 1225010026

Daffa Azhari Musyaffa : 1225010036

Daffa Raihan Al Rasyid : 1225010037

SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah memberikan
begitu banyak nikmat dan rahmat-Nya, sehingga dengannya kami dapat menyelesaikan
makalah tugas kelompok ini dengan judul “Hadist-Hadist Tentang Penelitian Rasulullah
Terhadap Sya’ir”

Shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada suri tauladan kita, nabi akhir
zaman Rosulullah SAW. Kepada keluarganya, sahabatnya, dan semoga kita mendapat
syafa’atnya di yaumil qiyamah nanti.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.
Suparman, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir dan Hadits, yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan,
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu
kami menerima kritik dan saran yang membangun dengan tangan terbuka, untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.

Bandung, 18 Juni 2023

Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................4
1.3 TUJUAN PENELITIAN.........................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
A. Teks Hadis tentang Syair...........................................................................................................5
a. Hadist tentang Syair yang di perkenankan.............................................................................5
b. Hadist tentang Syair yang dilarang........................................................................................6
B. Pemahaman Hadis-hadis Syair..................................................................................................6
BAB III.................................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sya’ir sebagai salah satu produk karya sastra telah lahir sejak zaman Nabi
bahkan lebih jauh sebelum ini, sebab bangsa Arab dikenal dengan jago sya’ir bahkan
akar syair yang dipelajari di Indonesia pun berasal dari Arab. Dalam literatur hadis
banyak ditemukan hadis yang melarang melakukan dan mengucapkan syair. Tulisan
ini bertujuan untuk mengkaji secara detail apa sebenarnya status hadis tersebut. Hadit
tentang larangan syair dan bersyair ersifat temporal karena syair yang terlarang adalah
syair yang menyalahi aturan-aturan syari’at, dan syair yang tercela adalah syair-syair
yang disusun untuk merendahkan martabat manusia secara umum dan kaum muslimin
secara khusus dan syair yang sangat menyibukkan melebihi kesibukan dalam
membaca al-Qur’an dan beribadah kepada Allah. Adapun syair-syair yang disusun
dengan tidak mengenyampingkan apalagi meninggalkan ibadah kepada Allah dengan
tujuan untuk menyadarkan manusia dari keterpurukan mereka atau membangkitkan
semangat kaum muslimin dan melemahkan semangat kaum kafir dan sesuai dengan
al-Qur’an dan Sunnah, maka syair tersebut adalah syair yang dibolehkan dan bahkan
mendapatkan posisi terpuji dalam islam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Apa yang dimaksud Sya’ir?


1.2.2 Jelaskan hadits tentang Sya’ir yang diperkenankan dan berikan contohnya!
1.2.3 Jelaskan hadits tentang Sya’ir yang dilarang dan berikan contohnya!

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Pengertian tentang Sya’ir


1.3.2 Menjelaskan hadits mengenai sya’ir yang diperkenankan dan contoh dari
say’ir tersebut
1.3.3 Menjelaskan hadits mengenai sya’ir yang dilarang dan contoh dari hadits
tersebut
BAB II
PEMBAHASAN

Sya'ir adalah istilah sastra Arab yang mengacu pada puisi atau syair. Puisi dalam bentuk
sya'ir terdiri dari ayat-ayat dengan meteran dan ritme yang khas. Sya'ir memainkan peran
penting dalam tradisi sastra Arab klasik dan digunakan untuk menyampaikan gagasan,
perasaan atau pengalaman penulis. Dalam konteks modern, sya'ir juga bisa merujuk pada
penyair atau orang yang menulis puisi dengan gaya Arab tradisional. Sya'ir adalah bagian
penting dari warisan sastra Arab dan dipuja karena kemampuannya menyampaikan kata-kata
dengan keindahan dan kedalaman.

A. Teks Hadis tentang Syair


a. Hadist tentang Syair yang di perkenankan

Syair telah menjadi bagian dari tradisi orang-orang Arab jahiliyah, sejarah menunjukkan
bahwasanya pada zaman Rasulullah Saw telah terbentuk sebuah pasar syair yang dikenal
dengan nama Pasar 'Uqadz tempat para ahli syair dari segala penjuru qabilah melantunkan
syir-syair karya mereka, dan bagi syair-syair terbaik diberikan hadiah dan karyanya
ditempelkan pada dinding ka'bah.

