HIDROLOGI TERAPAN
DISUSUN OLEH:
TIM LABORATORIUM HIDROLIKA, HIDROLOGI DAN LINGKUNGAN
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Pratikum ................................................................................................................. 2
BAB II INFILTRASI .............................................................................................................. 3
2.1 Infiltrasi .............................................................................................................................. 3
2.2 Infiltrometer........................................................................................................................ 5
2.3 Persamaan Laju Infiltrasi .................................................................................................... 9
2.4 Alat dan Bahan ................................................................................................................ 12
2.5 Metode Pelaksanaan.......................................................................................................... 12
2.6 Tabel Data Pengukuran Laju Infiltrasi .............................................................................. 12
2.7 Analisis Data Persamaan Philips ....................................................................................... 12
2.8 Grafik Infiltrasi Lapangan ................................................................................................. 12
BAB III CURAH HUJAN .................................................................................................... 13
3.1 Siklus Hidrologi ................................................................................................................ 13
3.2 Hujan ................................................................................................................................ 14
3.3 Pengukuran Hujan............................................................................................................. 17
3.4 Metode Perhitungan Intensitas Hujan ................................................................................ 18
3.5 Metode Pengukuran Luas Wilayah Pada Peta .................................................................... 21
3.6 Langkah Kerja .................................................................................................................. 22
3.7 Hasil Data Mentah ............................................................................................................ 22
3.8 Pengukuran Rata-Rata Hujan ............................................................................................ 22
3.9 Pengukuran Intentitas Curah Hujan ................................................................................... 22
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................... 23
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 23
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
INFILTRASI
2.1 Infiltrasi
Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan dari air
permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dan air tanah.
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya dan derajat
kemampatannya, kandungan air dan permebilitas lapisan bawah permukaan, nisbi air,
dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada sutu tanah hutan karena pengaruh
gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan juga oleh tekanan dari pukulan air hujan
pada permukaan tanah.
Infiltrasi adalah proses meresapnya air atau proses meresapnya air dari
permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Dari siklus hidrologi, jelas bahwa air hujan
yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sabagian akan
mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow. Sedangkan yang
dimaksud dengan daya infiltrasi (Fp) adalah laju infiltrasi maksimum yang
dimungkinkan, ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah.
Besarnya daya infiltrasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi (Fa)
adalah laju infiltrasi yang sesungguhnya terjadi yang dipengaruhi oleh intensitas hujan
dan kapasitas infiltrasi.
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap :
a. Proses Limpasan
Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke dalam
tanah. Sekali air hujan tersebut masuk ke dalam tanah ia akan diuapkan kembali
atau mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah sangat lambat. Makin besar
daya infiltrasi, maka perbedaan antara intensitas curah dengan daya infiltrasi
menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil sehingga
debit puncaknya juga akan lebih kecil.
3
b. Pengisian Lengas Tanah (Soil Moisture) dan Air Tanah
Pengisian lengas tanah dan air tanah adalah penting untuk tujuan pertanian. Akar
tanaman menembus daerah tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk
evapotranspirasi dari daerah tak jenuh tadi. Pengisian kembali lengas tanah sama
dengan selisih antar infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah
yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu kasar, pengisian
kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.
dilakukan seresah.
Urbanisasi (bangunan, jalan, sistem drainase bawah permukaan)
mengurangi infiltrasi.
4
4. Transmibilitas tanah
Banyaknya pori yang besar, yang menentukan sebagian dari setruktur
tanah, merupakan salah satu faktor penting yang mengatur laju transmisi
air yang turun melalui tanah.
Infiltrasi beragam secara terbalik dengan lengas tanah.
5. Karakteristik-karakteristik air yang berinfiltrasi
Suhu air mempunyai banyak pengaruh, tetapi penyebabnya dan sifatnya
belum pasti.
Kualitas air merupakan faktor lain yang mempengaruhi infiltrasi.
2.2 Infiltrometer
Infiltrometer merupakan suatu tabung baja silindris pendek, berdiameter besar
(atau suatau batas kedap air lainnya) yang mengitari suatu daerah dalam tanah
(Seyhan, 1990). Infiltrometer merupakan suatu tabung baja selindris pendek,
berdiamater besar (suatu batas kedap air lainnya) yang mengitari suatu daerah dalam
tanah. Infiltrometer konsentrik yang merupakan tipe biasa, terdiri dari dua cincin
5
konsentrik yang ditekan ke dalam permukaan tanah. Kedua cincin tersebut
digenangi (karena itu disebut infiltrometer tipe genang) secara terus-menerus untuk
mempertahankan tinggi yang konstan. Masing-masing penambahan air untuk
mempertahankan tinggi yang konstan ini hanya diukur (waktu dan jumlah) pada
cincin bagian dalam. Bagian luar digunakan untuk mengurangi pengaruh batas dari
tanah sekitarnya yang lebih kering. Kalau tidak air yang berinfiltrasi yang dapat
menyebar secara lateral di bawah permukaan tanah (Subagyo, 1990).
