Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH HIDROLOGI

Tentang
LIMPASAN PERMUKAAN (RUN OFF)

Disusun oleh :
KELOMPOK 7
CAHYANINGTIYAS VYSCA OLLYVIA (1752010075)
KRISNA BAYU MUKTI (1752010059)
AJI DARSENO (1752010081)
ZAENAL ABIDIN (1752010034)
MOHAMMAD KRISNA WIBOWO (1752010096)

PROGRAM SARJANA TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS MADIUN
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Dengan judul Makalah
Limpasan Permukaan (Run Off).
Pertama, kami ucapkan terima kasih yang telah membimbing kami dalam menyusun
makalah ini. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan. Dan tidak lupa
saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam menyusun dan
menyelesaikan makalah ini.
Kami mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kesalahan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Madiun, 14 Oktober 2018

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................i


KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Pengertian Dan Tipe Limpasan Permukaan………………………………...............…3
2.1.1 Aliran Air Permukaan ( RUN OFF) ………………………………............…..4
2.1.2 Proses Terjadinya Run Off (Limpasan Permukaan) …………….....….………6
2.2 Klasifikasi Limpasan Permukaan…………………………………………...............…8
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Volume Limpasan Permukaan………………............…9
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Agihan Waktu Limpasan Permukaan………….............11
2.5 Pengukuran Limpasan………………………………………………………...............12
2.5.1 Pengukuran Tinggi Air Limpasan permukaan……………………………......12
2.5.1 Pengukuran Kecepatan Aliran Limpasan Permukaan………..............……....15
2.6 Metode Penghitungan Debit Limpasan……………………………………...........….18
BAB III PENUTUP................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................21
3.2 Saran............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap
ke dalam tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan permukaan. Karakteristik
daerah yang berpengaruh terhadap bagian air hujan antara lain adalah topografi, jenis tanah,
dan penggunaan lahan atau penutup lahan. Hal ini berarti bahwa karakteristik lingkungan
fisik mempunyai pengaruh terhadap respon hidrologi. Kondisi alam Indonesia yang
mempunyai periode musim hujan selama lebih kurang enam bulan menyebabkan curah
hujan yang cukup tinggi. Pembangunan yang dilakukan juga akan berpengaruh terhadap
penggunaan lahan. Sehingga diperlukan suatu arahan terhadap penggunaan lahan pada suatu
kawasan agar tetap berpedoman pada keseimbangan lingkungan.

Perluasan kawasan perkotaan dan berkurangnya kawasan hutan yang


cepat sedang banyak terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Peralihan fungsi
suatu kawasan yang mampu menyerap air (pervious) menjadi kawasan yang
kedap air (impervious) akan mengakibatkan ketidakseimbangan hidrologi dan
berpengaruh negatif pada kondisi daerah aliran sungai. Perubahan penutup
vegetasi suatu kawasan ini akan memberikan pengaruh terhadap waktu serta
volume aliran. Peningkatan volume limpasan aliran ini mengakibatkan masalah
banjir di hilir daerah aliran sungai. Pemahaman mengenai proses dan besarnya
limpasan yang terjadi serta faktor – faktor yang mempengaruhinya sangat
diperlukan sebagai acuan untuk pelaksanaan manajemen air dan tata guna lahan
yang lebih efektif. Oleh karena itu dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya
air, limpasan merupakan masalah yang seharusnya diatasi terlebih dahulu
sebelum upaya berikutnya dilakukan, terlebih lagi perubahan tata guna lahan
yang terjadi sekarang ini tentunya sangat mempengaruhi besarnya laju infiltrasi
dan limpasan permukaan yang terjadi.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan limpasan permukaan?


2. Apa saja tipe dari limpasan permukaan ?
3. Apa saja klasifikasi limpasan permukaan?
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi volume limpasan permukaan?
5. Bagaimana pengukuran tinggi air limpasan permukaan?
6. Bagaimana pengukuran kecepatan aliran limpasan permukaan?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui definisi limpasan permukaan.


2. Dapat mengetahui beberapa tipe limpasan permukaan.
3. Untuk mengetahui klasifikasi limpasan permukaan.
4. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi volume limpasan permukaan?
5. Dapat mengetahui pengukuran tinggi air limpasan permukaan.
6. Untuk mengetahui pengukuran kecepatan aliran limpasan permukaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dan Tipe Limpasan Permukaan


Limpasan adalah apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu
DAS melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrsi terpenuhi air akan mengisi
cekungan – cekungan pada permukaan tanah. Setelah cekungan – cekungan tersebut penuh,
selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas permukaan tanah.

Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air
hujan per satuan waktu (intensitas), keadaan penutupan tanah, topografi (terutama kemiringan
lereng), jenis tanah, dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah
sebelum terjadinya hujan). Sedangkan jumlah dan kecepatan limpasan permukaan bergantung
kepada luas areal tangkapan, koefisien run off dan intensitas hujan maksimum.
Limpasan permukaan adalah aliran air yang mengalir diatas permukaan karena
penuhnya kapasitas infiltrasi tanah. Limpasan merupakan unsur penting dalam siklus air dan
salah satu penyebab erosi. Limpasan yang muncul dipermukaan

sebelum mancapai saluran disebut sumber tidak langsung. Ketika limpasan mengalir
ditanah, limpasan tersebut dapat mengambil kontaminan tanah seperti minyak bumi,
pestisida, atau pupuk. Bila sumber tidak langsung mengandung kontaminan semacam itu,
limpasan tersebut disebut polusi sumber tidak langsung.

Nilai limpasan permukaan yang penting untuk keperluan evaluasi DAS adalah kondisi
volume limpasan permukaan yang terjadi sebelum selama dan setelah adanya suatu
kegiatan/proyek. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi lama hujan melebihi lama
waktu konsentrasi, maka laju pengaliran didalam sungai akan kurang daripa lama waktu
hujannya sama dengan lama waktu konsentrasi. Sebaliknya, apabila lama waktu hujan lebih
pendek daripada lama waktu konsentrasi, intensitas hujannya meningkat menjadi lebih tinggi,
akan tetapi hanya sebagian dari areal daerah aliran ikut berperanan pada pengaliran
sungai.Dengan demikian maka laju pengaliran maksimum terjadi kalau lama waktu hujan
sama dengan lama waktu konsentrasi daerah alirannya.

3
Beberapa variable yang ditinjau dalam analisis banjir adalah volme banjir,debit
puncak,tinggi genangan,lama genangan dan kecepatan aliran.

2.1.1 Aliran Air Permukaan ( RUN OFF)


Hujan yang jatuh di laut mengakhiri siklus ini dan akan mulai dengan siklus yang
baru. Hujan yang jatuh di daratan akan melalui jalan yang lebih panjang untuk mencapai
laut. Setiap tetes air hujan yang jatuh ke tanah merupakan pukulan-pukulan kecil ke tanah.
Pukulan air ini memecahkan tanah yang lunak sampai batu yang keras. Partikel pecahan
ini kemudian mengalir menjadi lumpur, dan lumpur ini menutupi pori-pori tanah sehingga
menghalangi air hujan yang akan meresap ke dalam tanah. Dengan demikian maka
semakin banyak air yang mengalir di permukaan tanah. Aliran permukaan ini kemudian
membawa serta batu-batu dan bongkahan lainnya, yang akan semakin memperkuat
gerusan pada tanah. Goresan akibat gerusan air dan partikel lainnya ke tanah akan semakin
membesar. Goresan ini kemudian menjadi alur-alur kecil, kemudian membentuk parit
kecil, dan akhirnya berkumpul menjadi anak sungai. Anak-anak sungai ini kemudian
berkumpul menjadi satu membentuk sungai.
Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di
permukaan ke darah yang lebih rendah, dan kemudian akan berkumpul di danau atau
sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Bila curah hujan lebih besar daripada kemampuan
tanah untuk menyerap air, maka kelebihan air tersebut akan mengalir dipermukaan menuju
ke danau atau sungai. Air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi) atau yang mengalir di
permukaan (run off) akan menemukan jalannya untuk kembali ke atmosfer, karena adanya
evaporasi dari tanah, danau dan sungai.

Run off adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan
kehilangan air lainnya) yang mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi; airnya
berasal dari permukaan maupun dari subpermukaan (sub surface). Runoff dapat
dinyatakan sebagai tebal runoff, debit aliran (river discharge) dan volume runoff. Pada
permulaan aliran air/sungai terjadi karena air mengalir mengikuti retakan-retakan/patahan-
patahan (joint) yang ada di permukaan bumi. Sehingga pada awalnya daerah tersebut
bukan merupakan daerah aliran sungai, tetapi merupakan akumulasi air, kemudian terjadi
proses lanjutannya seperti prose pelapukan, erosi, pelarutan dan sebagainya. Proses
tersebut berjalan terus, sehingga berkembang menjadi sebuah parit-parit kecil yang makin

4
lama makin tertoreh/terkikis baik secara lateral maupun vertikal. Akhirnya terbentuk
sungai-sungai kecil sebagai sistem sungai.

