BAB II
LANDASAN TEORI
A. ROHIS
1. Pengertian ROHIS
Rohis adalah kepanjangan dari dua kata, yaitu Rohani dan Islam.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rohani yaitu yang bertalian atau
berkenaan dengan roh. Pengertian roh itu sendiri dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti sesuatu unsur yang ada dalam jasad yang
diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya hidup (kehidupan), jika sudah
berpisah dari badan, berakhirlah kehidupan seseorang, atau makhluk hidup
yang tidak berjasad, tetapi berpikiran dan berperasaan (Departeman
Pendidikan Nasional, 2008: 117). Sedangkan dalam buku Ensiklopedi
Islam, roh berarti zat murni yang tinggi, hidup, dan hakikatnya berbeda
dengan tubuh (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam).
Rohani adalah aspek manusia selain jasmani dan akal (logika).
Pengertian atau hakikat rohani masih sangat sukar untuk ditemukan, namun
banyak yang mengaitkan dengan kalbu. Kalbu disini, sekalipun tidak jelas
hakikatnya, namun gejalanya sangat jelas. Gejalanya itu dapat diwakilkan
dalam istilah rasa. Rincian rasa tersebut misalnya sedih, gelisah, rindu,
sabar, serakah, putus asa, cinta, iman dan lain sebagainya. kalbu yang
berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah
SWT atau dengan ungkapan lain kalbu yang penuh dengan ketaqwaan
kepada Allah SWT. Kalbu yang penuh dengan iman mempunyai gejala-
gejala yang sangat banyak, misalnya ketika sholat dengan khusyu’ (Al-
Mu’min :1-2), bila mengingat Allah SWT kulit dan hatinya tenang (Az-
Zumar : 23), bila disebut nama Allah SWT bergetar hatinya (Al-Hajj : 34-
35).
14
Sedangkan kata Islam berasal dari bahasa Arab yaitu aslama, yuslimu,
Islaman, yang berarti menyerahkan diri, menyelamatkan diri, taat, patuh
dan tuduk (Zuhairini, 1995: 35). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Islam berarti agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW berpedoman
pada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah
SWT (KBBI: 444). Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam, kata Islam
memiliki beberapa arti yaitu (1) melepaskan diri dari segala penyakit lahir
dan bathin, (2) kedamaian dan keamanan, (3) ketaatan dan kepatuhan.
Sementara menurut (Mohammad Daud Ali, 2008:49) Islam adalah
ketundukan, ketaatan, kepatuhan, (kepada kehendak Allah). Berasal dari
kata Salama yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Dari akar
kata itu juga terbentuk kata-kata Salm, silm yang berarti kedamaian,
kepatuhan, penyerahan (diri). Agama Islam adalah agama yang
mentauhidkan Allah SWT dan mengakui kerasulan Nabi Muhammad SAW
sejak zaman Nabi Adam AS sampai pada hari akhir nanti. Islam juga
merupakan agama yang integral, yang mengatur hidup manusia serta
menjadi dasar akhlak mulia yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW
untuk seluruh umat manusia disetiap zaman.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Rohani
Islam menurut penulis adalah keadaan jiwa manusia yang dinaungi rasa
ketauhidan kepada Allah SWT dan rasulNya sehingga semua tingkah laku
dan perbuatannya terjaga atau tidak keluar dari ajaran agama Islam, dan
yang di dalamnya (Rohis) memiliki tingkah laku atau kebiasaan yang
berbasis ke-Islaman yang pada akhirnya mengantarkan seseorang menjadi
generasi yang berakhlak mulia.
Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa ruang lingkup yang ada dalam
Rohis mencakup kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan. Salah
satunya yaitu monitoring materi keagamaan yang di dalamnya membahas
tentang ketauhidan atau keimanan, dan materi- materi yang berkaitan
dengan mata pelajaran PAI.
B. PRESTASI BELAJAR
1. Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi belajar berasal dari dua suku kata, yaitu “prestasi dan
“belajar”. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud
dengan prestasi adalah : Hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan,
dikerjakan, dan sebagainya (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 101).
Tentang apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan
belajar mengajar ada yang menyebutnya dengan istilah hasil belajar
(Tohirin, 2005: 140). Sedangkan menurut (Nana Sudjana dan Sumariah
1991:37) prestasi adalah keberhasilan murid dalam mempelajari materi
pelajaran yang dinyatakan dengan angka yang diperoleh siswa dari hasil tes
dari materi-materi tertentu.
Dalam prespektif psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan, yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Tohirin,
2005: 59).
(Ngalim Purwanto, 2003: 85) mengemukakan bahwa belajar adalah
“tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
baerbagai aspek kepribadian, baik fisik, maupun psikis, seperti: perubahan
dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
Menurut Sadirman menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan
27
tidak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lainnya adalah saling
berkaitan dan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa (Slameto, 2003: 54).
Sedangkan menurut (Muhibbin Syah 2013: 130-136) faktor-faktor
yang dapat mempengauhi prestasi belajar siswa dibedakan menjadi tiga
bagian yaitu:
A. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan dan
kondisi jasmani siswa, meliputi dua aspek yakni:
1. Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-
sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah
dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga
materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.
2. Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran
siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada
umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut:
a. Tingkat Kecerdasan atau Intelegensi Siswa
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang
tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan otak
saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya.
Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam
hubungan dengan intelegensi manusia lebih menonjol dari
pada peran-peran organ tubuh lainnya, lantaran otak
30
dalam interaksi dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam
sekitarnya.
a. Perolehan
Pada tahap ini anak telah terbuka terhadap pengetahuan baru tetapi
belum secara penuh memahaminya. Anak masih memerlukan banyak
dorongan dan pengaruh dari guru atau orang tua untuk menggunakan
pengetahuan tersebut. Contoh, kepada anak diperlihatkan pengetahuan
tentang shalat dan konsepnya dijelaskan sehingga anak mulai
memahaminya.
37
b. Kecakapan
Pada tahap ini anak mulai memahami pengetahuan atau keterampilan
tetapi masih memerlukan banyak latihan. Contoh, setelah anak
memahami konsep dan pengetahuan tentang shalat, anak diberi banyak
latihan dalam bentuk menghafal bacaan atau gerakan shalat, dan diberi
macam-macam ulangan penguatan.
c. Pemeliharaan
Pada tahap ini anak dapat memelihara dan mempertahankan suatu
kenerja taraf tingkat tinggi setelah pembelajaran langsung dan ulangan
penguatan (reinforcement) dihilangkan. Contoh, anak dapat
mengerjakan shalat secara cepat dan berurutan tanpa memerlukan
pengarahan dan ulangan penguatan dari guru atau orang tua.
d. Generalisasi
Pada tahap ini anak telah memiliki atau menginternalisasikan
pengetahuan yang dipelajarinya sehingga anak dapat menerapkan ke
dalam berbagai situasi. Contoh, anak dapat mengerjakan berbagai
macam shalat sesuai waktu dan kegunaannya, seperti shalat subuh di
pagi hari, shalat dhuhur di siang hari, shalat hajat untuk terkabulnya
doa, menghormati kepada orang yang lebih tua, mengasihi kepada yang
lebih muda, dan lain-lain.