Alat infiltrometer yang biasanya digunakan adalah jenis infiltrometer ganda
(double ring infiltrometer) yaitu suatu infiltrometer silinder yang iotempatkan di
dalam infiltrometer silinder lain yang lebih besar. Infiltrometer silinder yang lebih
kecil mempunyai ukuran diameter sekitar 30 cm dan infiltrometer yang besar
mempunyai ukuran hingga 50 cm. Pengaturan hanya dilakukan pada silinder yang
lebih kecil. Silinder yang lebih besar hanya digunakan sebagai penyangga yang
bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder (Asdak, 2002).
Ring infiltrometer utamanya digunakan untuk menetapkan infiltrasi kumulatif,
laju infiltrasi, sorptivitas dan kapasitas infiltrasi. Ada dua bentuk ring infiltrometer,
yaitu single ring infiltrometer dan double atau concentric-ring infiltrometer. Single
ring infiltrometer umunya berukuran diameter 10-50 cm dan panjang atau tinggi 10-
20 cm. Ukuran double ring infiltrometer adalah ring pegukur/ring dalam umunya
berdiameter 10-20 cm, sedangkan ring bagian luar (ring penyangga/buffer ring)
berdiameter 50 cm (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006). Untuk
tujuan tertentu sering digunakan ukuran ring yang lebih besar atau lebih kecil.
Namun demikian, pengguaan ring yang terlalu kecil juga menyebabkan semakin
tingginya tingkat kesalahan (error) pengukuran (Tricker, 1978 dalam Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006).
Menurut Suci Handayani, pada dasarnya tidak ada perbedaan antara single ring
infiltrometer dan double, pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat
menggunakan lingkaran tengah double ring infitrometer. Hanya saja yang
membedakan kedua alat tersebut adalah pendekatanya dimana untuk double ring
infiltrometer, ring bagian luar bertujuan untuk mengurangi pengaruh batas dari
tanah agar air tidak dapat menyebar secara lateral dibawah permukaan tanah.
6
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993), penggunaan double ring
infiltrometer, lingkaran luar digunakan untuk mencegah peresapan keluar dari air dalam
lingkaran tengah setelah meresap ke dalam tanah. Ditujukan untuk mengurangi
pengaruh rembesan lateral. Oleh karena adanya rembesan lateral, sering menyebabkan
hasil pengukuran dari alat ini menjadi tidak mudah untuk diekstrapolasikan ke dalam
skala lapangan.
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993) kedua jenis alat ukur infiltrasi ini
mempunyai persoalan-persoalan yang sama yaitu:
1. Efek pukuan butir-butir hujan tidak diperhitungkan.
2. Efek tekanan udara dalam tanah tidak terjadi.
3. Struktur tanah sekeliling dinding tepi alat itu telah terganggu pada waktu pemasukannya
ke dalam tanah.
Menurut Dunne dan Leopold (1978) dalam Asdak (2010), dengan cara ini hasil
laju infiltrasi yang diperoleh biasanya lebih besar daripada keadaan yang berlangsung di
lapangan (infiltrasi dari curah hujan), yaitu 2-10 kali lebih besar.
Pengukuran kapasitas infiltrasi dilakukan dengan menggunakan single dan
double ring infiltrometer. Dimana kedua alat tersebut terbuat dari baja untuk double
ring infiltrometer diameter ring tengah 16,5 cm serta tinggi 25 cm dan ring luar
berdiameter 27,5 cm dengan tinggi 15 cm. Sedangkan untuk single ring infiltrometer
7
merupakan ring yang hanya menggunakan ring tengah double ring infiltrometer. Cara
penggunaanya sebagai berikut :
Double ring infiltration
1. Double ring dimasukkan ke dalam tanah sampai sedalam separuh tinggi alat,
dengan kedudukan diusahakan tegak lurus serta tanah dalam silinder dijaga
jangan sampai rusak atau pecah.
2. Untuk menghindari kerusakan struktur tanah dalam silinder, maka sebelum
dituangkan air terlebih dahulu permukaan tanah ditutup plastik, baru kemudian
dituangkan diatas plastik tersebut.
