Anda di halaman 1dari 28

MODUL PRATIKUM

HIDROLOGI TERAPAN

DISUSUN OLEH:
TIM LABORATORIUM HIDROLIKA, HIDROLOGI DAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
UNIT LAB.
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
berupa fikiran dan kesehatan pada penulis. Sehingga dapat menyelesaikan laporan Pratikum
Hidrologi Terapan. Laporan ini membahas berbagai pedoman seperti, memghitung data infiltasi
lapangan dengan perbandingan metode Philpis serta menghitung intensitas curah hujan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada asisten
laboratorium yang telah membimbing serta memberikan masukan-masukannya sebelum dan
sesudah penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari apa yang
diharapkan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan penulis.
Semoga laporan ini dapat bermanfaatn dan dapat mempermudah dalam proses
pelaksanaan Pratikum Hidrologi Terapan.
Wassalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Pratikum ................................................................................................................. 2
BAB II INFILTRASI .............................................................................................................. 3
2.1 Infiltrasi .............................................................................................................................. 3
2.2 Infiltrometer........................................................................................................................ 5
2.3 Persamaan Laju Infiltrasi .................................................................................................... 9
2.4 Alat dan Bahan ................................................................................................................ 12
2.5 Metode Pelaksanaan.......................................................................................................... 12
2.6 Tabel Data Pengukuran Laju Infiltrasi .............................................................................. 12
2.7 Analisis Data Persamaan Philips ....................................................................................... 12
2.8 Grafik Infiltrasi Lapangan ................................................................................................. 12
BAB III CURAH HUJAN .................................................................................................... 13
3.1 Siklus Hidrologi ................................................................................................................ 13
3.2 Hujan ................................................................................................................................ 14
3.3 Pengukuran Hujan............................................................................................................. 17
3.4 Metode Perhitungan Intensitas Hujan ................................................................................ 18
3.5 Metode Pengukuran Luas Wilayah Pada Peta .................................................................... 21
3.6 Langkah Kerja .................................................................................................................. 22
3.7 Hasil Data Mentah ............................................................................................................ 22
3.8 Pengukuran Rata-Rata Hujan ............................................................................................ 22
3.9 Pengukuran Intentitas Curah Hujan ................................................................................... 22
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................... 23
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 23
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrologi merupakan salah satu ilmu bantu geografi yang mengkaji tentang
pergerakan air pada permukaan bumi khususnya perairan darat. Adanya
pergerakan air di permukaan bumi ditandai dengan siklus air yang berlangsung
terus menerus. Siklus air dapat di bedakan menjadi tiga bagian yaitu siklus pendek,
siklus sedang, dan siklus panjang. Terdapat banyak komponen dalam proses siklus
air, salah satu komponen penting adalah presipitasi dan infiltrasi.
Presipitasi merupakan komponen lanjutan dari proses kondensasi dalam
siklus air. Proses ini dapat dikatakan sebagai komponen utama dalam siklus
air karena peranannya dapat mempengaruhi keseimbangan ketersediaan air di
permukaan bumi. Presipitasi merupakan produk dari kondensasi yang berubah
bentuk menjadi cair dan jatuh ke bumi akibat dari pengaruh suhu. Apabila air yang
dihasilkan dari proses presipitasi mengalami kemunduran atau kemajuan, maka
akan memberikan efek bagi kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Salah satu bentuk dari presipitasi adalah hujan.
Sedangkan Infiltrasi sendiri adalah proses kelanjutan aliran air masuk
kedalam tanah berhubungan erat dengan perkolasi yaitu proses berkelanjutan aliran
air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan
tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah
melalui permukaan tanah, ini termasuk salah satu contoh yang sering di temukan
pada proses infiltrasi.
Nilai infiltrasi sangat penting untuk diketahui. Jika nilai infiltrasi diketahui,
maka besarnya curah hujan yang menjadi potensi untuk melimpas setelah mencapai
permukaan dapat diperhitungkan. Nilai laju infiltrasi di lapangan dapat diduga
dengan menggunakan persamaan infiltrasi. Persamaan yang digunakan adalah
persamaan Horton, Kostiakov dan Philip.
Dalam praktikum kali ini, praktikan akan melakukan praktikum tentang
perhitungan laju infiltrasi dengan menggunakan persamaan Phillip dan menghitung
intensitas curah hujan. Diharapkan dengan melakukan praktikum ini, praktikan
dapat membuktikan bahwa persamaan yang digunakan untuk menghitung laju
1
infiltrasi itu adalah mendekati benar dan tidak ada perbedaaan yang cukup jauh
antara lanpangan dengan teori sekaligus dapat menentukan nilai intensitas curah
hujan dalam suatu wilayah atau kawasan.

1.2 Tujuan Pratikum


a. Melatih mahasiswa untuk mengetahui cara pengukuran dasar curah hujan
secara manual dengan penerapan langsung serta perhitungan perbandingan
nilai infiltrasi lapangan dengan teori.
b. Melatih mahasiswa dalam mengolah data hasil praktikum curah hujan dan
infiltrasi.

