MAKALAH
PRINSIP PEMBERIAN OBAT KEMOTERAPI
Disusun oleh :
KELOMPOK 7
Christian L M
Tumatar : 711430121020
Alicia I A
Nicodemus : 7114301004
Taula G S Siregar
: 7114301031
Nis Enumbi
: 7114301037
Rahel N Noriwari : 7114301041
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami mengharapkan kiranya makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk dan pedoman bagi pembaca untuk
menambah pengetahuan
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang.Oleh karena itu, kami berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemoterapi adalah proses pengobatan yang menggunakan obat sitostatik dengan cara
penggunaannya melalui intravena yang berfungsi sebagai membunuh sel abnormal, selain
membunuh sel abnormal kemoterapi juga mematikan sel normal yang utama adalah sel yang
dapat membelah dengan waktu yang cepat seperti sel rambut, membrane mukosa, sumsum
tulang belakang, dan organ-organ reproduksi (Lestari et al., 2020). Kemoterapi memiliki
efek yang tidak menyenangkan, seperti berkurangnya nafsu makan, mual, muntah, diare,
sehingga menyebabkan menurunnya performa pasien akibat dari kurang energi protein.
Menurut (Lestari et al., 2020) kurangnya energi protein dapat juga menyebabkan penurunan
kemampuan tubuh untuk mentoleransi obat didalam tubuh yang dapat menyebabkan
gangguan metabolisme yang berhubungan dengan kelemahan kekuatan otot dan tenaga. Dari
efek samping setelah dilakukannya kemoterapi, 45% pasien merasa jera dan tidak ingin
melakukan kemoterapi yang berikutnya.
Selain menyerang fisik, kemoterapi juga menyerang psikologis pasien seperti gelisah, cemas,
sedih, hingga mengalami fase berduka. Pernyataan tersebut juga dikatakan dan diuraikan oleh
(Lestari et al., 2020) dan juga menguraikan efek kemoterapi antara lain; mual, muntah, diare,
konstipasi, alopesia, anemia, penurunan nafsu makan, toksisitas kulit, kelelahan, penurunan
berat badan, neuropati perifer, perubahan rasa dan nyeri sedangkan efek psikologis
diantaranya ansietas, depresi, kesedihan, emosional, stres, rendahnya harga diri (self esteem)
dan rasa menyerah, (Lestari et al., 2020)
yang menyatakan bahwa stres sebagai salah satu efek psikologis merupakan faktor pemicu
yang dapat memperburuk berbagai penyakit dan kondisi patologis, selain itu juga memiliki
efek yang dapat menurunkan kekebalan tubuh akibat dari menurunnya aktivitas sel sitotoksit
sel limfosit T sebagai sel pembunuh alami yang dapat meningkatkan pertumbuhan sel ganas
pada penderita kanker, ketidakstabilan genetik, dan ekspansi tumor yang dapat memperburuk
kondisi pasien
Fase penerimaan ini merupakan tahapan ke-5 dari tahap berduka. Pasien kemoterapi, fase
penerimaan diri sangatlah membutuhkan persiapan diri yang kuat. Pasien kemoterapi
melewati beberapa fase yang diawali dari perasaan menolak, marah, tawar-menawar, depresi
dan yang terakhir penerimaan. Fase penerimaan diri pasien kanker ditandai dengan
dimulainya pasien tersebut bisa menerima keadaan dirinya, pasien mengharap kesembuhan
penyakit pada dirinya yang sesuai dengan kemampuan dan kekuatan diri. Perasaan yang
terfokus pada rasa khawatir dan kehilangan perlahan mulai menghilang dan berganti menjadi
perasaan untuk berusaha melakukan yang terbaik untuk kesembuhan dan mulai menerima
dan menjalani kemoterapi. Selama menjalani tahapan berduka tersebut diperlukan adaptasi
perubahan yang terjadi untuk mempertahankan kondisi yang sehat, hal ini diuraikan oleh
yang menerapkan adaptasi Alligood dengan mempertahankan kehidupan individu yang selalu
berespon positif dalam menerima perubahan (Lestari et al., 2020).
Selain faktor psikologis ada beberapa faktor lain yang dapat mengakibatkan mempercepat
proses pengobatan, yaitu; kesejahteraan fisik, kesejahteraan social, serta kesejahteraan
spiritual (Rosyadi, Ani Yuniarti,
2019). Spiritualitas membuat individu menemukan dirinya, sehingga
kehidupan menjadi lebih bemakna hingga menemukan hikmah (Rosyadi, Ani Yuniarti,
2019). Hal ini dapat ditariknya sebuah kesimpulan bahwa tingginya kualitas spiritual pasien
maka akan semakin besar pengaruh kecepatan penyembuhan penyakit.
