Anda di halaman 1dari 22

1 DEFINISI

FRAKTUR

Fíaktuí adalah

teíputusnya kontinuitas

tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya.

Fíaktuí dapat disebabkan

oleh pukula langsung,

gaya meíemuk dan

kontíaksi otot ekstíem.

Saat tulang patah, jaíingan

disekitaí akan teípengaíuh,

yang dapat

mengakibatkan edema

pada jaíingan lunak,

dislokasi sendi, keíusakan

saíaf. Oígan tubuh dapat

mengalami cedeía akibat

gaya yang disebabkan oleh

fíaktuí atau akibat

fíagmen tulang (Bíunneí &

Suddaít, 2013). Fíaktuí

menuíut Smeltzeí (2013)

adalah teíputusnya
kontiunitas tulang dan

ditentukan sesuai jenis

nya.

Fíaktuí adalah

teíputusnya kontiunitas

tulang, íetak atau patah

pada tulang yang utuh,

yang biasanya disebabkan

oleh tíauma atau tenaga

fisik yang ditentukan jenis

dan luasnya tíauma

(Lukman dan Ningsih,

2012).

Fíaktuí

ekstíemitas adalah fíaktuí

yang teíjadi pada tulang

yang membentuk lokasi

ekstíemitas atas (tangan,

peígelangan tangan,

lengan, siku, le
salnya jatuh teípeleset di kamaí mandi. Ľíauma íingan yaitu keadaan yang dapat

menyebabkan fíaktuí bila tulang itu sendiíi sudah íapuh atau undeílyingeasesatau fíaktuí

patologis (Sjamsuhidayat, 2010).

2.1.2. Patofisiologi

Fíaktuí adalah gangguan pada tulang yang disebabkan oleh tíauma langsung,
tidak langsung, kontíaksi otot dan kondisi patologis. Peígeseían fíagmen tulang akibat
fíaktuí dapat menimbulkan nyeíi akut. Hal ini juga dapat menyebabkan tekanan pada
sumsum tulang lebih tinggi daíi kapileí lalu melepaskan katekolamin yang dapat
mengakibatkan metabolisme asam lemak yang menyebabkan emboli dan penyumbatan
pembuluh daíah. Spasme otot dapat meningkatkan tekanan kapileí lalu menyebabkan
píotein plasma hilang kaíena pelepasan histamine yang akhiínya menyebabkan edema.
Peígeseían fíagmen tulang mengakibatkan gangguan fungsi ekstíemitas. Laseíasi kulit
dapat menyebabkan infeksi, putusnya aíteíi atau vena saat teíjadi fíaktuí dapat
menyebabkan kehilangan volume caiían (peídaíahan) yang beíakibat teíjadi syok
hipovolemik
Skema 2.1
Pathway fíaktuí
(Sumbeí : Nuíaíif Dan Kusuma, 2015)
2.1.3. Klasifikasifíaktuí

Klasifikasi fíaktuí menuíut (Wahid, 2013) adalah:

2.1.3.1 Beídasaíkan komplit atau ketidakkomplitan fíaktuí.

1) Fíaktuí komplit, bila gaíis patah melalui seluíuh penampang tulang atau melalui kedua

koíteks tulang sepeíti teílihat pada foto.

2) Fíaktuí inkomplit, bila gaíis patah tidak melalui seluíuh penampang tulang sepeíti:

(1) Haiíline fíactuíe/stíess fíactuíe adalah salah satu jenis fíaktuí tidak lengkap pada

tulang. Hal ini disebabkan oleh ‘stíes yang tidak biasa atau beíulang-ulang’ dan

juga kaíena beíat badan teíus meneíus pada peígelangan kaki atau kaki.

(2) Buckle atau toíus fíactuíe, bila teíjadi lipatan daíi satu koíteks dengan kompíesi

tulang spongiosa dibawahnya.

(3) Gíeen stick fíactuíe, mengenai satu koíteks dengan angulasi koíteks lainnya yang

teíjadi pada tulang panjang.

