Anda di halaman 1dari 10

RUMAH SAKIT AS-SYIFA

Jl. Gerak Alam RT. 13 Kelurahan Kota Medan


Kecamatan Kota Manna Kabupaten Bengkulu Selatan
Telp. (0739) 2188 Email : rs.assyifa.manna@gnail.com

KEPUTUSAN DIREKTUR RS AS-SYIFA


NOMOR :233/RSAS/A/SK/XI/2018

TENTANG

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DI RUMAH SAKIT AS-SYIFA

DIREKTUR RUMAH SAKIT AS-SYIFA


Menimbang : a. bahwa dalam melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi di RS As-syifa masih banyak kendala dan ketidak patuhan
petugas.
b. bahwa dalam usaha – usaha pencegahan dan pengendalian infeksi di
RS As-syifa dapat berjalan dengan baik, perlu adanya peraturan
direktur tentang Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
RS As-yfa sebagai landasan bagi penyelenggara seluruh pelayanan
di RS As-Syfa.
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
butir “a” dan “b”, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah
Sakit As-Syfa.

Mengingat : 1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor :


983/Mendagri/SK/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
2. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
3. Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1204/Menkes/SK/III/2007 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
4.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERTAMA : Keputusan Direktur RS As-Syfa tentang Kebijakan Pencegahan Dan


Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit AS-Syfa.

KEDUA : Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit


sebagaimana dimaksud diktum kesatu adalah sebagai pedoman / dijadikan
acuan dalam melaksanakan program pencegahan dan pengendalian
ienfeksi di Rumah Sakit As-Syfa. Pencegahan dan pengendalian infeksi
yang dimaksud adalah bertujuan untuk :
1. Terlaksananya kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di
seluruh unit pelayanan rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan.
2. Mengidentifikasi dan menurunkan resiko infeksi rumah sakit pada
pasien yang dirawat di rumah sakit dalam rangka mendukung program
keselamatan pasien.
3. Mencegah resiko terjadinya infeksi rumah sakit pada petugas kesehatan
yang melakukan tindakan perawatan dalam rangka kesehatan dan
keselamatan kerja.
: Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya keputusan ini, dibebankan
KETIGA kepada Anggaran RS As-Syfa.
: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila terdapat
KEEMPAT
kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perubahan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Manna
Tanggal : 12 November 2018

Direktur
RS As-syifa

dr. Andanu Sulaksana


Tembusan Keputusan ini disampaikan Kepada Yth:
1. Kasi Pelayanan Medik
2. Kasi Keperawatan
3. Kasi Tata Usaha dan Kepegawaian
4. Komite Medik
5. Komite Keperawatan

Lampiran : Keputusan Direktur RS As-Syfa


Nomor : 155/RSAS/A/SK/XI/2018
Tanggal : : 09 November 2018
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT AS-SYFA

A. PROGRAM KEPEMIMPINAN DAN KOORDINASI


1. Semua instalasi dan unit kerja di Rumah Sakit As-Syfa harus melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI).

2. Direktur menunjuk 1 orang yang kompeten dalam praktik pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagai Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) yang disesuaikan dengan kapasitas atau
jumlah tempat tidur dan beberapa orang sebagai Infection Prevention and Control Link Nurse
(IPCLN) dari tiap unit untuk mengawasi seluruh kegiatan pencegahandan pengendalian infeksi.

3. Direktur membentuk timpencegahan dan pengendalian infeksi (TPPI) untuk menetapkan atau
melakukan koordinasi program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit yang
melibatkan dokter, perawat dan tenaga lainnya.

4. Tim PPI menyusun program kerja yang mengacu pada ilmu pengetahuan terkini, berdasarkan
pedoman praktik yang diakui, berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan standar
sanitasi nasional.

5. Rumah sakit menunjuk staf yang cukup, mengalokasikan sumber daya yang cukup serta
mengadakan sistem manajemen informasi untuk mendukung program pencegahan dan
pengendalian infeksi.

6. Dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan kebijakan kewaspadaan


isolasi yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
a. Kewaspadaan Standar
1) Kebersihan Tangan
2) Penggunaan APD
3) Peralatan perawatan pasien
4) Pengendalian lingkungan
5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6) Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan
a) Monitoring dan support kesehatan petugas secara berkala.
b) Pemberian vaksinasi kepada petugas kesehatan yang berisiko terpajan (hepatitis B,
difteri)
c) Menyediakan antivirus profilaksis.
d) Penatalaksanaan dan monitoring pasca pajanan HBV, HCV, dan HIV.
7) Penempatan pasien.
8) Hygiene respirasi / etika batuk.
Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan dianjurkan selalu mematuhi etika
batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi pernafasan.
Pemberian edukasi kepada petugas, pasien dan pengunjung rumah sakit tentang etika
batuk untuk mencegah transmisi patogen.
Pemaasngan poster etika batuk, saat batuk atau bersin, tutup hidung dan mulut dengan
tisue, segera buang tisue yang sudah dipakai dan lakukan kebersihan tangan.Bila tidak ada
tissue atau sapu tangan tutuplah dengan lengan atas bagian dalam.Pakai masker bila sedang
batuk.

9) Praktek menyuntik yang aman


Gunakan jarum yang streil, sekali pakai pada setiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. Bila memungkinkan sekali pakai vial
walaupun multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam
vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat
dipakai untuk pasien lain. Perhatikan teknik aspetik dalam penyiapan dan pemberian obat
intra vena.
Jarum infus diganti setelah 3 x 24 jam atau bila ada tanda infeksi, pemberian total
parenteral nutrition (TPN) set infus diganti setelah 24 jam, pemberian tranfusi darah /
produk darah blood set diganti setelah 12 jam.
10) Praktek untuk lumbal punksi
Pakai masker saat insersi cateter atau injeksi suatu obat ke dalam area spinal / epidural
melalui prosedur lumbal punksi, misal saat melakukan anastesi spinal dan epidural,
myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.

b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi


1) Kewaspadaan transmisi kontak
Penyakit dengan transmisi kontak adalah MDRO, MRSA, VRSA, VISa, VRE, MDRSP
(Strp Pneumoniae), Herpes Simplex, SARS, RSV
2) Kewaspadaan transmisi droplet
Penyakit dengan transmisi droplet adalah B. Pertusis, SARS, RSV, influenza, N.
Mengingiditis, Adenovirus, Rhinovirus, Streptococus grup A, Mycoplasma Pneumoniae.
3) Kewaspadaan transmisi melalui udara (airbone precaution)
Penyakit dengan transmisi airbone adalah : TB, Campak, Cacar Air, Norovirus, dan
Rotavirus.

B. FOKUS DARI PROGRAM


1. Tim PPI membuat program kerja tahunan yang komprehensif meliputi rencana menurunkan risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan pada tenaga kesehatan, kegiatan surveilans yang sistematik dan proaktif, sistem
investigasi sistem outbreak pada penyakit infeksi biasadan direview secara teratur.
2. Seluruh area perawatan pasien, area staf di rumah sakitdan area pengunjung dimasukkan dalam
program pencegahan dan pengendalian infeksi.

3. Tim PPI rumah sakit mengidentifikasi, menganalisa dan memberikan tindak lanjut pada resiko
infeksi, tempat infeksi yang relevan dan alat-alat terkait, prosedur dan praktek-praktek yang
memberikan fokus dari upaya pencegahan dan penurunan risiko dan insiden infeksi terkait
pelayanan kesehatan, antara lain : ISK terkait prosedur pemasangan indwelling kateter urine,
Phlebitis dan IADP terkait pemasangan kateter intravena sentral dan perifer, ILO terkait prosedur
operasi, multi drug resistant organism (MDRO) dan muncul dan pemunculan ulang ( emerging atau
reemerging) infeksi di masyarakat serta melaksanakan assesment terhadap risiko infeksi ( Infection
Control Risk Assesment / ICRA).