2
BAB II
INFILTRASI

2.1 Infiltrasi
Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan dari air
permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dan air tanah.
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya dan derajat
kemampatannya, kandungan air dan permebilitas lapisan bawah permukaan, nisbi air,
dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada sutu tanah hutan karena pengaruh
gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan juga oleh tekanan dari pukulan air hujan
pada permukaan tanah.
Infiltrasi adalah proses meresapnya air atau proses meresapnya air dari
permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Dari siklus hidrologi, jelas bahwa air hujan
yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sabagian akan
mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow. Sedangkan yang
dimaksud dengan daya infiltrasi (Fp) adalah laju infiltrasi maksimum yang
dimungkinkan, ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah.
Besarnya daya infiltrasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi (Fa)
adalah laju infiltrasi yang sesungguhnya terjadi yang dipengaruhi oleh intensitas hujan
dan kapasitas infiltrasi.
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap :
a. Proses Limpasan
Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke dalam
tanah. Sekali air hujan tersebut masuk ke dalam tanah ia akan diuapkan kembali
atau mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah sangat lambat. Makin besar
daya infiltrasi, maka perbedaan antara intensitas curah dengan daya infiltrasi
menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil sehingga
debit puncaknya juga akan lebih kecil.

3
b. Pengisian Lengas Tanah (Soil Moisture) dan Air Tanah
Pengisian lengas tanah dan air tanah adalah penting untuk tujuan pertanian. Akar
tanaman menembus daerah tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk
evapotranspirasi dari daerah tak jenuh tadi. Pengisian kembali lengas tanah sama
dengan selisih antar infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah
yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu kasar, pengisian
kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah:


1. Karakteristik – karakteristik hujan.
2. Kondisi-kondisi permukaan tanah.
 Tetesan hujan, hewan maupun mesin mungkin memadatkan permukaan

tanah dan mengurangi infiltrasi.


 Pencucian partikel yang halus dapat menyumbat pori-pori pada
permukaan tanah dan mengurangi laju inflasi.
 Laju infiltrasi awal dapat ditingkatkan dengan jeluk detensi permukaan.

 Kepastian infiltrasi ditingkatkan dengan celah matahari.

 Kemiringan tanah secara tidak langsung mempengaruhi laju infiltrasi

selama tahapan awal hujan berikutnya.


 Penggolongan tanah (dengan terasering, pembajakan kontur dll) dapat

meningkatkan kapasitas infiltrasi karena kenaikan atau penurunan


cadangan permukaan.
3. Kondisi-kondisi penutup permukaan.
 Dengan melindungi tanah dari dampak tetesan hujan dan dengan

melindungi pori-pori tanah dari penyumbatan, seresah mendorong laju


infiltrasi yang tinggi.
 Salju mempengaruhi infiltrasi dengan cara yang sama seperti yang

dilakukan seresah.
 Urbanisasi (bangunan, jalan, sistem drainase bawah permukaan)
mengurangi infiltrasi.

4
4. Transmibilitas tanah
 Banyaknya pori yang besar, yang menentukan sebagian dari setruktur

tanah, merupakan salah satu faktor penting yang mengatur laju transmisi
air yang turun melalui tanah.
 Infiltrasi beragam secara terbalik dengan lengas tanah.
5. Karakteristik-karakteristik air yang berinfiltrasi
 Suhu air mempunyai banyak pengaruh, tetapi penyebabnya dan sifatnya

belum pasti.
 Kualitas air merupakan faktor lain yang mempengaruhi infiltrasi.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi antara lain :


a. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah (surface detention) dan tebal
lapisan jenuh.
b. Kadar air dalam tanah.
c. Pemampatan oleh curah hujan.
d. Tumbuh-tumbuhan.
e. Karakteristik hujan.
f. Kondisi-kondisi permukaan tanah.

 Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi antara lain :


a. Jenis permukaan tanah.
b. Cara pengolahan lahan.
c. Kepadatan tanah.
d. Sifat dan jenis tanaman.

2.2 Infiltrometer
Infiltrometer merupakan suatu tabung baja silindris pendek, berdiameter besar
(atau suatau batas kedap air lainnya) yang mengitari suatu daerah dalam tanah
(Seyhan, 1990). Infiltrometer merupakan suatu tabung baja selindris pendek,
berdiamater besar (suatu batas kedap air lainnya) yang mengitari suatu daerah dalam
tanah. Infiltrometer konsentrik yang merupakan tipe biasa, terdiri dari dua cincin