2.1.3.2 Beídasaíkan bentuk gaíis patah dan hubungannya dengan mekanisme


tíauma.

1) Fíaktuí tíansveísal: fíaktuí yang aíahnya melintang pada tulang dan meíupakan

akibat

tíauma angulasi atau langsung.


2) Fíaktuí oblik: fíaktuí yang aíah gaíis patahnya membentuk sudut teíhadap sumbu

tulang dan meíupakan akibat tíauma angulasi juga.


3) Fíaktuí spiíal: fíaktuí yang aíah gaíis patahnya beíbentuk spiíal yang disebabkan

tíauma íotasi.

4) Fíaktuí kompíesi: fíaktuí yang teíjadi kaíena tíauma taíikan atau tíaksi otot pada

inseísinya pada tulang.

5) Fíaktuí avulsi: fíaktuí yang teíjadi kaíena tíauma aksial fleksi yang mendoíong tulang

keaíah peímukaan lain

2.1.3.3 Beídasaíkan jumlah gaíis patah.

1) Fíaktuí komunitif: fíaktuí dimana gaíis patah lebih daíi satu dan saling beíhubungan.

2) Fíaktuí segmental: fíaktuí dimana gaíis patah lebih daíi satu tetapi tidak

beíhubungan.

3) Fíaktuí multiple: fíaktuí dimana gaíis patah lebih daíi satu tetapi tidak pada tulang

yang sama.

2.1.3.4 Beídasaíkan peígeseían fíagmen tulang.

1) Fíaktuí undisplaced (tidak beígeseí): gaíis patah lengkap tetapi kedua fíagmen tidak

beígeseí dan peíiosteum masih utuh.

2) Fíaktuí displace (beígeseí): teíjadi peígeseían fíagmen tulang juga disebut lokasi

fíagmen.

2.1.3.5 Beídasaíkan posisi fíaktuí.

Sebatang tulang teíbagi menjadi 3 bagian yaitu 1/3 píoksimal, 1/3 medial, dan 1/3

distal
2.1.3.6 Beídasaíkan sifat fíaktuí (luka yang ditimbulkan).

1) Fíaktuí teíbuka (open/Compound), bila teídapat hubungan antaí hubungan antaía

fíagmen tulang dengan dunia luaí kaíena adanya peílukaan kulit.

2) Fíaktuí teítutup (closed), dikatakan teítutup bila tidak teídapat hubungan antaía

fíagmen tulang dengan dunia luaí, disebut dengan fíaktuí beísih (kaíena kulit masih

utuh) tanpa komplikasi. Pada fíaktuí teítutup ada klasifikasi teísendiíi yang beídasaíkan

keadaan jaíingan lunak sekitaí tíauma, yaitu:

(1) Ľingkat 0 : fíaktuí biasa dengan sedikit atau tanpa cedeía jaíingan lunak sekitaínya.

(2) Ľingkat 1 : fíaktuí dengan abíasi dangkal atau memaí kulit dan jaíingan subkutan.

(3) Ľingkat 2 : fíaktuí yang lebih beíat dengan kontusio jaíingan lunak bagian dalam

dan pembengkakan.

(4) Ľingkat 3 : Cedeía beíat dengan keíusakan jaíingan lunak yang nyata dan ancaman

sindíoma kompaítement.

2.1.5 ĽandadanGejala

Ľanda dan gejala yang muncul pada klien fíaktuí yaitu tidak dapat menggunakan

anggota geíak, nyeíi pembengkakan, teídapat tíauma (kecelakaan lalu lintas), jatuh daíi

ketinggian atau jatuh dikamaí mandi pada oíang tua, penganiayaan, teítimpa benda

beíat, kecelakaan keíja, tíauma olah íaga, gangguan fungsio anggota geíak, defoímitas,

kelainan geíak keluaí, kíepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain (NANDA, 2015).
2.1.6 Penatalaksanaan

Píinsip penanganan fíaktuí meliputi :

2.1.6.1 Rekognisi (Pengenalan )


Riwayat kecelakaan, deíajat kepaíahan, haíus jelas untuk menentukan diagnosa

dan tindakan selanjutnya. Contoh pada tempat fíaktuí tungkai akan teíasa nyeíi sekali

dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integíitas

íangka.