Dalam Islam terdapat dua bentuk penjelasan tentang kedudukan syair ada teks yang
menjelaskan tentang kebolehannya dan adapula yang mencelanya. Adapun teks hadis yang
menjelaskan kebolehan syair dan bersyair adalah sebagai berikut:

‫رو ب ِْن‬D ِ ‫َح َّدثَنَا َع ْمرٌو النَّاقِ ُد َوابْنُ َأبِي ُع َم َر ِكاَل هُ َما ع َْن ا ْب ِن ُعيَ ْينَةَ قَا َل ابْنُ َأبِي ُع َم َر َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ ع َْن ِإ ْب َرا ِهي َم ْب ِن َم ْي َس َرةَ ع َْن َع ْم‬
‫ت نَ َع ْم‬ ُ ‫ ْي ٌء قُ ْل‬D‫ت َش‬ َّ ‫ْر ُأ َميَّةَ ْب ِن َأبِي‬
ِ ‫ ْل‬D‫الص‬ ِ ‫ع‬D‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَوْ ًما فَقَا َل هَلْ َم َعكَ ِم ْن ِش‬ َ ِ ‫ت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫ال َّش ِري ِد ع َْن َأبِي ِه قَا َل َر ِد ْف‬
‫ا‬DD‫ب َوَأحْ َم ُد بْنُ َع ْب َدةَ َج ِمي ًع‬ ٍ ْ‫ت و َح َّدثَنِي ِه ُزهَ ْي ُر بْنُ َحر‬ ٍ ‫قَا َل ِهي ْه فََأ ْن َش ْدتُهُ بَ ْيتًا فَقَا َل ِهي ْه ثُ َّم َأ ْن َش ْدتُهُ بَ ْيتًا فَقَا َل ِهي ْه َحتَّى َأ ْن َش ْدتُهُ ِماَئةَ بَ ْي‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬ َ ِ ‫ص ٍم ع َْن ال َّش ِري ِد قَا َل َأرْ َدفَنِي َرسُو ُل هَّللا‬ ِ ‫وب ْب ِن عَا‬ َ ُ‫ع َْن ا ْب ِن ُعيَ ْينَةَ ع َْن ِإ ْب َرا ِهي َم ْب ِن َم ْي َس َرةَ ع َْن َع ْم ِرو ْب ِن ال َّش ِري ِد َأوْ يَ ْعق‬
‫ ُد‬D‫ َّدثَنَا َع ْب‬D‫ب َح‬ٍ ْ‫ ر‬D‫ ُر بْنُ َح‬D‫ َّدثَنِي ُزهَ ْي‬D‫لَ ْي َمانَ ح و َح‬D‫ ُر بْنُ ُس‬D‫ا ْال ُم ْعتَ ِم‬DDَ‫ َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ يَحْ يَى َأ ْخبَ َرن‬D‫ ِه و َح‬Dِ‫خَلفَهُ فَ َذ َك َر بِ ِم ْثل‬ ْ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ ‫و ُل هَّللا‬D‫ َدنِي َر ُس‬D‫ا َل ا ْستَ ْن َش‬DDَ‫ ِه ق‬D‫ ِري ِد ع َْن َأبِي‬D‫الش‬َّ ‫رو ْب ِن‬D ِ D‫رَّحْ َم ِن الطَّاِئفِ ِّي ع َْن َع ْم‬D‫ ِد ال‬D‫ي ِكاَل هُ َما ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْب‬ ٍّ ‫الرَّحْ َم ِن بْنُ َم ْه ِد‬
‫ْر ِه‬ِ ‫ال فَلَقَ ْد َكا َد يُ ْسلِ ُم فِي ِشع‬َ َ‫ث ا ْب ِن َم ْه ِديٍّ ق‬ِ ‫ث ِإ ْب َرا ِهي َم ْب ِن َم ْي َس َرةَ َو َزا َد قَا َل ِإ ْن َكا َد لِيُ ْسلِ ُم َوفِي َح ِدي‬ ْ
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم بِ ِمث ِل َح ِدي‬
َّ َ

