Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TEORI PERBANDINGAN POLITIK

TEORI SISTEM DAN TEORI NEGARA

Dosen pengampu:
Syarif Redha Fachmi Al Qadrie, S.IP, M.A.

Disusun Oleh :
Roger yiftro mil sucipto ( E1052191044 )

ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK PPAPK KELAS B

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Sistem dan Teori
Negara” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
Teori Perbandingan Politik.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Pontianak, 12 september 2022

Roger yiftro mil sucipto

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah.....................................................................................2
1.4 Manfaat Makalah...................................................................................2
1.5 Sumber Data...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
2.1 Sistem sebagai Hal Organik dan Psikologis Menurut
David Easton dan Teori Sistem-Sistem Umum.....................................3
2.2 Sistem Sebagai Struktur Dan Fungsi
Gabriel Almond Dan Para Pelopornya...................................................6
2.3 Perspektif-Perspektif Sistem Yang Radikal...........................................7

BAB III PENUTUP.........................................................................................13


3.1 Kesimpulan..........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para filsuf dan ilmuwan sosial telah lama mengaitkan beberapa konsepsi sistem
dengan pemahaman politik mereka, seperti Max Weber yang mencari kualitas-kualitas
stabilitas dan orde dalam masyarakat produktif modern. Weber juga mengklasifikasikan
masyarakat ke dalam sistem-sistem kewenangan tradisional, karismatik dan rasional-
legal. Marx mengklasifikasikan masyarakat kedalam sistem ekonomi berdasarkan mode
produksi dan hubungan-hubungan produksi yang berwujud ke kelas sosial yaitu feodal,
borjuis dan proletar. Para ilmuwan dan ilmuwan sosial telah berupaya menghadirkan
suatu orde bagi kompleksitas dunia dengan memanfaatkan sistem sebagai suatu basis
umum dalam melakukan analisis dan sintesis.
Dalam memahami terminologi sistem, kenyataanya seluruh fenomena sosial
saling berkaitan, meskipun batas-batasnya dapat diterapkan untuk menggambarkan
sistem-sistem yang berbedda, misalnya sistem politik, ekonomi sosial, dan psikologi-
budaya biasanya elemen-elemen hadir dalam jumlah yang secara konseptual terukur,
dan dalam keadaan ini mereka diistilahkan sebagai variabel. Elemen-elemen yang lebih
konstan ketimbang variabel ini, karena mereka tidak mengalami perubahan dalam
masyarakat, di sebut parameter. Variabel-variabel suatu sistem dapat termasuk struktur,
fungsi, aktor, nilai, norma, tujuan, input, respon, dan umpan balik.
Sasaran dasar teori sistem adalah integrasi “beragam ilmu, alam maupun
sosial,” pengembangan “prinsip-prinsip pemersatu” dari ilmu-ilmu individual, dan
pembentukan “teori eksak dalam bidang-bidang ilmu non fisika” (Bertalanffy 1968:38).
Riset operasional diterapkan dalam pencarian solusi permasalahan sosial, khususnya
dalam pendidikan, perencanaan wilayah perkotaan, dan pelayanan kesehatan. Dengan
pergeseran dari aplikasi militer ke sipil, riset operasional pada akhirnya dikenal sebagai
sarana analisis sistem. Asal usul teori sistem dalam perbandingan politik lahir dari
biologi, sibernetika, riset operasional dan analisis sistem. Berdasarkan penjabaran
diatas maka makalah ini akan menjabarkan lebih lanjut tentang sistem sebagai hal
organik dan psikologi, sistem sebagai struktur dan fungsi dan berbagai perspektif-
perspektif sistem yang radikal akan disajikan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem sebagai hal organik dan psikologi menurut David Easton dan
teori sistem-sistem umum ?
2. Bagaimana sistem sebagai struktur dan fungsi Gabriel Almond dan para
pelopornya ?
3. Bagaimana prespektif-prespektif sistem yang radikal ?
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem sebagai hal organik dan psikologis menurut
David Easton dan teori sistem-sistem umum
2. Untuk mengetahui sistem sebagai struktur dan fungsi Gabriel Almond dan para
pelopornya
3. Untuk mengetahui prespektif-prespektif sistem yang radikal
1.4 Manfaat Makalah
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak untuk memberikan
pengetahuan dan informasi terkait Teori Sistem dan Teori Negara dengan berbagai
perspektif dalam teori sistem dan kegunaannya dalam studi perbandingan politik.
1.5 Sumber Data
Prosedur penulisan yang digunakan oleh penulis dengan mengambil tinjauan
pustaka tentang Teori Sistem dan Teori Negara melalui buku, jurnal dan laman web
internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem sebagai Hal Organik dan Psikologis Menurut David Easton dan Teori
Sistem-Sistem Umum
Upaya-upaya David Easton untuk membangun suatu teori politik berorientasi
empiris berkembang melalui tiga fase. Karya pertamanya, The Political System
(1953), menyajikan satu kasus teori umum dalam ilmu politik. Yang kedua, A
Framework for political Analysis (1965), mengedepankan konsep-konsep utama
bagi perkembangan suatu teori umum. Yang ketiga, A System Analysis of Political
Life (1965b), mencoba memperluas konsep-konsep tersebut dengan harapan bahwa
itu semua mungkin dapat diterapkan secara empiris, bahkan Easton selanjutnya
berupaya untuk menggerakan teorinya menuju suatu situasi empiris melalui satu
studi tentang bagaimana dan kapan dukungan anak-anak terhadap kewenangan
politik muncul dalam sistem politik Amerika Serikat. Dari ketiga fase tersebut,
pencarian teori Easton melibatkan perumusan satu kerangka kerja umum, satu fokus
pada sistem secara utuh bukannya hanya pada bagian-bagiannya, satu perhatian pada
pengaruh-pengaruh lingkungan terhadap sistem, dan satu pengakuan dari perbedaan
antara kehidupan politik dalam keseimbangan dan dalam ketidakseimbangan. Ia
menegaskan bahwa sistem-sistem politik berlangsung di saat-saat perubahan dan
tekanan untuk mengubah sistem dapat berasal dari dua arah, yaitu yang bersifat
internal dan eksternal, dengan demikian sistem politik dipengaruhi oleh apa yang
sedang terjadi di dalam lingkungan-lingkungan. Kontribusi utama Easton dalam
teori politik melaui sintesis gagasan utamanya dari masing-masing fase sebagai
berikut.
 Fase 1, Easton awalnya mengajukan beberapa asumsi, yaitu :
1. Pencarian empiris pengetahuan yang dapat diandalkan “pada akhirnya
membutuhkan konstruksi teori yang sistematis, nama bagi orde tertinggi
generalisasi” (Easton 1953:4). Pengetahuan ilmiah bersifat teoritis dan
didasarkan fakta-fakta, namun fakta-fakta sendiri tidak menjelaskan peristiwa
dan harus diurutkan dalam cara tertentu.
2. Para mahasiswa yang mempelajari kahidupan politik perlu memandang sistem
politik sebagai satu keutuhan, bukannya terkonsentrasi pada solusi masalah-