3. Sebelum penuangan air pada silinder tengah, maka silinder luar sebaiknya diisi
air terlebih dahulu supaya perembesan ke arah luar terkurangi, ring tengah harus
selalu terisi air saat pengamatan.
4. Setelah diisikan ke dalam ring tengah dengan cepat plastik ditarik dan ditambah
air sampai ketinggian tertentu lalu dibaca skala penurunan air setiap 15 menit
sampai penurunan air dalam silinder konstan.
5. Hal tersebut dilakukan juga terhadap titik-titik pengukuran infiltrasi lainnya.
8
2.3 Persamaan Laju Infiltrasi
Laju infiltrasi adalah laju air yang meresap ke dalam tanah, yang besarnya
dinyatakan dalam mm/jam. Laju infiltrasi ini sangat besar pengaruhnya di dalam
rancangan-rancangan untuk cara pemberian air, periode dan lamanya pemberian air
beserta besarnya air yang harus diberikan. Kemampuan tanah menyerap air akan
semakin berkurang dengan makin bertambahnya waktu. Pada tingkat awal
kecepatan penyerapan air ini akan mendekati konstan.
Laju infiltrasi (f) ≤ kapasitas infiltrasi (fp). Hal ini di pengaruhi oleh intensitas
hujan. Jika Intensitas Hujan < kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi akan <
kapasitas infiltrasi, dan jika > maka laju infiltrasi akan = kapasitas infiltrasi.
9
Secara teori fc : konstan untuk suatu jenis dan lokasi tanah tertentu, tetapi akan
bervariasi pada setiap intensitas hujan yang tidak sama. Kesulitan Horton
menentukan hubungan f0, fc dan k dengan sifat-sifat dari daerah alirannya.
10
b. Persamaan Phillips:
Adapun nilai daya resap tanah untuk berbagai kondisi lahan terdapat pada Tabel 2.1
(Kusnaedi, 2006). Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penanganan debit limpasan lahan
pasca-pembangunan.
Tabel 2.1 Nilai Daya Resap Tanah untuk Berbagai Kondisi Lahan
Tata guna lahan Daya serap tanah terhadap air hujan (%)
Daerah hutan/pekarangan lebat 80-100%
Daerah taman kota 75-95%
Jalan tanah 40-85%
Jalan aspal, lantai beton 10-15%
Daerah dengan bangunan terpencar 30-70%
Dearah pemukiman agak padat 15-30%
c. Persamaan Kostiokov
Kostiokov merupakan rumus infiltrasi yang sederhana.
F = c ta
Dimana :
F = infiltrasi akumulatif untuk suatu waktu tertentu
c dan a = konstanta
Laju Infiltrasi (f) dari Kostiokov dideferensialkan terhadap waktu (t):
f = dF/dt = a c t(a-1) = A tn
Horton, Philip, dan Kostiakov merupakan persamaan infiltrasi berdasarkan
peubah waktu, sedangkan peubah bukan waktu seperti Green-Amp, dan Holtan dan
memerlukan beberapa asumsi, sehingga kurang tepat di dalam pendugaannya.
11
2.4 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
1. Kalkulator
2. Pengaris
3. Alat tulis
12
BAB III
CURAH HUJAN
Evaporasi memungkinkan air berubah dari wujud cair menjadi gas yang dapat
memungkinkan air naik ke atmosfer. Semakin banyak penyinaran oleh
matahari, maka air yang menguap akan semakin banyak.
2. Transpirasi
Transpirasi merupakan penguapan yang berasal dari makhluk hidup.
Makhluk hidup yang dimaksud adalah berupa hewan dan tumbuhan. Pada
umumnya, penguapan jenis ini menghasilkan sedikit uap air dibandingkan
dengan jumlah uap air yang di hasilkan oleh Evaporasi.
3. Sublimasi
Sublimasi merupakan bentuk penguapan, namun, penguapan yang
dihasilkan proses sublimasi ini berasal dari es kutub atau puncak gunung yang
menguap tanpa mencair terlebih dahulu. Walaupun menyumbang hanya
sedikit dari total penguapan, namun Sublimasi tetap berkontribusi dan
mempengaruhi banyak uap air yang ada di atmosfer. Hanya saja, proses
sublimasi berjalan sangat lambat.
13
4. Kondensasi
Kondensasi adalah proses hidrologi yang berikutnya. Proses ini
merupakan proses naiknya uap air hingga mencapai titik ketinggian tertentu.
Uap air tersebut berubah menjadi partikel es kecil karena pengaruh suhu udara
yang sangat rendah di ketinggian tersebut. partikel partikel tersebut saling
berkumpul hingga membentuk awan. Semakin banyak partikel, maka awan
yang terbentuk juga semakin hitam.
5. Adveksi
Adveksi adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain
dalam satu horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara.
Adveksi memungkinkan awan menyebar dan berpindah dari atmosfer lautan
menuju atmosfer daratan.
6. Presipitasi
Run off merupakan salahsatu proses dalam siklus air yang berupa
limpasan air dari tempat yang tinggike tempat yang lebih rendah melalui
saluran-saluran air.
8. Infiltrasi
Infiltrasi merupakan pergerakan sebagian air hujan yang meresap ke
permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Cepat atau lambatnya infiltrasi
sangat bergantung pada kondisi tanah dan persebaran tumbuhan di suatu
wilayah.
3.2 Hujan
Hujan adalah suatu fenomena alam yang terdapat dalam siklus hidrologi yang
dipengaruhi oleh iklim. Hujan dapat mencukupi kebutuhan air makhluk hidup
sehingga hujan sangatlah penting dalam hidup ini. Hujan merupakan suatu gejala
meteorologi dan juga unsur klimatologi. Hujan adalah hydrometeor yang jatuh ke
permukaan bumi berupa partikel-partikel air yang berukuran diameter 0.5 mm atau
lebih besar. Hydrometeor yang jatuh ke tanah disebut hujan sedangkan yang tidak
14
sampai jatuh ke bumi di sebut virga (Tjasyono : 2006). Curah hujan adalah unsur
cuaca yang bisa kita dapatkan datanya dengan cara melakukan pengukuran
menggunakan alat penakar hujan, sehingga kita bisa mengetahui jumlahnya dalam
satuan milimeter.
Hujan merupakan salah satu bagian dari presipitasi berbentuk cairan yang
jatuh di permukaan bumi. Hujan memiliki peranan penting dalam siklus hidrologi, hal
ini disebabkan tidak akan ada siklus hidrologi apabila tidak ada air yang jatuh
dipermukaan bumi. Menurut Asdak (2002) proses terbentuknya hujan meliputi :
Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai atmosfer berada
pada titik jenuh.
Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.
Partikel-partikel uap air semakin membesar seiring dengan berjalannya waktu,
kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut berupa hujan sebagai pengaruh
adanya gravitasi bumi.
Hujan yang terjadi di permukaan bumi memiliki beberapa unsur penting yang
berkaitan erat dengan proses terjadinya hujan. Unsur penting hujan yaitu intensitas
hujan, lama/waktu hujan, tinggi hujan, frequensi kejadian, dan luas wilayah
(Soemarto, 1989:23). Selain unsur penting hujan, hujan juga dibagi menjadi beberapa
jenis berdasarkan proses terjadinya, besar atau tebalnya, dan ukuran butirnya.
Menurut Utaya (2013:11-13) pembagian klasifikasi hujan meliputi :
Hujan Muson : adalah hujan yang dipengaruhi adanya angin muson yang
bergerak dari Asia ke Australia, dan menyebabkan terjadinya musim
hujan di Indonesia pada Bulan Oktober hingga Bulan April.
b. Klasifikasi Hujan berdasarkan Besarnya :
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
berdasarkan besarnya curah hujan dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
Deras 0.25 – 1
16
c. Klasifikasi Hujan berdasarkan Ukuran Butirannya
Ketika terjadi hujan, tanah/lahan akan menunjukkan respon yang
beragam sesuai dengan besar atau kecilnya derajad hujan. Apabila derajat
hujan lemah respon lingkungan akan nampak seperti tanah yang sedikit basah,
sedangkan ketika derajad hujan sangat deras respon lapangan akan nampak
seperti air yang ditumpahkan dan saluran air rata-rata meluap. Berikut
pembagian klasifikasi hujan berdasarkan derajat hujan, intensitas hujan, dan
kondisi lapangan :
Tabel 3.2 Klasifikasi hujan berdaarkan derajat Hujan, Intensitas Hujan, dan
Kondisi Lapangan
Alat penakar hujan ini tersusun atas corong penangkap, tabung, dan gelas
ukur. Pembacaan alat ukur intensitas hujan ini dilakukan setiap hari sekali pada
17
jam tertentu, biasanya dimulai sejak pukul 07.00 pagi (selama 24 jam)sehingga
hasil pengukuran hujan berupa curah hujan harian yang dicatat sebagai hujan
yang terjadi pada hari sebelumnya. Sementara untuk kepentingan praktis yaitu
untuk hujan sesaat, maka waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Alat penakar hujan automatic ada dua macam tipe yaitu tipe sifon dan
tilting bucked/tipping bucked/penampung bergerak. Pada tipe tilting bucked,
air hujan pada corong akan masuk ke dalam salah satu ruang dalam
buckednya, apabila telah penuh air ia akan terjungkit, dan signal akan
diteruskan pada recordernya. Pada tipe sifon, tipping buckednya di ganti
dengan system sifon, yang akan mengosongkan air apabila muka air mencapai
ketinggian tertentu. Hasil pencatatan hujan otomatis berupa grafik, dengan
skala horizontal waktu (jam) dan skala vertikal tebal hujan (mm).