Telah menceritakan kepada kami ['Amru An Naqid] dan [Ibnu Abu 'Umar] keduanya dari
[Ibnu 'Uyainah]. [Ibnu Abu 'Umar] berkata; Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari
[Ibrahim bin Maisarah] dari ['Amru bin Asy Syarid] dari [Bapaknya] dia berkata; 'Pada suatu
hari aku dibonceng oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bertanya
kepadaku; 'Apakah kamu hafal syairnya Umayyah bin Abu Shalt? Aku menjawab; 'Ya.' Kata
beliau; 'Lantunkanlah untukku! ' lalu aku melantunkannya satu bait syair. Kemudian beliau
berkata; 'Tambah lagi! Kemudian aku lantunkan lagi. Namun beliau berkata; 'Tambah lagi! '
hingga aku melantunkannya sebanyak seratus bait. Dan telah menceritakannya kepadaku
[Zuhair bin Harb] dan [Ahmad bin Abdah] seluruhnya dari [Ibnu Uyainah] dari [Ibrahim bin
Maisarah] dari [Amru bin Syarid] atau [Ya'qub bin 'Ashim bin As Syarid] dia berkata; 'Pada
suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memboncengku. -lalu dia menyebutkan
Hadits yang serupa.- Dan Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya]; Telah
mengabarkan kepada kami [Al Mu'tamir bin Sulaiman]; Demikian juga diriwayatkan dari
jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin Harb]; Telah menceritakan
kepada kami ['Abdur Rahman bin Mahdi] keduanya dari ['Abdullah bin 'Abdur Rahman Ath
Thaifi] dari ['Amru bin Asy Syarid] dari [Bapaknya] dia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam memintaku untuk menyenandungkan syair….-serupa dengan Hadits Ibrahim
bin Maisarah- namun ada tambahan; 'Hampir saja dia masuk Islam.' Di dalam Hadits Ibnu
Mahdi di sebutkan; 'Sungguh hampir saja dia masuk Islam karena syairnya.' [H.R Muslim]

Dalam Riwayat lain Rasulullah Saw mengemukakan bahwasanya terdapat kandungan hikmah
dibalik bait-bait syair sebagaimana sabda Beliau Saw:

‫الز ْه ِريِّ قَا َل َأ ْخبَ َرنِي َأبُو بَ ْك ِر بْن عَب ِد الرَّحْ َم ِن َأ َّن َمرْ َوانَ ْبنَ ْال َح َك ِم َأ ْخبَ َرهُ َأ َّن َع ْب َد الرَّحْ َم ِن‬ ُّ ‫َح َّدثَنَا َأبُو ْاليَ َما ِن َأ ْخبَ َرنَا ُش َعيْبٌ َع ِن‬
ِ ‫ قَا َل « ِإ َّن ِمنَ ال َّشع‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ُول هَّللا‬
َ‫ْر ِح ْك َمة‬ َ ‫ب َأ ْخبَ َرهُ َأ َّن َرس‬
ٍ ‫ي ْبنَ َك ْع‬ َّ َ‫ُوث َأ ْخبَ َرهُ َأ َّن َأب‬
َ ‫» ْبنَ اَأل ْس َو ِد ْب ِن َع ْب ِد يَع‬

"Dari Ubai bin Ka'ab Bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya terdapat hikmah
diantara (bait-bait) syair".

Dalam riwayat yang lain Rasulullah Saw memuji syair salah seorang sahabat yang bernama
Labid bin Rabi'ah Rasulullah Saw bersabda :

َ Dَ‫ قَا َل ق‬- ‫ ق‬- ‫ رضى هللا عنه‬- َ‫ك ع َْن َأبِي َسلَ َمةَ ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرة‬
‫لى هللا‬DD‫ ص‬- ‫ال النَّبِ ُّي‬D ِ ِ‫َح َّدثَنَا َأبُو نُ َعي ٍْم َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ ع َْن َع ْب ِد ْال َمل‬
‫ُأ‬
‫ق َكلِ َم ٍة قَالَهَا السَّا ِع ُر َكلِ َمةُ لَبِي ِد َأاَل ُكلُّ َش ْي ٍء َما خَ اَل هَّللا َ باطل َو َكا َد َميَّةُ بنُ َأبي الص َّْلت َأ ْن يُسلم‬ ُ ‫ َأصْ َد‬. ‫» ) عليه وسلم‬-

Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallhu 'alaihi wa sallam beliau berkata : "Kalimat yang
paling benar yang diucapkan oleh penyair adalah kalimat Labid: "Ketahuilah segala sesuatu
yang selain Allah adalah bathil (rusak dan binasa)". Dan hampir saja Umayyah bin Abu al-
Shalt memeluk Islam".

b. Hadist tentang Syair yang dilarang

Hadis yang menerangkan akan ketidak bolehan syair dan bersyair dan merupakan hadis
bahasan utama pada artikel ini adalah:

‫َلى َجوفُ َأ َح ِد ُك ْم قَ ْيحًا َخ ْي ٌر لَهُ ِم ْن َأ ْن يَ ْمتَلِى ِشعرًا‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َأَل ْن يَ ْمت‬
َ ‫ع َْن النَّبِ ِّي‬

"Dari Nabi Saw, beliau bersabda: "Lambung seseorang penuh dengan nanah lebih baik
daripada penuh dengan syair".

B. Pemahaman Hadis-hadis Syair

Dari beberapa teks hadis di atas menunjukkan akan terjadinya kontroversi di sisi lain
Rasulullah Saw membenarkan dan menyuruh sebahagian dari sahabat beliau untuk
melantunkan syair, bahkan beliau sendiri

melantunkan syair sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi :


‫لم‬DD‫ه وس‬DD‫ْح ع َْن َأبِي ِه ع َْن عَاِئ َشةَ قَا َل قِي َل لَهَا هَلْ َكانَ النَّبِ ُّي صلى هللا علي‬ ٍ ‫ك َع ِن ْال ِم ْقد َِام ْب ِن ُش َري‬َ ‫َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْنُ حُجْ ٍر َأ ْخبَ َرنَا َش ِري‬
ِ ‫ا‬Dَ‫ َوفِي ْالب‬. » ‫زَ ِّو ِد‬Dُ‫ار َم ْن لَ ْم ت‬D ‫ْأ‬
‫ب‬ ِ َ‫ك بِاَأْل ْخب‬
َ ‫ َويَقُو ُل « َويَ تِي‬- ‫ْر ا ْب ِن َر َوا َحةَ َويَتَ َمثَ ُل‬
ِ ‫ت َكانَ يَتَ َمثَ ُل بِ ِشع‬ ْ َ‫ْر قَال‬
ِ ‫ يَتَ َمثَ ُل بِ َش ْي ٍء ِمنَ ال َّشع‬-
‫يث َح َس ٌن صحیح‬ ٌ ‫س قَا َل َأبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬ ٍ ‫َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬
Dari Aisyah beliau berkata: seseorang bertanya kepadanya: 'Apakah Rasulullah Pernah
melantunkan syair, Aisyah menjawab: "Beliau pernah melantunkan Syair Ibnu Rawahah dan
beliau melantunkan 'Dan telah datang kepadamu berita tanpa tambahan'.

Namun pada sisi yang lain Rasulullah Saw melarang untuk bersyair sebagaimana sabda
beliau Saw:

‫ال َأَل ْن يَ ْمتَلِ َي َجوفُ َأ َح ِد ُك ْم قَ ْيحًا خَ ْي ٌر‬


َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ عن ابن عمر رضي هللا عنهما عَن النَّبِ ِّي‬
ِ ‫َر‬

‫لَهُ ِم ْن َأ ْن يَ ْمتَلَى َشعرًا‬.

Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw beliau bersabda: "Lambung seseorang penuh dengan nanah
lebih baik daripada penuh dengan syair".

Ketika melihat hadis kedua tentang pelarangan bersyair secara zahir, maka akan ditemukan
pelarangan untuk bersyair secara mutlak, sebab Rasulullah Saw menyebutkan bahwa "perut
seseorang dipenuhi oleh nanah (yang dapat merusaknya) lebih baik daripada dipenuhi oleh
syair", oleh karena itu terdapat beberapa ulama yang melarang syair secara mutlak
berdasarkan hadis tersebut. Imam Ibnu Hajar berkata :

Para ulama terdahulu berbeda pendapat tentang apabila isi sebuah kitab seluruhnya adalah
syair, Al-Sya'bi berpendapat bahwa hal tersebut (kitab dipenuhi oleh syair) tidak boleh, dan
al-Zuhry berpendapat bahwa telah menjadi sebuah sunnah terdahulu bahwa basmalah tidak
boleh tercampur dengan syair, sementara Said bin Jubair dan Jumhur serta pilihan al- Khatib
bahwa buku yang dipenuhi dengan syair dan basmalah tercampur dengan syair adalah boleh."