5
konsentrik yang ditekan ke dalam permukaan tanah. Kedua cincin tersebut
digenangi (karena itu disebut infiltrometer tipe genang) secara terus-menerus untuk
mempertahankan tinggi yang konstan. Masing-masing penambahan air untuk
mempertahankan tinggi yang konstan ini hanya diukur (waktu dan jumlah) pada
cincin bagian dalam. Bagian luar digunakan untuk mengurangi pengaruh batas dari
tanah sekitarnya yang lebih kering. Kalau tidak air yang berinfiltrasi yang dapat
menyebar secara lateral di bawah permukaan tanah (Subagyo, 1990).
Alat infiltrometer yang biasanya digunakan adalah jenis infiltrometer ganda
(double ring infiltrometer) yaitu suatu infiltrometer silinder yang iotempatkan di
dalam infiltrometer silinder lain yang lebih besar. Infiltrometer silinder yang lebih
kecil mempunyai ukuran diameter sekitar 30 cm dan infiltrometer yang besar
mempunyai ukuran hingga 50 cm. Pengaturan hanya dilakukan pada silinder yang
lebih kecil. Silinder yang lebih besar hanya digunakan sebagai penyangga yang
bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder (Asdak, 2002).
Ring infiltrometer utamanya digunakan untuk menetapkan infiltrasi kumulatif,
laju infiltrasi, sorptivitas dan kapasitas infiltrasi. Ada dua bentuk ring infiltrometer,
yaitu single ring infiltrometer dan double atau concentric-ring infiltrometer. Single
ring infiltrometer umunya berukuran diameter 10-50 cm dan panjang atau tinggi 10-
20 cm. Ukuran double ring infiltrometer adalah ring pegukur/ring dalam umunya
berdiameter 10-20 cm, sedangkan ring bagian luar (ring penyangga/buffer ring)
berdiameter 50 cm (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006). Untuk
tujuan tertentu sering digunakan ukuran ring yang lebih besar atau lebih kecil.
Namun demikian, pengguaan ring yang terlalu kecil juga menyebabkan semakin
tingginya tingkat kesalahan (error) pengukuran (Tricker, 1978 dalam Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006).
Menurut Suci Handayani, pada dasarnya tidak ada perbedaan antara single ring
infiltrometer dan double, pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat
menggunakan lingkaran tengah double ring infitrometer. Hanya saja yang
membedakan kedua alat tersebut adalah pendekatanya dimana untuk double ring
infiltrometer, ring bagian luar bertujuan untuk mengurangi pengaruh batas dari
tanah agar air tidak dapat menyebar secara lateral dibawah permukaan tanah.

6
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993), penggunaan double ring
infiltrometer, lingkaran luar digunakan untuk mencegah peresapan keluar dari air dalam
lingkaran tengah setelah meresap ke dalam tanah. Ditujukan untuk mengurangi
pengaruh rembesan lateral. Oleh karena adanya rembesan lateral, sering menyebabkan
hasil pengukuran dari alat ini menjadi tidak mudah untuk diekstrapolasikan ke dalam
skala lapangan.

Gambar 2.1 Infiltrometer Double Ring

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993) kedua jenis alat ukur infiltrasi ini
mempunyai persoalan-persoalan yang sama yaitu:
1. Efek pukuan butir-butir hujan tidak diperhitungkan.
2. Efek tekanan udara dalam tanah tidak terjadi.
3. Struktur tanah sekeliling dinding tepi alat itu telah terganggu pada waktu pemasukannya
ke dalam tanah.
Menurut Dunne dan Leopold (1978) dalam Asdak (2010), dengan cara ini hasil
laju infiltrasi yang diperoleh biasanya lebih besar daripada keadaan yang berlangsung di
lapangan (infiltrasi dari curah hujan), yaitu 2-10 kali lebih besar.
Pengukuran kapasitas infiltrasi dilakukan dengan menggunakan single dan
double ring infiltrometer. Dimana kedua alat tersebut terbuat dari baja untuk double
ring infiltrometer diameter ring tengah 16,5 cm serta tinggi 25 cm dan ring luar
berdiameter 27,5 cm dengan tinggi 15 cm. Sedangkan untuk single ring infiltrometer

7
merupakan ring yang hanya menggunakan ring tengah double ring infiltrometer. Cara
penggunaanya sebagai berikut :
 Double ring infiltration
1. Double ring dimasukkan ke dalam tanah sampai sedalam separuh tinggi alat,
dengan kedudukan diusahakan tegak lurus serta tanah dalam silinder dijaga
jangan sampai rusak atau pecah.
2. Untuk menghindari kerusakan struktur tanah dalam silinder, maka sebelum
dituangkan air terlebih dahulu permukaan tanah ditutup plastik, baru kemudian
dituangkan diatas plastik tersebut.
3. Sebelum penuangan air pada silinder tengah, maka silinder luar sebaiknya diisi
air terlebih dahulu supaya perembesan ke arah luar terkurangi, ring tengah harus
selalu terisi air saat pengamatan.
4. Setelah diisikan ke dalam ring tengah dengan cepat plastik ditarik dan ditambah
air sampai ketinggian tertentu lalu dibaca skala penurunan air setiap 15 menit
sampai penurunan air dalam silinder konstan.
5. Hal tersebut dilakukan juga terhadap titik-titik pengukuran infiltrasi lainnya.

 Single ring infiltration


1. Single ring yang merupakan silinder tengah dari double ring dimasukkan ke
dalam tanah sampai sedalam separuh tinggi alat, dengan kedudukan diusahakan
tegak lurus serta tanah dalam silinder dijaga jangan sampai rusak atau pecah.
Pengukuran kapasitas infiltrasi dengan metode ini dilakukan pada jarak 1-2 m
dari lokasi pengukuran menggunakan metode double ring.
2. Untuk menghindari kerusakan struktur tanah dalam silinder, maka sebelum
dituangkan air terlebih dahulu permukaan tanah ditutup plastik, baru kemudian
dituangkan diatas plastik tersebut.
3. Setelah diisikan air, dengan cepat plastik ditarik dan ditambah air sampai
ketinggian tertentu lalu dibaca skala penurunan air setiap 15 menit sampai
penurunan air dalam silinder konstan.
4. Hal tersebut dilakukan juga terhadap titik-titik pengukuran infiltrasi lainnya.