Kegiatan-kegiatan aliran air sungai tergantung pada beberapa faktor (Lobeck, 1939:
158) adalah sebagai berikut :

1. Curah hujan yang tinggi, hujan yang efektif (tinggi) tidak saja menyebabkan
aliran yang kuat, tetapi juga bertambah banyaknya jumlah aliran sungai yang
permanen. Sebagai contoh, sungai-sungai dibagian timur Amerika Serikat lebih
banyak jika dibandingkan dengan di bagian barat.
2. Tanah-tanah ponus yang dalam dan banyaknya tumbuhan yang tumbuh
cenderung menyerap air hujan dan mengurangi aliran permukaan (run-off) .
Seperti pada daerah-daerah tinggi yang luas dipantai selatan Alabama dan
Missisipi, walaupun curah hujan tinggi tetapi sungai tidak banyak jumlahnya.
3. Daerah yang terdiri dari batu gamping serta aliran bawah permukaan (bawah
tanah) tidak menyebabkan terdapatnya aliran permukaan. Misalnya didaerah
Karst Dalmatia tidak mempunyai banyak sungai, walaupun curah hujannya
paling lebat didaerah Eropa.
4. Daerah arid dengan vegetasi yang kurang menentukan aliran sungai, baik
volume, jumlah air , maupun keadan permanen aliran yang minimum.
5. Tanah-tanah liat yang kedap air sungai glacial, menambah aliran air permukaan
yang mengurangi jumlah aliran bawah tanah, sehingga mempercepat pengerjaan
erosi.
Aliran air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak tetap, mengikuti
muatan sedimen unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh karena itu, sungai
mempunyai ciri yang tersendiri dan berbeda dengan massa air lain seperti danau, laut, dan
sebagainya. Adapun ciri tersebut adalah sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh
Sudarja dan Akub (1977: 38) antara lain adalah sebagai berikut :

1. tidak tetap, kadang kala alirannya deras dan ada kalanya


lambat, menghilang ke bawah permukaan dan sebagainya.
2. Mengangkut material, dari mulai Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai pada
material batuan yang lebih besar yang tergantung besar alirannya.

5
3. Mengalir mengikuti saluran tertentu yang pada sisi kanan kirinya dibatasi oleh
tebing yang bias curam berupa lembah-lembah dari lembah dangkal sampai
pada lembah-lembah yang dalam.

Sungai sebagai suatu system yang terdiri dari


beberapa anak sungai yang tergabung ke dalam sungai induk pada suatu daerah
aliran. Jadi daerah aliran suatu sungai yang sering disebut DAS merupakan suatu wilayah
ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai pengumpul,
penyimpan dan penyalur air beserta sedimen dan unsur hara lainnya.

2.1.2 Proses Terjadinya Run Off (Limpasan Permukaan)


Pada saat hujan turun, tetesan pertama air hujan ditangkap oleh daun dan tajuk
vegetasi. Ini biasanya disebut sebagai simpanan intersepsi. Kalau hujan berlangsung terus,
air hujan yang mencapai permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) sampai
mencapai suatu taraf dimana intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Setelah
itu, celah-celah dan cekungan di permukaan tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya
(simpanan permukaan) semua dipenuhi air, dan setelah itu barulah terjadi runoff.

Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi
pula oleh kondisi lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering)
biasanya tinggi, tetapi kalau hujan turun terus, kapasitas ini menurun hingga mencapai
nilai keseimbangan yang disebut sebagai laju infiltrasi akhir.

Proses runoff akan berlangsung terus selama intensitas hujan lebih besar dari
kapasitas infiltrasi aktual, tetapi runoff segera berhenti pada saat intensitas hujan menurun
hingga kurang dari laju infiltrasi aktual.

a. Periode hujan

1. Input air dari hujan = nol.


2. Air tanah mengalir masuk alur sebagai aliran dasar maka freatik turun terus.
3. Evapotranspirasi menambah defisiensi lengas tanah.
4. Hidrograf aliran berupa kurva deplesi.

6
b. Periode hujan awal

1. Awal musim hujan, mulai ada hujan.


2. Sebagian hujan menjadi intersepsi
3. Sebagian menjadi simpanan depresi.
4. Surface runoff hampir tidak, air hujan digunakan untuk membasahi tanah ———
——— lengas tanah meningkat.

c. Periode hujan

1. Intersepsi mencapai kapasitas maksimum.


2. Simpanan depresi maksimum.
3. Surface runoff mulai terjadi, sehingga aliran sungai naik.
4. Soil moisture deficiency.
5. Air infiltrasi dan perkolasi belum mencapai muka freatik ——–air tanah belum
naik

d. Saat hujan berhenti

1. Dipermukaan tanah masih ada air dan mengalir sebagian


2. Infiltrasi terus berlangsung
3. Stream runoff dari g.w. ( air dalam tanah ).

e. Periode tidak ada hujan

1. Lengas tanah pada kapasitas lapang.


2. Input air tak ada, lengas tanah berkurang.
3. Air perkolasi mencapai muka frreatik air tanah mendapat recharge.
4. Kurva deplesi terus berlangsung, stream runoff menyusut
5. Air tanah naik.