4. Rumah sakit mengidentifikasi proses terkait dengan risiko infeksi dan mengimplementasikan
strategi penurunan risiko infeksi pada pemberian terapi intravena, obat harus dipersiapkan dan
disalurkan dalam area yang bersih dengan peralatan dan supplai yang memadai ( aseptik
dispensing).

5. Pembersihan peralatan dan metode sterilisasi di pelayanan sterilisasi sentral sesuai tipe
peralatan :
a. Peralatan kritikal / Critical Items, yaitu peralatan bedah dan barang-barang yang akan
bersentuhan dengan darah atau jaringan steril dibawah kulit, harus disterilisasi untuk
menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk endosprora bakterial.
b. Peralatan semikritikal / Semicritical Items, yaitu peralatan atau barang yang hanya menyentuh
selapit lendir atau kulit luar yang terluka, cukup dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT).
c. Peralatan non kritikal / Non Critical Items setelah dipakai pasien harus dibersihan dan di
disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lainnya. Disinfektan tingkat rendah untuk instrument
non kritika dan lingkungan menggunakan alkohol 70 %.

6. Proses/Metode pembersihan, disinfeksi dan atau sterilisasi peralatan dilaksanakan tersentral


kecuali ruang pelayanan pasien dengan peralatan terbatas dan utilisasi alat tinggi pengelolaan
peralatan dilaksanakan di unit kerja terkait dengan mengacu pada standar pemprosesan yang
sama dengan di instalasi CSSD dan pengawasan dilakukan oleh IPCN.

7. Pemilahan linen kotor sejak dari unit pemakai, dipisahkan antara linen kotor infeksius dan linen
kotor non infeksius. Linen kotor infeksius dimasukkan dalam kontainer dengan tutup warna orange
sedangkan linen kotor non infeksius dimasukkan kontainer dengan tutup warna biru dan
ditempatkan terpisah dengan linen bersih.Pemrosesan linen kotor tersentral di instalasi laundry,
dipisahkan antara linen kotor infeksius da nnon infeksius.Alur masuk linen kotor berbeda dengan
alur keluar linen bersih, linen bersih ditempatkan dalam kontainer dengan tutup hijau.Linen bersih
disimpan ditempat yang bersih dan tidak lembab dengan jarak dari lantai minimal 30 cm, jarak dari
dinding 20 cm dan jarak dari plafon 60 cm.

8. Pengelolaan peralatan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai baik yang disebabkan karena
ditarik dari peredaran oleh pabrik atau oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) oleh
karena rusak atau kadaluwarsa, dilakukan dengan prosedur penghapusan dan pemusnahan
perbekalan farmasi rusak dan kadaluwarsa. Prosedur ini meliputi proses identifikasi, proses
penarikan, proses pengembalian ke farmasi, proses pemusnahan dan proses dokumentasi, serta
monitoring.
a. Alat kesehatan yang sudah melewati tanggal kadaluwarsanya ( expired date) diinformasikan ke
instalasi farmasi dan tidak boleh digunakan, peralatan instrumen yang sudah melewati tanggal
batas kestesilannya diinformasikan ke CSSD untuk disteril ulang.
b. Peralatan / alat kesehatan yang belum melewati tanggal kadaluwarsa tetapi kemasannya
rusak atau terbuka, maka tidak boleh dipergunakan.