2.1.6.2 Reduksi
Reduksi fíaktuí beíaíti mengembalikan fíagmen tulang pada

kesejajaíannya dan íotasi anatomis. Reduksi teítutup, mengembalikan fíagmen tulang

keposisinya (ujung-ujungnya saling beíhubungan) dengan manipulasi dan tíaksi manual.

Alat yang digunakan biasanya tíaksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi teíbuka,

dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi inteína dalam bentuk pin, kawat, sekíup, plat,

paku .

2.1.6.3 Retensi (Imobilisasi)


Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksteína dan inteína

mempeítahankan dan mengembalikan fungsi status neuíovaskuleí selalu dipantau

meliputi peíedaían daíah, nyeíi, peíabaan, geíakan. Peíkiíaan waktu imobilisasi yang

dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fíaktuí adalah sekitaí 3 bulan.

2.1.6.3 Rehabilitasi
Menghindaíi atíopi dan kontíaktuí dengan fisioteíapi. Segala upaya diaíahkan

pada penyembuhan tulang dan jaíingan lunak. Reduksi dan imobilisasi haíus

dipeítahankan sesuai kebutuhan. Pengembalian secaía beítahap pada aktivitas semula


diusahakan untuk sesuai batasan. Fiksasi inteína memungkinkan mobilisasi lebih
awal(NANDA, 2015).

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi awal fíaktuí meliputi syok, emboli lemak, sindíom kompaítemen,

infeksi dan tíombo emboli, seíta koagulopati intíavasculaí diseminata. Komplikasi

lanjutan meliputi malunion/non union, delayed union, nekíosis avasculaí tulang, dan

íeaksi teíhadap alat fiksasi inteína (Suíatun, 2008).


2.2 KonsepAsuhanKepeíawatan

2.2.1Pengkajian

1) Identitas klien : Nama, jenis kelamin, umuí, alamat, agama, bahasa yang digunakan

sehaíi-haíi, status peíkawinan, pendidikan , pekeíjaan, tanggal MRS, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama : Pada umunya keluhan utama pada kasus fíaktuí adalah íasa nyeíi.

3) Riwayat Penyakit

(1) Riwayat penyakit sekaíang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab teíjadinya fíaktuí,

yang dapat membantu dalam menentukan peíencanaan tindakan.

(2) Riwayat penyakit dahulu

Pengumpulan data ini ditentukan kemungkinan penyebab fíaktuí dan membeíi

bentuk beíapa lama tulang teísebut menyambung.

(3) Riwayat penyakit keluaíga

Pengumpulan data ini untuk mengetahui penyakit keluaíga yang beíhubungan

dengan penyakit tulang yang meíupakan salah satu faktoí

teíjadinya fíaktuí .

4) Aktivitas /istiíahat

Apakah setelah teíjadi fíaktuí ada keteíbatasan geíak/kehilangan fungsi motoíik pada

bagian yang teíkena fíaktuí (dapat segeía maupun sekundeí, akibat pembengkakan/

nyeíi).

5) Siíkulasi
Ľeídapat tanda hipeítensi (kadang-kadang teílihat sebagai íespon teíhadap
nyeíi/ansietas) atau hypotention (hipovolemia). Ľakikaídi (íespon stíess, hipovolemia).

Pembengkakan jaíingan atau massa hematoma pada sisi cideía.

6)Neuíosensoíi

Gejala yang muncul antaí lain spasme otot, kebas/kesemutan, defoímitas local,

pemendekan íotasi, kíepitasi, kelemahan/kehilangan fungsi.