8
2.3 Persamaan Laju Infiltrasi
Laju infiltrasi adalah laju air yang meresap ke dalam tanah, yang besarnya
dinyatakan dalam mm/jam. Laju infiltrasi ini sangat besar pengaruhnya di dalam
rancangan-rancangan untuk cara pemberian air, periode dan lamanya pemberian air
beserta besarnya air yang harus diberikan. Kemampuan tanah menyerap air akan
semakin berkurang dengan makin bertambahnya waktu. Pada tingkat awal
kecepatan penyerapan air ini akan mendekati konstan.
Laju infiltrasi (f) ≤ kapasitas infiltrasi (fp). Hal ini di pengaruhi oleh intensitas
hujan. Jika Intensitas Hujan < kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi akan <
kapasitas infiltrasi, dan jika > maka laju infiltrasi akan = kapasitas infiltrasi.

Gambar 2.2 Grafik Laju Infiltrasi terhadap waktu

a. Persamaan Horton (1930) :


f = fc + (f0-fc) e(-kt)
Dimana :
f = kapasitas infiltrasi pada saat t (cm/jam)
ƒ𝐶 = kapasitas infiltrasi pada saat konstan (cm/jam)
ƒ0 = kapasitas infiltrasi pada saat awal (cm/jam)
k = konstanta
t = waktu dari awal hujan
e = 2.718
Untuk memperoleh nilai konstanta K dapat menggunakan cara berikut:
1. Rubah persamaan Horton menjadi
𝐹 − 𝐹𝐶 = 𝐹𝐶+ (𝐹0 − 𝐹𝐶) 𝑒−𝐾𝑡

9
Secara teori fc : konstan untuk suatu jenis dan lokasi tanah tertentu, tetapi akan
bervariasi pada setiap intensitas hujan yang tidak sama. Kesulitan Horton
menentukan hubungan f0, fc dan k dengan sifat-sifat dari daerah alirannya.

10
b. Persamaan Phillips:

Adapun nilai daya resap tanah untuk berbagai kondisi lahan terdapat pada Tabel 2.1
(Kusnaedi, 2006). Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penanganan debit limpasan lahan
pasca-pembangunan.
Tabel 2.1 Nilai Daya Resap Tanah untuk Berbagai Kondisi Lahan
Tata guna lahan Daya serap tanah terhadap air hujan (%)
Daerah hutan/pekarangan lebat 80-100%
Daerah taman kota 75-95%
Jalan tanah 40-85%
Jalan aspal, lantai beton 10-15%
Daerah dengan bangunan terpencar 30-70%
Dearah pemukiman agak padat 15-30%

c. Persamaan Kostiokov
Kostiokov merupakan rumus infiltrasi yang sederhana.
F = c ta
Dimana :
F = infiltrasi akumulatif untuk suatu waktu tertentu
c dan a = konstanta
Laju Infiltrasi (f) dari Kostiokov dideferensialkan terhadap waktu (t):
f = dF/dt = a c t(a-1) = A tn
Horton, Philip, dan Kostiakov merupakan persamaan infiltrasi berdasarkan
peubah waktu, sedangkan peubah bukan waktu seperti Green-Amp, dan Holtan dan
memerlukan beberapa asumsi, sehingga kurang tepat di dalam pendugaannya.

11
2.4 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
1. Kalkulator
2. Pengaris
3. Alat tulis

2.5 Metode Pelaksanaan


4. Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai.
5. Mengisi kolom penambahan air, dengan rumus : volume air/luas penampang,
kemudian dikonversikan ke dalam satuan millimeter (mm).
6. Mengisi kolom akumulatif penambahan air (Fp).
7. Menentukan persamaan Phillipnya.

2.6 Tabel Data Pengukuran Laju Infiltrasi

Tersedia pada lampiran

Dari tabel tersebut, maka didapatkan :

2.7 Analisis Data Persamaan Philips

2.8 Grafik Infiltrasi Lapangan

12
BAB III
CURAH HUJAN

3.1 Siklus Hidrologi


Siklus hidrologi adalah suatu siklus atau sirkulasi air dari bumi ke
atmosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara terus menerus. Berkat
adanya siklus hidrologi, ketersediaan air yang ada bumi dapat senantiasa
terjaga.keseimbangan ekosistem, teraturnya suhu lingkungan, cuaca dan hujan
juga merupakan dampak positif adanya siklus ini. Pada praktiknya, siklus
hidrologi mengalami beberapa proses, yakni : Evaporasi. Transpirasi, sublimasi,
kondensasi, adveksi, presipitasi, run off, dan ilfiltrasi. Semua proses tersebut
selalu berjalan berurutan dan kembali dari awal. Berikut penjelasan beberapa
proses dalam siklus air :
1. Evaporasi
Evaporasi adalah penguapan air yang ada di permukaan bumi dari
badan air seperti danau, sungai, waduk, sawah, bendungan dan atau waduk.
Air ini berubah karena panas dari matahari dan menguap sebagai gas.

Evaporasi memungkinkan air berubah dari wujud cair menjadi gas yang dapat
memungkinkan air naik ke atmosfer. Semakin banyak penyinaran oleh
matahari, maka air yang menguap akan semakin banyak.
2. Transpirasi
Transpirasi merupakan penguapan yang berasal dari makhluk hidup.
Makhluk hidup yang dimaksud adalah berupa hewan dan tumbuhan. Pada
umumnya, penguapan jenis ini menghasilkan sedikit uap air dibandingkan
dengan jumlah uap air yang di hasilkan oleh Evaporasi.
3. Sublimasi
Sublimasi merupakan bentuk penguapan, namun, penguapan yang
dihasilkan proses sublimasi ini berasal dari es kutub atau puncak gunung yang
menguap tanpa mencair terlebih dahulu. Walaupun menyumbang hanya
sedikit dari total penguapan, namun Sublimasi tetap berkontribusi dan
mempengaruhi banyak uap air yang ada di atmosfer. Hanya saja, proses
sublimasi berjalan sangat lambat.