9. Penggunaan kembali peralatan dan material single use yang diresuse dilakukan sesuai standar
prosedur operasional.
a. Barang sekali pakai yang dapat dipakai ulang (reuse) harus melalui proses pre cleaning,
pencucian, pembilasan, pengeringan, pengemasan/labeling, dan disterilisasi sesuai dengan
tipe peralatan.
b. Barang steril sekali pakai yang akan digunakan ulang ditentukan melalui keputusan dengan
mempertimbangkan sumber dan referensi yang dapat dipertanggung jawabkan dan disahkan
oleh direktur.
c. Peralatan / material single-use dilakukan proses reuse frekuensinya disesuaikan dengan jenis
peralatan, dengan memberikan tanda atau kose warna (karet warna). Kode warna yang
digunakan sebagai berikut :
 Hijau : reuse 1 kali (R-1)
 Biru : reuse 2 kali (R-2)
 Kuning : reuse 3 kali (R-3)
 Merah : reuse 4 kali (R-4)
 Hitam : reuse 5 kali (R-5)
 Merah Mudah : reuse 6 kali (R-6)
 Ungu : reuse 7 kali (R-7)
 Putih : reuse 8 kali (R-8)
 Orange : reuse 9 kali (R-9)
d. Monitor dan evalusai pasien yang mendapatkan pelayanan dengan menggunakan peralatan
reuse selama dan setelah prosedur pelayanan.
e. Peralatan single use yang di reuse yang sudah rusak/cacat/retak tidak direkomendasikan
digunakan kembali meskipun belum memenuhi batas maksimal reuse.
f. Daftar peralatan single use yang di reuse di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lahat
adalah :
Peralatan yang di reuse maksimal 3 kali adalah :
 Selang / circuit Neo Puff
 Sungkup Neo Puff
 Circuit CPAP (Mades)
 Nasal prong CPAP
 Conector CPAP
Peralatan yang di reuse maksimal 9 kali adalah :
 Circuit CPAP (Stephan).
 Jackson Rees
 Masker Ambubag
 Hand piece diathermy (Assesoris Couter)
 Stilet ETT
 Endo Trakheal Tube Nonking
 Curegeted mesin anasthesi

10. Untuk meminimalisasi risiko penularan, pembuangan sampah infeksius dan cairan tubuh,
penanganan dan pembuangan darah dan komponen darah serta area kamar mayat dan post
mortem harus dikelola dengana benar
a. Pemisahan limbah dimulai dari awal penghasil limbah, pisahkan dan tempatkan sesuai dengan
jenis limbah.
b. Limbah padat infeksius dimasukkan dalam kantong plastik warna kuning, limbah padat non
infeksius dimasukkan kantong plastik warna hitam.
c. Limbah benda tajam dan jarum dikumpulkan pada wadah khusus / safety box yang tidak
tembus dan tidak mudah bocor (puncture proof) dan tidak di reuse.
d. Limbah cair seperti urine, feces dan cairan tubuh lainnya dibuang ke dalam sistem
pembuangan (spoelhok) yang memenuhi syarat yang bermuara pada saluran IPAL dan
disiram dengan air yang banyak.
e. Limbah padat infeksius dan limbah benda tajam dan jarum harus dimusnahkan dalam
incenerator, sedangkan limbah padat noninfeksius dibawa ke tempat pembuangan limbah
umum.

11. Pelaksanaan sanitasi dapur dan penyiapan makanan ditangani dengan baik untuk meminimalisasi
risiko kontaminasi / infeksi. Dilakukan pengontrolan terhadap fasilitas yang digunakan untuk
pengolahan makanan sehingga dapat mengurangi risiko kontaminasi / infeksi.

12. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi selama demolisi / pembongkaran, pembangunan dan
renovasi. Monitoring kualitas udara akibat dampak renovasi atau pekerjaan pembangunan sebagai
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi ( Infection Control Risk Assesment demolisi dan
renovasi)
C.PENGKAJIAN RESIKO

Rumah sakit melakukan pengkajian proaktif setiap tahunnya sebagai dasar penyusunan program
PPI terpadu untuk mencegah penularan infeksi terkait pelayanan kesehatan

Risiko infeksi dapat berbeda antara rumah sakit, tergantung ukuran rumah sakit, kompleksitas
pelayanan dan kegiatan klinisnya, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, volume
pasien, dan jumlah staf yang dimiliki.

Rumah sakit secara proaktif setiap tahun melakukan pengkajian risiko pengendalian infeksi
(ICRA) terhadap tingkat dan kecenderungan infeksi layanan kesehatan yang akan menjadi
prioritas fokus Program PPI dalam upaya pencegahan dan penurunan risiko.

Pengkajian risiko tersebut meliputi namun tidak terbatas pada:

1. Infeksi-infeksi yang penting secara epidemiologis yang merupakan data surveilans;


2. Proses kegiatan di area-area yang berisiko tinggi terjadinya infeksi;
3. Pelayanan yang menggunakan peralatan yang berisiko infeksi;
4. Prosedur/tindakan-tindakan berisiko tinggi;
5. Pelayanan distribusi linen bersih dan kotor;
6. Pelayanan sterilisasi alat;
7. Kebersihan permukaan dan lingkungan;
8. Pengelolaan linen/laundri;
9. Pengelolaan sampah;
10. Penyediaan makanan; dan
11. Pengelolaan kamar jenazah

Data surveilans dikumpulkan di rumah sakit secara periodik dan dianalisis setiap triwulan

Data surveilans ini meliputi:

1. Saluran pernapasan seperti prosedur dan tindakan terkait intubasi, bantuan ventilasi
mekanis, trakeostomi, dan lain-lain;
2. Saluran kemih seperti kateter, pembilasan urine, dan lain lain;
3. Alat invasif intravaskular, saluran vena verifer, saluran vena sentral, dan lain-lain
4. Lokasi operasi, perawatan, pembalutan luka, prosedur aseptik, dan lain-lain;
5. Penyakit dan organisme yang penting dari sudut epidemiologik seperti Multidrug
Resistant Organism dan infeksi yang virulen; dan
6. Timbul nya penyakit infeksi baru atau timbul kembali penyakit infeksi di
masyarakat (Emerging and or Re- Emerging Disease).

Berdasarkan hasil pengkajian risiko pengendalian infeksi (ICRA), Komite/Tim PPI menyusun
Program PPI rumah sakit setiap tahunnya.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi harus komprehensif, mencakup risiko infeksi bagi
pasien maupun staf yang meliputi:

1. Identifikasi dan penanganan:


1. Masalah infeksi yang penting secara epidemiologis seperti data surveilans
2. Infeksi yang dapat memberikan dampak bagi pasien, staf dan pengunjung:
2. Strategi lintas unit: kegiatan di area-area yang berisiko tinggi terjadinya infeksi;
3. Kebersihan tangan;
4. Pengawasan untuk peningkatan penggunaanantimikroba yang aman serta memastikan
penyiapanobat yang aman;
5. Investigasi wabah penyakit menular;
6. Penerapan program vaksinasi untuk staf dan pasien:
7. Pelayanan sterilisasi alat dan pelayanan yangmenggunakan peralatan yang berisiko
infeksi;
8. Pembersihan permukaan dan kebersihan lingkungan;
9. Pengelolaan linen/laundri;
10. Pengelolaan sampah;
11. Penyediaan makanan; dan
12. Pengelolaan di kamar jenazah.

Rumah sakit juga melakukan kaji banding angka kejadian dan tren di rumah sakit lain yang
setara. Ilmu pengetahuan terkait pengendalian infeksi melalui

1. pedoman praktik klinik,


2. program pengawasan antibiotik,
3. program PPI dan
4. pembatasan penggunaan peralatan invasif

Penanggung jawab program menerapkan intervensi berbasis bukti untuk meminimalkan risiko
infeksi. Pemantauan yang berkelanjutan untuk risiko yang teridentifikasi dan intervensi
pengurangan risiko dipantau efektivitasnya, termasuk perbaikan yang progresif dan
berkelanjutan, serta apakah sasaran program perlu diubah berdasarkan keberhasilan dan
tantangan yang muncul dari data pemantauan.

Anda mungkin juga menyukai