7
Tipe-tipe sungai antara lain :

1. Sungai Perennial
Adalah sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun,aliran sungai
perennika adalah aliran dasar yang berasal dari aliran air tanah,sungai. Tipe ini
terjadi pada DAS yang sangat baik yang masih mempunyai hutan lebat.

2. Sungai Ephemeral
Adalah sungai yang mempunyai debit hanya apabila terjadi hujan yang melebihi
laju infiltrasi. Permukaan air tanah selalu berada di bawah dasar sungai,
sehingga sungai tidak menerima aliran tanah yang berarti tidak mempunyai aliran
dasar ( base flow ) contoh di Nusa tenggara

3. Sungai Intermitten
Adalah sungai yang mempunyai karakteristik campuran antara kedua tipe
di atas.Pada suatu periode tertentu bersifat sungai perennial dan pada waktu tertentu
bersifat sebgai sungai ephemal.

2.2 Klasifikasi Limpasan Permukaan


Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber :

a. Aliran permukaan
b. Aliran antara
c. Aliran air tanah

a. Aliran Permukaan (surface flow)


adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan tipis
di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga aliran langsung (direct
runoff).Aliran permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai dalam waktu
singkat,sehingga aliran permukaan merupakan penyebab utama terjadinya banjir.
b. Aliran antara (interflow)
adalah aliran dalam arah lateral yang terjadi di bawah permukaan
tanah.Aliran antara terdiri dari gerakan air dan lengas tanah secara lateral

8
menuju
elevasi yang lebih rendah.
c. Aliran air tanah
adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke elevasi yang lebih
rendah yang akhirnya menuju sungai atau langsung ke laut. Dalam analisis
hidrologi aliran permukaan dan aliran antara dapat dikelompokkan menjadi satu
yang disebut aliran langsung,sedangkan aliran tanah disebut aliran tak langsung.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Limpasan Permukaan


A. Elemen-elemen meteorologi
1. Jenis presipitasi
2. Intensitas curah hujan
3. Lamanya curah hujan
4. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran
5. Arah pergerakan curah hujan
6. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah
7. Kondisi – kondisi meteorology.
B. Elemen daerah pengaliran
1. Kondisi penggunaan tanah
2. Daerah pengaliran
3. Kondisi topografi dalam daerah pengaliran
4. Jenis tanah
5. Faktor – faktor yang memberikan pengaruh
Terlepas dari karakteristik hujan, seperti intensitas hujan, lama hujan
dan distribusi hujan, ada beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan
air) yang berhubungan langsung dengan kejadian dan volume runoff.

1. Tipe tanah
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh porositas tanah, yang menentukan
kapasitas simpanan air dan mempengaruhi resistensi air untuk
mengalir ke lapisan tanah yang lebih dalam. Porositas suatu tanah berbeda dengan
tanah lainnya. Kapasitas infiltrasi tertinggi dijumpai pada tanah-tanah yang
gembur, tekstur berpasir; sedangkan tanah-tanah liat dan berliat biasanya
mempunyai kapasitas infiltrasi lebih rendah. Bagan-bagan berikut menyajikan

9
beragam kapasitas infiltrasi yang diukur pada berbagai tipe tanah. Kapasitas
infiltrasi juga tergantung pada kadar lengas tanah pada akhir periode hujan
sebelumnya. Kapasitas infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun dengan waktu
(asalkan hujan tidak berhenti) hingga mencapai suatu nilai konstan pada saat profil
tanah telah jenuh air. Kondisi seperti ini hanya berlaku kalau kondisi permukaan tanah
tetap utuh tidak mengalami gangguan. Telah diketahui bahwa rataan ukuran tetesan air
hujan meningkat dengan meningkatnya intensitas hujan. Dalam suatu intensitas
hujan yang tinggi, energi kinetik tetesan air hujan sangat besar pada saat memukul
permukaan tanah. Hal ini dapat menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah,
dan mendorong partikel-partikel halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah
dapat tersumbat dan terbentuklah lapisan tipis yang padat dan kompak di
permukaan tanah sehingga mereduksi kapasitas infiltrasi. Fenomena seperti ini
lazim disebut sebagai “capping, crusting atau sealing”. Hal ini dapat menjelaskan
mengapa di daerah-daerah arid dan semi-arid yang mempunyai pola hujan dengan
intensitas tinggi dan frekuensi tinggi,

volume rinoff sangat besar meskipun hujannya sebentar dan


kedalaman hujan relatif kecil. Tanah-tanah dengan kandungan liat tinggi (misalnya
tanah-tanah abu volkan dengan kandungan liat 20% ) sangat peka untuk
membentuk kerak-permukaan dan selanjutnya kapasitas infiltrasi menjadi
menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena kerak-permukaan ini relatif kecil.

2. Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam
vegetasi dan fase pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah
1 – 4 mm. Misalnya tanaman serealia, mempunyai kapasitas simpanan intersepsi
lebih kecil dibandingkan dengan rumput penutup tanah yang rapat. Hal yang lebih
penting adalah efek vegetasi terhapad kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi yang
rapat menutupi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan.
Selain itu, perakaran tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan
porositas tanah sehingga memungkinkan lebih banyak air meresap ke dalam tanah.
Vegetasi juga menghambat aliran air permukaan terutama pada lereng yang landai,
sehingga air mempunyai kesempatan lebih banyak untuk meresap dalam tanah
atau menguap.

10
3. Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan
Pengamatan pada petak-petak ukur runoff menunjukkan bahwa petak-
petak pada lereng yang curam menghasilkan runoff lebih banyak dibanding
dengan petak-petak pada lereng yang landai. Selain itu, jumlah runoff menurun
dengan meningkatnya panjang lereng. Hal seperti ini terjadi karena aliran air
permukaan lebih lambat dan waktu konsentrasinya lebih panjang (yaitu waktu
yang diperlukan oleh tetes air hujan untuk mencapai outlet daerah tangkapan air).
Hal ini berarti bahwa air mempunyai lebih banyak kesempatan untuk infiltration
dan evaporasi sebelum ia mencapai titik pengukuran di outlet. Hal yang sama juga
berlaku kalau kita membandingkan daerah-daerah tangkapan yang ukurannya
berbeda.

Efisiensi runoff (volume runoff per luasan area) meningkat dengan


menurunnya ukuran daerah-tangkapan air, yaitu semakin besar ukuran daerah-
tangkapan berarti semakin besar (lama) waktu konsentrasi air dan semakin kecil
efisiensi run off.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Agihan Waktu Limpasan


Permukaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi agihan waktu limpasan terbagi
menjadi 3 faktor, yaitu faktor meteorologi yang terdiri dari tipe intensitas, lama
dan agihan presipitasi, suhu, kelembaban, radiasi matahari, kecepatan angin, dan
tekanan udara. Faktor kedua adalah faktor DAS yang berupa bentuk DAS,
kemiringan DAS, geologi, tipe tanah, vegetasi dan jaringan drainase. Faktor ketiga
adalah faktor manusia (Seyhan, 1977). Faktor-faktor tersebut langsung atau tidak
lang-sung akan berhubungan dengan aliran air di sungai yang berada dalam DAS
tersebut.

11
2.5 Pengukuran Limpasan
2.5.1 Pengukuran Tinggi Air Limpasan Permukaan
Tinggi muka air (stage height, gauge height) sungai adalah elevasi permukaan
air (water level) pada suatu penampang melintang sungai terhadap suatu titik tetap yang
elevasinya telah diketahui. Tinggi muka air biasanya dinyatakan dalam satuan meter (m)
atau centimeter (cm). Fluktuasi permukaan air sungai menunjukkan adanya perubahan
kecepatan aliran dan debitnya
Pengukuran tinggi muka air merupakan langkah awal dalam pengumpulan data
aliran sungai sebagai data dasar hidrologi. Data tinggi muka air dapat digunakan secara
langsung untuk berbagai keperluan pembangunan, misalnya saja untuk perhitungan
pengisian air pada waduk, menentukan perubahan kedalaman aliran dari waktu ke waktu
untuk keperluan transportasi air, perencanaan pembangunan fisik di daerah dataran banjir
dan untuk keperluan lainnya.
Data tinggi muka air digunakan sebagai dasar perhitungan debit setelah dibuat
hubungan antara tinggi muka air dan debit hasil pengukuran debit yang dilakukan secara
berkala, yang mencakup pengukuran debit pada muka air rendah sampai tinggi. Dengan
demikian ketelitian dalam perhitungan data debit juga tergantung daripada ketelitian
pengukuran tinggi muka air.
Pengukuran tinggi muka air dapat dilaksanakan dengan cara manual menggunakan
alat duga air biasa (non recording gauges) dan atau cara otomatis menggunakan alat duga
air otomatik (recording gauges) yang dipasang pada suatu pos duga air sungai. Untuk
keperluan pendataan aliran sungai yang memerlukan waktu dengan periode panjang, maka
pengukuran tinggi muka air dari suatu pos duga air harus menggunakan alat duga air
otomatik.

12
Gambar Sketsa Pengukuran Datum Tinggi Muka Air

Prinsip : Sebuah pelampung diikat pada


kabel alat perekam, dibagian ujung lainnya
diikat pemberat. Pelampung diletakkan
pada sebuah sumur dan pelampung akan
mengikuti perubahan tinggi muka air.
Pergerakan vertikal ini kemudian ditransfer
menjadi pergerakan horisontal pena tulis
alat tersebut. Pena tulis kemudian merekam
pergerakan ini pada kertas perekam berupa
kurva pasang surut.