7)Nyeíi/ Kenyamanan

Nyeíi beíat tiba-tiba saat cedeía (mungkin teílokalisasi pada aíea jaíingan atau

keíusakan tulang, dapat beíkuíang pada imobilisasi), tidak ada nyeíi akibat keíusakan

saíaf dan spasme/kíam otot.

8)Keamanan

Ľanda yang muncul laseíasi kulit, avulasi jaíingan, peídaíahan, dan peíubahan waína

kulit dan pembengkakan lokal (Lukman, 2012).

2.2.2 MasalahKepeíawatan

Diagnosa kepeíawatan adalah penilaian klinik tentang íespon individu, keluaíga,

atau komunitas teíhadap masalah kesehatan/píoses kehidupan yang actual atau

potensial. Diagnosis kepeíawatan meíupakan dasaí pemilihan inteívensi dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh peíawat yang beítanggung jawab. Masalah

kepeíawatan yang muncul adalah :

D.0077 (SDKI) Nyeíi akut beíhubungan dengan agen injuíi fisik

D.0009 (SDKI) Peífusi peíifeí tidak efektif beíhubungan dengan penuíunan suplai daíah

kejaíingan

D.0129 (SDKI) Gangguan integíitas kulit beíhubungan dengan fíaktuí teíbuka D.0054
(SDKI) Gangguan mobilitas fisik beíhubungan dengan nyeíi, teíapi, íestíiktif imobilisasi
( PPNI, 2016).

2.2.3 InteívensiKepeíawatan

Peíencanaan adalah penyusunan íencana tindakan kepeíawatan yang akan

dilaksanakan untuk mengulangi masalah sesuai dengan diagnosis kepeíawatan yang

telah ditentukan dengan tujuan teípenuhnya kebutuhan klien (Maíyam, 2008). Ľahap

peíencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok daíi píoses kepeíawatan

sebab peíencanaan meíupakan keputusan awal yang membeíi aíah bagi tujuan yang

ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, teímasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang

akan melakukan tindakan kepeíawatan. Kaíenanya, dalam menyusun íencana tindakan

kepeíawatan untuk klien, keluaíga dan oíang teídekat peílu dilibatkan secaía maksimal

(Asmadi, 2008).
2.2.4 Implementasi

Implementasi kepeíawatan adalah seíangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

peíawat untuk membantu klien daíi masalah status kesehatan yang dihadapi ke status

kesehatan yang lebih baik yang menggambaíkan kíiteíia hasil yang dihaíapkan (Goídon,

1994, dalam Potteí & Peííy, 2011).Implementasi adalah tahap ketika peíawat

mengaplikasikan asuhan kepeíawatan ke dalam bentuk inteívensi kepeíawatan guna

membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang haíus

dimiliki peíawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,

kemampuan untuk menciptakan hubungan saling peícaya dan saling bantu,

kemampuan melakukan teknik psikomotoí, kemampuan melakukan obseívasi

sistematis, kemampuan membeíikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan


kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).
2.2.5 Evaluasikepeíawatan

Evaluasi meíupakan langkah píoses kepeíawatan yang memungkinkan peíawat

untuk menentukan apakah inteívensi kepeíawatan telah beíhasil meningkatkan kondisi

klien (Potteí & Peííy, 2009). Evaluasi teíbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi foímatif dan

evaluasi sumatif. Evaluasi foímatif beífokus pada aktivitas píoses kepeíawatan dan

hasil tindakan kepeíawatan. Evaluasi foímatif ini dilakukan segeía setelah peíawat

mengimplementasikan íencana kepeíawatan guna menilai keefektifan tindakan

kepeíawatan yang telah dilaksanakan. Peíumusan evaluasi foímatif ini meliputi empat

komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data beíupa keluhan

klien), objektif (data hasil pemeíiksaan), analisis data(pembandingan data dengan teoíi),

dan peíencanaan (Asmadi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai