Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK


Mata Kuliah / Kelas : Hukum Perburuhan / 3E
Dosen Pengampu : Dr. Holyness N. Singadimedja. SH., MH.

Disusun oleh : (Anggota Kelompok 2)


1. Hilmy Arkan (2110631010019)
2. Arjun Dwi Prasetya (2110631010067)
3. Davin Ega Alfianto (2110631010185)
4. Lingga Pramulya (2110631010021)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam proses
pembuatan makalah yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK” kami
mengalami banyak kesulitan. Kami berharap semoga makalah ini dapat dijadikan pedoman dan
arahan bagi para pembaca. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Holyness N. Singadimedja. SH., MH. selaku dosen pengampu mata kuliah
Hukum Perburuhan kelas 3/E pada Program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Singaperbangsa Karawang.
2. Rekan-rekan kelompok 2 yang sudah saling membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.

Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca, agar kami dapat menghasilkan makalah
berikutnya yang lebih sempurna. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Karawang, September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................3
BAB I..................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................4
1. Latar Belakang Permasalahan......................................................4
2. Rumusan Permasalahan...............................................................5
BAB II.................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
A. Anak-Anak...................................................................................6
B. Rasa Takut...................................................................................6
BAB III................................................................................................7
STUDI KASUS......................................................................................7
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................8
BAB V PENUTUP...............................................................................11
A. KESIMPULAN.............................................................................11
B. SARAN.......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan
Anak merupakan seorang manusia yang berusia dibawah umur atau orang yang belum
memasuki tahap dewasa. Menurut Lesmana (2012) , Secara umum yang dikatakan sebagai anak
adalah seorang yang dilahirkan melalui proses perkawinan antara lelaki dan perempuan mau
dalam pernikahan maupun diluar pernikahan.1 Lalu Sugiri dalam Gultom (2010) menyebutkan
bahwa selama ditubuhnya masih terdapat pertumbuhan dan perkembangan, maka hal tersebut
masih dapat dikatakan sebagai anak. Seseorang dapat dikatakan sebagai bukan anak atau telah
memasuki jenjang dewasa adalah ketika sudah tidak ada proses pertumbuhan dan
perkembanganya. Maka dari itu dapat dikatakan seseorang dikatakan bukan anak atau masuk
kepada dewasa secara umur adalah 18 tahun untuk wanita dan 21 tahun untuk laki laki.2
Seorang anak sudah memiliki kelekatan Hak Asasi Manusia sejak dia dilahirkan, oleh
karena itu dari semenjak anak dilahirkan harus dijunjung tinggi martabat dan kemanusiaanya.
Tapi miris dengan apa yang terjadi di masa kini, masih banyaknya kasus mengenai eksploitasi
anak, Pelecehan terhadap anak, dan beberapa Tindakan keji lainnya yang bersangkutan terhadap
anak masih sering terjadi di Indonesia, khususnya dalam dunia pekerjaan. Anak yang sudah
masuk kedalam dunia pekerjaan itu berfikir bahwa suatu pekerjaan itu bukan hanya untuk orang
dewasa saja, namun anak juga sudah layak untuk melakukan pekerjaan. Padahal sejatinya, anak
merupakan generasi penerus bangsa yang harusnya Pendidikan, wawasan, dan lingkungannya
harus diperhatikan agar dapat berguna bagi bangsa di lain hari nanti. Banyak anak yang
melakukan suatu pekerjaan yang akhirnya kehilangan masa anak anaknya, kehilangan
pendidikannya, hanya karena memasuki dunia pekerjaan sebelum waktunya meskipun pekerjaan
tersebut juga dilakukan demi menjaga kelangsungan hidupnya maupun keluarganya. Padahal
secara mental dan fisik, seorang anak itu masih belum siap untuk melakukan pekerjaan.
Dengan ini Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Konvensi ILO
Perlindungan Anak Nomor 138 dan 182 sebagai Konvensi Internasional serta diawasi oleh
Komite Hak-Hak Anak PBB dan menjalankan sesuai hukum internasional dan mulai berlaku
pada tanggal 2 September 1990. Pemerintah Indonesia meratifikasi 2 Konvensi Hak-Hak Anak
Melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, yang mengemukakan tentang ketentuan dan
prinsip-prinsip umum perlindungan anak meliputi nondiskriminasi, kepentingan terbaik anak,
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang dan menghargai partisipasi anak.3

2. Rumusan Permasalahan

1
Lesmana (2012), Pengertian anak secara umum
2
Gultom, Sugiri (2010)
3
Rika Saraswati, 2009Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung
Melalui latar belakang yang telah dijabarkan diatas maka, makalah ini akan membahas terkait
permasalahan permasalahan terkait dengan pekerja anak yaitu :
1. Bagaimana peraturan terhadap pekerja anak diatur dalam Undang Undang yang berlaku
di Indonesia bisa menjadi pelindung bagi para pekerja anak
2. Bagaimana langkah represif yang harus dilakukan pihak terkait untuk menghilangkan
trauma si anak ketika bekerja.
3. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan perusahaan ketika merekrut pekerja anak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak-Anak
1. Pengertian anak-anak Menurut Lesmana (2012), secara umum dikatakan anak adalah seorang
yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang lakilaki meskipun tidak
melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Menurut Kosnan (2005), anak yaitu manusia muda dalam
umur, muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh dengan keadaan sekitarnya.
Sugiri dalam Gultom (2010), menyatakan bahwa selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan
dan perkembangan, anak masih dikatakan sebagai anak dan baru menjadi dewasa ketika proses
pertumbuhan dan perkembangan itu selesai jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan
menjadi dewasa yaitu 18 tahun untuk wanita dan 21 tahun untuk lakilaki.
2. Tahap perkembangan dan pertumbuhan Menurut Hurlock dalam Masganti (2015), ada lima
tahap perkembangan yang dialami pada masa anak-anak. Pertama, periode prenatal yaitu periode
konsepsi sampai akhir. kedua, periode bayi mulai dari kelahiran sampai minggu kedua. Ketiga, akhir
minggu kedua masa kelahiran sampai akhir tahun kedua. Keempat, awal masa kanak-kanak dua sampai
enam tahun. Kelima, akhir masa kanak-kanak, enam, sepuluh atau 12 tahun. Menurut Harfigurst dalam
Ircham dkk (2008), fase perkembangan anak-anak (late childhood) berlangsung pada usia enam sampai
12 tahun.
Menurut Montessori dalam Masganti (2015), perkembangan anak berdasarkan kepekaan anak
terhadap benda-benda yang ada disekitarnya. Periode kehidupan manusia terjadi pada usia nol sampai
enam tahun. Pada usia nol sampai tiga tahun anak-anak menunjukkan perkembangan mental yang sulit
didekati dan dipengaruhi orang dewasa. Anak-anak pada usia ini mengalami kepekaan yang kuat terhadap
keteraturan, misalnya jika anak bisa melihat sesuatu diletakkan di atas meja, maka anak akan menangis
atau memindahkan benda tersebut ke tempat semula, anak-anak pada periode ini juga mengalami
kepekaan detail, dimana jika anak melihat sesuatu anak akan memperhatikan benda tersebut sedetail
mungkin, misalnya memegangnya, menciumnya, atau memasukkannya ke dalam mulut. Anak-anak pada
periode ini juga mengalami kepekaan tangan dan kaki, sehingga pada masa ini anak sangat suka
menggunakan tangannya untuk memegang, melempar dan sebagainya serta menggunakan kakinya untuk
berjalan.

B. Rasa Takut
Rasa takut pada dasarnya memiliki arti yang sangat penting bila diarahkan dan dikendalikan
secara benar. Rasa takut berperan sebagai suatu mekanisme perlidungan untuk diri sendiri, karena
rangsangan yang menyebakan rasa takut tersebut dapat saja menimbulkan bahaya yang sebenarnya bagi
seorang yang selanjutnya dapat menjauhkan anak-anak dari keadaan membahayakan, baik yang bersifat
sosial maupun yang bersifat fisik (Soeparmin, Suarjaya dan Wijaya, 2004). Bakwin dan Bakwin dalam
Swastini, Tedjasulaksana dan Nahak (2006), mengatakan rasa takut adalah suatu emosi dasar manusia
sesudah dilahirkan yang merupakan perlindungan untuk melawan sesuatu yang dianggap bahaya yang
mengancam dirinya. Anak-anak mempunnyai rasa takut pada sesuatu yang didengar, dilihat, dirasakan
dan dibayangkan.
BAB III

STUDI KASUS

Selaras dengan tujuan yang bermaksud menelusuri prinsip-prinsip hukum, terutama yang bersangkut paut
dengan perlindungan hukum terhadap pekerja anak menurut undang-undang ketenagakerjaan, maka jenis
penelitiannya adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif (menggambarkan) dan tidak
bermaksud untuk menguji hipotesa.
1. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data sekunder dititik beratkan pada penelitian
kepustakaan (library research) dengan cara mengkaji:
a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat seperti undang-undang,
peraturan pemerintah dan semua ketentuan peraturan yang berlaku;
b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum seperti hipotesa, pendapat para ahli maupun peneliti
terdahulu yang sejalan dengan permasalahan dalam skripsi ini;
c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder seperti kamus bahasa, ensiklopedia dan lainnya.
2. Teknik pengolahan data Setelah data terkumpul, maka data tersebut diolah guna mendapatkan data
yang terbaik. Dalam pengolahan data tersebut, penulis melakukan kegiatan editing, yaitu data yang
diperoleh diperiksa dan diteliti lagi mengenai kelengkapan, kejelasan dan kebenarannya, sehingga
terhindar dari kekeliruan dan kesalahan.
3. Analisa data Analisa data dilakukan secara kualitatif yang dipergunakan untuk mengkaji aspekaspek
normatif atau yuridis melalui metode yang bersifat deskriptif analitis yang menguraikan gambaran dari
data yang diperoleh dan menghubungkannya satu sama lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang
bersifat umum.
BAB IV
PEMBAHASAN

Sebenarnya dalam Peraturan Perundang undangan sendiri seperti pada Pasal 68 Undang
Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Ketentuan seperti ini menyatakan adanya suatu perlindungan hukum terhadap anak, bukan
perlindungan hukum terhadap pekerja anak. Pelarangan oleh Pasal 68 Undang Undang Nomor
13 Tahun 2003 ini bertujuan agar tidak ada anak yang melakukan suatu pekerjaan tertentu,
seorang anak hanya lebih difokuskan dan disiapkan sebagai generasi penerus bangsa. Akan
tetapi, Pasal ini bersifat tidak mutlak, dimana dalam pasal ini terdapat pengecualiannya. Maka
dijelaskan lagi pada Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 memberikan kesempatan terkait
adanya pekerja anak. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terhadap konsekuensi yang harus
disiapkan yaitu adalah harus ada perlindungan hukum untuk para pekerja anak yang
keberadaaannya dimungkinkan oleh Undang Undang tersebut. Lalu untuk pengusaha atau
perusahaan harus memberi kontrak kerja yang mana isinya, anak tersebut hanya dipekerjakan
selama 3 jam saja dalam sehari dan tidak mengganggu waktu sekolahnya. Selain itu, syarat untuk
mempekerjakan anak selanjutnya adalah menjamin kesehatan dan keselamatan kerja dan
memberikan upah yang sesuai dengan ketentuan undang-undang. Lalu akan berbeda jika seorang
anak bekerja pada bisnis keluarga, yang mana tidak diperlukan persetujuan orang tua/wali,
kontrak kerjasama tertulis hingga pembayaran upah.4
Selain pengecualian diatas, ada pula batas usia minimum pekerja 14 tahun atau lebih
yang diperbolehkan untuk bekerja. Namun pekerjaan ini berhubungan dengan kurikulum
pendidikan atau pelatihan pendidikan dari sekolah mereka, yang telah disetujui pihak berwenang.
Dimana anak-anak harus diberi petunjuk yang jelas mengenai cara melakukan pekerjaan
tersebut, diberi arahan, bimbingan dan pengawasan yang tepat. Anak-anak juga harus dijamin
keselamatan dan kesehatan serta dilindungi selama masa pelatihan kerja. Tidak hanya batas usia
minimum pekerja saja yang harus diperhatikan, namun undang-undang juga mengatur tempat
kerja anak yang harus terpisah dengan pekerja/buruh dewasa. Di dalamnya anak-anak dianggap
bekerja jika mereka ada di tempat kerja, kecuali ada bukti konkret yang menunjukan fakta
sebaliknya.5
Kategori yang dimana seorang anak tidak bisa melakukan kerja adalah pekerjaan yang
beresiko. Seperti yang kita tahu, batas usia minimum pekerja yang beresiko/berbahaya adalah 18
tahun. Sebagaimana undang-undang yang ada melarang pengusaha/perusahaan melibatkan anak-
anak dalam pekerjaan buruk dan merusak moral. Dalam hal ini pekerjaan yang buruk misalnya
perbudakan dan sejenisnya, lalu pekerjaan yang mengeksploitasi dan menawarkan anak-anak
untuk melakukan pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan pornografi dan sejenisnya. Lalu