1
masalah tertentu. Teori harus digabungkan dengan pengetahuan yang dapat
diandalkan dan data empiris.
3. Riset sistem politik menarik dua jenis data (1955:194-195). Data psikologis
berhubungan dengan kepribadian dan motivasi para pelakunya, dan data
situasional berhubungan dengan kegiatan yang terbentuk oleh pengaruh-
pengaruh lingkungan.
4. Kehidupan politik dapat digambarkan sebagai ketidakseimbangan.
Kesetimbangan tidak hanya menunjukan perubahan atau konflik namun juga
lawan dari kecenderungan kesetimbangan, berupa “kondisi yang tidak pernah
terwujud,sejenis situasu normal, yang merupakan abstraksi murni.”
Dengan demikian, pencarian teori Easton melibatkan perumusan satu kerangka karja
umum, satu fokus pada sistem secara utuh bukan hanya pada bagian-bagian. Easton
menolak konsep tentang negara dengan merujuk pada kebingungan dan keragaman
makna (1953:107); sistem baginya memungkinkan kejelasan konseptualisasi.
Konsep-konsep kekuasaan, pengambilan keputusan, wewenang, dan kebijakan
adalah esensial dalam gagasan kehidupan politik Easton sebagaimana alokasi nilai-
nilai kewenangan dakam masyarakat. Setelah menegaskan kebutuhan bagi adanya
teori sistem-sistem, Easton kemudian (1957) mengidentifikasi beberapa ciri sistem
politik dalam upaya mengarahkannya pada sebuah teori sistem-sistem umum. Ciri-
ciri tersebut adalah (1) sifat-sifat identifikasi dalam bentuk unit dan batas-batas, (2)
input dan output, (3) pembedaan di didalam sistem, dan (4) integrasi di dalam
sistem. Setiap ciri digambarkan dan diilustrasikan lewat satu diagram “primitif”,
yang sekarang ini tidak asing bagi kebanyakan mahasiswa ilmu politik.