13
4. Kondensasi
Kondensasi adalah proses hidrologi yang berikutnya. Proses ini
merupakan proses naiknya uap air hingga mencapai titik ketinggian tertentu.
Uap air tersebut berubah menjadi partikel es kecil karena pengaruh suhu udara
yang sangat rendah di ketinggian tersebut. partikel partikel tersebut saling
berkumpul hingga membentuk awan. Semakin banyak partikel, maka awan
yang terbentuk juga semakin hitam.
5. Adveksi
Adveksi adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain
dalam satu horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara.
Adveksi memungkinkan awan menyebar dan berpindah dari atmosfer lautan
menuju atmosfer daratan.
6. Presipitasi

Presipitasi adalah suatu peristiwa jatuhnya air dari atmosfer menuju ke


permukaan bumi. Bentuk zat cair yang turun tersebut bisa berupa salju, hujan,
kabut, dan embun.
7. Run Off

Run off merupakan salahsatu proses dalam siklus air yang berupa
limpasan air dari tempat yang tinggike tempat yang lebih rendah melalui
saluran-saluran air.
8. Infiltrasi
Infiltrasi merupakan pergerakan sebagian air hujan yang meresap ke
permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Cepat atau lambatnya infiltrasi
sangat bergantung pada kondisi tanah dan persebaran tumbuhan di suatu
wilayah.

3.2 Hujan
Hujan adalah suatu fenomena alam yang terdapat dalam siklus hidrologi yang
dipengaruhi oleh iklim. Hujan dapat mencukupi kebutuhan air makhluk hidup
sehingga hujan sangatlah penting dalam hidup ini. Hujan merupakan suatu gejala
meteorologi dan juga unsur klimatologi. Hujan adalah hydrometeor yang jatuh ke
permukaan bumi berupa partikel-partikel air yang berukuran diameter 0.5 mm atau
lebih besar. Hydrometeor yang jatuh ke tanah disebut hujan sedangkan yang tidak
14
sampai jatuh ke bumi di sebut virga (Tjasyono : 2006). Curah hujan adalah unsur
cuaca yang bisa kita dapatkan datanya dengan cara melakukan pengukuran
menggunakan alat penakar hujan, sehingga kita bisa mengetahui jumlahnya dalam
satuan milimeter.
Hujan merupakan salah satu bagian dari presipitasi berbentuk cairan yang
jatuh di permukaan bumi. Hujan memiliki peranan penting dalam siklus hidrologi, hal
ini disebabkan tidak akan ada siklus hidrologi apabila tidak ada air yang jatuh
dipermukaan bumi. Menurut Asdak (2002) proses terbentuknya hujan meliputi :

 Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai atmosfer berada
pada titik jenuh.
 Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.
 Partikel-partikel uap air semakin membesar seiring dengan berjalannya waktu,
kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut berupa hujan sebagai pengaruh
adanya gravitasi bumi.
Hujan yang terjadi di permukaan bumi memiliki beberapa unsur penting yang
berkaitan erat dengan proses terjadinya hujan. Unsur penting hujan yaitu intensitas
hujan, lama/waktu hujan, tinggi hujan, frequensi kejadian, dan luas wilayah
(Soemarto, 1989:23). Selain unsur penting hujan, hujan juga dibagi menjadi beberapa
jenis berdasarkan proses terjadinya, besar atau tebalnya, dan ukuran butirnya.
Menurut Utaya (2013:11-13) pembagian klasifikasi hujan meliputi :

a. Klasifikasi Hujan berdasarkan Proses Terjadinya :


 Hujan Siklonal : adalah hujan yang dipengaruhi oleh adanya kenaikan
udara panas dan berputar seperti siklon. Kenaikan udara ini mengalami
penurunan suhu dan kapasitas penampungan, sehingga uap air
mengalami kondensasi dan dikembalikan lagi ke permukaan bumi dalam
bentuk hujan.
 Hujan Konveksi : adalah hujan yang dipengaruhi oleh arus konveksi
yang membawa ke garis khatulistiwa hingga naik secara vertikal. Ketika
uap air berada di ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi dan
terjadilah hujan.
 Hujan Orogrfis : adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan sebagai
akibat dari adanya massa udara yang bergerak ke tempat yang lebih
tinggi hingga mengalami kondensasi dan terjadi hujan di lereng
15
gunung.Umumnya peningkatan hujan ini sampai pada ketinggian 900
mdpl dan kemudian menurun pada tempat yang lebih tinggi (Subarkah,
1992)
 Hujan Frontal : adalah hujan yang dipengaruhi oleh adanya dua massa
udara yang berbeda suhu dan kelembapan. Hujan ini dibedakan menjadi
hujan frontal dingin dan hangat. Untuk hujan frontal dingin terbentuk
dengan waktu singkat dan curah hujan lebat, sementara hujan frontal
hangat terbentunya dengan waktu lama dengan curah hujan kurang lebat.