Keterangan :
(mm)
Keterangan :
20
3.5 Metode Pengukuran Luas Wilayah Pada Peta
b) Metode Balok
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infiltrasi adalah proses masuknya air kedalam tanah yang tidak terlalu dalam secara
vertikal kedalam tanah akibat adanya pori-pori di dalam tanah yang masih kosong dan belum
penuh oleh adanya air. Sementara laju infiltrasi adalah total air yang masuk kedalam tanah dan
tidak terlalu dalam per satuan waktu tertentu. Proses ini merupakan salah satu daur hidrologi yang
sangat penting dimana infiltrasi dapat memengaruhi aliran air yang mengalir di permukaan tanah
dimana air yang mengalir di prmukaan tanah akan masuk kedalam tanaha dan seterusnya mengalir
menuju badan air atau sungai.
Laju infiltrasi yang terjadi pada awalnya berlangsung cepat namun pada lama-kelamaan
berlangsung lambat dan akhirnya konstan.hal ini disebabkan karena kondisi tanah yang sudah
jenuh oleh adanya air yang masuk melalui proses infiltrasi sehingga tidak memungkinkan lagi
terjadinya infiltrasi dan pada akhirnya air yang jatuh ke permukaan tanah hanya akan menjadi
aliran air permukaan.
Jenis tanah pada umumnya juga mempengaruhi laju infiltrasi yang terjadi dimana pada
tanah dengan tekstur berpasir memiliki laju infiltrasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan laju
infiltrasi pada tekstur tanah liat dikarenakan tidak adanya kemampuan tanah dalam menahan air
pada tanah berpasir.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Airan Sungai. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Dwiratna. Sophia N.P. 2011. Penuntun Praktikum Hidrologi. Jatinangor: Jurusan Teknik
dan Manajemen Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.
Soemarto. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya : Usaha Nasional
Utaya, Sugeng. 2013. Pengantar Hidrologi. Malang : Aditya Media Publishing
23
LAMPIRAN
24
Tabel 2. Nilai Koefisien Limpasan Metode U.S Forest Service
Kofisien Kofisien
Tata guna lahan Tata guna lahan
aliran (C) aliran (C)
Tanah lapang
Perkantoran
Berpasir datar 2% 0,05-0,10
Daerah pusat kota 0,70-0,95 Berpasir agak rata 2-7% 0,10-0,15
Daerah sekitar kota 0,50-0,70 Berpasir miring 7% 0,15-0,20
Perumahan Tanah berat datar 2% 0,13-0,17
Rumah tinggal 0,30-0,50 Tanah berat agak rata 2-7% 0,18-0,22
Rumah susun (pisah) 0,40-0,60 Tanah berat miring 7% 0,25-0,35
Rumah susun (sambung) 0,60-0,75 Tanah pertanian 0-50%
Pinggiran kota 0,35-0,40 A. Tanah kosong
Daerah industri Rata 0,30-0,60
Kurang padat industri 0,50-0,80 Kasar 0,20-0,50
Padat industri 0,60-0,90 B. Ladang garapan
Taman, kuburan 0,10-0,25 Tanah berat tanpa vegetasi 0,30-0,60
Taman bermain 0,20-0,35 Berpasir tanpa vegetasi 0,20-0,50
Daerah stasiun KA 0,20-0,40 Berpasir bervegetasi 0,20-0,25
Daerah tak berkembang 0,10-0,30 C. Padang rumput
Jalan raya Tanah berat 0,15-0,45
Beraspal 0,70-0,95 Berpasir 0,05-0,25
Berbeton 0,80-0,95 Hutan bervegetasi 0,05-0,25
Trotoar 0,75-0,85 Rata kedap air 0,70-0,90
Berbatu-bata 0,70-0,85 Tnh nonproduktif >30%
Daerah beratap 0,75-0,95 Kasar 0,50-0,70
25