 Fase 2
Dalam karya keduanya Easton mengajukan “sekumpulan kategori logis terintegrasi
dengan relevansi empiris yang kuat, yang memungkinkan analisis kehidupan politik
sebagai suatu sistem perilaku” (1965a:x). Sistem politik selanjutnya adalah
“sekumpulan interaksi yang diabstraksi dari totalitas perilaku sosial lewat nilai-nilai
yang dengan penuh kewenangan dialokasikan bagi masyarakat” (1965a:57). Easton
merujuk pada sistem-sistem tertutup dan terbuka. Kehidupan politik, menurutnya,
membentuk suatu sistem terbuka terhadap pengaruh-pengaruh lingkungannya.
Keseluruhan konsep tersebut memungkinkan Easton menguji hubungan antara

2
sistem politik dan lingkungan, dan ia menggambarkan hubungan tersebut dengan
satu skema. Akhirnya Easton beranjak pada kelangsungan dan dinamika sistem. Ia
menegaskan bahwa sistem-sistem politik berlangsung di saat-saat perubahan dan
bahwa sistem-sistem tersebut bukannya tanpa pertahanan dalam menghadapi
tekanan. Tekanan untuk mengubah sistem dapat berasal dari dua arah, yang satu
bersifat internal dan berasal dari lingkungan intrasosial dan yang lain bersifat
eksternal dan berasak dari ekstrasosial. Dengan demikian sistem politik dipengaruhi
oleh apa yang sedang terjadi didalam lingkungan-lingkungan. Easton selanjutnya
menyarankan satu model respon dinamik dari sistem politik.

 Fase 3
Setelah membahas kebutuhan bagi suatu teori umum serta mengajukan berbagai
konsep dan diagram, Easton kemudian mencoba mengarahkan pembahasannya
menuju penyusunan satu taori umum. Ia tetap memandang kehidupan politik sebagai
sebuah sistem terbuka yang menerima tekanan dari berbagai lingkungan yang
mengelilinginya. Karena terancam oleh tekanan, sistem politik, menurut pendapat
Easton, cenderung untuk bertahan, dan ia menggali penjelasan mengapa sistem-
sistem ini mampu bertahan ketika menghadapi krisis-krisis yang sering terjadi dan
konstan. Misinya adalah untuk memberikan beberapa generalisasi dalam proses
penyusunan teori, namun ia mengakui bahwa perolehannya belumlah merupakan
sebuah teori yang sepenuhnya lengkap. Dengan demikian, dalam fase ketiga Easton
memulainya dengan satu kerangka kerja konseptual dan secara umum berhasil
memperluas kerangka kerja konseptual dan secara umum berhasil memperluas
kerangka kerja tersebut. Harapannya adalah untuk dapat memberikan satu landasan
bagi penelitian empiris. Easton dalam fase ketiganya mengulas kategori-kategori
analisis dasarnya, dengan penuh semangat mengamati input permintaan, kemudian
ke input dukungan, mengidentifikasi berbagai respon atas tekanan dukungan
tertentu. Diagramnya lebih rumit, namun dorongan dasarnya tetaplah utuh.

2.1.1 Asal-Usul Pemikiran Dan Pengaruh-Pengaruh Yang Membentuk Interpretasi


Easton

Easton mencari generalisasi dalam upayanya merumuskan teori yang sistematik, dan
adalah hasratnya untuk mengaitkan gagasan-gagasannya dengan seluruh ilmu sosial.
Easton sendiri mengakui bahwa suatu revolusi teknis dan teoritis dalam ilmu politik

3
memberikan rangsangan bagi karyanya, dan ia mengutip karya Carles Merriam dan
Gorge Catlin, Harlod Lasswell, dan lain-lain sebagai contoh-contohnya. Easton
memfokuskan perhatiannya kepada teori politik. Pertama, ia percaya bahwa
perhatian masa lalu terhadap institusi-institusi yang legal dan formal sudah
ketinggalan zaman serta bahwa ilmu politik perlu menyusun teori tentang sistem
politik dan proses-prosesnya ketimbang tentang negara dan institusi. Kedua, ia
mencari satu teori besar yang akan menghubungkan keseluruhan sistem dan
melampaui upaya kejangkauan-menengah dalam mempelajari partai-partai dan
kelompok-kelompok penekan. Bagaimana pun juga jelas bahwa Easton banyak
berhutang budi kepada sumber-sumber diluar ilmu politik. Salah satu perbandingan
spesifik dari Parsons dan Easton diberikan oleh Lewis (1974), yang mencatat
sejumlah kemiripan sekaligus meletakan penekanan pada satu perbedaan utama
diantara keduanya. Easton juga merujuk pada fungsi, yang diturunkan dari
antropologi dan biasa dipergunakan dalam sosiologi, sebagai sebuah “unit, yang
bagaimanapun sulitnya untuk dipegang, tentunya tetap merupakan sebuah unit yang
dapat dimanfaatkan dibanyak disiplin” dalam karya Easton sesekali terdapat rujukan
kepada antropolog Redcliffe-Brown dan Malinowski maupun sosiolog Merton dan
Levy, namun Easton membenarkan bahwa “apa yang disebut analisis struktural
bukanlah sebuah teori melainkan sebuah konsep yang instrinsik dalam seluruh riset
ilmiah. Suatu arahan alternatif lain dalam analisis, menurut Easton, diketemukan
diantara karya orang-rang yang dipengaruhi psikologi sosial dan yang meletakan
penekanan pada keputusan atau pilihan. Kerangka kerja Easton tampaknya telah
dipengaruhi oleh konsepsi-konsepsi makro ekonomi. William Mitchell dengan
cerdasnya mengamati nahwa gagasan alokasi Easton mirip dengan “teori-teori
distribusi pendapatan dan alokasi sumberdaya dalam ekonomi, dan khususnya teori
neoklasik karena disana, demikian pula, penekanannya adalah pada ekonomi sebagai
suatu proses atau sistem distribusi” kemiripan dengan model ekonomi klasik Adam
Smith menjadi fokus analisis dimana-mana, karena “model Easton dan pendekatan
ekonomi tradisional tidak hanya berbagi ggasan-gagasan tentang sistem dan input-
outputnamun juga tentang kelangkaan, alokasi, kompetisi, maksimalisasi,
kesetimbangan homeostatik saling ketergantungan fungsional, pengaturan diri,
pencarian tujuan, dan umpan balik”. Konsepsi sistem Easton sangatlah wajar
diturunkan dari ilmu-ilmu fisika dan biologi seperti halnya memiliki satu teori
umum tentang gerakan dalam fisika atau tentang kehidupan dalam biologi, kita

4
membutuhkan satu teori umum tentang proses-proses vital dalam politik. Easton
mengakui bahwa hutang budi utamanya adalah kepada para koleganya di University
of Chaicago, dimana Committe on Behavioral Science merangsang beberapa
pemikiran formatifnya. Komite ini terjadi dari para spesialis dalam psikologis,
sejarah, neurofisiologi, pengobatan internal, ekonomi, fisika, biologi matematika,
biologi, dan antropologi. Secara khusus karya Easton tampak paralel dengan james
O. Miller, seorang psikolog yang mengawali pembahasan interdisipliner di Chaigo,
namun tidak secara khusus terlibat dengan politik. Miller mengajukan asumsi-
asumsi dasar teori sistem-sistem umum, yang ditarik berdasarkan pengertian sistem
Bertalanffy sebagai “sekumpulan unit yang saling terkait.” Ia membandingkan
sistem-sistem konkret dengan yang abstrak, dan ia lebih menyukai sistem-sistem
konkret sambil mengekspresikan skeptisisme terhadap sistem-sistem abstrak
sebagaimana dirumuskan parsons. Adapun pengaruh terhadap karyanya, Easton
jelas-jelas menempatkan dirinya dalam arus utama teori sistem-sistem umum, yang
diadaptasikannya ke dalam ilmu politik.

2.1.2 Beberapa Kritikan Terhadap Kerangka Kerja Ala Easton

Diseluruh kerangka kerjanya David Easton mencoba menggungah para ilmuwan


politik tentang cara-cara menganalisis saling keterkaiatan yang kompleks dalam
kehidupan politik. Kerangka kerjanya mewakili suatu upaya untuk
mengorganisasikan data politik ke dalam suatu sistem konsep yang terintegrasi, yang
menekankan studi dan interpretasi pada keseluruhan sistem politik ketimbang pada
elemen-elemen nya. Dalam menekankan kesatuan, bukannya keragaan, Easton
berbagi beberapa karakteristik dengan banyak pemikir penggerakan perilaku.
Richard Wilson (1961:750-751) mengidentifikasi empat karakteristik yaitu :
a. Penolakan terhadap konsep-konsep tradisional ilmu politik, seperti negara dan
kekuasaan
b. Penggunaan konsep-konsep baru seperti input,output, dan umpan balik yang
sebagai elemen-elemen penyusun sistem memiliki ketepatan arti
c. Pengajuan konsepi-konsepsi komprehensif seperti alokasi-alokasi nilai dengan
kewenangan penuh, yang dapat digunakan dalam penjelasan pengetahuan politik
total
d. Penekanan pada usaha interdisipliner dalam penyusunan teori. Bagaimana juga,
kerangka kerja Easton bukannya tanpa kritikan, yang cenderung berkonsentrasi

5
dalam tiga kategori: prospek-prospek intelektual, peluang-peluang oprasional,
dan orientasi-orientasi ideologis.