Sebenarnya hadis tentang pelarangan bersyair memiliki asbab al-wurud sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Muslim dari riwayat Abu Said al-Khudri beliau berkata:

‫ه‬DD‫ه هللا علي‬DD‫لى أن من ل‬D‫ول هللا ص‬DD‫ال رس‬DD‫د فق‬DD‫بينا نحن نسير مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم بالعرج إذ عرض شاعر ينش‬
‫ ألن يمتلئ جوف رجل قيحا خير يمتلئ شعرا‬,‫ أو أمسكوا الشيطان‬,‫ خذوا الشيطان‬: ‫وسلم‬

"Ketika kami sedang berjalan bersama Rasulullah Saw di al-'Araj, tiba- tiba seorang penyair
membacakan syair kepada kami Rasul pun berkata : "Tahan Syaitan itu, dan
peganglah........,lalu beliau bersabda: "Lambung seseorang penuh dengan nanah lebih baik
daripada penuh dengan syair".

Ibnu Baththal berkata: sebahagian ulama berpendapat bahwa syair yang dimaksud dalam
hadis adalah syair-syair yang mengandung hujatan terhadap Rasulullah Saw. Akan tetapi Abu
ubaid secara pribadi berdasarkan kesepakatan ulama menganggap bahwa penafsiran tentang
makna syair adalah penafsiran yang salah sebab kaum muslimin telah sepakat bahwa satu
kalimat yang mengandung hujatan kepada Rasulullah Saw maka akan menjadikan kufur.
Akan tetapi dikalangan sebahagian ulama melarang syair dan bersyair secara mutlak hal
tersebut didasarkan perkataan Rasulullah SAW: “tahan Syaitan itu” dan firman Allah pada
(Q.S. al-Syu’ara’ : 224).

Berdasarkan ayat dan hadis tersebut mereka yang melarang syair secara mutlak menganggap
bahwa syair dan bersyair merupakan pekerjaan syaitan yang sesat. Para ahli tafsir seperti al-
Thabary beliau berpendapat bahwa para ahli syair tersebut mengikuti jejak orang-orang yang
sesat bukan jejak orang- orang yang mendapat petunjuk. Dan yang dimaksud dengan orang
yang sesat menurut Ibnu Abbas adalah para pembuat syair dari kalangan orang-orang kafir
dan yang lainnya berpendapat yang dimaksud dengan orang sesat adalah Syaitan. Ikrimah
berkata bahwa suatu ketika terdapat dua ahli syair yang saling mencaci satu sama lain
(dengan menggunakan syair), maka Allah menurunkan ayat ini (al-Sya'ara': 224). Qatadah
berpendapat bahwa para ahli syair memuji seseorang dengan hal-hal yang bathil dan mencela
dengan hal-hal yang bathil pula.

Imam al-Qurthuby mengomentari hadis Abu Said al-Khudri dengan mengatakan bahwa para
ulama berkata bahwasanya Rasulullah Saw melakukan hal tersebut yaitu mencela penyair
tersebut- karena beliau Saw telah mengetahui keadaan penyair tersebut, karena penyair
tersebut dikenal sebagai penyair yang menjadikan syair-syairnya sebagai jalan untuk
mendapatkan penghasilan sehingga dia berlebihan dalam memuji ketika diberi, dan
berlebihan dalam mencela ketika tidak diberi, sehingga menyiksa manusia baik dari segi
harta maupun kehormatan. Oleh karena itu mereka yang melakukan hal ini wajib
untuk diingkari.

Ayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Saw tidak membuat atau menyusun syair dan
tidak mengatakan sebait syair pun, jika beliau ingin melantunkan syair beliau tidak
menyempurnakan atau senantiasa memotong timbangan syair tersebut, sebagai salah contoh
sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi:

َ‫ ة‬D‫اح‬ َ ‫ْر اب ِْن َر َو‬ ْ َ‫ال‬Dَ‫ْر ق‬


ِ ‫ع‬D‫ ُل بِ ِش‬Dَ‫انَ يَتَ َمث‬D‫ت َك‬ ِ ‫ع‬D‫الش‬َّ َ‫ ْي ٍء ِمن‬D‫ يَتَ َمثَ ُل بِ َش‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ع َْن عَاِئ َشةَ قَا َل قِي َل لَهَا هَلْ َكانَ النَّبِ ُّي‬
ِ َ‫ك بِاَأْل ْخب‬
‫ار َم ْن لَ ْم تُ َز ِّو ِد‬ َ ‫» َويَتَ َمثَ ُل َويَقُو ُل « َويَْأتِي‬

Dari Aisyah beliau berkata: seseorang bertanya kepadanya: 'Apakah Rasulullah Pernah
melantunkan syair, Aisyah menjawab: "Beliau pernah melantunkan Syair Ibnu Rawahah dan
beliau melantunkan 'Dan telah datang kepadamu berita tanpa tambahan'.

Penjelasan dari Aisyah menunjukkan bahwasanya Rasulullah Saw hanya menyebutkan dan
melantunkan potongan syair karya Abdullah bin Rawahah pada masa perang Khandak
dengan tujuan agar lebih bersemangat, karena sesungguhnya syair karya Ibnu Rawahah
menyebutkan: "Akan tampak kepadamu hari-hari di mana kebodohanmu Dan akan datang
kepadamu berita dari yang tidak kamu sangka❞

Dan banyak lagi riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan bahwa beliau hanya
menyebutkan syair karya sahabat-sahabat beliau dengan cara memotongnya bukan dari syair-
yair karya beliau karena pelarangan dari Allah SWT. Diantara hikmah larangan Allah
terhadap Rasul-Nya untuk menyusun syair dan melantunkannya adalah agar anggapan kaum
kafir bahwa Raslullah Saw adalah seorang ahli syair dan al-Qur'an merupakan syair karya
Muhammad Saw terbantahkan.

BAB III
KESIMPULAN

Sya'ir adalah istilah sastra Arab yang mengacu pada puisi atau syair. Puisi dalam bentuk
sya'ir memiliki ayat-ayat dengan meteran dan ritme khas. Sya'ir memainkan peran penting
dalam tradisi sastra Arab klasik dan digunakan untuk menyampaikan gagasan, perasaan, atau
pengalaman penulis. Dalam konteks modern, sya'ir juga bisa merujuk pada penyair atau
orang yang menulis puisi dengan gaya Arab tradisional. Sya'ir adalah bagian penting dari
warisan sastra Arab dan dihargai karena kemampuannya menyampaikan kata-kata dengan
keindahan dan kedalaman. Terkait dengan hadis-hadis tentang syair, terdapat dua pendekatan
yang berbeda dalam Islam. Beberapa hadis mengindikasikan bahwa Rasulullah Muhammad
SAW mengizinkan dan bahkan meminta beberapa sahabat untuk melantunkan syair. Pada
masa jahiliyah, ada pasar syair di mana para penyair Arab melantunkan syair mereka dan
hadiah diberikan kepada yang terbaik. Namun, ada juga hadis yang mencela syair dan
menyatakan bahwa memiliki perut yang penuh nanah lebih baik daripada memiliki perut
yang penuh syair. Ini menunjukkan pandangan kritis terhadap syair dan penekanan pada
kepentingan hal-hal yang lebih substansial daripada hanya kesenian. Dalam pemahaman
hadis-hadis tentang syair, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama dan cendekiawan
Muslim. Beberapa ulama menekankan pada hadis-hadis yang memperbolehkan syair dan
melihatnya sebagai bentuk seni yang dapat digunakan dengan baik dalam konteks Islam.
Namun, yang lain mengambil pendekatan yang lebih kritis dan menganggap syair sebagai
sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian dari hal-hal yang lebih penting dalam kehidupan
Muslim. Dalam menghargai syair, penting untuk memahami konteks dan tujuan
penggunaannya. Syair dapat menjadi sarana ekspresi kreatif, memperkaya budaya dan tradisi,
serta menyampaikan pesan dengan keindahan bahasa. Namun, seperti halnya bentuk seni
lainnya, syair juga perlu dinilai dengan kriteria moral dan etika yang sesuai
dengan ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA

Mahfud, M. (2015). SYAIR DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI. FIKROH, 93-103.

Anda mungkin juga menyukai