4
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm.15
5
Hukumonline.com (2022)
segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan judi, kemudian menyediakan dan melibatkan
anak dalam jual beli minuman keras, narkoba, narkotika dan zat adiktif lainnya.6

Dimana pekerjaan tersebut dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan moral anak.
Belum lagi batas usia minimum pekerja dibawah 18 tahun dilarang untuk mengoperasikan mesin
atau peralatan berbahaya. Seperti halnya mesin menjahit, mesin pemotong, mesin menenun,
mein lift, mesin ketel hingga mesin merajut. Mereka juga dilarang untuk mengangkat beban
sebesar 12 kg untuk anak laki-laku dan 10 kg untuk anak perempuan. Belum cukup sampai
disini, anak-anak juga dilarang untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan paparan
kimia, debu, listrik, kebisingan tingkat tinggi, suhu dan ketinggian ekstrim. Begitu pula dengan
pekerjaan yang dilakukan di bawah tanah, pekerja konstruksi dan sebagainya. Sedangkan batas
usia minimum pekerja dibawah 18 tahun dilarang melakukan kerja lembur di malam hari,
tepatnya antara jam 23:00 sampai 07:00 WIB.
Terkait sistem gaji atau upah yang dibayarkan kepada anak remaja, maka perusahaan
harus memberikan haknya sesuai pasal 92 ayat 1 UU No.13 tahun 2003. Yang mana untuk
menyusun skala upah tersebut harus memperhatikan pendidikan, jabatan, kompetensi, golongan
dan masa kerja didalamnya. Tidak heran jika upah bagi anak-anak remaja ini biasanya lebih
rendah dari upah orang dewasa. Pemberian upah terhadap pekerja jelas berbeda dengan upah
pekerja dewasa, karena secara waktu kerja, Untuk pekerja dewasa sendiri melakukan kerja full
time. Dan pada sistem upah pekerja anak ini sama halnya seperti upah para pekerja part-time,
yaitu mendapatkan upah per jam nya. Seperti contohnnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36
ada rumus untuk menghitung upah secara per jam yaitu dibagi 126. 7 Contohnya seperti ini jika di
karawang, pekerja full time akan mendapat gaji sesuai UMR karawang yaitu Rp. 4.798.312.
Maka untuk pekerja anak yang bekerja di karawang akan mendapat gaji sekitar Rp. 38.081 per
jam nya.
Belum cukup sampai disana, bolehkah perusahaan mempekerjakan anak yang terdesak
keadaan? Ketentuan ini juga sudah diatur dalam pasal 69 dimana ada pengecualian yang
memperbolehkan anak berusia 13-15 tahun untuk bekerja. Namun pekerjaan yang dilakukan
tidak memakan waktu lebih dari 3 jam/harinya. Lalu pekerjaan juga harus dilakukan di siang
hari, tidak mengganggu waktu sekolah dan ada izin resmi serta kesepakatan dengan orang
tua/wali nya. Jika terpaksa mempekerjakan anak dibawah umur, perusahaan juga harus
memberikan upah yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, bahkan tempat bekerjanya juga
harus berbeda dengan tempat pekerja orang dewasa.