2.2. Sistem Sebagai Struktur Dan Fungsi Gabriel Almond Dan Para Pelopornya

Gabriel Almond menerapkan satu tipologi sederhana sistem-sistem politik nasional,


bersama-sama dengan para ilmuwan perbandingan politik lainnya. Almond
mengajukan suatu perumusan baru, memanfaatkan sistem politik sebagai satu basis
dan pijakan menuju sekumpulan konsep yang berhubungan dengan struktur dan
fungsi. Almond berpendapat bahwa input atau fungsi-fungsi politik, bukannya ouput
atau fungsi-fungsi pemerintah, adalah krusial dalam mencirikan sistem-sistem politik
wilayah-wilayah berkembang. Fungsi-fungsi ini mencerminkan unsur-unsur di dalam
sistem yaitu siapa yang mengenali masalah-masalah, mengidentifikasi,
mempertimbangkan, yang memecahkan isu-isunya, yang menyajikan solusi-solusi
dan bagaimana tindakan-tindakan tersebut dilaksanakan. Spiro menyebutkan sebagai
sebuah proses “aliran politik,” dan Easton mencirikannya sebagai perincian
permintaan dan dukungan terhadap tindakan. Bagi Almond, sosialisasi politik
mendorong orang untuk berpartisipasi dalam budaya politik. Almond memandang
budaya politik sebagai dualistik bukannya monistik. Dengan demikian sistem politik
dapat dicirikan sebagai modern dan pra modern, maju dan terbelakang, industri dan
agraris. Secara esensial ia melihat sistem politik tumbuh melalui tahap-tahap
perkembangan. Struktur senderung menjadi bermacam-macam dan terspesialisasi
ketika sistem politik mencapai tahap-tahap perkembangan yang lebih tinggi. Secara
khusus, Almond merujuk pada sistem-sistem primitif, tradisional, tansisional, dan
modern. Sistem-sistem yang kurang berkembang dicirikan oleh gaya-gaya tradisional
yaitu ketersebaran, partikularisme, pengganggpan, dan eketivitas, sedangkan sistem-
sistem yang lebih berkembang dicirikan oleh kespesifikan univeralisme, pencapaian
dan netralsime afektif. Gaya-gaya rasional menembus sistem-sistem primitof dan
tradisional, namun tradsionalitas tidak pernah terhapuskan sama sekali dalam sistem
modern. Sistem modern cenderung mengatur dan mengontrol tradisionalitas. Sistem
politik Almond tersusun atas banyak bagian independen. Terdapat batas-batas antara

6
sistem dan lingkungannya, input dan output mempengaruhi sistem, dan umpan balik
hadir di antara sistem dan lingkungannya.

2.2.1 Asal-Usul Pemikiran Dan Pengaruh Terhadap Almond


Dalam akar-akar pemikiran Eastonian, Weberian, dan Newtonian, Almond
mencampurkan pengertian-pengertian struktur dan fungsi.Struktur adalah “kegiatan-
kegiatan teramati yang membentuk sistem politik” (Almond dan Powell 1966:21).
Struktur-struktur ini dicirikan oleh keteraturan dan, menurut tingkat perkembangan
sistemik, oleh pembedaan structural. Fungsionalisme bagi Almond adalah “sebuah
tema lama teori politik”.

2.2.2 Kritik-Kritik Kepada Almond Dan Fungsionalisme Struktural


Fungsionalisme dan struktualisme dalam ilmu politik secara esensial diturunkan dari
antropologi, ekonomi, dan sosiologi. Meski demikian, para pengkritik pendekatan-
pendekatan tersebut cukup kuat. Fungsionalisme seringkali diidentifikasi sebagai
bersifat determinaistik atau idelogis, konservatif atau penuh pembatasan, atau semata-
mata salah. Dari kritikan-kritikan yang ada pada karya Almond ini muncul tiga
masalah yaitu bias ideologis konservatif, kebingungan konseptual dan ketiga
keterbatasan daya terap. Meskipun menerima kebanyakan permasalahan
fungsionalisme memiliki keabsahan, ia menyajikan satu analisis asumsi-asumsi yang
diperlukan untuk secara empiris menguji hipotesis-hipotesis teori fungsional.
Temuan-temuannya menunjukkan bahwa teori fungsional mungkin menghasilkan
hipotesis-hipotesis yang teruji secara empiris.

2.3 Prespektif-Prespektif Sistem Yang Radikal


Easton mengakui keterbatasan sistem-sistem dalam kesetimbangan.Almond, dalam
bayang-bayang Parsons, memadukan perumusan sistemnya dengan perspektif-
perspektif tindakan. Upaya-upaya ini, bagaimanapun juga, benar-benar tidak
memuaskan para pengkritik sistem teori yang radikal. Kelompok-kelompok radikal
memahami sistem sebagai satu keutuhan dan perspektif holistiknya berorientasi
sejarah. Gonzales Cassanova, misalnya, menginterpretasikan perspektif-perspektif

7
historis sistem berhubungan dengan proses, perjuangan, organisasi, spontanitas, dan
kecenderungan-kecendurangan lain.