 Hujan Muson : adalah hujan yang dipengaruhi adanya angin muson yang
bergerak dari Asia ke Australia, dan menyebabkan terjadinya musim
hujan di Indonesia pada Bulan Oktober hingga Bulan April.
b. Klasifikasi Hujan berdasarkan Besarnya :
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
berdasarkan besarnya curah hujan dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :

 Hujan ringan, kurang dari 20 mm per hari


 Hujan sedang, 20 – 50 mm per hari
 Hujan lebat, 50-100 mm per hari
 Hujan sangat lebat, diatas 100 mm per hari

Selain klasifikasi hujan berdasarkan intensitasnya yang dikemukakan


oleh BMKG, terdapat klasifikasi hujan berdasarkan intensitasnya terdapat 5
tingkatan, yaitu :
Tabel 3.1 Tingkatan hujan berdasarkan intensitasnya
Tingkatan Intensitas ( mm/menit)

Sangat lemah < 0.02

Lemah 0.02 – 0.05

Sedang 0.05 – 0.25

Deras 0.25 – 1

Sangat deras >1

Sumber : Mori et. Al (1997)

16
c. Klasifikasi Hujan berdasarkan Ukuran Butirannya
Ketika terjadi hujan, tanah/lahan akan menunjukkan respon yang
beragam sesuai dengan besar atau kecilnya derajad hujan. Apabila derajat
hujan lemah respon lingkungan akan nampak seperti tanah yang sedikit basah,
sedangkan ketika derajad hujan sangat deras respon lapangan akan nampak
seperti air yang ditumpahkan dan saluran air rata-rata meluap. Berikut
pembagian klasifikasi hujan berdasarkan derajat hujan, intensitas hujan, dan
kondisi lapangan :

Tabel 3.2 Klasifikasi hujan berdaarkan derajat Hujan, Intensitas Hujan, dan
Kondisi Lapangan

Derajat Intensitas hujan


Hujan
No Mm/mnt mm/jam mm/hari Kondisi lapangan

1. Sangat <0,02 <1 <5 Tanah agak basah atau


lemah terbasahi sedikit

2. Lemah 0,02-0, 05 1-5 5-20 Tanah basah semua tetapi


sulit dibuat “puddle”

3. Normal 0,05-0,02 5 5-10 20-50 Tanah basah semua, ada


genangan, dan bunyi curah
hujan kedengeran

4. Deras 0,025-1 10-20 50-100 Air tergenang di seluruh


permukaan tanah dan bunyi
keras curah hujan
kedengaran

5. Sangat >1 >20 >100 Hujan seperti ditumpahkan


deras dan saluran meluap

Sumber : Utaya (2013:13)

3.3 Pengukuran Hujan

Pengukuran curah hujan pada umumnya merupakan suatu pengamatan tentang


tebal hujan pada suatu tempat atau area. Pengukuran curah hujan dapat diperoleh
dengan menggunakan alat penakar hujan secara manual dan secara otomatis.
Menurut Utaya (2013:13) alat penakar hujan meliputi :

1. Alat Penakar Hujan Manual (non-automatic raingauge)

Alat penakar hujan ini tersusun atas corong penangkap, tabung, dan gelas
ukur. Pembacaan alat ukur intensitas hujan ini dilakukan setiap hari sekali pada
17
jam tertentu, biasanya dimulai sejak pukul 07.00 pagi (selama 24 jam)sehingga
hasil pengukuran hujan berupa curah hujan harian yang dicatat sebagai hujan

yang terjadi pada hari sebelumnya. Sementara untuk kepentingan praktis yaitu
untuk hujan sesaat, maka waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

2. Alat Penakar Hujan Otomatis (automatic raingauge)

Alat penakar hujan automatic ada dua macam tipe yaitu tipe sifon dan
tilting bucked/tipping bucked/penampung bergerak. Pada tipe tilting bucked,
air hujan pada corong akan masuk ke dalam salah satu ruang dalam
buckednya, apabila telah penuh air ia akan terjungkit, dan signal akan
diteruskan pada recordernya. Pada tipe sifon, tipping buckednya di ganti
dengan system sifon, yang akan mengosongkan air apabila muka air mencapai
ketinggian tertentu. Hasil pencatatan hujan otomatis berupa grafik, dengan
skala horizontal waktu (jam) dan skala vertikal tebal hujan (mm).

3.4 Metode Perhitungan Intensitas Hujan

Pengukur curah hujan diperlukan ketelitian dalam setiap


pengukurannya. Hal ini disebabkan karena curah hujan yang tertampung pada
suatu stasiun pengamat hujan harus mewakili suatu luasan area tertentu.
Berikut beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung curah hujan
pada suatu wilayah :

a) Metode Aritmatik (Rata-rata Aljabar)

Metode ini menggunakan perhitungan curah hujan wilayah


dengan merata–ratakan semua jumlah curah hujan yang ada pada
wilayah tersebut. metode rata-rata aritmatik ini adalah cara yang paling
mudah diantara cara yang lain. Kegunaannya adalah untuk mengukur
daerah yang sempit, daerah dengan topografi datar dan memiliki variasi
curah hujan yang kecil. Secara matematik, maka rumus metode aritmatik
dapat ditulis seperti berikut ini :

Keterangan :

Rave = curah hujan rata-rata (mm)