Keuntungan :

 Dapat diperoleh sebuah Gambar yang akurat, karena skala vertikal dan horizontal
dapat diatur.
 Dapat diperoleh rekaman yang tak terputus sampai maksimum 4 bulan.
 Dapat merekam tinggi muka air maksimum tertinggi dan terendah kedalam kertas.

Kerugian:

 Diperlukan bangunan yang cukup mahal untuk alat perekam dan sumur pelampung.
 Kedalaman sumur pelampung harus cukup dalam sehingga dapat mencakup tinggi
muka air yang terendah.

 Pengukuran Tinggi Muka Air Cara Manual


Pengukuran tinggi muka air cara manual dilaksanakan dengan membaca elevasi
permukaan air yang tertera pada alat duga air biasa yaitu alat duga air yang tidak
dengan sendirinya dapat bekerja secara otomatis dalam mencatat fluktuasi muka air
berdasarkan fungsi waktu. Pengukurannya dilakukan oleh seorang pengamat secara
teratur setiap harinya, minimal dilakukan tiga kali setiap harinya yaitu jam 07.00
pagi, jam 12.00 siang dan 17.00 sore hari waktu setempat, apabila diperlukan

13
frekuensi pengukurannya dapat ditambah, terutama selama terjadi banjir agar data
muka airnya lebih lengkap. Banyaknya pengukuran tinggi muka air setiap harinya
tergantung dari banyaknya faktor, antara lain :

1. besarnya fluktuasi muka air.


2. tersedianya dana untuk honor pengamat dan
3. ketelitian yang diinginkan.
Gambar Staff Gauge

Tinggi muka air setiap jam diamati secara manual oleh operator (pencatat) dan
dicatat pada suatu formulir pengamatan pasang surut. Pada palem dilukis tanda-
tanda skala bacaan. Pencatat akan menuliskan kedudukan tinggi muka air laut relatif
terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai dengan skala bacaan yang tertulis pada
palem. Muka air laut yang relatif tidak tenang membatasi kemampuan pencatatan
dalam menaksir bacaan skala. Walaupun demikian, cara ini cukup efektif untuk
memperoleh data pasang surut dengan ketelitian hingga sekitar 2,5 cm. Tinggi palem
disesuaikan dengan karakter tunggang air pada wilayah perairan yang diamati pola
pasang surutnya, yang biasanya sekitar 4 hingga 6 meter.

14
Pengukuran tinggi muka air cara manual dengan menggunakan alat duga air biasa
mempunyai beberapa kelebihan, antara lain :

1. mudah dalam memasang peralatannya, dan


2. biaya untuk pemasangan, operasi dan pemeliharaannya lebih murah dibanding
pengukuran tinggi muka air cara otomatik.
Disamping itu, pengukuran tinggi muka air cara manual dengan menggunakan
alat duga air biasa juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain kebenaran data
tergantung daripada pengamat (kesalahan pembacaan, pencatatan atau juga
pemalsuan data mempunyai kemungkinan lebih besar).

2.5.2 Pengukuran Kecepatan Aliran Limpasan Permukaan


 Pengukuran kecepatan aliran dengan Current-meter

Prinsip kerja jenis curent meter ini


adalah propeler berputar dikarenakan
partikel air yang melewatinya. Jumlah
putaran propeler perwaktu pengukuran
dapat memberikan kecepatan arus yang
sedang diukur apabila dikalikan dengan
rumus kalibrasi propeler tersebut.

Gambar Current-meter GGGGgg

Jenis alat ini yang menggunakan sumbu propeler sejajar dengan arah
arus disebut Ott propeler curent meter dan yang sumbunya tegak lurus terhadap
arah arus disebut Price cup current meter. Peralatan dengan sumbu vertikal ini
tidak peka terhadap arah aliran.

Keuntungan:
Propeler curent meter ini menghasilkan pekerjaan yang akurat dan
cepat apabila dilakukan perawatan yang baik dan pelaksanaan yang cermat. Juga
kalibrasi propeler harus dilakukan dengan baik.

15
Kerugian:
Dapat dipengaruhi oleh kapal (pitching dan rolling), sehingga
kecepatan arus yang diukur bukan hanya kecepatan arus aliran sungai saja.
Diperlukan test kalibrasi untuk mengatasi hal ini.

Cara pemakaian:
Ott current-meter dapat digunakan baik dengan digantung pada
kabel/tali maupun pada tiang. Cara yang pertama dapat dilaksanakan pada
pengukuran di sungai maupun di muara sungai, sedangkan cara kedua dapat
dipakai pada pengukuran di kanal yang kecil atau digantung di jembatan.