2.3.1 Sistem Dalam Perspektif Materialis Dialektis


Selama abad ke-18, para penlis bergerak dari model Newtonian menuju suatu
pandangan sejarah yang deteministik.
 Montesqueieu dalam spirit of Laws menemukan keteraturan dalam sejarah-
sejarah seluruh bangsa, mencatat adanya saling keterkaitan hukum dan
menganggap perubahan-perubahannya karena penyeban-penyebab material.
 Mrquis de Condorecet outline of the intellectual progress of Mankin
berupaya menerapkan keseragaman dan hukum-hukum alam semesta pada
masyarakat dan juga mengidentifikasi sepuluh tahap zaman dalam
peradaban.
 Harbert spancer berfokus pada tema-tema kemajuan dan ras, individualism
laissez-faire serta liberalism politik dan ekonomi dan ia menentang
sosialisme dan komunisme.
 Charles Darwin memberikan satu penjelasan materialis mengenai asal-usul
spesies dan menekankan kemajuan lewat perjuangan, Namun menurut
Marvin Haris (1968) posisi Darwin tekuburkn oleh pandangan-pandangan
yang berlaku luas namun berlawanan yang berhubungan dengan sifat-sifat
terwariskan dan terlatih. Walaupun begitu, spancer dan beberapa ahli
konservatif lainnya menerapkan istilah Darwinisme social bagi suatu
interpretasi dalam bentuk alami dan berfngsinya masyarakat.
 Friederick Engels dalam Dialectics Of nature (1934) menguji pencapaian-
pencapaian ilmu alam selama abad ke 19. Secara khusus, engels tertarik
dengan penemuan sel organic sebagai unit metafisis dan idealis dalam ilmu
alam yang baisa ditemukan di zamanya maupun sekarang ini, dan
memberikan suatu penjelasan materialis dialektika bagi ilmu alam.
Perspektifnya berokus pada perkembangan mode produksi kapitalis dan
kemajuan teknologi serta ilmu-ilmu alam.
 Al Stymanski (1972) berpendapat bahwa Marx sebagai seorang fungsionalis
dan fungsionalisme perlu diterapkan dalam analisis radikal ketika
diinterpretasi secara dialektika. Staymanski menguji fungsionalisme

8
Malinowski yang memandang masyarakat merespon pada tujuh kebutuhan
biologis dasar berdasarkan budayanya, satu perumusuan yang khususnya
relavan bagi pemahaman masyarakat primitive. Stymanski juga mengkritik
Parsons dan Merton bahwa kebutuhan fungsional Parsons mendistorsi
kenyataan, skema interpretasi historisnya tidak memadai dan secara internal
tidak konsisten serta gagasan budayanya bersifat determistik. Ia juga tidak
memiliki pemahaman tentang kontradiksi fundamental dalam masyakrat.
Kemudian Merton juga dianggap lebih sensitive terhadap masalah-masalah
fungsionalisme dalam menggunakan fungsi dan disfungsi. Akhirnya
Stymanski memperkenalkan dialektika kepada fungsionalisme yang ditarik
Marx dan Engels. Dialektika dipercayainya merupakan satu metode untuk
memahami dunia fisik dan social. Dialektika menyiratkan gerakan maju
mundur diantara sisi abstrak dan konkret, antara teori dan kenyataan. Tiga
prinsip berlaku terkait fungsionalisme, yaitu :
 Segala sesatu cenderung saling berhubungan satu sama lain dalam
membentuk sistem-sistem
 Memiliki kontradiksi-kontradiksi internal
 Segala sesuatunya cenderung berubah sebagai konsekuensi adanya
kontradiksi-kontradiksi di dalam sistem
Inilah prinsip-prinsip Marx dan para marxis kontemporer yang menganalisis rasisme,
pendidikan, keluarga, militer, Negara dan sebagainya dalam pengertian
fungsionalism. Bukan hanya kontribusi masing-masing tetapi penggerogotan dan
transormasi system juga ditekankan. Jonathan Friedman menggambarkan model
katagori analisis marxis yang saling berkaitan secara hirarkis kedalam satu kumplan
perbedaan fungsional. Friedaman juga percaya bahwa Haris melekatkan dirinya dalam
suatu tradisi ideologi fungsionalisme-empiris. Seperti halnya Stymanski, Friedman
juga menyertakan dialektika dalam perumusannya namun mencoba memperluas
model struktural marxis.
2.3.2 Sistem Sebagai Negara: Menuju Satu Kritikan Marx
Lewat sebuah kritik terhadap gagasan Hegel, mark memperluas beberapa asumsi awal
yang berguna bagi teori. Marx memulai dari kerangka kerja dialektika Hegel untuk
mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi dan ketidakkonsistenannya. Hegel
membedakan negara dan eleman masyarakat sipil lalu membayangkan bahwa