18
n = jumlah stasiun pengukuran hujan

R1….Rn = besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun

(mm)

b) Metode Poligon Thiessen

Metode ini bekerja dengan mencari luasan area-area stasiun


yang saling berdekatan sehingga hujan yang tertampung pada stasiun
tersebut dapat dikatakan mewakili luasannya. Menurut Passasa, 2015,
dalam metode thiessen, curah hujan rata-rata didapatkan dengan
membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis
penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian setiap stasiun penakar
hujan akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup luas tertentu.
Setelah menemukan luasan yang dapat mewakili setiap stasiun
pengamat, maka curah hujan rata rata dapat dicari dengan persamaan-
persamaan berikut :

Keterangan :

P = Curah hujan Rata-rata

p1,p2,...,pn = Curah hujan pada masing-masing stasiun

A1,A2,...An = Luasan tiap stasiun.

Metode ini digunakan pada suatu wilayah penelitian yang luas


dengan topografi datar. Cara ini dinilai akurat untuk wilayah yang
memiliki karakteristik tersebut. Namun, cara ini tidak cocok untuk
mengukur curah hujan rata-rata pada daerah bergunung dengan
intensitas curah hujan yang relatif tinggi. Tingkat keakuratan sangat
baik, mengingat dalam pengolahannya juga menggunakan
perbandingan luasan wilayah yang diwakili masing-masing stasiun.
19
c) Metode Isohyet

Metode isohyet digunakan untuk mengukur curah hujan rata


rata yang ada di tempat yang memiliki kontur yang berbeda dengan
luasan area yang sangat luas. Metode ini menekankan penggunaan
kontur garis yang menghubungkan tempat dengan curah hujan yang
sama sebagai penunjang pengukurannya. Metode ini biasanya
digunakan di wilayah pegunungan atau daerah perbukitan. Metode ini
memiliki kelemahan berupa bila dikerjakan secara manual, ketika
setiap kali harus menggambarkan garis isohyets yang tentunya hasilnya
sangat tergantung pada masing masing pembuat garis. Unsur
subyektivitas ini dapat dihindarkan dengan penggunaan perangkat
lunak computer yang dapat menghasilkan gambar garis isohyets
berdasarkan sistem interpolasi grid, sehingga hasilnya akan sama untuk
setiap input data di masing-masing stasiun hujan. Berikut adalah
contoh penerapan metode isohyets pada perhitungan suatu wilayah.

Dalam praktek penghitungan curah hujan rata rata, Poligon Thiessen


lebih banyak digunakan. Hal tersebut diakibatkan karena hasil dari
perhitungan menggunakan metode Poligon Thiessen dirasa lebih efektif.

Penggunaannya juga lebih praktis dibandingkan dengan metode metode yang


lainnya.

20
3.5 Metode Pengukuran Luas Wilayah Pada Peta

Pengukuran luas wilayah diperlukan dalam praktikum kali ini untuk


menunjang pengukuran curah hujan rata rata dengan metode Poligon Thiessen.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung luas yang ada
pada peta. Metode tersebut yakni Metode kotak (Grid) danMetode Balok.
Berikut penjelasan metode pengukuran luas wilayah pada peta :

a) Metode kotak (Square Methode)

Menghitung dengan menggunakan kotak atau grid adalah


dengan membuat petak petak pada gambar peta dalam bentuk bujur
sangkat yang berukuran sama. Penentuan panjang sisi bujur sangkar
secara umum dibuat 1 cm, tetapi dapat dimodifikasi tergantung
kebutuhan. Ketentuan perhitungan kotak adalah sebagai berikut :

 Kotak yang penuh dihitung satu

 Kotak yang terpotong oleh polygon ditentukan dengan luasan


kotak yang masuk ke dalam wilayah polygon. Area yang berada di
dalam lebih luas/sama dengan area yang berada di luar polygon,
dihitung satu kotak. Sedangkan, area yang berada di dalam lebih
sempit dengan area yang berada di luar polygon, maka tidak
dihitung.

Setelah mendapatkan jumlah kotak yang ada di dalam polygon,


maka langkah selanjutnya adalah mengetahui luas 1 kotak grid pada
kondisi sebenarnya di lapangan menggunakan skala peta. Setelah itu,
barulah kita dapat menghitung luas wilayah dengan cara mengalikan
jumlah kotak yang ada pada polygon dengan luas sebenarnya yang ada
di lapangan. Berikut adalah rumus baku metode grid tersebut :

L =(Jumlah kotak X Luas 1 kotak dalam ) X (Penyebut skala peta)

Dengan demikian, dapat diperoleh luas daerah penelitian


berdasarkan pengukuran tersebut. kelemahan dari metode ini adalah
bila skata pada peta semakin kecil, luas akan semakin kabur dan
21
banyak wilayah yang tidak terhitung secara akurat. Akan lebih baik
menghitung wilayah ini dengan skala yang besar guna menghindari
pengurangan angka yang signifikan.

b) Metode Balok

Selain menggunakan sistem grid/petak, luas wilayah pada suatu


peta dapat ditentukan dengan metode balok. Prinsip perhitungan
menggunakan model ini mirip dengan sistem grid. Untuk membedakan
adalah pada sistem grid kotak yang dibuat semuanya berukuran sama
(panjang sisi maupun luasnya), sedangkan kotak pada metode balok
berbentuk persegi panjang/balok dimana setiap persegi panjang
tersebut berbeda ukuran maupun luasnya. Akan tetapi, metode ini
memiliki kekurangan yaitu keakuratan hasil dikarenakan penambahan
atau pengurangan wilayah.Perhitungan tersebut dapat mempengaruhi
luas riil yang ada di lapangan. Pengamat menyarankan untuk
menggunakan metode grid dengan prasyarat peta yang akan di hitung
memiliki skala besar sehingga hasil yang diperoleh mendekati
signifikan.