Gambar (a) Cup current meter Gambar (b) Propeler current meter

Metode pengukuran kecepatan aliran di sungai:

1. Metode satu titik


Metode ini digunakan untuk sungai yang dangkal dengan mengukur pada
kedalaman 0,6 h. Kecepatan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

V = V0,6

 Pengukuran Kecepatan Aliran Dengan Pelampung


Pelampung merupakan alat ukur kecepatan arus yang paling sederhana.
Pelampung bergerak terbawa oleh arus dan kecepatan arus didapat dari jarak tempuh
pelampung dibagi dengan waktu tempuh. Pelampung dapat berupa pelampung
permukaan, pelampung ganda, pelampung tongkat dan lain-lain.

16
Cara ini dapat dengan mudah digunakan meskipun permukaan air sungai itu
tinggi. Cara ini sering digunakan karena tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-
kayuan yang hanyut dan mudah dilaksanakan.

Biasanya digunakan 3 buah pelampung yang dialirkan pada satu garis pengukuran
aliran dan diambil kecepatan rata-rata. Mengingat arah mengalirnya pelampung itu
dapat dirubah oleh pusaran-pusaran air dan lain-lain, maka harga yang didapat dari
pelampung yang arahnya sangat berbeda harus ditiadakan.

1. Pelampung permukaan:
Untuk mengukur kecepatan aliran permukaan digunakan sepotong
kayu dengan diameter 15 sampai 30 cm, tebal 5 cm. Supaya mudah dilihat, kayu
itu dicat atau kadang-kadang pada malam hari dipasang bola lampu listrik yang
kecil. Bahan dari pelampung yang digunakan adalah tidak tentu, sepotong kayu,
seikat jerami, botol dan lain-lain, dapat digunakan. Pengukuran kecepatan aliran
dengan pelampung permukaan digunakan dalam keadaan banjir atau jika
diperlukan segera harga perkiraan kasar dari debit, karena cara ini adalah sangat
sederhana dan dapat menggunakan bahan tanpa suatu pilihan.

Akan tetapi, harga yang teliti adalah sulit diketahui karena disebabkan oleh
pengaruh angin atau perbandingan yang berubah-ubah dari kecepatan aliran
permukaan terhadap kecepatan aliran rata-rata yang sesuai dengan keadaan
sungai.
Kecepatan rata-rata aliran pada penampang sungai yang diukur adalah kecepatan
pelampung permukaan dikali dengan koeffisien 0,70 atau 0,90, tergantung dari
keadaan sungai dan arah angin. Dr. Bazin menggunakan koeffisien 0,86.

2. Pelampung tangkai:
Pelampung tangkai dibuat dari sepotong/setangkai kayu atau bambu
yang diberi pemberat pada ujung bawahnya. Pemberat itu dibuat dari kerikil yang
dibungkus dengan jaring atau kain di ujung bawah tangkai.

17
3. Pelepasan pelampung:
Beberapa saat sesudah pelepasan, pelampung itu tidak stabil. Jadi
pelampung harus dilepaskan kira-kira 20-50 m di sebelah hulu garis observasi
pertama, sehingga pada waktu observasi, pelampung itu telah mengalir dalam
keadaan yang stabil. Hal ini akan dipermudah jika di sebelah hulu titik pelepasan
terdapat jembatan. Mengingat posisi pelepasan itu sulit ditentukan, maka
sebelumnya harus disiapkan tanda yang menunjuk posisi tersebut dengan jelas.

2.6 Metode Perhitungan Debit Limpasan Permukaan


Menghitung limpasan permukaan (run off) pada suatu areal lahan penting untuk maksud
perencanaan penggunaan lahan. Dari perhitungan pendugaan runoff itu dapat dibuat
perencanaan untuk berbagai hal, salah satunya adalah upaya apa yang dapat dilakukan dalam
rangka mengendalikan runoff dan erosi tanah. Selain itu, para perencana dapat merencanakan
pembuatan waduk, palung atau hanya cekdam atau embung dalam rangka melakukan
konservasi air. Dengan demikian, perencanaan yang holistik dapat dibuat, dalam rangka
membangun ramah lingkungan. Dengan menggunakan rumus Rasional, pendugaan debit air
limpasan dapat dilakukan dengan mudah. Debit air limpasan adalah volume air hujan per
satuan waktu yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui saluran
drainase. Debit air limpasan terdiri dari tiga komponen yaitu Koefisien Run Off ( C ), Data
Intensitas Curah Hujan (I), dan Catchment Area(Aca). Koefisien yang digunakan untuk
menunjukkan berapa bagian dari air hujan yang harus dialirkan melalui saluran drainase
karena tidak mengalami penyerapan ke dalam tanah (infiltrasi). Koefisien ini berkisar antara
0-1 yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Semakin padat
penduduknya maka koefisien Run-Offnya akan semakin besar sehingga debit air yang harus
dialirkan oleh saluran drainase tersebut akan semakin besar pula.