9
kesatuan antara negara dan masyarakat sipil akan berkembang melalui beberapa
institusi dengan menggunakan Prusia sebagai contohnya. Gold, Lo dan Wright telah
mensintesis bebrapa karya dakan tiga tradisi yang menarik perhatian para ahli
marxis :instrumentalis, strukturalis dan perspektif-perspektif Hegelian-Marxis.
Esping-andersen, Friedlan dan Wright menyarankan empat perspektif yaitu :

a. Perspekti Pluralis
Negara adalah suatu pasar poitik yang menyaring permintaan dan kepentingan
kelompok-kelompok dan individu-individu yang bersaing. Dua pandangan berlaku
secara luas. Pandangan ini mencerminkan tradisi liberall, non-marxis dari ilmu
social dan amerika serikat meskipun pemikiran sperti ini diketemukan dimana-
mana, misalkan diantara para intelektual dan pemimpin politik sayap kiri Portugal
setelah kudeta revolusioner tahun 1947 ketika “pluralism sosialis” menjadi pusat
perhatian.
b. Perspektif Hegel Marxis
Perspektif yang berkembang dari gagasan Hegel, Marx, dan Engels yang
dipromosikan oleh Herbert Marcuse dan para wakil aliran Frankfurt. Teori kritis,
yang di paparkan adalah mistifikasi negara, dengan penekanan pada ideologi dan
kesadaran semu.prespektif ini muncul karena prihatin dengan tidak adanya
analisis “aksi-aksi negara yang spesifik atau politik yang konkrit, sehingga akan
sulit untuk mengaitkan gagasan-gagasan ini dengan kenyataan empiris.
c. Prespektif Instrumentalis
Satu teori instrumentalisme liberal korporasi berfokus pada segmen-segmen
progresif modal korporasi yang menentukan batas-batas reformasi sosial, berasal
dari G. William Domhoff. Pandangan ini diikat pada gagasan bahwa negara
adalah instrumen kelas penguasa atau dominan.dengan demikian prespektif
instrumentalis berfokus pada kelas yang berkuasa dan pada ikatan-ikatan dan
mekanisme yang menghubungkan instrumen-instrumen kelas penguasa dan
poliutik negara. Instrumentalisme dikritik atas kegagalannya dalam melampaui
kerangka kerja kelompok pluralis. Penekannya terletak pada pengelompokan
sosial dan politik ketimbang pada kelas-kelas yang didefinisikan oleh hubungan
hubungan mereka dengan cara produksi.
d. Perspektif Strukturalis

10
Perspektif strukturalisme bukannya perjuangan individu, kelompok dan
sebagainya, yang menjadi pusat perhatian. Althusser memberikan suatu landasan
dan Nicos Poulantzas memperluas sisi politik dari strukturalisme ini. Ia
berpendapat bahwa kaum borjuis sebagai sebuah kelas tidak mampu mendominasi
negara, bahwa negara sendiri mengorganisasikan dan menyatukan kepentinag
kelas borjouis.
e. Perspektif Perjuangan Kelas Politik
Berdasarkan kritik-kritik terhadap seluruh kelas politik tersebut, Gold , Lo, dan
Wright menyarankan bahwa karya-karya Wolfe, O`Connor, dan Off cukup dapat
membantu. Wolfe mencoba menghubungkan abstraksi-abstraksi hegelian-marxis
dengan kenyatan konkret James O`Connor mengamati krisis fiskal negara dan
menganalisis krisis kemampuan laba korporasi dan kebangkrutan negara.
Perspektif perjuangan kelas politik dalam negara mencoba menempatkan negara
pada hubungan dialektikal antara dominasi kelas dan hambatan-hambatan
sistemik.mereka berfokus pada struktur-struktur internal negara dan hubungan
struktur-struktur tersebut dengan kontradiksi-kontradiksi sistemik mereka juga
terlibat dengan bagaimana struktut-struktur tersebut membentuk perjuangan kelas
dan kebijakan-kebijakan kelas dan kebijakan negara.
2.3.3 Analisis Sistem Dalam Masyarakat Sosialis
Kelompok marxis mungkin menyebut teori sistem-sistem ortodox sekedar sebuah
mistifikasi dari para teknokrat yang mencari kekuasaan pada zaman dengan teknologi
yang tersebar luas dikatakan, para teknisi baru Amerika Serikat mempertahankan
kepentingan-kepentingan satu kelas baru yang berorientasi pada perencanaan dan
administrasi serta menyesuaikan nilai-nilai amerika yang di dasarkan pada kemajuan
lewat rasionalitas ilmiah. Teori sistem telah di manfaatkan di uni soviet dan eropa
timur. Ludz berpendapat bahwa bahasa marxisme-leninisme memberikan perumusan
yang kosong, sekalipun ia telah menjadi pola komunikasi utama. Berdasarkan kondisi
ini konsep-konsep teknologi barat dengan mudahnya berasimilasi kedalam marxisme-
leninisme khususnya fungsionalisme dan teori sistem-sistem sibernetika. Teori
sistem-sistem sibernetika sendiri telah mengembangkan ciri ciri yang melambangkan
rumus-rumus kosong marxisme-leninisme
2.3.4 Arahan-Arahan Pemahaman Teori Sistem Yang Radikal Atau Marxis
Dua tema signifikan diketemukan dalam kritikan radikal terhadap teori sistem,
penelaahan perlu memperhitungkan kondisi manusia dan teori harus berorientasi pada