3.6 Langkah Kerja


1. Siapkan alat penakar hujan, rekatkan pada yalon yang sudah ditancapkan ke
tanah menggunakan lakban.
2. Pasang alat penakar hujan di beberapa stasiun yang sudah ditentukan dalam
peta, sesaat sebelum hujan turun.
3. Setelah hujan turun kita tunggu hingga hujannya benar benar reda
4. Setelah hujan benar benar reda ambil kembali alat dengan hati-hati agar air
dalam penakar tidak tumpah.
5. Botol yang berada dalam alat penakar hujan diambil dan segera di tutup agar
volume air tidak berkurang karena menguap.
6. Botol yang berisi air segera dibawa ke laboratorium untuk diukur volume air
dan mengurangi potensi air yang menguap.
3.7 Hasil Data Mentah

3.8 Pengukuran Rata-Rata Hujan

3.9 Pengukuran Intentitas Curah Hujan

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Infiltrasi adalah proses masuknya air kedalam tanah yang tidak terlalu dalam secara
vertikal kedalam tanah akibat adanya pori-pori di dalam tanah yang masih kosong dan belum
penuh oleh adanya air. Sementara laju infiltrasi adalah total air yang masuk kedalam tanah dan
tidak terlalu dalam per satuan waktu tertentu. Proses ini merupakan salah satu daur hidrologi yang
sangat penting dimana infiltrasi dapat memengaruhi aliran air yang mengalir di permukaan tanah
dimana air yang mengalir di prmukaan tanah akan masuk kedalam tanaha dan seterusnya mengalir
menuju badan air atau sungai.
Laju infiltrasi yang terjadi pada awalnya berlangsung cepat namun pada lama-kelamaan
berlangsung lambat dan akhirnya konstan.hal ini disebabkan karena kondisi tanah yang sudah
jenuh oleh adanya air yang masuk melalui proses infiltrasi sehingga tidak memungkinkan lagi
terjadinya infiltrasi dan pada akhirnya air yang jatuh ke permukaan tanah hanya akan menjadi
aliran air permukaan.
Jenis tanah pada umumnya juga mempengaruhi laju infiltrasi yang terjadi dimana pada
tanah dengan tekstur berpasir memiliki laju infiltrasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan laju
infiltrasi pada tekstur tanah liat dikarenakan tidak adanya kemampuan tanah dalam menahan air
pada tanah berpasir.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Airan Sungai. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Dwiratna. Sophia N.P. 2011. Penuntun Praktikum Hidrologi. Jatinangor: Jurusan Teknik
dan Manajemen Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.
Soemarto. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya : Usaha Nasional
Utaya, Sugeng. 2013. Pengantar Hidrologi. Malang : Aditya Media Publishing

23
LAMPIRAN

Tabel 1. Pengamatan Infiltasi Lapangan

Tinggi Air (cm)


Waktu (menit) F0
Lingkar Luar Lingkar Dalam
h1 h2 Δh h1 h2 Δh t1 t2 Δt (cm/jam)

24
Tabel 2. Nilai Koefisien Limpasan Metode U.S Forest Service
Kofisien Kofisien
Tata guna lahan Tata guna lahan
aliran (C) aliran (C)
Tanah lapang
Perkantoran
Berpasir datar 2% 0,05-0,10
Daerah pusat kota 0,70-0,95 Berpasir agak rata 2-7% 0,10-0,15
Daerah sekitar kota 0,50-0,70 Berpasir miring 7% 0,15-0,20
Perumahan Tanah berat datar 2% 0,13-0,17
Rumah tinggal 0,30-0,50 Tanah berat agak rata 2-7% 0,18-0,22
Rumah susun (pisah) 0,40-0,60 Tanah berat miring 7% 0,25-0,35
Rumah susun (sambung) 0,60-0,75 Tanah pertanian 0-50%
Pinggiran kota 0,35-0,40 A. Tanah kosong
Daerah industri Rata 0,30-0,60
Kurang padat industri 0,50-0,80 Kasar 0,20-0,50
Padat industri 0,60-0,90 B. Ladang garapan
Taman, kuburan 0,10-0,25 Tanah berat tanpa vegetasi 0,30-0,60
Taman bermain 0,20-0,35 Berpasir tanpa vegetasi 0,20-0,50
Daerah stasiun KA 0,20-0,40 Berpasir bervegetasi 0,20-0,25
Daerah tak berkembang 0,10-0,30 C. Padang rumput
Jalan raya Tanah berat 0,15-0,45
Beraspal 0,70-0,95 Berpasir 0,05-0,25
Berbeton 0,80-0,95 Hutan bervegetasi 0,05-0,25
Trotoar 0,75-0,85 Rata kedap air 0,70-0,90
Berbatu-bata 0,70-0,85 Tnh nonproduktif >30%
Daerah beratap 0,75-0,95 Kasar 0,50-0,70

25

Anda mungkin juga menyukai