6
Justika.com (2022)
7
Mekari.com (2022) bagaimana cara menghitung upah
Lantas, bagaimana jika Peraturan Perundang undangan terkait pekerja anak ini dilanggar
oleh suatu perusahaan? Bagi perusahaan yang mempekerjakan anak ataupun ada pekerja anak
yang tidak mendapatkan perlindungan hukum di perusahaan tersebut dapat dikenakan sanksi
sebagaimana yang telah tercantum pada Pasal 185. Sanksi yang terdapat pada pasal 185 ini
menyatakan bahwa Tindakan perusahaan yang mempekerjakan anak merupakan tindak pidana
kejahatan, yang mana akan dijerat dengan sanksi pidana penjara dan/atau sanksi denda, yaitu
sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Bahwa ketentuan yang termuat dalam Pasal ini
merupakan sanksi yang sejalan dengan artinya bahwa sanksi berupa hukuman yang sifatnya
memkasa untuk memberikan efek jera atas sebuah pelanggaran yang telah dilakukan, mengingat
bahwa sanksi yang termuat tergolong berat untuk mendekam di balik jeruji penjara selama 1
tahun atau bahkan empat tahun lamanya, hukuman ini akan mengakibatkan ketidaknyaman
dalam bentuk sakit fisik, penderitaan, dan juga kehilangan barang berharganya untuk dan atau
membayarkan denda sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta) atau denda terbanyak hingga Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta).8
Dalam Pasal ini pengunaan kata dan/atau merupakan bentuk sanksi yang dapat berupa
pilihan dari salah satunya atau juga dapat diterapkan keduanya sanksi pidana penjara dan beserta
sanksi denda. Hal ini merupakan keputusan hakim untuk menjatuhkan sanksinya seperti apa.
Sanksi ini merupakan upaya 75 pemerintah untuk menciptakan ketertiban umum, dengan bentuk
balasan agar pelaku jera dan tidak melakukan perbuatannya kembali serta sebagai pembelajaran
agar masyarakat tidak melakukan tindak kejahatan seperti yang tercantum pada Pasal tersebut.

8
Tri Jata Ayu Pramesti, http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e5701297a84e/bagaimanapenyelesaiannya-
jika-dituduh-mempekerjakan-anak- (diakses pada 25 Mei 2016)
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Melalui uraian yang terdapat diatas tadi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaturan
terhadap pekerja anak sudah dilakukan Indonesia. Ini dilakukan agar walaupun dikategorikan
sebagai perkeja anak, tetapi mereka mempunyai hak dan kewajiban mereka tersendiri demi
menjunjung tinggi martabat dan kemanusiaan serta dapat menyiapkan diri sebagai generasi
penerus bangsa yang dapat mengubah bangsanya sendiri di masa depan. Dan juga Peraturan
Perundang undangan disini juga terdapat denda dimana disini menguatkan Kembali perlindungan
pekerja anak.

B. SARAN
Berdasarkan apa yang telah disimpulkan diatas, maka penulis memiliki saran yaitu guna
menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas kesejahteraan anak, maka seluruh masyarakat
seharusnya mengetahui peraturan tentang anak yang tidak boleh dijadikan bahan eksploitasi
umtuk bekerja yang belum semestinya mereka lakukan di usia mereka yang belum cukup untuk
bekerja.
DAFTAR PUSTAKA

Lesmana (2012)
Gultom, Sugiri (2010)
Rika Saraswati, 2009Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung
Husni,2000 Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta
hukumonline.com
justika.com
mekari.com

Anda mungkin juga menyukai