11
suatu sistem dunia. Suatu politik yang lebih manusiawi akan lebih mengorganisasikan
kehidupan politik sebagai suatu jalur pendekatan penuh tantangan bagi penemuan diri
dari pengembangan komunitas sehingga manusia dapat melampaui apa yang telah
membagi-bagi diri mereka menjadi pesaing, dan lewat kewargaan di dalam sebuah
komunitas mereka dapat mengalami sesuatu di luar apa yang telah menyatukan
mereka sebagai sesama saudara. Marx dan lenin serta para pengikutnya menyusun
sistem dalam pengertian internasional. Dalam pendahuluanya ia menceritakan
kesulitan–kesulitan dalam perspektif masa lalunya. Ia meninggalkan fokus pada
negara berdaulat atau masyarakat nasional menyatakan bahwa tak satu pun darinya
merupakan sebuah sistem sosial, orang hanya dapat bicara tentang perubahan sosial
dalam sistem-sistemsosial satu-satunya sistem sosial dalam skema ini adalah sistem
dunia.tidak terdapat dua pasar dunia, yang satu kapitalis dan yang lain sosialis, namun
hanyalah satu pasar dunia kapitalis. Teori akumulasi pada skala dunia miliknya adalah
sebuah teori formasi-formasi kapitalis di antara pusat dan pinggiran dari suatu sistem
dunia.

BAB III

KESIMPULAN
Sistem sebagai Hal Organik dan Psikologis Menurut David Easton dan Teori
Sistem-Sistem Umum Upaya-upaya David Easton untuk membangun suatu teori politik
berorientasi empiris berkembang melalui tiga fase. Dari ketiga fase tersebut, pencarian
teori Easton melibatkan perumusan satu kerangka kerja umum, satu fokus pada sistem
secara utuh bukannya hanya pada bagian-bagiannya, satu perhatian pada pengaruh-
pengaruh lingkungan terhadap sistem, dan satu pengakuan dari perbedaan antara
kehidupan politik dalam keseimbangan dan dalam ketidakseimbangan. Ia menegaskan
bahwa sistem-sistem politik berlangsung di saat-saat perubahan dan tekanan untuk
mengubah sistem dapat berasal dari dua arah, yaitu yang bersifat internal dan
eksternal, dengan demikian sistem politik dipengaruhi oleh apa yang sedang terjadi di
dalam lingkungan-lingkungan.

12
13
DAFTAR PUSTAKA
Abrahamson, Mark. 1973. Functionalism and the Functional Theory of Stratification: An
Empiric Assessment.” American Journal of Sociology LXXVIII (March), 1236-1246.
Menguji kritik-kritik umum teori fungsional dan menganalisis asumsi-asumsi yang
diperlukan untuk menguji secara empiris hipotesis-hipotesis dari teori-teori tersebut.
Berkesimpulan bahwa “teori-teori fungsional mungkin merupakan sumber yang
produktif dari hipotesis-hipotesis yang teruji secara empiris”.

Abrahamson, Paul R., dan Ronald Inglehart. 1970. “The Devolopment of Systemic Support
in Four Western Democracies” Comparatic Political Studies II (Januari), 419-442.
Menguji “dukungan perkembangan sistematis” di Belanda, Perancis, Amerika Serikat,
dan Inggris Raya. Tiga variabel kepatuhan niat dianalisis: pengkodisian, komitmen
struktural dan transfer pengaruh.

Chilcote, Ronald H. 2016. Teori Perbandingan Politik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


Hlm 189-269.

14

Anda mungkin juga menyukai