Spiritualitas adalah suatu yang khusus dan multimensional dari pengalaman hidup manusia
dan juga salah satu kekuatan yang besar dalam mencari makna kehidupan. Spiritual menjadi
sangat penting sewaktu individu dalam keadaan yang merasa nyawanya terancam
(Wiksuarini et al., 2018). Spiritualitas merupakan salah satu aspek dalam hidup manusia.
Spiritualitas bersifat individual yang bersumber dari diri individu yang mempunyai banyak
latar belakang yang berbeda yang didasari oleh cara pandang setiap individunya yang
berbeda. Selain itu, faktor yang menyebabkan pengertian spiritualitas yang berbeda juga
dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, dan persepsi dalam diri.
Spiritual yang positif dapat dijadikan sebagai mekanisme koping positif bagi proses
penyembuhan kanker (Wiksuarini et al., 2018). Diagnosis dan pengobatan kanker dapat
memunculkan perasaan yang buruk atau masalah spiritual seperti marah kepada Tuhan,
merasa doanya tidak pernah dikabulkan terkabulkan (Wiksuarini et al., 2018). Adapun
masalah yang lainnya yaitu tidak dapat menerima keadaan dirinya saat ini dan adanya rasa
takut akan kematian. Spiritual yang rendah dikaitkan dengan kualitas hidup yang rendah
(Rizka Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, n.d.).
Data yang diperoleh dari Global Burden of Cancer (GLOBOCAN) yang dirilis oleh WHO
menyebutkan data pasien kanker berjumlah 18,1 juta kasus dan 9,6 juta kematian di tahun
2018, kasus akan terus bertambah hingga lebih
dari 13,1 juta kasus pada tahun 2030 (Silaen, 2019). Riskesdas (2013) mendapatkan hasil
bahwa sebagian penduduk Indonesia menjalani pengobatan kanker dengan metode
pembedahan sebesar 61,8%, metode kemoterapi 24,9%, dan metode penyinaran 17,3%.
Kemoterapi lebih banyak dilakukan oleh pasien perempuan dibandingkan oleh pasien laki-
laki (Rizka Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, n.d.).
Penelitian yang telah dilakukan oleh (Wiksuarini et al., 2018) menyatakan bahwa tingkatan
spiritualitas dapat mempengaruhi kondisi pasien kanker, penerimaan diri dan koping yang
baik disebabkan karena individu memiliki spiritualitas yang positif seperti menganggap
kekuatan terbesarnya adalah Tuhan yang menjadi sumber kekuatan pada dirinya, Kanker
merupakan salah satu penyakit terminal, penyakit terminal membutuhkan spiritual yang lebih
kuat untuk dapat menerima penyakit yang dideritanya. Hasil studi penelitian yang peneliti
lakukan mendapat informasi bahwasanya pasien kemoterapi membutuhkan spiritual yang
lebih dari pasien penyakit lainnya, karena pasien kemoterapi merasa bahwa penyakit yang
diderita sulit untuk sembuh dan akan selamanya hingga akhir hayat. Pasien merasa lebih
pasrah kepada Allah tentang kondisi kedepannya.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan September, peneliti mendapat
data jumlah kunjungan pasien yang sedang melakukan kemoterapi di Rumah Sakit Baladhika
Husada Jember berjumlah 2.653 pasien dengan berbagai jenis kanker, sedangkan untuk
pasien yang sedang melakukan kemoterapi 1 tahun awal berjumlah 125 pasien setiap bulan.
Peneliti mewawancarai 5 pasien yang melakukan kemoterapi mengenai bagaimana perasaan
saat mengetahui tentang kondisi dirinya dan perasaan saat mendengar diagnosis kanker yang
harus melakukan kemoterapi, bertanya tentang pendapatdirinya tentang penyakit tersebut,
bagaimana cara menghilangkan perasaan gelisah terhadap penyakit, bagaimana bayangan
pasien tentang kemoterapi sebelum menjalani, menanyakan tentang perasaan dan efek yang
muncul setelah melakukan kemoterapi pertama. Peneliti mendapat hasil wawancara dengan
pasien yang menjalani kemoterapi bahwa perasaan yang dialami pasien yaitu cemas dan
gelisah. Pasien mengurangi rasa cemas dan gelisah, pasien melakukan sholat dan berdoa
untuk meluapkan rasa cemas dan gelisah agar lebih tenang.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan memiliki peliang yang besar dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang komprehensif terutama dalam memberikan asuhan keperawatan
untuk pemenuhan kebutuhan dasar pasien. Aspek spiritual tidak terlepas dari asuhan
keperawatan dari perawat kepada pasien, aspek spiritual merupakan aspek integral antara
perawat dan pasien sehingga membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul
“Pengaruh Kualitas Spiritual Terhadap Fase Penerimaaan Pada Pasien
Kemoterapi Di Rumah Sakit Baladhika Husada Jember” yang bertempat di ruang Flamboyan
RS Baladhika Husada Jember.
B. Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah
Pasien kemoterapi yg memiliki kualitas spiritual yang baik akan lebih cepat menerima dirinya
dibandingkan dengan pasien yang memiliki
kualitas spiritualitas yang rendah. Selain itu, kualitas spiritual yang rendah juga dikaitkan
dengan kalitas hidup yang rendah. RS Baladhika Husada mendapat pasien yang melakukan
kemoterapi pertama berjumlah 125
orang.
2. Pertanyaan Masalah
a. Bagaimana kualitas spiritual pasien yang menjalani kemoterapi di RS Baladhika Husada?
b. Bagaimana fase penerimaan diri pasien kemoterapi di RS Baladhika Husada Jember ?
c. Apakah ada pengaruh kualitas spiritual terhadap fase penerimaan diri pasien kemoterapi di
RS Baladhika Husada Jember ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh kualitas spiritual pada fase penerimaan diri pasien kemoterapi di RS
Baladhika Husada Jember.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kualitas spiritual pasien kemoterapi di RS Baladhika
Husada Jember
b. Mengidentifikasi penerimaan diri pasien kemoterapi di RS Baladhika
Husada Jember
c. Menelaah adanya pengaruh kualitas spiritual pasien dengan penerimaan pasien kemoterapi
di RS Baladhika Husada Jember
D. Manfaat Penelitian
1. Layanan kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk semakin baik lagi yaitu dengan
mengaplikasikan aspek spiritual dalam perawatan yang dilakukan oleh perawat.
2. Tenaga Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat sebagai acuan bahwasanya perawat dan juga tenaga medis lainnya
juga dapat ikut andil dalam pemberian spiritualitas kepada pasien.
3. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi pendidikan keperawatan untuk
menyusun askep spiritual di asuhan keperawatan
spiritual terutama spiritual.
4. Pasien yang Menjalani Kemoterapi
Diharapkan menjadi motivasi pasien yang sedang menjalani kemoterapi agar lebih
meningkatkat kualitas spiritual yang bertujuan untuk mempercepat peningkatan kesembuhan.
BAB II
A. Kemoterapi
1. Definisi kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak
seperti radiasi atau operasi yang bersifat local, kemoterapi merupakan terapi
sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai
sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi,
2007).
Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active
single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang
resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya
dengan memburuknya kondisi fisik, yaitu pasien tidak dapat merawat diri
sendiri dan sulit menampilkan diri secara efektif. Ancaman paling berat pada
psikologisnya adalah kehilangan harga diri. Penurunan dan kehilangan harga
diri ini merupakan reaksi emosi yang muncul pada perasaan penderita
kanker.
e. Stres
Stres yang muncul sebagai dampak pada penderita kanker memfokuskan
pada reaksi seseorang terhadap stressor. Stressor dalam hal ini adalah
penyakit kanker. Stres yang muncul ini merupakan bentuk manifestasi
perilaku yang tidak muncul dalam perilaku yang nampak (covert behavior).
Stres ini dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah dukungan
sosial. Dukungan sosial sangat berguna untuk menjaga kesehatan seseorang
dalam keadaan stres.
f. Depresi
Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus
asa, dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Salah satu akibat dari
kecemasan yang berupa usianya akan singkat, menjadikan perasaan putus asa
dalam diri penderita kanker. Ketidakberdayaan yang menjadi dampak
psikologis memicu timbulnya perasaan depresi. Penderita kanker payudara
umumnya mengalami depresi dan hal ini tampak nyata terutama disebabkan
karena rasa nyeri yang tidak teratasi dengan gejala sebagai berikut: Penurunan
gairah hidup, perasaan menarik diri, ketidak kemampuan, dan gangguan
harga diri.Somatis berupa berat badan menurun drastis dan insomnia. Rasa
lelah dan tidak memiliki daya kekuatan.
g. Amarah
Seseorang yang mengalami reaksi fisiologis, dapat muncul suatu ekspresi
emosional tidak sengaja yang disebabkan oleh kejadian yang tidak
menyenangkan dan disebut sebagai amarah. Semua suasana sensori ini dapat
berpadu dalam pikiran orang dan membentuk suatu reaksi yang disebut
marah. Reaksi amarah yang muncul ini tentu saja dapat terjadi pada penderita
kanker, karena suatu penyakit merupakan suatu hal yang tidak
menyenangkan. Munculnya reaksi marah pada penderita kanker dapat muncul
karena perasaan bahwa banyak kegiatan hariannya yang diinterupsi oleh
penyakit yang membuatnya tidak berdaya. Reaksi marah yang muncul bisa
berupa reaksi motorik (overt behavior) seperti tangan mengepal, perubahan
raut muka seperti alis mengkerut.
B. Kualitas hidup
1. Pengertian kualitas hidup
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai
posisi mereka dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai di
mana mereka hidup dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan standar
dan perhatian mereka (Nursalam, 2013).