Intensitas hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam
satuan mm/jam. Dalam studi ini, rumus empiris untuk menghitung intensitas hujan dalam
menentukan debit puncak dengan metode Rasional Modifikasi, digunakan rumus Mononobe.
Hal ini dikarenakan menyesuaikan dengan kondisi luas wilayahnya. Langkah pertama dalam
metode ini adalah menentukan curah hujan maksimun pada masing masing-masing tahun
untuk kemudian dilakukan perhitungan hujan rancangan dengan metode Log- Person Tipe III.
Adapun metode Log-Person TipeIII adalah sebagai berikut :

18
 mengubah data curah hujan maksimum ke bentuk logaritma à X = log X;
 menghitung harga rata-rata log X à log Xrerata = :
 menghitung selisih antara logX dengan log Xrerata:
 mengkuadratkan selisih antara logX dengan log Xrerata:
 selisih antara logX dengan log Xrerata dipangkatkan 3 :
 menghitung standar deviasinya à Sd = ; dan
 menghitung koefisien kemencengannya Cs =
Setelah menghitung parameter statistiknya, kemudian menghitung hujan rancangan
dengan menggunakan metode Log-Person Tipe III dengan langkah-langkah seperti di bawah
ini :

 menentukan tahun interval kejadian / kala ulang (Tr) :


 menghitung prosentase peluang terlampaui à Pr = :
 menentukan variabel standar (K) berdasarkan prosentase peluang dan koefisien
kemencengan (Cs) pada tabel distribusi Log-Person Tipe III : dan
 menghitung hujan rancangan (R) dengan cara à logX + K , Sd kemudian hasilnya di-
antilog-kan.
Setelah mengetahui hujan rancangan, selanjutnya menghitung intensitas hujan pada tiap
tiap saluran di masing-masing Catchment Area dengan langkah-langkah sebagai berikut ini :

Keterangan : Tr = tahun interval kejadian / kala ulang.


K = variabel standar berdasarkan prosentase peluang dan
koefisien kemencengan (Cs) pada tabel distribusi Log-Person Tipe III
R = menghitung hujan rancangan.

 menghitung waktu curah hujan (Tc) à Tc = ;


L : panjang saluran, s : kemiringan saluran.

 menghitung intensitas hujan à I = dimana R24 adalah hujan rancangan yang didapatkan
dari perhitungan sebelumnya.
Catchment Area atau daerah tangkapan air hujan adalah daerah tempat hujan mengalir
menuju ke saluran. Biasanya ditentukan berdasarkan perkiraan dengan pedoman garis kontur.
Pembagian Catchment Area didasarkan pada arah aliran yang menuju ke
saluran Conveyor ke Maindrain.

19
Berdasarkan 3 komponen diatas maka besarnya debit air limpasan (Qlimpasan) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

Q-limpasan = 0,278, C , I , ACA


Keterangan :
Q = Debit aliran air limpasan (m3/detik)
C = Koefisen run off (berdasarkan standar baku)
I = Intensitas hujan (mm/jam)
ACA = Luas daerah pengaliran (ha)

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Limpasan adalah apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas
infiltrasi, setelah laju infiltrsi terpenuhi air akan mengisi cekungan – cekungan pada
permukaan tanah. Setelah cekungan – cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan
mengalir (melimpas) diatas permukaan tanah. Limpasan permukaan merupakan sebagian
dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan
sangat bergantung kepada jumlah air hujan per satuan waktu (intensitas), keadaan penutupan
tanah, topografi (terutama kemiringan lereng), jenis tanah, dan ada atau tidaknya hujan yang
terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan).

Faktor – faktor yang mempengaruhi volume limpasan permukaan adalah tipe tanah,
vegetasi, kemiringan dan daerah tangkapan. Run off adalah bagian curahan hujan (curah
hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air lainnya) yang mengalir dalam air sungai
karena gaya gravitasi; airnya berasal dari permukaan maupun dari subpermukaan (sub
surface). Runoff dapat dinyatakan sebagai tebal runoff, debit aliran (river discharge) dan
volume runoff. Pada permulaan aliran air/sungai terjadi karena air mengalir mengikuti
retakan-retakan/patahan-patahan (joint) yang ada di permukaan bumi.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan –
kekurangan dan kesalahan dalam tatacara penulisan maupun pembahasannya. Maka dari itu,
kritik dan saran dari pembaca penulis harapkan untuk menjadi acuan dalam penulisan
makalah berikutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Asdak,Chay, 2001, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.


Universitas GajahMada.

Aras, M , 2011, Pendugaan Debit Air Sub DAS Bantimurung Dengan


Menggunakan ModelAWBM .

Febrina, 2008, Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan
MetodeRasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang .

Lubis, Sandro W, 2009, Analisis Data Debit Dan Penentuan Koefisien


Limpasan .

22

Anda mungkin juga menyukai